• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peran Sektor Industri Pengolahan Dan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Peran Sektor Industri Pengolahan Dan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Barat"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

UPAYA PENCAPAIAN LABA PADA UNIT USAHA SUSU

OLAHAN KPS BOGOR DENGAN ANALISIS

COST VOLUME PROFIT

KONVENSIONAL DAN AKTIVITAS

AMALIA OVITA RAHMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Upaya Pencapaian Laba Pada Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor dengan Analisis Cost Volume Profit Konvensional dan Aktivitas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Amalia Ovita Rahman

(4)

ABSTRAK

AMALIA OVITA RAHMAN. Upaya Pencapaian Laba Pada Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor dengan Analisis Cost Volume Profit Konvensional dan Aktivitas. Dibimbing oleh BUDI PURWANTO.

Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi susu di Indonesia. Salah satu koperasi susu yang merupakan koperasi primer adalah Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. KPS Bogor memiliki beberapa unit usaha, salah satunya adalah Unit Usaha Susu Olahan. Selama dua tahun sejak unit usaha ini berdiri, laba yang diperoleh menunjukkan angka negatif, yang berarti terdapat kesalahan pada biaya, volume penjualan, dan harga jual. Analisis hubungan ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi laba dinamakan analisis biaya-volume-laba atau

cost-volume-profit (CVP). Unit usaha ini memproduksi multiple product, maka dilakukan penelusuran dengan CVP konvensional dan aktivitas untuk membandingkan pengalokasian biaya-biaya tersebut dalam mencapai titik impas dan untuk rencana pencapaian laba periode selanjutnya agar tidak lagi merugi. Metode konvensional memberikan hasil target penjualan sebesar 116 121 unit. Sedangkan metode aktivitas memberikan target penjualan yang lebih rendah yaitu 109 625 unit, sehingga lebih mudah untuk dicapai. Analisis aktivitas menghasilkan data yang lebih akurat dibandingkan metode konvensional, maka pihak KPS dapat melakukan analisis aktivitas untuk mengambil keputusan atas biaya, penetapan harga jual, dan volume penjualan untuk perencanaan laba.

Kata kunci: biaya-volume-laba, metode aktivitas, target laba, titik impas

ABSTRACT

AMALIA OVITA RAHMAN. Profit Planning on Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor with Conventional and Activity Cost Volume Profit Analysis. Supervised by BUDI PURWANTO.

West Java is a central area of milk production in Indonesia. One of the dairy cooperative which is the primary cooperatives is Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. KPS has several business units, one of them is called Unit Usaha Susu Olahan. During two years, the profit showed a negative number, which means there is an error calculation with the cost, price, and volume. Then it must be an analyzes about cost-volume-profit with conventional approaches and activity based approaches to compare allocating of the costs for reach break even point. Conventional methods sets a higher sales target, that is 116 121 units. While the activity method gives a lower sales target, that is 109 625 units, making it easier to achieve. Activity method gives more accurate calculation than the conventional method, then KPS can apply activity analysis to take decisions on costs, price, and volumes for planning the profit.

(5)

OLAHAN KPS BOGOR DENGAN ANALISIS

COST VOLUME PROFIT

KONVENSIONAL DAN AKTIVITAS

AMALIA OVITA RAHMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah mengenai strategi dalam pencapaian laba, dengan judul Upaya Pencapaian Laba Pada Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor dengan Analisis Cost Volume Profit

Konvensional dan Aktivitas

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Purwanto, ME selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para karyawan Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, adik, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

METODE 5

Kerangka Pemikiran Penelitian 5

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Pengumpulan Data 7

Teknik Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Gambaran Umum KPS Bogor 8

Penjualan Produk 10

Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional 11

Perhitungan Biaya-biaya dengan Activity Based Costing 13

Perhitungan Break Even Point 15

Perbandingan Biaya-biaya dan BEP Metode Konvensional & Aktivitas 15

Perencanaan Laba 16

Implikasi Manajerial 18

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu di Jawa Barat Tahun 2011-2013 1 2 Penjualan Produk Unit Usaha Susu Olahan Tahun 2012-2014 11 3 Biaya Variabel Tahun 2012-2014 12

4 Biaya Tetap Tahun 2012-2014 12

5 Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional 13 6 Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas 14 7 Ringkasan Perhitungan BEP dengan Metode Konvensional & Aktivitas 15 8 Perbandingan Biaya-Biaya Metode Konvensional dan Aktivitas 15 9 Perhitungan Laba dengan Metode Konvensional dan Aktivitas 16 10 Target Penjualan dengan Metode Konvensional dan Aktivitas 17

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 6

2 Struktur Organisasi KPS Bogor 8

3 Mekanisme Unit fresh milk 9

4 Diagram Alir Proses Produksi 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pemisahan Biaya Campuran (biaya listrik) dengan Metode Least Square 23 2 Biaya-biaya dengan Metode Konvensional Tahun 2012-2014 24

3 Marjin Kontribusi per Produk 25

4 Perhitungan Biaya dengan Metode Aktivitas 26

5 Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas Tahun 2012-2014 28

6 Perhitungan Break Even Point 29

7 Perbandingan Biaya Konvensional dan Aktivitas Susu Pasteurisasi 30

8 Perbandingan Biaya Konvensional dan Aktivitas Yogurt 31

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk peternakan yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena susu memiliki peranan yang besar bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pemenuhan kebutuhan gizi. Hal ini didukung dengan adanya peningkatan populasi sapi perah dan peningkatan produksi susu sapi dalam negeri. Jawa Barat sendiri merupakan daerah sentra peternakan sapi perah dan produksi susu di Indonesia, yang jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data tersebut ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu di Jawa Barat Tahun 2011-2013

Keterangan Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Populasi Sapi Perah 100 830 ekor 103 050 ekor 124 830 ekor Produksi Susu 202 603 ton 251 438 ton 255 548 ton Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014)

Populasi sapi perah di Jawa Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 11.67%. Begitu pula dengan produksi susu sapi di Jawa Barat yang setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.86%. Adanya peningkatan produksi susu sapi dalam negeri memberikan akses bagi masyarakat untuk lebih mudah mengkonsumsi susu.

Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang mengalami peningkatan akan konsumsi susu. Dibuktikan dengan data permintaan terhadap susu di Kota Bogor pada tahun 2011 sebesar 150 914 liter, tahun 2012 sebesar 156 754 liter, dan tahun 2013 sebesar 210 850 liter (BPS Kota Bogor 2014). Permintaan susu di Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 19.18%.

Adanya peningkatan permintaan susu menjadikan produk susu sangat potensial untuk dipasarkan. Susu sapi dari peternak dapat disalurkan ke koperasi (Farid dan Suksesi 2011), menjadikan koperasi lebih unggul dari segi mutu dan harga dibandingkan dengan Industri Pengolah Susu. Salah satu koperasi besar di Jawa Barat yang merupakan koperasi primer adalah Koperasi Produksi Susu Bogor (KPS). KPS Bogor memiliki beberapa unit usaha, salah satunya adalah Unit Usaha Susu Olahan. Tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya, yaitu dengan cara memaksimalkan kinerja unit usahanya tersebut agar memperoleh hasil usaha yang optimal. Namun melalui perhitungan laba/rugi usaha yang telah dilakukan unit usaha susu olahan, laba yang diperoleh menunjukkan angka negatif. Persentase kerugian pada tahun 2012 sebesar 1.94%, tahun 2013 sebesar 2.72%, dan tahun 2014 sebesar 4.49% (Laporan Hasil Usaha Unit Susu Olahan).

(12)

2

dan volume penjualan untuk mencapai titik impas serta untuk perencanaan laba periode berikutnya. Unit ini memproduksi lebih dari satu jenis produk (multiple product), yaitu susu pasteurisasi dan yogurt. Maka penulis menggunakan penelusuran biaya secara konvensional dan aktivitas untuk membandingkan kedua teknik pengalokasian biaya pada masing-masing produk tersebut agar unit usaha susu olahan tidak lagi merugi.

Perumusan Masalah

Sejak unit usaha susu olahan ini berdiri, hasil usaha yang diperoleh menunjukkan angka negatif, yang berarti terdapat kesalahan pada penentuan biaya, volume penjualan, dan penetapan harga jual. Unit usaha ini memproduksi lebih dari satu jenis produk sehingga dibutuhkan penelusuran biaya yang lebih akurat untuk mengetahui pengalokasian biaya terhadap masing-masing produk, agar unit usaha ini bisa memperoleh laba atau setidaknya mencapai break even point (BEP) terlebih dahulu. Maka dilakukan perbandingan analisis CVP secara konvensional dan aktivitas, dimana dengan metode aktivitas akan dianalisis sumber-sumber biaya dan pengalokasiannya yang tentunya akan berpengaruh pada perubahan laba. Berdasarkan pernyataan di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Apa saja biaya-biaya yang merupakan komponen utama untuk berproduksi selama tahun 2012-2014 berdasarkan metode biaya konvensional dan aktivitas? 2. Bagaimana analisis BEP secara konvensional dan aktivitas?

3. Bagaimana analisis perbandingan biaya-biaya dan BEP berdasarkan metode konvensional dan aktivitas?

4. Bagaimana penentuan volume penjualan untuk mencapai target laba yang diinginkan untuk tahun 2015 dengan menggunakan metode CVP konvensional dan aktivitas serta bagaimana strategi untuk pencapaian target laba tersebut?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memberikan strategi untuk unit usaha susu olahan KPS agar tidak lagi merugi, dengan menggunakan analisis CVP secara konvensional dan aktivitas untuk mencapai titik impas serta merumuskan perencanaan laba periode berikutnya. Tujuan tersebut dapat dikembangkan, yaitu untuk:

1. Mengidentifikasi biaya-biaya yang merupakan komponen utama untuk berproduksi selama tahun 2012-2014 berdasarkan metode konvensional dan aktivitas.

2. Menganalisis BEP dengan metode konvensional dan aktivitas.

3. Membandingkan dan menganalisis biaya-biaya dan BEP berdasarkan metode konvensional dan aktivitas.

(13)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi unit usaha susu olahan KPS mengenai strategi untuk mencapai titik impas dan target laba, berupa rekomendasi biaya dengan penelusuran konvensional dan aktivitas, serta rekomendasi volume penjualan kedua produk.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini dibatasi pada unit usaha susu olahan, dengan menganalisis data hasil usaha tahun 2012 sampai 2014 menggunakan analisis CVP konvensional dan aktivitas. Penelitian ini dilaksanakan sampai tahap rekomendasi biaya, volume penjualan untuk mencapai titik impas dan target volume penjualan untuk pencapaian laba tahun 2015.

TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Perhitungan SHU Koperasi

Menurut Hendar (2010), manajemen koperasi memiliki pola yang lebih unik dibanding dengan perusahaan nonkoperasi. Tujuan koperasi adalah membantu meningkatkan usaha anggotanya, sedangkan nonkoperasi adalah mencari keuntungan untuk pemilik. Keuntungan koperasi berupa laba bersih usaha selama satu tahun buku dinamakan SHU (Sisa Hasil Usaha). Cara pembagian SHU Koperasi melalui proses perhitungan yang tersurat dalam anggaran dasar koperasi, terdiri dari 40% SHU yang dibagikan ke anggota, 40% dana cadangan, 10% dana karyawan dan pengurus, dan 10% dana pembangunan. Secara ideal koperasi dikatakan berhasil bila perusahaan koperasi mengalami perkembangan kemakmuran dan diikuti dengan perkembangan kemakmuran anggotanya.

Klasifikasi Perilaku Biaya Konvensional

Menurut Samryn (2012), klasifikasi perilaku biaya terbagi atas tiga, yaitu biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost), dan biaya campuran (semivariable cost). Biaya tetap adalah suatu biaya yang konstan dalam total tanpa mempertimbangkan perubahan-perubahan tingkat aktivitas dalam suatu kisaran relevan tertentu. Biaya variabel yaitu biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan dalam tingkat aktivitas. Suatu biaya variabel, konstan per unit. Biaya semivariabel yaitu biaya yang didalamnya terdiri dari elemen-elemen biaya tetap dan biaya variabel.

(14)

4

Klasifikasi Perilaku Biaya Aktivitas

Menurut Horngren et al. (2008) biaya aktivitas atau Activity BasedCosting

adalah konsep perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke sumber daya-sumber daya yang dimanfaatkan. Metode aktivitas baik untuk diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk. Menurut Mulyadi (2007) metode aktivitas dapat mengurangi atau mereduksi biaya karena pengendalian biaya ditujukkan ke aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk.

Analisis Cost Volume Profit

Menurut Samryn (2012) biaya volume laba atau cost volume profit (CVP) merupakan tiga elemen pokok dalam penyusunan laporan laba rugi. Sebagai komponen yang saling berhubungan komposisi biaya, volume, dan laba harus berada pada titik yang optimal. Analisis CVP menghitung jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas, dan dampak kenaikan harga terhadap laba dengan menguji dampak dari berbagai tingkat harga atau biaya terhadap laba (Garrison dalam Satrio 2012).

Analisis Break Even Point

Menurut Hansen dan Mowen (2006) break even point disebut sebagai keadaan titik impas yaitu keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak mendapatkan kerugian, keadaan demikian sering disebut dengan istilah zero profit. BEP merupakan titik impas keadaan suatu usaha dimana jumlah total pendapatan sama dengan jumlah total biaya, dimana laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja sehingga tidak memperoleh laba atau rugi. Maka dari titik impas dapat dihitung berapa volume penjualan minimum yang harus dicapai perusahaan agar tidak rugi tetapi belum memperoleh laba atau laba sama dengan nol.

Analisis Marjin Kontribusi

Menurut Sugiri dan Sulsatiningsih (2004), Marjin Kontribusi

(15)

Penelitian Terdahulu

Zahira Lina (2012) menerapkan analisis CVP pada penelitiannya yang berjudul “Analisis CVP Sebagai Penunjang Rencana Pencapaian Laba Usaha Penggemukan Domba dan Kambing Mitra Tani Farm di Kabupaten Bogor”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan timbal balik antara biaya, volume, dan laba agar target laba tercapai. Berdasarkan hasil analisis CVP, unit titik impas pada tahun 2010 sebesar 22 186 kg. Sedangkan unit titik impas pada tahun 2011 sebesar 39 281 kg. Perencanaan laba pada tahun 2012 diasumsikan meningkat 10%, 15%, dan 20% yang menghasilkan target volume penjualan masing-masing sebesar 139 670 kg, 144 233.45 kg, dan 148 796.60 kg. Mitra Tani Farm dapat mencapai target laba dengan menanggulagi kelangkaan bahan baku terutama bakalan dan meningkatkan pemasaran agar target volume penjualan dapat tercapai.

Fitri Ida (2012) menerapkan analisis CVP pada penelitiannya yang berjudul “Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis dalam Meningkatkan Laba Pada UKM Batik Bogor Tradisiku”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis biaya, volume, dan laba untuk mencapai BEP. Penelitian ini menjelaskan bahwa BEP pada periode Mei sampai Desember 2010 untuk kain batik tulis adalah 49 unit. BEP kain batik cap adalah 805 unit. BEP kain printing sebesar 3 283 unit. Sedangkan pada tahun 2011 BEP untuk kain batik tulis adalah 171 unit. BEP kain batik cap adalah 957 unit. BEP kain printing 2 207 unit.

Riki Martusa (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan Metode Konvensional Dengan Activity Based Costing Berdasarkan Akurasi Penentuan Overhead Dalam Perhitungan Cost of Goods Manufactured Pada PT Multi Rezekitama”. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan penelusuran biaya dengan metode konvensional dan aktivitas untuk menghitung Cost of Goods. Penelitian ini menjelaskan bahwa proporsi penyerapan overhead untuk menentukan Cost of Goods Manufactured aktivitas dapat ditelusuri tidak hanya ke unit output, melainkan ditelusuri ke aktivitas untuk memproduksi output. Metode konvensional berdasarkan perhitungan selisih overhead applied dengan overhead actual, menimbulkan distorsi biaya produk cat, sebesar 4.4% undercosted.

METODE

Kerangka Pemikiran

(16)

6

untuk mencapai BEP dan target laba, sehingga tidak lagi merugi. Analisis biaya konvensional mengasumsikan semua biaya dialokasikan berdasarkan volume penjualan. Sedangkan pada analisis biaya aktivitas mengasumsikan biaya dialokasikan berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi per produk. Jika dibandingkan dengan metode konvensional, terdapat biaya-biaya kurang relevan yang ikut dikalkulasikan dan terdapat pembebanan biaya yang tidak tepat. Analisis biaya dengan metode aktivitas dapat menelusuri sumber biaya tersebut sehingga dapat diketahui dan dikurangi, dan tentunya akan berpengaruh pada perubahan laba. Hasil analisis CVP yang didalamnya terdapat hasil kebijakan biaya, harga dan volume penjualan dapat dijadikan rekomendasi bagi Unit susu olahan KPS dalam pengambilan keputusan. Kerangka pemikiran disederhanakan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di KPS Bogor yang terletak di Jl. KH Soleh Iskandar, Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa KPS Bogor merupakan koperasi primer yang unit usahanya mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 hingga April 2015.

Hasil analisis CVP

(Biaya, Volume, Harga Jual untuk Pencapaian Hasil Usaha) Upaya Pencapaian Laba (Hasil Usaha)

Biaya-biaya (Penelusuran Konvensional

dan Aktivitas)

Analisis Cost Volume Profit

(Break Even Point Konvensional dan Aktivitas) Usaha Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor

Volume Harga Jual

(17)

Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini sebagai bahan analisis dan pengolahan data adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan informasi yang diperoleh langsung, berasal dari hasil wawancara kepada pihak unit usaha susu olahan. Data sekunder berasal dari laporan hasil usaha unit susu olahan yang berisi biaya operasional dan pendapatan.

Teknik Analisis Data

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh unit usaha

susu olahan KPS tahun 2012-2014.

2. Mengidentifikasi biaya-biaya berdasarkan penelusuran konvensional menjadi biaya tetap, biaya variabel, dan biaya campuran (Samryn 2012). Biaya campuran terlebih dahulu harus dipsahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Pemisahan biaya campuran salah satunya dengan Metode Least Square, karena memiliki ketepatan dan keakuratan mengenai hubungan biaya (Hansen, Mowen 2006). Metode ini menghasilkan sebuah persamaan regresi linear. Penggunaan metode least square pada penelitian ini menggunakan bantuan software Minitab 16.

3. Mengidentifikasi biaya-biaya berdasarkan penelusuran aktivitas. Metode aktivitas memberikan suatu gambaran yang lebih jelas dan lebih akurat terhadap biaya (Blocher dalam Lestari dan Tandiontong 2011). Metode ini mengklasifikasikan biaya berdasarkan unit dan nonunit menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah menelusuri biaya ke aktivitas dan tahap yang kedua adalah membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk (Horngren et al. 2008).

4. Membuat analisis titik impas atau BEP dengan metode konvensional dan aktivitas yang menghasilkan titik dimana usaha tidak mengalami kerugian ataupun mendapat laba dengan menghubungkan volume penjualan, biaya produksi, dan harga jual (Kusnadi dalam Yuniawaty 2012). Rumus-rumus yang digunakan menurut Hansen dan Mowen (2006) adalah sebagai berikut:

BEP konvensional (Rp)= B.tetap x

BEP konvensional (unit)=

BEP aktivitas (Rp) =

BEP aktivitas (unit) =

(18)

8

yang digunakan menurut Sugiri dan Sulastiningsih (2004) adalah sebagai berikut:

Marjin Konribusi = Penjualan – Biaya Variabel

Marjin Konribusi per Unit =

6. Membandingkan antara perhitungan biaya-biaya dan BEP dengan metode konvensional dan aktivitas. Menganalisis perbedaan alokasi biaya dan menetapkan metode mana yang lebih cocok diterapkan di unit usaha ini agar biaya yang dikeluarkan dan volume yang dihasilkan lebih akurat untuk mendapatkan laba yang diinginkan.

7. Meanganalisis perencanaan laba untuk tahun 2015 untuk menentukan berapa volume yang harus dijual agar berada di atas titik impas dan tidak lagi mengalami kerugian. Perencanaan laba merupakan pengembangan dari suatu rencana operasi untuk mencapai target yang diinginkan (Carter dalam

Dzurkanain et al. 2014). Rumus-rumus yang digunakan menurut Samryn (2012) adalah sebagai berikut:

Target Penjualan Konvensional =

Target Penjualan Aktivitas =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum KPS Bogor

Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor berdiri pada 24 Oktober 1970. KPS Bogor merupakan koperasi primer, yaitu koperasi yang beroperasi di satu bidang yaitu persusuan. KPS Bogor memiliki pengaruh penting sebagai salah satu pelaku dalam area gerakan koperasi susu nasional. Struktur organisasi di KPS Bogor ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2 Struktur Organisasi KPS Bogor

RAT

Pengurus

Koordinator

Unit Pakan

Unit Serba Usaha

Unit Fresh Milk

(19)

Rapat Anggota Tahunan (RAT) merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pada koperasi. Rapat anggota dilaksanakan satu tahun sekali, di dalamnya menetapkan program kerja, anggaran dasar, dan pendapatan usaha. Pengurus merupakan pihak yang dipilih anggota melalui RAT untuk mengelola koperasi secara terbuka sesuai dengan keputusan RAT yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengawas merupakan pihak yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Pengawas berkoordinasi dengan koordinator untuk mengawasi kinerja bawahannya. Koordinator merupakan orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab semua unit usaha. Kelompok merupakan anggota (peternak) yang ditunjuk untuk mewakili kelompok peternak masing-masing saat penyelenggaraan RAT. Keseluruhan ada 11 kelompok peternak yang total anggota 785 orang peternak. Saat ini KPS Bogor memiliki empat unit usaha yang berfungsi untuk meningkatkan nilai tambah bagi anggota, yaitu:

1. Unit usaha pakan ternak, mengolah bahan baku pakan menjadi pakan konsentrat yang berkualitas baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak sapi. 2. Unit waserda, merupakan unit penunjang yang menjual berbagai barang-barang

kebutuhan sehari-hari untuk anggota dan karyawan. Unit ini juga menjual berbagai peralatan ternak dan obat-obatan ternak.

3. Unit fresh milk atau unit pelayanan susu murni, merupakan unit yang berhubungan langsung dengan IPS. Mekanisme unit ini ditampilkan oleh Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme Unit fresh milk

4. Unit susu olahan, merupakan unit yang paling baru didirikan yang dibuat untuk meningkatkan pendapatan bagi peternak selain dari penjualan susu ke IPS besar. Unit ini mengolah fresh milk menjadi susu pasteurisasi dan yogurt. Namun saat ini penjualan produk terkendala oleh pasar.

Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor

(20)

10

pada suhu sekitar 78oC. Proses pemanasan ini berfungsi untuk membunuh bakteri patogen yang berlangsung selama dua jam. Kemudian susu ditampung di storage

untuk dicampurkan dengan essence rasa dan gula. Setelah proses pencampuran, susu pasteurisasi dapat langsung dikemas dan kemudian disimpan di pendingin. Proses pengolahan untuk yogurt juga melalui proses yang hampir sama seperti susu patsteurisasi. Namun pada saat di storage, susu ditambahkan dengan bakteri biakkan yaitu lactobacillis sp dan streptococcus sp yang bermanfaat untuk pencernaan manusia. Kemudian didiamkan selama 10-12 jam. Setelah itu, baru ditambahkan gula dan essence rasa. Proses produksi tersebut ditampilkan oleh Gambar 4.

Gambar 4 Diagram Alir Proses Produksi

Mesin pasteurizer dapat menampung susu sebanyak 250 liter dalam satu kali proses. Sedangkan unit susu olahan memproduksi rata-rata 78 liter dalam satu hari, sehingga dapat dipenuhi oleh kapasitas mesin. Jumlah produksi yang dihasilkan jauh dibawah kapasitas mesin yang tersedia. Kondisi seperti ini dinamakan under capacity, dimana kapasitas melebihi permintaan, yang menyebabkan kapasitas mesin sekarang lebih banyak menganggur. Jumlah output

aktual adalah 78 liter, dibandingkan dengan kapasitas efektif 250 liter, menghasilkan efisiensi produksi terhadap kapasitas sebesar 31.04%.

Jumlah jam kerja per harinya adalah tujuh jam. Terdiri dari dua jam kerja mesin dan lima jam kerja pengemasan. Jumlah jam mesin bekerja yang terlalu sedikit ini perlu ditingkatkan, karena jika dibandingkan dengan jam kerja, seharusnya mesin dapat bekerja setidaknya dua kali produksi per harinya. Maka volume perlu ditingkatkan dengan merangsang permintaan melalui pemasaran yang agresif atau menyesuaikan produk terhadap pasar melalui perubahan produk.

Penjualan Produk

Penjualan kedua produk yaitu susu pasteurisasi dan yogurt mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penjualan yogurt pada tahun 2012 adalah Rp61 362 000, meningkat sebanyak 3.01% di tahun 2013 dengan penjualannya sebesar Rp63 210 000. Penjualan susu pasteurisasi pada tahun 2012 adalah Rp216 435 000, mengalami peningkatan di tahun 2013 sebanyak 0.41% dengan penjualannya sebesar Rp217 428 000. Pada tahun 2013 ini kedua produk mengalami peningkatan walaupun persentasenya kecil karena kegiatan promosi yang dilakukan belum optimal. Selama ini pihak pemasar mencoba memasarkan produk dengan menyebarkan brosur yang berisi gambar-gambar pengolahan susu pasteurisasi dan yogurt hanya ke sekitar KPS dan belum melibatkan media sosial

(21)

yang sedang tren. Pada tahun 2014 penjualan yogurt meningkat sebesar 15.28% dengan penjualan Rp72 871 200, dan penjualan susu pasteurisasi meningkat sebanyak 5.56% dengan penjualan Rp229 516 000. Pada tahun 2014 ini penjualan kedua produk mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya pemilu 2014, karena banyak dibeli oleh beberapa partai untuk keperluan kampanye. Selain itu brosur sudah mulai disebarkan ke pabrik-pabrik sehingga banyak dari pabrik-pabrik tersebut yang mulai tertarik untuk membeli. Jumlah penjualan produk ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Penjualan Produk Unit Usaha Susu Olahan Tahun 2012-2014

Tahun Jenis Produk

Sumber: Data Penjualan Unit Usaha Susu Olahan KPS

Melalui hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase volume penjualan terbesar setiap tahunnya adalah susu pasteurisasi. Karena selama ini, penjualan produk susu pasteurisasi-lah yang lebih banyak dipesan ke pabrik-pabrik untuk konsumsi karyawannya dalam jumlah yang besar. Berbeda dengan yogurt yang lebih banyak dibeli secara eceran.

Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional

Perhitungan biaya-biaya dengan penelusuran konvensional mengklasifikasikan biaya menjadi biaya tetap, variabel dan campuran. Biaya campuran adalah biaya yang mengandung unsur biaya tetap dan variabel. Biaya campuran terlebih dahulu harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variable (Carter dalam Sumilat 2013). Pemisahan biaya tersebut dilakukan dengan metode

(22)

12

Tabel 3 Biaya Variabel Unit Usaha Susu Olahan Tahun 2012-2014

Jenis Biaya Variabel Nilai (Rp)

Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Listrik (bagian variabel) 10 540 800 12 297 600 15 811 200

Bahan baku langsung 120 277 000 124 987 500 131 428 700

Tenaga kerja langsung 49 644 690 50 070 390 50 528 370

Transportasi 2 667 500 2 985 600 4 780 350

Kemasan 13 149 750 14 258 250 16 375 500

Total Biaya Variabel 196 279 740 204 599 340 218 924 120

Tabel 3 menunjukkan rincian biaya variabel pada unit usaha susu olahan. Biaya variabel besarnya berubah-ubah seiring dengan aktivitas produksi. Peningkatan biaya bahan baku langsung setiap tahun disebabkan oleh meningkatnya aktivitas produksi perusahaan dan fluktuasi harga susu segar yang tergantung dari tingkat mutu susu tersebut. Peningkatan tenaga kerja langsung disebabkan oleh banyaknya karyawan yang lembur seiring dengan peningkatan jumlah produksi. Peningkatan biaya transportasi terkait dengan kenaikan harga bahan bakar yang digunakan kendaraan untuk membeli bahan baku dan untuk mendistribusikan produk ke pabrik pabrik. Biaya kemasan mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan jumlah unit yang diproduksi.

Tabel 4 Biaya Tetap Unit Usaha Susu Olahan Bogor Tahun 2012-2014

Jenis Biaya Tetap Nilai (Rp)

Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Listrik (bagian tetap) 5 347 663 5 347 663 5 347 663

TKTL 33 096 460 33 380 260 33 685 580

Telepon & internet 7 525 750 7 904 950 7 956 302

Promosi 5 195 000 6 230 500 5 638 450

Pos 2 234 000 2 450 000 2 510 500

Penyusutan mesin 8 045 000 8 045 000 8 045 000

Penyusutan bangunan 10 416 667 10 416 667 10 416 667

Pemeliharaan mesin 9 311 565 8 755 800 8 435 270

Pemeliharaan bangunan 5 135 000 5 679 250 5 943 500

Biaya lain-lain 2 994 250 1 032 595 1 472 490

Total Biaya Tetap 89 301 355 89 242 685 89 451 422

(23)

promosi melalui brosur yang berisi gambar-gambar pengolahan susu pasteurisasi dan yogurt. Biaya promosi pada tahun 2014 mengalami penurunan karena penjualan sudah dianggap cukup besar dan tidak membutuhkan penambahan biaya promosi. Pada bulan Maret hingga Juli terjadi peningkatan penjualan yang cukup pesat dikarenakan banyak partai yang membeli kedua produk ini untuk keperluan kampanye. Biaya pos adalah biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pengiriman invoice. Biaya-biaya penyusutan memiliki nilai yang stabil setiap tahunnya. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus berdasarkan estimasi umur ekonomis dan harga masing-masing aset. Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki atau mengganti komponen mesin dan bangunan yang rusak. Biaya lain-lain merupakan biaya tak terduga yang dikeluarkan, yaitu biaya ketika terjadi kerusakan mutu susu.

Biaya yang digunakan pada metode konvensional dialokasikan berdasarkan volume, sehingga biaya tetap dan variabel dikalikan dengan proporsi penjualan masing-masing seperti yang tertera pada Tabel 2 untuk mendapatkan biaya per produknya. Tabel 5 berikut ini merangkum biaya untuk kedua produk setiap tahunnya (perhitungan pada Lampiran 2).

Tabel 5 Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional

Tahun Produk Biaya Variabel

Biaya yang dikeluarkan untuk susu pasteurisasi dan yogurt berbeda-beda berdasarkan proporsi penjualan masing-masing pada tahun tersebut. Ditinjau dari proporsi tersebut maka biaya yang dikeluarkan untuk susu pasteurisasi jauh lebih tinggi karena proporsi yang tinggi dibandingkan biaya yogurt.

Proporsi penjualan yang besar bukan berarti memiliki marjin kontribusi yang besar (Sadeli dan Siswanto 2004). Marjin kontribusi untuk yogurt adalah Rp1 658 dan untuk susu pasteurisasi adalah Rp828 (perhitungan pada Lampiran 3). Marjin kontribusi yogurt memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan susu pasteurisasi. Maka dengan penelusuran konvensional ini, produk yogurt terlihat lebih menguntungkan.

Perhitungan Biaya-biaya dengan Activity Based Costing

Metode aktivitas mengklasifikasikan biaya berdasarkan unit dan nonunit, menjadikan adanya pembagian biaya yang lebih akurat diantara kedua produk. Langkah-langkah dalam pengolahan biaya aktivitas yaitu melalui tahap-tahap berikut (Mulyadi 2007):

(24)

14

Pengidentifikasian aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan keseluruhan proses produksi yaitu sebagai berikut:

a. Aktivitas praproduksi: pemeriksaan mesin, transportasi (memebeli bahan baku)

b. Aktivitas produksi: pengolahan bahan baku, TKL, listrik, kemasan c. Aktivitas penyaluran barang: transportasi (distribusi produk), promosi d. Aktivitas pemeliharaan aset: pemeliharaan, penyusutan

e. Aktivitas pendukung: telepon & internet, pos, TKT

Biaya yang dapat dihemat dari perhitungan aktivitas adalah biaya lain-lain yaitu biaya susu rusak. Biaya ini dapat dieliminasi karena tidak termasuk kedalam aktivitas produksi. Biaya umum dapat diganti ke biaya cadangan dan tidak berpengaruh pada perhitungan aktivitas. Biaya cadangan didapat dari 40% dari total SHU keseluruhan unit pada RAT (Hendar 2010).

Selanjutnya biaya-biaya tersebut dikelompokan menurut aktivitas yang homogen yang dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu:

a. Aktivitas berlevel unit (Unit Activities): bahan baku, TKL, listrik, kemasan, bahan bakar. Namun untuk biaya bahan baku, kemasan dan TKL tidak ikut dikalkulasikan karena bukan termasuk biaya overhead

b. Aktivitas berlevel kelompok unit (Batch Activities): Pemeriksaan mesin, TKTL

c. Aktivitas pendukung produk (Product Activities): Promosi

d. Aktivitas pendukung fasilitas (Facility Activities): Penyusutan, pemeliharaan, telepon dan internet, pos

2. Pembebanan Biaya Aktivitas ke Produk

Biaya-biaya yang telah dikelompokkan berdasarkan aktivitas tersebut dialokasikan pada produk yang mengkonsumsinya dengan menggunakan cost driver yang merupakan pemacu biaya dari setiap aktivitas (Warindrani dalam

Wulandari 2007). Setelah dilakukan perhitungan tarif per biaya aktivitas (perhitungan pada Lampiran 4), kemudian biaya dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi aktivitas oleh masing-masing produk. Maka didapatkan total biaya dengan metode aktivitas yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas

(25)

Perhitungan Break Even Point

Sejak unit usaha susu olahan ini berdiri, laba yang diperoleh menunjukkan angka negatif yang berarti unit usaha ini belum mengalami BEP. Perhitungan BEP dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya, volume penjualan dan harga jual yang dianalisis dengan penelusuran konvensional dan aktivitas (perhitungan pada Lampiran 5). Hasil perhitungan BEP terangkum dalam Tabel 7.

Tabel 7 Ringkasan Perhitungan BEP dengan Metode Konvensional dan Aktivitas

Tahun

Metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih rendah untuk produk susu pasteurisasi. Sebaliknya metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih tinggi untuk produk yogurt. Titik impas memiliki nilai yang fluktuatif, namun jika dibandingkan dengan penjualan aktual, marjinnya selalu menurun mendekati BEP, yang berarti bahwa penjualan kedua produk mengalami kemajuan.

Perbandingan Biaya-biaya dan BEP Berdasarkan Metode Konvensional dan Aktivitas

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat dibandingkan antara hasil perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing produk, secara konvensional dan aktivitas yang terangkum dalam Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan Biaya-Biaya Metode Konvensional & Aktivitas

Tahun

Susu Pasteurisasi Yogurt

Konvensional

Terdapat perbedaan antara biaya produk susu pasteurisasi dan yogurt. Produk susu pasteurisasi jika dibandingkan dengan metode konvensional, maka metode aktivitas memberikan hasil yang lebih murah, Sedangkan produk yogurt dengan metode aktivitas memberikan hasil yang lebih mahal. Perbedaan paling besar terjadi pada biaya listrik (perhitungan pada Lampiran 6). Ini terjadi karena pembebanan biaya listrik terhadap jam mesin dalam pengolahan bahan baku yang sebenarnya cenderung sama antara kedua produk ini. Walaupun volume produksi yang dihasilkan berbeda jauh, tetapi dalam satu kali produksi bahan baku melewati mesin yang sama. Susu pasteurisasi menggunakan mesin pasteurizer

(26)

16

Pada metode konvensional, biaya pada masing-masing produk hanya dibebankan pada volume saja. Sedangkan pada metode aktivitas, biaya pada masing-masing produk dibebankan pada cost driver. Sehingga telah mampu mengalokasikan biaya kesetiap produk secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas. Distorsi biaya tersebut mengakibatkan produk mengalami kelebihan dan kerendahan dalam mengkalkulasi biaya. Sehingga membuat produk yang menguntungkan tampak tidak menguntungkan. Sedangkan produk yang tidak menguntungkan tampak menguntungkan. Pada kasus ini, produk yang terlihat menguntungkan adalah yogurt karena memiliki marjin kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan susu pasteurisasi. Namun jika ditinjau lebih dalam berdasarkan penelusuran aktivitas, maka susu pasteurisasi lah yang sebenarnya lebih menguntungkan.

Biaya untuk susu pasteurisasi dengan metode konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan metode aktivitas, maka sebenarnya biaya untuk susu pasteurisasi mengalami overcosting daripada yang seharusnya yaitu terhadap metode aktivitas. Sedangkan biaya untuk yogurt dengan metode konvensional lebih rendah dibandingkan dengan metode aktivitas, maka sebenarnya biaya untuk yogurt mengalami undercosting. Hasil ini sangat penting bagi perusahaan dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan harga jual.

Hasil pada break even point seperti yang sudah ditunjukkan pada Tabel 7, juga berbanding lurus dengan hasil perhitungan biaya. Metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih rendah untuk produk susu pasteurisasi. Jika pengolahan biaya ditinjau berdasarkan aktivitas, sebenarnya penjualan susu pasteurisasi sudah mencapai BEP. Sebaliknya metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih tinggi untuk produk yogurt dan belum mencapai BEP. Maka produk yogurt-lah yang perlu digencarkan penjualannya agar menghasilkan laba.

Perencanaan laba

Analisis CVP sangat bermanfaat dalam melakukan perencanaan sebagai suatu alat analisa yang dapat menghubungkan biaya, volume penjualan, dan harga jual dengan laba (Belkaoui dalam Purnamasari 2012). Berdasarkan penelusuran biaya dan BEP secara konvensional, kedua produk memiliki laba yang negatif. Namun jika ditinjau dari biaya dan posisi BEP dengan metode aktivitas, maka produk susu pasteurisasi memiliki penjualan diatas impas yang artinya produk ini sebenarnya sudah untung. Berbeda dengan yogurt yang penjualannya masih dibawah BEP. Kondisi laba tersebut ditampilkan pada Tabel 9.

.

Tabel 9 Perhitungan Laba dengan Metode Konvensional dan Aktivitas

(27)

Unit usaha susu olahan perlu membuat perencanaan untuk yogurt di tahun 2015, di mana mengharapkan labanya mencapai angka positif dengan menargetkan yogurt mencapai laba sebesar Rp5 000 000 dan menargetkan laba untuk susu pasteurisasi meningkat dari tahun sebelumnya, menjadi Rp15 000 000. Target penjualan yang harus dipenuhi terangkum dalam Tabel 10 (perhitungan pada Lampiran 7).

Tabel 10 Target Penjualan dengan Metode Konvensional dan Aktivitas

Metode Susu Pasteurisasi

(unit)

Melalui analisis diatas, metode aktivitas menghasilkan target volume penjualan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah untuk dicapai dan hasilnya pun lebih akurat dibandingkan dengan metode konvensional. Maka pihak unit usaha susu olahan KPS dapat melakukan analisis aktivitas untuk pengambilan keputusan. Target tersebut dianggap masih relevan karena dapat dipenuhi oleh kapasitas mesin dan tenaga kerja. Target yang telah ditetapkan tersebut tentu harus diiringi dengan upaya untuk menaikkan penjualan terhadap yogurt agar laba meningkat, seperti: (1) Menekan biaya produksi, (2) Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang diinginkan tercapai, (3) Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin (Garrison et al.dalam Assa 2013).

Biaya untuk susu pasteurisasi mengalami overcosting. Sehingga harga jual untuk susu pasteurisasi dapat diturunkan. Namun karena unit usaha ini sedang berupaya untuk mencapai laba, maka strategi ini tidak dilakukan. Selain itu, harga yang ditetapkan yaitu Rp3 000 dianggap sudah cukup murah dan dapat bersaing di pasaran dengan produk sejenis. Sedangkan biaya untuk yogurt mengalami

undercosting. Maka harga jual untuk yogurt dapat dinaikkan. Selama ini harga jual yang ditetapkan untuk yogurt adalah Rp6 000. Harga ini termasuk dibawah harga pasar dibandingkan dengan produk industri sejenis dengan ukuran yang sama. Pihak unit usaha ini dapat menaikkan harga jual menjadi Rp6 500. Harga yang masih dapat bersaing di pasaran. Harga jual yang dinaikkan dapat memberikan marjin kontribusi yang lebih besar untuk menaikkan laba pada produk ini. Namun adanya kenaikkan harga dapat menyebabkan kemungkinan penurunan penjualan. Hal ini dapat diatasi dengan penekanan biaya

Pada analisis aktivitas penekanan biaya dapat dilakukan dengan mengurangi biaya yang berhubungan dengan unit dan nonunit. Penekanan biaya tersebut diantaranya sebagai berikut: (1)Menurunkan biaya kemasan dengan merubah sebagian kemasan yogurt botolan ke yogurt cup. Biaya kemasan akan menjadi lebih efisien sebesar 68%, (2)Mengurangi tarif listrik dengan penghematan listrik pada kantor, (3)Mengurangi biaya pembelian kultur dengan melakukan pemeliharaan mesin dan kebersihan karyawan, (4)Menghilangkan biaya pos karena invoice dapat dikirim melalui email atau diberikan bersamaan saat pengiriman barang.

(28)

18

yogurt. Pencetakkan brosur memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk mengatasinya, di era multimedia saat init, dapat dilakukan promosi melalui sosial media. Sehingga biaya internet dapat dimanfaatkan dengan baik. Pelanggan lebih banyak membeli susu pasteurisasi dibandingkan dengan yogurt. Maka saat proses jual beli, dapat diselingi dengan promosi dan pengenalan produk yogurt sehingga pelanggan tertarik dan ikut membeli.

Implikasi Manajerial

Implikasi dalam bidang keuangan yaitu, untuk mencapai laba dan tidak lagi merugi, unit usaha susu olahan KPS dapat menetapkan metode aktivitas. Metode aktivitas memberikan hasil yang lebih akurat untuk kasus multiproduct

dan untuk volume penjualan antar produk yang berbeda jauh (Mario 2005). Strategi pencapaian laba dapat dilakukan terkait dengan ketiga faktor yang mempengaruhi laba itu sendiri, yaitu penekanan biaya, peningkatan volume, dan perubahan harga jual.

Implikasi dalam bidang sumber daya manusia yaitu, untuk penggunaan analisis aktivitas, karyawan perlu dilatih teliti dalam pencatatan jam mesin, jam kerja, dan jumlah batch setiap kali produksi dengan rinci agar dapat mengontrol pengeluaran biaya produksi secara lebih optimal. Penerapan K3 terkait kebersihan kerja pun perlu ditingkatkan untuk mengurangi jumlah susu rusak dan mengurangi pembelian kultur yang dapat menekan biaya bahan baku.

Implikasi dalam bidang produksi dan operasi yaitu, unit usaha susu olahan dapat memaksimalkan kegiatan produksi dengan penggunaan mesin secara optimal. Selama ini jumlah yang diproduksi adalah 78 liter susu per hari dimana kapasitas mesin adalah 250 liter. Jumlah produksi yang dihasilkan jauh dibawah kapasitas mesin yang tersedia. Kondisi seperti ini dianamakan under capacity, dimana kapasitas melebihi permintaan yang menyebabkan kapasitas mesin ada sekarang lebih banyak menganggur. Sehinggga unit usaha susu olahan perlu meningkatkan volume produksi dengan merangsang permintaan melalui pemasaran yang agresif atau menyesuaikan produk terhadap pasar melalui perubahan produk.

(29)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berikut adalah beberapa simpulan dari hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan:

1. Analisis CVP konvensional mengalokasikan biaya berdasarkan volume penjualan yang dikelompokkan menjadi biaya tetap dan variabel. Sedangkan analisis CVP aktivitas mengalokasikan biaya berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi per produk yang dikelompokkan menjadi biaya berlevel unit, level batch, level produk, dan level fasilitas.

2. Penelusuran biaya secara konvensional menyimpulkan kedua produk belum mencapai posisi BEP. Namun jika pengolahan biaya ditinjau berdasarkan aktivitas, sebenarnya penjualan susu pasteurisasi sudah mencapai BEP dan mempunyai laba. Sebaliknya metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih tinggi untuk produk yogurt dan belum mencapai BEP. Maka produk yogurt-lah yang perlu digencarkan penjualannya agar dapat menghasilkan laba. 3. Metode aktivitas memberikan hasil biaya dan BEP yang lebih rendah untuk susu pasteurisasi. Sedangkan produk yogurt memberikan hasil sebaliknya. Pada metode konvensional biaya pada masing-masing produk hanya dibebankan pada volume saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya (overcosting untuk susu pasteurisasi dan undercosting untuk yogurt. Pada metode aktivitas, biaya pada masing-masing produk dibebankan pada cost driver, sehingga telah mampu mengalokasikan biaya ke setiap produk secara tepat berdasarkan konsumsi aktivitas.

4. Metode konvensional memberikan hasil target penjualan yang lebih tinggi yaitu 116 121 unit. Sedangkan metode aktivitas memberikan target penjualan yang lebih rendah yaitu 109 625 unit, sehingga lebih mudah untuk dicapai dan hasilnya pun lebih akurat dibandingkan dengan metode konvensional. Maka pihak KPS dapat melakukan analisis aktivitas untuk pengambilan keputusan.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk Unit Usaha Susu Olahan KPS adalah: (1) Menerapkan metode aktivitas karena hasilnya lebih akurat dalam pengawasan anggaran biaya, (2) Unit usaha susu olahan KPS dapat menggunakan labanya untuk memberikan investasi seperti pembelian mesin. Unit usaha ini belum memiliki showcase untuk mendisplay produk yang selama ini hanya disimpan di dalam kulkas tertutup. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan.

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Assa. 2013. Cost Volume Profit Analysis dalam Pengambilan Keputusan Perencanaan Laba PT. Tropica Cocoprima. Jurnal EMBA Universitas Sam Ratulangi. Vol 1. (3).

Azizah, Hidayat, Widya. 2013. Penetapan Cost Volume Profit Analysis Sebagai Alat Bantu dalam Perencanaan Laba (PT Industri Kemasan Semen Gresik.

Jurnal Bisnis Universitas Brawijaya. Vol 6. (2).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia [Internet]. [Diunduh pada 2015 Mei 25]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Tersedia dari:

http://publikasi.bps.go.id/files/softcopy/pusat/Pengeluaran%20untuk%20Kon sumsi%20Penduduk%20Indonesia%20perProvinsi%20Maret%202013.pdf [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2014. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor

(ID): BPS Kota Bogor.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Produksi Telur dan Susu Sapi Menurut Provinsi. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dzulkarnain, Fatquroji, Mangesti. 2014. Cost Volume Profit Analysis Sebagai Dasar Perencanaan Penetapan Harga Jual dan Perencanaan laba.Jurnal Bisnis Universitas Brawijaya. Vol 13. (2).

Farid M. Suksesi H. 2011. Pengembangan Susu Segar Dalam Negeri Untuk Pemenuhan Kebutuhan Susu Nasional. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol 5. (2).

Fitri. 2012. Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis Dalam Meningkatkan Laba Pada UKM Batik Bogor Tradisiku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hansen, Mowen. 2006. Akuntansi Manajerial. Volume ke-8. Hermawan, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Managerial Accounting.

Hendar. 2010. Manajemen Perusahaan Koperasi: Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Manajemen Dan Kewirausahaan Koperasi. Jakarta (ID): Erlangga. Horngren T, Dattar M, Foster G. 2008. Akutansi Biaya: Dengan Penekanan Manajerial. Volume ke-12. Marianus Sinaga, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Cost Accounting, a Managerial Emphasis.

(31)

Mario. 2005. Analisis Perbandingan Metode Konvensional dengan Activity Based Costing dalam Perhitungan Break Even Point pada PT. Ultrajaya Milk [skripsi]: Universitas Widyatama.

Mulyadi. 2007. ABC System: Sistem Informasi Biaya Untuk Pengurangan Biaya.

Volume Ke-6. Yogyakartarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Riki M. 2012. Perbandingan Metode Konvensional Dengan Activity Based Costing Berdasarkan Akurasi Penentuan Overhead Dalam Perhitungan Cost of Goods Manufactured Pada PT Multi Rezekitama. Jurnal Universitas Paramadina. Vol 9. (1)

Purnamasari. 2012. Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis Untuk Evaluasi Pencapaian Laba Pada PT Fastfood Indonesia, Tbk. Jurnal Akuntansi Universitas Dian Nuswantoro.

Sadeli, Siswanto. 2004. Akuntansi Manajemen: Sistem, Proses, dan Pemecahan Soal. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Samryn L.M. 2012. Akuntansi Manajemen: Biaya Untuk Mengendalikan Aktivitas Operasi Dan Investasi. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Grup.

Satrio. 2012. Analisis Estimasi Cost Volume Profit dalam Hubungannya dengan Perencanaan Laba Hotel Tlogo Mas Sarangan. Jurnal Akuntansi IKP PGRI Madiun. Vol 1. (2).

Sugiri, Sulastiningsih. 2004. Akuntansi Manajemen: Sebuah Pengantar. Yogyakarta (ID): Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Sumilat. 2013. Penentuan Harga Pokok Penjualan Kamar Menggunakan Activity Based Costing Pada RSU Pancaran Kasih GMIM. Jurnal EMBA Universitas Sam Ratulangi. Vol 1. (3).

Wulandari. 2007. Analisis Penerapan Sistem Activity Based Costing(ABC) Dalam Meningkatkan Akurasi Biaya Pada PT.Martina Berto. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Yuniawaty. 2012. Kajian Terhadap Perencanaan Pencapaian Laba dengan Metode Cost Volume Profit Analysis Pada PD Alam Lestari (Maureen) di Tasikmalaya [skripsi]: Institut Pertanian Bogor.

(32)
(33)

Lampiran 1 Pemisahan Biaya Campuran (Biaya Listrik) dengan Metode Least Square

Jam Mesin dan Biaya Listrik Unit Usaha Susu Olahan KPS Tahun 2012-2014

Tahun Jam mesin (x) Biaya listrik (y) 2012 5 040 15 819 853 2013 7 200 17 750 290 2014 7 920 21 125 350

Pemisahan biaya campuran dengan metode Least Square menggunakan aplikasi Minitab 16, sehingga didapatkan persamaan regresi sebagai berikut :

y = a + b x

y = 5347663 + 4880 x keterangan :

y = variabel terikat (biaya listrik) x = variabel bebas (jam mesin) a = biaya tetap

b = biaya variabel per jam mesin

Rekapitulasi Pemisahan Biaya Campuran ke dalam Biaya Tetap dan Biaya Variabel Tahun 2012-2014

Keterangan Tahun Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Biaya Listrik 2012 5 347 663 10 540 800

(34)

24

Lampiran 2 Biaya-biaya dengan Metode Konvensional Tahun 2012-2014

Jenis Biaya

2012 2013 2014

Susu Pasteurisasi (Rp)

Yogurt (Rp) Susu Pasteurisasi (Rp)

Yogurt (Rp) Susu Pasteurisasi (Rp)

Yogurt (Rp)

Biaya Variabel

Listrik (Bagian Variabel) 8 212 337 2 327 408 9 526 950 2 769 419 12 000 700 3 808 918

Bahan Baku 1 93 707 810 26 557 161 96 827 816 28 147 185 99 754 383 31 661 173

TKL 38 678 178 10 961 548 38 789 531 11 275 852 38 351 033 12 172 284

Transportasi 2 078 249 588 984 2 312 944 672 357 3 628 285 1 151 586

Biaya Kemasan 2 10 244 970 2 903 464 11 045 866 3 210 957 12 429 004 3 944 857

Total Biaya Variabel 152 921 545 43 338 567 158 503 109 46 075 771 166 163 407 52 738 821

Biaya Tetap

Listrik (Bagian Tetap) 4 166 364 1 180 763 4 142 834 1 204 293 4 058 876 1 288 252

Gaji (TKTL) 25 785 452 7 307 698 25 859 687 7 517 235 25 567 355 8 114 856

Telepon & Internet 5 863 311 1 661 685 6 123 964 1 780 194 6 038 833 1 916 673

Biaya Entertain (Promosi) 4 047 424 1 147 056 4 826 768 1 403 108 4 279 583 1 358 302

Pos 1 740 509 493 267 1 898 015 551 740 1 905 469 604 779

Penyusutan Mesin 6 267 859 1 776 336 6 232 461 1 811 734 6 106 155 1 938 040

Penyusutan Bangunan 8 115 625 2 300 000 8 069 791 2 345 833 7 906 250 2 509 375

Pemeliharaan Mesin 7 254 640 2 055 993 6 783 118 1 971 806 6 402 369 2 032 056

Pemeliharaan Bangunan 4 000 678 1 133 808 4 399 714 1 278 967 4 511 116 1 431 789

Biaya Lain-lain 2 332 820 661 130 799 951 232 540 1 117 619 354 722

Total Biaya Tetap 69 574 686 19 717 739 69 136 308 20 097 453 67 893 629 21 548 848

Total Biaya per Produk Total Seluruh Biaya setahun

222 496 231 63 056 306 227 639 417 66 173 224 234 057 036 74 287 668

285 552 537 293 812 641 308 344 704

1

Bahan baku yang digunakan untuk susu pasteurisasi : fresh milk, gula, essence

Bahan baku yang digunakan untuk yogurt : fresh milk, gula, essence, bakteri kultur (streptococcus sp dan lactobacillus sp) 2

Kemasan : gelas cup (susu pasteurisasi), botol (yogurt), plastik, sedotan

(35)

Lampiran 3. Marjin Kontribusi per Produk

Tahun Produk Penjualan

(Rp)

Biaya Variabel

(Rp)

Volume (unit)

Marjin Kontribusi

(Rp)

Marjin Kontribusi

per Unit (Rp)

2012 Susu

Pasteurisasi

216 435 000 152 921 545 72 145 63 513 455 880

Yogurt 61 362 000 43 338 567 10 227 18 023 433 1762

2013 Susu

Pasteurisasi

217 428 000 158 503 109 72 476 58 924 891 813

Yogurt 63 210 000 46 075 771 10 535 17 134 229 1626

2014 Susu

Pasteurisasi

229 515 000 166 163 407 76 505 63 351 593 828

(36)

26

Lampiran 4 Perhitungan Biaya dengan Metode Aktivitas

Pengklasifikasian Biaya-biaya Menurut Kategori Aktivitas

Biaya-biaya Aktivitas Bahan baku Berlevel Unit Tenaga kerja langsung Penyusutan mesin Berlevel Fasilitas Penyusutan bangunan

Telepon & internet Pos

Pemeliharaan bangunan

Penentuan Cost Driver pada setiap Cost Pool

Cost pool Cost driver

Berhubungan dengan unit Jam mesin, jam kerja Berhubungan dengan batch Jumlah batch

Berhubungan dengan produk Jenis produk

Berhubungan dengan fasilitas Jam mesin, jam kerja

Cost Driver per Produk

Cost driver Susu Pasteurisasi Yoghurt Total

Jam mesin 4 800 2 400 7 200

Jumlah batch 240 120 360

Jenis produk 1 1 2

Jam kerja 2 520 1 680 4 200

Tarif Masing-masing Biaya Tahun 2012

(37)

Lampiran 4 Perhitungan Biaya dengan Metode Aktivitas (Lanjutan)

Tarif Masing-masing Biaya Tahun 2013

Jenis Biaya

Jumlah Biaya (Rp)

(a)

Cost Driver (b)

Tarif per Jenis Biaya (Rp) (c)= (a/b)

Listrik 17 750 290 7 200 2 465

Bahan bakar 2 985 600 4 200 711

Pemeriksaan mesin 8 755 800 360 24 322

Pemeliharaan bangunan 5 679 250 4 200 1 352

Promosi 6 230 500 2 3 115 250

Penyusutan mesin 8 045 000 7 200 1 117

Penyusutan bangunan 10 416 667 4 200 2 480

Telepon & internet 7 904 950 4 200 1 882

Pos 2 450 000 4 200 583

Tenaga kerja tidak langsung 33 380 260 360 92 723

Tarif Masing-masing Biaya Tahun 2014

Jenis Biaya

Jumlah Biaya (Rp)

(a)

Cost Driver (b)

Tarif per Jenis Biaya (Rp) (c)= (a/b)

Listrik 21 125 350 7 200 2 934

Bahan bakar 4 780350 4 200 1138

Pemeriksaan mesin 8 435 270 360 23 431

Pemeliharaan bangunan 5 943 500 4 200 1 415

Promosi 5 638 450 2 2 819 225

Penyusutan mesin 8 045 000 7 200 1 117

Penyusutan bangunan 10 416 667 4 200 2 480

Telepon & internet 7 956 302 4 200 1 894

Pos 2 510 500 4 200 598

Tenaga kerja tidak langsung 33 685 580 360 93 571

(38)

28

Lampiran 5 Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas Tahun 2012-2014

Biaya 2012 2013 2014

Susu pasteurisasi Yogurt Susu pasteurisasi Yogurt Susu pasteurisasi Yogurt

Aktivitas berlevel unit (Rp)

Bahan baku 80 184 667 40 092 333 83 325 000 41 662 500 87 619 133 43 809 567 Tenaga kerja langsung 38 678 178 10961548 38 789 531 11 275 852 38 351 033 12 172 284 Listrik 10 546 569 5 273 284 11 833 527 5 916 763 14 083 567 7 041 783 Bahan bakar 1 600 500 1 067 000 1 791 360 1 194 240 2 868 210 1 912 140 Kemasan 8 766 500 4 383 250 9 505 500 4 752 750 10 917 000 5 458 500

Total 153 299 557 48 242 243 158 747 734 51 286 790 165 974 193 58 245 881

Aktivitas berlevel batch (Rp)

Pemeriksaan mesin 5 363 333 2 681 667 5 837 200 2 918 600 5 623 513 2 811 757 TKTL 22 064 307 11032153 22 253 507 11 126 753 22457053 11 228 527

Total 27 427 640 13713820 28 090 707 14 045 353 28 080 567 14 040 283

Aktivitas berlevel produk (Rp)

Promosi 2 597 500 2 597 500 3 115 250 3 115 250 2 819 225 2 819 225

Total 2 597 500 2 597 500 3 115 250 3 115 250 2 819 225 2 819 225

Aktivitas berlevel fasilitas (Rp)

Penyusutan mesin 5 363 333 2 681 667 5 363 333 26 81 667 5 363 333 2 681 667 Penyusutan bangunan 6 250 000 4166 667 6 250 000 41 66 667 6 250 000 4 166 667 Telepon & internet 4 515 450 3 010 300 4 742 970 31 61 980 4 773 781 3 182 521 Pos 1 340 400 893 600 1 470 000 9 80 000 1 506300 1 004 200 Pemeliharaan bangunan 3 081 000 2 054 000 3 407 550 2 271700 3 566 100 2 377 400

Total 20 550 184 12 806 233 21 233 854 13 262 013 21 459 515 13 412 454

Total Biaya per Produk 203 874 881 77 359 797 211 187 544 81 709 407 218 333 499 88 517 844 Total Biaya Setahun 281 234 678 292 896 951 306 851 343

(39)

Lampiran 6 Perhitungan Break Even Point

Perhitungan BEP dengan Metode Konvensional Untuk Susu Pasteurisasi

Tahun B. Tetap (Rp) Harga Jual

(Rp)

B. Variabel/

Unit (Rp) BEP (Unit) BEP (Rp)

2012 69 574 686 3 000 2 120 79 030 237 089 876

2013 69 136 308 3 000 2 187 81 990 245 970 237

2014 67 893 629 3 000 2 172 85 036 255 107 288

Perhitungan BEP dengan Metode Konvensional Untuk Yogurt

Tahun B. Tetap (Rp) Harga Jual

(Rp)

B. Variabel/

Unit (Rp) BEP (Unit) BEP (Rp)

2012 19 717 739 6 000 4 238 11 188 67 130 379

2013 20 097 453 6 000 4 374 12 357 74 141 650

2014 21 548 848 6 000 4 342 13 000 78 001 615

Perhitungan BEP dengan Metode Aktivitas Untuk Susu Pasteurisasi

Tahun L. Unit

(Rp)

L. Batch (Rp)

L. Produk (Rp)

L. Fasilitas

(Rp) BEP (Unit) BEP (Rp)

2012 154 778 028 27 427 640 2 597 500 20 550 184 59 178 177 534 993

2013 160 288 100 28 090 707 3 115 250 21 233 854 64 579 193 736 550

2014 167 486 197 28 080 567 2 819 225 21 459 515 66 514 199 543 281

Perhitungan BEP dengan Metode Aktivitas Untuk Yogurt

Tahun L. Unit

(Rp)

L. Batch (Rp)

L. Produk (Rp)

L. Fasilitas

(Rp) BEP (Unit) BEP (Rp)

2012 46 762 458 13 713 820 2 597 500 12 806 233 20 397 122 381 329

2013 49 744 998 14 045 353 3 115 250 13 262 013 22 782 136 692 939

(40)

30

Lampiran 7 Perbandingan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional dan Metode Aktivitas Untuk Susu Pateurisasi

Biaya

2012 2013 2014

Konvensional (Rp)

Aktivitas (Rp)

Selisih (Rp)

Konvensional (Rp)

Aktivitas (Rp)

Selisih (Rp)

Konvensional (Rp)

Aktivitas (Rp)

Selisih (Rp)

Bahan baku 93 707 811 93 707 811 0 96 827 816 96 827 816 0 99 754 383 99 754 383 0

Tenaga kerja

langsung 38 678 178 38 678 178 0 38 789 531 38 789 531 0 38 351 033 38 351 033 0

Kemasan 10 244 970 10 244 970 0 11 045 866 11 045 866 0 12 429 005 12 429 005 0

Listrik 13 378 702 10 546 569 2 832 133 14 669 785 11 833 527 2 836 259 17 059 577 14 083 567 2 976 010

Bahan bakar 2 078 249 1 600 500 477 749 2 312 944 1 791 360 521 584 3 628 286 2 868 210 760 076

Pemeriksaan

mesin 7 254 640 5 363 333 1 891 307 6 783 118 5 837 200 945 918 6 402 370 5 623513 778 857

Tenaga kerja tidak

langsung 25 785 452 24 064 307 1 721 145 25 859 687 24 253 507 1 606 181 25 567 355 24 457 053 1 110 302

Promosi 4 047 425 2 597 500 1 449 925 4 826 768 3 115 250 1 711 518 4 279 584 2 819 225 1 460 359

Penyusutan mesin 6 267 860 5 363 333 904 526 6 232 462 5 363 333 869 128 6 106 155 5 363 333 742 822

Penyusutan

bangunan 8 115 625 6 250 000 1 865 625 8 069 792 6 250 000 1 819 792 7 906 250 6 250 000 1 656 250

Telepon & internet 5 863 312 4 515 450 1 347 862 6 123 965 4 742 970 1 380 995 6 038 833 4 773 781 1 265 052

Pos 1 740 509 1 340 400 400 109 1 898 015 1 470 000 428 015 1 905 470 1 506 300 399 170

Pemeliharaan

bangunan 4 000 679 3 081 000 919 679 4 399 715 3 407 550 992 165 4 511 117 3 566 100 945 017

Biaya lain 2 332 820 0 2 332 820 799 951 0 799 951 1 117 620 0 1 117 620

Total Selisih 17 142 880 14 911 506 14 211 533

(41)

Lampiran 8 Perbandingan Biaya-Biaya Metode Konvensional dengan Metode Aktivitas Untuk Yogurt (Rp)

Biaya

2012 2013 2014

Konvensional (Rp)

Aktivitas (Rp)

Selisih (Rp)

Konvensional (Rp)

Aktivitas (Rp)

Selisih (Rp)

Konvensional (Rp)

Aktivitas (Rp)

Selisih (Rp)

Bahan baku 26 557 162 26 557 162 0 28 147 185 28 147 185 0 31 661 174 31 661 174 0

Kemasan 2 903 465 2 903 465 0 3 210 958 3 210 958 0 3 944 858 3 944 858 0

Tenaga kerja

langsung 10 961 548 10 961 548 0 11 275852 11 275 852 0 12 172 284 12 172 284 0

Listrik 3 508 171 7 273 284 -3 765 113 3 973 713 7 916 763 -3 943 050 5 097 170 9 041 783 -3 944 613

Bahan bakar 588 984 1 067 000 -478 016 672 357 1 194 240 -521 883 1 151 586 1 912 140 -760 554

Pemeriksaan mesin 2 055 994 2 681 667 -625 673 1 971 806 2 918 600 -946 794 2 032 057 2 811 757 -779 700

Tenaga kerja tidak

langsung 7 307 698 9 032 153 -1 724 455 7 517 235 9 126 753 -1 609 519 8 114 856 9 228 526 -1 113 670

Promosi 1 147 056 2 597 500 -1 450 444 1 403 109 3 115 250 -1 712 141 1 358 303 2 819 225 -1 460 922

Penyusutan mesin 1 776 336 2 681 667 -905 331 1 811 734 2 681 667 -869 933 1 938 041 2 681 667 - 743 626

Penyusutan

bangunan 2 300 000 4 166 667 -1 866 667 2 345 833 4 166 667 -1 820 833 2 509 375 4 166 667 -1 657 292

Telepon & internet 1 661 686 3 010 300 -1 348 614 1 780 195 3 161 980 -1 381 785 1 916 673 3 182 521 -1 265 848

Pos 493 267 893 600 -400 333 551 740 980 000 -428 260 604 779 1 004 200 - 399 421

Pemeliharaan

bangunan 1 133 808 2 054 000 -920 192 1 278 967 2 271 700 -992 733 1 431 789 2 377 400 -945 611

Biaya lain 661 130 0 661 130 232 540 0 232 540 354 723 0 354 723

Total Selisih -12 823 705 -13 994 390 -12 716 533

(42)

32

Lampiran 9 Perhitungan Target Laba

Perhitungan Target Laba dengan Metode Konvensional

Keterangan B. Tetap (Rp) Marjin Kontribusi per Unit (Rp)

Target Laba (Rp) Target Penjualan (Unit) Susu

pateurisasi 67 893 629 828 15 000 000 100 104

Yogurt 21 548 848 1 658 5 000 000 16 017

Perhitungan Target Laba dengan Metode Aktivitas

Keterangan L.Batch (Rp)

L.Produk (Rp)

L.Fasilitas (Rp)

L.Unit per unit

(Rp)

Harga (Rp)

Target Laba (Rp)

Target Penjualan

(Unit) Susu

pateurisasi 21 459 515 2 819 225 28 080 567 2 189 3 000 15 000 000 83 080

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2 Struktur Organisasi KPS Bogor
Gambar 3.
Gambar 4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Taksirlah nilai ln(2) dengan interpolasi linier serta hitunglah kesalahan relatifnya jika digunakan data : a.. INTERPOLASI

Berdasarkan uraian permasalah di atas maka dibutuhkan suatu alat bantu yang bisa menyelesaikan masalah, yaitu, timbangan digital menggunakan mikrokontroller ATMega 2560

Benturan kepentingan yang muncul dari adanya penggabungan 2 (dua) fungsi yang berbeda didalam satu lembaga merupakan suatu kenyataan dan pengalaman yang terjadi di beberapa

Sumber data dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu narasumber (orang), peristiwa, dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan

In fact, the roots of the post-truth phenomenon go back to postmodern and deconstructionist philosophers: Jean- François Lyotard’s claim that truth is relative to the person

pengujian yang dilakukan diketahui sampel DNA pada Tacapa GB, Tacapa Silver dan Action memiliki nilai rasio diatas 1,8 sedangkan sampel Aramis memiliki nilai rasio

Pasca Operasi Pembebasan Irak (Operation Iraqi Freedom/OIF) yang terjadi pada pertengahan 2003, Amerika Serikat dan koalisinya serta berbagai bantuan organisasi

Prestasi yang didapatkan oleh MIM Bandingan baik dalam bidang. akademik maupun non akademik dapat memberikan bukti bahwa