• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Penyakit Infeksi Menular Seksual pada Pasien Poli Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Penyakit Infeksi Menular Seksual pada Pasien Poli Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

   

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : ELISA ANGGRAENI SIAHAAN

TEMPAT / TANGGAL LAHIR : MEDAN / 22 JUNI 1991

AGAMA : KRISTEN PROTESTAN

ALAMAT : JL. PANGLIMA DENAI Gg BANK

INDONESIA NO. 1 MEDAN

RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. SD ST. Antonius Medan 1998 / 2003 2. SMP ST. Maria Medan 2003 / 2006 3. SMA ST Thomas Medan 2006 / 2009

RIWAYAT PELATIHAN :

1. Workshop Penulisan Karya Tulis Ilmiah SCORE PEMA FK USU 2012

2. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology 2012 TBM FK USU

3. Workshop National Symposium : Step your life without osteoporosis SRF 2013 University of Sumatera utara

(2)

   

(3)

   

LAMPIRAN 3

(4)

   

LAMPIRAN 4

DATA INDUK

NO NO. RM KEL USIA J. PEKERJAAN PENDIDIKAN TINGKAT

TERAKHIR STATUS

TEMPAT

(5)

   

(6)

   

(7)

   

(8)

   

(9)

   

(10)

   

(11)

   

(12)

   

(13)

   

(14)

   

(15)

   

(16)

   

(17)

   

(18)

   

(19)

   

(20)

   

(21)
(22)

 

DIAGNOSA 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

(23)

 

DIAGNOSA 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

PEKERJAAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(24)

   

TEMPAT TINGGAL

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ACEH 6 2.1 2.1 2.1

ASAHAN 5 1.7 1.7 3.8

BATU BARA 2 .7 .7 4.5

BINJAI 10 3.5 3.5 8.0

DAIRI 6 2.1 2.1 10.1

DELI SERDANG 41 14.3 14.3 24.5

DOLOK SANGGUL 3 1.0 1.0 25.5

KARO 11 3.8 3.8 29.4

KOTA MEDAN 163 57.0 57.0 86.4

LABUHAN BATU 2 .7 .7 87.1

LANGKAT 9 3.1 3.1 90.2

P. SIANTAR 10 3.5 3.5 93.7

PADANG LAWAS UTARA 1 .3 .3 94.1

PAK-PAK BARAT 2 .7 .7 94.8

PEKAN BARU 2 .7 .7 95.5

SIBOLGA 2 .7 .7 96.2

SIMALUNGUN 4 1.4 1.4 97.6

TANJUNG BALAI 3 1.0 1.0 98.6

TAPANULI UTARA 1 .3 .3 99.0

TEBING TINGGI 1 .3 .3 99.3

TOBA SAMOSIR 2 .7 .7 100.0

Total 286 100.0 100.0

(25)

   

JENIS IMS * JENIS KELAMIN Crosstabulation

JENIS KELAMIN

Total

L P

JENIS IMS GONORE Count 45 3 48

% within JENIS KELAMIN 29.2% 2.3% 16.8%

HERPES GENITALIS Count 10 13 23

% within JENIS KELAMIN 6.5% 9.8% 8.0%

HIV Count 18 16 34

% within JENIS KELAMIN 11.7% 12.1% 11.9% KANDIDIASIS

VULVOVAGINALIS Count % within JENIS KELAMIN .0% 0 25.8% 34 11.9%34

KONDILOMA AKUMINATA Count 49 53 102

% within JENIS KELAMIN 31.8% 40.2% 35.7%

SIFILIS Count 17 9 26

% within JENIS KELAMIN 11.0% 6.8% 9.1%

ULKUS MOLE Count 1 1 2

% within JENIS KELAMIN .6% .8% .7%

UNS / IGNS Count 14 3 17

% within JENIS KELAMIN 9.1% 2.3% 5.9%

Total Count 154 132 286

(26)
(27)

 

% within TAHUN DIAGNOSA 34.3% 24.5% 12.5% 12.7% 14.9% 17.8% IMS

BAKTERI

Count 8 17 14 12 25 76

% within TAHUN DIAGNOSA 22.9% 34.7% 25.0% 15.2% 37.3% 26.6% IMS

VIRUS

Count 15 20 35 57 32 159

% within TAHUN DIAGNOSA 42.9% 40.8% 62.5% 72.2% 47.8% 55.6%

Total Count 35 49 56 79 67 286

% within TAHUN DIAGNOSA 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

JENIS IMS * TINGKAT PENDIDIKAN Crosstabulation

PENDIDIKAN 20.0% 22.2% 9.2% 11.5% 100.0% 11.9% KONDILOMA

(28)

   

JENIS IMS * SPERKAWINAN Crosstabulation

SPERKAWINAN

Total BELUM KAWIN KAWIN

JENIS IMS GONORE Count 23 25 48

% within JENIS IMS 47.9% 52.1% 100.0%

HERPES GENITALIS Count 7 16 23

% within JENIS IMS 30.4% 69.6% 100.0%

HIV Count 18 16 34

% within JENIS IMS 52.9% 47.1% 100.0%

KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS

Count 5 29 34

% within JENIS IMS 14.7% 85.3% 100.0%

KONDILOMA AKUMINATA

Count 39 63 102

% within JENIS IMS 38.2% 61.8% 100.0%

SIFILIS Count 13 13 26

% within JENIS IMS 50.0% 50.0% 100.0%

ULKUS MOLE Count 2 0 2

% within JENIS IMS 100.0% .0% 100.0%

UNS / IGNS Count 6 11 17

% within JENIS IMS 35.3% 64.7% 100.0%

Total Count 113 173 286

(29)

ii   

JENIS IMS * KELOMPOK UMUR Crosstabulation

KELOMPOK UMUR

Total 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 >55

JENIS

IMS GONORE Count 3 11 14 7 4 4 2 1 2 48

% within KELOMPOK UMUR 12.0% 15.3% 23.7% 14.0% 13.3% 17.4% 18.2% 12.5% 25.0% 16.8% HERPES

GENITALIS Count % within KELOMPOK UMUR 4.0%1 6.9%5 6.8%4 8.0%4 13.3%4 17.4%4 9.1%1 .0%0 .0%0 8.0%23

HIV Count 1 10 10 7 2 2 1 1 0 34

% within KELOMPOK UMUR 4.0% 13.9% 16.9% 14.0% 6.7% 8.7% 9.1% 12.5% .0% 11.9% KANDIDIASIS

VULVOVAGINALIS Count % within KELOMPOK UMUR 8.0%2 8.3%6 5.1%3 14.0%7 10.0%3 21.7%5 18.2%2 37.5% 37.5%3 3 11.9%34

KONDILOMA

AKUMINATA Count % within KELOMPOK UMUR 48.0%12 43.1%31 35.6%21 34.0%17 33.3%10 17.4%4 18.2%2 25.0% 37.5%2 3 35.7%102

SIFILIS Count 3 5 5 3 5 3 2 0 0 26

% within KELOMPOK UMUR 12.0% 6.9% 8.5% 6.0% 16.7% 13.0% 18.2% .0% .0% 9.1%

ULKUS MOLE Count 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2

% within KELOMPOK UMUR .0% 2.8% .0% .0% .0% .0% .0% .0% .0% .7%

UNS / IGNS Count 3 2 2 5 2 1 1 1 0 17

% within KELOMPOK UMUR 12.0% 2.8% 3.4% 10.0% 6.7% 4.3% 9.1% 12.5% .0% 5.9%

Total Count 25 72 59 50 30 23 11 8 8 286

% within KELOMPOK UMUR 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

(30)
(31)

iv   

KARO Count 2 2 3 1 2 1 0 0 11

% within JENIS IMS 4.2% 8.7% 8.8% 2.9% 2.0% 3.8% .0% .0% 3.8%

KOTA MEDAN Count 31 12 17 19 54 18 1 11 163

% within JENIS IMS 64.6% 52.2% 50.0% 55.9% 52.9% 69.2% 50.0% 64.7% 57.0%

LABUHAN BATU

Count 0 0 0 1 1 0 0 0 2

% within JENIS IMS .0% .0% .0% 2.9% 1.0% .0% .0% .0% .7%

LANGKAT Count 1 3 1 0 1 1 0 2 9

% within JENIS IMS 2.1% 13.0% 2.9% .0% 1.0% 3.8% .0% 11.8% 3.1%

P. SIANTAR Count 1 1 2 1 3 0 1 1 10

% within JENIS IMS 2.1% 4.3% 5.9% 2.9% 2.9% .0% 50.0% 5.9% 3.5%

PADANG LAWAS UTARA

Count 0 0 0 1 0 0 0 0 1

% within JENIS IMS .0% .0% .0% 2.9% .0% .0% .0% .0% .3%

PAK-PAK BARAT

Count 0 0 1 0 1 0 0 0 2

% within JENIS IMS .0% .0% 2.9% .0% 1.0% .0% .0% .0% .7%

PEKAN BARU Count 0 0 1 1 0 0 0 0 2

% within JENIS IMS .0% .0% 2.9% 2.9% .0% .0% .0% .0% .7%

SIBOLGA Count 1 1 0 0 0 0 0 0 2

(32)

v   

SIMALUNGUN Count 0 0 2 1 1 0 0 0 4

% within JENIS IMS .0% .0% 5.9% 2.9% 1.0% .0% .0% .0% 1.4%

TANJUNG BALAI

Count 0 0 1 0 2 0 0 0 3

% within JENIS IMS .0% .0% 2.9% .0% 2.0% .0% .0% .0% 1.0%

TAPANULI UTARA

Count 1 0 0 0 0 0 0 0 1

% within JENIS IMS 2.1% .0% .0% .0% .0% .0% .0% .0% .3%

TEBING TINGGI

Count 0 0 0 0 1 0 0 0 1

% within JENIS IMS .0% .0% .0% .0% 1.0% .0% .0% .0% .3%

TOBA SAMOSIR

Count 1 0 0 0 1 0 0 0 2

% within JENIS IMS 2.1% .0% .0% .0% 1.0% .0% .0% .0% .7%

Total Count 48 23 34 34 102 26 2 17 286

% within JENIS IMS 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%  

(33)

   

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, et al., 2011. Desain penelitian. Dalam : Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael, 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 112.

Budimulja, U. dan Sjaiful Fahmi Daili, 2010. HIV (Human Imunono Deficiency Virus) dan AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome). Dalam : Djuanda, Adhi, Mocthar Hamzah, dan Siti Aisah. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI, 430.

Brooks, Geo F. , Janet S. Butel, dan Stephen A. Morse., 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz. Melnick & Aldenberg. Jakarta : EGC

Chularojanamontri, L., Papit Tuchinda, Kanovhalai Kulthanan, Waraphong Manuskiatti, 2010. Generalized moloscum kontangiosum in HIV patient treated by dipenchyprone. Journal of Dermatological Case Reports, 4 : 60-62. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC3157819/pdf/ jdcr-04-060.pdf. [Accessed : 13 Mei 2013].

Choudry, Shilpee., V.G. Ramachandran, Sukla Das, S.N. Bhattacharya, dan Narendra Sigh Mogha., 2010. Pattern of sexually transmitted infections and performance of syndromic management against etiological diagnosis in patients attending the sexually transmitted infection clinic of a tertiary care hospital. Indian Journal of Sexually Transmitted Diseases and AIDS 31 (2) :104-108. Available from : http://search.proquest.com/docview/ 860929136/14223A70B762376FA2B/1?accountid=50257. [Accesed 10 November 2013].

Corwin, Elizabeth J., 2009. Buku Saku Patofisologi. Jakarta : EGC, 117-118, 667-668.

Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI

Dahlan, S., 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika, 1.

Daili, S.F., 2008. Gonore. Dalam : Djuanda, A., Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 369-370, 372-373.

(34)

   

Daili, S.F., 2008. Infeksi Genital Non Spesifik. Dalam : Djuanda, A., Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 366.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman dasar : Infeksi Menular Seksual dan Saluran Reproduksi lainnya pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi terpadu. Available from : http:// perpustakaan.depkes.go.id: 8180/handle/123456789/831. [Accessed : 2 April 2003]

Devi, S. Abarna, T P Vetrichevvel, Gajanan A Pise, and Devinder Mohan Thappa, 2009. Pattern of sexually transmitted infections in a tertiary care centre at Puducherry. Indian Dermatol 54 (4) : 347-349. Available from : http://search.proquest.com/docview/860895896/14223AC7C563E8BC38D/1 4?accountid=50257. [Accesed 10 November 2013]

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2010. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2009. Jakarta : Dinkes Prov. DKI Jakarta. Available from : http://111.67.77.202/dinkesdki/index.php?option=com_jdownloads&Itemid= 29&view=finish&cid=29&catid=14&m=0. [Accessed : 24 April 2013].

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012. Profil Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Surabaya : Dinkes Prov. Jateng. Available from : http://dinkes.jatimprov.go.id/dokumen/dokumen_publikasi. html. [ Accessed : 20 November 2013].

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Medan: Dinas kesehatan Provinsi Sumut. Available from : http://www.depkes.go.id/en/downloads/profil/prov%20 sumut%202008.pdf. [ Accessed : 24 April 2013]

Dinas Kesehatan Kota Medan. 2013. Grafik Sindrom / Jenis IMS di Kota Medan Tahun 2012. Medan : Depkes Kota Medan.

Ditjen. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PM&PL), 2006. Jakarta : Ditjen PM& PL. Avaiable at : http://aids-ina.org/files/kie/ boo001.pdf. Accessed : 15 Mei 2013]

D. Karn, Amatya A, Aryal ER, KC S, and Timalsina M, 2011. Prevalence of Sexually Transmitted Infections in a Tertiary Care Centre. Kathmandu Univ Med J 9 (2): 44-48. Avaiable at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 22610868. [Accessed : 30 Sepetember 2013].

(35)

   

dalam periode 10 tahun ( 1998-2007 ). Bandung : Departemen Kulit dan Kelamin RS DR. Hasan Sadikin.

Hakim, L., 2007. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI,1-10.

Handoko, 2008. Herpes Simpleks. Dalam : Djuanda, A., Mochtar Hamzah dan Siti Aisah, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima . Jakarta: FK UI, 381-382.

Heffner, L.J. dan Danny J.Schust, 2006 . At a Glance Sistem Reproduksi edisi Kedua. Jakarta : Erlangga, 98-103.

Hutapea, N.O., 2007. Sifilis. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI, 86-91.

Jain, V.K, Surabhi Dayal, Kamal Aggarwal, dan Sartika Jain, 2008. Changing trends of Sexually Transmitted Diseases at Rothak. Indian J Sex Transm Dis 29 (1) : 23-25.

Jazan, Saiful, et al., 2004. Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks Di Bitung, Indonesia, 2003. PPM&PL: 2004

Junadarso, J., 2008. Ulkus mole. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: FK UI, 418,420.

Junadarso, J., 2008. Granuloma inguinale. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: FK UI, 423-425.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011. Jakarta : Kemenkes RI.

Klausner, Jeffrey D. dan Edward W. Hook., 2007. Current Diagnosis & Treatment of Sexually Transmitted Diseases. USA: Mc.Graw-Hill

(36)

   

Lumintang, H., 2007. Trikomoniasis. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI, 77.

Maan, Muhammad arif, fatma Hussain, Javed Iqbal, dan Shahid Javed Akhtar, 2011. Sexually Transmitted Infections in Pakistan. Ann Saudi Med 31 (3) : 263-269.

Makes, Wresti Indriantmi B., 2007. Ulkus Mole. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI, 103-104.

Matini, M.,et al., 2012. Prevalence of Trichomonas vaginalis Infection in Hamadan City, Western Iran. Tehran University of Medical Science. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC3469190/pdf/ IJPA-7-067.pdf [Accessed : 12 Mei 2013].

Murtiastutik, Dwi, 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga University press.

Natahusada, E.C. dan Adhi Djuanda, 2008 Sifilis. Dalam : Djuanda, Adhi, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI, 395.

Nadiah, Andi M. Adam, 2011. Studi Retrospektif Uretritis Gonore Sub Divisi Infeksi Menular Seksual Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2010 . Makasassar : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Notoatmojo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Pudjinti, S.R. dan Soedarmadi, 2007. Kandidosis vulvovaginalis. Dalam: Dailli,

S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI,172.

Ray, et al., 2006. Changing trends in sexually transmitted infection at regional STD centre in North India. Indian Journal of Medical Research 124: 559-568. Available at :http://search. proquest.com/docview/195974293/fulltext PDF/14223B6F3D026CF21E2/1?accountid=50257. [Accessed : 5 November 2013]

Richens, J., 2006. Donovanosis (Granuloma Inguinale).Sexuall Transmitted Infection Journal 82 (vi) : 21-22. Available at :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/ articles/PMC2563899/pdf/iv21.pdf. [Accessed : 22 Mei 2012].

(37)

   

Sofyan Ismael, 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Dalam : Sagung Seto, Jakarta : 55.

Sri Naita Purba, Fahmi Rizal, Riana Miranda, Kristina Nadeak, dan Richard Hutapea, 2009. Pola Penyakit Menular Seksual di Subbagian Penyakit Menular Seksual dan Treponematosis Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.H.Adam Malik Medan Periode Januari 2004 – Desember 2008. Medan: RSUP H. Adam Malik Medan.

Sutanto, I., Is Suhariah Ismid, Pudji K. Sjarifuddin, Saleha Sungkar,2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FK UI, 138-140.

Sugiyono, 2006. Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta, 56.

Soedarto, M., 2007. Skabies. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI, 193-197.

Sentono, H,K., 2007. Limfogranuloma venerum. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI,112.

UNFPA. 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jakarta: UNFPA. Available from : http://indonesia.unfpa.org/ application/assets/publications/Kebijakan_Strategi_Nasional_ Kesehatan_ Repro duksi _di_Indonesia.pdf.pdf. [Accessed : 25 April 2013] .

Zubier, F., 2007. Kondiloma akuminata. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes, Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI, 142-143.

(38)

 

oleh usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir dan tempat tinggal. Penyakit infeksi menular seksual merupakan penyakit infeksi yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seksual dan merupakan hasil diagnosa penyakit IMS pasien sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.

2. Usia adalah lamanya hidup pasien IMS dalam satuan tahun yang dihitung

mulai dari tahun sejak pasien dilahirkan sampai pasien berobat ke dokter dan sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.

3. Jenis kelamin pasien adalah setiap individu dengan ciri-ciri yang

dimiliknya, dinyatakan dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, yang sesuai dengan rekam medis.

4. Status perkawinan adalah keterangan sudah atau belum memiliki pasangan

hidup ( suami atau istri ) yang sah dihadapan hukum.

(39)

   

5. Pekerjaan adalah aktivitas pasien IMS dalam menghasilkan pendapatan

untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya sesuai dengan yang tercatat di dalam rekam medis.

6. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai

oleh pasien IMS sesuai dengan rekam medis.

7. Tempat tinggal adalah daerah yang menjadi tempat tinggal pasien IMS

3.1 Tabel variabel, alat ukur, hasil pengukuran, skala ukur

(40)
(41)

   

vulvovaginalis

- HIV

6. Tempat tinggal Data sekunder

dari rekam

medis

- Aceh

- Asahan

- Batu bara

- Binjai

- Deli serdang

- Dairi

- Dolok Sanggul

- Karo

- Kota Medan

- Labuhan Batu

- Langkat

- Pematang Siantar

- Padang Lawas Utara

- Pak-Pak Barat

- Pekan Baru

- Sibolga

- Simalungun

- Tanjung Balai

- Tapanuli Utara

- Tebing Tinggi

- Toba Samosir

(42)

   

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deksriptif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penyakit IMS pada pasien yang berkunjung di Poli Kulit Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan dalam periode lima tahun, yaitu pada tahun 2008-2012. Desain penelitian yang

digunakan adalah desain cross sectional, artinya tiap subjek hanya diobservasi

satu kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan

tersebut (Alatas, et al., 2011).

4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus 2013 – November 2013.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok subyek dengan karakteristik tertentu

(Sastroasmoro, et al., 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien

yang menderita infeksi menular seksual (IMS) di Poli Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2008-2012 yaitu sebanyak 286 pasien.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

yang bersifat representative (mewakili) populasi yang diteliti. Dalam menentukan

sampel ada banyak teknik sampling yang digunakan (Sugiyono, 2006).

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling, artinya

bahwa sampel merupakan seluruh populasi (Dahlan, 2009), dalam penelitian ini

(43)

   

data yang lebih heterogen karena penelitian ini bertujuan untuk melihat pola penyakit IMS.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan seluruh rekam medis (data sekunder) pasien IMS mulai dari tahun 2008 - 2012 yang didapat dari bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan. Pada rekam medis tersebut, dilihat variabel yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal dan hasil diagnosa pasien IMS, lalu dilakukan pencatatan atau tabulasi.

4.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Menurut Notoadmojo (2010), data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program komputer, kemudian dilakukan:

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data) 2. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual kemudian dimasukkan ke dalam program computer.

3. Entry data

Memasukkan data ke dalam program komputer 4. Cleaning

Pemeriksaan kembali semua data yang telah dimasukkan ke dalam kompouter guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis. 6. Analisa data

(44)

   

(45)

   

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deksripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau No.17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan

Tuntungan. Berdasarkan pada Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 335/Menkes/SK/VII/1990, rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit

umum kelas A di Medan. Selain itu, RSUP H. Adam Malik adalah rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau sehingga akan didapati pasien dengan latar belakang penyakit yang bervariasi. RSUP H. Adam Malik juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991. Data diambil dari unit rekam medis rumah sakit yang merupakan basis data dan pusat riwayat kesehatan pasien.

5.1.2. Deksripsi Karakteristik Sampel

(46)

   

5.1.2.1 Kelompok Usia

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok usia penderita IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1 Tabel Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Kelompok Usia

Usia Tahun Total

(47)

   

(48)

   

5.1.2.2 Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian berdasarkan jeis kelamin penderita IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Jenis Kelamin

Tahun Diagnosa Total

Berdasarkan tabel 5.3, pada tahun 2008 pasien IMS perempuan lebih banyak dari pada laki-laki yaitu 24 orang (68.6%). Pada tahun 2009-2012 pasien laki-laki yang lebih banyak yaitu sebanyak 27 orang (55.1%) pada tahun 2009, sebanyak 36 orang (64.3%) pada tahun 2010, sebanyak 40 orang (50.6%) pada tahun 2011, dan sebanyak 40 orang (59.7%) pada tahun 2012.

 

5.1.2.3 Status perkawinan

Distribusi data penelitian berdasarkan status perkawinan penderita IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Status Perkawinan

Tahun Total

(49)

   

2008, sebanyak 32 orang (65.3%) pada tahun 2009, sebanyak 29 orang (51.8%) pada tahun 2010, sebanyak 48 orang (60.8%) pada tahun 2011, dan sebanyak 34 orang (50.8%).

5.1.2.4 Pekerjaan

Distribusi data penelitian berdasarkan pekerjaan penderita IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan N %

Ibu Rumah Tangga 68 23.8

Mahasiswa 29 10.1

Nelayan 2 0.7

Pegawai Negri 25 8.7

Pegawai Swasta 18 6.3

Pekerja Lepas 7 2.4

Pelajar 2 0.7

Pembantu 1 0.3

Petani 2 0.7

Supir 5 1.7

Tidak Kerja 17 5.9

TNI / POLRI 1 0.3

Wiraswasta 109 38.1

Total 286 100%

(50)

   

5.1.2.5 Tingkat Pendidikan Terakhir

Distribusi data penelitian berdasarkan tingkat pendidikan terakhir penderita IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. 5 Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Tahun Total

2008 2009 2010 2011 2012 Tidak

Sekolah % N 0% 0 0% 0 0% 0 0% 0 1.5% 1 0.3% 1

SD N 0 1 2 3 3 9

% 0% 2% 3.6% 3.8% 4.5% 3.1%

SLTP % N 25.7% 9 8.2% 4 25.0% 14 22.8% 18 10.4% 7 18.2% 52

SLTA % N 71.4% 25 71.4% 35 57.1% 32 60.8% 48 65.7% 44 64.3% 184

PT % N 2.9% 1 18.4% 9 14.3% 8 12.7% 10 17.9% 12 14.0% 40

Total % N 100.0% 35 100.0% 49 100.0% 56 100.0% 79 100.0% 67 100.0% 286

(51)

   

5.1.2.6 Tempat tinggal

Distribusi data penelitian berdasarkan tempat tinggal penderita IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6 Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Tempat Tinggal

Tempat Tinggal N %

(52)

   

5.1.2.7 Jenis IMS

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis IMS pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.7 Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Jenis IMS

(53)

   

2010, tiga jenis IMS yang banyak diderita adalah Kondiloma Akuminata sebanyak 24 orang (42.9%), Gonore sebanyak 11 orang (19.6%), dan Herpes genitalis sebanyak 6 orang (10.7%). Pada tahun 2011 IMS yang banyak diderita adalah Kondiloma Akuminata sebanyak 30 orang (38%), HIV sebanyak 16 orang (20.3%), dan Herpes genitalis sebanyak 11 orang (13.9%). Pada tahun 2012, tiga jenis IMS yang banyak diderita adalah Kondiloma Akuminata sebanyak 21 orang (31.3%), Gonore sebanyak 13 orang (19.4%), dan Sifilis sebanyak 10 orang (14.9%).

5.2 Pembahasan

Jumlah penderita IMS di Poli Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009-2012 ada sebanyak 286 orang yang terdiri dari 35 orang pada tahun 2008, 49 orang pada tahun 2009, 56 orang pada tahun 2010, 79 orang pada tahun 2011, dan 67 orang pada tahun 2012. Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan jumlah kasus IMS selama beberapa tahun tetapi kemudian turun sedikit pada tahun 2012.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Jain, et al., dan Devi, et al yang juga

mendapatkan peningkatan jumlah kasus IMS di beberapa tempat di India. Peningkatan kasus IMS ini disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya meratanya pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual, serta adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam bidang moral dan agama (KPAN RI, 2001 dalam Widodo, 2009).

5.2.1 Kelompok Usia

(54)

   

kelompok usia 26-30 tahun sebanyak 59 orang (20.6%) dan kelompok usia 31-30 tahun sebanyak 50 orang (17.5%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jazan (2004) di Bitung

dan Karn, et al. (2011) di Nepal bahwa penderita yang paling banyak adalah

kelompok usia 20-24 tahun. Serta penelitian Devi, et al. (2009) di India, yang

mendapatkan pasien terbanyak pada kelompok usia 21-30 tahun. Keseluruhan hasil ini menunjukkan bahwa pasien IMS paling sering berada pada usia seksual aktif sehingga rentan untuk terinfeksi IMS karena biasanya memiliki pasangan seksual yang banyak serta lebih sering berganti-ganti pasangan dibandingan

dengan kelompok usia lainnya (Ray, et al., 2006).

5.2.2 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, pasien laki-laki yang lebih banyak menderita IMS daripada perempuan, kecuali pada tahun 2008. Data tahun 2008-2012 menunjukkan bahwa jumlah pasien laki-laki sebanyak 156 orang (54.5%) sedangkan wanita sebanyak 130 orang (45.5%). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Faizan dan Djajakusumah (2008) di Bandung dan Karn, et al.

(2011) di Nepal dimana pasien laki-laki juga lebih banyak daripada perempuan. Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan karena infeksi kulit kelamin pada wanita sering kali bersifat asimtomatis (Purba, 2008). Selain itu juga di beberapa negara berkembang, wanita sering mengalami keterbatasan untuk mendapatkan informasi ataupun pelayanan kesehatan karena kesibukannya dalam mengurus rumah tangga ditambah lagi perekonomian wanita yang lebih banyak tergantung kepada laki-laki juga sehingga berpengaruh juga dalam kemampuan

wanita untuk mengunjungi dokter (Karn, et al., 2011).

5.2.3 Status Perkawinan

(55)

  banyak pada kelompok yang sudah kawin karena kelompok ini memiliki faktor yang lebih besar untuk menularkan atau tertular IMS.

5.2.3 Pekerjaaan

Berdasarkan hasil penelitian, lima jenis pekerjaan pasien IMS yang paling sering adalah sebagai wiraswasta sebanyak 109 orang (38.1%), ibu rumah tangga sebanyak 68 orang (23.8%), mahasiswa sebanyak 29 orang (10.1%), pegawai negri sebanyak 25 orang (8.7%) dan pegawai swasta sebanyak 18 orang (6.3%).

Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Karn, et al. (2011) di Nepal yang

mendapatkan pekerjaan supir / kondektur (26.85%) lebih sering dibandingkan

dengan pekerjaan yang lainnya. Sementara itu penelitian Maan, et al. (2011) di

Pakistan menyatakan bahwa IMS lebih sering didapatkan pada pegawai.

5.2.4 Tingkat Pendidikan

Distribusi pasien IMS menurut tingkat pendidikan terakhirnya menunjukkan bahwa pasien IMS yang tamat SLTA (64.3%) lebih banyak daripada yang tamat SLTP (18.2%), PT (14%), SD (3.1%), dan tidak sekolah (0.3%). Berdasarkan penelitian Kemenkes RI (2011), pada mayoritas WPSL (Wanita Pekerja Seksual Langsung), WPSTL (Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung), waria dan WBP (Warga Binaan Permasyarakatan) didapatkan banyak yang berpendidikan rendah,

yaitu tidak sekolah sampai dengan SMP. Sementara itu penelitian Maan, et al.

(56)

   

rendah. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi cenderung melakukan tindakan pencegahan agar tidak tertular penyakit.

5.2.5 Tempat tinggal

Distribusi pasien IMS berdasarkan tempat tinggal menunjukkan bahwa pasien IMS paling banyak tinggal di daerah Kota Medan yaitu sebanyak 163 orang

(57%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Ray, et al. (2006) yang

menyatakan bahwa pasien IMS banyak yang tinggal di daerah perkotaan. Jumlah pasien yang bertempat tinggal di Kota Medan lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain diduga karena letak rumah sakit ini yang dekat dengan Kota Medan.

5.2.6 Jenis IMS

Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa Kondiloma akuminata adalah IMS yang paling sering didiserita yaitu sebanyak 102 orang (35.7%). Jumlah pasien infeksi Kondiloma mengalami peningkatan tiap tahunnya, tetapi menurun pada tahun 2012. Meskipun angka kejadiannya menurun, infeksi kondiloma tetap menjadi IMS yang paling banyak dibandingkan yang lain.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di RSUP H. Adam malik pada tahun 2005-2008 yang menunjukkan bahwa infeksi kondiloma akuminata (16.41%) berada pada urutan infeksi yang ketiga, sedangkan urutan yang pertamanya adalah UNS/IGNS (20,99 %) (Purba, 2009). Di RSUP Hasan Sadikin Bandung, infeksi Kondiloma ini masih lebih

sedikit yaitu 12.6% dan berada pada urutan keempat (Faisal, et al., 2008).

Di India, infeksi Kondiloma akuminata (20%) berada pada urutan ketiga,

(Choudhry et al., 2010). Akan tetapi, hasil penelitian ini sama seperti penelitian

yang dilakukan CDC (2013) di Amerika yang juga menyatakan bahwa infeksi Kondiloma akuminata berada pada urutan pertama.

(57)

   

Gonore juga berada pada urutan keempat (Choudry et al., 2010). Sementara itu,

di Pakistan, infeksi Gonore juga berada pada urutan kedua (Maan, et al., 2011).

Masih tingginya angka kejadian gonore ini diduga karena adanya resistensi

terhadap N. gonorrhoeae akibat penggunaan antibiotik terus menerus ( Choudry,

et al., 2010).

IMS pada urutan ketiga adalah infeksi Kandidiasis vuvovaginalis (11.9%) dan HIV (11.9%). Hasil ini berbeda dengan penelitian Purba (2009) yang menyatakan Kandidiasis vulvovaginalis berada pada urutan kedua sedangkan

penelitian Devi, et al. (2009) menyatakan berada pada urutan keempat. Sementara

menurut Choudry, et al. (2010), HIV berada pada urutan keenam. Adanya

pe-ningkatan kasus HIV ini erat kaitannya dengan pepe-ningkatan kasus IMS.

Infeksi lainnya yang jumlahnya lebih sedikit antara lain Sifilis (8%), Herpes genitalis (8%), UNS/IGNS (5.9%), dan Ulkus mole (0.7%). Sedangkan infeksi Moloskum kontangiosum, Limfogranuloma venerum, dan Granuloma inguinale tidak lagi dijumpai pada lima tahun terakhir ini.

Selain itu, berdasarkan etiologinya (tabel di lampiran 3), jenis IMS yang disebabkan oleh virus (55.6%) lebih banyak dari IMS bakterial (26.6%) dan IMS

jamur (17.8%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jain, et al.

(2008)di Indiadan Karn, et al. (2011) di Nepal yang juga mendapati bahwa virus

penyebab tersering IMS. Menurut Devi, et al. (2009), pada beberapa dekade

belakangan, jumlah kasus IMS yang disebabkan bakteri sudah mengalami penurunan karena pasien lebih banyak membeli antibiotik spektrum luas untuk mengatasi sendiri gejalanya dan tidak ke dokter. Sementara untuk IMS yang disebabkan oleh virus cenderung menetap atau kambuh sehingga memerlukan konsultasi berulang ke dokter.

Dengan melakukan tabulasi silang antara jenis IMS dengan jenis kelamin, kelompok usia, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, dan tempat tinggal ( tabel terdapat di lampiran 3), maka didapatkan gambaran pola masing -masing jenis IMS sebagai berikut :

(58)

   

Dalam penelitian ini, infeksi Gonore didapatkan pada 48 orang. Pola IMS-nya adalah : Infeksi ini didapati lebih sering pada laki-laki, kelompok usia 26-30 tahun, sudah kawin, tamat SLTA dan banyak yang tinggal di Kota Medan.

b. Herpes Genitalis

Dalam penelitian ini, infeksi Herpes genitalis didapati pada 23 orang. Pola IMS-nya adalah : Infeksi ini terdapat lebih banyak pada perempuan, kelompok usia 21-25 tahun, sudah kawin, tamat SLTA dan banyak yang tinggal di Kota Medan.

c. HIV

Dalam penelitian ini, infeksi HIV didapati pada 34 orang. Pola IMS-nya

adalah: Infeksi ini terdapat lebih banyak pada laki-laki, kelompok usia 21-30 tahun, belum kawin, tamat SLTA dan banyak yang tinggal di Kota Medan.

d. Kandidiasis vulvovaginalis

Dalam penelitian ini, infeksi Kandidiasis vuvovaginalis didapati pada 34 orang. Pola IMS-nya adalah hanya ditemukan pada pasien perempuan, kelompok usia 31-35 tahun, sudah kawin, tamat SLTA dan banyak yang tinggal di Kota Medan.

e. Kondiloma akuminata

Dalam penelitian ini, Kondiloma akuminata didapati pada 102 orang. Pola IMS-nya adalah : Infeksi ini terdapat lebih sering pada perempuan, kelompok usia 21-25 tahun, sudah kawin, serta didapati paling banyak pada pasien yang tamat SLTA dan banyak yang tinggal di Kota Medan.

f. Sifilis

(59)

21-   

jumlah yang sama, tamat SLTA dan paling banyak diderita pasien yang tinggal di Kota Medan.

g. Ulkus Mole

Dalam penelitian ini, Ulkus Mole didapati pada 2 orang. Pola IMS-nya adalah: didapati dengan jumlah sama pada laki-laki dan perempuan, kelompok usia 21-25 tahun belum kawin, tamat SLTA dan banyak yang tinggal di Kota Medan.

h. UNS / IGNS

(60)

   

BAB 6 KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan data yang dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Jumlah pasien yang menderita IMS di Poli Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2008-2012 ada sebanyak 286 orang. Distribusi pasien IMS berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahwa IMS paling sering didapatkan pada kelompok usia 21-25 tahun yaitu sebanyak 72 orang (25.2%).

Distribusi pasien IMS berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa laki-laki yang paling sering menderita IMS yaitu sebanyak 154 orang (53.8%).

Distribusi pasien IMS berdasarkan status perkawinan menunjukkan bahwa pasien yang sudah kawin yang paling sering menderita IMS yaitu sebanyak 173 orang (60.4%).

Distribusi IMS berdasarkan tingkat pendidikan terakhirnya menunjukkan bahwa pasien yang tamat SLTA yang paling sering menderita IMS yaitu sebanyak 184 orang (64.3%). Distribusi IMS berdasarkan jenis IMS-nya menunjukkan bahwa Kondiloma akuminata adalah IMS yang paling sering diderita yaitu sebanyak 102 orang (35.7%). Distribusi IMS berdasarkan tempat tinggal menunjukkan bahwa pasien IMS paling sering bertempat tinggal di Kota Medan yaitu sebanyak 163 orang (57%).

6.2 Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kejadian IMS sering terjadi

(61)

   

2. Bagi penelitian berikutnya, sebaiknya mencari lokasi tempat penelitian yang

(62)

   

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian IMS

Penyakit kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat terkenal di Indonesia, yaitu gonore dan sifilis. Akan tetapi seiring dengan semakin majunya pengetahuan dan perkembangan peradaban masyarakat maka semakin banyak ditemukan penyakit-penyakit kelamin yang

baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi PMS (Penyakit Menular Seksual). Namun sejak tahun 1998, istilah PMS ditinggakan

dan diubah menjadi IMS (Infeksi Menular Seksual) agar dapat menjangkau penderita IMS yang cukup banyak asimtomatik (Hakim, 2007).

2. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi IMS

Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol pada sebagian besar wilayah dunia (Murtiastutik, 2008). Angka kejadian dan pola penyakitnya pun bervariasi di berbagai negara, bahkan diberbagai wilayah dalam suatu negara. Menurut Lukman Hakim (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi bervariasinya angka kejadian IMS, pola distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut, yaitu :

2.2.1 Faktor Dasar

a) Adanya kejadian penularan penyakit b) Kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual 2.2.2 Faktor Medis

a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis b) Pengobatan modern

(63)

   

2.2.3 Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS

Penyebaran penyakit IMS tidak lepas juga kaitannya dengan perilaku resiko tinggi. Yang dimaksud dengan perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang penyakit. Yang tergolong kelompok resiko tinggi IMS adalah :

3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila 4. Pecandu narkotik

5. Homoseksual (Hakim, 2007)

2.3 Cara penularan Infeksi Menular Seksual

2.3.1 Hubungan seks yang tidak aman. Yang dimaksudkan tidak aman adalah: a. Hubungan seks lewat vagina tanpa kondom

b. Hubungan seks lewat anus tanpa kondom c. Seks oral

2.3.2 Lewat darah, misalnya transfusi darah, saling bertukar jarum suntik atau benda tajam lainnya, pada pemakaian obat bius, menindik kuping atau tato. 2.3.3 Ibu hamil ke janin: yaitu bisa saat hamil, saat melahirkan, atau sesudah

(64)

   

2. 4 Jenis- jenis Infeksi Menular Seksual

2.4.1 Kondiloma akuminata a) Defenisi

Kondiloma akuminata atau kutil kelamin merupakan diagnosis yang paling banyak pada pasien-pasien yang datang ke klinik penyakit menular seksual. Agen infeksius yang menyebabkan kelainan ini adalah Human papiloma virus (HPV)

(Heffner dan Schust , 2006).

b) Etiologi

HPV merupakan anggota dari famili Papovaviridae yang merupakan virus DNA sirkular rantai ganda. Dari 70 genotiop HPV berbeda yang telah diidentifikasi, hanya tipe 6, 11, 16, 18, 31, 33 dan 35 yang berhubungan dengan lesi genital. Tipe 6 dan 11 paling sering teridentifikasi menjadi kutil kelamin dan tipe 16 dan 18 ditemukan neoplasia (Heffner dan Schust, 2006).

c) Gejala Klinis

Kondiloma akuminata merupakan papul berwarna merah daging, merah muda atau berpigmen dengan permukaan menyerupai daun pakis. Kutil sesil , atau lesi

yang menyerupai kondiloma datar, lebih jarang ditemukan mencakup hanya 20% dari kutil kelamin yang dapat terlihat. Mayoritas kutil kelamin terdapat pada penis. Pada wanita, kutil kelamin ditemukan lebih sering pada introus vagina dan labia, jarang mengenai vagina dan serviks. Sebagian besar kutil bersifat asimtomatik, Jika terdapat gejala, biasanya akibat gesekan local oleh pakaian atau hubungan intim yang menyebabkan iritasi (Klausner dan Hook , 2006).

d) Diagnosis

(65)

 

Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok

dengan dasar eritema dan bersifat rekurens ( Junadarso, 2007). Penyakit ini mencakup 2-4% dari kunjungan ke klinik PMS di Inggris dan AS. Penyakit ini juga dilaporkan banyak terjadi pada ras kaukasia dibandingkan non-kaukasia. Prevalensi antibody anti-HSV yang lebih tinggi terdapat pada kelompok usia koitus pertama kali lebih dini dan memiliki pasangan seksual yang banyak (Heffner dan Schust, 2008).

b) Etiologi

Terdapat dua serologis yang berbeda pada HSV : HSV-1 dan HSV-2. Infeksi HSV-1 menular melalui infeksi primer pada saluran pernafasan. HSV-2 mempunyai prediksi untuk penyakit kelamin walaupun terdapat pula HSV-1 pada genitalia dan infeksi HSV-2 pada rongga mulut. HSV-2 lebih sering menjadi infeksi laten pada ganglion sakralis dan menyebabkan penyakit pada neonatus dibandingkan HSV-1.

c) Gejala Klinis

Masa inkubasi untuk kedua jenis virus adalah sekitar 2 sampai 24 hari setelah infeksi. Periode prodromal sering timbul lesi. Selama perode prodromal dan saat lesi terbuka, virus bersifat menular dan mungkin berkisar selama 2 sampai 6 minggu. Setelah infeksi awal, virus mungkin berada pada periode tenang (dorman) di jaras sensorik yang yang mempersarafi lesi primer. Virus dorman dapat menjadi aktif kembali setiap saat, menyebabkan timbulnya lesi, reaktivasi suatu infeksi herpes laten dapat terjadi sewaktu pasien sakit, mengalami stress,

(66)

   

Gejala – gejala selama periode prodromal dapat berupa demam ringan, malese, rasa terbakar di mulut atau genitalia. Sewaktu aktif, muncul kelompok-kelompok vesikel nyeri di bibir, wajah, kulit, hidung, mukosa mulut, dan genitalia (Corwin, 2009).

d) Diagnosis

Diagnosis secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren dan bila memungkinkan ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak ada lesi, dapat diperiksa antibodi HSV. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko, 2008)

2.4.3 Trikomoniasis a) Defenisi

Trikomoniasis adalah IMS yang disebabkan oleh infeksi protozoa, yaitu

Trichomonas vaginalis. Trikomoniasis biasanya diderita bersamaan dengan PMS

lain, terutama gonore, dan biasanya menunjukkan bahwa seseorang tersebut mempunyai seksual berisiko tinggi (Matini, et al., 2012).

b) Etiologi

Trichomonas vaginalis merupakan parasit protozoa flagelata yang termasuk

dalam filum Sarcomastigophora, sub-phylum Mastigophora, kelas Zoomastigophora, ordo Trichomononadida. Trichomonas vaginalis tidak

(67)

   

misalnya banyak orang hidup bersama dalam satu rumah dapat terjadi infeksi secara tidak langsung melalui alat sanitasi seperti toilet seat. Neonates mendapatkan infeksi T.vaginalis dari ibu yang terinfeksi selama persalinan

melalui jalan lahir (Sutanto,et al., 2008).

a) Gejala Klinis

Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronik. pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorus), dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance dan dikenal disertai gejala

dispareunia, perdarahan pascakoitus, perdarahan intramenstrual. Bila banyak sektret yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau disekitar genitalia eksterna, selain vaginitias dapat pula terjadi uretritius, bartholinitis, skenitis, dan sistitis yang pada umumnya tanpa gejala. pada kasus yang kronik gejala lebih ringan dan secret biasanya tidak berbusa.

Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis,dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan secret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak khas, gatal pada uretra, disuria, dan keluhan urin keruh pada pagi hari (Daili, 2008).

d) Diagnosis

Diagnosis berdasarkan keluhan keputiuhan atau fluor albus, rasa panas pada

(68)

   

sekret uretra, sekret prostat dan urin. Metode biakan air daging merupak standar baju untuk mendiagnosis trikomoniasis karena mudah dan memerlukan sedikitnya 300-500 trikomonas/ml untuk mulai pertumbuhan dalam biakan, namun diperlukan waktu biakan 2-7 hari. Selain itu ada juga metode sampul plastic (in pouch system) yaitu pemeriksaan langsung dari biakan dan ada juga pemeriksaan

PCR menggunakan sekret vagina dan urin. Sensitivitas PCR menggunakan sekret vagina lebih tinggi dibandingkan dengan urin (Sutanto, et al., 2008).

2.4.4. Infeksi Genital Non Spesifik a) Defenisi

Infeksi Genital Non Spesifik (IGNS) adalah IMS yang berupa peradangan di uretra, rectum, atau serviks yang disebabkan oleh kuman non spesifik, Sedangkan uretritis non spesifik (UNS) merupakan peradangan yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Diduga penyebab IGNS/UNS antara lain : Chlamdya Trachomatis, Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis, alergi dan bakteri. Insidensi

IGNS di beberapa Negara menunjukkan insidensi yang cukup tinggi dan angka perbandingannya dengan UNS kira-kira 2:1. Banyak ditemukan pada orang dengan keadaan social ekonomi yang lebih tinggi, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang tinggi.

b) Etiologi

Chlamdya Trachomatis merupakan parasit obligat intraseluler sehingga untuk

pertumbuhannya membutuhkan sel hidup. Memiliki badan elementer dan badan reticular dengan menggunakan pengecatan giemsa. (Lumintang, 2007).

Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negatif,

dan sangat pleomorfik karena tidak mempunyai dinding sel yang kaku (Daili, 2008).

c) Gejala Klinis

(69)

   

bisa juga berupa bercak di celana dalam. Adanya keluhan disuria, namun tidak sehebat nyeri pada infeksi gonore. Pada pemeriksaan klinis, bisa didapati muara uretra tampak tanda peradangan berupa edema dan eritema, dapat ringan sampai berat. Pada wanita, gejala sering asimtomatis. Bila ada, keluhan berupa duh genital yang kekuningan. Pada pemeriksaan klinis genital dapat ditemuakn kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks mukopurulen, erosi serviks, atau folikel-folikel kecil (Lumintang, 2007).

d) Diagnosis

Dengan memperhatikan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium berupa permeriksaan apusan sekret uretra atau serviks. Pada pemeriksaan sekret uretra dengan pewarnaan gram dengan pewarnaan Gram ditemukan leukosit >5 pada pemeriksaan mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram didapatkan >30 leukosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali. Tidak dijumpai diplokokus gram negative, serta pada pemeriksaan sediaan basah tidak dijumpai adanya parasit Trichomonas vaginalis (Lumintang, 2007).

2.4.5 Gonore a) Defenisi

Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh

Neisseria Gonorrhoea (Daili, 2008). Gonore merupakan penyakit yang sebagian

besar merupakan penyakit pada orang mud. Insidensi memuncak pada pria dan wanita saat berusia 18-24 tahun. Selain usia, faktor resiko lain seperti keadaan sosio ekonomi yang rendah, lingkungan urban, ras non kulit putih, pria homoseksual dan prostitusi (Heffner dan Schust, 2008).

b) Etiologi

Neisseria gonorrhoeae termaksuk golongan diplikok berbentuk biji kopi

(70)

   

dalam le ukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati daam keadaan kering, tidak tahan diatas suhu 39oC, dan tidak tahan zat desinfektan. Pada

umumnya gonore ditularkan melalui hubungan kelamin, yaitu secara genito-genital, oro-genital dan ano-genital. (Daili, 2008)

c) Gejala Klinis

Masa tunas sangat singkat, pada pria umumnya berkisar antara 2-5 hari. Infeksi Neisseria gonorrhoeae pada laki-laki bersifat akut yang didahului rasa

panas di bagian distal uretra, diikuti rasa nyeri pada penis, keluhan berkemih seperti disuria dan polakisuria. terdapat duh tubuh yang bersifat purulen atau sero-purulen. kadang –kadang terdapat juga ektropion. Pada beberapa keadaan duh tubuh baru keluar setelah pemijatan atau pengurutan duh tubuh korpus penis

ke arah distal, tetapi pada kedaan penyakit yang lebih berat nanah tersebut menetes sendiri keluar.

Pada wanita, masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatis. Gejala utama meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservitis di mana

bersifat purulen, tipis dan agak berbau. Beberapa pasien dengan servitis gonore kadang mempunyai gejala yang minimal. disuria atau keluar sedikit duh tubuh dari uretra yang mungkin disebabkan oleh uretritis yang menyertai servitis. Dispareunia dan nyeri perut bagian bawah. Jika servitis gonore tidak diketahui atau asimtomatis, maka dapat berkembang menjadi PID (Pelvic Inflammatory Disease). Nyeri ini merupakan akibat dari menjalarnya infeksi ke endometrium,

tuba fallopi, ovarium dan peritoneum (Murtiastutik, 2008).

d) Diagnosis

(71)

   

seperti medium Thayer-Martin dimodifikasi. Pada pria, bila hasil pewarnaan postif, maka tindakan biakan tidak perlu dilakukan, tetapi pada wanita, meskipun hasil pewarnaannya positif, tetap perlu dilakukan kultur. Sediaan apus eksudat konjungtiva yang diwarnai dengan pewarnaan gram dapat juga bersifat diagnostik, tetapi sediaan apus spesimen dari tenggorokan atau rectum secara umum tidak membantu. (Brooks, et al., 2008). Untuk identifikasi kultur, ada dua macam

media yang bisa digunakan yaitu media transpor (media stuart dan media transgrow) dan media pertumbuhan, seperti Mc Leod’s chocolate agar, Media Thayer Martin, dan Modified Thayer Martin Agar (Daili, 2008).

2.4.6 Sifilis a) Defenisi

Sifilis adalah IMS yang disebabkan oleh Treponema palidum. Sifilis memiliki

banyak gejala klinis dan gejalanya menyerupai penyakit infeksi lain, oleh karena itu sering juga disebut “great impostor”. Angka kejadian sifilis masih ditemukan

cukup tinggi, di Amerika pada tahun 2006-2007 angka kejadiannya mengalami peningkatan sebanyak 12%. Kelompok yang paling sering mengalami infeksi ini adalah laki-laki yang homoseksual (Euerle, 2012).

b) Etiologi

Treponema pallidum memilik bentuk spiralyang ramping dengan lebar

kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Basil gram negatif. Organisme ini aktif bergerak, berotasi dengan cepat di sekitar endoflagelnya. Mempunyai sifat pertumbuhan yang mikroaerofilik, baik hidup di lingkungan dengan kadar oksigen 1-4%. (Brooks, et al., 2008). Sifilis ditularkan melaui hubungan seksual, dari ibu

(72)

  dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna. Lesi awal biasanya papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat undurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukuran bervariasi 1-2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri.

Pada pria selalui disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral / bilateral. Tukak jarang terlihat pada genitalia eksterna wanita karena lesi sering pada vagina dan serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di serviks, berupa erosi atau ulserasi yang dalam. Lesi primer tidak selalu ditemukan pada genitalia eksterna, akan tetapi juga dapat di luar genitalia seperti bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa diberi pengobatan, lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Makin lama lesi terjadi, makin

banyak kemungkinan tes serologis menjadi reaktif. Bila lelah terjadi sekitar 4 minggu atau lebih, kemungkinan tes serologis sudah reaktif (Hutapea, 2007).

2. Sifilis Sekunder

Biasanya timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak sifilis primer dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai sifilis primer. Gejala umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malaise, nyeri kepala, demam yang

tidak tinggi, atralgia. Kelainan di kulit menyerupai berbagai penyakit kulit

sehingga disebut the great imitator. Kelainan kulit yang membasah (eksudatif),

kondilomata lata dan plaq muqueuses adalah bentuk sifilis sekunder sangat

(73)

   

Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, namun pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit ini akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut berbentuk guma, kelainan susunan saraf pusat dan kardiovaskular. Diagnosis laten ditegakkan setelah diperoleh anamnesis yang jelas dan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan terdapat kelainan yang awal mulanya disebabkan sifilis dan hasil pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang yang normal tetapi hasil pemeriksaan serologis darah reaktif. Infeksi yang telah berjalan selama lebih dari empat tahun sangat jarang menular, kecuali pada wanita hamil yang tidak diberi pengobatan, kemungkinan dapat menularkan sifilisnya ke bayi yang di kandungnya (Hutapea, 2004)

4. Sifilis lanjut

Sifilis lanjut yang tidak diobati meunjukkan gelaja dan tanda mulai dari yang tidak jelas sampai pada kerusakan hebat pada salah satu organ tubuh. Umumnya yang paling sering terjadi pada sifilis lanjut ialah latensi, asimtomatis, neurosifilis, sifilis benigna lanjut dan sifilis kardiovaskular (Hutapea, 2004).

d) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang . Tes VDRL (Vederal Diasease Research Laboratory) dan RPR (Rapid Plasma Reagin) adalah uji antigen nontreponemayang sering digunakan dalam uji

serologis sifilis. Uji VDRL dan RPR yang positif setelah 2-3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dengan titer yang tinggi pada sifilis sekunder. Uji VDRL atau RPR yang positif berubah menjadi negatif dalam waktu 6-18 bulan setelah pengobatan sifilis yang efektif. Selain itu ada juga tes serologis yang sering digunakan yaitu uji fluorensi antibody treponema (FTA-ABS) dan uji aglutinasi partikel Treponema pallidum (TPPA). Pada uji FTA-ABS yang pada sifilis

(74)

   

tidak dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengobatan. Adanya IgM FTA dalam darah yang baru lahiir adalah bukti utama sifilis kogenintal. (Brooks, et al.,

2008)

2.4.7 Moloskum kontangiosum a) Defenisi

Moloskum kontangiosum adalah penyakit infeksi virus yang menyerang kulit. Biasanya dijumpai pada anak-anak, namun dapat juga ditemukan pada remaja yang ditularkan melalui hubungan seksual yang manisfestasinya tampak pada daerah genital. Bisa juga didapati didaerah ekstragenital pada pasien yang terinfeksi HIV ataupun pada pasien yang imunokompromis. Pada dasarnya, Moloskum kontangiosum ini bersifat self-limited diseases pada orang yang sehat

(Chularojanamontri, 2010).

 

b) Etiologi

Virus Moloskum kontangiosum tergolong dalam kelompok poxvirus.

Terdapat tiga strain virus Moloskum kontagiosum (I,II,II) yang dibedakan

berdasarkan pola endonuclease digestion. Moloskum kontagiosum virus I paling

banyak didapatkan dibandingkan Moloskum kontagiosum virus II sedangkan Moloskum kontagiosum virus III paling jarang ditemukan. Namun tidak

didapatkan perbedaan klinis dari ketiga strain tersebut (Murtiastutik, 2008) .

c) Gejala Klinis

(75)

   

d) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gambaran klinis, hasil pemeriksaan pengecatan dari isi lesi dan biopsy.

2.4.8 Skabies a) Defenisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

Sarcoptes scabies var. hominis (Soedarto, 2007).

b) Etiologi

Sarcoptes scabei merupakan tungau kecil yang berbentuk bulat lonjong dan

bagian ventral datar. Tungau betina panjangnya 300-450 mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil. kurang lebih setengahnya. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki. Tungau betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat dipermukaan kulit untuk kemudiam membentuk terowongan, dengan kecepatan 2,5 cm per menit di permukaan kulit. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk masuk kulit lagi dengan menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapatkan makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa adalah 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, biasanya hidup di permukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina.

c) Gejala Klinis

(76)

   

adalah papul yang gatal sepanjang terowongan yang berisi tungau. Lesi biasanya simetrik dan sebagi tempat predileksi adalah sela jari tangan, fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, areola dan mammae, umbilikus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong. Lesi pada penis berbentuk khas terutama berupa nodul dan sering disetai lesi ulseratif dan pioderma. Lesi yang patogomonik untuk skabies adalah terowongan yang hampir tidak terlihat oleh mata, berupa lesi yang agak meninggi, lurus atau berkelok-kelok dan berwarna keabu-abuan. Namun penderita sering datang dengan lesi yang sudah mengalami ekskoriasi, eksematisasi dan infeksi sekunder akibat garukan yang sering kali mengaburkan gambaran klinik.

d) Diagnosis

Diagnosis skabies perlu dipertimbangkan apabila ditemukan riwayat gatal, terutama pada malam hari, mungkin juga ditemukan pada anggota keluarga yang lain, dan terdapatnya lesi polimorf terutama pada tempat predileksi. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : kerokan kulit, mengambil tungau dengan jarum, epidermal shave biopsy, kuretasi terowongan, tes tinta Burrow, dan

apusan kulit.

2.4.9 Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) a) Defenisi

Kandidiasis (kandidosis) adalah suatu infeksi mukosa vagina dan vulva (epitel tak berkeratin) yang diebabkan oleh spesies kandida. Penyebab terbanyak adalah Candida albicans, sedangkan penyebab kedua dan ketiga terbanyak adalah Candida glabrata dan Candida tropicalis. Merupakan infeksi oprtunistik yang

(77)

   

b) Etiologi

Kandida merupakan organisme yang dismorfik (dua kutub) dimana organisme ini dapat ditemukan pada manusia pada fase fenotip yang berbeda. Kandida tumbuh sebagai blastospora berbentuk oval tanpa kapsul dan bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang dapat tumbuh dalam biakan atau in vivo sebagai tanda penyakit yang

aktif. Ada beberapa faktor pedisposisi seseorang mengalami KVV, yaitu kehamilan, diabetes mellitus, kontrasepsi oral yang mengandung estrogen vaginal intercourse, pemakaian pakaian dalam yang terlalu ketat, pengobatan dengan

kortikosteroid, imunosupresan, antibiotik, radioterapi, infeksi HIV, kelembapan, stress dan reaksi alergi local oleh berbagai bahan.

c) Gejala Klinis

Gambaran KVV adalah keluhan panas, atau iritasi pada vulva, dan keputihan yang tidak berbau. Pada pemeriksaan terdapat vulvitis, dengan eritema dan edema vulva, fisura perineal, pseudomembran, dengan lesi satelit papulopustular di sekirtarnya; disamping itu terdapat vaginitis dan eksoservitis baik pada pemeriksaan langsung maupun dengan kolposkopik. Dapat terjadi koinfeksi trikomoniasis maupun vaginosis bakterial ( Pudjinti dan Soedarmadi, 2007).

d) Diagnosis

Diagnosis klinis KVV biasanya mudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis dari sekret vaigna dengan sediaan basah KOH 10% atau dengan pewarnaan gram. Bentuk invasif terlihat adanya bentuk ragi (yeast form),

blastospora lonjong, sel tunas, pseudohifa seperti sosis panjang bersambung, kadang kadang hifa asli bersepta. Sediaan gram lebih baik karena bentuk ragi kandida bersifat Gram postif, sel tunas jarang terlihat, tetapi pseudohifa lebih mudah terlihat karena pada sekret vagina dan satu-satunya ragi patogen yang penting yang mudah dideteksi dengan pengecatan Gram.

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
Tabel 5.1 Tabel Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Kelompok Usia
Tabel 5.2   Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.4   Distribusi Pasien IMS Berdasarkan Pekerjaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini KAMIS tanggal LIMA BELAS bulan SEPTEMBER tahun DUA RIBU ENAM BELAS , kami Kelompok Kerja Pembangunan Ruang Kelas Baru.. MTsN Pangkalan Bun Tahun

[r]

Pada hari ini, Senin Tanggal Satu Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Dua Belas, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang/Jasa telah mengadakan Pemberian Penjelasan Dokumen Pengadaan

Konsultasi dengan dosen pembimbing disertai dengan studi literatur Konsultasi dengan dosen pembimbing merupakan suatu media untuk merumuskan tema yang akan dibahas dalam

Tujuan dilakukannya analisis mutu ini agar mengetahui kualitas dari gula yang akan digunakan untuk proses pembuatan syrup, mengetahui keberadaan mikroorganisme yang ada dalam

plate yang meliputi rata-rata biner, ambang, dan standar deviasi. Sedangkan data targetnya adalah kondisi kualitas permukaan plate insulator .Pelatihan dilakukan

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions.. Start Free Trial

The purpose of the research is to increase the students’ ability in writing descriptive paragraph using exclusion Brainstorming Strategy at the eighth grade of SMP Negeri