• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

1

INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Maisyarah

NIM : 110200019

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

2015

PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PELANGGARAN HAM

TERHADAP SUKUANAKDALAMSEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : Maisyarah NIM : 110200019

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

KETUA DEPARTEMEN

PEMBIMBING I

Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum NIP. 195612101986012001

PEMBIMBING II

Abdul Rahman, SH., M.H NIP. 195710301984031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

MEDAN 2015

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan begitu banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang mana Beliau telah membawa kita dari zaman yang gelap menuju zaman yang terang benerang yang disinari oleh iman dan islam.

Adapun skripsi penulis ini berjudul “Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap SukuAnakDalamSebagai Kaum Indigenous Di Indonesia”.Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan serta kekurangan-kekurangan di dalam penulisannya. Oleh karena itu penulis mengaharapkan saran serta kritik yang membangun guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

(4)

2. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.H. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

3. Bapak OK Saidin, SH., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

4. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH., M.Humselaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum USU.

5. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan serta saran kepada Penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Abdul Rahman, SH., M.H selaku dosen Pembimbing II Penulis yang telah meluangkan waktu serta telah begitu banyak memberikan perhatian, saran serta bimbingan kepada Penulis di dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH. , Bapak Arif, SH., M.Hum. , Bapak

Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., Bapak Sutiarnoto, SH., M.Hum., beserta seluruh dosen mata kuliah jurusan hukum internasional.

8. Bapak Abdul Rahman, SH., M.H.selaku dosen wali Penulis.

9. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah begitu banyak memberikan Penulis ilmu pengetahuan selama Penulis duduk di bangku perkuliahan. Universitas Sumatera Utara

10.Secara khusus penulis haturkan terimakasih untuk ayahanda H. Azhar Miraza, terimakasih atas kasih sayang serta doanya selama ini kepada penulis, dan Ibunda tercinta Hj. Fathiah Daulay yang selalu memberikan kasih sayangnya yang begitu tulus kepada Penulis, serta kesabaran dalam mendidik dan membesarkan penulis selama ini, terimakasih atas doanya selama ini Mama dan Ayah. Terimakasih atas doanya dan dukungan serta cinta yang diberikan selama ini kepada Penulis.

(5)

12.Ucapan terimakasih khusus kepada sahabat yang paling Penulis sayangi

Elfrina Ritonga dan Holy Apriliani Kembaren yang selama ini senantiasa menemani penulis dari awal perkuliahan, susah senang bersama dan yang senantiasa menemani penulis dan selalu memberikan semangat serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas doanya serta kesabaran selama ini sahabat terbaikku.

13.Teman-teman yang Penulis sayangi Nurul Aina, Mothia Yolandari, Putri Maria Ginting, Farah Muriana, Imam Barqah, Kayarudin Hasibuan, Gustia Wulandari, Melanie, Olivya Tambunan, A.md, Jean Windy, A.md, serta seluruh teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kenangan indah selama masa perkuliahan ini.

14.Special thanks yang sangat banyak kepada abangda Bobby Reza Aditya, ST yang sudah selalu memberikan saya semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

15.Terimakasih untuk abangda Alenovsky Kautsar Albalad Oemry, ST

yangtelah selalu menyemangati saya dan banyak membantu saya dalam teknis pembuatan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terimakasih kepada semuanya dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada kita Semua.

Medan, Februari 2015 Hormat Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP SUKU ANAK DALAM SEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI INDONESIA A. Pengaturan Hukum Dalam Deklarasi PBB Terhadap Hak-Hak Kaum Indigenous (United Nation Declaration On The Rights Of Indigenous People) ... 13

B. Perlindungan Hukum Berkaitan Dengan Hak Asasi Manusia ... 35

(7)

BAB III PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP SUKU ANAK DALAM SEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI INDONESIA

A. Cara-Cara Yang Dapat Dilakukan Dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia ... 47 B. Peranan Komnas HAM Dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi

Manusia ... 52 C. Kedudukan Hukum Dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi

Manusia ... 55

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP SUKU ANAK DALAM SEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI

INDONESIA

A. Pengaturan Hukum Bagi Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia ... 77 B. Perlindungan Hukum Bagi Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia ... 81 C. Ratifikasi Indonesia Terhadap Ketentuan Internasional Dalam Penegakan

Hukum Berkaitan Dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Suku Anak Dalam Sebagai Kaum Indigenous Di Indonesia ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran ...100

(8)

PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PELANGGARAN HAM TERHADAP SUKUANAKDALAMSEBAGAI KAUM INDIGENOUS

DI INDONESIA

*) Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum **) Abdul Rahman, SH., M.H ***) Maisyarah

ABSTRAKSI

Kaum indigenous atau pribumi atau penduduk asli atau masyarakat adat adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau di sana dengan status orisinal atau asli atau tulen sebagai diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya. Kaum

indigenous bersifat autochton (melekat pada suatu tempat). Secara lebih khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut. Selain itu kaum indigenous juga diartikan sebagaikelompok-kelompokyang secara khusus dilindungi dalam undang-undang nasional atau internasional yang memiliki seperangkat hak tertentu berdasarkan ikatan sejarah mereka untuk suatu wilayah tertentu, dan kekhasan budaya atau sejarah mereka dari populasi lain. Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi negara-negara terbesar telah mengeluarkan Deklarasi tentang Hak-Hak kaum

indigenous untuk memandu kebijakan nasional negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melindungi hak-hak kolektif masyarakat seperti adat budaya, identitas, bahasa, dan akses terhadap pekerjaan, kesehatan, pendidikan, dan sumber daya alam.

(9)

Masalah pelanggaran hak asasi manusia bagi suku anak dalamyang terjadi di Indonesia, tepatnya di Jambi oleh suatu perusahaan perkebunan kelapa yakni PT Asiatic Persada telah menjadi peringatan bagi bangsa Indonesia bahwa penegakan hukum ni negara ini masih sangat lemah. Mengingat dimana suku anak dalam yang ada di Indonesia, tepatnya di Jambi merupakan kaum indigenous atau masyarakat adat yang secara hukum internasional dilindungi hak-hak nya. Dimana organisasi negara-negara terbesar yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan deklarasi yaitu United Nation Declaration On The Right Of Indigenous People yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 13 September 2007 dan secara tegas melindungi kaum indigenous atau masyarakat adat di seluruh dunia dan deklarasi tersebut harus dipatuhi oleh negara-negara anggota. Indonesia sendiri juga telah memiliki produk hukum berupa undang-undang untuk melindungi hak asasi manusia melalui undang-undang-undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Internasional, Suku Anak Dalam, Kaum

Indigenous

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II

(10)

INTERNATIONAL LEGAL PROTECTION OF HUMAN

RIGHTS VIOLATIONS AGAINST TRIBAL PEOPLE AS

INDIGENOUS PEOPLE IN INDONESIA

*) Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum **) Abdul Rahman, SH., M.H

***) Maisyarah

ABSTRACT

The indigenous or native peoples are everyone who is born in a place, region or country, and settled there with the original status or original or genuine as an ethnic group that is recognized as a tribe not migrants from other countries. The indigenous are autochton (attached somewhere). More specifically, the term indigenous addressed to every person who is born to parents who were also born in such a place. Besides the indigenous also be interpreted as a group that are specifically protected under national legislation or international who has a certain set of rights based on their historical ties to a particular region, and the uniqueness of their culture or history of other populations. The United Nations as a largest organization of countries have issued a Declaration on the Rights of the Indigenous People to guide national policy of the member states of the United Nations to protect the collective rights of indigenous communities such as culture, identity, language, and access to jobs, health , education, and natural resources.

Writing method used in this paper is the literature research, that is by collecting materials from books, legal journals, internet, international and national legal instruments and other writings are closely related to the intent and purpose of the scientific work.

(11)

country is still very weak. Given that the existing tribal people in Indonesia, precisely in Jambi is the indigenous people in international law which protected its rights. Where the largest organization of the countries, namely the United Nations (UN) has issued a declaration that the United Nations Declaration On The Rights Of Indigenous People which was passed by the UN General Assembly on September 13, 2007 and expressly protects the indigenous people around the world and the declaration must be complied with by member countries. Indonesia itself has also had a legal product in the form of legislation to protect human rights through law number 39 of 1999 on human rights.

Key Word : International Law Protection, Tribal People, Indigenous People *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

(12)

PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PELANGGARAN HAM TERHADAP SUKUANAKDALAMSEBAGAI KAUM INDIGENOUS

DI INDONESIA

*) Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum **) Abdul Rahman, SH., M.H ***) Maisyarah

ABSTRAKSI

Kaum indigenous atau pribumi atau penduduk asli atau masyarakat adat adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau di sana dengan status orisinal atau asli atau tulen sebagai diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya. Kaum

indigenous bersifat autochton (melekat pada suatu tempat). Secara lebih khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut. Selain itu kaum indigenous juga diartikan sebagaikelompok-kelompokyang secara khusus dilindungi dalam undang-undang nasional atau internasional yang memiliki seperangkat hak tertentu berdasarkan ikatan sejarah mereka untuk suatu wilayah tertentu, dan kekhasan budaya atau sejarah mereka dari populasi lain. Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi negara-negara terbesar telah mengeluarkan Deklarasi tentang Hak-Hak kaum

indigenous untuk memandu kebijakan nasional negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melindungi hak-hak kolektif masyarakat seperti adat budaya, identitas, bahasa, dan akses terhadap pekerjaan, kesehatan, pendidikan, dan sumber daya alam.

(13)

Masalah pelanggaran hak asasi manusia bagi suku anak dalamyang terjadi di Indonesia, tepatnya di Jambi oleh suatu perusahaan perkebunan kelapa yakni PT Asiatic Persada telah menjadi peringatan bagi bangsa Indonesia bahwa penegakan hukum ni negara ini masih sangat lemah. Mengingat dimana suku anak dalam yang ada di Indonesia, tepatnya di Jambi merupakan kaum indigenous atau masyarakat adat yang secara hukum internasional dilindungi hak-hak nya. Dimana organisasi negara-negara terbesar yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan deklarasi yaitu United Nation Declaration On The Right Of Indigenous People yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 13 September 2007 dan secara tegas melindungi kaum indigenous atau masyarakat adat di seluruh dunia dan deklarasi tersebut harus dipatuhi oleh negara-negara anggota. Indonesia sendiri juga telah memiliki produk hukum berupa undang-undang untuk melindungi hak asasi manusia melalui undang-undang-undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Internasional, Suku Anak Dalam, Kaum

Indigenous

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II

(14)

INTERNATIONAL LEGAL PROTECTION OF HUMAN

RIGHTS VIOLATIONS AGAINST TRIBAL PEOPLE AS

INDIGENOUS PEOPLE IN INDONESIA

*) Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum **) Abdul Rahman, SH., M.H

***) Maisyarah

ABSTRACT

The indigenous or native peoples are everyone who is born in a place, region or country, and settled there with the original status or original or genuine as an ethnic group that is recognized as a tribe not migrants from other countries. The indigenous are autochton (attached somewhere). More specifically, the term indigenous addressed to every person who is born to parents who were also born in such a place. Besides the indigenous also be interpreted as a group that are specifically protected under national legislation or international who has a certain set of rights based on their historical ties to a particular region, and the uniqueness of their culture or history of other populations. The United Nations as a largest organization of countries have issued a Declaration on the Rights of the Indigenous People to guide national policy of the member states of the United Nations to protect the collective rights of indigenous communities such as culture, identity, language, and access to jobs, health , education, and natural resources.

Writing method used in this paper is the literature research, that is by collecting materials from books, legal journals, internet, international and national legal instruments and other writings are closely related to the intent and purpose of the scientific work.

(15)

country is still very weak. Given that the existing tribal people in Indonesia, precisely in Jambi is the indigenous people in international law which protected its rights. Where the largest organization of the countries, namely the United Nations (UN) has issued a declaration that the United Nations Declaration On The Rights Of Indigenous People which was passed by the UN General Assembly on September 13, 2007 and expressly protects the indigenous people around the world and the declaration must be complied with by member countries. Indonesia itself has also had a legal product in the form of legislation to protect human rights through law number 39 of 1999 on human rights.

Key Word : International Law Protection, Tribal People, Indigenous People *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Hak asasi manusia menjadi bahasan penting setelah Perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945. Istilah hak asasi manusia (HAM) menggantikan istilah Natural Rights. Hal ini karena konsep hukum alam yang berkaitan dengan hak-hak alam menjadi suatu kontroversial. Hak asasi manusia yang dipahami sebagai natural rights

merupakan suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal. Dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejalan dengan keyakinan dan praktek-prektek sosial di lingkungan kehidupan masyarakat luas.

Semula HAM berada di negara-negara maju. Sesuai dengan perkembangan kemajuan transportasi dan komunikasi secara meluas, maka negara berkembang seperti Indonesia, mau tidak mau sebagai anggota PBB, harus menerimanya untuk melakukan ratifikasi instrumen HAM internasional sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta kebudayaan bangsa Indonesia.

Perkembangan HAM di Indonesia, sebenarnya dalam UUD 1945 telah tersurat, namun belum tercantum secara transparan. Setelah dilakukan Amandamen I s/d IV UUD 1945, ketentuan tentang HAM tercantum pada pasal 28 A s/d 28 J.1

Hak asasi manusia (HAM) dipercayai sebagai memiliki nilai universal. Nilai universal berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu. Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai

1

(17)

negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam instrumen internasional.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa nilai-nilai HAM yang universal ternyata dalam penerapannya tidak memiliki kesamaan dan keseragaman. Penafsiran right to live (hak untuk hidup), misalnya, bisa diterpakan secara berbeda antara satu negara dengan negara lain. Dalam penerjemahan hak ini tiap-tiap negara memiliki penafsiran yang berbeda tentang seberapa jauh negara dapat menjamin right to live.2

Hak asasi manusia telah berkembang sebagai suatu tatanan yang semula hanya sebatas negara tertentu saja, sekarang telah mendunia.

Dalam perkembangan kehidupan yang berkelanjutan sampai saat ini dari realitas lokal ke realitas nasional bahkan Internasional, nampak bahwa hak asasi manusia berkembang secara berseiring dalam suatu hubungan yang komplementer.

3

Perjuangan menegakkan hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari tuntutan sejarah dan budaya dunia, termasuk Indonesia. Karena itu, memperjuangkan HAM sama dengan memperjuangkan budaya bangsa atau “membudayakan” bangsa, antara manusia dan kemanusiaan seluruh dunia sama dan satu.4

Dari perspektif sejarah, terbukti bahwa teror sudah dikenal sejak lama. Teror sebagai tingkah laku orang atau sekelompok orang yang tidak puas.5

Mahsyur Efendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, Cet. 3, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hal. 130.

5

Ibid., hal. 205.

(18)

pejuang suku anak dalam Jambi yaitu Tigor mengatakan “Perampasan, ancaman pembunuhan, dan aksi teror itu merampas hak kemerdekaan warga negara dan hak asasi manusia, jika aksi tersebut masih berlangsung, sementara aparat dan pemerintah tidak segera melakukan langkah penyelesaian, kita akan angkat kasus ini ke Mahkamah Internasional”. Aksi teror yang dilakukan juga diikuti oleh aksi pencincangan ternak sebagai ancaman akan perlakuan yang sama yang akan diterima oleh suku anak dalam Jambi apabila berani melawan. Selain itu, terjadi juga aksi penghancuran pemukiman warga, perampasan harta benda, dan ancaman pembunuhan oleh PT Asiatic Persada. Pengusiran paksa juga telah dilakukan oleh PT Asiatic Persada. Bahkan para suku anak dalam Jambi yang menjadi korban tidak diperkenankan membawa harta benda mereka. Harta benda tersebut akhirnya dikuasai oleh PT Asiatic Persada.6

Menurut Komnas HAM sendiri, lahan 2.000 hektare yang hendak dibagikan kepada masyarakat suku anak dalam sebenarnya diluar HGU. Lahan yang katanya diklain sebagai wilayah kelola PT Asiatic Persada namun setelah Komnas HAM yang telah melakukan investigasi terhadap hal tersebut menemukan banyak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap suku anak dalam di Jambi. Suku anak dalam merupakan suatu kaum yang digolongkan sebagai masyarakat adat atau kaum indigenous. Dalam hukum internasional masyarakat adat dilindungi melalui deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap suku Anak Dalam di Jambi tentu telah bertentangan dengan deklarasi tersebut.

Di Indonesia, permasalahan pelanggaran hak asasi manusia bagi masyarakat adat memang menjadi persoalan yang cukup penting. Mengingat bahwa Indonesia sangat kaya dengan ragam suku, etnis, ras, budaya, dan bahasa.

6

Tribunnews.com. Suku Anak Dalam Menjadi Korban Teror Dan Ancaman Pembantaian, Selasa 17 Desember 2013.

(19)

diperiksa baru sebatas izin lokasi yang sudah habis dicabut izinnya beberapa tahun lalu tetapi diterbitkan kembali. Namun hingga saat ini tanah tersebut masih menjadi persengketaan dan dapat dikatakan sebagai wilayah abu-abu. Komnas HAM juga telah meminta agar proses hukum terhadap beberapa suku anak dalam yang ditahan untuk ditangguhkan sampai proses penyelesaian konflik selesai.7

B. Rumusan Masalah

Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap suku anak dalam telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia yaitu prinsip kebebasan, prinsip kemerdekaan, prinsip persamaan, dan prinsip keadilan.

Konsekuensi dari pelanggaran tersebut dapat menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban dari negara untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat suku anak dalam yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu juga dapat meminta pertanggungjawaban dari perusahaan yang terkait yang melakukan pelanggaran, yaitu PT Asiatic Persada untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap hak-hak masyarakat suku anak dalam.

Pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan suatu keadaan yang telah terjadi sejak awal munculnya masyarakat. Hak asasi manusia telah menjadi perhatian internasional dan nasional sehingga banyak instrumen hukum bermunculan untuk melindungi hak asasi manusia baik secara nasional maupun internasional. Dampak dari pelanggaran hak asasi manusia memang hanya dirasakan oleh pihak yang menjadi korban. Namun sebagai manusia, kita diciptakan dengan memiliki hati dan perasaan terhadap sesama manusia yang sering kali kita sebut dengan rasa kemanusiaan. Masyarakat adat diakui keberadaannya dan hak-haknya dala hukum internasional. Masyarakat adat menjadi kekayaan tersendiri dari keberagaman yang dimiliki oleh suatu negara. Hukum internasional pun telah secara khusus memberikan perlindungan hukum

7

(20)

bagi masyarakat adat yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Untuk itu dalam hal ini perlu dikaji bagaimana hukum internasional dan hukum nasional mengatur dan melindungi pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terjadi di negara ini.

Oleh karena itu pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan tentang pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum

indigenous dalam hukum internasional ?

2. Bagaimanakah peran Komnas HAM sebagai badan perlindungan hak asasi manusia ?

3. Bagaimanakah hukum nasional di Indonesia mengatur tentang pelanggaran hak asasi manusia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui tentang pengaturan pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum

indigenous dalam hukum internasional.

2. Mengetahui bagaimana peran Komnas HAM sebagai badan perlindungan hak asasi manusia dalam menghadapi pelanggaran hak asasi manusia

3. Mengetahui tentang pengaturan serta perlindungan terhadap pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan hukum positif di Indonesia.

Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis, yaitu menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia.

(21)

D. Keaslian Penulisan

Penulis didalam merumuskan perumusan skripsi ini didasarkan atas inisiatif sendiri dengan melihat beberapa kasus yang pernah terjadi ataupun yang sedang dibicarakan baik didalam masyarakat internasional maupun nasional.

Di dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PELANGGARAN HAM TERHADAP SUKUANAKDALAMSEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI INDONESIA”

adalah asli tulisan penulis sendiri, karena menurut data yang ada pada administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya pada Departemen Hukum Internasional menyatakan bahwa tulisan dengan judul yang sama belum pernah diangkat dan diulas oleh para pihak lain. Apabila ada tulisan yang hampir mirip, mungkin hanya dari segi redaksi saja, karena muatan / substansinya jelas berbeda dengan karya ilmiah ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Istilah masyarakat adat (indigenous people) biasanya digunakan dalam merujuk individu-individu dan kelompok-kelompok yang merupakan keturunan penduduk asli yang tinggal di sebuah negara. Istilah indigenous berasal dari bahasa Latin “indigenae” yang digunakan untuk membedakan antara orang-orang yang dilahirkan di sebuah tempat tertentu dan mereka yang datang dari tempat lain. Sebab itu akar semantik dari istilah tersebut mempunyai elemen konseptual: lebih dahulu atau lebih awal dalam waktu.8

8

Erica-Irene, Standard Setting Activities, Working Paper on the concept of “indigenous people”, U.N. Doc. E/CN.4/Sub.2/AC.4/1996/2, hal. 10.

(22)

kepada sebagian dari masyarakat mereka, sementara yang lain sangat keberatan dengan penggunaan istilah “masyarakat” (peoples) karena dapat berimplikasi pada munculnya hak menentukan nasib sendiri.9

PBB telah mengeluarkan Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat untuk memandu kebijakan nasionalnegara anggota untuk hak-hak kolektif masyarakat-seperti adat budaya, identitas, bahasa, dan akses terhadap pekerjaan, kesehatan, pendidikan, dan sumber daya alam. Sebuahciri khasuntuksebuah kelompokmasyarakat adatadalah bahwa hal itutelahdipelihara dengancara-cara hidup yahg tradisional, sepertisekarang ini atauketergantungansejarahpada produksiberbasissubsisten(berdasarkan pastoral, hortikulturadan/atauberburudan teknikpengumpulan), danmasyarakatdidominasinon-urban .Tidak semuakelompok masyarakat adatberbagikarakteristik ini. Masyarakatadatdapat menetap didaerah yang telah diberikanataunomadendiwilayahbesar, tetapi umumnya secarahistoristerkaitdenganwilayahtertentu dimana mereka bergantung.10

Pada tahun 1972 Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adatditerima sebagai definisi awal formulasi yang diajukan oleh Mr José Martínez R.-Cobo, pelapor khusus tentang diskriminasi terhadap masyarakat adat. Definisi ini memiliki beberapa keterbatasan, karena definisi berlaku terutama untuk populasi pra kolonial, dan kemungkinan akan mengecualikan masyarakat terisolasi lainnya.11

Masyarakat adat memiliki kesinambungan sejarah dengan masyarakat sebelum masa kolonial yang berkembang di wilayah mereka, menganggap diri mereka berbeda dari sektor lain dari masyarakat sekarang yang ada di wilayah mereka. Mereka membentuk sektor non-dominan masyarakat dan bertekad untuk melestarikan, mengembangkan, dan mengirimkan ke generasi masa depan di

9

Nathan Lerner, The 1989 ILO Convention on Indigenous Populations: New Standards?, 1991, hal. 226.

10

Douglas Sanders, Indigenous peoples: Issues of definition, (International Journal of Cultural Property. 1999).

(23)

wilayah leluhur mereka, dan identitas etnik merekasebagai dasar eksistensi lanjutan mereka sebagai masyarakat, sesuai dengan pola budaya mereka sendiri, lembaga sosial dan sistem hukum.Masyarakat adatmenghadapiberagammasalah yang terkaitdengan status merekadan interaksi dengankelompok budaya lain, serta perubahandi lingkungan yang mereka huni. Beberapatantanganyang khusus untukkelompok-kelompok tertentu,namun tantangan lainsecara umum dialami. 12

Meskipunmasyarakat adat sangat beragam, dapat dicatatbahwa merekaberbagimasalah umumdan masalahdalam berurusan denganyang kuat, atauyang menyerang masyarakat. Merekaumumnya khawatirbahwabudayamasyarakatadatakan hilangdan bahwamasyarakat adatmenderita karenadiskriminasi dantekanan untukmengasimilasike dalammasyarakatsekitarnya. Hal ini diyakinkan oleh kenyataanbahwatanahdan budayamasyarakat adat hampirsemuaberada di bawahancaman. Terkadang ada juga yang berpendapatbahwa pentingbagimanusiasecara keseluruhanuntuk

Isu-isu termasukpelestarianbudaya dan bahasa, hak atas tanah, kepemilikan daneksploitasi sumber daya alam, tekadpolitik danotonomi, degradasi lingkungandanserangan, kemiskinan, kesehatan, dan diskriminasi.

Interaksi antaramasyarakatadat dan non-masyarakat adatsepanjang sejarahmulai darikonfliklangsungdan penaklukanuntuk beberapa tingkatsaling menguntungkan danmentransferbudaya. Sebuahaspek tertentu daristudi antropologimelibatkanpenyelidikankonsekuensidariapa yang disebutkontak pertama, studi tentangapa yangterjadi ketikadua budayapertamabertemusatu sama lain. Situasidapat menjadi lebih membingungkan ketikaada sejarahyang rumitataudiperebutkanolehpenduduksuatu wilayah, yangdapatmenimbulkanperselisihantentangkeutamaandankepemilikantanahdan sumber daya.Di mana punidentitas budayaadatmenegaskan, isu-isu sosialumum dankekhawatiranmuncul daristatusmasyarakat adat. Kekhawatiran inisering tidak unik untuk kelompok masyarakat adat.

12

(24)

melestarikanberbagaikeragaman budaya,dan bahwaperlindunganbudaya aslisangat penting.

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keragaman masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Indonesia juga menupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang membuat banyak pihak menggunakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari hal tersebut. Salah satu nya adalah dengan cara penguasaan wilayah yang diklaim masih merupakan tanah adat dari masyarakat adat yang menguasai wilayah tersebut. Persoalan sumber daya alammasih merupakan persoalan laten masyarakat kebanyakan. Persoalan SDA terutama berkisar pada tanah-tanah adat dan berkenaan dengan konflik kepemilikan. Secara yuridis eksistensi masyarakat adat dalam hal ini Suku Anak Dalam di Jambi diakui, baik dalam penjelasan pasal 18 dan 32 Undang-Undang Dasar 1945, pasal 41 Ketetapan MPR No. XVII/1998, dan pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Kurangnya konsistensi dalam instansi pemerintah , serta kepentingan-kepentingan mapan dari pejabat pemerintah mengakibatkan tanah-tanah adat diambil alih oleh pemilik modal.13

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang antara lain berupa : konvensi internasional ataupun perundang-undangan nasional Indonesia.

2. Data Penelitian

Sumber data yang diperoleh berasal dari :

13

(25)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional yang mencakup perjanjian atau konvensi internasional, misalnya yang terdapat dalam Deklarasi PBB Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nation Declaration On The Rights Of Indigenous People) serta berbagai konvensi lainnya dan peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu : buku hukum, termasuk skripsi, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian, serta makalah.

c. Bahan hukum tertier, bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian kepustakaan (Library research) yang mana penelitian ini menunjuk perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya penelitian. 14

4. Analisis Data

Cara pengumpulan data yang bersumber dari kepustakaan ini dengan menggunakan buku-buku, majalah, dan peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional mengenai perlindungan terhadap hak asasi manusia baik ditingkat nasional maupun lintas batas negara, serta untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan

14

(26)

hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaaan analisis dan konstruksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data :

a. Memilih ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah perlindungan hak asasi manusia.

b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini dianalisis secara induktif kualitatif.

G.Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis ingin menjabarkan secara singkat mengenai isi dari skripsi ini. Skripsi ini dibagi dalam lima bab. Bab-bab tersebut secara singkat adalah :

BAB I Pendahuluan

Dalam BAB 1 dikemukakan tentang apa yang menjadi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II Pengaturan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Suku Anak Dalam Sebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

Dalam BAB 2 dibahas mengenai pengaturan hukum internasional yang berkaitan dengan pengaturan hak-hak yang diberikan bagi masyarakat adat (kaum

(27)

BAB III Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Suku Anak Dalam Sebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

Dalam BAB 3 dibahas mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia, bagaimana peranan komnas HAM, serta kedudukan hukum dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia.

BAB IV Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Suku Anak Dalam Sebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

Dalam BAB 4 dibahas mengenai pengaturan hukum bagi pelaku pelanggaran hak asasi, perlindungan hukum bagi korban pelanggaran hak asasi, serta bagaimana Indonesia meratifikasi ketentuan internasional dalam penegakkan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia.

BAB V Penutup

(28)

13

ANAK DALAM SEBAGAI KAUM

INDIGENOUS

DI

INDONESIA

A. Pengaturan Hukum Dalam Deklarasi PBB Terhadap Hak-Hak

Kaum Indigenous (United Nation Declaration On The Rights Of

Indigenous People)

Kurang lebih 350 juta penduduk dunia ini adalah masyarakat adat (indigenous people). Sebagian besarnya hidup di daerah-daerah terpencil. Mereka terdiri dari kurang lebih 5000 masyarakat yang menyebar luas mulai dari hutan di Amazon hingga masyarakat suku (tribal peoples) di India dan emrentang dari suku Inuit di Arktika hingga masyarakat Aborigin di Australia. Pada umumnya mereka menduduki dan mendiami wilayah yang sangat kaya mineral dan sumber daya alam lainnya. Bahkan menurut the World Conservation Union (1997), dari sekitar 6000 kebudayaan di dunia, 4000-5000 diantaranya adalah masyarakat adat, berarti sekitar 80 persen dari semua masyarakat budaya di dunia.15

Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut masyarakat adat, seperti istilah first people dikalangan antropolog dan pembela HAM, first nation di Amerika Serikat dan Kanada, indigenous cultural communities di Filipina, serta

bangsa asal d

(PBB) telah disepakati penggunaan istilah indigenous peoples sebagaimana tertuang dalam seluruh dokumen yang membahas salah satu rancangan deklarasi

15

(29)

PBB, yaitu draft of the United Nation Declaration on the Rights of the

16

Masyarakat adat adalah kelompok-kelompok khusus yang dilindungi dalam undang-undang nasional atau internasional yang memiliki seperangkat hak tertentu berdasarkan ikatan sejarah mereka untuk suatu wilayah tertentu, dan kekhasan budaya atau sejarah mereka dari populasi lain .17

Selama masa penjajahan bahkan hingga saat ini, tanah dan wilayah mereka, yang merupakan tempat mereka menggantungkan hidup, dirampas atau dihancurkan oleh kekuatan pihak penguasa dan agen-agennnya, dan mereka disingkirkan ke “wilayah tapal batas” yaitu sebuah wilayah yang dianggap sebagai tanah terlantar dengan nilai ekonomi yang sangat kecil. Hal ini berujung pada proses pemindahan secara paksa, pencerabutan hak dan marginalisasi masyarakat adat, bersama dengan hilangnya integritas budaya mereka, dan dalam beberapa kasus, dampaknya bahkan sampai pada hilangnya pertahanan atau eksistensi mereka.

Tanah dan sumber daya alam sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat adat, bahkan sangat penting bagi kelangsungan eksistensi mereka. Sehubungan dengan itu, pengakuan dan perlindunganhak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam sangat esensialbagi pemeliharaan dan pembangunan budaya, ekonomi, bahkan sangat esensial bagi kelangsungan hidup atau eksistensi mereka.

Meskipun demikian, sejarah telah menjadi saksi “takdir buruk” dari kelompok-kelompok masyarakat adat ini berkenaan dengan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam dan perjuangan mereka untuk tetap bertahan hidup.

(30)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 internasional. Badan ini merupakan pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan didirikan setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa. Pada saat didirikan, PBB memiliki 51 negara anggota; saat ini terdapat 193 anggota. Selain negara anggota, beberapa organisasi internasional, dan organisasi antar-negara mendapat tempat sebagai pengamat permanen yang mempunyai kantor di Markas Besar PBB, dan ada juga yang hanya berstatus sebagai pengamat.19

Penegakan

PBB. Kekejaman, da

konsensus bahwa organisasi baru ini harus bekerja untuk mencegah tragedi serupa pada masa mendatang. Tujuan awal adalah menciptakan kerangka hukum untuk mempertimbangkan, dan bertindak atas keluhan tentang pelanggaran hak asasi manusia. Piagam PBB mewajibkan semua negara anggota untuk mempromosikan "penghargaan universal bagi, dan kepatuhan terhadap, hak asasi manusia" dan mengambil "tindakan bersama dan terpisah" untuk itu. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, meskipun tidak mengikat secara hukum, diadopsi oleh Majelis Umum pada tahun 1948 sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua. Majelis secara teratur mengambil isu-isu hak asasi manusia.

PBB dan lembaga-lembaganya adalah badan penting dalam menegakkan, dan melaksanakan prinsip-prinsip yang diabadikan dalam

untuk negara-negara dalam transisi menuj memberikan pemilu yang bebas, dan adil, meningkatkan struktur peradilan, penyusunan konstitusi, pelatihan pejabat hak asasi manusia, dan mengubah

gerakan bersenjata menjadi

terhadap demokratisasi di seluruh dunia. PBB telah membantu pemilihan berjalan di negara-negara dengan sedikit atau tanpa sejarah demokrasi, termasuk baru-baru

(31)

ini di mendukung hak perempuan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial negara mereka. PBB memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesadaran konsep hak asasi manusia melalui perjanjian, dan perhatiannya terhadap pelanggaran yang spesifik melalui Majelis Umum, resolusi Dewan Keamanan resolusi, at

tahun 200620bertujuan untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia. Dewan adalah penerus Komisi Hak Asasi Manusia PBB, yang sering dikritik karena memberikan jabatan tinggi kepada negara-negara anggota yang tidak menjamin hak-hak asasi warga negara mereka sendiri.21 Dewan ini memiliki 47 anggota didistribusikan secara wilayah, dengan masing-masing masa jabatan tiga tahun, dan tidak mungkin menjabat selama tiga kali berturut-turut.22

Hak sekitar 370 juta masyarakat adat di seluruh dunia juga merupakan suatu fokus untuk PBB, dengan Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang disetujui oleh Majelis Umum pada tahun 2007.

Sebuah kandidat untuk Dewan Hak Asasi Manusia harus disetujui oleh mayoritas Majelis Umum. Selain itu, dewan memiliki aturan ketat untuk keanggotaan, termasuk peninjauan hak asasi manusia universal. Sementara beberapa anggota dengan catatan hak asasi manusia yang dipertanyakan telah dipilih, hal ini lebih sedikit dari sebelumnya dengan fokus peningkatan pada catatan hak asasi manusia masing-masing negara anggota.

23

20

Resolusi 251 sesi 60 Mejelis Umum PBB, Diakses 11 Maret 2015.

Deklarasi ini menguraikan hak-hak individu, dan kolektif untuk budaya, bahasa, pendidikan, identitas, pekerjaan, dan kesehatan, menyikapi isu-isu pasca-kolonial yang dihadapi masyarakat adat selama berabad-abad. Deklarasi tersebut bertujuan untuk mempertahankan, memperkuat, dan mendorong pertumbuhan adat, budaya

(32)

institusi, dan tradisi. Deklarasi ini juga melarang diskriminasi terhadap masyarakat adat, dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam hal-hal yang menyangkut masa lalu, masa sekarang, dan masa depan mereka.

Dalam hubungannya dengan organisasi lain seperti menyediakan makanan, air minum, tempat tinggal, dan pelayanan kemanusiaan lainnya untuk orang-orang yang menderita kelaparan, pengungsi akibat perang, atau yang terkena bencana lainnya. Cabang kemanusiaan utama dari PBB adalah Program Pangan Dunia (yang membantu pakan lebih dari 90 juta orangdi 73 negara), kantor Komisaris Tinggi untuk Pengungsi dengan proyek-proyek di lebih dari 116 negara, serta proyek-proyek penjaga perdamaian di lebih dari 24 negara.

Gagasan tentang hak-hak masyarakat adat dapat dilacak dari masa awal periode kolonial, ketika para misionaris dan cendikiawan yang menaruh perhatian (terhadap nasib masyarakat adat) mencoba untuk memastikan bahwa masyarakat adat di daerah kolonial pada masa itu terlindungi dari tindakan-tindakan dari para pendatang dan orang-orang yang ingin memperoleh akses ke tanah dan sumber daya alam mereka dan menjadikan mereka tenaga kerja.

Sehubungan dengan haln inikiranya perlu disebut “Aliran Hukum Internasional Spanyol” pada abad ke lima belas, dimana para pengikutnya. Terutama pendirinya, Fransisco De Victoria, mengkritik cara penjelajah Spanyol dan kolonialisnya dalam merebut tanah dan hak-hak orang Indian yang dijadikan tenaga kerja. Sambil menekankan pentingnya esensi kemanusiaan suku Indian di dunia belahan narat, aliran ini menegaskan bahwa Suku Indian memiliki kewenangan dan hak-hak asli yang otonom atas tanah dimana orang-orang Eropa harus menghormatinya. 24

24

S. James Anaya, Indigenous Peoples in International Law, 1996, hal. 10.

(33)

dengan masyarakat adat, sesuatu yang mengindikasikan pengakuan tak langsung terhadap kedaulatan masyarakat adat.25

Meski demikian, baru sejak abad lalu perbincangan mengenai masyarakat adat muncul di tingkat internasional. Istilah “penduduk/populasi adat” (indigenous populations) digunakan pertama kali dalam forum internasional dalam konferensi Berlin tahun 1884-1885, tapi konsepnya berbeda dari apa yang dipahami sekarang ini. Istilah ini (yaitu indigenous populations) dipakai untuk menyebut penduduk asli/pribumi di Afrika yang berada dibawah dominasi kolonial Kekuatan Besar (Great Powers), untuk membedakannya dari warga negara atau penduduk dari bangsa-bangsa (Great Powers) yang menjajah mereka.26

Piagam PBB tidak memberikan perhatian pada permasalahan dan hak-hak masyarakat adat. Pasal 73 dari piagam ini hanya merujuk ke “wilayah dimana penduduknya belum memperoleh secara penuh sistem pemerintahan sendiri ( self-government)”, suatu konsep yang tidak memiliki relevansi dengan isumasyarakat adat. Meski tidak ada rujukan tentang masyarakat adat dalam piagam PBB, namun Pada akhir Perang Dunia I, sebuah doktrin dikembangkan berdasarkan pada “perwalian” (trusteeship). Hal ini tampak jelas dari praktik Liga Bangsa-Bangsa. Pasal 22 dari Kovenan Liga Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang “bangsa yang belum mampu untuk berdiri sendiri di tengah kondisi dunia moderen yang berat” dan melihat dalam “ketenteraman dan perkembangan” mereka sebuah “peradaban luhur”. Sembari menentukan tentang ide perwalian, alhasil, Pasal 23 dari Kovenan tersebut mengharuskan para anggota dari Liga Bangsa-Bangsa untuk melakukan “tugas positif” untuk “berusaha memastikan perlakuan yang adil terhadap masyarakat adat dari wilayah yang berada dibawah kontrol mereka”.

25

Dalam 100 tahun eksistensinya, Amerika Serikat membuat lebih dari 370 traktat dengan Bangsa Indian Amerika; Lihat G. Alfredsson, “Treaties with Indigenous

Populations”, dalam Encyclopedia of International Law, vol 2, 1995, hal. 951.

26

Erica-Irene Daes, “Standard Setting Activities: Evolution of Standards

(34)

sejak awal pembentukannya PBB telah menempuh beberapa kebijakan yang berhubungan dengan “nasib” dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat tersebut. Terkait dengan kondisi masyarakat adat, PBB dan badan-badan multilateral lainnya telah menempuh strategi utama dengan melakukan kajian-kajian tentang kondisi masyarakat adat. Pelaksanaan di lapangan dari kajian-kajian ini, bagaimanapun bukanlah hal yang mudah. Pada tahun 1949, Majelis Umum PBB menetapkan bahwa ECOSOC dengan bantuan dari berbagai badan-badan khusus dan dari Lembaga Inter-Amerika (Inter- American Institute), perlu mengadakan penelitian mengenai kondisi masyarakat adat di Amerika. Pemerintah Amerika Serikat Berusaha mencegah dilakukannya studi ini, karena mereka tidak mau menerima kritikan dari anggota PBB lainnya.27

Pada tahun 1971, PBB memerintahkan sebuah sub-komisi di bawah CHR yaitu Sub-Komis untuk Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas (Sub-comission on Preventing of Discrimination and Protection of Minorities, sekarang bernama Sub-comission on Protection and Promotion of Human Rights) untuk melakukan studi tentang “Masalah Diskriminasi Terhadap Masyarakat Adat”. Hasil dari studi ini adalah laporan multivolume oleh pelapor khusus Jose Martinez Cobo.

Baru tahun 1970-an dan awal 1980 PBB dapat mengadakan penelitian ini dan memperoleh informasi detail ,mengenai permasalahan masyarakat adat.

28

Studi ini menggabungkan banyak data tentang masyarakat adat di seluruh dunia, dan membuat sebuah laporan berdasarkan atas informasi tertulis yangdiberikan oleh berbagai pemerintah dan masyarakat adat. Laporan ini akhirnya menjadi referensi standar untuk diskusi tentang masyarakat adat dalam sistem PBB dan terus digunakan dan dirujuk dalam setiap aktivitas yang dijalankan oleh PBB sekarang ini. Lebih lanjut, laporan ini mempelopori pola pengumpulan data dan kerja evaluasi yang terkait dengan tema tersebut oleh para

27

Nathan, Lerner, “The 1989 ILO Convention on Indigenous Population: New Standards?” dalam Israel Yearbook on Human Rights, vol 2, 1991, hal. 229.

28

(35)

ahli yang bekerja atas sponsor atau dukungan organisasi-organisasi internasional.29

Tahun 1989, Miquel Alfonso Martinez ditunjuk sebagai Pelapor Khusus untuk Studi tentang perjanjian, persetujuan, dan pengaturan-pengaturan konstruktif lainnya antara negara dan masyarakat adat. Pada tahun 1992, pelapor khusus lainnya, Erica-Irene Daes, ditunjuk dengan mandat untuk melakukan studi tentang perlindungan harta kekayaan budaya dan intelektual masyarakat adat. Studi yang diberi judul “Kajian tentang Perlindungan Warisan Masyarakat Adat” ini, dan juga prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk untuk perlindungan warisan masyarakat adat diserahkan oleh Pelapor Khusus ini ke sub-komisi pada tahun 1995. Erica-Irene Daes, kemudian ditunjuk kembali sebagai Pelapor Khusus untuk mengadakan “Studi Tentang Masyarakat Adat Dan Hubungannya Dengan Tanah”, dan pada tahun 1997 dia menyerahkan laporan pendahuluannya tentang masalah tersebut.30

Pada tahun 1982, PBB membentuk Kelompok Kerja tentang Populasi Masyarakat Adat (Working Group on Indigenous) untuk meninjau kembali perkembangan-perkembangan menyangkut pemajuan dan perlindungan hak asasi

Kebijakan-kebijakan lain dan tindakan-tindakan yang lain yang dilaksanakan oleh PBB adalah pembentukan dua kelompok kerja (working group), pendeklarasian Dekade Internasional untuk Masyarakat Adat Dunia, dimana PBB mengadakan seminar dan workshop tentang masalah-masalah masyarakat adat dan menyediakan program beasiswa bagi masyarakat adat untuk training dan kerja praktik tentang hak asasi manusia dan sistem-sistem di PBB, dan kemudian pada saat itu sedang dipertimbangkan untuk pembentukan sebuah forum permanen untuk masyarakat adat.

29

UN General Assembly, “Review of The Existing Mechanisms, Procedures and Programmes within the United Nations concerning Indigenous Peoples”, Report of the Secretary General to the General Assembly, UN Doc. A/51/493.

30

(36)

manusia dan kemerdekaan fundamental populasi adat, termasuk meninjau informasi yang diminta oleh Sekretaris Jendral setiap tahun, dan untuk memberikan perhatian khusus bagi perkembangan (pembentukan) standar-standar berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat. Karya utama dari kelompok kerja ini adalah mempersiapkan Draf Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Selama proses diskusi dan perdebatan dalam kelompok kerja ini, terutama selama proses penyusunan draf, kelompok kerja ini menyambut baik negara-negara, masyarakat adat dan pihak-pihak lainnya dalam dialog multilateral yang diperluas berkenaan dengan muatan spesifik dari norma-norma yang berkaitan dengan masyarakat adat dan hak-hak mereka. Kelompok kerja ini telah menjadi forum internasional utama menyangkut masalah masyarakat adat, dan sejalan dengan itu, menawarkan sebuah platform bagi proposal-proposal berkenaan dengan kebijakan PBB. “Dengan menyambut baik komentar dan proposal dari masyarakat adat selama lebih dari satu dekade, kelompok kerja ini telah menyediakan sarana penting bagi masyarakat adat untuk mempromosikan atau memperjuangkan konsep mereka sendiri tentang hak-hak mereka di arena internasional”.31

Proses penyusunan draf deklarasi dalam kelompok kerja ini selesai pada tahun 1993. Pada tahun 1994, induk dari kelompok kerja ini yakni Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minorittas (Sub-comission on Prevention of Discrimination and Protection of Minorities) mengadopsi atau menyetujui draf ini dan menyerahkannya ke Komisi Hak Asasi Manusia. Komisi ini melalui resolusi 1995/32 tanggal 3 Maret 1995 memutuskan, “untuk membentuk, sebagai suatu hal yang diprioritaskan ... sebuah kelompok kerja inter-sesional yang terbuka dalam Komisi Hak Asasi Manusia dengan tujuan tunggal membahas secara matang draf deklarasi”, dengan mempertimbangkan draf yang diusulkan oleh sub-komisi dengan judul “Draf Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat” untuk dipertimbangkan dan diadopsi oleh Majelis Umum dalam dekade internasional untuk masyarakat adat dunia. Pembahasan draf ini di komisi, yaitu kelompok kerja dalam komisi, bisa makan waktu yang cukup lama,

31

(37)

dan bisa dipengaruhi terutama oleh adanya kepentingan negara, karena para anggota Komisi tersebut mewakili negara mereka. Namun pertisipasi yang lebih besar dari masyarakat adat dalam proses pembahasan draf dalam kelompok kerja tersebut, bagaimanapun, disambut baik. Untuk maksud ini, lampiran dari resolusi Komisi 1995/32 tersebut menetapkan suatu prosedur akreditasi bagi “organisasi masyarakat adat” untuk berpartisipasi dalam kelompok kerja komisi yang membahas draf tersebut.”32

Majelis Umum PBB pada 13 September 2007 telah mengadopsi deklarasi yang menguraikan hak-hak bagi yang diperkirakan 370 juta masyarakat adat di dunia dan melarang diskriminasi terhadap mereka, suatu langkah yang diikuti

lebih dari dua dekade perdebat

abstain dan empat anggota yakni Australia, Kanada, Selandia Baru dan Amerika Serikat memilih untuk menentang teks. Sebuah teks tidak mengikat, Deklarasi menetapkan individu dan hak-hak kolektif masyarakat adat, serta hak-hak mereka dengan budaya, identitas, bahasa, pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan isu-isu lainnya. Deklarasi tersebut menekankan hak-hak masyarakat adat untuk mempertahankan dan memperkuat institusi mereka sendiri, budaya dan tradisi dan untuk mengejar perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri.

Hal ini juga melarang diskriminasi terhadap masyarakat adat dan mendorong partisipasi penuh dan efektif itas mereka dalam segala hal yang berkaitan dengan mereka, dan hak mereka untuk tetap berbeda dan untuk mengejar visi mereka sendiri serta untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Presiden Majelis Umum Sheikha Haya Rashed Al Khalifa, Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Louise Arbour semuanya menyambut adopsi dengan baik. Sheikha Haya mengatakan, "Pentingnya dokumen ini bagi masyarakat adat dan, lebih luas, untuk agenda hak asasi manusia, tidak dapat diremehkan. Dengan mengadopsi Deklarasi, kami juga

32

(38)

mengambil langkah besar maju ke arah promosi dan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua." Tapi dia memperingatkan bahwa "Bahkan dengan kemajuan ini, masyarakat adat masih menghadapi marginalisasi, kemiskinan dan pelanggaran HAM lainnya. Mereka sering terseret ke konflik dan sengketa tanah yang mengancam cara hidup mereka dan kelangsungan hidup; dan, menderita kurangnya akses ke perawatan kesehatan dan pendidikan." Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicaranya, Ban menjelaskan adopsi Deklarasi sebagai "momen bersejarah ketika negara-negara anggota PBB dan masyarakat adat telah berdamai dengan sejarah yang menyakitkan mereka dan memutuskan untuk maju bersama di jalan HAM, keadilan dan pembangunan untuk semua." Dia meminta pemerintah dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa visi Deklarasi menjadi kenyataan dengan bekerja untuk mengintegrasikan hak masyarakat adat dalam kebijakan dan program mereka.

Ms. Arbour mencatat bahwa Deklarasi telah lama datang. Tapi kerja keras dan ketekunan masyarakat adat dan teman-teman dan para pendukung mereka di masyarakat internasional akhirnya telah membuahkan hasil dalam laporan yang paling komprehensif sampai saat ini yaitu hak-hak masyarakat adat.

PBB merupakan Forum Permanen untuk Masyarakat Adat. Isu memperkirakan ada lebih dari 370 juta masyarakat adat di sekitar 70 negara di seluruh dunia. Anggota Forum mengatakan bahwa pada awal tahun 2007 Deklarasi menciptakan hak baru dan tidak menempatkan masyarakat adat dalam kategori khusus.

(39)

hal-hal yang mempengaruhi masyarakat adat yang terlalu membatasi, dan ia juga menyatakan keprihatinan bahwa proses negosiasi Deklarasi selama tahun lalu belum "terbuka, inklusif atau transparan."33

Pembuatan deklarasi lebih dari 25 tahun. Deklarasi (dokumen A/6/L.67) kemudian dirujuk ke Majelis Umum, yang diadopsi dari proposal pada 13 September 2007 selama sesi reguler ke-61. Pemungutan suara yang dilakukan menghasilkan negara pendukung sebanyak 143 negara yaitu Afghanistan, Albania, Aljazair, Andorra, Angola, Antigua dan Barbuda, Argentina, Armenia,

Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada sesi ke-61 di Markas Besar PBB di New York City pada 13 September 2007.

Sementara sebagai Deklarasi Majelis Umum itu bukan instrumen yang mengikat secara hukum di bawah hukum internasional, menurut siaran pers PBB, itu mewakili dinamika perkembangan norma-norma hukum internasional dan mencerminkan komitmen negara-negara anggota PBB untuk bergerak dalam arah tertentu. PBB menggambarkannya sebagai pengaturan standar penting untuk perlakuan bagi masyarakat adat yang pasti akan menjadi alat yang signifikan untuk membrantas pelanggaran hak asasi manusia terhadap 370 juta penduduk asli dan membantu mereka dalam memerangi diskriminasi dan marjinalisasi."

UNDRIP yang dikodifikasi sebagai keluhan sejarah adat, tantangan kontemporer dan aspirasi sosio-ekonomi, politik dan budaya adalah puncak dari generasi panjang upaya oleh organisasi adat untuk mendapatkan perhatian internasional, untuk menjamin pengakuan aspirasi mereka, dan untuk menghasilkan dukungan untuk mereka sebagai agenda politik. Canada Research Chair dan staf pengajar di University of Saskatchewan, Ken Coates, berpendapat bahwa UNDRIP bergema kuat dengan penduduk asli, sementara pemerintah nasional belum sepenuhnya memahami dampaknya.

(40)

Austria, Bahama, Bahrain, Barbados, Belarus, Belgia, Belize, Benin, Bolivia, Bosnia dan Herzegovina, Botswana , Brasil, Brunei Darussalam, Bulgaria, Burkina Faso, Kamboja, Kamerun, Cape Verde, Republik Afrika Tengah, Chili, Cina, Komoro, Kongo, Kosta Rika, Kroasia, Kuba, Siprus, Republik Ceko, Republik Demokratik Rakyat Korea, Republik Demokratik Kongo, Denmark, Djibouti, Dominika, Republik Dominika, Ekuador, Mesir, El Salvador, Estonia, Finlandia, Perancis, Gabon, Jerman, Ghana, Yunani, Guatemala, Guinea, Guyana, Haiti, Honduras, Hungaria, Islandia, India, Indonesia, Iran, Irak, Irlandia, Italia, Jamaika, Jepang, Yordania, Kazakhstan, Kuwait, Republik Demokratik Rakyat Laos, Latvia, Lebanon, Lesotho, Liberia, Libya, Liechtenstein, Lithuania, Luksemburg, Madagaskar, Malawi, Malaysia, Maladewa, Mali , Malta, Mauritius, Meksiko, Mikronesia (Negara Federasi), Moldova, Monako, Mongolia, Mozambik, Myanmar, Namibia, Nepal, Belanda, Nikaragua, Niger, Norwegia, Oman, Pakistan, Panama, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia, Portugal, Qatar, Republik Korea, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, San Marino, Arab Saudi, Senegal, Serbia, Sierra Leone, Singapura, Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Swaziland, Swedia, Swiss, Suriah, Thailand, Republik Makedonia, Timor-Leste, Trinidad dan Tobago, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, Republik Tanzania, Uruguay, Venezuela, Vietnam, Yaman, Zambia, Zimbabwe.34

Kendati banyak kesulitan dijumpai dalam upaya memantapkan sistem “universal” untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, PBB juga menjalankan program-program untuk menyusun instrumen yang secara hukum mengikat guna menangani aspek-aspek hak asasi manusia yang khusus. Diantara

Indonesia tercantum sebagai salah satu negara yang ikut mendukung menyetujui lahirnya Deklarasi PBB Terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat. Dengan begitu artinya Indonesia ikut melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam Deklarasi PBB Terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat.

(41)

instrumen-instrumen ini adalah traktat-traktat mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap apartheid, larangan terhadap praktek penyiksaan, kerjasama internasional mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pengungsi dan orang-orang tak bernegara, dan yang terbaru suatu konvensi khusus mengenai hak anak-anak.

Terdapat pula beberapa langkah dan inisiatif kelembagaan yang diambil oleh PBB untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia. ECOSOC telah menetapkan prosedur berdasarkan Resolusi 1235 dan 1503 yang memungkinkan dilakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia secara kasar dan terus-menerus oleh negara-negara tertentu.

Berdasarkan Deklarasi PBB Terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat, masyarakat adat sejajar dengan semua masyarakat lainya, sementara tetap mengakui hak semua orang untuk berbeda, untuk memandang dirinya berbeda, dan untuk dihargai karena perbedaan tersebut. Masyarakat adat dalam melaksanakan hak-haknya harus bebas dari segala bentuk diskriminasi, apapun jenisnya. Masyarakat adat telah mengalami penderitaan yang salah satunya diakibatkan oleh pencerabutan tanah-tanah, wilayah, dan sumber daya mereka sehingga mereka terhalang untuk menggunakan hak mereka atas pembangunan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingannya. Masyarakat adat mengorganisir dirinya untuk memperbaiki politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi dan tekanan yang terjadi dimanapun.35

Deklarasi PBB Terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat merupakan kemitraan baru untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat di berbagai bidang seperti hak asasi manusia, lingkungan, pembangunan, pendidikan, dan kesehatan. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu-isu dan keprihatinan masyarakat adat itu sendiri, terutama dalam hal tanah, sumber daya, dan jenis perkembangan dan

35

(42)

perubahan yang mereka inginkan untuk masa depan mereka, budaya mereka, cara hidup mereka. Peningkatan upaya untuk mencapai keseimbangan antara aspirasi yang sah dari masyarakat adat dan perhatian yang tulus dari negara.

Partisipasi di kelompok kerja PBB untuk masyarakat adat ini terbuka untuk semua orang yang melihatnya sebagai forum yang tepat untuk masalah mereka, memiliki kesinambungan sejarah dengan masyarakat yang mendahului kolonisasi, penaklukan dan penciptaan negara-negara, dan ingin melestarikan dan mengembangkan identitas mereka yang berbeda. Dengan sekitar 600 perwakilan masyarakat adat, sekarang, pada kenyataannya, ini adalah salah satu kelompok terbesar yang bekerja untuk hak asasi manusia di PBB.

Masyarakat adat di seluruh dunia yang kini menemukan inspirasi dan dukungan untuk perjuangan mereka, seperti yang dimiliki oleh orang lain, dalam kata-kata visioner Piagam PBB, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan instrumen hukum internasional lainnya.

Untuk hidup dengan dan tidak bertentangan dengan satu-satunya dunia yang kita miliki adalah kearifan tradisional yang dunia modern harus mempelajari kembali jika mengejar pembangunan ekonomi dan sosial dapat tercapai - sehat bagi masyarakat dan lingkungannya, untuk jangka panjang. Masyarakat adat telah kurang dilupakan daripada yang lain dari kebenaran penting ini. Benang estetika dalam semua aktivitas manusia merupakan salah satu benang yang paling kuat yang mengikat kita bersama . Kami telah memilih untuk menekankan bahwa dalam upaya untuk memperkuat untaian cahaya terhadap gelap , untuk merayakan kekayaan dan berbagai upaya kita bersama karena kita berjuang untuk mengatasi masalah kita yang buruk dan tampaknya tidak pernah berakhir terhadap diskriminasi dan perampasan .

Hak-hak mendasar yang diperjuangkan oleh masyarakat adat adalah : a. Partisipasi tanpa diskriminasi dalam hal politik, ekonomi, sosial, dan

kehidupan berbudaya di negara mereka.

(43)

c. Kendali atas tanah dan wilayah ulayat, dan sumber daya alam mereka. d. Mempertahankan dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dan

sistem pendidikan untuk memelihara tradisi dan cara hidup mereka. e. Kompensasi yang adil untuk tanah mereka.

f. Prosedur yang adil untuk penyelesaian konflik.

g. Perlindungan hak-hak perjanjian yang sah dan kesepakatan di dalam negeri dan dalam hukum internasional.

h. Perlindungan terhadap eksploitasi intelektual dan budaya mereka : pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan obat-obatan, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan lingkungan mereka; situs suci dan patung-patung, artefak, desain, upacara, cerita rakyat (lisan maupun tulisan), dan hasil karya seni.36

Masyarakat adat di sejumlah negara menempati posisi minoritas, dan menjadi lemah dan tak tersampaikan, banyak tuntutan mereka bertepatan dengan orang-orang dari kelompok minoritas lainnya37. Seperti cerminan nama mereka, menjadi masyarakat adat untuk tanah, banyak dari mereka yang terbunuh, sementara korban ditaklukkan atau ditundukkan.38

Masyarakat adat, yang telah tanpa henti menjadi korban di era kontemporer, tetap dalam kondisi yang dinyatakan oleh pemerintah modern seperti kurang berkembang. Upaya untuk mempertahankan kehidupan asli mereka mengaitkan sejumlah kelompok - dari asimilasi terpaksa terhadap genosida. Sayangnya, presekusi dan diskriminasi terhadap masyarakat adat itu masih ada di banyak masyarakat, dan kelanjutan dari sejumlah undang-undang yang diskriminatif memberikan komentar sedih di

(United

Nations Headquarters, 1993).

37

H. O’Shaugnnessy and S. Corry, What Future for the Armindians of South America, (London: Minority Rights Group, 1987).

38

(44)

negara mereka.39

Sering tercerabut dari tanah tradisional mereka dan cara hidup dan dipaksa oleh

masyarakat nasional yang berlaku, masyarakat adat menghadapi diskriminasi,

marginalisasi, dan keterasingan. Meskipun tumbuh mobilisasi politik dalam

mengejar hak-hak mereka, mereka terus kehilangan identitas budaya mereka

bersama dengan sumber daya alam mereka. Beberapa berada dalam bahaya

kepunahan.

Sebuah dokumen PBB fasih merangkum posisi kontemporer yang dihadapi masyarakat adat :

40

Sementara kekhawatiran serupa bersama baik bagi masyarakat adat dan kelompok minoritas lainnya, masih ada pandangan jelas bahwa masyarakat adat termasuk kategori yang berbeda.41 Hal ini, pada kenyataannya, adalah membentuk pandangan masyarakat adat itu sendiri dan yang membumi dibanding minoritas pada umumnya mulai dari hak-hak kolektif untuk menentukan nasib sendiri (termasuk kemungkinan hak untuk memisahkan diri). Dalam beberapa kasus, ada juga reaksi terhadap praktik Negara yang menolak setiap pengakuan yang berbeda dan terpisah untuk masyarakat adat. Sementara beberapa negara telah terbukti sangat sensitif pada isu definisi, banyak kelompok pribumi sendiri telah menegaskan hak prerogatif untuk menentukan "negara" mereka. Di tengah konflik tersebut, tidak mengherankan untuk melihat ketegangan mengenai definisi apa pun yang diberikan kepada masyarakat atau masyarakat adat. Jadi tidak hukum internasional umum maupun adat daerah menyediakan definisi masyarakat adat yang diakui dan sepenuhnya diterima. 42

39

International Labour Conference, Report of the Comitee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations, 64th Session, 1978.

40

United Nations, Indigenous Peoples: International Year 1993, (Geneva: United Nations) 1992.

41

N. Lerner, The Evolution of Minority Rights in International Law, hal. 81.

42

Mc. Candles, Indigenous Peoples: The Definitional Debate, (London: Minority Rights Group, 1996), hal. 1.

(45)

Kontinuitas sejarah dapat terdiri dari kelanjutan, untuk periode eksternal mencapai ke masa, dari satu atau lebih dari faktor-faktor berikut :

a. Pendudukan tanah leluhur atau setidaknya bagian dari itu;

b. Nenek moyang yang sama dengan penghuni asli di tanah tersebut; c. Budaya secara umum, atau dalam manifestasi spesifik (seperti agama,

hidup di bawah sistem kesukuan, keanggotaan masyarakat internasional, pakaian, mata pencaharian, gaya hidup, dan lainnya);

d. Bahasa (baik yang digunakan sebagai satu-satunya bahasa, sebagai bahasa ibu, sebagai maksud kebiasaan daripada komunikasi di rumah atau di keluarga, ataupun sebagai bahasa utama, kebiasaan umum atau bahasa normal);

e. Tempat tinggal di bagian tertentu di suatu negara, atau di suatu wilayah di dunia;

f. Faktor lain yang relefan.43

Banyak klaim yang dibuat oleh masyarakat adat bertepatan dengan orang-orang dari kelompok minoritas lainnya. Keinginan untuk otonomi dan pengakuan sebagai entitas kolektif merupakan bagian dari kosakata masyarakat adat serta kelompok minoritas lainnya, meskipun dorongan dan semangat ini mungkin berbeda secara signifikan. Asosiasi sejarah dengan tanah dan lingkungan membagi-bagikan rasa yang berbeda dengan tuntutan yang dibuat oleh masyarakat adat. Klaim mereka termasuk, antara lain, bahwa hak milik kolektif atas tanah dan sumber daya alam, sifat khusus dan bentuk hubungan antara anggota individu dan suku, dan hak untuk menentukan kewajiban-kewajiban masing-masing anggota yang belum tentu terinspirasi oleh minoritas lainnya.44

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat terdiri atas empat puluh enam pasal, banyak diantaranya berkaitan dengan hak dan hubungan masyarakat adat dengan tanah, lingkungan, dan sumber daya alam

43

B. Kingsbury, Indigenous Peoples as an International Legal Concept in R. Barnes, A. Gray and B. Kingsbury, hal. 26.

44

(46)

mereka. Beberapa pasal dalam deklarasi ini menekankan pada hak-hak masyarakat terhadap kepemilikan dan penggunaan wilayah tradisional mereka, beberapa pasal menekankan pentingnya dunia alamiah dalam praktik-praktik budaya masyarakat adat, dan yang lainnya menekankan hak-hak masyarakat adat untuk menjalankan pemerintahan mereka sendiri di wilayah mereka.

Isu-isu tentang hubungan dan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam diatur dalam bagian VI yang terdiri dari pasal 25 hingga pasal 30. Hal-hal itu mencakup :

a. Hak atas pengakuan penuh dan perlindungan terhadap hak adat atas tanah dan sumber daya alam (Pasal 26);

b. Pengakuan akan hubungan yang khas antara masyarakat adat dengan tanah dan hak mereka untuk mempertahankan hubungan spiritual mereka dengan tanahdan perlindungan terhadap tempat-tempat keramat mereka (Pasal 25);

c. Perlindungan penuh terhadap hak milik budaya dan intelektual mereka (Pasal 29);

d. Hak untuk menentukan nasib sendiri (internal) dalam urusan pembangunan dan penggunaan tanah dan sumber daya mereka (Pasal 30).

Dari hal tersebut, tersyarat bahwa negara harus meminta persetujuan (free and informed consent) masyarakat adat sebelum menyetujui proyek apapun yang mempengaruhi tanah, wilayah, dan sumber daya alam mereka.45

Pasal 26 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat mengakui hak atas tanah yang “secara tradisional telah dimiliki atau ditinggali atau digunakan.” Pada pasal 27 Deklarasi Perserikatan

45

Referensi

Dokumen terkait

2.499.724.000,- (Dua milyar empat ratus sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah) Tahun Anggaran 2017, maka dengan ini diumumkan bahwa

KELOMPOK KERJA BELANJA JASA KONSULTANSI PENGAWASAN/SUPERVISI JALAN WILAYAH 2 PADA DINAS BINA MARGA KOTA MEDAN TA.. Kapten Maulana

Taking the extra time to slow down and make sure they understand the question not only saves students from making wrong answers, but also saves time in the long run.. Tip #2:

dan difahami tanpa perlu pengulangan dalam berbagai perbahasan yang ada dari berbagai pendapat tersebut. Sayyid Abdurrahman Ba’lawi menyusun kitab ini secara

Dari beberapa pilihan karir yang sesuai dengan program keahlian saya harus fokus merencanakan salah satu untuk saya tekuni

39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah menjamin Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

Dengan penelitian yang dilakukan diharapkan akan diperoleh komposisi penambahan carbon dan silicon untuk produk rumah bearing pompa minyak sehingga diperoleh

Tujuan studi kasus ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien pneumonia dengan masalah gangguan prtukaran gas?. Desain penelitian ini menggunakan