Lampiran I
DATA PERCAKAPAN
1. Percakapan Peneliti, dan Ru (konteks peneliti mengajak anak bercerita pada saat anak sedang mengerjakan tugas di dalam kelas)
Peneliti : Kau suka pelajaran apa Ruth? Ru : Gelas suka, bola suka.
Peneliti : Apa? Ru : Gelas suka.
Peneliti : Bukan, pelajaran seperti menulis, menggambar, dan menyanyi. Ru : Menulis suka, menyanyi suka, menari bisa.
Peneliti : Pandai kau nari?
Ru : Nari gini (memeragakan menortor). Peneliti : Oh tor- tor, dimana kau nortor?
Ru : Di gedung.
2. Percakapan Peneliti dengan Gr dan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan anak ketika anak sedang bermain)
Peneliti : Grace di rumah suka nonton apa?
Gr : Barbie, Marsha, Upin.
Peneliti : Kalau pelajaran suka pelajaran apa?
Gr : Pelajaran? (terdiam sejenak)
Ld : Saya suka pelajarannya menggambar, menulis.
Peneliti : Ooh, menggambar , menulis.
Gr : Aku sukanya baca.
Peneliti : Terus?
Ld : Membaca kau suka?
Peneliti : Terus?
Gr : Hitung.
3. Percakapan peneliti dengan Ld dan Gr (konteks anak bercerita film frozen)
Ld : Kak kan si Olaf di dekat api nyalahin api jadi tinggal tangannya
satu lagi yang disini, jadi kata si Ana awas jangan disitu! Nanti kau meleleh jadi hidungnya uda mau meleleh katanya nanti. Wekkk.
Peneliti : Hehehe.
Gr : Kak, kan si Olaf cabut hidungnya wortel tiba- tiba kepalanya meleleh, siap itu ditaruknya hidungnya, tangannya ada, semua badannya ada, kakinya sama tangannya ada. Macam mana itu
dibuat? Hidungnya ditaruk batu, siap itu batu semua tangannya.
4. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks subjek penelitian sedang belajar menggambar)
Al : Salah, salah
Peneliti : Kenapa dek ?
Al : Salah
Peneliti : Jadi kalau salah mau diapakan?
Al : Dihapus (sambil merogo- rogo tempat pensil)
Peneliti : Apa yang kau ambil.
Al : Penghapus.
5. Percakapan Peneliti, Au, dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian ketika jam istirahat)
Au : Setiap hari aku bawa.
Peneliti : Kenapa setiap hari kau bawa penggaris kan enggak ada belajar
menggaris.
Au : Kalau uda SD kan pakai penggaris, setiap hari kubawa untuk
sekolah SDku.
Peneliti : Ooh.
6. Percakapan Peneliti, Al, Gr, dan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian ketika di dalam kelas)
Al : Kak takut kali aku kak ada perampok.
Peneliti : Dimana ada perampok?
Al : Di kamar kakakku.
Peneliti : Di kamar kakakmu, ada perampok.
Ld : Perampok, di rumahku enggak ada pun perampok. Gr : Di rumahku pun enggak.
7. Percakapan peneliti dengan Al (konteks anak bercerita kepada peneliti tentang pengalamannya)
Al : Hari itu aku kenak duli (duri) kak.
Peneliti : Apamu yang kena duri?
Al : Tanganku.
Peneliti : Jadi tanganmu gimana?
Al : Berdarah.
Gr : Apamu yang sakit?
8. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan Ld mengenai pengalaman Ld)
Ld : Kak nanti pas di pantai, sama dek Lue nanti mainnya.
Peneliti :Main apa?
Ld : Dek Lue udah pandai berdiri.
Peneliti :Uda pandai berdiri?
Ld : Hm, dianya duluan lahir.
Peneliti : Jalan, uda pandai dia berjalan?
Ld : Udah.
Peneliti : Apa lagi uda pandai?
Ld : Enggak ada itu aja.
Peneliti : Berbicara udah bisa?
Ld : Udah, tapi enggak ngerti.
Peneliti : Enggak ngerti ngomongnya?
Ld : Hmm, orang pun enggak ngerti apa yang dia bilang.
9. Percakapan peneliti dengan Au ( konteks anak sedang bercerita ketika sedang belajar)
Au : Uda kerjakan! Jangan main- main.
Ld : Kau juga jangan main- main, bukan main kertas harusnya belajar, bukan
main kertas hehehe.
10. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti mengajak subjek berbicara ketika subjek penelitian sedang belajar mencocok gambar)
Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa?
Gr : Biar terbuka dia.
Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?
Gr : Ditempel.
Peneliti : Ditempel kemana?
Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini.
Peneliti : Ooh.
Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna
coklat.
11. Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian di dalam kelas)
Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah?
Al : Apa kak?
Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah?
Al : Terlambat bangun.
Peneliti : Ooh, jangan terlambat lagi besok ya Baik?
Al : Iya kak.
Peneliti : Ambil ke depan majalahmu Albaik.
12. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek ketika subjek sedang belajar menggambar)
Ld : Ini masih tertutup.
Peneliti : Kalau tertutup harus diapakan?
Ld : Dikoyak biar terbuka, nanti koyak kayak gini bajunya kak.
Peneliti : Ooh gitu dek.
13. Percakapan peneliti dengan Au, Al, dan Gr (konteks subjek penelitian bercerita mengenai hadiah yang diperolehnya)
Au : Tapi lebih enak aku dikasih teman Bapakku apa.
Peneliti : Apa?
Au : Itu tas.
Peneliti : Kenapa kau dikasih tas?
Au : Gara-gara dapat buku si Ruth, baju si Ruth sama. Kau tak enak
aku paling enak.
Au : Eh, aku lebih enak dapat baju, dapat pinsil baru dapat baju si
Ruth.
Peneliti : Si Ruth? Maksudnya?
Au : Baju si Ruth enggak bisa digosok nanti hilang gambarnya.
Peneliti : Ada gambar si Ruth?
Au : Iya, Enggak boleh digosok nanti hilang gambarnya makanya
tinggal lipat aja. Enggak usah digosok.
Peneliti : Ooh digosok.
Peneliti : Kenapa?
Al : Aku enggak suka digosok bajuku.
Peneliti : Jadi enggak digosok bajumu?
Gr : Nanti kalau enggak digosok enggak jadi lembut.
Au : Iya jadi keras.
Peneliti : Kalau digosok jadi bajunnya gimana? Digosok gini pakai apa
digosok?
Au : Pakai gosokan.
Al : Pakai gosokan biar kering.
Au : Bukan salah biar lembut.
Gr : Digosok, disemprot udah digosok harum lembut jadinya.
14. Percakapan peneliti dengan Au, Gr dan Ld (konteks peneliti berbicara dengan subjek pada waktu anak belajar menggambar)
Peneliti : Terus dapat apa lagi kau?
Au : Si Ruth?
Gr : Tas si Ruth?
Peneliti : Tas sirup? Kayak mana tas sirup?
Gr : Si Ruth (dengan nada lantang).
Ld : Si Ruth bukan sirup, sirup itu untuk diminum.
15. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek saat subjek sedang belajar mencocok gambar)
Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa?
Gr : Biar terbuka dia.
Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?
Gr : Ditempel.
Peneliti : Ditempel kemana?
Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini.
Peneliti : Ooh.
Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna
coklat.
16. Percakapan peneliti dengan Ru, dan Ld (konteks subjek penelitian sedang belajar membuat gambar)
Ld : Ini pagarnya.
Ru : Pagarnya?
Ld : Pagarnya uda mau rebah. Hehehe
Ru : Dibakar rumahnya pakai mancis, ini mancisnya.
Peneliti : Kalau dibakar rumahnya jadi gimana?
Ru : Enggak punya rumahlah.
17.Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks subjek sedang bercerita mengenai kulkasnya)
Ld : Kulkasku udah dihias kak.
Ld : Di dalamnya udah dihias.
Peneliti : Apa yang dihias?
Ld : Telurnya dihias.
Peneliti : Dihias gimana Lady? Diwarnai telurnya?
Ld : Iya diwarnai.
18.Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti bertanya alasan anak tidak masuk sekolah)
Peneliti : Oh iya, hari sabtu Albaik kenapa enggak sekolah?
Al : Aku sakit, aku enggak itu, enggak itu, aku enggak ikut lomba
mewarna. Batuk aku, siap itu muntah- muntah aku di rumahku.
Peneliti : Jadi enggak bisa sekolah lah ya?
Al : Iya nanti muntah-muntah aku, aku dikasih obat.
Peneliti : Obat apa dikasih?
Al : Obat demam biar sembuh.
19. Percakapan peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang bermain masak-masakan bersama LD di rumah)
Ld : Ini perlu loh kak. Peneliti : Kita untuk menggoreng.
Ld : Ini dicuci dulu, aih kenapa dia ini? Peneliti : Ini tersangkut.
Ld : Enggak bisa dibukak itu. Ini tempat bubur, buburnya dimasak
dulu kita buat dengan rapi. Eh ada piring?
20. Percakapan Peneliti, Gr, Au dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian pada saat istirahat)
Peneliti : Grace kenapa sabtu enggak sekolah?
Gr : Enggak tahu ini, mamak enggak enak badan, enggak bisa diantar
kami.
Peneliti : Ooh. Aurel kenapa enggak sekolah hari sabtu?
Au : Ke rumah sakit.
Al : Aku pun ke rumah sakit.
Peneliti : Ngapain kau ke rumah sakit?
Al : Tengok kakakku.
Peneliti : Kakakmu yang mana?
Al : Kakak aku yang kedua.
Au : Tapi lebih enak aku, dikasih teman bapakku tas.
21. Percakapan Peneliti dengan Au (konteks peneliti bercerita dengan anak ketika anak sedang istirahat)
Peneliti : Aurel anak ke- berapa?
Au : Anak kesatu, adekku anak kedua.
Peneliti : Ada berapa orang kalian?
Au : Ada dua orang.
Peneliti : Dua-duanya perempuan.
Au : Iya.
Au : Enggak tahu.
22. Percakapan Peneliti, Ru dan Ld (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek penelitian ketika anak sedang belajar)
Ru : Eh, semalam itu kita enggak sekolahkan? yang ada gerhana
matahari enggak bisa keluar, aku lihat gerhana matahari gini aku di kreta Lady.
Ld : Aku pas keluar apa iih sinar kali enggak bisa enggak guna itu
pakai kacamata aku, enggak guna.
Peneliti : Kenapa enggak guna pakai kacamata?
Ld : Terang kali.
Peneliti : Oh, terang kali.
23. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek ketika anak sedang menggambar)
Al : Kak yang semalam itu kakak kok enggak datang?
Peneliti : Apa?
Al : Semalam itu kakak kok enggak datang? Peneliti : Iya, semalam sekolah dia Grace?
Gr : Enggak.
Peneliti : Bohong kau ya?
Al : Iya kok, sekolah aku.
Peneliti : Dimana kau duduk?
Al : Disini.
24. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan subjek penelitian)
Peneliti : Lady paling suka ngapain? Ld : Paling suka menggambar. Peneliti : Menggambar, kenapa? Ld : Sebab, ada ide.
Peneliti : Ide itu apa?
Lampiran II
Data Subjek Penelitian
1. Nama: Lady Rain Jemima Silaen
Umur: 5 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Pekerjaan Orangtua: Karyawan Swasta
2. Nama: Aurelia Mercia Pasarbu
Umur: 4,5 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Pekerjaan Orangtua:
3. Nama: Grace Lovely Ulina br. Simbolon
Lampiran III
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Cahyono, Bambang Yudi. Kristal- Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Dardjowidjojo,Soenjono.2000.ECHA Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
Dardjowidjojo,Soenjono.2003.Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at, Sa su u iyati. 9. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional). Bandung: Refika Aditama.
Ramlan. 1965. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono- Yogyakarta.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Skripsi
Listari. . Pemerolehan Morfologi bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun di Desa
Siala g Pa ora Labuha Batu Selata (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Manalu, Manna Maria Sopiana. . Pe eroleha Je is Kata Pada A ak Usia Lima Tahun di Taman Kanak- Kanak Kartika 1— Yo Ar ed Delitua (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Siregar, Paidu . . Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba Pada Pendidikan
Tesis
Gustia i gsih. . Pe eroleha Kali at Maje uk Bahasa I do esia Pada
Anak Usia Taman Kanak-Ka ak (Tesis). Medan: Sekolah Pascasarjana USU. Sari, No ita. . Pe eroleha Leksiko A ak Usia Tujuh Tahu di SD Negeri
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak di Yayasan Perguruan TK Helvetia di Jalan Wijaya Kesuma No. 161 Perumnas Helvetia.
3.1. 2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 18 Maret 2016 sampai tanggal 20 Mei 2016.
3.2 Sumber data
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode simak dan metode cakap. Metode simak ini memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Selanjutnya peneliti berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan, dalam hal ini peneliti menerapkan teknik simak libat cakap yang merupakan teknik lanjutan dari metode simak (Sudaryanto, 1993: 133). Peneliti juga menggunakan metode cakap. Metode cakap ini memiliki teknik dasar yaitu teknik pancing. Teknik ini memiliki teknik lanjutan yaitu teknik rekam, yaitu merekam semua bahasa yang digunakan oleh anak usia 4— 5 tahun dengan alat perekam yaitu sebuah handphone Samsung dengan tipe J1 ace. Terakhir peneliti melakukan teknik catat untuk mencatat semua data yang diperlukan.
3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul peneliti akan menganalisis data- data yang sudah terkumpul lalu mengklasifikasikan data tersebut berdasarkan jenis prefiks yang telah diperoleh anak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto 1993: 13).
dominan anak gunakan dalam percakapan sehari-hari, teknik ini peneliti gunakan untuk menganalisis permasalahan kedua.
Analisi data dapat dilihat dari contoh percakapan di bawah ini:
Percakapan Peneliti dengan Au (Konteks Anak sedang belajar mencocokkan garis ke gambarnya, peristiwa ini terjadi di dalam kelas)
Au: Buk, aku enggak bisa membaca.
Guru: Enggak apa nak, kenal huruf-hurufnya saja dulu.
Peneliti: Kenapa Aurel?
Peneliti: Bintang itu hurufnya yang ini b, i, n, t, a, n, g. Tariklah garisnya kesini.
Pada percakapan di atas tampak bahwa Au telah telah memeroleh prefiks meN- dengan alomorf mem- yaitu membaca. Pemerolehan prefiks meN- ini sesuai dengan kaidah perubahan prefiks meN- yang ditetapkan oleh Putrayasa (2008). Tampak bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN- sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata
membaca.
Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language
pemahaman anak ini menunjukkan bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-, kompetensi anak ini sejalan dengan kognitif anak itu yang telah berkembang dengan baik sehingga anak telah mampu untuk mengucapkan kata membaca.
3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemerolehan Prefiks Bahasa Indonesia pada Anak Usia 4 — 5 Tahun.
Dalam perkembangannya setiap anak yang normal akan mengalami yang
namanya pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak, ketika dia memeroleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa berbeda dengan
pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa terjadi setelah seorang anak
menguasai bahasa pertamanya atau bahasa ibunya, sedangkan pemerolehan
bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang terjadi tanpa disadari atau alamiah.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia oleh
sebab itu bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan
sehari- hari oleh rakyat Indonesia. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya proses
pengimbuhan atau afiksasi. Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan
membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal
maupun kompleks (Putrayasa, 2008: 5). Robins 1992 (dalam Putrayasa, 2008: 7)
mengemukakan, afiks dapat dibagi secara formal menjadi tiga kelas utama sesuai
dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan morfem dasar, yaitu
prefiks, infiks, dan sufiks.
Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar.
Contohnya: meN, peN-, ber-, ter-, di-, per-,dan se- ( Putrayasa, 2008:10). Bentuk
4.1.1 Pemerolehan Prefiks meN- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun
Prefiks meN- mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem
yang mengikutinya. N (kapital) pada prefiks meN- tidak bersifat bebas, tetapi
akan mengalami perubahan bentuk sesuai dengan inisial morfem yang
mengikutinya. Prefiks meN- dapat berubah menjadi me-, mem-, men-, meny-,
meng-, dan menge- ( Putrayasa, 2008: 10). Berikut pemerolehan alomorf prefiks
meN- pada anak usia 4 — 5 tahun. Berikut contoh percakapan pemerolehan
prefiks meN- pada anak usia 4 — 5 tahun.
1. Percakapan Peneliti, dan Ru (konteks peneliti mengajak anak bercerita pada saat anak sedang mengerjakan tugas di dalam kelas)
Peneliti : Kau suka pelajaran apa Ruth?
Ru : Gelas suka, bola suka.
Peneliti : Apa?
Ru : Gelas suka.
Peneliti : Bukan, pelajaran seperti menulis, menggambar, dan menyanyi.
Ru : Menulis suka, menyanyi suka, menari bisa.
Peneliti : Pandai kau nari?
Ru : Nari gini (memeragakan menortor).
Peneliti : Oh tor- tor, dimana kau nortor?
Ru : Di gedung.
Pada percakapan (1) di atas tampak bahwa Ru telah memeroleh prefiks
meN- dengan alomorf men-, yaitu menulis dan menari, serta prefiks meN- dengan
perubahan yang ditetapkan oleh Putrayasa (2008), tampak bahwa anak sudah
dapat memunculkan prefiks meN- yang menunjukkan bahwa anak sudah memiliki
kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-.
Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak
manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak
manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language
acquisition device). Dalam proses pemerolehan LAD menerima “ucapan- ucapan”
dan data-data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan
membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Pada data di atas tampak bahwa anak sudah dapat
mengucapkan kata menulis, menari dan menyanyi yang menunjukkan bahwa anak
sudah memahami kata tersebut, pemahaman anak mengenai prefiks meN- ini
menunjukkan bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya dan
kompetensi ini menunjukkan bahwa kognitif anak juga telah berkembang dengan
baik sehingga anak sudah mampu untuk mengucapkan kata menulis, menari dan
menyanyi.
2. Percakapan Peneliti dengan Gr dan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan anak ketika anak sedang bermain)
Peneliti : Grace di rumah suka nonton apa? Gr : Barbie, Marsha, Upin.
Peneliti : Kalau pelajaran suka pelajaran apa? Gr : Pelajaran? (terdiam sejenak)
Gr : Aku sukanya baca. Peneliti : Terus?
Ld : Membaca kau suka? Gr : Baca, ngeja, nulis. Peneliti : Terus?
Gr : Hitung.
Pada percakapan (2) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks
meN- dengan alomorf meng- yaitu menggambar, prefiks meN- dengan alomorf
men- yaitu menulis, dan prefiks meN- dengan alomorf mem- yaitu membaca.
Kaidah perubahan prefiks meN- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008).
Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam
dirinya untuk menggunakan prefiks meN-.
Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak
manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak
manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language
acquisition device). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-
ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan
dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Dari data di atas tampak bahwa anak sudah dapat
mengucapkan kata menggambar yang menunjukkan bahwa anak sudah memiliki
kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-, kompetensi anak ini
sejalan dengan perkembangan kognitifnya sehingga anak sudah mampu
3. Percakapan peneliti dengan Ld dan Gr (konteks anak bercerita film frozen)
Ld : Kak kan si Olaf di dekat api nyalahin api jadi tinggal tangannya
satu lagi yang disini, jadi kata si Ana awas jangan disitu! Nanti kau meleleh jadi hidungnya uda mau meleleh katanya nanti. Wekkk.
Peneliti : Hehehe.
Gr : Kak, kan si Olaf cabut hidungnya wortel tiba- tiba kepalanya meleleh, siap itu ditaruknya hidungnya, tangannya ada, semua badannya ada, kakinya sama tangannya ada. Macam mana itu
dibuat? Hidungnya ditaruk batu, siap itu batu semua tangannya.
Pada percakapan (3) di atas tampak bahwa Ld dan Gr telah memeroleh
prefiks meN- dengan alomorf {me-}. Anak sudah dapat mengucapkan kata
meleleh dengan tepat. Kaidah perubahan prefiks ini sesuai dengan teori Putrayasa
(2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam
dirinya untuk menggunakan prefiks meN- sehingga anak telah mampu
mengucapkan kata meleleh.
Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak
manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak
manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language
acquisition device). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-
ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan
dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Pada data tampak bahwa LAD dan kognitif anak
telah berkembang dengan baik sehingga anak telah mampu mengucapkan kata
4.1.2 Pemerolehan Prefiks peN- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun
Prefiks peN- juga mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi
bentuk yang mengikutinya. Prefiks peN- dapat berubah menjadi pe-, pen-, pem-,
peng-, peny-, dan penge-. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks peN-
pada anak usia 4 — 5 tahun.
4. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks subjek penelitian sedang belajar menggambar)
Al : Salah, salah Peneliti : Kenapa dek ?
Al : Salah
Peneliti : Jadi kalau salah mau diapakan?
Al : Dihapus (sambil merogo- rogo tempat pensil) Peneliti : Apa yang kau ambil.
Al : Penghapus.
Pada percakapan (4) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks
peN- dengan alomorf peng- yaitu penghapus. Perubahan prefiks peN- ini sesuai
dengan teori Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa pada kata penghapus
anak sudah memunculkan prefiks peN-, pemunculan prefiks peN- ini
menunjukkan bahwa pada diri anak telah tertanam aturan yaitu prefiks peN- akan
anak munculkan sebagai pembentuk nomina.
Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang
disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan
manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut
language acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini
menerima ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan
itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak
bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks
peN-, kompetensi ini sejalan dengan kognitif anak yang telah berkembang dengan
baik sehingga anak sudah mampu mengucapkan kata penghapus.
5. Percakapan Peneliti, Au, dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian ketika jam istirahat)
Au : Kak aku juga bawa penggaris lagi. Peneliti : Iya.
Au : Setiap hari aku bawa.
Peneliti : Kenapa setiap hari kau bawa penggaris kan enggak ada belajar
menggaris.
Au : Kalau uda SD kan pakai penggaris, setiap hari kubawa untuk
sekolah SDku.
Peneliti : Ooh.
Dari percakapan (5) di atas tampak bahwa Au telah memeroleh prefiks
peN- dengan alomorf peng-. Kaidah perubahan prefiks peN- ini sesuai dengan
teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa pada diri anak telah
tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa prefiks peN- akan anak
Teori genetik kognitif didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-
ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan
dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa anak telah
memiliki kompetensi dalam dirinya sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata
penggaris, kompetensi anak ini menunjukkan bahwa kognitif anak telah
berkembang dengan baik sehingga anak telah mampu mengucapkan kata
penggaris.
6. Percakapan Peneliti, Al, Gr, dan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian ketika di dalam kelas)
Al : Kak takut kali aku kak ada perampok. Peneliti : Dimana ada perampok?
Al : Di kamar kakakku.
Peneliti : Di kamar kakakmu, ada perampok.
Ld : Perampok, di rumahku enggak ada pun perampok. Gr : Di rumahku pun enggak.
Pada percakapan (6) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks
peN- yaitu perampok. Kaidah prefiks peN- ini sesuai dengan teori Putrayasa
aturannya yang menyatakan bahwa prefiks peN- akan anak munculkan sebagai
pembentuk nomina, sehingga anak sudah memunculkan kata perampok.
Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang
disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan
bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak
manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut
language acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini
menerima ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan
itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak
bahwa anak sudah dapat mengucapkan perampok yang menunjukkan bahwa anak
telah memiliki kompetensi untuk mengucapkan kata tersebut dan kompetensi ini
sejalan dengan kognitif anak yang telah berkembang dengan baik sehingga anak
4.1.3 Pemerolehan Prefiks ber- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun
Prefiks ber- juga dapat mengalami perubahan bentuk. Terdapat tiga bentuk
yang terjadi jika prefiks ber- dilekatkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut
adalah be-, ber-, dan bel-. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks ber-
pada anak usia 4 — 5 tahun.
7. Percakapan peneliti dengan Al (konteks anak bercerita kepada peneliti tentang pengalamannya)
Al : Hari itu aku kenak duli (duri) kak. Peneliti : Apamu yang kena duri?
Al : Tanganku.
Peneliti : Jadi tanganmu gimana? Al : Berdarah.
Gr : Apamu yang sakit?
Al : Udah enggak sakit, uda sembuh.
Pada percakapan (7) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks
ber- yaitu berdarah. Kaidah prefiks ber- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008)
Dari data tampak bahwa sepertinya pada diri anak telah tertanam aturan yang
sepertinya menyatakan bahwa untuk bentuk yang memang wajib menggunakan
prefiks ber- agar berstatus verba, anak memunculkan prefiks ber- secara utuh.
Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang
disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan
bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak
language acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini
menerima ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan
itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak
bahwa kognitif dan LAD anak telah memadai sehingga anak sudah dapat
mengucapkan kata berdarah.
8. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan Ld mengenai pengalaman Ld)
Peneliti : Jalan, uda pandai dia berjalan?
Ld : Udah.
Peneliti : Apa lagi uda pandai? Ld : Enggak ada itu aja. Peneliti : Berbicara udah bisa? Ld : Udah, tapi enggak ngerti. Peneliti : Enggak ngerti ngomongnya?
Ld : Hmm, orang pun enggak ngerti apa yang dia bilang.
Pada percakapan (8) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks
ber- yaitu berdiri. Kaidah perubahan prefiks ber- ini sesuai dengan teori
Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks ber-
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). LAD ini menerima ucapan- ucapan dan data- data lain
yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus
linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran.
Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memeroleh prefiks ber- yang
menunjukkan bahwa kognitif dan LAD anak telah berkembang dengan baik
sehingga anak telah dapat mengucapkan kata berdiri.
9. Percakapan peneliti dengan Au ( konteks anak sedang bercerita ketika sedang belajar)
Au : Uda kerjakan! Jangan main- main.
Ld : Kau juga jangan main- main, bukan main kertas harusnya belajar, bukan
main kertas hehehe.
Au : Kau pun main kertas.
Pada percakapan (9) di atas tampak bahwa Ld sudah memeroleh prefiks
ber- yaitu belajar. Kaidah perubahan prefiks ber- ini sesuai dengan teori
Putrayasa (2008). Berdasarkan data tampak bahwa anak sudah memunculkan
prefiks ber- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar bentuk
tersebut berstatus verba.
Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky dinyatakan bahwa otak
dilengkapi dengan struktur universal dan LAD. Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima “ucapan-ucapan” dan data- data lain yang berkaitan melalui
pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan
masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data
tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga
4.1.4 Pemerolehan Prefiks ter- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun
Prefiks ter- mempunyai alomorf ter- dan tel-. Bentuk tel- hanya terjadi
pada kata-kata tertentu seperti telanjur dan telentang. Berikut contoh percakapan
pemerolehan prefiks ter- pada anak usia 4 — 5 tahun.
10. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti mengajak subjek berbicara ketika subjek penelitian sedang belajar mencocok gambar)
Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa? Gr : Biar terbuka dia.
Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?
Gr : Ditempel.
Peneliti : Ditempel kemana?
Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini. Peneliti : Ooh.
Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna
coklat.
Pada percakapan (10) di atas tampak bahwa Gr telah memeroleh prefiks
ter- yaitu terbuka. Kaidah prefiks ter- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008).
Pada data tampak bahwa sepertinya pada diri anak telah tertanam sebuah aturan
yang menyatakan bahwa pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks
agar bentuk tersebut berstatus verba, maka anak akan memunculkan prefiks
tersebut.
Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang
disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan
manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut
language acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD
menerima masukan berupa ucapan-ucapan dan data-data yang berkaitan, lalu
membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa LAD dan kognitif
anak telah memungkinkan anak untuk menggunakan prefiks ter- sehingga anak
sudah dapat mengucapkan kata terbuka.
11. Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian di dalam kelas)
Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah?
Al : Apa kak?
Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah? Al : Terlambat bangun.
Peneliti : Ooh, jangan terlambat lagi besok ya Baik? Al : Iya kak.
Peneliti : Ambil ke depan majalahmu Albaik. Al : Iya kak.
Pada percakapan (11) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks
ter- yaitu terlambat. Perubahan prefiks ter- ini sesuai dengan teori Putrayasa
(2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks ter-,
pemunculan prefiks ter- ini tampaknya dilakukan anak pada bentuk yang
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD menerima
ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra yang
kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa keluaran
anak adalah anak sudah dapat mengucapkan kata terlambat. Tampak bahwa LAD
dan kognitif anak telah memadai sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata
terlambat.
12. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek ketika subjek sedang belajar menggambar)
Ld : Ini masih tertutup.
Peneliti : Kalau tertutup harus diapakan?
Ld : Dikoyak biar terbuka, nanti koyak kayak gini bajunya kak. Peneliti : Ooh gitu dek.
Pada percakapan (12) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks
ter- yaitu terbuka dan tertutup. Kaidah prefiks ter- ini sesuai dengan teori
Putrayasa (2008). Dari data tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata
tertutup dan terbuka, hal ini menunjukkan anak telah memiliki kompetensi dalam
dirinya sehingga sudah dapat mengucapkan kata tersebut.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Pada pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-
ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan
lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Dari data tampak bahwa LAD anak telah
berkembang dengan baik, dan kognitif anak juga telah berkembang dengan baik
4.1.5 Pemerolehan Prefiks di- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun
Prefiks di- tidak pernah mengalami perubahan bentuk ketika dilekatkan
dengan bentuk lain. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks pada anak
usia 4 — 5 tahun.
13. Percakapan peneliti dengan Au, Al, dan Gr (konteks subjek penelitian bercerita mengenai hadiah yang diperolehnya)
Au : Tapi lebih enak aku dikasih teman Bapakku apa. Peneliti : Apa?
Au : Itu tas.
Peneliti : Kenapa kau dikasih tas?
Au : Gara-gara dapat buku si Ruth, baju si Ruth sama. Kau tak enak
aku paling enak.
Au : Eh, aku lebih enak dapat baju, dapat pinsil baru dapat baju si
Ruth.
Peneliti : Si Ruth? Maksudnya?
Au : Baju si Ruth enggak bisa digosok nanti hilang gambarnya. Peneliti : Ada gambar si Ruth? Peneliti : Jadi enggak digosok bajumu?
Au : Iya jadi keras.
Peneliti : Kalau digosok jadi bajunnya gimana? Digosok gini pakai apa
digosok?
Au : Pakai gosokan.
Al : Pakai gosokan biar kering. Au : Bukan salah biar lembut.
Gr : Digosok, disemprot udah digosok harum lembut jadinya.
Pada percakapan (13) di atas tampak bahwa Au telah memeroleh prefiks
di- yaitu dikasih dan digosok. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori
Putrayasa (2008). Berdasarkan data di atas tampak bahwa pada diri anak telah
tertanam aturan yang sepertinya menyatakan bahwa anak akan memunculkan
prefiks di pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus
verba.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). LAD ini pada proses pemerolehan bahasa menerima
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif
Chomsky, tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik
Pada percakapan (13) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks
di- yaitu digosok. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008).
Pada data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks di- pada bentuk
yang memang wajib menggunakan prefiks di- agar berstatus verba.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD memeroleh
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas anak sudah dapat
mengucapkan kata digosok yang menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak
telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah memiliki kompetensi dalam
dirinya untuk mengucapkan kata digosok.
Pada percakapan (13) di atas tampak bahwa Gr telah memeroleh prefiks
di- yaitu digosok dan disemprot. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori
Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam
dirinya untuk mengucapkan kata digosok dan disemprot yang menunjukkan
bahwa pada diri anak sepertinya telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan
bahwa prefiks di- akan anak munculkan sebagai pembentuk verba.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). LAD ini dalam proses pemerolehan bahasa menerima
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif
Chomsky tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata digosok dan
disemprot yang menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang
dengan baik sehingga memungkinkan anak untuk mengucapkan kata tersebut.
14. Percakapan peneliti dengan Au, Gr dan Ld (konteks peneliti berbicara dengan subjek pada waktu anak belajar menggambar)
Peneliti : Terus dapat apa lagi kau?
Au : Si Ruth?
Gr : Tas si Ruth?
Peneliti : Tas sirup? Kayak mana tas sirup? Gr : Si Ruth (dengan nada lantang).
Ld : Si Ruth bukan sirup, sirup itu untuk diminum. Au : Iya, aku dapat tas si Ruth, baju si Ruth.
Pada percakapan (14) di atas tampak Ld telah memeroleh prefiks di- yaitu
diminum. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data
tampak bahwa anak telah dapat mengucapkan kata diminum yang menunjukkan
bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk mengucapka kata
tersebut, dan pemunculan prefiks di- ini menunjukkan bahwa anak akan
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD), LAD dalam proses pemerolehan bahasa menerima
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut.
Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa LAD
yang merupakan bekal kodrati dan kognitif anak yang telah berkembang dengan
baik inilah yang memampukan anak untuk mengucapkan kata diminum.
15. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek saat subjek sedang belajar mencocok gambar)
Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa? Gr : Biar terbuka dia.
Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?
Gr : Ditempel.
Peneliti : Ditempel kemana?
Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini. Peneliti : Ooh.
Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna
coklat.
Pada percakapan (15) di atas tampak bahwa Gr telah memeroleh prefiks
di- yaitu ditempel. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008).
Pada data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks di- pada bentuk
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Pada pemerolehan bahasa LAD ini menerima masukan
berupa ucapan- ucapan dan data- data masukan yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut
yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak
bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak
sudah dapat mengucapkan kata ditempel.
16. Percakapan peneliti dengan Ru, dan Ld (konteks subjek penelitian sedang belajar membuat gambar)
Ld : Ini pagarnya.
Ru : Pagarnya?
Ld : Pagarnya uda mau rebah. hehehe
Ru : Dibakar rumahnya pakai mancis, ini mancisnya. Peneliti : Kalau dibakar rumahnya jadi gimana?
Ru : Enggak punya rumahlah.
Pada percakapan (16) di atas tampak bahwa Ru telah memeroleh prefiks
di- yaitu dibakar. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan kaidah dalam teori
Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa pada diri anak telah ada
kompetensi mengenai penggunaan prefiks di- sehingga anak telah mampu
sebuah aturan pada diri anak yang menyatakan bahwa anak akan memunculkan
prefiks di- sebagai pembentuk verba.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD), LAD ini dalam proses pemerolehan bahasa menerima
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak
bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks
di-, hal ini menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang
dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata dibakar.
17.Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks subjek sedang bercerita mengenai kulkasnya)
Ld : Kulkasku udah dihias kak. Peneliti : Iya, Lady apa yang dihias? Ld : Di dalamnya udah dihias. Peneliti : Apa yang dihias?
Ld : Telurnya dihias.
Peneliti : Dihias gimana Lady? Diwarnai telurnya? Ld : Iya diwarnai.
Pada percakapan (17) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks
atas tampak bahwa anak sudah memunculkan prefiks pada bentuk yang memang
wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD ini menerima
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak
bahwa anak telah memiliki kemampuan dalam dirinya untuk memunculkan
prefiks di- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks. Hal ini
menunjukkan bahwa kognitif dan LAD anak telah berkembang dengan baik
sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata dihias.
18.Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti bertanya alasan anak tidak masuk sekolah)
Peneliti : Oh iya, hari sabtu Albaik kenapa enggak sekolah?
Al : Aku sakit, aku enggak itu, enggak itu, aku enggak ikut lomba
mewarna. Batuk aku, siap itu muntah- muntah aku di rumahku.
Peneliti : Jadi enggak bisa sekolah lah ya?
Al : Iya nanti muntah-muntah aku, aku dikasih obat. Peneliti : Obat apa dikasih?
Pada percakapan (18) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks
di- yaitu dikasih. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan yang ditetapkan dalam teori
Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa anak telah dapat memunculkan
prefiks di-, hal ini sepertinya menunjukkan bahwa pada diri anak telah tertanam
sebuah aturan yang menyatakan bahwa apabila sebuah bentuk tersebut memang
wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba maka anak akan memunculkan
prefiks tersebut.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima
masukan berupa ucapan-ucapan dan data-data yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan
dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa anak sudah dapat
mengucapkan kata dikasih, hal ini menunjukkan bahwa kognitif dan LAD anak
telah memungkinkan anak untuk memeroleh prefiks di- sehingga anak telah dapat
mengucapkan kata dikasih.
19. Percakapan peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang bermain masak-masakan bersama LD di rumah)
Ld : Ini perlu loh kak.
Peneliti : Kita untuk menggoreng.
Peneliti : Ini tersangkut.
Ld : Enggak bisa dibukak itu. Ini tempat bubur, buburnya dimasak
dulu kita buat dengan rapi. Eh ada piring?
Peneliti : Piring, itu aja piringnya.
Ld : Ini untuk bawak gini, lihatlah.
Peneliti : Jadi tempat apanya itu?
Ld : Tempat untuk bawa.
Pada percakapan (19) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks
di- yaitu dicuci, dibuka dan dimasak. Kaidah pembentukan prefiks di- ini sesuai
dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah mampu
memunculkan prefiks di- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks
agar berstatus verba.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD), LAD ini dalam proses pemerolehan bahasa menerima
masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut
yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori
genetik kognitif Chomsky tampak bahwa LAD memberi pengaruh yang besar
terhadap kemampuan berbahasa anak, sehingga tampak bahwa LAD dan kognitif
anak ini telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan
4.1.6 Pemerolehan Prefiks ke-
Prefiks ke- tidak mengalami perubahan bentuk pada saat digabungkan
dengan bentuk dasar. Berikut contoh pemerolehan prefiks ke- pada anak usia 4 —
5 tahun.
20. Percakapan Peneliti, Gr, Au dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian pada saat istirahat)
Peneliti : Grace kenapa sabtu enggak sekolah?
Gr : Enggak tahu ini, mamak enggak enak badan, enggak bisa diantar
kami.
Peneliti : Ooh. Aurel kenapa enggak sekolah hari sabtu? Au : Ke rumah sakit.
Al : Aku pun ke rumah sakit. Peneliti : Ngapain kau ke rumah sakit? Al : Tengok kakakku.
Peneliti : Kakakmu yang mana? Al : Kakak aku yang kedua.
Au : Tapi lebih enak aku, dikasih teman bapakku tas.
Pada data percakapan (20) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh
prefiks ke- yaitu kedua. Kaidah prefiks ke- ini sesuai dengan teori Putrayasa
(2008). Dari data di atas tampak bahwa pada diri anak telah ada kompetensi
mengenai penggunaan prefiks ke- sehingga anak telah mampu mengucapkan kata
kedua.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima
masukan berupa ucapan–ucapan dan data-data yang berkaitan melalui pancaindra
sebagai masukan yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan
dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa LAD dan kognitif anak
telah berkembang dengan baik, sehingga LAD dan kognitif ini lah yang
memungkinkan anak untuk dapat mengucapkan kata kedua.
21. Percakapan Peneliti dengan Au (konteks peneliti bercerita dengan anak ketika anak sedang istirahat)
Peneliti : Aurel anak ke- berapa?
Au : Anak kesatu, adekku anak kedua. Peneliti : Ada berapa orang kalian?
Au : Ada dua orang.
Peneliti : Dua-duanya perempuan.
Au : Iya.
Peneliti : Bapak bekerja dimana? Au : Enggak tahu.
Pada percakapan (21) di atas tampak bahwa Au telah memeroleh prefiks
ke- yaitu kesatu dan kedua. Kaidah pembentukan prefiks ini sesuai dengan teori
Putrayasa (2008). Berdasarkan data tampak bahwa anak telah memiliki
kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks ke- sehingga anak sudah
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD. Dalam pemerolehan bahasa LAD memeroleh masukan
berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai
masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang
kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa
LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat
4.1.7 Pemerolehan Prefiks se-
Prefiks se- berasal dari kata sa yang berarti satu, tetapi karena tekanan
struktur kata, vokal a dilemahkan menjadi e. Bentuk awalan se- tidak mengalami
perubahan atau variasi bentuk.
22. Percakapan Peneliti, Ru dan Ld (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek penelitian ketika anak sedang belajar)
Ru : Eh, semalam itu kita enggak sekolahkan? yang ada gerhana
matahari enggak bisa keluar, aku lihat gerhana matahari
gini aku di kreta Lady.
Ld : Aku pas keluar apa iih sinar kali enggak bisa enggak guna itu
pakai kacamata aku, enggak guna.
Peneliti : Kenapa enggak guna pakai kacamata? Ld : Terang kali.
Peneliti : Oh, terang kali.
Pada percakapan (22) di atas tampak bahwa Ru telah memeroleh prefiks
se- yaitu semalam. Prefiks se- ini mengikuti teori Putrayasa (2008). Dari data di
atas tampak bahwa pada diri anak telah ada kompetensi mengenai penggunaan
prefiks se- sehingga anak telah mampu mengucapkan kata semalam. Berdasarkan
data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks se- pada bentuk yang
memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus nomina.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD), pada pemerolehan bahasa LAD menerima masukan
berupa ucapan-ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai
masukan. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi
dalam dirinya yang menunjukkan bahwa anak telah memiliki kognitif yang
memadai sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata semalam.
23. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek ketika anak sedang menggambar)
Al : Kak yang semalam itu kakak kok enggak datang? Peneliti : Apa?
Al : Semalam itu kakak kok enggak datang? Peneliti : Iya, semalam sekolah dia Grace?
Gr : Enggak.
Peneliti : Bohong kau ya? Al : Iya kok, sekolah aku. Peneliti : Dimana kau duduk?
Al : Disini.
Peneliti : Ooh, enggak kakak tengok Albaik.
Pada percakapan (23) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks
se- yaitu semalam. Kaidah prefiks ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Dari
data di atas tampak bahwa pada diri anak telah tertanam sebuah aturan yang
menyatakan bahwa anak akan memunculkan prefiks pada bentuk yang memang
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD menerima masukan
berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai
masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang
kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa anak
telah memiliki kompetensi dalam dirnya. Kompetensi merupakan proses
penguasaan tata bahasa yang terjadi secara alami, dan kompetensi ini perlu dibina
agar anak memiliki performansi dalam berbahasa. Kompetensi anak tersebut
menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik
sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata semalam.
24. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan subjek penelitian)
Peneliti : Lady paling suka ngapain?
Ld : Paling suka menggambar.
Peneliti : Menggambar, kenapa?
Ld : Sebab, ada ide.
Peneliti : Ide itu apa?
Ld : Sesuatu.
Pada percakapan (24) di atas tampak bahwa Ld sudah memeroleh prefiks
ditetapkan oleh Putrayasa (2008). Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak
sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks se-
sehingga anak sudah dapat mengucapkan sesuatu.
Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut
hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia
telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language
acquisition device (LAD), dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima
masukan berupa ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra dan
membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian
dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah
memiliki kompetensi dalam dirinya untuk mengucapkan kata sesuatu, kompetensi
anak tersebut menunjukkan bahwa kognitif anak telah memadai sehingga anak
4.2 Pemerolehan Prefiks yang Paling Dominan Digunakan Anak Usia 4 — 5 Tahun
Prefiks meN- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti
dengan subjek penelitian sebagai berikut:
a. Ruth telah memeroleh prefiks meN- dengan tiga alomorf yaitu {men-} contoh:
menulis, dan menari, dan alomorf {me-} contoh: menyanyi,
b. Lady telah memeroleh prefiks meN- dengan empat alomorf yaitu alomorf
{meng} contoh: menggambar, alomorf {me} contoh: meleleh, alomorf {mem-}
contoh: membuat, membaca dan alomorf {men-} contoh: menulis.
c. Grace telah memeroleh prefiks meN- dengan sebuah alomorf {me-} contoh:
meleleh.
Prefiks peN- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti
dengan subjek penelitian sebagai berikut:
a. Aurel telah memeroleh prefiks peN- dengan sebuah alomorf {peng-} contoh:
penggaris.
d. Lady telah memeroleh prefiks peN- dengan sebuah alomorf {pe-} contoh:
perampok
c. Albaik telah memeroleh prefiks peN- dengan sebuah alomorf {peng} yaitu
Prefiks ber- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti
dengan subjek penelitian sebagai berikut:
a. Lady telah memeroleh prefiks {ber-} dengan dua alomorf yaitu alomorf {ber-}
contoh: berdiri, dan alomorf {bel} contoh: belajar.
b. Albaik telah memeroleh prefiks {ber-} dengan sebuah alomorf {ber-} contoh
berdarah.
Prefiks ter- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti
dengan subjek penelitian sebagai berikut:
a. Grace telah memeroleh sebuah prefiks {ter-} contoh: terbuka.
b.Lady telah memeroleh sebuah prefiks {ter-} contoh: tertutup, terbuka.
c. Albaik telah memeroleh sebuah prefiks {ter-} contoh: terlambat.
Prefiks di- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti
dengan subjek penelitian sebagai berikut:
a. Ruth telah memeroleh sebuah prefiks {di-} contoh: dibakar.
b. Aurel telah memeroleh sebuah prefiks {di-} contoh: dikasih dan digosok.
c. Grace telah memeroleh sebuah prefiks {di-} contoh: ditempel, digosok dan
disemprot.
d. Lady telah memeroleh sebuah prefiks di- contoh: diminum, dihias, dicuci,
dibuka, dan dimasak.