• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis brand equity radio megaswara dalam persaingan industri penyiaran radio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis brand equity radio megaswara dalam persaingan industri penyiaran radio"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BRAND EQUITY RADIO MEGASWARA DALAM

PERSAINGAN INDUSTRI PENYIARAN RADIO

Oleh

RAKEYAN KALANG SUNDA

H24076104

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

RAKEYAN KALANG SUNDA. H24076104. “Analisis Brand Equity Radio Megaswara Dalam Persaingan Industri Penyiaran Radio”. Di bawah Bimbingan

MA’MUN SARMA dan R.DIKKY INDRAWAN

Sebuah merek yang mapan akan memberikan kredibilitas untuk sebuah produk, merek yang kuat akan membantu perusahaan dalam melakukan perluasan pangsa pasar dalam menghadapi persaingan yang kompetitif, equitas merek menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu bagi strategi pemasaran.

Radio Megaswara pada awalnya memilih segmen musik dangdut, namun kini melakukan perubahan format musik secara besar-besaran dengan melakukan penambahan format musik POP untuk meraih penambahan segmentasi pasar ke arah anak muda dan menengah ke atas. Dalam menghadapi persaingan dengan merek-merek yang lain, maka perusahaan perlu memiliki informasi yang sangat akurat bagaimana penerimaan merek yang di pasarkan di masyarakat, dan bagaimana tingkat kesadaran masyarakat mengenai merek yang diluncurkan, bagaimana asosiasi merek yang tertanam di benak masyarakat, bagaimana persepsi terhadap kualitas dari merek tersebut, dan bagaimana loyalitas yang terjalin antara masyarakat dengan merek yang diluncurkan.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) Mengetahui posisi brand awareness di benak masyarakat kota Bogor tentang radio Megaswara; (2) Menganalisis brand association di benak masyarakat kota Bogor tentang radio Megaswara; (3) Menganalisis perceived quality di benak masyarakat kota Bogor tentang radio Megaswara; (4) Menganalisis brand loyalty di benak masyarakat kota Bogor terhadap radio Megaswara.

(3)

ANALISIS BRAND EQUITY RADIO MEGASWARA DALAM

PERSAINGAN INDUSTRI PENYIARAN RADIO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi Dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RAKEYAN KALANG SUNDA

H 24076104

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Analisis Brand Equity Radio Megaswara Dalam Persaingan Industri Penyiaran Radio

Nama : Rakeyan Kalang Sunda NIM : H24076104

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec) ( R.Dikky Indrawan, SP, MM)

NIP : 1958112 198503 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

( Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc )

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 8 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supriatman dan Neneng Djuarsih.

Penulis memulai pendidikan di SDN Sempur Kaler pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Bina Insani dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMU Bina Insani dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima pada Program DIII Studi Komunikasi Pembangunan Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Penulis kemudian melanjutkan ke program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Brand Equity Radio Megaswara Dalam Persaingan Industri Penyiaran Radio”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty Radio Megaswara di benak masyarakat Kota Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terutama PT. Radio Citra Megaswara .

Bogor, Februari 2011

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi serta perhatian dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak R.Dikky Indrawan, SP, MM selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi serta perhatian dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Pihak manajemen pemasaran PT. Radio Citra Megaswara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT. Radio Citra Megaswara Bogor.

4. Kedua orang tua dan keluarga, terutama ayah dan ibu tercinta yang telah memberikan motivasi, semangat dan doa serta dukungan baik secara moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Arti Septianti yang telah memberikan semangat dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Fani E.P dan Bang Dani yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staff Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB, terimakasih atas segala bantuannya.

8. Teman-teman satu bimbingan (Binsar, Bella, Gauz, Hijrah, Nova dan Mba Ida) atas sharing dan semangat selama penelitian hingga penulisan skripsi. 9. Teman-teman yang tidak dapat di sebutkan satu persatu atas keceriaan,

kekompakan dan kebersamaan selama ini.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Teoritis ... 6

2.1.1 Pengertian Brand Equity ... 6

2.1.2 Kesadaran Merek (Brand Awareness) ... 9

2.1.3 Asosiasi Merek (Brand Association) ... 12

2.1.4 Kesan Kualitas (Perceived Quality) ... 13

2.1.5 Kesetiaan Merek (Brand Loyalty) ... 15

2.2 Pengertian Merek ... 18

2.3 Pengertian Penyiaran ... 20

2.4 Penelitian Terdahulu ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 27

3.2 Lokasi danWaktu Penelitian ... 28

3.3 Metode Penelitian... 29

3.3.1 Pengumpulan Data ... 29

3.3.2 Penentuan Sampel ... 29

3.4 Pengolahan dan Analisa Data... 30

3.4.1 Uji Validitas ... 30

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 31

3.4.3 Hasil Uji Awal ... 32

(9)

3.4.5 Uji Awal Perceived Quality... 33

4.1.3 Struktur Organisasi PT. Radio Citra Megaswara ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Pendidikan ... 44

2. Top of Mind Merek Stasiun Radio ... 47

3. Brand Recall Merek Stasiun Radio ... 48

4. Atribut Brand Image ... 50

5. Penggolongan Atribut Brand Image ... 51

6. Atribut Perceived Quality ... 54

7. Hasil Perhitungan Switcher Megaswara... 57

8. Hasil Perhitungan Habitual Buyer Megaswara ... 59

9. Hasil Perhitungan Satisfied Buyer Megaswara ... 60

10. Hasil Perhitungan Liking The Brand ... 61

11. Hasil Perhitungan Committed Buyer ... 62

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Konsep Brand Equity ... 7

2. Piramida Brand Awareness ... 10

3. Nilai dari Perceived Quality... 15

4. Piramida Brand Loyalty ... 18

5. Konsep Brand Equity ... 6. Kerangka Pemikiran Operasional Konsep ... 28

7. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

8. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Usia ... 44

9. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Pendidikan ... 44

10. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Status Pernikahan ... 45

11. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Pengeluaran ... 45

12. Penyebaran Pendengar Berdasarkan Media Informasi ... 46

13. Grafik Semantic Differential ... 56

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuesioner ... 2. Struktur Organisasi ... 3. Uji Validitas Asosiasi ... 4. Uji Validitas Perceived Quality ... 5. Uji Cochran ... 6. Analisis Switcher,Habitual Buyer, Satisfied Buyer, Liking the

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak penggunaan awal radio adalah maritim, yaitu untuk mengirimkan pesan telegraf dengan menggunakan kode morse antara kapal dan darat. Penggunaan radio dalam masa sebelum perang adalah pengembangan pendeteksian pesawat dan kapal dengan penggunaan radar. Sekarang ini radio banyak bentuknya, termasuk jaringan tanpa kabel, komunikasi bergerak di segala jenis dan juga penyiaran radio. Sebelum televisi terkenal, siaran radio komersial termasuk drama, komedi, beragam show dan banyak hiburan lainnya, tidak hanya berita dan musik saja. Radio adalah media yang memiliki jangkauan selektif terhadap suatu segmen pasar dan dapat menjawab kebutuhan untuk meyakinkan komunikasi yang dapat memacu perubahan masyarakat. Sebagai media komunikasi, radio memiliki beberapa kekuatan karena dapat menjangkau jumlah khalayak sasaran yang besar pada waktu yang bersamaan, cepat menyampaikan pesan sehingga dapat memberikan informasi yang paling mutakhir dan mudah dimengerti, juga memberikan bentuk hiburan yang murah dan mudah diperoleh1.

Persaingan radio saat ini semakin ketat, sehingga pengelola media siaran itu harus benar-benar memahami dan mengenali ekspektasi atau apa yang diinginkan para pendengar. Para pengelola radio harus berusaha melakukan berbagai perbaikan yang terus berkembang baik dari segi teknologi audio ataupun dari intonasi penyiar, persaingan yang semakin ketat akan menimbulkan suatu kompetisi untuk meraih simpati dari para pendengar. Oleh karena itu para pengelola radio mulai melancarkan berbagai cara untuk mendapatkan perhatian dari para pendengarnya terlebih dari sisi pemasaran yang akan memberikan dampak bagi kelancaran merebut perhatian pendengar.

1

(14)

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan oprasional yang penting dalam suatu perusahaan. Pemasaran diartikan sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pelanggan atau pembeli (Kasali, 2005). Kegiatan pemasaran mencakup suatu proses dari pencarian informasi kebutuhan konsumen sampai pada jalinan hubungan pertukaran barang atau jasa yang pada akhirnya diharapkan pencapaian kepuasan baik dipihak konsumen maupun di pihak produsen. Seiring persaingan yang ketat menuntut organisasi atau perusahaan untuk menciptakan keunggulan yang kompetitif, disinilah peran sebuah brand atau merek karena dalam kondisi yang sangat kompetitif merek akan membantu pihak eksternal perusahaan dalam membedakan antara produk dan jasa antara satu dan lainnya.

Terdapat beberapa manfaat dari merek yang kuat yaitu dapat membangun loyalitas yang akan mendorong bisnis berulang kembali, merek yang kuat akan memungkinkan tercapainya harga premium dan akhirnya memberikan laba yang tinggi. Kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau pembuka untuk masuk kedalam elemen lainnya, jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa equitas mereknya juga rendah.

(15)

setiap anggota organisasi mengtahui posisinya dan bagaimana cara menghidupkanya dimata pelanggan. Manfaat lain yang diperoleh dari merek yang kuat yaitu memungkinkan perusahaan untuk menarik calon karyawan yang terbaik dan memberikan kepuasan bagi para karyawannya (Kasali 2005).

PT. Radio Citra Megaswara yang pada awalnya bernama Radio Miraka Junior atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama radio Megaswara, pada awalnya bergerak di bidang musik dangdut, dengan segmentasi pasar menengah kebawah. Dengan mengarahkan radio Megaswara pada segmentasi pasar menengah kebawah stasiun radio Megaswara mendapatkan respon dari pendengar dengan sangat baik. Namun karena tingkat persaingan yang semakin tinggi dan mendorong setiap stasiun radio untuk mengembangkan sayap pada setiap segmen yang ada maka, PT. Radio Citra Megaswara melakukan perubahan format musik secara besar-besaran dengan melakukan penambahan format musik Pop untuk meraih penambahan segmentasi pasar kearah anak muda dan menengah ke atas, hal ini dilakukan PT. Radio Citra Megaswara dengan tujuan agar stasiun Megaswara dapat bersaing dengan radio-radio yang memiliki segmentasi ke arah anak muda dan kalangan menengah ke atas.

(16)

lima besar stasiun radio yang berada di area JABODETABEK (Greater Jakarta), dengan jumlah pendengar sebanyak 1.969.000. Sedangkan untuk posisi pertama hingga ke tiga di tempati oleh stasiun radio BENS, lalu stasiun radio DANGDUT TPI, dan stasiun radio GEN FM, dan untuk posisi ke lima adalah stasiun radio POP FM. Sedangkan untuk di Kota Bogor sendiri stasiun radio Megaswara menempati posisi pertama di antara radio-radio siaran lainnya dan yang menjadi kompetitor terkuat radio Megaswara adalah radio Kancah Irama Suara Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama Kisi 93,4 FM dan stasiun radio Ika Lesmana 100.1 FM.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam menghadapi persaingan dengan merek-merek yang lain maka perusahaan perlu memiliki informasi yang sangat akurat bagaimana penerimaan merek yang di pasarkan di masyarakat dan bagaimana tingkat kesadaran masyarakat mengenai merek yang diluncurkan, bagaimana asosiasi merek yang tertanam di benak masyarakat, bagaimana persepsi terhadap kualitas dari merek tersebut dan bagaimana loyalitas yang terjalin antara masyarakat dengan merek yang diluncurkan.

(17)

1. Bagaimana brand awareness radio Megaswara di benak masyarakat kota Bogor?

2. Bagaimana brand association radio Megaswara di benak masyarakat kota Bogor?

3. Bagaimana perceived quality radio Megaswara di benak masyarakat kota Bogor?

4. Bagaimana brand loyalty radio Megaswara di benak masyarakat kota Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui posisi brand awareness di benak masyarakat kota Bogor tentang radio Megaswara.

2. Menganalisis brand association di benak masyarakat kota Bogor tentang radio Megaswara.

3. Menganalisis perceived quality di benak masyarakat kota Bogor tentang radio Megaswara.

4. Menganalisis brand loyalty di benak masyarakat kota Bogor terhadap radio Megaswara.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi PT. Radio Citra Megaswara untuk menginformasikan brand equity Megaswara.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Brand Equity

Menurut Durianto, dkk (2001), brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan satu merek nama dan symbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan ataupun pada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari equitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol, sehingga bila dilakukan perubahan pada nama dan simbol atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.

Menurut Aaker (1997), brand equity (Gambar 1) dapat dikelompokan dalam lima kategori, yaitu:

a. Brand awareness

Brand awareness menunjukan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai suatu bagian dari suatu kategori produk tertentu.

b. Brand association

Brand association adalah segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatanya tentang suatu merek.

c. Perceived quality Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.

d. Brand loyalty

Brand loyalty adalah merupakan satu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap sebuah merek.

(19)

Gambar 1. Konsep Brand Equity (Aaker dalam Durianto, dkk, 2001)

Menurut Durianto, dkk (2001), disamping memberi nilai bagi konsumen, brand equity juga memberikan nilai bagi prusahaan dalam bentuk:

1. Brand equity yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam mengikat konsumen baru dan merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif apabila merk dikenal. Brand equity yang kuat tidak dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek.

Brand equity

Brand Awareness Brand Association

(20)

2. Empat dimensi brand equity yaitu: brand awareness, perceived quality dan asosiasi-asosiasi, dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Bahkan seandainya brand awarness, perceived quality dan asosiasi-asosiasi tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lain.

3. Brand loyalty yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Brand loyalty adalah salah satu kategori brand equity yang dipengaruhi oleh kategori brand equity lainya. Kategori-kategori brand equity lainya juga berhubungan satu sama lain. perceived quality dapat dipengaruhi oleh brand awarness. Nama merek dapat memberikan kesan bahwa produk dapat dibuat dengan baik, diyakinkan oleh asosiasi dan loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan menyukai produk yang kualitasnya rendah).

4. Brand association juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk. Suatu analisa terhadap portofolio merek sangat diperlukan untuk mengetahui efektifitas dari perluasan merek yang telah dilakukan.

5. Salah satu cara memperkuat brand equity adalah dengan melakukan promosi secara besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Brand equity yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menetapkan premium price (harga premium) dan mengurangi ketergantungan terhadap promosi sehinggan memperoleh laba yang lebih tinggi.

(21)

7. Brand equity yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. Toko, supermarket dan tempat-tempat penjualan lainya tidak akan ragu-ragu untuk menerima suatu produk dengan brand equity yang kuat dan sudah terkenal untuk dijual kepada konsumen. Produk dengan Brand equity yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka. Brand equity yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjual yang akan pada akhirnya akan memperbesar volume penjualan prodak tersebut.

8. Aset-aset brand equity lainya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki oleh pesaing. Biasanya, bila dimensi utama dari brand equity yaitu brand awarness, brand association, perceived quality dan brand loyalty sudah sangat kuat. Kesetiaan perantara maupun pemasar sangat tergantung pada kekuatan empat kekuatan dari brand equity. Pada umumnya, mereka tidak ragu lagi terhadap perusahaan yang memiliki brand equity yang kuat, sehingga kepercayaan untuk memasarkan produknya semakin meningkat. Oleh karenanya penekanan riset brand equity diberikan kepada empat elemen utama dari brand equity sedangkan aset brand equity lainya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan dari elemen utama tersebut.

2.1.2 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

(22)

TopofMind (Puncak Pikiran)

Brandrecall

(Pengingatan Kembali Merek) BrandRecognition

(Pengenalan Merek) BrandUnware

(Tidak Menyadari Merek)

Gambar 2. Piramida Brand Awareness (Aaker dalam Durianto, dkk. 2001)

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2001), pengukuran brand awareness berdasarkan tingkat kesadaran merek yang mencakup top of mind (puncak pikiran), brand recall (pengingatan kembali), brand recognition (pengenalan merek) dan brand unaware (tidak menyadari merek).

1. Brand unware adalah tingkatan yang paling rendah dalam pengukuran kesadaran merek, responden sama sekali tidak menyadari atau mngenal suatu merek setelah diberikan bantuan.

2. Brand recognition atau pengenalan kesadaran merek responden dimana kesadarannya diukur dengan diberikan bantuan (an aided call). Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri produk merek tersebut (aided question). Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mngetahui seberapa banyak responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek tersebut. Untuk mengukur pengenalan brand awareness selain mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan menunjukkan photo yang menggambarkan ciri-ciri merek tersebut. 3. Brand Recall atau pengingatan kembali merek mencerminkan

(23)

pertama kali. Tingkatan ini sering disebut dengan unaided recall (pengingatan kembali tanpa bantuan).

4. Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk. Merek yang berada pada tingkat ini merupakan merek yang utama dalam benak konsumen, sehingga dalam situasi pembelian, merek lain tidak diperhitungkan.

Peran brand awareness terhadap brand equity yang dapat dipahami dengan membahas bagaimana brand awareness menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan 4 cara yaitu:

1. Anchor to which other association can be attached

Suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.

2. Familiarity-linking

Dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah) seperti pasta gigi, tissue dan lain-lain. Suatu kebiasaan dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam mambuat keputusan.

3. Substance/commitment

(24)

4. Brand to consider

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang akan diputuskan dibeli. Merek yang memiliki top of mind yang tinggi yang mempunyai nilai yang tinggi. Jika suaatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek-merek yang disukai atau merek yang dibenci.

2.1.3 Asosiasi Merek (Brand Association)

Brand association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya.

Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut. Menurut Rangkuti (2004) berbagai fungsi asosiasi tersebut adalah:

1. Membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan kata dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal pelanggan.

2. Perbedaan

(25)

yang sangat penting dalam membedakan suatu merek dari merek yang lainya.

3. Alasan untuk membeli

Pada umumnya asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. 4. Penciptaan sikat atau perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada giliranya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

5. Landasan untuk perluasan

Asosiasi merek dadpat menghasilkan landasan bagi suatu perusahaan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.

2.1.4 Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Aaker dalam Rangkuti (2004), perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Garvin dalam Durianto, dkk (2001) mengemukakan bahwa dimensi perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu:

1. Kinerja yaitu melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. 2. Pelayanan yaitu Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan

pada produk tersebut.

3. Ketahanan yaitu mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. 4. Keandalan yaitu konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk

dari satu pembelian ke pembelian lainnya.

5. Karakteristik produk yaitu bagian-bagian tambahan dari produk (feature), seperti remote control sebuah tv dan sistem WAP untuk telepon genggam.

(26)

7. Hasil yaitu mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.

Durianto, dkk (2001) mengemukakan selain konteks produk ada juga konteks jasa yang serupa tapi tidak sama, berikut diberikan beberapa contoh pernyataan dalam mengukur dimensi-dimensi konteks jasa:

1. Bentuk fisik: Apakah fasilitas fisik, perlengkapan dan penampilan pegawai mengesankan kualitasnya?

2. Kompetensi: Apakah karyawan divisi pelayanan memiliki pengetahuan yang memadai dalam melakukan tugasnya?

3. Kendala: Dapatkan tugas tersebut dikerjakan dengan akurat dan meyakinkan?

4. Tanggung jawab: Apakah petugas penjualan berkemauan untuk membantu para pelanggan dengan memberikan layanan sebaik -baiknya?

5. Empati: Apakah sebuah supermarket menunjukan kepedulian dan perhatian kepada setiap pelanggan yang mempunyai kartu keangotaan (member card)?

Menurut Aaker (1997), perceived quality memberikan nilai dalam beberapa bentuk, diantaranya yaitu:

1. Alasan untuk membeli artinya suatu merek yang berhasil menanamkan suatu kesan kualitas yang positif dalam benak konsumen akan memenagkan persaingan.

2. Diferensiasi artinya suatu produk yang mempunyai kesan kualitas tertentu akan menempati posisi yang tertentu pula dalam benak konsumen.

(27)

4. Perluasan saluran distribusi artinya suatu merek yang dipersepsikan mempunyai kualitas tinggi akan mudah dalam pendistribusiannya, sebab distributor ingin menuai laba dari larisnya produk.

5. Perluasan merek artinya produk yang kualitasnya berkesan tinggi akan mempunyai kemungkinan lebih sukses dalam memperkenalkan kategori produk baru dengan nama merek yang sama dibandingkan dengan merek yang kesan kualitasnya rendah.

Gambar 3. Nilai dari Perceived Quality (Durianto, dkk. 2001)

2.1.5Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)

Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterikatan pelanggan kepada sebuah merek. Loyalitas merek akan memberikan gambaran mengenai mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut didapati adanya perubahan baik menyangkut harga maupun atribut lain.

Brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan yang berarti pula jaminan perolelan laba perusahaan dimasa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walau dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek yang masuk dalam kategori ini berarti merek mereka memiliki brand equity yang kuat.

Perluasan merek Harga optimum Diferensiasi/posisi Alasan untuk membeli

(28)

Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Durianto dkk, (2001), mengemukakan beberapa manfaat uang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan, diantaranya:

1. Mengurangi biaya pemasaran

Biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru.

2. Meningkatkan perdagangan

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara/distributor.

3. Menarik minat pelanggan baru

Dengan banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yang yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Pembeli yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang terdekat, sehingga akan menarik pelanggan baru.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan

Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisirkannya.

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2001), ada tingkatan loyalitas merek, yaitu:

(29)

Merupakan tingkatan loyalitas merek yang paling rendah. Pembeli sama sekali tidak loyal/tidak tertarik terhadap merek apapun yang ditawarkan. Ciri dari pembeli jenis ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan)

Merupakan pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada dasarnya mereka tidak mendapati alasan yang cukup untuk beralih ke produk lain, terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain. Pembeli ini membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka.

3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek termasuk ke dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. Meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang atau risiko kinerja yeng melekat dengan tindakan mereka beralih ke merek lain.

4. Liking the Brand (pembeli yang menyukai merek)

Pembeli pada tingkatan ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.

5. Committed Buyer (Pembeli yang setia)

(30)

satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut ke pihak lain.

Committed Buyer

Liking The Brand Satisfied Buyer

Habitual Buyer

Switcher

Gambar 4. Piramida Brand Loyalty (Aaker dalam Durianto, dkk, 2001) Pada piramida brand loyalty terlihat bahwa merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkat switcher. Kemudian, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada tingkat habitual buyer dan seterusnya hingga

porsi terkecil ditempati oleh commited buyer.

2.2. Pengertian Merek

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2001) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Menurut Cannon dan Wichert dalam Buchari Alma (1992) menyatakan ciri-ciri merek yang baik yaitu:

(31)

4. Mudah diingat. 5. Enak dibaca.

6. Tidak ada nada sumbang. 7. Tidak ketinggalan zaman.

8. Ada hubungan dengan barang dagangan.

9. Bila di eksport mudah dibaca oleh orang luar negeri.

10. Tidak menyinggung perasaan kelompok/orang lain atau tidak negatif.

11. Membayangkan apa produk itu atau memberi dugesti penggunaan produk tersebut.

Rangkuti (2004), mengatakan bahwa ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu:

1. Perluasan Lini (Lini Extention)

Perluasan lini terjadi apabila perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru, seperti bentuk, rasa, warna, kandungan, ukuran, kemasan dan sebagainya. Pada umumnya perkenalan produk baru merupakan lini. Strategi ini dapat dilakukan apabila perusahaan mengalami kelebihan kapasitas produksi atau perusahaan ingin memenuhi meningkatnya selera konsumen terhadap tampilan baru. Perluasan lini dapat juga dilakukan bila perusahaan ingin mengalahkan pesaing.

2. Perluasan Merek (Brand Extention)

(32)

3. Multi Brand

Multi brand dapat terjadi apabila suatu perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Hal ini bertujuan untuk mencoba membentuk suatu kesan, kenampakan dan daya tarik kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. Strategi multi brand memungkinkan perusahaan merebut lebih banyak tempat (rak) distributor dan melindungi merek utama dengan cara menciptakan merek sampingan (flanker brand). Multi brand dapat juga terjadi akibat warisan beberapa merek dari perusahaan lain yang telah di akusisi oleh perusahaan tersebut. 4. Merek Baru

Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satupun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau apabila citra merek tersebut tidak membantu untuk produk baru tersebut. Kondisi ini menyebabkan perusahaan lebih baik menciptakan merek yang sama sekali baru daripada menggunakan merek lama. Namun dalam hal ini biasanya memerlukan biaya yang cukup besar apalagi untuk sampai ke tahap yang lebih besar.

5. Merek Bersama (co-brand)

Co-branding terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu penawaran. Tujuan dari co-branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lainnya, sehingga dapat menarik minat konsumen. Apabila co-branding dilakukan dalam bentuk kemasan bersama, maka setiap merek tersebut memiliki harapan dapat menjangkau konsumen baru dengan mengaitkannya dengan merek lain.

2.3. Pengertian Penyiaran

(33)

untuk memberitahukan sesuatu. Meskipun informasi dapat mencapai jutaan pendengar secara perorangan dan komunikasi itu akan sempurna apabila si pendengar mendengar, mengerti, merasa tertarik, lalu melakukan apa yang ia dengarkan itu (Effendy, 1991).

Stasiun radio yang berhasil, tidak diukur hanya menurut jumlah programnya, statsiun yang berhasil adalah yang memahami persahabatan dan peranya. (Stokkink, dalam Effendy,1991). Menurut Effendy (1991), ciri-ciri komunikasi yang baik adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Ini berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komuikator. Dengan kata lain, wartawan atau penyiar sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan para pembaca atau pendengarnya terhadap pesan atau berita yang disiarkanya itu.

2. Komunikator pada komunikasi pada lembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni satu institusi atau organisasi.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

5. Komunikasi massa bersifat heterogen

(34)

Menurut Ishadi dalam Farra (2007), meyebutkan empat keunggulan dari media radio, yaitu:

1. Kemampuanya mengembangkan imajinasi dengan bantuan audio.

2. Kemampuanya selektivitas dalam memilih program maupun segmen khalayak.

3. Fleksibilitas, artinya sangat mudah untuk dibawa pergi dan menjadi teman di berbagai kesempatan dan suasana.

4. Sifatnya amat personal, sehingga menjadi media yang amat efektif dalam memberi kontak-kontak antar pribadi yang diliputi oleh sifat kehangatan, keakraban dan kejujuran.

Menurut Effendy (1991), ada dua point mengenai karakteristik media radio, yaitu:

1. Auditori, artinya bahwa sifat radio hanyalah untuk didengar, untuk konsumsi telinga. Dengan demikian informasi yang disiarkan melalui media radio bersifat sepintas lalu. Berbeda dengan surat kabar dan majalah informasi yang disampaikan melalui media cetak memberi kemungkinan pembaca yang belum bisa mengerti hanya dengan sekali membaca, dapat mengulang berkali-kali.

2. Mengandung gangguan, sebagai media yang mengandalkan pada kekuatan pancaran gelombang elaktromagnetik komunikasi melalui radio sering mengalami berbagai gangguan, terutama yang disebabkan oleh faktor geografis maupun faktor teknis teknologis. Gangguan yang dihadapi dapat berupa suara kemresek (noise), suara terputus-putus dan sebagainya.

Dalam dunia penyiaran tentu penyiar merupakan salah satu faktor penting untuk menjadikan penyiaran menjadi hal yang menarik dan memberikan hiburan bagi para pendengarnya, maka dari itu untuk manjadi seorang penyiar yang baik, seorang penyiar harus memiiki kualifikasi yang tepat dan keinginan dirinya dalam lapangan penyiaran radio. Sehubungan dengan itu menurut Henneke dalam Effendy, (1991) telah menghimpun beberapa hal penting dalam

(35)

1. Komunikasi gagasan (communication of ideas).

2. Komunikasi kepribadian (communication of personality). 3. Proyeksi kepribadian (projection of personality), ini mencakup:

a. Keaslian (naturalnes.) b. Kelincahan (vitality).

c. Keramah tamahan (friendlines).

d. Kesanggupan penyesuaian diri (adapability). 4. Pengucapan ( pronounciation).

5. Kontrol suara ( voice controle), ini mencakup : a. Pola titi nada (pitch)

b. Kerasnya suara (loudnes) c. Tempo (time)

d. Kadar suara (quality)

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian Hermawan (2002) bertujuan untuk menganalisis perbandingan kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek dari merek-merek teh celup. Hasil penelitian mengenai kesadaran merek menunjukkan bahwa teh celup merek Sariwangi merupakan merek teh celup yang paling diingat responden, kemudian diikuti teh celup merek Sosro, Kepala Jenggot, 2Tang dan Lipton. Pada teh celup merek Sariwangi dan Sosro, semua responden mengenal kedua merek tersebut, sedangkan pada merek 2Tang ada 10 responden yang tidak mengenal merek ini sama sekali.

(36)

yaitu harga terjangkau, rasa yang enak, aroma teh yang harum, kemasan menarik, mudah didapat, merek terkenal dan higienis.

Pengukuran perceived quality menunjukkan bahwa persepsi kualitas ketiga merek yakni Sariwangi, Sosro dan 2tang secara umum berada pada posisi baik dan sangat baik. Berdasarkan tingkatan loyalitas merek teh celup merek Sariwangi mempunyai responden yang paling banyak pada tingkat satiffied buyer yaitu sebesar 51 persen atau 35 orang dari 68 pemakai. Pada merek Sosro, responden yang paling banyak pada tinkat liking the brand yaitu sebanyak 62 persen dan teh celup merek 2Tang, tingkatan loyalitas merek yang paling tinggi yaitu sebesar 80 persen.

Selanjutnya, Gumilar (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Brand Equity Supermarket Matahari Market Place Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi brand awareness di benak konsumen terhadap

merek super market “Matahari Market place”diantara merek-merek supermarket lain yang dikenal oleh konsumen, menganalisis brand association dibenak konsumen terhadap merek supermarket “Matahari Market place”, menganalisis perceived quality dibenak konsumen terhadap merek supermarket “Matahari Market place” dan menganalisis brand loyalty pada konsumen terhadap merek supermarket “Matahari Market place”.

(37)

Hasil analisis perceived quality yang terlihat pada grafik semantic diffensial menunjukan bahwa atribut-atribut merek supermarket “Matahari Market Place” berada pada posisi sisi kanan atau kutub positif. Perceived quality supermarket “Matahari Market Place”, berada pada posisi cukut baik.

Dalam anilisis brand loyalty, seluruh responden (100%) tidak berencana pindah supermarket lain tetapi hasil switcher. Hasil analisis habitual buyer menunjukan 81% responden termasuk dalam jenis pembeli habitual buyer. Hasil snslisis satisfied buyer menunjukan 81% responden termasuk dalam jenis pembeli satisfied buyer. Hasil dari analisis liking the brand menunjukan 74% responden termasuk dalam jenis pembeli liking the brand. Hasil analisis commited buyer menunjukan 23% responden termasuk dalam jenis pembeli commited buyer. Pada piramida brand loyalty merek supermarket “Matahari Market Place”, tidak menggambarkan bentuk segitiga terbalik.

(38)

Analisis pada brand loyalty menunjukan bahwa merek Pocari Sweat belum memiliki brand loyalty yang kuat. Hal ini tercermin dari bentuk piramida brand loyalty yang mengecil pada tingkatan liking the brand dan committed buyer.

(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis elemen-elemen utama brand equity (ekuitas merek), yaitu yang pertama brand awareness atau pengenalan merek dari elemen pertama ini dapat diketahui lebih lanjut bagaimana mengasosiasikan merek Megaswara apakah menjadi top of mind atau tidak, elemen selanjutnya adalah brand association atau kesan merek akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk dan akan berhubungan dengan elemen selanjutnya yaitu perceived quality atau kualitas merek dalam pengukuranya dan elemen terakhir adalah brand loyalty atau kesetiaan merek merupakan tingkat dimana kesetiaan pelanggan terhadap suatu merek tertentu.

(40)

Gambar 6. Kerangka pemikiran operasional.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Radio Megaswara (Megaswara FM) FM 100,8 yang terletak di Jalan Surya Kencana No. 228-230 Bogor dan ditujukan terhadap masyarakat kota Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan September 2010.

Analisis Brand Association

Analisis Perceived

Quality Analisis

Brand Awareness

Analisis Brand Loyalty

Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif  Skala Likert

Semantic Differential  Uji

Cochran

Brand Equity PT. Radio Megaswara Bogor

PT. Radio Megaswara Bogor

(41)

3.3. Metode Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak PT. Radio Megaswara Bogor. Selain dengan wawancara, data juga diperoleh melalui kuesioner yang disusun untuk mengidentifikasi dan mengalisis aspek-aspek elemen utama brand equity, bentuk pertanyaan terdiri atas pertanyaan tertutup (close-ended question) dan pertanyaan terbuka (open ended question). Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui studi literatur terhadap berbagai sumber yang relevan dengan topik yang akan diteliti, termasuk data-data yang diperoleh dari perusahaan dan media internet. Untuk melengkapi data penelitian melalui kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3.2 Penentuan Sampel

(42)

mewakili target segmentasi pendengar Megaswara yaitu usia 18-35 tahun. Selain itu juga pengambilan sampel dari Kecamatan Bogor tengah dikarenakan lokasi PT. Radio Megaswara Bogor yang berlokasi di wilayah Bogor tengah, sehingga penelitian ini ingin melihat persaingan brand stasiun radio Megaswara terhadap persaingan dengan stasiun radio lainnya.

Jumlah responden dalam penelitian ini ditentukan dengan Slovin dalam Umar (2005), yaitu:

... (1) Dimana:

n = jumlah sampel N = ukuran populasi

e = persentase kelongaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel yang masih bisa di tolelir 10 persen

Diketahui jumlah pendengar Radio Megaswara adalah sebesar 1.416.100 pendengar, sehingga diperoleh sampel sejumlah:

n = 1416100 = 99,99 = 100 1+1416100(0,1)²

3.4Pengolahan dan Analisis Data

3.4.1 Uji Validitas

(43)

untuk mendapatkan pertanyaan yang valid dari sejumlah pertanyaan kepada responden.

Menurut Sugiyono dalam Pratama (2006), instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan hasil penelitian yang valid adalah bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik korelasi product moment digunakan pada pengujian elemen perceived quality. Rumus dari teknik ini adalah sebagai berikut:

rxy =

) ( x2y2

xy

...(2) Keterangan:

rxy = Korelasi antara variabel x dengan y

x = (xi - x) y = (yi - y)

Kemudian rxy dibandingkan dengan rtabel dengan taraf kesalahan

tertentu. Jika rhitung > rtabel, maka H0 ditolak dan diterima H1. Uji validitas

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0. Pengolahan data yang dilakukan dapat di anggap valid apabila nilai r > 0,36. Berdasarkan hasil pengolahan data, didapat bahwa kuesioner bersifat valid. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 13.0 apabila nilai r > 0,361. Berdasarkan hasil pengolahan data, didapat bahwa kuesioner bersifat valid. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

3.4.2 Uji Reliabilitas

(44)

reliabilitas yang secara umum dibedakan untuk jumlah butir ganjil atau genap. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai dengan kenyataannya, dalam arti berapa kali pun penelitian diulang dengan instrumen tersebut akan tetap diperoleh kesimpulan yang sama (Durianto, dkk, 2001).

Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai r product moment. Jika r11 > r product moment, maka instrumen yang

digunakan tidak terandalkan. Sebaliknya jika r11 . r product moment, maka

instrumen yang digunakan dapat terandalkan dan penelitian dengan menggunakan instrumen yang sama dapat dilanjutkan. Hasil uji yang dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0 for Windows menunjukkan bahwa peubah tersebut bersifat sangat reliabel. Berdasarkan teknik alpha cronbach dihasilkan nilai untuk brand association 0.832 dan untuk perceived quality adalah 0.930 yang berarti nilai tersebut berada di atas nilai alpha cronbach dengan nilai minimum (0,700). Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

3.4.3 Hasil Uji Awal

Hasil uji awal pada penelitian ini dimulai dengan 30 responden yang merupakan masyarakat kota Bogor khususnya Kecamatan Bogor Tengah. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kendala instrument yang akan digunakan dalam penelitian, berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas setelah dilakukan pengujian terbukti valid dan reliable, maka kuesioner ini layak untuk disebar pada pendengar PT. Radio Citra Megaswara yang menjadi sample atau responden penelitian.

3.4.4 Uji Awal Reliabilitas Brand Association

(45)

dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Dengan demikian, terhadap suatu merek yang sama seorang konsumen mungkin akan mempunyai asosiasi yang berbeda dengan konsumen lainya. Bahkan terhadap suatu merek, seorang konsumen akan mempunyai kesan yang bermacam-macam, tergantung banyaknya pengalaman dalam mengkonsumsi merek itu atau dengan demikian seringnya penampakan merek tersebut dan berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan citra merek (brand image). Semakin banyaknya asosiasi yang berhubungan maka semakin kuat pula citra merek yang dimiliki oleh merek tersebut. Adapun asosiasi yang di uji adalah:

1. Radio anak muda. 2. Radio dangdut.

3. Radio yang membantu band-band indie. 4. Lagu-lagu yang di sajikan selalu up date. 5. Radio terbesar di wilayah Bogor. 6. Acara off air selalu menarik.

7. Acara on air dikemas selalu menarik.

8. Radio yang mengangkat potensi wilayah local. 9. Radio multi segment.

10.Memberikan informasi yang up date (lokal dan nasional).

(46)

3.4.5 Uji Awal Perceived Quality

Kesan kualitas memiliki peranan penting dalam membangun suatu merek dan kesan kualitas dapat menjadi alasan kuat dalam membangun suatu keputusan pembelian. Seorang pendengar mungkin tidak memiliki informasi yang cukup kuat untuk mengarahkanya pada penentuan kualitas suatu merek secara objektif. Ataupun tidak mempunyai kesanggupan dan sumber daya untuk mendapatkan informasi. Terdapat dua macam pengujian awal yaitu uji validitas dan uji reliabilitas, adapun atribut-atribut yang di uji adalah:

1. Acara yang di sajikan.

2. Kualitas suara/audio saat siaran.

3. Kualitas penyiar saat membawakan acara. 4. Kualitas siaran pada saat perubahan cuaca. 5. Pencarian frekuensi Megaswara.

6. Kreativitas penyiar saat membawakan acara. 7. Mendukung band-band indie untuk maju.

8. Memberikan sugesti yang positif terhadap pendengar. 9. Ketepatan waktu penyajian acara.

10. Pelayanan Penyiar terhadap pendengar pada saat acara on air. 11. Penggunaan tata bahasa pada saat acara on air.

12. Jangkauan pemancar.

(47)

Hasil pengujian validitas untuk analisisi perceived quality yang menggunakan selang kepercayaan 95 persen yaitu 0,361 Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 apabila nilai r > 0,361. Berdasarkan hasil pengolahan data didapat bahwa kuesioner bersifat valid.

Uji reliabilitas dilakukan kepada 30 responden pendengar radio Megaswara, berdasarkan teknik alpha cronbach, dihasilkan nilai untuk perceived quality adalah 0.930. Yang berarti nilai tersebut berada di atas nilai alpha cronbach dengan nilai minimum (0,700). Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

3.4.6 Skala Likert dan Simpangan Baku

Skala likert adalah skala pengukuran yang dapat digunakan untuk menunjukkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk. Skala likert merupakan skala pengukuran ordinal. Hasil pengukurannya hanya dapat dibuat peringkat tanpa diketahui besar selisih antara satu tanggapan dengan tanggapan lain, misalnya:

Skala 5 = sangat baik, diberi bobot 5 Skala 4 = baik, diberi bobot 4

Skala 3 = cukup, diberi bobot 3 Skala 2 = jelek, diberi bobot 2

Skala 1 = sangat jelek, diberi bobot 1

Setelah data diperoleh, data digolongkan ke dalam kategori berdasarkan nilai yang diperoleh dengan cara mengalikan besarnya bobot pada kategori tertentu yang telah ditetapkan dengan jumlah responden yang masuk ke dalam kategori yang sama. Dari data yang diperoleh, dicari nilai rataannya dan simpangan baku untuk mengetahui ukuran pemusatan dan ukuran keragaman tanggapan responden dengan menggunakan rumus (Durianto, dkk, 2001) berikut:

Rataan (X) :

n Fi xi.

(48)

Simpangan baku (S): rentang skala dengan mempertimbangkan informasi interval berikut:

Interval =

Setelah besarnya skala diketahui, kemudian dibuat rentang skala agar dapat diketahui dimana letak rataan penilaian responden terhadap setiap unsur diferensiasinya dan sejauh mana variasinya. Rentang skala tersebut adalah: menganalisis elemen perceived quality dan brand loyalty.

3.4.7 Analisis Deskriptif

(49)

dengan perhitungan presentase, sedangkan terhadap data perceived quality dan brand loyalty dilakukan perhitungan rata-rata.

3.4.8 Uji Cochran

Uji cochran dilakukan untuk menguji nyata hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek. Uji ini dilakukan untuk menganalisis hubungan asosiasi antar atribut dalam elemen brand association. Assosiasi yang saling berhubungan akan membentuk brand image dari merek tersebut. Uji cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran

nominal dikotomi, yaitu ”ya” atau ”tidak”. Hipotesis pengujian:

H0 = Kemungkinan jawaban ”ya” adalah sama untuk semua asosiasi.

H1 = Kemungkinan jawaban ”ya” adalah beda untuk semua asosiasi.

C = banyaknya asosiasi (atribut) Ri = jumlah baris jawaban ”ya”

Uji cochran digunakan untuk mengetahui nyatanya setiap asosiasi (atribut) yang ada dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q dengan 2( ,db)

. Jika diperoleh nilai Q < 2( ,db)

, maka H0

diterima, yang berarti semua asosiasi yang diuji saling berhubungan dan membentuk brand image dari suatu merek.

Jika diperoleh nilai Q > 2( ,db)

(50)

adalah sana dan pengujian dilanjutkan ke tahap ke dua untuk mengetahui asosiasi mana yang tidak sama dan dapat dikeluarkan dari asosiasi-asosiasi penyusun brand image suatu merek.

Jika nilai Q > 2( ,db)

, maka pengujian dilanjutkan ke tahap tiga dengan menggunakan teknik yang sama sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Jika nilai Q < 2( ,db)

, maka pengujian dihentikan, yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi terakhir di uji.

3.4.9 Skala Semantic Differential

Skala semantic differential ini digunakan untuk menganalisis salah satu elemen dari brand equity yaitu perceived quality. Skala ini merupakan salah satu faktor yang dikembangkan untuk menganalisis dua masalah (Durianto, dkk, 2001), yaitu:

1. Pengukuran populasi yang multidimensi.

(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah PT. Radio Citra Megaswara

PT. Radio Citra Megaswara yang lebih dikenal dengan nama Radio Megaswara pada awalnya bernama radio Miraka Junior. Radio Miraka Junior berdiri atas dasar penyaluran hobi direktur utama PT. Citra megaswara dan mendirikan stasiun radio amatir di asrama Mahasiswa Ekalokasari Sukasari Bogor. Radio amatir Miraka Junior yang beroprasi pada gelombang Short Wave (SW) dengan jangkauan siar hanya ratusan meter saja, jam siarnya pun belum menentu dan siaran radionya diberi nama Ekalos 57.

Sekitar bulan November 1972, radio percobaan tersebut dipindahkan ke daerah Cipayung Puncak dan menempati sebuah ruangan di Balai Desa Cipayung, kemudian diberi nama radio Miraka Junior. Pemilihan lokasi studio di kawasan Puncak bukan tanpa alasan, pasalnya kawasan puncak dikenal sebagai daerah pariwisata yang cukup ramai di kunjungi masrakat luas. Hal itu diasumsikan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah puncak pendapatannya lebih besar jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah Bogor dan hal ini dilirik sebagai pasar yang potensial bagi kelangsungan radio Miraka Junior nantinya. Tapi ada satu kendala yang cukup menghambat yaitu belum adanya izin resmi siaran. Sehingga pendapatan dari kegiatan periklanan belum maksimal, untuk menutupi hal itu radio menjual kupon pilihan pendengar dengan harga Rp 5 rupiah setiap lembarnya, penjualan kupon ini cukup membantu untuk kelangsungan hidup radio Miraka Junior.

(52)

radio Miraka Junior melakukan kegiatn siaran yang bersifat religius. Untuk meraih perhatian pendengar dan meraih iklan lebih banyak, pihak radio melakukan kegiatan-kegiatan off air (kegiatan diluar studio), kegiatannya berupa pertunjukan dangdut, acara amal dan acara-acara kunjungan ke kantong-kantong khalayak pendengarnya, dengan maksud untuk menciptakan hubungan emosional dengan para pendengar. Acara off air tersebut adalah ajangsana Megaswara.

Pada tahun 1990 radio Miraka Junior mulai bebenah untuk memajukan system yang ada pada radio Miraka Junior yaitu dengan melakukan promosi dan mengusahakan para pemasang iklan agar langsung berhubungan dengan radio tanpa menggunakan agency atau biro iklan, hal itu dianggap lebih efektif dan efisien dalam meraih pendapatan. Selain itu radio Miraka Junior pada tahun itu juga semakin menegaskan format radio menjadi statsiun radio dangdut. Stasiun radio kemudian menggunakan sistem komputerisasi mulai dari siaran, pemutaran lagu-lagu, iklan dan administrasi semuanya menggunakan sistem komputerisasi yang terprogram.

(53)

100.8 FM, hal ini terjadi karena adanya perubahan kanal frekuensi oleh PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) dalam rangka pembenahan dan penertiban radio-radio gelap (amatir) yang sering mengganggu frekuensi acara on air radio swasta nasional.

Radio Megaswara yang telah menjadi radio swasta nasional melakukan riset pemasaran pada tahun 2005 dengan menggunakan riset AC Nielsen sebagai salah satu perusahaan peneliti media dan pemasaran terkemuka di dunia, dari riset yang dilakukan pada tahun 2005 radio Megaswara menempati posisi keempat dari seluruh stasiun radio yang ada di area Jabodetabek (Greater Jakarta). Untuk posisi di daerah Bogor sendiri radio Megaswara menempati posisi pertama di antara radio-radio siaran lainnya. Megaswara juga semakin memantapkan posisinya sebagai salah satu media terbesar dengan mendirikan Megaswara TV yang telah melakukan siaran percobaan pada bulan juli 2005 dan launching pada bulan agustus 2005, dan pada tahun 2005 juga terjadi restrukturisasi menejemen dan perubahan frekuensi radio Megaswara Sukabumi dari frekuensi 97.4 menjadi 96.0 FM.

Pada tahun 2006 PT. Radio Citra Megaswara melakukan revolusi besar-besaran dengan melakukan penambahan format musik POP dan pemambahan segmentasi pasar untuk meraih jumlah pendengar kea rah anak muda dan kalangan menengah ke atas, kemudian pada tahun yang sama Megaswara masih melakukan perkembangan dengan diresmikanya radio Megaswara Cianjur dengan frekuensi 100.3 FM

(54)

4.1.2 Visi dan Misi PT. Radio Citra Megaswara

Visi PT. Radio Citra Megaswara adalah menjadi industri media yang terkemuka dan professional yang memiliki hubungan emosional dengan pendengar, perusahaan, pemerintah dan masyarakat secara umum. Adapun misi PT. Radio Citra Megaswara adalah memberikan kontribusi bagi perbaikan lingkungan di Kota Bogor dan Negara Indonesia yang disesuaikan dengan potensi dan daya dukung perusahaan, mempertahankan, memperluas dan memelihara networking dengan berbagai pihak termasuk media kompetitor yang berada di dalam maupun luar Kota Bogor, mengantisipasi dan menyesuaikan perkembangan teknologi untuk memenuhi kualitas siaran, mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan baik sumber daya manusia maupun fasilitas perusahaan, memberikan pelayannan hiburan dan informasi kepada pendengar, perusahaan, pemerintah dan masyarakat.

4.1.3 Struktur Organisasi PT. Radio Citra Megaswara

Struktur Organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari tiap karyawan serta unit kerja, melalui program kerja dan kegiatan oprasional yang terperinci serta jelas. Agar tercapainya tujuan organsasi dan perusahaan. Struktur organisasi PT. Radio Citra Megaswara dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2. Profil Responden

(55)

4.2.1 Jenis Kelamin

Dilihat dari hasil penyebaran kuesioner, penyebaran pendengar berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 78 persen dan perempuan 22 persen.ini sangat di dominasi oleh laki-laki dan tidak menjadi target PT. Radio Megaswara Bogor karena pada dasarnya pendengar baik laki-laki ataupun perempuan sama saja, akan tetapi karena penyebaran kuesioner menggunakan teknik judgement sampling dan rata-rata responden yang memenuhi syarat adalah laki-laki maka, penilaian terhadap responden didominasi oleh laki-laki. Namun pada dasarnya segmentasi dan target pasar Megaswara tidak terlalu mengarah pada pendengar laki–laki saja, akan tetapi perempuan juga menjadi segmen dari Megaswara. Hal ini dikarenakan pendengar adalah aset yang berharga bagi sebuah stasiun radio. Adapun hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

22%

78%

Laki-laki

Perem puan

Gambar 7. Penyebaran pendengar berdasarkan jenis kelamin

4.2.2 Usia

(56)

data yang di peroleh menunjukan bahwa pendengar Radio Megaswara setelah mengalami perubahan image didominasi oleh usia yang tegolong muda, hal ini menunjukan bahwa radio Megaswara mayoritas digemari oleh anak muda. Adapun hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

5.0%

95.0%

17 - 29 tahun

30 - 39 tahun

Gambar 8. Penyebaran pendengar berdasarkan usia

4.2.3 Pendidikan

Pendidikan terakhir adalah salah satu dasar pengelompokan pendengar. Pendidikan terakhir adalah pendidikan terakhir bagi yang telah lulus dan pendidikan yang sedang di tempuh oleh responden yang masih dalam masa belajar. Berikut adalah gambaran penyebaran berdasarkan tingkat pendidikan dari hasil yang dapat di lihat dari tingkat pendidikan ternyata radio Megaswara ternyata digemari oleh responden pelajar. Adapun hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 1.

Tabel 1. Penyebaran pendengar berdasarkan pendidikan

Pendidikan Usia 17-29 tahun Usia 30-39 tahun SLTA 43 persen

Diploma 23 persen

(57)

22.0%

12.0%

23.0%

43.0%

SLTA

Diplom a

S1

S2

Gambar 9. Penyebaran pendengar berdasarkan pendidikan

4.2.4 Status Pernikahan

Dilihat dari segi status pernikahan, para pendengar radio Megaswara hampir keseluruhan di dominasi oleh pendengar yang belum menikah, yaitu sebesar 91 persen dan sisanya belum menikah sebesar 5 persen. Bila dilihat dari hasil responden dalam status pernikahan pun belum memenuhi target yang diinginkan Megaswara, karena target Megaswara sendiri adalah seluruh responden baik dari yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Karena Megaswara merupakan salah satu radio multi segmen yang mengarah pada sluruh kalangan. Adapun hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 10. Hal ini menunjukan bahwa penggemar radio megaswara didominasi dengan status belum menikah.

91.0%

9.0%

Menikah

Belum Menikah

Gambar 10. Penyebaran pendengar berdasarkan status pernikahan

4.2.5 Pengeluaran

(58)

menunjukan hasil yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang rata-rata menunjukan masih pelajar dan status pernikahan yang didominasi dengan status belum menikah. Gambar 11. Penyebaran pendengar berdasarkan pengeluaran

4.2.6 Media Informasi

Media informasi yang digunakan atau dipilih oleh para pendengar radio Megaswara dalam hal mengetahui informasi tentang radio Megaswara menurut hasil yang diperoleh sumber informasi terbesar berasal dari pencarian melalui chanel radio yaitu sebesar 32 persen, kemudian melalui spanduk yaitu sebesar 31 persen, kemudian melalui acara off air sebesar 18 persen, kemudian melaui teman sebesar 4 persen, dan terakhir yaitu melalui televise sebesar 1 persen. Adapun hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar

Gambar 1. Konsep Brand Equity (Aaker dalam Durianto, dkk, 2001)
Gambar 3. Nilai dari Perceived Quality (Durianto, dkk. 2001)
Gambar 4. Piramida Brand Loyalty (Aaker dalam Durianto, dkk, 2001)
Gambar 7. Penyebaran pendengar berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait