• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KADAR VITAMIN E PLASMA PADA BERBAGAI DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

SRI NAITA PURBA NIM: 087105010

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PROFIL KADAR VITAMIN E PLASMA PADA BERBAGAI DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik dalam Bidang

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

SRI NAITA PURBA NIM: 087105010

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis :Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne

Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama : Sri Naita Purba

Nomor Induk : 087105010

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui:

(dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K) (dr. Kristo A Nababan, SpKK)

Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. dr. Chairuddin P. Lubis DTM&H,SpA(K)) (Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH)

(4)

Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Sri Naita Purba

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin ,Kristo A. Nababan, Rointan Simanungkalit

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Patogenesis akne bersifat multifaktorial dimana penelitian terbaru difokuskan pada peranan radikal bebas dan antioksidan yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang berfungsi sebagai pelindung terhadap lipid peroksida.

Tujuan : Untuk mengetahui profil kadar vitamin E plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Subyek dan metode : Penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional yang melibatkan 45 orang penderita akne vulgaris yang masing-masing terdiri dari 15 orang pasien akne vulgaris derajat ringan, sedang dan berat. Setiap subyek penelitian dilakukan pemeriksaan dermatologi dan diambil darah untuk mengukur kadar vitamin E plasma.

Hasil : Kadar vitamin E plasma kelompok akne vulgaris derajat ringan berkisar antara 11-16 mg/L, derajat sedang berkisar antara 9-12 mg/L dan derajat berat berkisar antara 7-10 mg/L. Nilai rerata kadar vitamin E plasma pada pasien akne vulgaris adalah 10,58 mg/L, dengan kadar tertinggi adalah 16 mg/L dijumpai pada kelompok akne vulgaris derajat ringan, sedangkan kadar terendah adalah 7 mg/L dijumpai pada kelompok akne vulgaris derajat berat.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan kadar vitamin E plasma pasien akne vulgaris derajat ringan, sedang dan berat. Kadar tertinggi dijumpai pada akne vulgaris derajat ringan dan kadar terendah dijumpai pada akne vulgaris derajat berat.

(5)

Plasma Vitmin E Levels Profile in Various

Severity of Acne Vulgaris in Haji Adam Malik Hospital Medan Sri Naita Purba,Kristo Nababan, Rointan Simanungkalit

Department of Dermatology and venereology Medical faculty of North Sumatera University

RSUP Haji Adam Malik-Indonesia

ABSTRACT

Background: Acne vulgaris is a self limited disease of the pilosebaceous unit that is commonly found in adolescents. The pathogenesis of acne is multifactorial and recent research focused on the role of free radicals and antioxidants leads to oxidative stress.Vitamin E is an antioxidant that has a role in protecting against lipid peroxide.

Objectives : To know the plasma vitamin E level profile in various severity of acne vulgaris in Haji Adam Malik Hospital Medan.

Method : This is a descriptive study with cross sectional design involving 45 acne vulgaris , 15 patients for each mild, moderate, and severe acne vulgaris. Each subject had been examined and blood sample was taken to measure plasma vitamin E level.

Result: Vitamin E plasm level in mild acne vulgaris is range from 11 to 16 mg/L, moderate range from 9 to 12 mg/L and severe range from 7 to 10 mg/L. The mean of plasm vitamin E level in acne vulgaris patients is 10,58 mg/L with the highest level is found in mild acne vulgaris (16 mg/L), and the lowest level is found in severe acne vulgaris (7 mg/L).

Conclusion: The difference of plasma vitamin E level was found between mild, moderate and severe acne vulgaris. The highest level observed in mild acne vulgaris and the lowest level in severe acne vulgaris.

Keywords : mild, moderate, severe acne vulgaris, plasma vitamin E level

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa yang Maha Pengasih lewat putraNya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus, yang telah memampukan saya dalam menyelesaikan seluruh rangkaian penyusunan tesis yang berjudul: “Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Dalam menjalani pendidikan magister ini, berbagai pihak telah turut berperan serta sehingga terlaksananya seluruh rangkaian pendidikan ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K), selaku pembimbing utama tesis ini, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan, dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.

2. dr. Kristo A Nababan, SpKK, selaku pembimbing kedua tesis ini, yang juga telah membimbing dan memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

3. Prof.Dr.dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai guru besar dan anggota tim penguji tesis ini, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan magister kedokteran klinik dibidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan juga selalu memberikan dukungan, bimbingan dan dorongan kepada saya dalam penyelesaian tesis ini maupun selama menjalani pendidikan sehari-hari.

4. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) sebagai Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

5. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

6. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai anggota tim penguji tesis ini, yang telah banyak membantu saya dan senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan dalam penyelesaian tesis ini maupun selama menjalani pendidikan sehari-hari. 8. dr.H. Syahril R Lubis, SpKK(K) sebagai anggota tim penguji, yang telah

memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

(7)

staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

10.Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan magister ini.

11.dr. Surya Dharma, MPH, selaku staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, yang telah banyak membantu saya dalam metode penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.

12.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

13.Yang tersayang Ibunda Nurain Sembiring, tidak ada kata yang mampu menggantikan rasa terima kasih saya untuk semua dukungan, pengorbanan, kasih sayang dan doanya untuk saya selama ini, terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan dan betapa bersyukurnya saya mempunyai orang tua yang selalu menyayangi saya. Kenangan terhadap Ayahanda tercinta (Alm) dr. Djaman Purba, SpA yang selalu beserta saya selama menjalani pendidikan ini.

14.Mertua saya yang tersayang (Alm) drs. Sobat Sembiring, MSc dan dra. Anna Purba, MS yang senantiasa ikut mendukung dan mendoakan saya dalam masa pendidikan.

15.Suamiku yang tersayang Ir Gloryous Sembiring, MM terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pengorbanan, kesabaran dan pengertiannya yang senantiasa memberikan dukungan, doa, semangat, bantuan disetiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

16.Anak-anakku yang tersayang Elaine Vania Sembiring dan Katherine Sembiring, yang senantiasa mau mengerti dan berdoa untuk mamanya. Semua pengorbanan dan jerih payah ini hanya untukmu sayang.

17.Kakak, abang dan adik-adikku yang tersayang, terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini. 18.Teman seangkatan saya yang tercinta, dr. Herlin Novita Pane, dr. Ade

Arhamni Mked(KK), SpKK, dr. Deryne Anggia Paramita Mked(KK), SpKK, dr. Sudarsono Mked(KK), SpKK, dr. T. Sy Dessi Indah AS Mked(KK), SpKK, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

19.Sahabat-sahabat yang tercinta dr. Khairina, SpKK , dr. Riana Miranda Sinaga, SpKK, dr. Dina Arwina Dalimunthe, dr. Oliviti Natali Mked(KK), SpKK , dr. Rudyn R Panjaitan Mked(KK), SpKK , dr. Irina Damayanti, dr Rini Amanda, dr Nova Zairina Lubis, dr Cut Putri , dr Wahyuni , dr. Olivia Anggreni, dr Sufina F Nasution, terima kasih untuk kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.

(8)

21.Seluruh staf Laboratorium Prodia Medan, yang telah memberikan kesempatan, dan kemudahan kepada saya untuk melaksanakan penelitian.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan.

Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita sekalian. Amin.

Medan, Juni 2013 Penulis

(9)
(10)

3.8.1 Alat dan bahan ... 28

3.8.2 Cara kerja penelitian ... 29

3.9 Batasan Operasional ... 32

3.10 Kerangka Operasional ... 35

3.11 Pengumpulan dan Analisis Data ... 36

3.12 Ethical Clereance ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 37

4.1.1 Karakteristik berdasarkan jenis kelamin ... 37

4.1.2 Karakteristik berdasarkan kelompok usia ... 39

4.1.3 Karakteristik berdasarkan suku bangsa ... 40

4.2 Perbandingan Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 37 Tabel 4.2 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia ... 39 Tabel 4.3 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok suku

bangsa ... 40 Tabel 4.4 Kadar vitamin E plasma pada berbagai derajat keparahan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur dari tokoferol dan tokotrienol ... 18

Gambar 2.2 Diagram kerangka teori penelitian ... 24

Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional penelitian ... 35

Diagram 4.1 Profil subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 38

Diagram 4.2 Profil subyek penelitian berdasarkan kelompok usia ... 39

Diagram 4.3 Profil subyek penelitian berdasarkan suku bangsa ... 40

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

ROS : Reactive oxygen species GSH-Px : Glutathione peroxidase SOD : Superoxide dismutase

GAGS : Global Acne Grading System DHEA-S : Dehydroepiandrosterone sulphate IL : Interleukin

GH : Growth hormone

IGF : Insulin-like growth factor TLR : Toll like receptor

TNF : Tumor necrosis factor PCOS : Polycistic ovarian syndrome DHT : Dehidrotestoteron

INH : Isoniazid

ACTH : Adrenocorticotropic hormone

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Naskah penjelasan kepada pasien / Orangtua/ keluarga pasien 2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 3. Status sampel penelitian

4. Lembar persetujuan komite etik 5. Data sampel penelitian

(15)

Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Sri Naita Purba

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin ,Kristo A. Nababan, Rointan Simanungkalit

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Patogenesis akne bersifat multifaktorial dimana penelitian terbaru difokuskan pada peranan radikal bebas dan antioksidan yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang berfungsi sebagai pelindung terhadap lipid peroksida.

Tujuan : Untuk mengetahui profil kadar vitamin E plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Subyek dan metode : Penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional yang melibatkan 45 orang penderita akne vulgaris yang masing-masing terdiri dari 15 orang pasien akne vulgaris derajat ringan, sedang dan berat. Setiap subyek penelitian dilakukan pemeriksaan dermatologi dan diambil darah untuk mengukur kadar vitamin E plasma.

Hasil : Kadar vitamin E plasma kelompok akne vulgaris derajat ringan berkisar antara 11-16 mg/L, derajat sedang berkisar antara 9-12 mg/L dan derajat berat berkisar antara 7-10 mg/L. Nilai rerata kadar vitamin E plasma pada pasien akne vulgaris adalah 10,58 mg/L, dengan kadar tertinggi adalah 16 mg/L dijumpai pada kelompok akne vulgaris derajat ringan, sedangkan kadar terendah adalah 7 mg/L dijumpai pada kelompok akne vulgaris derajat berat.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan kadar vitamin E plasma pasien akne vulgaris derajat ringan, sedang dan berat. Kadar tertinggi dijumpai pada akne vulgaris derajat ringan dan kadar terendah dijumpai pada akne vulgaris derajat berat.

(16)

Plasma Vitmin E Levels Profile in Various

Severity of Acne Vulgaris in Haji Adam Malik Hospital Medan Sri Naita Purba,Kristo Nababan, Rointan Simanungkalit

Department of Dermatology and venereology Medical faculty of North Sumatera University

RSUP Haji Adam Malik-Indonesia

ABSTRACT

Background: Acne vulgaris is a self limited disease of the pilosebaceous unit that is commonly found in adolescents. The pathogenesis of acne is multifactorial and recent research focused on the role of free radicals and antioxidants leads to oxidative stress.Vitamin E is an antioxidant that has a role in protecting against lipid peroxide.

Objectives : To know the plasma vitamin E level profile in various severity of acne vulgaris in Haji Adam Malik Hospital Medan.

Method : This is a descriptive study with cross sectional design involving 45 acne vulgaris , 15 patients for each mild, moderate, and severe acne vulgaris. Each subject had been examined and blood sample was taken to measure plasma vitamin E level.

Result: Vitamin E plasm level in mild acne vulgaris is range from 11 to 16 mg/L, moderate range from 9 to 12 mg/L and severe range from 7 to 10 mg/L. The mean of plasm vitamin E level in acne vulgaris patients is 10,58 mg/L with the highest level is found in mild acne vulgaris (16 mg/L), and the lowest level is found in severe acne vulgaris (7 mg/L).

Conclusion: The difference of plasma vitamin E level was found between mild, moderate and severe acne vulgaris. The highest level observed in mild acne vulgaris and the lowest level in severe acne vulgaris.

Keywords : mild, moderate, severe acne vulgaris, plasma vitamin E level

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris

Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang umum

dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne

vulgaris ditandai dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo) dan pada

bentuk yang berat dijumpai adanya papul inflamasi, pustul dan nodul. Akne

vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling

padat, yaitu pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

2.1.1 Epidemiologi

1

Data prevalensi tergantung pada waktu penelitian dan populasi yang

dinilai. Pada sebuah penelitian berbasis masyarakat, akne vulgaris tercatat 56%

pada pria dan 45% pada wanita usia antara 14 sampai 16 tahun dan tercatat

sebagai derajat sedang sampai berat sebanyak 11%. Puncak prevalensi dan

keparahan terjadi antara usia 14 sampai 17 tahun pada wanita sebanyak 40%, dan

16 sampai 19 tahun pada pria sebanyak 35%. Sebuah penelitian dari Amerika

Serikat menunjukkan bahwa prevalensi pada usia remaja pertengahan mencapai

hampir 100%. Di sisi lain, hanya sekitar 20% penderita yang membutuhkan

bantuan dokter. Sebuah penelitian terhadap remaja di Selandia Baru diidentifikasi

akne vulgaris pada 91% pria dan 79% wanita pada pelajar. Akne vulgaris derajat

berat tercatat pada 6,9% pria dan hanya 1% pada wanita. Pada sebuah penelitian

prevalensi berdasarkan populasi dari Australia menunjukkan bahwa tingkat

(18)

tahun sampai 93,3% pada usia 16-18 tahun. Ini jarang pada anak laki-laki antara

usia 10 sampai 12 tahun, tetapi pada usia 16 sampai 18 tahun anak laki-laki lebih

mungkin untuk menderita akne vulgaris dibanding perempuan. Akne vulgaris

derajat sedang sampai berat dijumpai pada 17% dari pelajar (24% laki-laki dan

11% perempuan). Komedo, papul dan pustul adalah gambaran klinis yang paling

umum dan 1:4 kasus dijumpai parut. Sebuah penelitian lanjut di Portugal

mengidentifikasi tingkat prevalensi tertinggi yaitu 82,4% pada usia 10-12 tahun

dan yang teridentifikasi hanya 44% dari kasus yang mencari pengobatan.

Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan,

berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari –

Desember 2008, dari total 5.573 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91%) diantaranya merupakan pasien

dengan diagnosis akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 8,41% berusia 0-12 tahun,

90,6% berusia 13-35 tahun dan hanya 0,93% yang berusia 36-65 tahun. 15

4

2.1.2 Etiologi dan patogenesis

Sedangkan pada periode Januari – Desember 2011, dari total 5.644 pasien yang

berobat ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 88

pasien (1,55%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris.

Dari jumlah tersebut 1,13% berusia 0-12 tahun, 87,5% berusia 13-35 tahun dan

11,36 % yang berusia 36-65 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa penderita akne

vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda.

Patogenesis akne vulgaris jelas multifaktorial, melibatkan empat faktor

utama yang membantu menjelaskan variasi luas dalam manifestasi klinis; (1)

(19)

deskuamasi abnormal, menyebabkan lesi prekusor dari semua lesi akne vulgaris

lainnya, yaitu mikrokomedo. (2) Peningkatan produksi sebum. (3) Proliferasi dari

P.acne. (4) Inflamasi menyebabkan terbentuknya sitokin pro inflamasi yang diproduksi oleh P.acne dan mungkin dari asam lemak bebas yang dihasilkan melalui hidrolisis sebum trigliserida oleh lipase yang disekresi oleh P.acne. Ruptur folikular dapat menyebabkan inflamasi yang lebih berat dan kronis.

Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama sekali

dikenal dalam perkembangan akne vulgaris. Penyebab pasti yang mendasari

hiperproliferasi ini tidak diketahui. Saat ini, ada 3 buah hipotesis yang telah

diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat hiperproliferatif

pada individu dengan akne vulgaris. Pertama, hormon androgen, yang telah

dikenal sebagai pencetus awal. Komedo, lesi klinis yang menyebabkan

pembentukan sumbatan pada muara folikular, mulai timbul disekitar usia pubertas

pada orang-orang dengan akne vulgaris. Derajat akne vulgaris komedonal pada

usia prapubertas berhubungan dengan kadar hormon androgen adrenal yaitu

dehydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S). Apalagi, reseptor hormon androgen ditemukan pada folikel-folikel dimana komedo berasal. Selain itu individu dengan

malfungsi reseptor androgen ternyata tidak akan mengalami akne vulgaris. Kedua,

perubahan komposisi lipid, yang telah diketahui berperan dalam perkembangan

akne vulgaris. Para penderita akne vulgaris biasanya mempunyai produksi sebum

yang berlebihan dan kulit yang berminyak. Produksi sebum yang berlebihan ini

dapat melarutkan lipid epidermal normal dan menyebabkan suatu perubahan

dalam konsentrasi relatif dari berbagai lipid. Berkurangnya konsentrasi asam

(20)

keadaan ini akan normal kembali setelah pengobatan yang berhasil dengan

menggunakan isotretinoin. Penurunan relatif asam linoleat dapat mengaktifkan

pembentukan komedo. Inflamasi adalah faktor hipotesis ketiga yang terlibat

dalam pembentukan komedo. Interleukin-1α (IL-1α) adalah suatu sitokin proinflamasi yang telah digunakan pada suatu model jaringan untuk menginduksi

hiperproliferasi epidermal folikular dan pembentukan akne vulgaris. Walaupun

inflamasi tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis pada lesi awal akne

vulgaris, ia tetap memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan

akne vulgaris dan komedo.

Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam

pembentukan akne vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh sejumlah

hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen khususnya, meningkatkan

pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan wanita dengan akne

vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang bersirkulasi dalam jumlah yang

normal. Sejumlah agen lain seperti growth hormone (GH) dan insulin-like growth factor (IGF), juga mengatur kelenjar sebasea dan dapat berperan dalam perkembangan akne vulgaris.

3

Propionibacterium acnes merupakan suatu organisme mikroaerofilik yang ditemukan pada banyak lesi akne vulgaris. Walaupun tidak ditemukan pada lesi

yang paling awal dari akne vulgaris, P. acnes ini hampir pasti dapat ditemukan pada lesi-lesi yang lanjut. Adanya P. acnes akan meningkatan proses inflamasi melalui sejumlah mekanisme. Propionibacterium acnes menstimulasi inflamasi melalui produksi mediator-mediator proinflamasi yang berdifusi melalui dinding

folikel. Penelitian terkini menunjukkan bahwa P. acnes mengaktifkan toll-like

(21)

receptor-2 (TLR-2) pada monosit dan neutrofil. Aktivasi TLR-2 ini kemudian akan memicu produksi sitokin proinflamasi yang multipel, seperti IL-12, IL-8,

dan tumor necrosis factor (TNF). Hipersensitivitas terhadap P. acnes dapat juga menjelaskan mengapa beberapa individu mengalami akne vulgaris inflamasi

sedangkan yang lain tidak.

Inflamasi mungkin merupakan suatu fenomena primer atau sekunder.

Kebanyakan bukti sampai saat ini menyatakan bahwa akne vulgaris merupakan

suatu respons inflamasi sekunder terhadap P. acnes. Meskipun demikian, ekspresi IL-1α telah diidentifikasi dalam mikrokomedo dan dapat berperan dalam

pembentukan akne vulgaris. 3

Faktor-faktor eksternal jarang ditemukan pada akne vulgaris. Beberapa

bahan kosmetik dan minyak rambut dapat memperburuk akne vulgaris. Sejumlah

obat-obatan seperti steroid, litium, anti epilepsi dan iodium dapat mencetuskan

akne vulgaris. Hiperplasia adrenal kongenital, polycystic ovarian syndrome (PCOS), dan kelainan-kelainan endokrin yang lain dengan peningkatan produksi

dan pelepasan androgen dapat memicu perkembangan akne vulgaris. 3

2.1.3 Gambaran klinis

3

Lesi kulit pada akne vulgaris adalah erupsi polimorf dengan gejala

predominan salah satunya berupa komedo, papul yang tidak beradang dan pustul,

nodul dan kista yang beradang. Tempat predileksi akne vulgaris adalah pada

daerah dengan jumlah kelenjar sebasea yang padat seperti wajah, bahu, dada

bagian atas dan punggung bagian atas. Umumnya keluhan penderita adalah

(22)

Komedo adalah gejala patognomonik pada akne vulgaris berupa papul

milier yang ditengahnya mengandung sebum. Komedo dapat terbagi dua yaitu

komedo terbuka (black head, open comedo) berwarna hitam karena mengandung unsur melanin yang teroksidasi dan komedo tertutup ( white head, close comedo) yang letaknya lebih dalam dan tidak mengandung unsur melanin.

2.1.4 Gradasi akne vulgaris

17

Metode untuk pengukuran derajat keparahan akne vulgaris meliputi

gradasi sederhana berdasarkan pada pemeriksaan klinis, penghitungan lesi, dan

yang memerlukan instrumen seperti fotografi, fotografi fluorosen, fotografi

cahaya polarisasi, video mikroskopi, dan pengukuran produksi sebum. Ada dua

pengukuran yang sering digunakan yaitu gradasi dan penghitungan lesi.

Gradasi akne vulgaris adalah suatu metode subyektif yang digunakan

untuk menetapkan keparahan akne vulgaris berdasarkan observasi lesi yang

dominan, evaluasi keberadaan/ ketidakberadaan lesi inflamasi dan luasnya area

kulit yang terlibat. Penghitungan lesi meliputi pencatatan jumlah tiap tipe lesi

akne dan menetapkan derajat keparahan secara keseluruhan.

18,19

Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yaitu: 18

A. James dan Tisserand (1958) membuat gradasi sebagai berikut18

Derajat 1 : Akne non inflamasi sederhana dengan komedo dan sedikit papul. :

Derajat 2 : Komedo, papul dan sedikit pustul.

Derajat 3 : Papul inflamasi yang besar, pustul dan beberapa kista yang melibatkan

wajah, leher dan batang tubuh bagian atas.

(23)

B. Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut17 Derajat 1 : Komedo dimuka.

:

Derajat 2 : Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka.

Derajat 3: Komedo,papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada,

punggung.

Derajat 4 : Akne konglobata.

C. Frank (1970) membuat gradasi sebagai berikut17 Derajat 1 : Akne komedonal non-inflamasi.

:

Derajat 2 : Akne komedonal inflamasi.

Derajat 3 : Akne papular.

Derajat 4 : Akne papulo pustular.

Derajat 5 : Akne agak berat.

Derajat 6 : Akne berat.

Derajat 7 : Akne nodulo kistik/konglobata.

D. Sjarif M. Wasitaatmadja (1982) Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin FK UI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris yang akurat,

sederhana dan mudah diterapkan. Kriterianya adalah sebagai berikut17

1. Ringan, bila : - Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi.

:

- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi.

- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi.

2. Sedang, bila : - Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi.

- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi.

- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi.

(24)

3.Berat, bila : - Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi.

- Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Catatan : sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi

tak beradang : komedo, papul

beradang : pustul, nodus dan kista

Pengukuran derajat keparahan akne vulgaris terus menjadi tantangan bagi

dermatologis. Tidak ada sistem gradasi yang telah diterima secara umum. Sistem

gradasi yang ideal bila18

1. Akurat dan reproduktif. :

2. Memiliki kapasitas dokumentasi untuk verifikasi di masa depan.

3. Sederhana digunakan untuk beberapa kali pemantauan.

4. Tidak memakan waktu.

5. Mudah digunakan.

6. Merefleksikan kriteria subjektif seperti faktor psikologis.

2.1.5Diagnosis

Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan

ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor

(sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti

lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.

Pada pemeriksaan histopatologi, mikrokomedo ditandai dengan dilatasi

folikel dengan sumbatan keratin padat. Sehubungan dengan perkembangan penyakit,

(25)

folikular menipis, dan dapat pecah. Inflamasi dan bakteri mungkin jelas, dengan atau

tanpa pecahnya folikular. Folikular pecah disertai dengan inflamasi yang menyusup

ke dermis. Kemudian dapat dijumpai fibrosis dan jaringan parut.

Secara umum pemeriksaan laboratorium tidak diindikasikan untuk pasien

akne vulgaris kecuali yang diduga pasien dengan hiperandrogenisme.

Dehydroepiandrosterone sulphate dapat bekerja sebagai prekusor testosteron dan dehidrotestoteron (DHT). Meningkatnya kadar serum androgen telah dijumpai pada

kasus akne kistik dan pada kasus akne vulgaris yang berhubungan dengan kondisi

endokrin yang bervariasi yaitu hiperplasia adrenal kongenital ; defisiensi 11-β dan

21-β hidroksilase, tumor adrenal atau tumor ovari, dan penyakit polikista ovari. Pada

kebanyakan pasien akne vulgaris, walau bagaimanapun, serum androgen masih

dalam batas normal.

3

2.1.6 Diagnosis banding akne vulgaris

1

Walaupun satu tipe lesi dapat lebih dominan, akne vulgaris didiagosis

dengan adanya berbagai lesi akne vulgaris (komedo, pustul, papul, dan nodul) di

wajah, punggung atau dada. Diagnosis biasanya mudah tetapi akne vulgaris dapat

dikaburkan dengan folikulitis, rosasea, atau dermatitis perioral. Folikulitis, rosasea

dan dermatitis perioral tidak memiliki komedo.

Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut yang dapat disebabkan

Staphylococcus aureus atau Pytirosporum ovale . Lesi berupa papul atau pustul yang eritrematosa dan ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Tempat

predileksi biasanya ditungkai bawah. Sedangkan lesi Pityrosporum folliculitis berupa papul-papul dan kadang-kadang pustul superfisial dengan dasar kulit

(26)

berlokasi pada badan bagian atas. Kultur dari lesi di kulit untuk menyingkirkan

folikulitis gram negatif harus dilakukan jika tidak terdapat respons terhadap

pengobatan atau jika tidak ada perbaikan.

Rosasea merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan

gejala eritema, pustul, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar

sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne vulgaris. 20

Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dan anak-anak

dengan gejala klinis berupa papul eritema , vesikel, dan pustul yang diskret dan

berkelompok di sekitar mulut. Lesi terasa gatal, kulit kering dan tidak ada

komedo.

17,21

Komedo tertutup sering dibingungkan dengan milia. Milia merupakan

kista keratin epidermal distribusinya terutama di infraorbital. Kista bisa berasal

dari folikel sebasea. Milia primer muncul pada bantalan folikel rambut velus pada

wajah sedangkan sekunder merupakan hasil kerusakan pada unit pilosebasea. 16,17,22

Terkadang, dermatitis herpetiformis dapat muncul sebagai erupsi pustular

pada wajah, tetapi ini biasanya sangat gatal tidak seperti akne vulgaris. Penyakit

linear IgA dapat juga muncul tetapi sangat jarang sebagai lesi papular pada wajah

tanpa komedo. Biopsi, termasuk pemeriksaan imunofluorosensi, penting untuk

konfirmasi diagnosis.

16,23

Erupsi akneformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya

kortikosteroid, isoniazid (INH), barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin,

trimetadion, adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian

(27)

tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi pada semua usia. Dan biasanya

membaik dengan penghentian obat.

2.2 Vitamin E

17,24

Vitamin E ditemukan di Universitas California, Berkeley, pada tahun 1922

oleh Herbert Evans dan Katherine Bishop yang mengamati bahwa defisiensinya

menyebabkan resorpsi janin dalam tikus. Zat aktif diisolasi dari minyak tepung

gandum pada tahun 1936, juga di Berkeley, dan bernama “tokoferol” dari kata

Yunani tokos (melahirkan) dan pherein (untuk membawa) ditambah akhiran –ol menunjukkan suatu fenol atau alkohol.

Vitamin E adalah sekelompok zat, tokoferol dan tokotrienol, dijumpai

terutama pada minyak sayuran. Masing-masing memiliki kelompok kepala

kromanol dan rantai samping phytyl. Rantai samping tokoferol jenuh, sedangkan tokotrienol memiliki 3 ikatan ganda. Jumlah yang berbeda dan penempatan dari

kelompok metil pada cincin aromatis menghasilkan bentuk α,β,γ, dan δ dari

tokoferol dan tokotrienol. Setiap bentuk terjadi secara alamiah sebagai

stereoisomer single. Vitamin E sintetis mengandung hingga delapan isomer,

masing-masing dengan aktivitas biologisnya sendiri. 8,25

(28)
(29)

D-α tokoferol adalah jenis vitamin E yang paling umum diserap dari diet

manusia, kecuali tokotrienol mendominasi di daerah dunia dimana minyak

tanaman tropis yang digunakan untuk memasak dan sebagai sumber makanan.

D-α tokoferol sekitar 36% lebih aktif dibanding sintetis campuran isomer.20

Vitamin

E banyak dijumpai pada sayur-sayuran, terutama bayam, alpokat, jagung, minyak

sayuran, biji bunga matahari, kedele, gandum, kacang dan margarin. Juga dapat

dijumpai pada beberapa daging dan produk susu. Pada manusia, vitamin E secara

alami terjadi pada membran sel dan organela. Ini memproteksi membran sel dari

peroksidase dan menangkap radikal bebas. Vitamin E merupakan bagian penting

dari diet, tetapi ada resiko bila mengkonsumsi terlalu banyak. Dianjurkan untuk

mengkonsumsi 400 IU vitamin E per hari dalam bentuk kapsul gel. Vitamin E

dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya memar bila diminum dalam dosis

besar. Tentu saja, dosis lebih besar dari 3000 mg perhari ketika dikonsumsi dalam

jangka panjang dapat menimbulkan efek samping.

Vitamin E diakui benar efektivitasnya sebagai penghambat oksidasi lipid

pada makanan dan sistem biologi, dan mekanismenya sebagai antioksidan juga

baik dipahami. Aktivitas antioksidan dari tokoferol dan tokotrienol dapat diterima

secara luas terutama karena kemampuan mereka untuk menyumbangkan hidrogen

fenoliknya pada lipid radikal bebas. Dampak yang lebih rendah tercapai melalui

pemuasan singlet oksigen.

27

Vitamin E adalah antioksidan yang dapat menyumbangkan atom hidrogen

disebut donor hidrogen. Vitamin E terlokalisasi dalam membran dan lipoprotein

dimana ia dapat menghentikan reaksi rantai radikal dari lipid peroksidase. Oleh

(30)

menyumbangkan atom hidrogen ke radikal lipid peroksil yang akan

mempropagasi reaksi rantai dari lipid peroksida.

Autooksidasi asam lemak tak jenuh ganda terdiri dari inisiasi, propagasi

rantai dan reaksi pemecahan rantai. Reaksi inisiasi bersifat lambat dan terbatas.

Inisiasi terjadi oleh karena panas, cahaya atau bahan logam. Reaksinya: 28

I + LH L.

Dimana I adalah inisiator, LH asam lemak dan L + IH (lambat)

.

L

adalah alkil radikal yang

terbentuk dari asam lemak tak jenuh ganda. Kemudian diikuti propagasi melalui

reaksi rantai:

adalah radikal bebas peroksil dan LOOH merupakan

hidroperoksida yang stabil dari asam lemak. Tokoferol kemudian memecah dan

mengakhiri rantai ini melalui:

.

+ TocH LOOH + Toc

Dimana TocH adalah tokoferol dan Toc

.

.

Toc

adalah radikal tokoferoksil, yang relatif

stabil, kemudian memecah reaksi rantai. Radikal tokoferoksil ini dapat bereaksi

dengan radikal peroksil yang lain untuk membentuk senyawa yang tidak

berbahaya, termasuk tokoferil quinon. Reaksinya:

.

+ LOO.

Alternatif lain, radikal tokoferoksil ini dapat direduksi kembali ke alfa-tokoferol

dengan vitamin C (AH

Toc-OOL

-Toc

) pada permukaan antara air dan lipid. Reaksinya:

.

(31)

Namun, apakah interaksi sinergis antara vitamin E dan vitamin C terjadi in vivo

masih merupakan kontroversi.

2.3 Vitamin E dan Akne Vulgaris

28,29

Pada akne vulgaris terjadi perubahan komposisi dari sebum, dan produksi

ROS oleh neutrofil terlibat dalam iritasi dan destruksi dari dinding folikel,

berperan dalam terjadinya inflamasi pada akne vulgaris.

Dimana sudah diketahui bahwa P.acnes memiliki peranan penting dalam proses inflamasi akne vulgaris, menghasilkan faktor kemotaktik untuk neutrofil,

menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik yang merusak dinding folikel sebagai

akibat fagositosis P.acnes oleh neutrofil yang ditarik ke lokasi inflamasi. Penetrasi ke dalam dermis, P.acnes merangsang sistem imun, membentuk suatu reaksi benda asing oleh lemak sebasea, rambut dan sel epitel, yang selanjutnya

menyebabkan inflamasi. Telah dilaporkan bahwa radikal bebas oksigen, yang

dibentuk oleh neutrofil pada dinding folikel untuk membunuh mikroorganisme,

mungkin menyebabkan kerusakan sel pada lokasi inflamasi. 7,30

Neutrofil menghasilkan radikal bebas berupa radikal superoksida anion,

hidrogen peroksida dan radikal hidroksil.

31

32

Proteksi antioksidan yang tidak kuat

dan/atau peningkatan produksi ROS membuat suatu kondisi yang disebut sebagai

stres oksidatif, yang berperan terhadap munculnya penyakit inflamasi kulit.

Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang baik.

El-akawi et al. (2005) melakukan penelitian kadar vitamin E dalam plasma pada 100 orang pasien dengan akne vulgaris dengan derajat berat, sedang dan

ringan dan 100 subyek kontrol. Derajat keparahan akne vulgaris ditetapkan

(32)

bermakna lebih rendah pada pasien dengan akne vulgaris derajat berat

dibandingkan dengan akne vulgaris derajat sedang, ringan dan kontrol.

Abulnaja (2008) melakukan penelitian status oksidan/antioksidan pada

wanita dewasa yang gemuk dengan akne vulgaris menunjukkan bahwa kadar

vitamin E secara bermakna lebih rendah pada wanita gemuk dan normal dengan

akne vulgaris dibandingkan wanita gemuk dan normal tanpa akne vulgaris. 9

Ayres dan Mihan (1981) telah melaporkan keberhasilan pengobatan

terhadap lebih dari 100 pasien akne vulgaris yang menerima 100.000 IU vitamin

A dengan 800 IU vitamin E setiap hari. Kebanyakan merespon dalam beberapa

minggu dan kontrol pemeliharaan diperoleh dengan dosis yang lebih rendah. 10

Michaelson (1984) memberikan 0,2 mg selenium ditambah 10 mg

tokoferil suksinat dua kali sehari pada 29 orang pasien akne vulgaris selama 6

sampai 12 minggu, dijumpai hasil yang baik, terutama pada pasien dengan akne

pustular dan dengan aktivitas GSH-Px yang rendah. Efek menguntungkannya

biasanya pararel dengan peningkatan yang lambat dari GSH-Px. Setelah 6 sampai

8 minggu penghentian pengobatan, kadar GSH-Px kembali seperti semula

sebelum pengobatan.

11

Zat antioksidan yang mengandung beberapa zat gizi oral telah menjadi

subyek penelitian selama 12 minggu pada 48 pasien akne vulgaris. Antioksidan

ini dimakan tiga kali sehari dengan total 45 mg zinc, 180 mg vitamin C, 18 mg

campuran karotenoid, 45 IU d-alfa-tokoferol asetat dan 390 mcg kromium.

Perbaikan yang bermakna tercatat dalam evaluasi dokter setelah 8 minggu, dan

(33)

lebih. Karena ini merupakan penelitian open-label, kesimpulan yang luas tidak dapat dibuat mengenai hasilnya.14

Diantara lipid permukaan kulit, squalene, sebuah molekul triterpenoid spesifik terhadap sebum manusia, tampaknya berperan sebagai pengikat singlet oxygen, memproteksi kulit dari lipid peroksidase; terkadang, oksidasinya menghasilkan squalene peroksida yang terbukti bersifat komedogenik. Pasokan vitamin E ke kulit berperan dalam membatasi efek potensi berbahaya dari

squalene peroksida. Vitamin E ditemukan dalam lipid permukaan kulit sebagai konstituen penting dari sebum manusia. Data terbaru yang dikumpulkan secara in

vivo telah mengkonfirmasi temuan ini dan menunjukkan perbedaan bermakna

dalam komposisi sebum pasien akne vulgaris dibanding dengan subyek sehat yang

(34)

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Diagram kerangka teori penelitian Peningkatan

ROS

Akne vulgaris Stres oksidatif

Inflamasi Kadar vitamin

E plasma rendah

• Peningkatan produksi sebum • Hiperproliferasi

folikular

• P.acnes meningkat • Aktifitas fisik

(35)
(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan rancangan

penelitian potong lintang (cross sectional study). 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2013 sampai

dengan Mei 2013, bertempat di Poliklinik Divisi Kosmetik

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H.

Adam Malik Medan.

3.2.2 Tempat penelitian

Pengambilan sampel dan pengisian status penelitian

dilakukan di Poliklinik Divisi Kosmetik Departemen/SMF Ilmu

Kesehatan Kulit RSUP. H. Adam Malik Medan.

Pengambilan sampel darah dilakukan di Laboratorium

Klinik Prodia Jl. Letjend. S. Parman No. 17/223 G Medan.

Sampel darah kemudian dikirim lagi ke Laboratorium Klinik

Prodia Pusat yang berlokasi di Jl. Kramat Raya No. 150 Jakarta,

(37)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi target :

Pasien-pasien remaja dan dewasa muda yang menderita akne

vulgaris.

3.3.2 Populasi terjangkau:

Pasien-pasien remaja dan dewasa muda yang menderita

akne vulgaris yang berobat ke Poliklinik Divisi Kosmetik

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H.

Adam Malik Medan sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2013.

3.3.3 Sampel:

Populasi terjangkau yang terdiri dari kelompok akne

vulgaris derajat ringan, sedang, dan berat yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

3.4 Besar Sampel

Penentuan besar sampel untuk masing-masing kelompok menggunakan

perhitungan dengan rumus sebagai berikut32,33

:

N1 = N2 = N3 = Zα x S d

Zα : derivat baku alfa

S : standard deviasi

d : presisi

(38)

N1 = N2 = N3 =

0,7 1,64 x 1,6

= 13,9≈ 15 orang ( sampel minimal)

Jumlah sampel untuk masing-masing kelompok akne vulgaris derajat berat,

sedang dan ringan yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 15

orang.

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode

consecutive sampling.

3.6 Identifikasi Variabel

A. Variabel bebas : Kadar vitamin E plasma.

B. Variabel terikat : Akne vulgaris derajat ringan, sedang, dan berat.

C.Variabel kendali : Pemeriksaan dan pengukuran kadar vitamin E

plasma.

3.7Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.1 Kriteria inklusi

A. Pasien akne vulgaris derajat ringan, sedang dan berat yang berusia

15-25 tahun.

B. Tidak ada riwayat mendapat pengobatan akne vulgaris baik sistemik

maupun topikal dalam waktu 3 bulan sebelum datang berobat.

C. Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung vitamin E dalam

waktu 3 bulan sebelum datang berobat.

D. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

(39)

3.7.2 Kriteria eksklusi

A. Pasien akne vulgaris dengan menstruasi (haid) yang tidak normal atau

perdarahan melalui vagina yang tidak diketahui penyebabnya.

B. Pasien akne vulgaris dengan hirsutisme atau alopesia androgenetika.

C. Pasien akne vulgaris yang sedang hamil, menyusui atau sedang

menggunakan kontrasepsi hormonal baik oral, suntikan ataupun

implant. D. Perokok.

E. Aktivitas fisik berlebihan

3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja Penelitian 3.8.1 Alat dan bahan

A. Status penelitian yang akan diisi oleh peneliti berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologi terhadap subyek

penelitian.

B. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan detektor UV yang digunakan untuk mengukur kadar vitamin E plasma.

C. Satu unit alat sentrifuge (alat pemusing untuk memisahkan plasma). D. Microtube (tabung mikro) 1 ml untuk menampung/menyimpan plasma. E. Satu buah freezer yang digunakan untuk menyimpan sampel sebelum

pemeriksaan kadar vitamin E plasma.

F. Untuk pengambilan masing-masing sampel darah:

1. Satu pasang sarung tangan

(40)

4. Satu buah tabung yang berisi Ethylenediaminetetraacetid acid (EDTA)

5. Kapas alkohol (alcohol swab) 70% 6. Satu buah plester luka

3.8.2.Cara kerja penelitian A. Pencatatan data dasar

1. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik divisi

kosmetik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Pencatatan dasar meliputi identitas penderita, anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.

3. Diagnosis akne vulgaris ditegakkan secara klinis oleh peneliti

bersama dengan pembimbing di Poliklinik divisi kosmetik

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H.

Adam Malik Medan.

4. Penderita akne vulgaris yang sudah diberi informed consent, bersedia dan sudah menandatangani lembar kesediaan untuk ikut

berpartisipasi dalam penelitian, diwawancara untuk mengisi status

penelitian.

5. Akne vulgaris kemudian dikategorikan menjadi derajat ringan,

sedang dan berat dengan meggunakan kriteria yang disusun oleh

(41)

a. Ringan, bila:

o Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

o Sedikit lesi tak beradang pada beberapa predileksi

o Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

b. Sedang, bila:

o Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

o Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

o Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

o Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi

c. Berat, bila :

o Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi

o Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi

B. Pemeriksaan kadar vitamin E plasma pada kelompok akne

vulgaris derajat ringan, sedang dan berat

1. Pengambilan sampel darah dilakukan di Laboratorium Klinik

Prodia Jl. Letjend. S. Parman No. 17/223 G Medan oleh petugas

laboratorium. Pengambilan sampel darah dilakukan setelah sampel

berpuasa selama 12 jam dan tidak melakukan olahraga di pagi

hari. Cara pengambilan sampel darah adalah sebagai berikut :

gunakan sarung tangan, lalu bersihkan kulit di atas lokasi tusuk Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi

(42)

dengan kapas alkohol (alcohol swab) 70% dan biarkan sampai kering. Lokasi penusukan harus bebas dari luka dan bekas

luka/sikatrik. Darah diambil dari vena mediana cubiti pada lipat siku. Pasang ikatan pembendungan (torniquet) pada lengan atas dan pasien diminta untuk mengepal dan membuka telapak tangan

berulang kali agar vena jelas terlihat. Lokasi penusukan

didesinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar dari

dalam keluar. Vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap keatas. Darah dibiarkan mengalir

kedalam tabung yang berisi EDTA sebanyak 5 cc. Agar aliran

darah bebas, pasien diminta untuk membuka kepalan tangannya.

Torniquet dilepas, lalu jarum ditarik dengan tetap menekan lubang penusukan dengan kapas alkohol. Selanjutnya tempat bekas

penusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai tidak keluar darah

lagi. Setelah itu bekas tusukan ditutup dengan plester. Sampel

darah disentrifugasi menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan plasma. Plasma

yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam microtube 1 cc dan disimpan dalam freezer pada suhu -200

2. Sampel selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat

di Jakarta untuk pemeriksaan kadar vitamin E plasma. Pengiriman

sampel dari Laboratorium Klinik Prodia Medan ke Laboratorium C yang akan stabil

selama 1 bulan sebelum pemeriksaan. Hindari kontaminasi dan

(43)

Klinik Prodia Pusat di Jakarta dilakukan satu kali dalam 2 minggu

yaitu pada hari Senin. Di Jakarta, proses pemeriksaan kadar

vitamin E plasma dilakukan pada hari Rabu dengan metode HPLC

(High Performance Liquid Chromatography) dan hasil analisisnya dapat diperoleh dalam waktu lebih kurang 1 jam. Hasil yang

diperoleh dicatat sebagai kadar vitamin E plasma.

3. Kadar vitamin E plasma pada kelompok akne vulgaris derajat

ringan, sedang dan berat akan dideskripsikan oleh peneliti.

3.9 Batasan Operasional 1. Usia:

Usia subjek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir, bila lebih

dari 6 bulan, usia dibulatkan ke atas; bila kurang dari 6 bulan, usia

dibulatkan ke bawah.

2. Akne vulgaris :

Apabila dijumpai komedo, papul, pustul dan nodul pada daerah populasi

kelenjar sebasea yang paling padat yaitu pada daerah wajah, dada bagian

atas, dan punggung.

3. Gradasi akne vulgaris : metode yang digunakan untuk menentukan derajat

keparahan akne vulgaris yang ditentukan dengan meggunakan kriteria

Sjarif M. Wasitaatmadja (1982) Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin FK UI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

• Akne vulgaris ringan : bila dijumpai beberapa lesi tak beradang

pada 1 predileksi atau sedikit lesi tak beradang pada beberapa

(44)

• Akne vulgaris sedang : Bila dijumpai banyak lesi tak beradang

pada 1 predileksi atau beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1

predileksi atau beberapa lesi beradang pada 1 predileksi atau

sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi

• Akne vulgaris berat : Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu

predileksi atau banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

4. Kadar vitamin E plasma: ukuran konsentrasi vitamin E dalam plasma

darah tubuh yang diukur dengan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Kadar normal vitamin E plasma : 3-14 mg/L.

5. Menstruasi (haid) normal :

Keluarnya darah dari vagina akibat rupturnya sel-sel dinding rahim akibat

pengaruh hormon progesteron dan adrogen, dikatakan normal bila lamanya

siklus berlangsung antara 21-35 hari, lama perdarahan 3-7 hari, volume

perdarahan kurang lebih 20-80 cc persiklus, tidak disertai rasa nyeri yang

berlebihan hingga membatasi aktivitas normal, darah berwarna merah

segar dan tidak menggumpal, serta darah/cairan/hawa dari vagina tidak

berbau busuk.

6. Perdarahan melalui vagina :

Setiap keadaan dimana dijumpai keluarnya darah dari vagina di luar siklus

haid dan bukan akibat trauma yang minimal menimbulkan bercak darah

(45)

7. Hamil:

Merupakan periode yang dialami seorang wanita sejak terjadinya konsepsi

dan menghasilkan embrio yang berkembang menjadi fetus dalam uterus.

8. Menyusui:

Merupakan proses sekresi kelenjar mamae ibu setelah melahirkan bayi.

9. Hirsutisme :

Pertumbuhan rambut pada bagian tubu

ditumbuhi rambut seperti di bawa

yang memiliki pola penyebaran rambut seperti pria dewasa.

10. Alopesia androgenetika :

Kebotakan kepala yang diakibatkan pengaruh hormon androgen. Pada pria

diagnosis ditegakkan bila dijumpai rambut pada kulit kepala menjadi

rontok (botak) yang ditandai dengan hilangnya rambut kepala secara

simetrik, progresif, difus, berawal dengan resesi frontal yang khas dan

akhirnya hanya tinggal selingkaran rambut di tepi kepala. Dapat

menyebabkan kebotakan yang komplit. Pada wanita bila rambut menipis

di seluruh kulit kepala, dan garis batas rambut tidak mengalami resesi.

11. Kontrasepsi hormonal :

Kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen, progesteron atau

gabungan yang dapat diberikan melalui suntikan, oral dan implant. 12. Perokok:

Individu yang mengisap minimal satu batang rokok perhari secara teratur

(46)

13. Aktivitas fisik berlebihan :

Setiap aktivitas fisik diluar kegiatan sehari-hari yang dilakukan secara

terus menerus selama lebih dari 30 menit dan dilakukan secara tidak

teratur minimal sekali dalam seminggu.

14. Pembagian kelompok umur:

Dibuat berdasarkan klasifikasi Erikson’s Stages of Psychososial

Development yang mengklasifikasikan kelompok remaja dan dewasa

muda berdasarkan rentang usia, yaitu usia 15-19 tahun sebagai remaja dan

20-25 tahun sebagai dewasa muda.37

3.10 Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional penelitian Akne vulgaris derajat ringan, sedang, dan berat

Pengukuran kadar vitamin E plasma

Pasien akne vulgaris yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUP. H. Adam Malik Medan

Kriterias inklusi dan eksklusi

(47)

3.11 Pengumpulan dan Analisis Data

Data-data yang terkumpul akan diolah menggunakan perangkat komputer.

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara

deskriptif.

3.12 Etikal Clearance

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar vitamin E plasma

terhadap 45 orang subyek akne vulgaris (15 orang subyek akne vulgaris derajat

ringan, 15 orang subyek akne vulgaris derajat sedang dan 15 orang subyek akne

vulgaris derajat berat) yang dimulai dari bulan Maret hingga bulan Mei 2013.

Semua subyek penelitian telah menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik, penentuan

derajat keparahan akne vulgaris, dan selanjutnya telah diambil sampel darahnya.

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik subyek penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi

kelompok jenis kelamin dan usia dan suku bangsa.

4.1.1 Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Subyek penelitian

n %

Laki-laki 9 20,0

Perempuan 36 80,0

(49)

Diagram 4.1 Profil subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 4.1 dan diagram 4.1 dari total 45 orang subyek

penelitian didapatkan 9 orang (20%) adalah laki-laki dan 36 orang (80%) adalah

perempuan. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah pasien akne vulgaris yang

berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan perbedaan prevalensi

pasien akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin.

Yahya (2009) melakukan penelitian pada sebuah sekolah di Kaduna,

Nigeria melaporkan akne vulgaris pada pelajar usia 11-19 tahun dimana dari 379

penderita akne vulgaris 198 orang (52,2%) adalah laki-laki.

Kubba R et al. (2009) melaporkan data prevalensi dari sebuah klinik dermatologi di rumah sakit pendidikan di Vanarasi pada penderita akne vulgaris

usia 12-17 tahun, lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki (50,6%)

dibanding perempuan (38,13%). Peneliti meyakini tidak ada perbedaan prevalensi

akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin, meskipun sering dilaporkan adanya

perbedaan, sangat mungkin merupakan bias sosial.

(50)

Collier CN et al. (2008) dalam penelitiannya terhadap penderita akne vulgaris menyatakan bahwa akne vulgaris lebih sering dijumpai pada populasi

wanita dibandingkan pria pada semua kelompok umur diatas usia 20 tahun.

Panjaitan RR (2010) pada penelitiannya di RSUP Haji Adam Malik

Medan melaporkan jumlah kasus akne vulgaris dengan jenis kelamin perempuan

(72,2%) lebih banyak dibanding laki-laki (27,8%).

40

Dari berbagai penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat keragaman

prevalensi akne vulgaris berdasarkan perbedaan jenis kelamin. 4

4.1.2 Karakteristik berdasarkan kelompok usia 4.1.2 Karakteristik berdasarkan kelompok usia

Tabel 4.2 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia

Usia

Diagram 4.2 Profil subyek penelitian berdasarkan kelompok usia

(51)

Berdasarkan tabel 4.2 dan diagram 4.2 dari total 45 orang subyek

penelitian didapatkan 20 orang (44,4%) berusia antara 14-19 tahun dan 25

orang (55,6 %) berusia antara 20-25 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah

pasien akne vulgaris yang terbanyak berusia antara 20-25 tahun.

Akne vulgaris merupakan kelainan kulit yang paling sering dan

diperkirakan mengenai sedikitnya 80% dari seluruh populasi yang berusia antara

12 dan 25 tahun.2 Data yang diperoleh dari rekam medis pasien akne vulgaris

yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam

Malik Medan periode Januari-Desember 2008 dan periode Januari-Desember

2011 sekitar 90% penderita akne vulgaris adalah remaja dan dewasa muda.4

4.1.3 Karakteristik berdasarkan suku bangsa

Hasil

penelitian ini menggambarkan bahwa penderita akne vulgaris yang terbanyak

adalah dewasa muda.

Tabel 4.3 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok suku bangsa

Suku bangsa Subyek penelitian

n %

Batak 26 57,8

Jawa 7 15,6

Melayu 7 15,6

Minangkabau 2 4,4

Lainnya 3 6,7

(52)

Diagram 4.3 Profil subyek penelitian berdasarkan suku bangsa

Berdasarkan tabel 4.3 dan diagram 4.3 dari total 45 orang subyek

penelitian didapatkan suku Batak merupakan suku terbanyak yaitu 26 orang

(57,8%) dan selanjutnya diikuti suku Jawa dan Melayu yaitu masing-masing 7

orang (15,6%).

Dari data ini diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki apakah

pola dan kebiasaan makan yang berbeda dari masing-masing suku bangsa,

berperan dalam menentukan perbedaan angka kejadian akne vulgaris dan derajat

keparahannya.

Akne vulgaris dapat terjadi pada semua ras dan etnis. Meskipun demikian

terdapat perbedaan gambaran klinis pada masing-masing kelompok. Berdasarkan

survei yang dilakukan oleh Perkins et al. (2011) disebutkan bahwa akne vulgaris lebih sering dijumpai pada wanita Afrika Amerika dan Hispanik (masing-masing

37% dan 32%) dibandingkan dengan wanita India, Kaukasia dan Asia

(masing-masing 23%, 24% dan 30%). Pada wanita Asia akne inflamasi lebih menonjol

dibanding dengan akne komedonal sedangkan pada Kaukasia akne komedonal

0 5 10 15 20 25 30

(53)

lebih menonjol. Ada korelasi negatif antara ukuran pori kulit dan kecerahan kulit

pada semua etnis. Produksi sebum berkorelasi positif dengan tingkat keparahan

akne vulgaris pada wanita Afrika Amerika, Asia dan Hispanik. Sedangkan ukuran

pori berkorelasi positif dengan terjadinya akne vulgaris pada wanita Afrika

Amerika, Asia dan India.

Taylor et al.(2002) dalam hasil surveinya menyatakan bahwa papul merupakan gambaran klinis akne vulgaris yang paling sering ditemukan pada ras

Afrika Amerika (70,7%) dan Hispanik (74,5%); dengan Asia dan ras yang lainnya

memiliki persentase yang sama. 41

Penelitian Wilkins dan Voorhees (1970) menunjukkan adanya variasi ras

dalam prevalensi akne vulgaris dimana prevalensinya lebih tinggi dijumpai pada

pria kulit putih dibanding pria Negro. Dimana pria Negro lebih sering dijumpai

lesi nodulokistik (derajat 3 dan 4) sedangkan kulit putih lebih sering dijumpai lesi

kistik (derajat 4).

42

43

Pada penelitian ini dijumpai perbedaan pada suku bangsa tapi belum dapat

disimpulkan apakah ini hanya diakibatkan mayoritas yang berobat ke Poliklinik

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan adalah suku

(54)

4.2 Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris

Tabel 4.4 Kadar vitamin E plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris

Kelompok Subyek penelitian

Kadar vitamin E plasma

Ringan 11 13 13 12 13 11 14 15 10 15 16 15 11 11 13

Sedang 10 10 9 11 10 10 9 11 9 10 10 12 11 11 10

Berat 9 9 9 8 7 10 10 8 9 8 10 10 8 7 8

Diagram 4.4 Profil kadar vitamin E plasma pada berbagai derajat keparahan akne vulgaris

Berdasarkan tabel 4.4 dan diagram 4.4 dari 45 orang subyek penelitian

kadar tertinggi vitamin E plasma adalah 16 mg/L dijumpai pada kelompok akne

vulgaris derajat ringan sedangkan kadar terendah adalah 7 mg/L dijumpai pada

akne vulgaris derajat berat. Kadar vitamin E plasma kelompok akne vulgaris

(55)

derajat ringan berkisar antara 11-16 mg/L, sedangkan derajat sedang berkisar

antara 9-12 mg/L dan derajat berat berkisar antara 7-10 mg/L. Rerata kadar

vitamin E plasma pada penderita akne vulgaris adalah 10,58 mg/L.

Kadar vitamin E plasma yang normal pada dewasa dan anak diatas 12

tahun adalah 5-20 μg/mL, sedangkan anak dibawah 12 tahun 3-15 μg/mL.44

Hasil yang sama telah dilaporkan oleh El-akawi et al. (2005) dan Abuljana (2008). Dan pemberian suplementasi gabungan vitamin E dan nutrisi mikro

lainnya menunjukkan adanya perbaikan terhadap akne vulgaris.

Sedangkan laboratorium Prodia menetapkan kadar normal adalah 3-14 g/L. Dari

sini tampak bahwa kadar vitamin E pada penderita akne vulgaris masih dalam

batas normal. Tapi ada dijumpai perbedaan dimana pada kelompok akne vulgaris

derajat berat kadarnya lebih rendah dibanding dengan kelompok akne vulgaris

derajat sedang dan ringan.

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Profil kadar vitamin E plasma pada kelompok akne vulgaris derajat

ringan berkisar antara 11- 16 mg/L, kemudian diikuti dengan derajat

sedang berkisar antara 9-12 mg/L dan derajat berat berkisar antara 7-10

mg/L.

b. Rerata kadar vitamin E plasma pasien akne vulgaris di RSUP Haji

Adam Malik Medan adalah 10,58 mg/L, dengan kadar tertinggi adalah 16

mg/L dijumpai pada kelompok akne vulgaris derajat ringan dan kadar

terendah 7 mg/L dijumpai pada akne vulgaris derajat berat.

5.3 Saran

a. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian korelasi

untuk menilai hubungan kadar vitamin E plasma dengan derajat keparahan

akne vulgaris.

b. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian hubungan

asupan makanan dengan kadar vitamin E plasma dan derajat keparahan

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and acneiform eruptions. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. h.690-703. 2. Baran R, Chivot M, Shalita AR, Lewis A, Wechsler A. Acne. Baran R,

Maibach HI, penyunting. Textbook of Cosmetic Dermatology. Edisi ke-3. London: Taylor & Francis; 2005. h.423-34.

3. Harper JC, Fulton J. Acne vulgaris. Diunduh dari: terakhir tanggal 15 Juli 2008.

4. Panjaitan RR. Hubungan antara indeks glikemik dan beban glikemik dengan insulin-like growth factor-1 pada pasien akne vulgaris. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010. Tesis.

5. Finaud J, Lac G, Filaire E. Oxydative stress. Relationship with exercise and training. Sports Med. 2006;36:327-58.

6. Fattah NS, Shaheen MA, Ebrahim AA, Okda ES. Tissue and blood superoxide dismutase activities and malaondialdehyde in different clinical severities of acne vulgaris. British Journal of Dermatology 2008;159:1086-91.

7. Briganti S, Picardo M. Antioxidant activity, lipid peroxidation and skin diseases. What’s new. Journal European Academy of Dermatology and Venereology 2003;17:663-9.

8. Traber MG, Packer L. Vitamin E:beyond antioxidant function. The American Journal Clinical Nutrition 1995;62:1501S-9S.

9. El-akawi Z, Latif NA, Razzak KA. Does the plasma level of vitamin A and E affect acne condition? Clinical and Experimental Dermatology 2006;31:430-4.

10.Abulnaja KO. Oxidant/antioxidant status in obese adolescent females with acne vulgaris. Indian Journal of Dermatology 2009;54:36-40.

11.Werbach MR. Nutritional influences on illness. Townsend Letter- Desember 2008.

12.Michaelsson G, Edvist LE. Erythrocyte glutathione peroxidase activity in acne vulgaris and the effect of selenium and vitamin E treatment. Acta Dermato- venereologica 1984;64:9-14.

13.Rubin GM, Kim K, Logan AC. Acne vulgaris, mental health and omega 3

fatty acids : a report of cases. Diunduh dari:

November 2008.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur dari tokoferol dan tokotrienol
Gambar 2.2  Diagram kerangka teori penelitian
Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian  berdasarkan jenis kelamin
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun simbol adat ini memiliki makna agar pihak yang menerima dengke ini senantiasa sayur matua (panjang umur)

profil informasi terkait obat dan non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan batuk.. untuk mengetahui profil tingkat

Bagaimana cara kalian untuk menentukan selesaian dari persamaan yang melibatkan bilangan desimal.. Coba tentukan himpunan selesaian dari persamaan x − 0,1x = 0,75x

Hasil yang diperoleh dengan menggunakan XRD dan SEM menunjukan bahwa semakin lama waktu pengadukan semakin kecil ukuran kristalit maupun partikel serbuk paduan

Dalam pasar valuta asing transaksi option valuta asing dapat di artikan sebagai satu instrumen keuangan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli atau

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat dan kesempatan yang diberikan sehingga Buku Prosiding Seminar Nasional Kimia – Lombok 2016

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan jenis mikroalga yang dikultivasikan pada media limbah cair karet yang paling berpotensi dalam menghasilkan biomassa dengan kadar protein

Dalam mengemban misinya, bahasa Indonesia terus berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa Indonesia, walaupun ada perkembangan yang menggembirakan