• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Lada Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Lada Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI EKSPOR LADA INDONESIA KE NEGARA

TUJUAN EKSPOR

NADIA PERMATASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan Fakor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)

ABSTRAK

NADIA PERMATASARI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Lada Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO.

Indonesia merupakan salah satu penghasil dan pengekspor lada dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keunggulan komparatif lada Indonesia di negara tujuan ekspor lada dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan analisis Export Product Dynamics (EPD) untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya. Data panel statis untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhinya. Hasil yang didapat dari analisis RCA dan EPD, bahwa komoditi lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang kuat ke negara tujuan. Negara Singapura dan Inggris berada pada posisi Rising Star, negara Australia dan Vietnam berada pada posisi Falling Star, negara Amerika Serikat, Jerman, dan India berada pada posisi Lost Opportunity, dan negara Jepang berada pada posisi Retreat. Hasil penelitian dengan menggunakan panel data statis menunjukkan variabel GDP perkapita negara tujuan, harga ekspor lada Indonesia, produksi lada Indonesia, dan populasi berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada Indonesia, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan tidak berpengaruh signifikan.

Kata kunci: EPD, Lada Indonesia, Panel data , RCA

ABSTRACT

NADIA PERMATASARI. Analysis of Indonesian Pepper Competitiveness to Market Countries and Factors that Affect them. Supervised by ARIEF DARYANTO

Indonesia is one of the pepper producer and exporter in the world. The purpose of this study is to analyze the comparative advantage of Indonesian pepper in export destination countries by using Revealed Comparative Advantage (RCA) and analysis Export Product Dynamics (EPD) to analyze the competitive advantage. Static panel data is used to look for the factors that influence it. The

results obtained from the analysis of RCA and EPD shows that Indonesia’s

pepper has a comparative advantage or strong to export destination countries. State of Singapore and the UK are at the Rising Star, Australia and Vietnam are at the Falling Star, United States, Germany, and India are at the Lost Opportunity, and Japan are at the Retreat. The results using static data panel shows the GDP per capita of destination countries, Indonesian pepper export price, Indonesian pepper production, and population significantly influence Indonesian pepper export value, while the exchange rate against the currencies has no significant effect.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI EKSPOR LADA INDONESIA KE NEGARA

TUJUAN EKSPOR

NADIA PERMATASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara

Tujuan Ekspor” dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir.Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi secara teknis maupun teoritis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Sahara, S.P, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Heni, S.E, M.Si selaku dosen komisi pendidikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk kedua orang tua yaitu Bapak Nana Priyatna dan Ibu Ida Farida, adik perempuan Arini Wulandari serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi, keluarga besar Ekonomi Studi Pembangunan angkatan 48, teman-teman yang bersedia untuk berbagi suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini Rhealin, Fadhlan, Nadia N, Fitria, Wina, Agung, Aga, Idham, Dhea, Silvi, Geby, Nova, Ghian, Pandit, dan teman-teman satu bimbingan Nadilla, Rabbani dan Diah serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Kerangka Penelitian 14

HIPOTESIS 14

METODE PENELITIAN 15

Jenis dan Sumber Data 15

Revealed Comparative Advantage (RCA) 15

Export Product Dynamic (EPD) 16

Analisis Panel Data Statis 18

Pengujian Hipotesis 21

Uji Asumsi Model 22

Metode Pengolahan dan Analisis Data 23

Spesifikasi Model 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Perkembangan Daya Saing Lada Indonesia di Negara Tujuan 24 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Lada Indonesia 27 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditi Lada

Indonesia periode 2008-2013 29

Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Lada Indonesia 31

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 35

(10)

DAFTAR TABEL

1 PDB menurut lapangan usaha (milyar rupiah) tahun 2008-2013 1 2 Volume ekspor komoditas hasil perkebunan tahun 2013 2 3 Produksi dan luas areal lada Indonesia tahun 2008-2013 2 4 Volume ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2008-2013 4 5 Ringkasan hubungan variael-variabel yang digunakan dalam penelitian 13

6 Jenis dan sumber data 15

7 Tabel RCA komoditas lada ke negara tujuan ekspor 25 8 Hasil estimasi model dengan model Fixed Effect dengan cross section

weights 27

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan produksi lada enam negara produsen lada terbesar di

dunia 3

2 Nilai ekspor lada Indonesia tahun 2008-2013 5

3 Volume ekspor lada Indonesia tahun 2008-2013 6

4 Kurva perdagangan 8

5 Skema kerangka pemikiran operasional 14

6 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis matrik EPD 17 7 Perkembangan EPD Indonesia ke negara tujuan ekspor 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis daya saing lada Indonesia menggunakan metode RCA 35 2 Hasil analisis lada Indonesia menggunakan metode EPD 38

3 Hasil estimasi model FEM data panel 40

4 Hasil uji Chow 40

5 Hasil multikolinearitas 41

6 Hasil uji normalitas 41

7 Hasil heteroskedastisitas 41

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor sektor pertanian, khususnya komoditas subsektor perkebunan.Besarnya potensi ekspor subsektor perkebunan tersebut didukung oleh iklim yang cocok untuk tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, coklat, tembakau dan rempah-rempah.Peranan subsektor perkebunan sangat penting bagi perekonomian nasional, terlihat dari kontribusi subsektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga dapat mendukung tercapainya pembangunan ekonomi.Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, PDB subsektor tanaman perkebunan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2008 sebesar 44.8 milyar rupiah menjadi 54.9 milyar rupiah pada tahun 2013.Kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian mengalami peningkatan dari 15.7 persen pada tahun 2008 menjadi 16.1 persen pada tahun 2013. Jika dilihat kontribusi subsektor perkebunan terhadap non migas mengalami penurunan dari 2.3 persen pada tahun 2008 menjadi 2.1 persen pada tahun 2013. Nilai kontribusi terbilang belum optimal terhadap pertumbuhan PDB namun tren peningkatan PDB ini mengindikasikan bahwa sektor perkebunan berpotensi besar untuk dikembangkan agar menjadi suatu sektor yang unggul serta menjadi kekuatan perekonomian nasional di kancah dunia mengingat pertanian yang dimiliki Indonesia.

Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 menurut sektor pertanian (milyar rupiah) tahun 2008-2013

Lapangan

Usaha 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tanaman

Perkebunan 44.8 45.6 47.2 49.3 52.3 54.9

Lainnya 284.6 295.9 304.8 315 328.3 339.9

Non migas 1939.6 2036.6 2171.1 2322.7 2481.7 2636.9

PDB Total 2082.4 2178.8 2314.4 2464.6 2618.9 2770.3 Pangsa

Perkebunan Terhadap Pertanian (%)

15.7 15.4 15.4 15.6 15.9 16.1

Pangsa Perkebunan Terhadap PDB Non Migas (%)

2.3 2.2 2.1 2.1 2.1 2.1

Sumber : Badan Pusat Statistik Juli 2013 (diolah)

(12)

komoditas ekspor perkebunan terbesar keempat setelah kelapa sawit, kopi, dan biji kakao. Ekspor komoditas hasil perkebunan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Volume ekspor komoditas hasil perkebunan tahun 2013

Jenis Barang Berat Bersih (Ton)

Minyak kelapa sawit 1 644 535

Kopi 532 139

Biji kakao 201 505

Rempah-rempah 118 688

Teh 64 589

Tembakau 20 029

Sumber : Badan Pusat Statistik 2014 (diolah)

Berdasarkan sejarah, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan produksi rempah-rempahnya, termasuk lada yang sempat menarik bangsa asing untuk menguasai dan menjajah kekayaan alam Indonesia tersebut. Potensi produksi lada Indonesia juga didukung oleh keadaan iklim dan kondisi geografis yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan lada. Lada memiliki tempat yang penting dalam perdagangan rempah-rempah dunia.Lada merupakan salah satu produk unggulan ekspor yang memiliki potensi untuk dipasarkan baik pasar dalam negeri maupun luar negeri, namun lada masih dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti penurunan produksi yang dapat memengaruhi perkembangan daya saing lada Indonesia. Selama periode tahun 2008 hingga tahun 2013, produksi lada Indonesia berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan (Tabel 3).

Pada tahun 2013 produksi lada Indonesia adalah yang terbesar yaitu sebesar 91 039 ton atau meningkat sebesar 3 198 dibanding produksi tahun 2012 sebesar 87 841. Luas areal lahan perkebunan lada pun semakin meningkat drastis pada tahun 2009 sebesar 27 040 Ha menjadi 179 318 Ha pada tahun 2010, dan mengalami penurunan luas areal dari tahun 2010 hingga pada 2013 sebesar 7 398 Ha. Penurunan luas areal lada Indonesia ini disebakan oleh lahan yang kekeringan, gangguan hama dan penyakit dan fluktuasi harga lada. Faktor harga lada yang fluktuatif, juga menjadi permasalahan yang menyebabkan usahatani lada kurang diminati petani, terutama ketika harga rendah. Akibatnya, banyak tanaman lada yang rusak atau mati karena perawatannya kurang.

Tabel 3 Produksi dan luas areal lada Indonesia tahun 2008-2013 Tahun Produksi(ton) Luas Areal(ha) Produktivitas (kg/ha)

2008 80 420 30 006 702

2009 82 834 27 040 729

2010 83 662 179 318 760

2011 87 089 177 490 784

2012 87 841 177 787 771

2013 91 039 171 920 818

(13)

Indonesia merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia dan termasuk dalam lima besar negara produsen lada di dunia khususnya lada hitam dan lada putih. Pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat keempat dalam hal produksi lada dunia. Kedudukan lada sebagai komoditi ekspor hasil perkebunan cukup penting, yaitu nomor enam setelah karet, kelapa sawit, kakao, kopi dan kelapa. Lada juga dikenal dengan nama King of Spices (raja rempah) untuk golongan komoditas rempah-rempah. Kontribusi lada Indonesia di pasar dunia pada tahun 2010 adalah sebesar 17 persen dari produksi lada dunia dan merupakan produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam (Ditjen Perkebunan 2011). Berdasarkan peran dan potensi ekonomi komoditas lada diatas, dapat dikatakan bahwa lada merupakan salah satu komoditas unggulan dan mempunyai potensi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini antara lain juga didasari oleh besarnya potensi dan peluang yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan lada di pasar internasional, diantaranya Indonesia sudah lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia terutama lada hitam (Lampung Black Pepper) yang dihasilkan di Provinsi Lampung dan lada putih (Muntok White Pepper) yang berasal dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Terdapat lima negara produsen lada terbesar di dunia yaitu Vietnam, Indonesia, Brazil, India dan Srilanka. Indonesia merupakan negara produsen lada terbesar kedua setelah Vietnam. Prospek pasar lada cerah sekali untuk memenuhi permintaan pasar dunia, terutama lada hitam. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian disamping komoditas perkebunan lainnya, baik sebagai sumber devisa maupun sumber mata pencaharian petani.

Sumber :International Pepper Community (IPC) 2012

(14)

danoleoresin. Jenis komoditi lada yang utama diperdagangkan adalah lada hitam dan lada putih.Jumlah ekspor lada putih dan lada hitam mencapai 95 persen dari keseluruhan lada yang diekspor oleh negara-negara produsennya. Dari sisi harga, lada putih memiliki kecenderungan yang lebih mahal dibandingkan dengan lada hitam sehingga bagi para pelaku usaha agribisnis lada, khususnya petani hal ini menjadi suatu dorongan untuk mengusahakan lada. Sebagai pengeskpor lada putih yang diproduksi di Bangka, Indonesia sampai saat ini tetap bertahan sebagai penghasil utama. Komoditas tersebut merupakan salah satu tanaman rempah yang paling banyak diminati luar negeri dan beberapa tahun terakhir harga lada putih dunia terus meningkat, sedangkan sebagai penghasil lada hitam Indonesia sudah mulai digeser oleh Vietnam (Ditjen Perkebunan 2011).

Indonesia memiliki beberapa negara utama tujuan ekspor lada. Negara tujuan ekspor lada Indonesia diantaranya Amerika Serikat, Australia, Vietnam, India, Inggris, Jepang, Singapura, dan Jerman. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan sektor non migas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa, dengan sentra produksi yang terdapat di daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Bangka Belitung. Bangka Belitung merupakan produsen lada putih terbesar di Indonesia. Produksinya mencapai 80-97 persen dari total produksi lada Indonesia. Volume ekspor lada Indonesia ke negara tujuan berfluktuasi dan sangat tergantung dengan kondisi perdagangan lada dunia. Volume ekspor lada Indonesia dan negara-negara yang menjadi tujuan ekspor lada dari Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Volume ekspor lada Indonesia ke negara tujuan ekspor tahun 2008-2013 (kg)

Negara tujuan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Australia 477951 537121 922261 384310 378389 205152 Jerman 2337982 2093202 2221870 1255074 2213338 2059734 Inggris 146890 76000 60000 11694 201167 79719 India 5589447 7077369 4490602 3519607 5333881 3213698 Japan 1675231 1122062 1290131 1020644 1125480 1255731 Singapura 4430663 2745099 4654217 3916127 3399700 5936052 Amerika Serikat 25282876 24803228 25079396 15064733 22808090 14623541 Vietnam 4137175 5030102 13585727 4448181 16632944 11648375

Sumber : UNComtrade 2014

(15)

Perumusan Masalah

Setiap negara yang melakukan perdagangan internasional memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-masing negara baik dalam sumber daya maupun teknologi untuk memenuhi kebutuhannya. Suatu negara yang kurang efisien dalam memproduksi sebuah barang akan melakukan perdagangan dengan negara lain yang lebih efisien dalam memproduksi suatu barang yang memiliki keunggulan komparatif di negara tersebut (Salvatore1997). Maka perdagangan internasional akan mendorong suatu negara untuk memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif di dunia untuk dapat memiliki kekuatan daya saing di perdagangan internasional.

Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki potensi dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional yaitu sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku indutri, dan untuk konsumsi langsung. Sebagian besar produksi lada Indonesia lebih berorientasi ekspor dan dipasarkan ke luar negeri sementara sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik. Volume dan nilai ekspor lada Indonesia yang cenderung berfluktuasi merupakan permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor lada Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan standar mutu yang diterapkan oleh negara pengekspor dan pengimpor lada Indonesia yang dapat menyebabkan hambatan teknis dalam perdagangan yang berupa penolakan dari negara pengimpor karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan (Purwanto 2011). Hal ini dapat memengaruhi ekspor dan daya saing di pasar Internasional (lihat Gambar 2).

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 2 Nilai ekspor lada Indonesia tahun 2008-2013

(16)

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 3Volume ekspor lada Indonesia tahun 2008-2013

Pada Gambar 3 terlihat bahwa volume ekspor lada Indonesia pun cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 ke tahun 2011 volume ekspor Indonesia mengalami penurunan hingga kurang dari setengahnya yaitu dari 62213207 kg menjadi 35567 701 kg, dan mengalami peningkatan yang dratis kembali pada tahun berikutnya yaitu menjadi 61649189 kg pada tahun 2012, dan data terahir menunjukkan bahwa pada tahun 2013 volume ekspor lada Indonesia mengalami penurunan kembali menjadi 46806958 kg.

Berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, Indonesia harus mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat di pasar internasional. Hal ini menuntut adanya mutu dan kualitas yang baik pada komoditi yang diperdagangkan sehingga dapat berperan penting dalam perdagangan internasional. Potensi yang cukup besar terebut dapat menentukan keunggulan dan kemampuan yang dimiliki komoditi lada Indonesia dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan, maka hal yang perlu dilakukan saat ini, yaitu

1. Bagaimana posisi daya saing lada Indonesia di negara tujuan?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi permintaan ekspor lada di negara tujuan?

3. Strategi apa yang mendukung keberhasilan dan meningkatkan daya saing lada Indonesia di pasar internasional?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian yang dilakukan memiliki tujuan secara umum yaitu menganalisis daya saing dan faktor yang memengaruhi daya saing komoditi lada Indonesia di pasar internasional. Selain itu penelitian juga memiliki tujuan khusus, yaitu

(17)

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing ekspor lada Indonesia di negara tujuan utama ekspor.

3. Merumuskan strategi yang dapat mendukung keberhasilan dan meningkatkan daya saing lada Indonesia di pasar internasional.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik bagi penulis maupun pihak lainnya. Manfaat yang diharapkan antara lain 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan dan menambah

pengetahuan bagi penulis mengenai perkembangan perdagangan ekspor lada Indonesia di pasar internasional dan negara tujuan.

2. Bagi pemerintah diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan mengenai strategi kebijakan yang dapat meningkatkan daya saing lada Indonesia.

3. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi informasi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan lada Indonesia dengan negara tujuannya, yaitu Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Singapura, India, Jepang, Autralia dan Vietnam dengan kode Harmonized System(HS) lada 090411 (lada tidak dihancurkan atau ditumbuk). Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis daya saing menggunakan Revelead Comparative Advantage

(RCA),Export Product Dynamics (EPD), dan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing ekspor komoditi lada Indonesia menggunakan metode data panel.Kurun waktu yang digunakan selama enam tahun yaitu tahun 2008 sampai 2013. Faktor-faktor yang diduga dapat memengaruhi daya saing lada Indonesia adalah harga ekspor , Gross Domestic Product (GDP) per kapita negara pengimpor lada Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor lada Indonesia, populasi negara tujuan, dan produksi lada Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Perdagangan Internasional

(18)

pengeluaran suatu negara.Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti 2009).

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya.Demikian halnya dengan perdagangan internasional.Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut (Oktaviani dan Novianti 2009). Gambar 4 memperlihatkan proses terjadinya perdagangan internasional.

Sumber : Salvatore 1997

Gambar 4 Kurva Perdagangan Keterangan:

PA : Harga domestik di negara A (pengeskpor) tanpa perdagangan

internasional

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A

(pengekspor) tanpa perdagangan internasional

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A

Pb : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan

internasional

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor)

tanpa perdagangan internasional

B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional

M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M). Gambar 4 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan

permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B

(19)

akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengeskpor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

Daya Saing

Daya Saing adalah kemampuan suatu komoditi untuk masuk ke dalam pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar tersebut.Suatu produk yang memiliki daya saing banyak diminati konsumen.Daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu keunggulan komparatif, keunggulan yang bersifat alamiah dan keunggulan kompetitif yaitu keunggulan yang dapat diciptakan (Tambunan 2003).

Menurut Porter (1990), daya saing merupakan kemampuan suatu negara untuk memasarkan produknya relatif terhadap kemampuan negara lain. Daya saing dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode di antaranya metode

Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra Industry Trade (ITT), Constant Market Share Analysis (CMSA), dan X-Model Produk export potential.

Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien (Salvatore 1997).

Menurut David Ricardo, keunggulan komparatif bersifat dinamis. Negara dengan keunggulan komparatif pada komoditi tertentu harus dapat mempertahankan dan bersaing dengan negara lain di pasar internasional.

Kelebihan keunggulan komparatif adalah perdagangan antara dua negara akan tetap terjadi selama masing-masing negara memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage dan production comparative advantage. Kelemahan keunggulan komparatif adalah tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.

Teori Keunggulan Kompetitif

(20)

competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional jika memiliki empat faktor utama yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry) serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure and rivalry).

Selain keempat faktor utama diatas, terdapat dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut porter’s diamond.

Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan

Gross Domestic Product (GDP) per kapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara pada waktu tertentu yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam mengukur tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara dan jasa tertentu. Gross Domestic Product (GDP) per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tertentu tersebut (Wardhana 2011). Apabila suatu negara memiliki GDP per kapita yang tinggi maka mengindikasikan bahwa negara tersebut dapat dijadikan peluang jangkauan pasar bagi kegiatan ekspor (Karlinda 2012).

Kenaikan pendapatan akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. Pada penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah GDP per kapita negara tujuan per tahun. Ketika GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat maka uang yang siap dibelanjakan masyarakat pun meningkat. Jika lada barang normal, peningkatan pendapatan menyebabkan masyarakat dapat meningkatkan konsumsinya.

Harga Ekspor

Salah satu faktor yang dapat memengaruhi volume ekspor adalah harga ekspor suatu komoditi ke luar negeri.Harga ekspor adalah kombinasi harga faktor produksi yang di dalamnya banyak menggunakan faktor produksi. Apabila harga ekspor suatu komoditi mengalami peningkatan maka akan mengakibatkan penurunan terhadap volume ekspor komoditi tersebut (Margono 2009).

(21)

Nilai Tukar

Nilai tukar terbagi menjadi dua, yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal.Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) merupakan harga relatif dari mata uang negara, sedangkan nilai tukar riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang antara dua Negara (Mankiw 2006). Kondisi terapresiasinya mata uang domestik rupiah terhadap nilai tukar negara tujuan ekspor membuat harga suatu produk relatif lebih mahal.

Nilai Ekspor

Perdagangan Internasional mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Jika pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (expenditure approach) adalah : GNP = C + I + G + (X-M), dimana X adalah nilai ekspor dan M adalah nilai impor, maka jika nilai ekspor > nilai impor berarti negara tersebut merupakan net export positif, dapat dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri surplus. Jika nilai ekspor < nilai impor, berarti negara tersebut merupakan net export negatif, dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri defisit.

Populasi

Jumlah penduduk menjadi salah satu faktor penentu dalam permintaan ekspor. Semakin banyaknya jumlah penduduk suatu negara maka semakin banyak juga permintaan negara tersebut terhadap suatu barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya (ceteris paribus). Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan ke kanan atas dan memperlihatkan bahwa dengan naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat harga akan lebih banyak (Lipsey 1995)

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Irwanto (2012) bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara tujuan, dengan menggunakan data sekunder berupa data cross section

(22)

Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2013) bertujuan untuk menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan minyak atsiri Indonesia di negara tujuan ekspor.Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif daya saing dan ekonometrik. Analisis daya saing dengan menggunakan metode RCA, EPDdan X-Model Produk export potensial, dengan periode waktu lima tahun (2007-2011). Analisis ekonometrik menggunakan metode data panel, berupa time series (2002-2011) dan cross section dengan komponen sembilan negara tujuan ekspor (Perancis, Jerman,India, Singapura, Belanda, Spanyol, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Hasil analisis dengan metode RCA menunjukkan bahwa minyak atsiri Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Hasil analisis metode EPD menunjukkan bahwa minyak atsiri Indonesia berada pada posisi

rising star, kecuali di Singapura berada pada lost opportunity. Hasil analisis X-Model Produk export potensial menunjukkan bahwa minyak atsiri Indonesia memiliki potensi pengembangan pasar optimis, kecuali di Singapura minyak atsiri Indonesia memiliki potensi pengembangan pasar potensial. Hasil analisis metode data panel menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan minyak atsiri adalah GDP per kapita riil, harga ekspor komoditi, dan jarak ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ananda (2015) bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran umum dan regulasi kopi, menganalisis daya saing kopi Indonesia menggunakan RCA dan EPD serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia di delapan negara tujuan ekspor, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif di delapan negara tujuan ekspor (nilai RCA>1). Analisis EPD kopi Indonesia di pasar Amerika, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India berada pada posisi

Rising Star, Jepang berada di posisi Retreat dan Jerman berada pada posisi Lost Opportunity. Hasil analisis data panel statis menunjukkan populasi negara tujuan, nilai tukar riil negara tujuan dan harga ekspor signifikan memengaruhi nilai ekspor kopi, sedangkan GDP per kapita negara tujuan tidak berpengaruh signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Pradipta (2014) dengan analisis data panel

gravity model untuk menganalisis faktor-faktor yang memegaruhi aliran volume ekspor buah-buahan Indonesia (mangga, manggis, rambutan, pisang, dan melon). Keberhasilan daya saing ekspor buah Indonesia di negara tujuan ditentukan oleh keunggulan komparatif dan kompetitif serta faktor lainnya. RCA dan EPD digunakan untuk menganalisis posisi daya saing ekspor buah-buahan Indonesia. Pada metode EPD dan RCA menunjukkan bahwa buah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif tertinggi di negara tujuan dan dunia adalah buah manggis, mangga, dan jambu. Ekspor buah Indonesia yang kehilangan kesempatan dalam bersaing di negara tujuan adalah stoberi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memengaruh aliran ekspor buah Indonesia ke negara tujuan meliputi harga ekspor, populasi, jarak ekonomi, GDP riil dan per kapita, nilai tukar riil, indeks harga konsumen, Indonesia, dan variabel dummy

krisis yang terjadi di Eropa.

(23)

internasional menunjukkan kecenderungan ke arah pasar persaingan oligopoli dan memiliki tingkat konsentrasi asar yang sedang. Berdasarkan analisis RCA, komoditi lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang mempunyai nilai RCA yang lebih dari satu. Dengan menggunakan Teori Berlian Porter dapat diketahui kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan lada. Kondisi internal komoditi lada Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada faktor sumberdaya alam. Kondisi eksternal komoditas lada yang memiliki keunggulan kompetitif antara lain peranan pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan mengenai penyediaan input faktor produksi, pemasaran dan perdagangan lada, dan standar mutu lada. Untuk meningkatkan daya siang lada Indonesia, perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari penjualan lada dengan mengembangkan dan meningkatkan ekspor lada dalam bentuk olahan (diversifikasi) sehingga dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor lada.

Raharjo (2014) menyatakan bahwa daya saing komoditi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kemajuan perekonomian negara. Melalui penelitiannya mengenai analisis daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok, hasilnya menunjukkan bahwa komoditi produk olahan rotan memiliki daya saing yang tinggi di negara Malaysia dan Singapura. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan ialah GDP per kapita Indonesia, harga ekspor komoditi ke negara tujuan, harga ekspor pesaing, nilai tukar rupiah, volume ekspor produk olahan rotan, jumlah produksi produk olahan rotan dan dummy dibukanya ekspor rotan berpengaruh signifikan terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia. Hasil penelitian ini berdasarkan penggunaan metode RCA sebagai alat analisis daya saing dan metode panel data dengan fixed effect model (FEM) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan.

Tabel 5 Ringkasan hubungan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Variabel

Independen

Hubungan dengan Variabel Dependen

(24)

Kerangka Penelitian

Indonesia merupakan salah satu penghasil dan pengeskpor utama lada di dunia.Hal ini terlihat dari daerah produsen penghasil lada di Indonesia dan posisi Indonesia sebagai negara produsen lada yang merupakan pengeksor lada paling besar di dunia setelah Vietnam.Volume dan nilai ekspor lada Indonesia berfluktuasi dan sangat tergantung dengan kondisi perdagangan lada dunia. Pada penelitian ini untuk menganalisis daya saing komoditi lada Indonesia di negara tujuan ekspor utama digunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan

Export Product Dynamic (EPD), sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi daya saing lada Indonesia menggunakan metode panel data. Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5 Skema kerangka pemikiran operasional

HIPOTESIS

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka pada teori ekonomi dan penelitian sebelumnya mengenai daya saing dan lada, adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Nilai RCA lada Indonesia lebih besar dari satu, artinya komoditi lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing kuat pada negara utama tujuan ekspor.

(25)

3. Perkembangan EPD lada Indonesia di negara tujuan ekspor dapat menempati posisi Rising Star.

4. Harga ekspor lada diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor lada Indonesia. Jika harga meningkat maka nilai ekspor lada yang diterima Indonesia akan meningkat. Juga berlaku untuk kondisi sebaliknya.

5. Populasi negara tujuan diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor lada Indonesia. Jika populasi meningkat maka nilai ekspor lada akan meningkat. Juga berlaku untuk kondisi sebaliknya.

6. GDP per kapita riil negara tujuan diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor lada Indonesia. Jika GDP per kapita negara tujuan mengalami peningkatan maka akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia.

7. Nilai tukar rupiah terhadap masing-masing negara tujuan diduga memiliki pengaruh yang positif terhadap ekspor lada negara tujuan, apabila nilai tukar mata uang Indonesia mengalami peningkatan(apresiasi) maka akan mengakibatkan barang-barang domestik akan cenderung lebih mahal sehingga akan meningkatkan nilai ekspor.

8. Produksi lada Indonesia diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor Indonesia. Jika produksi lada Indonesia meningkat maka akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan, selama periode tahun 2008 sampai 2013 dan cross section delapan negara yaitu Amerika Serikat, Jerman, Jepang, India, Inggris,Singapura, dan Vietnam. Sumber data berasal dari UN Comtrade, Worldbank, World Intregated Trade Solution, UNCTAD, dan berbagai literatur dari media cetak maupun internet yang berkaitan dengan penelitian ini.Jenis dan sumber data dapat dijelaskan secara ringkas pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis dan sumber data

Data yang digunakan Sumber Data

Produksi lada Kementerian Pertanian

Harga ekspor lada UNComtrade

Nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan UNCTAD GDP per kapita riil negara tujuan

Populasi negara tujuan

World Bank World Bank

Revealed Comparative Advantage (RCA)

(26)

penelitian ini, RCA digunakan untuk mengetahui posisi komparatif lada Indonesia dengan negara-negara produsen lada lainnya di pasar internasional.

Keterangan:

RCA : Tingkat daya saing komoditi lada Indonesia

Xij : Nilai ekspor komoditi lada Indonesia ke negara importir ladaIndonesia Xt : Nilai total ekspor Indonesia ke negara importir lada Indonesia

Wij : Nilai ekspor lada dunia ke negara importir lada Indonesia Wt : Nilai total ekspor dunia ke negara importir lada Indonesia

Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia.

Export Product Dynamic (EPD)

Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk memberikan gambaran yang baik mengenai daya saing atau keunggulan kompetitif suatu produk, dan juga mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak.Metode yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis adalah dengan memilih produk-produk-produk-produk berdasarkan tingkat pertumbuhannya selama periode yang ditetapkan.EPD mampu membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia.

Gambar 6 menunjukkan bahwa matriks posisi daya saing Export Product Dynamic (EPD) terdiri dari Rising Star, Lost Opportunity, Falling Star, dan

(27)

Gambar 6 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis matrik EPD Keterangan:

X=Pangsa pasar ekspor negara i di pasar tujuan tertentu Y=Pangsa pasar produk j di pasar tujuan tertentu

Posisi pasar lainnya yang tidak diharapkan oleh suatu negara adalah

Falling star. Posisi Falling star walaupun tidak diharapkan, namun posisi ini tidak seburuk dibandingkan dengan Lost opportunity. Hal ini dikarenakan pada posisi ini terjadi peningkatan pangsa pasar meskipun tidak terjadi pada produk atau barang yang kontinu(dinamis) di pasar global. Retreat merupakan kondisi dimana produk atau barang suatu negara sudah tidak diingankan lagi oleh pangsa pasar. Secara sistematis pangsa pasar ekspor suatu negara dan pangsa pasar suatu komoditi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Sumbu X:

Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i.

Sumbu Y:

Pertumbuhan pangsa pasar produk n .

Dimana:

Xin = Nilai ekspor produk i Indonesia ke negara tertentu

Xn = Nilai ekspor Dunia ke negara tertentu

(28)

Analisis Panel Data Statis

Teori model data panel merupakan model ekonometrika yang menggabungan informasi dari data cross section dan time series. Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time series atau

cross section (Firdaus 2012).

1. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (indvidu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkkan dengan model lain.

2. Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section atau time series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Data panel juga lebih baik untuk studi

dynamic of adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang, sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.

Dalam analisis data panel, terdapat tiga pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect model), dan model efek acak (random effect model). Pada pendekatan Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM) dibedakan berdasarkan ada tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (regresor).

Misalkan :

it = αi + Xit + εit

Pada one way error components model, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk

εit = i + uit

Untuk two way error components model, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk

εit = i + t + uit

Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek individu ( i ). Pada two way, dimasukkan efek dari waktu ( t ) ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara idan t dengan Xit.

Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode

pooledleast square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).

Pooled Least Square

Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data

(29)

yanglebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berartimenggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehinggamemiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan di bawah ini.

Yit =

α

i + j Xjit + it dimana :

Yit =variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

α

i = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i

Xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

j = parameter untuk variabel ke j

it = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisai secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau

LeastSquare Dummy Variable.

Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnyadegree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan terntunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaansebagai berikut .

Yit =

α

i + j Xjit +

e

it

dimana :

Yit =variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

α

i = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i

Xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

j = parameter untuk variabel ke j

e

it = komponen error di waktu t untuk unit cross section

Efek Acak (Random Effect)

Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah :

(30)

dimana :

Yit =variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

α

i =

α

1+ it, dengan nilai intersep yang akan berbeda antar individu cross section i akibat random error ( it) antar individu tersebut

Xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

j = parameter untuk variabel ke j

w

it = it + i , yaitu it : error dan i: individual effect

Dalam pengolahan data panel, terdapat pilihan untuk menggunakankriteria pembobotan yang berbeda-beda, yakni:

1. No Weighting : semua observasi diberi bobot yang sama.

2. Cross Section Weight :Generalized Least Square (GLS) dengan menggunakan estimasi varians residual cross section. Digunakan apabila ada asumsi bahwaterdapat cross section heteroskedasticity.

3. SUR (seemingly unrelated regression) : GLS menggunakan estimasi residualcovariance matrix cross section. Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitasmaupun autokorelasi antar unit cross section.

Terdapat pengujian yang umum digunakan dalam menentukan model yang akan digunakan dalam menentukan model yang akan digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Uji Chow dan Uji Hausman.

a. Uji Chow

Uji Chow digunakan untuk memilih model yang lebih baik diantara model

Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut :

H0: Pooled Least Square

H1: Fixed Effect Model

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F statistic seperti berikut :

dimana :

EES1 = residual sum square hasil pendugaan model pooled least square

EES2 = residual sum square hasil pendugaan model fixed effect

N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series

Jika nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya.

b. Uji Hausman

Uji Hausman adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan model fixed effect atau random effect. Seperti yang

(31)

telah diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memeperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Dalam Hausman test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut.

H0: Random Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut:

M = (β – b)(M0-M1)-1(β - b)~χ2(K)

dimana :

β = vektor statistik variabel fixed effect,

b = vektor statistik variabel random effect,

M0 = matriks kovarians untuk dugaan random effect.

Jika nilai M hasil pengujian lebih besar dari x2-tabel, maka cukup melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model terbaik yang dapat digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.

Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dapat dilakukan dengan maksud memeriksa atau menguji apakah variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Signifikan sendiri mengandung arti sutau nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada beberapa jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi.

Uji-F

Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen dengan membandingan nilai kritis F dengan hasil F-hitung.Pengujian hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

Perumusan Hipotesis H0μ 1 = β = γ = k = 0

H1: Minimal ada satu nilai yang tidak sama dengan nol Uji statistik yang digunakan:

(32)

dimana :

e2 = Jumlah kuadrat regresi (1- e2) = Jumlah kuadrat sisa n = Jumlah pengamatan k = Jumlah parameter

Kriteria uji yaitu Fhitung > Ftabel,(k-1)(n-k) maka tolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata

terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

Uji-t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen.

Hipotesis:

H0μ k = 0 H1μ k ≠ 0

Uji statistik yang digunakan,

ttabel = tα(n-k)

dimana:

S(bi) = Standar deviasi parameter untuk bi bi = Koefisien ke-i yang diduga

Kriteria uji :

⎢t hitung ⎢> tα /β,(n-k) maka tolak H0,

dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variable (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0.Jika H0 berarti variable bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian sebaliknya.

Uji Asumsi Model

Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui persyaratan sebuah model yang akan digunakan serta untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Setelah mengambil keputusan untuk menggunakan suatu model tertentu, maka dilakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model melalui tiga kriteria kesesuaian model sebagai berikut

1. Pengujian Asumsi

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan pada pelanggaran asumsi OLS. Hal-hal ini dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Selain itu ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak.

(33)

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinieritas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Salah satu cara mengatasi masalah ini dalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda 2009).

b. Uji Heteroskedasitas

Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var ( i) = E ( iβ) = i. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun dapat terjadi juga dalam data time series. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009).

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi serial antara sisaan ( t). Juanda (β00λ)

menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode

GeneralizedLeast Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam sebuah persamaan regresi dapat dilakukan uji Durbin-Watson (DW). Dalam Eviews6 Guide dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dai 1.5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi.

d. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah

H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(34)

Spesifikasi Model

Peneitian ini menggunakan satu model umum. Model ini digunakan untuk melihat hubungan nilai ekspor lada dengan variabel independennya yakni harga ekspor lada, GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan ekspor, produksi lada Indonesia, dan populasi negara tujuan. Dugaan model tersebut yaitu

NXit = α + β1PXit + β2GDPit + β3ERi + β4Prodt+ β5POPit + uit

NX = Nilai ekspor lada Indonesia (US$)

PX = Harga ekspor lada ke negara i pada tahun ke-t (US$/kg)

ER = Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara (Rp/mata uang tujuan)

GDP = Pendapatan per kapita negara tujuan tahun ke-t (US$)

PROD = Produksi lada Indonesia pada tahun ke-t (ton)

POP = Populasi negara tujuan (jiwa)

uit = Unsur gangguan/ error

α = Konstanta

i = individu ke-i

t = periode ke-t

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Daya Saing Lada Indonesia di Negara Tujuan

Analisis posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional menggunakan pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara. RCA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kinerja ekspor suatu komoditi dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditi tertentu dalam ekspor total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditi tersebut dalam perdagangan dunia. Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk komoditas lada Indonesia dalam hal ini berdaya saing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditas lada Indonesia berdaya saing lemah (di bawah rata-rata dunia). Batasan nilai daya saing, yaitu

RCA > 1 = Daya saing kuat RCA<1 = Daya saing lemah

(35)

Tabel 7Tabel RCA komoditas lada Indonesia ke Amerika Serikat, Jerman, Singapura, Jepang, Inggris, Australia, dan Vietnam tahun 2008-2013

Negara

Sumber : World Intregated Trade Solution 2014 (diolah)

Penelitian ini mengambil delapan negara tujuan ekspor lada Indonesia yaitu Amerika Serikat, Jerman, Singapura, Jepang, Inggris Australia, Vietnam dan India. Berdasarkan hasil perhitungan indeks RCA, selama periode 2008 sampai 2013 lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat di delapan negara tujuan ekspor. Pada tahun 2013 nilai RCA lada Indonesia tertinggi yaitu negara Vitnem sebesar 48.20, kemudian Amerika Serikat sebsar 33.50 dan nilai RCA terkecil pada negara Jepang sebesar 3.73. Selama periode 2008 sampai 2013 RCA lada Indonesia ke negara tujuan tertinggi pertama adalah negara Amerika serikat. Rata-rata nilai RCA lada Indonesia di Amerika Serikat pada periode tersebut sebesar 48.24. Selanjutnya untuk rata-rata nilai RCA lada Indonesia terendah di Jepang yaitu sebesr 5.02. Hal ini cukup menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang cukup tinggi di negara tujuan ekspor.

Keunggulan komparatif bersifat dinamis, dimana jika suatu negara tidak mempu mempertahankan dan bersaing dengan negara-negara lain maka tingkat keunggulan komparatifnya dapat menurun. Faktor-faktor yang dapat mengubah kondisi keunggulan komparatif suatu negara adalah kondisi ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi.

Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan kompetitif komoditi lada Indonesia di negara tujuan, dapat dilihat dari posisi pasar yang diperoleh dengan menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD). Posisi pasar Rising Star

(36)

waktu tertentu, maka produk ini dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut.

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 7 Perkembangan EPD Indonesia ke negara tujuan tahun 2008-2013 Hasil analisis EPD menunjukkan bahwa ekspor komoditi lada Indonesia di negara Singapura dan Inggris, selain memiliki daya saing yang kuat, posisi pasar di kedua negara inipun menempati posisi Rising Star, yang berarti komoditas lada Indonesia mempunyai daya saing secara kompetitif, komoditas lada Indonesia memiliki pertumbuhan yang cepat sehinga dapat terus dipertahankan pemasarannya. Posisi ini perlu dipertahankan agar komoditi lada Indonesia dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan ekspor bagi Indonesia. Lada Indonesia yang diekspor ke negara Australia dan Vietnam berada pada posisi pasar Falling Star

dimana komoditi ini berdaya saing kuat namun tidak berpotensi ekspor karena terkait terjadinya penurunan permintaan ekspor di Australia sebesar 2.38 persen dan di Vietnam sebesar 6.95 persen. Hal ini menandakan bahwa komoditas lada Indonesia di pasar tersebut tidaklah dinamis, dan tentu saja kondisi ini menjadi tidak menguntungkan bagi Indonesia.

Posisi pasar Lost Opportunity terjadi di pasar Amerika Serikat, Jerman, dan India, dimana pada posisi terebut terjadi peningkatan permintaan ekspor komoditi lada, akan tetapi Indonesia tidak menyediakan jumlah ekspor yang sesuai dengan peningkatan permintaan dari negara tujuan. Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan dalam negeri untuk berkompetisi menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar. Posisi Lost Opportunity yang dialami lada Indonesia di negara Amerika Serikat, Jerman, dan India dapat diatasi dengan adanya peran pemerintah sebagai katalisator yang mendorong perusahaan lada untuk meningkatkan kinerja ekspor sehingga mampu mencapai tingkat kompetitif yang lebih tinggi. Posisi daya saing komoditas lada di pasar Jepang berada pada posisi Retreat dimana pertumbuhan

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

-50 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Growth X

Amerika Serikat Jerman Singapura Jepang

Inggris Australia Vietnam India

(37)

pangsa pasar ekspor dan produknya bernilai negatif. Kondisi ini menandakan komoditas yang tidak dinamis dan tidak kompetitif di Pasar Jepang, yang mengindikasikan bahwa komoditas lada sudah tidak diinginkan lagi di pasar Jepang.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Lada Indonesia

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor lada Indonesia (NX). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian yakni harga ekspor lada Indonesia (PX), GDP per kapita negara tujuan (GDP), nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan ekspor (ER), produksi lada Indonesia (PROD) dan populasi negara tujuan (POP). Data yang dianalisis adalah panel data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dengan jumlah waktu analisis yaitu enam tahun dari tahun 2008 hingga 2013 dan jumlah cross section yang diteliti sebanyak delapan negara.

Hasil uji Chow pada model faktor-faktor yang memengaruhi daya saing lada Indonesia diperoleh bahwa nilai probability dari Chow (0.00) < taraf nyata 5 persen, maka tolak H0 (Lampiran 4). Artinya, model Fixed Effect adalah model

yang digunakan.

Tabel 8 Hasil Estimasi Model dengan Model Fixed Effect dengan cross section weights

Variabel Koefisien Prob.

LNGDP 4.453372 0.0045

LNEX -0.354910 0.6228

LNPX 0.701051 0.0004

LNPROD -2.092757 0.0618

LNPOP -3.138817 0.0902

C 50.69960 0.0094

Fixed Effect (Cross)

Amerika Serikat 0.803257

Jerman -10.36793

Singapura 21.70582

Jepang -9.282827

Inggris -2.215111

Australia -4.910920

Vietnam -12.38615

India 16.65386

Weighted Statistics

R-squared 0.968841 Sum squared resid 8.132123

Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.406200

Unweighted Statistics

R-squared 0.937705 Mean dependent var 16.13424

(38)

Salah satu asumsi dari model regresi adalah tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Adanya multikolinearitas dapat disebabkan oleh R- squared yang tinggi tetapi variabel independennya banyak yang tidak signifikan. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari probabilitas dan matriks korelasi antar variabel (Lampiran 5). Pada model tersebut menghasilkan nilai R- squared yang tinggi yaitu 0.968841 dan ada empat variabel bebas yang signifikan dan satu variabel yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari multikolinearitas. Nilai R-squared ini menunjukkan bahwa 96.84 persen keragaman variabel dependen yang terdapat dalam model dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen di luar model.

Berdasarkan hasil estimasi pada model daya saing lada Indonesia menunjukkan bahwa gambar plot residual tidak membentuk suatu pola tertentu. Dapat disimpulkan ragam residual telah menyebar homogen (Lampiran 7).

Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Berdasarkan hasil uji statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DW hitung pada weights statistic

dengan nilai mendekati dua yaitu sebesar 2.406. Hasil ini menandakan tidak ada autokorelasi pada model tersebut. Selain itu model ini telah menggunakan GLS Weights Cross-Section SUR. Metode ini mengoreksi masalah autokorelasi dan masalah heteroskedastisitas, sehingga masalah-masalah tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian, model estimasi regresi data panel ini telah terbebas dari masalah autokorelasi.

Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai probabilitas >α, maka error terms menyebar normal. Dari pengujian model didapatkan hasil bahwa probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari pada α

(β.6878βγ > 0.05) dan nilai probabilitas juga lebih besar dari pada α (0.β608β4 >

0.05). Dengan demikian, model ini sudah memiliki error terms yang menyebar normal (lampiran 6).

Uji statistik dalam penelitian ini dilakukan melalui uji F yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya. Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa probabilitas (f-statistic) atau sering disebut p-valueadalah sebesar 0.000000 yang lebih kecil dari taraf nyata (α

= 5 persen). Nilai ini menandakan bahwa persamaan tersebut mendukung keabsahan model atau dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh keseluruhan variabel penjelas terhadap variabel terikat atau dependennya adalah baik.

Uji t-statistik akan diuji setelah uji F dilakukan, dari hasil estimasi yang ditunjukkan ada empat variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap

Gambar

Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 menurut
Tabel 4 Volume ekspor lada Indonesia ke negara tujuan ekspor tahun 2008-2013
Gambar 2 Nilai ekspor lada Indonesia tahun 2008-2013
gambar berikut.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peruntukan yang digunakan bagi membuat perolehan peralatan dan bahan menggunakan peruntukan yang diberikan oleh kerajaan. Sijil Pelepasan GST mestilah ditandatangani oleh

Semakin tidak wajar opini audit yang diberikan menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan dari Pemda tersebut kurang baik yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja dari

Menurut Sembiring (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ciri-ciri kemandirian anak usia dini adalah seorang anak yang memiliki rasa tanggung jawab dan kepercayaan

atau bagian-bagian cembung ( buledan ) yang menggunakan motif tumbuhan dan hewan yang distilasi dengan bentuk sulur-suluran atau lunglungan. Terdapat bentuk

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis I yang menyatakan bahwa produk, harga, promosi dan distribusi secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian

Tujaan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja dengan prestasi kerja karyawan, untuk mengetahui tingkat disiplin kerja, untuk mengetahui

Hal ini berkaitan dengan waktu pesemaian sangat singkat (5-7 hari) dan media pesemaian bukan lahan sawah; (2) efisien dalam kebutuhan benih, sebab penanaman hanya 1