EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI
SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH
TANOH (
Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
jukan untuk mUniversitas Sumatera Uta
OLEH:
RAMADHANI FITHRA S.
NIM 091501020
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI
SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH
TANOH (
Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
RAMADHANI FITHRA S.
NIM 091501020
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
PENGESAHAN SKRIPSI
EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI
SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH TANOH
(
Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.)
OLEH:
RAMADHANI FITHRA S. NIM 091501020
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 3 Agustus 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
NIP 195807101986012001 NIP 195311281983031002
Pembimbing II, Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.
NIP 195807101986012001
Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt.
NIP 198005202005012006 NIP 196106191991031001
Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004
Medan, September 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
Efek Penyembuhan Luka Bakar Dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh
Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.). Skripsi ini diajukan untuk melengkapi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,
Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada
penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Marianne, S.Si.,
M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung
jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya
skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.
Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku ketua penguji, Bapak Drs. Suryanto, M.Si.,
Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang
telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Dra. Suwarti
Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak
membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta,
Ayahanda Syahril Sy dan Ibunda Yetnawati, serta kakakku Rahmatul Ulfa Aulia,
adikku Sriwahyu Fitria, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang
yang tak ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman mahasiswa/i Farmasi Klinis dan Komunitas 2009 yang selalu
mendoakan dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, September 2013 Penulis,
Ramadhani Fithra S NIM 091501020
Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.)
Abstrak
Luka bakar akan menimbulkan kelainan fisiologis dan psikologis. Luka bakar yang luas memerlukan penanganan khusus dan terintegrasi untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi yang berat bahkan sampai menimbulkan kematian. Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.). Beberapa kandungan senyawa kimia dari daun puguh tanoh adalah flavonoid, tanin dan steroid. Berdasarkan kandungan senyawanya, daun puguh tanoh diduga dapat memberikan efek penyembuhan luka bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak etanol daun puguh tanoh dalam bentuk sediaan gel dan untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh.
Ekstrak etanol daun puguh tanoh diformulasi menjadi gel dengan berbagai konsentrasi, menggunakan CMC-Na, gliserin dan metil paraben. Gel dievaluasi meliputi, pemeriksaan stabilitas fisik (bentuk, warna, bau), homogenitas dan pH. Uji efektivitas sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh terhadap luka bakar dilakukan terhadap tikus jantan, yang telah dilukai bagian punggungnya dengan penginduksi panas berupa lempengan logam berukuran ± 20 mm yang telah dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu 100°C selama 10 menit dan ditempelkan pada punggung tikus selama 15 detik. Pengujian efektivitas dibagi
menjadi tujuh kelompok yaitu kontrol (basis gel), sediaan gel Bioplacenton®, serta
lima kelompok dengan sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati proses penyembuhan, perubahan diameter luka, dan persentase penyusutan luka pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14 dan 21. Kemudian dilakukan analisis data dengan uji ANAVA menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS).
Hasil evaluasi sediaan gel menunjukkan bahwa sediaan gel dari ekstrak etanol daun puguh tanoh tetap stabil selama 12 minggu penyimpanan dan nilai pH 5,9-6,4. Hasil penelitian menunjukkan kelompok yang diberikan gel yang mengandung ekstrak daun puguh tanoh 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% berturut-turut sembuh pada hari ke-24, 22, 21, 20, 18 dan kelompok kontrol yang diberi basis gel tanpa ekstrak sembuh pada hari ke-26. Hasil analisis statistik perubahan diameter luka bakar dan persentase kontraksi luka pada hari ke 21 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap efek penyembuhan luka bakar sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 4%, 6%, 8%,10% dengan sediaan gel
Bioplacenton® (p > 0,5), dan sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 10%
menunjukkan efek penyembuhan yang lebih singkat (18 hari). Dengan demikian disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun puguh tanoh dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan mempunyai efek penyembuhan luka bakar.
Kata kunci: daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.), luka bakar, gel, ekstrak etanol.
Burn Wound Healing Effect of Ethanol Extract of Puguh Tanoh Leaves (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Gel
Abstract
Burn wound will cause physiological and psychological disorders. Extensive burn wound requires special and integrated handling to prevent severe complications and even death. One of medicinal plants, puguh tanoh leaves (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) contains flavonoids, tannins and steroids that is estimated to possess healing effect on burn wound. The purposes of this study were to formulate the ethanol extract of puguh tanoh leaves in gel form and to determine the burn wound healing effect.
Ethanol extract of puguh tanoh leaves was formulated into gel with various concentration, using sodium CMC, glycerin and methyl paraben. Gel was evaluated including examination of physical stability (shape, color, odor), homogenity and pH. The effectiveness of ethanol extract of puguh tanoh leaves gel to burn wound were conducted on male rats, which had been wounded in the back with a metal plate heat inducer size ± 20 mm when it heated in boiling water with a temperature of 100°C for 10 min and placed on back of rats for 15 seconds. Effectiveness testing was divided into seven groups: control (base gel),
Bioplacenton® gel , and another five groups with ethanol extract of puguh tanoh
leaves gel with concentration 2%, 4%, 6%, 8% and 10%. Observations were conducted visually by observing the healing process, measuring changes of wound diameter and the percentage of wound contraction on day 1, 3, 5, 7, 14 and 21. The data were analyzed by ANOVA test using the Statistical Program Service Solution (SPSS).
The results of gel evaluation showed that ethanol extract of puguh tanoh leaves gel was stable for 12 weeks and had pH value 5.9-6.4. The results of study showed recovery on the group given with gel containing extract of puguh tanoh leaves 2%, 4%, 6%, 8% and 10% respectively on day 24, 22, 21, 20, 18, and control group showed recovery on day 26. Statistical analysis results changes of wound diameter and the percentage of wound contraction on day 21 showed that there was no significant difference in burn wound healing effects of ethanol extract of puguh
tanoh leaves gel 4%, 6%, 8%, 10% compared to Bioplacenton® gel (p > 0.5), and
ethanol extract of puguh tanoh leaves gel 10% showed a shorter healing effect (18 days). Thus, it can be concluded that ethanol extract of puguh tanoh leaves can be formulated in gel and it has burn wound healing effect.
Keywords: puguh tanoh leaves (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.), burns wound,
gel, ethanol extract
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 6
2.1 Uraian Tumbuhan ... 6
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 6
2.1.2 Nama daerah ... 6
2.1.3 Nama asing ... 7
2.1.4 Morfologi tumbuhan ... 7
2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 7
2.2 Simplisia ... 7
2.3 Ekstraksi ... 8
2.4 Metode-Metode Ekstraksi ... 8
2.5 Gel ... 10
2.6 Uji Stabilitas ... 11
2.7 Kulit ... 12
2.8 Luka Bakar ... 14
2.8.1 Proses penyembuhan luka bakar ... 16
2.8.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka bakar ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ………. 18
3.1 Alat dan Bahan ... 18
3.1.1 Alat-alat ………. 18
3.1.2 Bahan-bahan ……….. 18
3.2 Hewan Percobaan ... 19
3.3 Prosedur ... 19
3.3.1 Pembuatan simplisia ... 19
3.3.1.1 Pengumpulan sampel ... 19
3.3.1.2 Identifikasi tumbuhan ... 19
3.3.1.3 Pengolahan sampel ... 20
3.3.2 Pemeriksaan karakterisasi simplisia ... 20
3.3.2.1 Pemeriksaan makroskopik ... 20
3.3.2.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 20
3.3.2.3 Penetapan kadar air ... 20
3.3.2.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 21
3.3.2.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 22
3.3.2.6 Penetapan kadar abu total ... 22
3.3.2.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam... ... 22
3.3.3 Skrining fitokimia ... 23
3.3.3.1 Pemeriksaan alkaloid ... 23
3.3.3.2 Pemeriksaan flavonoid ... 23
3.3.3.3 Pemeriksaan tanin ... 24
3.3.3.4 Pemeriksaan glikosida ... 24
3.3.3.5 Pemeriksaan saponin ... 25
3.3.3.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 25
3.3.4 Pembuatan ekstrak ... 25
3.3.5 Pembuatan sediaan gel ... 26
3.3.6 Evaluasi sediaan ... 27
3.3.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 27
3.3.6.2 Uji homogenitas sediaan ... 27
3.3.6.3 Pemeriksaan pH sediaan ... 27
3.3.7 Pengujian sediaan gel terhadap penyembuhan luka bakar ... 28
3.4 Analisa Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 29
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 29
4.3 Skrining Fitokimia ... 30
4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Pugun Tanoh ... 30
4.5 Hasil Evaluasi Sediaan ... 31
4.5.1 Hasil pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 31
4.5.2 Hasil pengamatan homogenitas sediaan ... 32
4.5.3 Hasil penentuan pH sediaan ... 33
4.6 Pengujian Sediaan Gel Terhadap Penyembuhan Luka Bakar .. 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun pugun tanoh ... 26
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan esktrak daun pugun tanoh ... 29
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia dan golongan senyawa kimia ekstrak etanol daun pugun tanoh
………. . 30
Tabel 4.3 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan 31
Tabel 4.4 Data pengamatan homogenitas sediaan ... 32
Tabel 4.5 Data pengukuran pH ... 33
Tabel 4.6 Data hasil perubahan diameter luka bakar pada setiap
kelompok yang diamati pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21 ... 34
Tabel 4.7 Data hasil perubahan persentase penyusutan luka ... 37
Tabel 4.8 Data rata-rata waktu fase penyembuhan luka bakar pada setiap kelompok ... 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 4
Gambar 4.1 Grafik hasil perubahan diameter luka bakar pada setiap
kelompok yang diamati pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21 ... 35
Gambar 4.2 Grafik hasil perubahan persentase kontraksi luka bakar pada
setiap kelompok yang diamati pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 49
Lampiran 2 Gambar tumbuhan daun puguh tanoh ... 50
Lampiran 3 Gambar simplisia daun puguh tanoh ... 51
Lampiran 4 Hasil pemeriksaan mikroskopik daun puguh tanoh ... 52
Lampiran 5 Perhitungan hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia.. .. 53
Lampiran 6 Perhitungan hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak….. .. 58
Lampiran 7 Bagan pembuatan ekstrak ... 63
Lampiran 8 Bagan alur penelitian ... 64
Lampiran 9 Gambar sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae Merr) ... 65
Lampiran 10 Gambar perubahan diameter luka bakar yang diobati dengan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 2% ... 66
Lampiran 11 Gambar perubahan diameter luka bakar yang diobati dengan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 4% ... 67
Lampiran 12 Gambar perubahan diameter luka bakar yang diobati dengan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 6% ... 68
Lampiran 13 Gambar perubahan diameter luka bakar yang Diobati dengan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 8% ... 69
Lampiran 14 Gambar perubahan diameter luka bakar yang diobati dengan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 10% ... 70
Lampiran 15 Gambar perubahan diameter luka bakar yang diobati dengan gel Bioplacenton ... 71
Lampiran 16 Gambar perubahan diameter luka bakar yang diobati dengan basis gel ... 72
Lampiran 17 Data diameter luka bakar dengan interval pengukuran pada hari ke (1, 3, 5, 7, 14, 21) ... 73
Lampiran 18 Data persentase penyusutan luka dengan interval pengukuran pada hari ke (1, 3, 5, 7, 14, 21) ... 74
Lampiran 19 Hasil analisis uji ANAVA dari data rata-rata diameter luka bakar ... 75
Lampiran 20 Hasil analisis uji ANAVA dari data persentase penyusutan luka bakar ... 83
Lampiran 21 Hasil analisis uji ANAVA dari data rata-rata diameter dan
persentase penyusutan luka bakar pada hari ke-18 ... 91
Lampiran 22 Hasil analisis uji ANAVA dari data waktu Penyembuhan luka bakar ... 95
Lampiran 23 Data waktu fase-fase penyembuhan luka bakar dari setiap kelompok ... 97
Lampiran 24 Hasil analisis uji ANAVA dari data rata-rata waktu fase penyembuhan luka bakar ... 98
Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.)
Abstrak
Luka bakar akan menimbulkan kelainan fisiologis dan psikologis. Luka bakar yang luas memerlukan penanganan khusus dan terintegrasi untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi yang berat bahkan sampai menimbulkan kematian. Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.). Beberapa kandungan senyawa kimia dari daun puguh tanoh adalah flavonoid, tanin dan steroid. Berdasarkan kandungan senyawanya, daun puguh tanoh diduga dapat memberikan efek penyembuhan luka bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak etanol daun puguh tanoh dalam bentuk sediaan gel dan untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh.
Ekstrak etanol daun puguh tanoh diformulasi menjadi gel dengan berbagai konsentrasi, menggunakan CMC-Na, gliserin dan metil paraben. Gel dievaluasi meliputi, pemeriksaan stabilitas fisik (bentuk, warna, bau), homogenitas dan pH. Uji efektivitas sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh terhadap luka bakar dilakukan terhadap tikus jantan, yang telah dilukai bagian punggungnya dengan penginduksi panas berupa lempengan logam berukuran ± 20 mm yang telah dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu 100°C selama 10 menit dan ditempelkan pada punggung tikus selama 15 detik. Pengujian efektivitas dibagi
menjadi tujuh kelompok yaitu kontrol (basis gel), sediaan gel Bioplacenton®, serta
lima kelompok dengan sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati proses penyembuhan, perubahan diameter luka, dan persentase penyusutan luka pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14 dan 21. Kemudian dilakukan analisis data dengan uji ANAVA menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS).
Hasil evaluasi sediaan gel menunjukkan bahwa sediaan gel dari ekstrak etanol daun puguh tanoh tetap stabil selama 12 minggu penyimpanan dan nilai pH 5,9-6,4. Hasil penelitian menunjukkan kelompok yang diberikan gel yang mengandung ekstrak daun puguh tanoh 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% berturut-turut sembuh pada hari ke-24, 22, 21, 20, 18 dan kelompok kontrol yang diberi basis gel tanpa ekstrak sembuh pada hari ke-26. Hasil analisis statistik perubahan diameter luka bakar dan persentase kontraksi luka pada hari ke 21 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap efek penyembuhan luka bakar sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 4%, 6%, 8%,10% dengan sediaan gel
Bioplacenton® (p > 0,5), dan sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh 10%
menunjukkan efek penyembuhan yang lebih singkat (18 hari). Dengan demikian disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun puguh tanoh dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan mempunyai efek penyembuhan luka bakar.
Kata kunci: daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.), luka bakar, gel, ekstrak etanol.
Burn Wound Healing Effect of Ethanol Extract of Puguh Tanoh Leaves (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Gel
Abstract
Burn wound will cause physiological and psychological disorders. Extensive burn wound requires special and integrated handling to prevent severe complications and even death. One of medicinal plants, puguh tanoh leaves (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) contains flavonoids, tannins and steroids that is estimated to possess healing effect on burn wound. The purposes of this study were to formulate the ethanol extract of puguh tanoh leaves in gel form and to determine the burn wound healing effect.
Ethanol extract of puguh tanoh leaves was formulated into gel with various concentration, using sodium CMC, glycerin and methyl paraben. Gel was evaluated including examination of physical stability (shape, color, odor), homogenity and pH. The effectiveness of ethanol extract of puguh tanoh leaves gel to burn wound were conducted on male rats, which had been wounded in the back with a metal plate heat inducer size ± 20 mm when it heated in boiling water with a temperature of 100°C for 10 min and placed on back of rats for 15 seconds. Effectiveness testing was divided into seven groups: control (base gel),
Bioplacenton® gel , and another five groups with ethanol extract of puguh tanoh
leaves gel with concentration 2%, 4%, 6%, 8% and 10%. Observations were conducted visually by observing the healing process, measuring changes of wound diameter and the percentage of wound contraction on day 1, 3, 5, 7, 14 and 21. The data were analyzed by ANOVA test using the Statistical Program Service Solution (SPSS).
The results of gel evaluation showed that ethanol extract of puguh tanoh leaves gel was stable for 12 weeks and had pH value 5.9-6.4. The results of study showed recovery on the group given with gel containing extract of puguh tanoh leaves 2%, 4%, 6%, 8% and 10% respectively on day 24, 22, 21, 20, 18, and control group showed recovery on day 26. Statistical analysis results changes of wound diameter and the percentage of wound contraction on day 21 showed that there was no significant difference in burn wound healing effects of ethanol extract of puguh
tanoh leaves gel 4%, 6%, 8%, 10% compared to Bioplacenton® gel (p > 0.5), and
ethanol extract of puguh tanoh leaves gel 10% showed a shorter healing effect (18 days). Thus, it can be concluded that ethanol extract of puguh tanoh leaves can be formulated in gel and it has burn wound healing effect.
Keywords: puguh tanoh leaves (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.), burns wound,
gel, ethanol extract
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar adalah kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar akan
mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga amat mempengaruhi
seluruh sistem tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor) tubuh
tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam
komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Effendi, 1999; Moenadjat,
2003).
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu mengenal dan
memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi, jauh sebelum dilaksanakan
pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern (Wijayakusuma, dkk.,
1996).
Salah satu tanaman yang berkhasiat obat adalah puguh tanoh (Curanga
fel-terrae (Lour.) Merr.) yang dewasa ini sering digunakan oleh masyarakat Desa
Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari masyarakat di desa tersebut, tumbuhan ini dikenal masyarakat
dengan nama pugun tanoh, pugun tana dan pagon tanoh yang sudah sejak lama
digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti rematik, asam urat
dan diabetes.
Hasil pemeriksaan skrining fitokimia baik terhadap simplisia maupun
ekstrak etanol daun puguh tanoh menunjukkan bahwa keduanya mengandung
senyawa kimia golongan alkaloid, flavonoida, tanin dan steroida/triterpenoida.
Tanin diketahui memiliki aktivitas antibakteri, dengan cara mengkerutkan dinding
sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel, dan pada akhirnya
dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri. Senyawa flavonoid yang
terkandung dalam tumbuhan ini jika dipakai pada kulit selain berfungsi sebagai
antibakteri juga dapat menghambat pendarahan, sedangkan senyawa steroid dapat
berfungsi sebagai antiinflamasi dengan menghambat kerja enzim fosfolipase
(Juwita, 2009; Ajizah, 2004; Dwidjoseputro, 1994).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Juwita (2009), ekstrak etanol daun
puguh tanoh dosis 10 mg/kg BB yang diberikan per oral pada mencit jantan
memberikan efek antiinflamasi yang sama secara statistik dengan indometasin dosis
10 mg/kg BB terhadap radang buatan yang diinduksi dengan larutan λ-karagenan
1% secara intraplantar.
Berdasarkan hal di atas dengan adanya berbagai kandungan senyawa kimia
di dalam daun puguh tanoh yang berfungsi sebagai antimikroba, antijamur,
antiinflamasi dan menghentikan pendarahan yang diduga dapat memberikan efek
penyembuhan luka bakar dengan mencegah terjadinya infeksi pada luka bakar,
sehingga penyembuhan luka dapat dipercepat. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian terhadap efektivitas dari daun puguh tanoh terhadap penyembuhan luka
bakar.
Penggunaan daun puguh tanoh untuk menyembuhkan luka bakar dapat
dipermudah dengan membuat sediaan dalam bentuk gel. Sediaan bentuk gel jarang
dijumpai di pasaran dibandingkan bentuk krim atau lotion padahal bentuk gel
memiliki beberapa keuntungan diantaranya tidak lengket, tidak mengotori pakaian,
mudah dioleskan, mudah dicuci, tidak meninggalkan lapisan berminyak pada kulit,
viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti selama penyimpanan
(Lieberman, et al., 1989).
Oleh sebab itu pada penelitian ini akan diformulasikan sediaan gel ekstrak
etanol daun puguh tanoh untuk selanjutnya di uji aktivitasnya terhadap
penyembuhan luka bakar.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. apakah ekstrak etanol daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.)
dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel?
b. apakah sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.)mempunyai efek penyembuhan luka bakar?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. ekstrak etanol daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) dapat
diformulasi dalam bentuk sediaan gel.
b. sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.)
mempunyai efek penyembuhan terhadap luka bakar.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk memformulasikan ekstrak etanol daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.) dalam bentuk sediaan gel.
b. untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak etanol
daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.)
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya sediaan gel dari ekstrak etanol
daun puguh tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) yang diharapkan dapat
digunakan masyarakat sebagai obat luka bakar.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Simplisia daun puguh tanoh Golongan senyawa metabolit sekunder
simplisia dan ekstrak
Karakteristik simplisia dan ekstrak
1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin
4. Steroid/Triterpenoid 5. Saponin
6. Glikosida
1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar sari larut
dalam air 5. Kadar sari larut
dalam etanol 6. Kadar abu total 7. Kadar abu tidak larut
asam Sediaan gel ekstrak etanol
daun puguh tanoh Konsentrasi 2%
Basis Gel Tanpa Ekstrak (Kelompok kontrol)
Bioplacenton®
(Kelompok pembanding)
Penyembuhan luka bakar
1. Diameter luka bakar 2. Proses penyembuhan
luka bakar (fase inflamasi, proliferasi, penyudahan)
3. Persentase penyusutan luka
Sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh
Konsentrasi 4%
Sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh
Konsentrasi 6%
Sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh
Konsentrasi 8%
Sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh
Konsentrasi 10%
Karakteristik dan kualitas gel
1. Stabilitas fisik (bentuk, warna, bau)
2. pH
3. Homogenitas Ekstrak etanol daun puguh
tanoh
Penelitian dilakukan terhadap tikus jantan putih galur wistar yang di buat
luka bakar pada bagian punggung. Terdapat 9 variabel bebas yaitu simplisia dan
ekstrak etanol daun puguh tanoh, sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh
konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10%, basis gel tanpa ekstrak, dan Bioplacenton®.
Variabel terikat meliputi golongan senyawa metabolit sekunder simplisia dan
ekstrak, karakteristik simplisia dan ekstrak, karakteristik dan kualitas gel serta
penyembuhan luka bakar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing,
morfologi tumbuhan dan khasiat tumbuhan.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan puguh tanoh menurut Tjitrosoepomo (2001), adalah
sebagai berikut:
Subdivisi : Angiospermae
Subkelas
Famili
: Curanga
Spesies : Curanga fel-terrae
Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss., Curania
amara R&S., Gratiola amara Roxb., Picria fel-terrae
Lour., dan Torenia cardiosepala Benth. (Anonim, 2008).
2.1.2 Nama daerah
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah pugun tanoh, pugun tana, pagon
tanoh (Dairi), tamah raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku), papaita (Ternate)
(Anonim a, 2009).
2.1.3 Nama asing
Pada beberapa negara lain tumbuhan ini dikenal dengan nama hempedu
tanah, gelumak susu, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), kong
saden (Laos) dan thanh (Vietnam) (Anonim b, 2009).
2.1.4 Morfologi tumbuhan
Puguh tanoh merupakan herba tahunan, tinggi lebih dari 40 cm, batang
dengan cabang yang jarang, tegak atau melata, segi empat, berakar di buku-buku,
berbulu halus yang padat. Daun tunggal, berhadapan, bundar telur, pangkal daun
membaji sampai membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan,
berbulu halus. Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga
2-16, daun gagang kecil, melanset, mahkota bunga menabung, berbibir rangkap,
gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat
kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong, padat,
berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6 mm
(Anonim a, 2009).
2.1.5 Khasiat tumbuhan
Tumbuhan ini digunakan sebagai obat cacing untuk anak-anak, mengobati
kolik (mulas mendadak dan hebat), malaria, menyembuhkan gatal-gatal dan
penyakit kulit lainnya, mengatasi batuk dan rasa sesak di dada serta sebagai tonik
(untuk menguatkan badan dan meningkatkan nafsu makan) (Anonim a, 2009).
2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral (Ditjen POM, 1979).
Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak,
baik sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat
berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari
simplisia (Ditjen POM, 1979).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000).
Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Untuk ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan
penyari adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat
tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air
(Ditjen POM1, 1995).
2.4 Metode-Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:
1. Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).
2. Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50oC).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
(96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.5 Gel
Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua
konstituen yang terdiri dari masa seperti pagar yang rapat dan diselusupi oleh
cairan. Jika matriks yang saling melekat kaya akan cairan, maka produk ini sering
kali disebut dengan jelly. Jika cairannya hilang maka gel ini dikenal dengan xerogel
(Martin, 1993). Menurut Farmakope Edisi IV (1995), gel merupakan system
semipadat terdiri dari suspense yang terbuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan, gel kadang-kadang
disebut jeli.
Sediaan semi solid ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan sediaan
semi solid lainnya karena praktis, mudah digunakan, tahan lama dan mudah
diaplikasikan. proses pembuatan gel biasanya diikuti dengan proses stabilitas
(Morsy, 1991). Uji stabilitas gel biasanya dilakukan dengan berbagai cara,
tergantung tujuan yang ingin dicapai, antara lain bertujuan untuk inaktivasi enzim,
membunuh sel vegetative dan mikroba pathogen atau spora mikroba pembusuk,
khususnya yang anaerobik (Muchtadi, 1997). Proses stabilitas gel dapat dilakukan
dengan penambahan bahan-bahan kimia (misalnya zat pengawet, zat pengental,
antioksidan atau sebagainya), penggunaan panas (proses termal), atau dengan
kombinasi dari kedua cara tersebut (Morsy, 1991).
Gel dibagi dua golongan, yakni: gel anorganik dan gel organik. Gel
anorganik umumnya merupakan sistem dua fase, sedangkan gel organik merupakan
sistem satu fase, karena bahan padat dilarutkan dalam cairan membentuk suatu
campuran gelatin yang homogen. Gel yang mengandung air disebut hidrogel dan
yang mengandung cairan organik disebut organel (Martin, dkk., 1993).
Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:
• Memiliki kemampuan penyebarannya baik pada kulit
• Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari
kulit
• Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
• Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum
sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih
permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan berpenetrasi zat
aktif.
2.6. Uji Stabilitas
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai
ketangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu
yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima
oleh pasien berkurang, oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana
kestabilan obat tersebut optimum (Prasetyo, 2007)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah,
temperatur, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan bahan-bahan
tambahan yang digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Dahulu untuk
mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi dilakukan pengamatan pada kondisi
dimana obat tersebut disimpan, misalnya pada temperatur kamar ternyata metode
ini memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis, dan pada saat ini untuk
mempercepat analisis dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat yaitu dengan
mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi (Djajadisastra, 2004).
Pentingnya uji stabilitas pada pengembangan bentuk sediaan farmasi telah
dilakukan dalam industri farmasi. Peningkatan jumlah pencatatan Abbreviated New
Drug Application (ANDA) oleh produsen obat generik dan non generik telah
menyebabkan peningkatan dalam jumlah pengajuan data stabilitas kedapa Food
and drug Adminsration (FDA). Lachman, dkk., (1994), menyatakan bahwa
penerapan prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah
terbukti sangat menguntungkan di dalam pengembangan kestabilan suatu sediaan.
Bagi industri farmasi sangatlah penting untuk mendapatkan data dengan tepat
mengenai uji stabilitas produk baru pada penyimpanan normal dan penyimpanan
dalam kondisi yang melebihi keadaan normal dalam rangka meramalkan stabilitas
pada penyimpanan selama jangka waktu lama, hal ini disebabkan karena
keuntungan ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat
mungkin setelah formulasinya selesai.
2.7 Kulit
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi, pengaturan suhu
tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen melanin untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa,
serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah,
2007).
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang
dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi
permukaan lebih dari 20.000 cm2 (Lachman, dkk., 1994).
Kulit dibentuk dari tumpukan tiga lapisan berbeda yang berturutan dari luar
ke dalam yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh
darah dan pembuluh getah bening, ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan dibawah
kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis. Kulit mempunyai aneksa,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebum (glandula sebaceous) yang berasal dari
lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk
daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Aiache dan Devissaguet,
1993).
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), fungsi biologi kulit adalah:
1. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi
mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan
mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air
dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai
barrier dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri kulit.
2. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi
pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.
Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus. Pada saat temperatur badan
menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat
terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.
3. Persepsi sensoris
Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan
nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan
ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.
4. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur
yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea dari folikel rambut
2.8 Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase
lanjut (Moenadjat, 2003).
Berat ringannya luka bakar itu tergantung dari lamanya dan banyaknya kulit
badan yang terbakar. Kerusakan paling ringan akibat terbakar yang timbul pada
kulit adalah warna merah pada kulit. Bila lebih berat, timbul gelembung. Pada yang
lebih berat lagi seluruh kulit terbakar sehingga dagingnya tampak, sedangkan yang
terberat ialah bila otot-otot ikut terbakar (Oswari, 2009).
Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan
kedalaman kerusakan jaringan (Moenadjat, 2003), yaitu:
Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis antara lain:
a. luka bakar karena api
b. luka bakar karena air panas
c. luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)
d. luka bakar karena listrik dan petir
e. luka bakar karena radiasi
f. cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite).
Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut Schawartz (2000),
luka bakar dibagi atas 3 jenis yaitu:
1. Luka bakar derajat pertama
Luka bakar derajat pertama terutama mengenai epidermis, dan paling sering
diakibatkan oleh paparan yang lama terhadap sinar ultraviolet atau paparan panas
yang sangat singkat. Luka bakar ini biasanya secara fisiologis tidak penting, dan
karenanya tidak dipertimbangkan dalam perhitungan LPTT (luas permukaan tubuh
total) yang terbakar. Kulit tampak berwarna merah muda atau sedikit merah, kering
dan tanpa lepuh, dan biasanya akan sembuh dalam 2-3 hari. pengobatan simtomatik
dengan kompres dingin guna meringankan nyeri adalah yang terbaik.
2. Luka bakar derajat dua
Luka bakar yang melibatkan epidermis dan dermis dikenal juga sebagai luka
bakar ketebalan parsial. Luka bakar derajat dua dibagi menjadi 2 subtipe:
a. Luka bakar derajat dua superficial
Luka kedalaman parsial superficial mudah dikenali dari penampilannya yang
basah dan merah, pembentukan bula yang khas, dan kepekaan nyeri yang hebat
terhadap rangsangan. Luka bakar ini timbul setelah kontak dalam waktu yang
singkat dengan cairan panas, sengatan listrik atau jilatan api. Luka ini sembuh
dengan spontan dalam waktu 2 minggu setelah cedera.
b. Luka bakar derajat dua dalam (deep)
Luka bakar ketebalan parsial yang dalam definisinya adalah luka yang sembuh
dalam waktu lebih dari tiga minggu; penyembuhan yang lama ini sering kali
menimbulkan pembentukan jaringan parut.
3. Luka bakar derajat tiga
Disebut juga luka bakar ketebalan penuh, luka bakar ini biasanya mudah
dikenali. Luka bakar ini disebabkan oleh paparan terhadap zat kimia yang pekat,
arus listrik tegangan tinggi dan kontak yang lama dengan benda yang panas atau
jilatan api. Dapat terlihat berwarna putih seperti mutiara, atau seperti kertas
perkamen, dan melalui jaringan yang mati dapat terlihat vena yang mengalami
thrombosis, dan dikenal sebagai skar. Luka ini tanda khasnya kering dan mati
rasa. Luka bakar derajat tiga bersifat kaku.
2.8.1 Proses penyembuhan luka bakar
Proses penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase (Sjamsuhidajat dan Wim,
1997), yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh
darah yang terputus pada luka menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha
menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan pembuluh yang terputus
(retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar
dari pembuluh darah saling melekat dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi eksudasi cairan, pembentukan sel radang disertai vasodilatasi
setempat menyebabkan pembengkakan.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira
akhir minggu ketiga.
3. Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih dan pembentukan jaringan baru. Fase ini dapat berlangsung
berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang hilang. Tubuh
berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan.
2.8.2 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka bakar
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka bakar yaitu faktor endogen,
dimana gangguan datang dari dalam diri sendiri dan faktor eksogen yang datang
dari luar tubuh. Gangguan endogen biasanya berupa gangguan koagulasi, gizi, dan
gangguan sistem imun atau kekebalan tubuh. Gangguan eksogen dapat diakibatkan
oleh penyinaran (pasca radiasi), obat-obatan, pengaruh lingkungan, luka gigitan dan
luka artificial (Sjamsuhidajat dan Wim, 1997).
Cedera pada individu muda akan lebih cepat mengalami penyembuhan
dibandingkan dengan yang lebih tua, hal ini terkait dengan kelancaran sirkulasi
darah. Proses perbaikan jaringan akan terhambat pada keadaan yang terlalu panas
dan terlalu dingin, karena keduanya akan menyebabkan kerusakan jaringan
vaskuler yang menyebabkan thrombosis. Ukuran dan jumlah jaringan yang rusak
merupakan faktor yang penting karena massa jaringan yang hilang akan
mempengaruhi faktor pertumbuhan. Adanya benda asing di dalam luka akan
menghambat proses penyembuhan disebabkan bertahannya iritan dan infeksi dalam
jaringan granulasi. Semakin besar kerusakan, semakin lama pula proses
penyembuhan disebabkan jaringan parut yang terbentuk akan semakin banyak
(Aliambar, 1996).
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan
penelitian yaitu identifikasi sampel, pengumpulan dan pengolahan sampel,
pembuatan simplisia, skrining fitokimia dan karakterisasi simplisia serta ekstrak,
pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel dari ekstrak etanol daun puguh tanoh,
evaluasi sediaan gel, pengujiaan sediaan gel terhadap penyembuhan luka bakar.
Pengamatan efek penyembuhan luka bakar dilakukan secara visual terhadap
diameter luka bakar, proses penyembuhan luka bakar (fase inflamasi, proliferasi,
penyudahan) dan persentase penyusutan luka.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, cawan porselen, hot plate, jangka sorong, kaca objek, kaca penutup,
krus porselen bertutup, lempeng logam berdiameter ± 20 mm, mortir dan stamfer,
neraca analitis (Boeco), oven listrik, pH meter (HANNA instrument), rotary
evaporator, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, stopwatch, termometer.
3.1.2 Bahan-bahan
Daun puguh tanoh, etanol 96% (destilasi), kloral hidrat, toluen (p.a), air
suling, kalium iodida, merkuri (II) klorida, bismut nitrat, asam nitrat, iodium, alpha
naftol, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, kloroform, besi (III) klorida, timbal
(II) asetat, natrium hidroksida, asam klorida pekat, metanol (teknis), eter minyak
tanah (teknis), etil asetat (teknis), serbuk seng, serbuk magnesium, isopropanol,
Na-CMC, gliserin, air suling, metil paraben, larutan dapar pH 4 dan pH 7.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur
Wistar (Rattus norvegicus) 150-200 g umur 8-10 minggu. Sebelum percobaan
dimulai, terlebih dahulu tikus dipelihara selama 2 minggu dengan kondisi
lingkungan, makanan, suhu, dan minuman yang sama.
3.3 Prosedur
3.3.1 Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia meliputi pengumpulan sampel, identifikasi tumbuhan
dan pengolahan sampel.
3.3.1.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daun puguh tanoh yang diambil dari Daerah Pancur Batu Provinsi Sumatera
Utara. Daun yang diambil sebagai sampel adalah keseluruhan dari daun tumbuhan
yang masih dalam keadaan baik. Gambar tumbuhan puguh tanoh dapat dilihat pada
Lampiran 2, halaman 50.
3.3.1.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan pada Pusat Penelitian Biologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Indonesia. Hasil identifikasi dapat
dilihat pada Lampiran 1, halaman 49.
3.3.1.3 Pengolahan sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun puguh tanoh yang
masih segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian
ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah sebesar 1766 g. Selanjutnya daun
tersebut dikeringkan selama 2 hari dalam oven dengan temperatur ±40oC sampai
daun kering (ditandai bila diremas rapuh). Simplisia yang telah kering diblender
menjadi serbuk lalu ditimbang, diperoleh berat kering sebesar 462 g, dimasukkan
ke dalam wadah plastik bertutup dan di simpan pada suhu kamar.
3.3.2 Pemeriksaan karakterisasi simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air dengan metode azeotropi, penetapan
kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar
abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam (WHO, 1992; Ditjen POM,
1995).
3.3.2.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dari daun puguh tanoh segar dan serbuk simplisia
daun puguh tanoh.
3.3.2.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun puguh
tanoh. Serbuk simplisia daun puguh tanoh diletakkan di atas kaca objek yang telah
ditetesi dengan larutan kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya
diamati di bawah mikroskop.
3.3.2.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi
toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 mL, pendingin, tabung
penyambung, tabung penerima 5 mL berskala 0,05 mL, alat penampung dan
pemanas listrik.
Cara kerja:
Dimasukkan 200 mL toluena dan 2 mL air suling ke dalam labu alas bulat,
lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 mL.
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah
ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena
mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).
3.3.2.4 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL
air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu
bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan
selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 mL filtrat pertama diuapkan sampai
kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa
dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen
POM, 1995).
3.3.2.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada
suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol
96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM,
1995).
3.3.2.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah
dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang
habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992;
Ditjen POM, 1995).
3.3.2.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 mL
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
(WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).
3.3.3 Skrining fitokimia
Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa
alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, saponin, steroid/triterpenoid.
3.3.3.1 Pemeriksaan alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Mayer akan
terbentuk endapan berwarna putih atau kuning
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Bouchardat akan
terbentuk endapan berwarna coklat-hitam
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Dragendorff
akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga
Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua
atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).
3.3.3.2 Pemeriksaan flavonoida
Larutan Percobaan:
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama
10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan
dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok
hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC.
Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring.
Cara Percobaan:
a. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam
1-2 ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 1-2 ml asam klorida 1-2 N,
didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida pekat, jika
dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya
flavonoida (glikosida-3-flavonol)
b. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1
ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat,
terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya
flavonoida (Ditjen POM, 1995).
3.3.3.3 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu
filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan
lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru
atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.3.3.4 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml
campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya
ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring.
Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M,
dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap
kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume
isopropanol. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin
warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula (Ditjen POM,
1995).
3.3.3.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10
cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).
3.3.3.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul
warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya
steroida triterpenoida (Harborne, 1987).
3.3.4 Pembuatan ekstrak etanol daun puguh tanoh (EEDPT)
Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan
pelarut etanol. Menurut Depkes, (1979) caranya:
Sebanyak 400 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana,
dituangi dengan 3 L (75 bagian) etanol, ditutup, diserkai. Ampas dicuci dengan
etanol secukupnya hingga diperoleh 4 L(100 bagian). Pindahkan ke dalam bejana
tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap
tuangkan atau saring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator
pada suhu 40°C sampai diperoleh ekstrak kental.
3.3.5 Pembuatan sediaan gel
R/ Ekstrak daun puguh tanoh X%
Na-CMC 2%
Metil paraben 0,18%
Air suling 2%
[image:44.612.112.518.258.352.2]Gliserin ad 100
Tabel 3.1 Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun puguh
tanoh
Keterangan: F1= dasar gel tanpa ekstrak etanol daun puguh tanoh
F2= gel dengan konsentrasi ekstrak etanol daun puguh tanoh 2% F3 = gel dengan konsentrasi ekstrak etanol daun puguh tanoh 4% F4 = gel dengan konsentrasi ekstrak etanol daun puguh tanoh 6% F5 = gel dengan konsentrasi ekstrak etanol daun puguh tanoh 8% F6 = gel dengan konsentrasi esktrak etanol daun puguh tanoh 10%
Cara Pembuatan:
Pembuatan Suspensi Na-CMC: Ditimbang Na-CMC, ditaburkan di atas air suling
yang dipanaskan dengan perbandingan 1:20 di dalam lumpang. Dibiarkan beberapa
menit sampai Na-CMC mengembang, kemudiaan digerus sampai diperoleh massa
transparan. Ditambahkan sebagian gliserin dan sisa air suling sedikit demi sedikit,
digerus hingga terbentuk massa gel.
Dilarutkan ekstrak daun puguh tanoh dengan beberapa tetes etanol di dalam
lumpang, digerus sampai homogen. Suspensi Na-CMC ditambahkan sedikit demi
sedikit sambil digerus hingga terbentuk massa gel yang homogen. Kemudian pada
lumpang lain di gerus metil paraben, ditambahkan massa gel sedikit demi sedikit
Bahan Formula gel (gram)
F1 F2 F3 F4 F5 F6
Ekstrak daun puguh tanoh - 2 4 6 8 10
Na-CMC 2 2 2 2 2 2
Metil Paraben 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
Air suling 42 42 42 42 42 42
Gliserin ad 100 100 100 100 100 100
dan ditambahkan sisa gliserin, gerus hingga terbentuk massa yang homogen. Gel
dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan di tempat yang sejuk
dan terlindung dari cahaya (Susanti, 2009).
3.3.6 Evaluasi sediaan
Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, pemeriksaan
homogenitas dan penentuan pH.
3.3.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik.
Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna, dan bau yang
diamati secara visual (Suardi, dkk., 2008). Sediaan dinyatakan stabil apabila warna,
bau, dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan
di lakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 2, 4, 6, 8 dan minggu ke 12.
3.3.6.2 Uji homogenitas
Uji homogenitas akan dilakukan dengan menggunakan kaca objek, sejumlah
tertentu sediaan jika diletakkan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979). Pengamatan di lakukan pada suhu kamar
pada minggu ke 0, 2, 4, 6, 8 dan minggu ke 12.
3.3.6.3 Pemeriksaan pH
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter.
Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar
pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan
harga pH tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan
kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan
dan dilarutkan dalam 100 ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam
larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang
ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan
di lakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan minggu ke 12.
3.3.7 Pengujian sediaan gel terhadap penyembuhan luka bakar
Tikus dicukur bagian punggungnya. Luka bakar pada tikus dilakukan
dengan menempelkan lempeng besi berdiameter ± 20 mm yang telah dipanaskan
dalam air mendidih dengan suhu 100º C selama 10 menit dan ditempelkan pada
punggung tikus yang telah dianastesi selama 15 detik, tunggu 24 jam, lalu diukur
diameter luka bakar dan dianggap sebagai diameter luka bakar pada hari 0.
Kemudian pada kulit yang melepuh atau yang mengalami luka bakar tersebut,
dioleskan sediaan gel secara merata pada permukaan luka ± 200 mg sediaan gel
pada masing-masing tikus pada semua kelompok, pengolesan di lakukan satu kali
dalam sehari. Pengamatan di lakukan secara visual dengan memperhatikan
perubahan pada fase-fase penyembuhan luka, diameter luka yang diukur
menggunakan jangka sorong dan dihitung persentase penyusutan luka dengan
menggunakan rumus di bawah ini (Pereira, et al., 2012; Kumar, et al., 2006).
persentase penyusutan luka hari X = (Diameter luka hari 0 –Diameter luka hari X )
Diameter luka hari 0 × 100%
3.4 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.
Data hasil penelitian di tentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan
analisis statistik yang digunakan. Data analisis menggunakan uji ANAVA satu arah
untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan,
dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc LSD untuk melihat perbedaan nyata
antar perlakuan. Hasil analisis data dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20, halaman
75 dan 83.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, identitas sampel tumbuhan
adalah Curanga fel-terrae (Lour.) Merr. Famili Scrophulariaceae yang dikenal
masyarakat dengan nama puguh tanoh.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun puguh tanoh
menunjukkan bahwa daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, berbentuk bulat
telur, tepi daun beringgit, ukuran daun ± 2 x 4 cm, dengan tekstur permukaan daun
yang kasar, berkerut-kerut dan berbulu. Hasil pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan bahwa serbuk simplisia mempunyai fragmen pengenal berupa
trichoma, berkas pembuluh, tulang daun, kristal kalsium oksalat bentuk prisma dan
stomata dengan dua tipe yaitu diasitik dan anomositik. Hasil pemeriksaan dapat
dilihat pada Lampiran 4, halaman 52. Hasil karakterisasi simplisia daun puguh
tanoh dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak daun puguh tanoh
No. Parameter Hasil
Simplisia (%) Ekstrak (%)
1. 2. 3. 4. 5.
Kadar air
Kadar sari larut dalam air Kadar sari larut dalam etanol Kadar abu total
Kadar abu tidak larut dalam asam
7,97 16,18 14,54 9,80 0,98
10,63 67,67 78,42 3,93 0,35
Monografi dari simplisia puguh tanoh tidak ditemukan di buku Materia
Medika Indonesia (MMI), sehingga tidak ada acuan untuk menentukan parameter
simplisia tersebut. Hasil perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia
dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6, halaman 53 dan 58.
4.3 Skrining Fitokimia
Tujuan dilakukan skrining fitokimia adalah untuk mengetahui senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia (Harborne, 1987). Hasil
pemeriksaan skrining fitokimia baik terhadap simplisia maupun ekstrak
menunjukkan bahwa keduanya mengandung senyawa kimia golongan flavonoida,
tannin, steroida/ triterpenoida, saponin dan glikosida. Hasil skrining dapat dilihat
[image:48.612.113.510.409.563.2]pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia dan golongan
senyawa kimia ekstrak etanol daun puguh tanoh
Keterangan: ( + ) = Positif
( - ) = Negatif
4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Puguh Tanoh
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol. Sebanyak 400 gram serbuk simplisia di ekstrak dan diperoleh
ekstrak kental 39,982 gram (rendemen 9,85%).
No. Golongan Senyawa Hasil
Simplisia Ekstrak
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alkaloida Flavonoida Tanin
Steroid/Triterpenoida Saponin
Glikosida
- + + + + +
- + + + + +
4.5 Hasil Evaluasi Sediaan
4.5.1 Hasil pemeriksaan stabilitas fisik sediaan
Formula yang dipilih adalah formula yang telah digunakan oleh beberapa
peneliti serta telah dievaluasi dan dinyatakan stabil dalam penyimpanan. Formula
ini terdiri dari Na-CMC sebagai gelling agents, dan beberapa zat tambahan (metil
paraben sebagai pengawet dan gliserin). Hasil pemeriksaan stabilitas terhadap
sediaan gel ekstrak etanol daun puguh tanoh yang dilakukan pada 6 sediaan: F1
(Basis gel), F2 (Formula mengandung 2% EEDPT), F3 (formula mengandung 4%