• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Dan Tindakan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut Rsgmp Usu Tentang Informed Consent Untuk Pencabutan Gigi Posterior Mandibula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Dan Tindakan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut Rsgmp Usu Tentang Informed Consent Untuk Pencabutan Gigi Posterior Mandibula"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nik Ahmad Syakir bin Nik Kamaluddin Tempat/ Tanggal Lahir : Kuala Lumpur, Malaysia / 10 Juni 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jalan D.I Panjaitan, No. 28, Medan Baru, Medan Orangtua

Ayah : Nik Kamaluddin bin Nik Sulaiman Ibu : Nik Munirah binti Nik Sulaiman Riwayat Pendidikan

1. 1997-1999 : Child Enrichment Centre (CEC), Kuala Lumpur 2. 1999-2003 : Sekolah Sri Bestari, Kuala Lumpur

3. 2003-2005 : Sekolah Kebangsaan Taman Tun Dr. Ismail 1 4. 2005-2009 : Sekolah Menengah Kebangsaan TTDI

(2)

LAMPIRAN 2

ANGGARAN PENELITIAN

1. Biaya pengumpulan literatur Rp 80.000

2. Biaya pembuatan proposal Rp 70.000

3. Biaya print dan fotocopy Rp 150.000 4. Biaya penjilidan dan penggandaan Rp 150.000

5. Biaya seminar Rp 300.000

(3)

LAMPIRAN 3

JADWAL KEGIATAN

Kegiatan

Bulan

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Janua 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan dan

pembuatan proposal

X X X X

Seminar proposal X

Perbaikan proposal X X

Penelitian X X X X

Pengolahan data X X X X

Pembuatan laporan

hasil penelitian X X X X X X X X X X

Seminar hasil X

(4)

LAMPIRAN 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor : Tanggal :

PENGETAHUAN DAN TINDAKAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MULUT RSGMP USU TENTANG INFORMED CONSENT

UNTUK PENCABUTAN GIGI POSTERIOR MANDIBULA

Nama : NIM :

PETUNJUK PENGISIAN

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU 2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang

dianggap benar

3. Semua pertanyaan harus dijawab

4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban

(5)

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA A. Pengetahuan

1) Menurut Anda, apa itu informed consent ? a. Informed consent adalah suatu persetujuan lisan mengenai tindakan

yang akan dilakukannya oleh dokter terhadap pasiennya.

b. Informed consent adalah suatu persetujuan bertulis mengenai tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter terhadap pasiennya.

c. Informed consent adalah suatu persetujuan lisan dan bertulis mengenai tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter terhadap pasiennya. d. Tidak tahu

3) Menurut Anda, apakah jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi ?

a. Verbal consent ( secara lisan ) b. Written consent ( secara tertulis ) c. Kedua-duanya

d. Tidak tahu

4) Menurut Anda, tindakan medis apa yang perlu menggunakan informed consent dalam kedokteran gigi ?

(6)

f. Tidak tahu

5) Menurut Anda, kapan waktu yang sesuai diberikan informed consent?

a. Sebelum tindakan medis b. Sesudah tindakan medis c. Tidak tahu

6) Menurut Anda, apakah informasi yang perlu diberikan dalam informed

consent ? a. Diagnosa

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan c. Alternatif tindakan medis yang dilakukan d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e. Semua di atas benar

f. Tidak tahu

7) Menurut Anda, apakah informed consent perlu digunakan pada pasien yang akan dianestesi dengan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer ? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

8) Jika Ya, kapan waktu yang sesuai diberikan informed consent pada pasien yang akan dianestesi dengan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer ? a. Sebelum menganestesi

b. Sesudah menganestesi

9) Menurut Anda, apakah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dianestesi dengan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer ? a. Sakit selama dan setelah penyuntikan

(7)

d. Efek toksik e. Hematoma

f. Jarum suntik patah g. Semua di atas benar h. Tidak tahu

B. Tindakan

10) Apakah anda melakukan informed consent sebelum melakukan tindakan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer ?

a. Ya

b) Tujuan tindakan medis yang dilakukan c) Alternatif tindakan medis yang dilakukan d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e) Semua di atas benar

f) Tidak tahu

13)Jika written consent, informasi apa yang anda berikan pada pasien ? a) Diagnosa

b) Tujuan tindakan medis yang dilakukan c) Alternatif tindakan medis yang dilakukan d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e) Semua di atas benar

(8)

DAFTAR PUSTAKA

1. Avramova N. Patients Informed Consent in Dental Practice in Bulgaria. OHDM. 2011 6; 10(2).

2. Mirza AM. Importance of informed consent in dentistry. International Dental Journal of Students Research. 2012 6-9; 1(2).

3. Dube-Baril C. The personalized consent form: an optional, but useful tool ! J Can Dent Assoc. 2004 2; 70(2).

4. Tahir S. Perception of consent among dental professionals. Journal of Medical Ethics and History of Medicine. 2009 11; 20(2).

5. Rai B. Informed consent for local anesthesia. Internet J Law Health Care Ethics. 2007 4; 2.

6. Anonymous. American Dental Association. Principles of ethics and code of professional conduct.2004. http://www.ada.org/prof/prac/law/code/index.asp ( 3 Juli 2013 )

7. Selinger CP. British Journal of Medical Practitioners. The right to consent: is it absolute ?. 2009. http://www.bjmp.org/content/right-consent-it-absolute ( 5 Juli 2013 )

8. Wardhani RK.Tinjauan yuridis persetujuan tindakan medis (Informed consent) di RSUP. Dr. Kariadi Semarang. Tesis.Semarang: Program Studi Magister Kenotarian UNDIP, 2009: 22-2

9. Hanafiah MJ, Amir A, Etika kedokteran & hukum kesehatan. Jakarta: ECG, 1999: 254-25.

10.Julica MP. Informed consent sebagai dasar bertindak dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan. http://mawarputrijulica.wordpress.com/ 2011/03/07/informedconsentsebagaidasartindakdokterdalammemberikan -pelayanan-kesehatan/ (5 Juli 2013)

11.Guwandi, Informed Consent. Jakarta : FK UI, 2004: 25-4.

12.Watterson DG, Informed consent and informed refusal in dentistry.

http://www.rdhmag.com/articles/print/volume-32/issue-9/features/informed-consent-and-informed-refusal.html ( 5 Juli 2013 )

(9)

14.Anonymous. American Medical Association: Informed consent. http://www.ama-

assn.org//ama/pub/physician-resources/legal-topics/patient-physician-relationship-topics/informed-consent.page ( 5 Juli 2013 )

15.Anonymous. Guideline on informed consent. American Academy of Pediatric Dentistry. 2009 1; 34(6)

16.Anonymous. Undang – undang No. 29 tahun 2004. http://www. hukumonline.com/pusatdata/download/lt4c4ecaa87bc0e/parent/19808 ( 5 Juli 2013 )

17.Preetinder Singh. An emphasis on the wide usage and important role of local anesthesia in dentistry: A strategic review. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC3353686/ ( 7 Juli 2013 )

18.Anonymous. Definisi: Anestesi local. http://kamuskesehatan.com/arti/ anestesi-lokal/ ( 7 Juli 2013 )

19.Howe, Geoffrey L. Anestesi local. Jakarta: EGC, 1995: 92-137

20.Samodro R dkk. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Jurnal Anestesiologi Indonesia. 2011 ; 3(1)

21.Malamed, SF. Hand book of local anaesthesia. 6th ed. Mosby. ST. Louis, Missouri. 2013: 225- 8

22.Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. Elsevier. New Delhi, India. 2007: 176-4

23.Kaiin HA.Anestesi blok mandibula. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/ uploads/2009/05/anestesi_blok_mandibula.pdf ( 7 Juli 2013 )

24.Meechan JG. How to overcome failed local anaesthesia. British Dental Journal. 1999 1; 186(1)

25.Thangavelu K, Sabitha S, Kannan R, Saravanan K. Inferior alveolar nerve block using internal oblique ridge as landmark. 2012 3; 3(1)

26.Sakkinen J, Huppunen M, Suuronen R. Complications following local anaesthesia. 2005; 115(48)

27.Haas DA. An update on local anesthetics in Dentistry. J Can Dent Assoc. 2002 9; 68(9)

(10)

29.Torreira MG, Lopez DR, Garcia AG, Rey JG. Mandibular nerve paresthesia caused by endodontic treatment. Med Oral 2003; 8: 299-3

30.Laskin DM. Oral maxillofacial surgery. Vol 1. New Delhi. CV. Mosby Company. 2000; 647

31.Malamed, SF. Hand book of local anetesia. 4th ed. Mosby. ST. Louis, Missouri. 1997: 246-54

32.Malamed, SF. Hand book of local anaesthesia. 5th ed. Mosby. ST. Louis, Missouri. 2013: 231- 1

33.Howe GL, Whitehead FIH. Anastesi lokal. Trans. Yuwono L Jakarta: Hipokrates, 1992

34.Wakefield J. Guide to Informed Decision-making in Healthcare | Informed Consent 1st ed. CHI. Brisbane Queensland. 2012: 2 – 4

35.Crean SJ, Powis A. Neurological complications of local anaesthetics in dentistry. Dent Update 1999 10; 344(5)

36.Boynes SG et al. Evaluating complications of local anesthesia administration and reversal with phentolamine mesylate in a portable pediatric dental clinic. General Dentistry 2013 8; 70(5)

(11)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei untuk mengetahui pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik di Bagian Bedah Mulut RSGMP FKG USU mengenai informed consent anestesi lokal blok mandibula metode Fischer bulan September 2013.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada bulan Juli hingga September 2013.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik di Bagian Bedah Mulut RSGMP FKG USU (purposive sampling).

3.4Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

A. Pengetahuan informed consent

Merupakan pengetahuan mengenai definisi

informed consent, kegunaan informed consent dalam kedokteran gigi, jenis-jenis

(12)

1. Definisi informed consent.

2. Informed consent perlu digunakan dalam bidang kedokteran gigi.

3. Jenis informed consent

yang digunakan dalam kedokteran gigi.

4. Tindakan medis yang perlu menggunakan informed consent.dalam kedokteran gigi.

5. Waktu yang sesuai diberikan informed consent.

6. Informasi yang perlu diberikan dalam informed consent.

7. Informed consent perlu pada pasien yang akan

tidak dilakukan.

Suatu persetujuan lisan dan bertulis mengenai tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter terhadap pasiennya.

Informed consent perlu digunakan dalam bidang kedokteran gigi.

Verbal consent dan written consent.

Perawatan endodonti, perawatana prosthodontik, perawatan orthodonti dan perawatan pembedahan.

Sebelum tindakan medis.

Diagnosa, tujuan tindakan medis yang dilakukan, tindakan medis alternative yang dilakukan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

(13)

dianestesi

8. Waktu yang sesuai diberikan informed consent

pada pasien yang akan dianestesi dengan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer.

9. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dianestesi dengan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer.

B. Tindakan

1. Anda melakukan

informed consent sebelum melakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer.

2. Jika Ya, jenis informed consent apa yang digunakan?

3. Jika verbal consent,

informasi apa yang anda sampaikan pada pasien.

4. Jika written consent,

Sakit selama dan setelah penyuntikan, trismus, parestesi, efek toksik, hematoma dan jarum suntik patah.

Melakukan informed consent sebelum melakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer.

Verbal consent atau written consent.

Diagnosa, tujuan tindakan medis yang dilakukan, tindakan medis alternative yang dilakukan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Diagnosa, tujuan tindakan medis yang dilakukan, tindakan medis alternative yang dilakukan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

(14)

informasi apa yang anda sampaikan pada pasien ?

5. Kapan anda melakukan

inform consent ?

Informed consent Lisan dan tertulis suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya.

3.5Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden.

3.6Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden akan dikelompokkan sesuai dengan langkah-langkah berikut:

1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan data yang dikumpulkan. Bila terjadi kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki sebelum peneliti meninggalkan lokasi penelitiannya dan melakukan pendataan ulang.

2. Coding, yaitu proses untuk memberi kode pada jawaban-jawaban responden, pengkodean ini berguna untuk memudahkan pengolahan data, sehingga harus tetap terlebih dahulu diteliti oleh peneliti.

3. Tabulating, yaitu proses untuk menghitung setiap variabel berdasarkan kategori yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian.

3.7Aspek Pengukuran

(15)

diberikan adalah 13. Selanjutnya nilai tersebut dikategorikan atas pengetahuan baik, cukup dan kurang. Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo, kategori baik apabila nilai jawaban responden 76% - 100% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila nilai jawaban responden 41 – 75% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika nilai jawaban responden <40% dari nilai tertinggi.

3.8 Analisis Data

(16)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian di klinik Bedah Mulut RSGMP USU pada tanggal 28 September 2013, diperoleh data dari 49 responden yaitu mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut yang mengisi kuesioner secara langsung mengenai pengetahuan dan tindakan informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.

4.1 Distribusi Definisi Informed Consent

Dari 49 responden yang mengisi kuesioner didapatkan data tentang pengetahuan definisi informed consent seperti terlampir pada tabel berikut.

Tabel 1. Distribusi pengetahuan definisi informed consent di Klinik Bedah Mulut RSGMP USU

Definisi informed consent

Jumlah Persentase

Persetujuan lisan 2 4 %

Persetujuan tertulis 7 14 %

Kedua – duanya 40 82 %

Total 49 100%

4.2 Distribusi Pengetahuan Tentang Pentingnya Menggunakan Informed

Consent Dalam Kedokteran Gigi

(17)

Tabel 2. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang pentingnya menggunakan informed consent digunakan dalam kedokteran gigi

4.3 Distribusi Pengetahuan Tentang Jenis Informed Consent yang Digunakan

Dalam Kedokteran Gigi

Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi adalah sebanyak 10% menjawab verbal consent, 10% writen consent, dan 80% menjawab kedua - duanya. Tabel 3. Distribusi pendapat mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang

jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi

Jenis informed consent

4.4 Distribusi Pengetahuan Tentang Tindakan Medis yang Perlu Menggunakan Informed Consent Dalam Kedokteran Gigi

(18)

Tabel 4. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi

Pengetahuan tentang

4.5 Distribusi Waktu yang Sesuai Dilakukan Informed Consent

Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang waktu yang sesuai dilakukan informed consent adalah sebanyak 100% menjawab sebelum tindakan medis.

Tabel 5. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang waktu yang sesuai dilakukan informed consent

Waktu yang sesuai

4.6 Distribusi Pengetahuan Informasi yang Perlu Diberikan Dalam Informed

Consent

(19)

diagnosa, tujuan tindakan, tindakan alternatif, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan 2% menjawab tidak tahu.

Tabel 6. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang informasi yang perlu diberikan dalam informed consent

Informasi yang perlu

4.7 Distribusi Pengetahuan Penggunaan Informed Consent Pada Anestesi Lokal

Blok Mandibula Metode Fischer

Dari hasil penelitian yang didapat sebanyak 80% berpendapat bahwa informed consent perlu digunakan pada anestesi lokal blok mandibula metode

Fischer, 10% berpendapat tidak perlu digunakan dan 10% menjawab tidak tahu. Tabel 7. Distribus i pendapat mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang

(20)

4.8 Distribusi Waktu yang Sesuai Untuk Dilakukan Informed Consent Pada Pasien yang Akan Dilakukan Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer

Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang waktu yang sesuai untuk melakukan informed consent pada pasien yang akan dilakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer adalah sebanyak 100% responden menjawab informed consent dilakukan sebelum melakukan anestesi.

Tabel 8. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang waktu yang sesuai melakukan informed consent pada pasien yang akan dilakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer

Waktu yang sesuai

Sebelum menganestesi 39 100 %

Setelah menganestesi 0 0 %

Total 39 100%

4.9 Distribusi Pengetahuan Komplikasi yang Dapat Terjadi Pada Pasien yang Dilakukan Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer

(21)

Tabel 9. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dilakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer gigi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien

Jumlah Persentase

Sakit selama dan setelah penyuntikan

4.10 Distribusi Mahasiswa Kepaniteraan Klinik di Bedah Mulut yang

Melakukan Tindakan Informed Consent Sebelum Tindakan Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer

Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut yang melakukan informed consent sebelum melakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer adalah sebesar 86% melakukan dan 14% responden tidak melakukan.

(22)

4.11 Distribusi Jenis Informed Consent yang Digunakan

Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang jenis informed consent yang digunakanadalah sebanyak 100% responden melakukan verbal consent ( secara lisan ).

Tabel 11. Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang jenis informed consent yang digunakan

Jenis informed consent

4.12 Distribusi Informasi yang Diberikan Pada Pasien Dalam Verbal Consent

Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang informasi yang diberikan pada pasien dalam verbal consent adalah sebanyak 2,5% menjawab diagnosa, 17,5% menjawab tujuan tindakan medis, 2,5% responden menjawab tindakan alternatif, 5% menjawab resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan 72,5% responden menjawab untuk semua (diagnosa, tujuan tindakan medis, tindakan alternatif, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi).

Tabel 12. Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang informasi yang diberikan pada pasien dalam verbal consent

Informasi yang diberikan pada pasien dalam verbal consent

Jumlah Persentase

Diagnosa 1 2,5 %

Tujuan dan tindakan medis 7 17,5 %

Tindakan alternatif 1 2,5 %

Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

2 5 %

Semua 29 72,5 %

(23)

4.13 Persentase Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah

Mulut RSGMP FKG USU Tentang Informed Consent Untuk Pencabutan

Gigi Posterior Mandibula

Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebesar 85,71% mempunyai tingkat pengetahuan yang baik manakala 14,29% mempunyai tingkat pengetahuan sedang.

Tabel 13. Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula

Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase

Baik 42 85,71 %

Cukup 7 14,29 %

Buruk 0 0 %

Total 49 100%

4.14 Persentase Tingkat Tindakan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah

Mulut RSGMP FKG USU Tentang Informed Consent Untuk Pencabutan

Posterior

Persentase tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebesar 82% menggunakan

informed consent manakala 18% tidak menggunakan.

Tabel 13. Persentase tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula

Tingkat tindakan Jumlah Persentase

Baik 40 82 %

Cukup 0 0 %

Buruk 9 18 %

(24)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian di klinik Bedah Mulut RSGMP USU pada tanggal 28 September 2013 diperoleh 49 responden yang menjawab kuisioner tentang pengetahuan dan tindakan tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula. Dari 49 responden tersebut, sebanyak 4% berpendapat bahwa informed consent adalah suatu persetujuan lisan mengenai tindakan yang akan dilakukannya

oleh dokter terhadap pasiennya, 14% berpendapat bahwa informed consent merupakan suatu persetujuan tertulis mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya dan sebanyak 82% berpendapat informed consent adalah suatu persetujuan lisan dan tertulis mengenai tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter terhadap pasiennya(Tabel 1). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya responden mengetahui definisi yang benar mengenai informed consent kedokteran gigi yaitu suatu persetujuan mengenai tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis.1,2,7,8

Hasil penelitian Nadia Avramova dkk di Sofia, Bulgaria (2011) menyatakan 97,5% dokter gigi menganggap perlu dilakukan informed consent. 2,5% menganggap tidak perlu melakukan informed consent pada pasien.1 Hasil ini tidak jauh beda dari persentase yang didapat oleh peneliti yaitu sebanyak 96% menganggap informed consent perlu dilakukan dan 4% menganggap tidak perlu dilakukan.(Tabel 2)

Menurut Dr. Annie Mehnaz Mirza (2012) , terdapat dua jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi yaitu verbal consent dan written consent.2 Verbal consent yang bermaksud suatu persetujuan lisan antara dokter dan pasiennya

manakala written consent bermaksud suatu persetujuan tertulis antara dokter dan pasiennya. Pada hasil penelitian ini, didapatkan sebesar 10% menganggap bahwa jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi adalah verbal consent, 10% written consent dan 80% kedua-duanya.(Tabel 3)

(25)

penelitian tersebut, sebesar 12,5% menganggap informed consent perlu digunakan pada perawatan bedah karena pada perawatan bedah melibatkan penggunaan anestesi lokal yang dapat mengakibatkan kepada beberapa komplikasi.1 Pada hasil penelitian ini, sebanyak 6% menganggap bahwa informed consent perlu digunakan pada perawatan pembedahan, 92% pada semua perawatan dan 2% tidak tahu.(Tabel 4)

Suatu penulisan oleh Queensland Health menyatakan bahwa waktu yang

sesuai untuk melakukan informed consent adalah pada sebelum melakukan tindakan medis.34 Pendapat ini sesuai hasil yang didapat oleh peneliti yaitu sebanyak 100% menganggap informed consent diberikan sebelum tindakan medis dilakukan.(Tabel 5)

Menurut hasil penelitian Shaila Tahir et al. di Lahore, Pakistan pada tahu 2009, penjelasan tujuan tindakan medis yang dilakukan menjadi informasi yang perlu diberikan dalam informed consent karena informasi tentang tindakan yang akan dilakukan dapat menenangkan pasien dari sudut psikologi. Pada hasil penelitian ini, terdapat beberapa pandangan tentang informasi yang perlu diberikan dalam informed consent. Sebanyak 6% menganggap bahwa tujuan tindakan medis yang dilakukan,

6% risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, 86% informasi yang mencakup diagnosa, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan medis dan risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.(Tabel 6) Hasil penelitian ini sama seperti penelitian Shaila Tahir et al. dimana persentase yang menganggap risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai informasi yang perlu diberikan dalam informed consent.4

Menurut UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3) informasi yang perlu diberikan pada pasien sebelum tindakan medis harus meliputi diagnosa, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosa terhadap tindakan yang dilakukan.2,4,11,14,15,16

(26)

Pada hasil penelitian ini, didapatkan hasil tentang komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dilakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer. Sebanyak 8% menjawab sakit selama dan setelah penyuntikan, 6% trismus, 16% parestesi, 2% efek toksik, 64% semua yang mencakup sakit selama dan setelah penyuntikan, trismus, parestesi, efek toksik, hematoma dan jarum suntik patah dan 2% tidak tahu.(Tabel 9) Sebuah artikel oleh St-John Crean dan Alison Powis (1999) menjelaskan bahwa parestesi merupakan komplikasi neurologis yang paling sering terjadi pada pasien yang disuntik dengan anestesi lokal.35 Hasil penelitian Mishra S. et al. (2012) di India mengatakan bahwa trismus merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah penyuntikan anestesi lokal.21,22,31 Hasil penelitian oleh Sean G. Boynes et. al (2013), didapatkan hasil sebanyak 8,5% kasus sakit selama penyuntikan terjadi setelah penyuntikan anestesi lokal.36 Pada penelitian ini didapatkan hasil sebesar 8%.

Hasil penelitian Nadia Avramova dkk di Sofia, Bulgaria (2011) mendapatkan sebanyak 87,5% melakukan informed consent sebelum melakukan tindakan anestesi lokal blok mandibula.1 Hasil penelitian ini mendapatkan sebesar 86% dari mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut di RSGMP USU melakukan informed consent sebelum melakukan tindakan anestesi lokal blok mandibula dan 14% tidak melakukannya (Tabel 10).

(27)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula adalah sebanyak 85,71% tergolong dalam tingkat pengetahuan yang baik manakala 14,29% tingkat pengetahuan sedang.

2.Tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula adalah sebanyak 82% tergolong dalam tingkat tindakan yang baik manakala 18% tingkat tindakan yang buruk .

6.2 Saran

1.Mahasiswa kepaniteraan klinik harus lebih memahami kepentingan penggunaan informed consent dalam bidang kedokteran gigi.

2.Mahasiswa kepaniteraan klinik harus memberikan jenis informed consent yang sesuai dengan perawatan yang akan dilakukan.

3.Sebagaimana temuan dalam penelitian ini, segala hal yang bersifat keterbatasan penelitian agar dapat diperbaiki dalam penelitian selanjutnya.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informed consent

2.1.1 Definisi Informed consent

Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada dasarnya Informed consent merupakan suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien mengenai kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien.1,2,7,8

Penandatanganan formulir Informed consent secara tertulis merupakan bukti tertulis atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan pasien sendiri (informed decision).1,2,4,6,8 Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang dianjurkan.2 Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan dokter yang merawatnya.8,12

2.1.2 Formulir Informed consent

Formulir Informed consent ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi persetujuan medis antara dokter dengan pasien. Pembuktian tentang adanya persetujuan tindakan medis dapat dilakukan pasien dengan mengajukan arsip rekam medis atau dengan persetujuan tindakan medis (informed consent) yang diberikan oleh pasien.5,7,13

Bentuk persetujuan tindakan medis pada umumnya telah disusun sedemikian rupa sehingga pihak dokter dan Rumah Sakit dapat mengisi lembar informed consent

(29)

Oleh karena itu, dengan ditandatanganinya Informed consent secara tertulis tersebut, maka dapat diartikan bahwa pemberi tanda tangan bertanggung jawab dalam menyerahkan sebagian tanggung jawab pasien atas dirinya sendiri kepada dokter yang bersangkutan, beserta resiko yang mungkin akan dihadapinya. Untuk itu, tindakan medis yang ditentukan oleh dokter harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesinya. 11

2.1.3 Informasi Informed consent

Dalam Permenkes No.585/MENKES/PER/IX/1989 menyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta oleh pasien. Informasi harus diberikan sebelum dilakukannya suatu tindakan operasi atau yang bersifat invasif, baik berupa prosedur diagnostik maupun terapeutik.2,9

Menurut Guwandi (2004), informasi yang harus diberikan sebelum dilakukan tindakan operasi oleh dokter kepada pasien atau keluarga mencakup:

a) Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan dilakukan dalam tindakan medis

b) Gambaran manfaat tindakan medis yang akan dilakukan

c) Penjelasan tentang resiko yang dapat terjadi pada tindakan medis tersebut d) Tindakan medis lain apa yang dapat dilakukan

e) Akibatnya jika tindakan medis tersebut tidak dilakukan 2,4,11,14,15

Informasi yang harus diberikan oleh dokter dengan lengkap kepada pasien menurut UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3) sekurang-kurangnya mencakup:

a) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; b) Tujuan tindakan medis yang dilakukan; c) Alternatif tindakan lain dan risikonya; d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;

(30)

2.1.4 Bentuk Informed consent

Informed consent terdiri dari dua bentuk yaitu implied consent dan expressed consent.

1. Implied Consent (dianggap diberikan)

Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat mengerti persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang diberikan atau dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergency dimana dokter memerlukan tindakan medis segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat, maka dapat dilakukan tindakan medis terbaik menurut dokter.

2. Expressed Consent (dinyatakan)

Informed consent ini merupakan pernyataan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasif dan memiliki resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi. 2,4,11 Expressed consent meliput i :

a. Verbal consent adalah persetujuan secara lisan yaitu pasien setuju menggunakan kata – kata dan tidak melibatkan fomulir informed consent. Biasanya digunakan terhadap tindakan medis yang tidak invasif dan tidak memiliki resiko besar maka persetujuan dari pasien dapat disampaikan secara

lisan kepada dokter.

b. Written consent adalah persetujuan secara tertulis yaitu pasien atau orang lain yang berhak menandatangani sebuah fomulir informed consent

(Gambar 1). Biasanya digunakan untuk tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pembedahan atau tindakan invasif.2,4

(31)

SURAT PERSETUJUAN / PENOLAKAN MEDIS KHUSUS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : (L/P)

Umur/Tgl Lahir : Alamat :

Telp :

Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orangtua/*suami/*istri/*anak/*wali dari :

Nama : (L/P)

Umur/Tgl Lahir :

Dengan ini menyatakan SETUJU / MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa………. Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinan pasca tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.

Medan,……….20……

Dokter / Pelaksana, Yang membuat pernyataan,

(………..) (………..)

(32)

2.2 Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit,

sentuhan, persepsi temperatur dan tekanan pada sebagian tubuh.33 Beberapa kalangan

medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil

tubuh seperti gigi atau area kulit. Mereka menggunakan istilah anestesi

regional untuk pembiusan bagian yang lebih besar dari tubuh seperti kaki atau lengan.18

Dalam bidang kedokteran gigi, anestesi lokal merupakan suatu tindakan yang dapat menghilangkan nyeri atau sensasi pada area – area spesifik di dalam rongga mulut untuk waktu yang singkat. Tindakan ini digunakan oleh dokter gigi dalam prosedur pembedahan untuk memastikan kenyamanan dan keamanan pasien selama prosedur.17,18

2.2.1 Jenis Bahan Anestesi Lokal

Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan ester dan golongan amida. Yang termasuk bahan ester adalah prokain, kokain dan tetrakain sedangkan untuk golongan amida adalah lignokain, prilokain dan mervakain.19 Perbedaan kimia bahan ini berdasarkan metabolisme, dimana golongan ester dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amida melalui degradasi enzimatis di hati.20

2.2.2 Mekanisme Anestesi Lokal

(33)

Kegagalan permeabilitas pintu ion natrium untuk memperlambat kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak disebarkan. Obat anestesi lokal tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang batas potensial.20

2.2.3 Metode Anestesi Lokal pada Mandibula

Anestesi lokal blok mandibula dapat dilakukan melalui beberapa metode seperti metode Gow-Gates, metode Akinosi dan metode Fischer.21,22,23,24 Pada dasarnya tujuan ketiga-tiga metode ini sama yaitu menganestesi setengah mandibula pada sisi yang dianestesi. Perbedaanya adalah pada langkah - langkah metode dan daerah saraf yang teranestesi.23

Inferior alveolar nerve block (IANB) atau juga dikenali sebagai blok mandibula metode Fischer merupakan teknik anestesi lokal yang sering digunakan dan juga merupakan teknik yang paling penting dalam bidang kedokteran gigi.21 Anestesi lokal blok mandibula biasanya dilakukan apabila dokter memerlukan daerah yang teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior mandibula atau pencabutan beberapa gigi pada satu kuadran.21,23

2.2.3.1 Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer

Anestesi blok mandibula metode Fischer merupakan metode yang digunakan oleh mahasiswa kepaniteraan di RSGMP FKG USU. Metode ini melumpuhkan beberapa saraf antara lain :

a) Nervus alveolaris inferior

b) Nervus mentalis

c) Nervus lingualis

d) Nervus insisivus

Sedangkan daerah yang teranestesi dari metode Fischer adalah : a) Gigi geligi mandibula setengah kuadran

(34)

c) Mukoperiosteum bukal dan membran mukosa didepan foramen mentalis d) Dasar mulut

e) Dua pertiga anterior lidah

f) Jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula

Gambar 2: Daerah yang teranestesi pada metode Fischer 21

2.2.3.2 Komplikasi Anestesi Blok Mandibula Metode Fischer

Komplikasi anestesi lokal blok mandibula dapat terjadi karena beberapa faktor tertentu. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah karena kesalahan teknik penyuntikan yang digunakan dan kurang menguasai anatomi rahang.24,25 Antara komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

a. Sakit selama dan setelah penyuntikan

Dokter gigi berkewajiban untuk memastikan bahwa metode anestesi yang digunakannya benar-benar tidak menimbulkan rasa sakit dan metode tersebut dapat digunakan senyaman mungkin. Tajamnya jarum dan teknik penyuntikan merupakan faktor penting dalam melakukan penyuntikan.21,22,24,25,31

b. Trismus

(35)

Trismus biasanya disebabkan oleh trauma tusukan jarum pada serabut otot pterigoideus medial.21,22,31

c. Parestesi

Parestesi didefinisikan sebagai suatu fenomena sensorik berupa kebas, rasa terbakar dari kulit tanpa adanya stimulus yang jelas. Parestesi dapat disebabkan oleh trauma, tumor, penyakit jaringan kolagen, infeksi dan penyakit-penyakit idiopatik. 21,22,27,29,31

d. Efek toksik

Efek toksik terjadi apabila jumlah anestetikum yang berlebihan diberikan oleh dokter kepada pasiennya. Dosis toksik bagi kebanyakan anestetikum yang digunakan dalam bedah mulut yaitu berkisar 300 – 500mg. 21,22,26,27,30,31

e. Hematoma

Biasanya hematoma disebabkan oleh penyuntikan yang mengenai pembuluh arteri dan vena pada saat injeksi blok saraf alveolar inferior atau saraf posterior superior. Gambaran klinisnya terlihat pembengkakkan atau bruise yang berwarna ungu pada intra atau ekstra oral.21,22,31

f. Jarum suntik patah

(36)

2.3.1 Kerangka Konsep

Mahasiswa kepaniteraan klinik di bagian Bedah Mulut

RSGMP FKG USU

Tingkat pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik di bagian

Bedah Mulut RSGMP FKG USU

A. Pengetahuan

• Baik

• Sedang

• Buruk

B. Tindakan

• Baik

• Sedang

(37)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Informed consent adalah persetujuan antara dokter dan pasien secara tertulis maupun lisan yang diberikan setelah pasien menerima informasi yang cukup mengenai prosedur diagnostik dan perawatan yang direncanakan. Informasi mengenai prosedur perawatan yang akan diberikan harus jelas sehingga pasien dapat memahami penyakitnya dan perawatan yang akan diterima.1,2

Pada tahun 1950, bidang kedokteran gigi telah mempertimbangkan peran

informed consent dalam klinik setelah terjadinya beberapa kasus malpraktek.3 Dokter gigi mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk memastikan bahwa pasien telah menerima informasi perawatan yang akan diberikan dan memahami segala prosedur serta komplikasinya.1,2 Pada tahun 1980-an, informed consent telah dibahas dalam ajaran akademik di bidang kedokteran gigi.4,5

Menurut hasil penelitian Shaila Tahir et al. di Lahore, Pakistan (2009) 5.3% mahasiswa kepaniteraan klinik yang berpendapat harus melakukan informed consent, 16% biasa melakukan, 56.8% kadang – kadang melakukan dan 21.9% tidak melakukan informed consent. Pada hasil penelitian tersebut, informed consent yang dilakukan untuk perawatan bedah memiliki hasil yang paling tinggi yaitu 43.6% kemudian perawatan konservatif sebesar 35.2%. Perawatan lain dianggap tidak penting untuk dilakukan informed consent.4

Penelitian Nadia Avramova dkk di Sofia, Bulgaria (2011) menyatakan 97.5% dokter gigi menganggap perlu dilakukan informed consent. Kemudian, 2.5% menganggap tidak perlu melakukan informed consent pada pasien. Dari hasil penelitian ini, dokter gigi yang menganggap perlu dilakukan pada semua jenis perawatan adalah 87.5%, untuk perawatan bedah sebesar 12.5%, perawatan pada endodontik sebanyak 6.25% , perawatan prostetik 8.75% dan 10% pada perawatan ortodontik . 1

(38)

lokal blok mandibula metode Fischer. Hal ini perlu dilakukan karena komplikasi dari tindakan ini salah satunya adalah dapat menyebabkan trismus, yaitu suatu kondisi dimana pasien merasa sulit untuk membuka mulutnya. Mengingat pentingnya

informed consent, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.?

2. Bagaimana tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.

2. Untuk mengetahui tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU mengenai informed consent

anestesi lokal blok mandibula metode Fischer bulan September 2013.

(39)
(40)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2014

Nik Ahmad Syakir

Tingkat pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.

xii + 33 halaman

Informed consent adalah persetujuan antara dokter dan pasien secara tertulis maupun lisan yang diberikan setelah pasien menerima informasi yang cukup mengenai prosedur diagnostik dan perawatan yang direncanakan. Pada tahun 1950, bidang kedokteran gigi telah mempertimbangkan peran informed consent dalam klinik setelah terjadinya beberapa kasus malpraktek. Informed consent terdiri dari dua bentuk yaitu implied consent dan expressed consent. Expressed consent meliputi dua yaitu verbal consent dan written consent. Verbal consent adalah persetujuan secara lisan yaitu pasien setuju menggunakan kata – kata dan tidak melibatkan fomulir informed consent. Written consent adalah persetujuan secara tertulis yaitu pasien atau orang lain yang berhak menandatangani sebuah fomulir informed consent. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP USU tentang informed consent

(41)

pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebesar 85,71% mempunyai tingkat pengetahuan yang baik manakala 14,29% mempunyai tingkat pengetahuan sedang. Tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula adalah sebanyak 82% menggunakan informed consent manakala 18% tidak menggunakan. Mahasiswa kepaniteraan klinik harus memberikan jenis informed consent yang sesuai dengan perawatan yang akan dilakukan.

(42)

TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINDAKAN

MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MULUT

RSGMP USU TENTANG INFORMED CONSENT UNTUK

PENCABUTAN GIGI POSTERIOR MANDIBULA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NIK AHMAD SYAKIR

NIM: 100600207

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(43)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2014

Nik Ahmad Syakir

Tingkat pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula.

xii + 33 halaman

Informed consent adalah persetujuan antara dokter dan pasien secara tertulis maupun lisan yang diberikan setelah pasien menerima informasi yang cukup mengenai prosedur diagnostik dan perawatan yang direncanakan. Pada tahun 1950, bidang kedokteran gigi telah mempertimbangkan peran informed consent dalam klinik setelah terjadinya beberapa kasus malpraktek. Informed consent terdiri dari dua bentuk yaitu implied consent dan expressed consent. Expressed consent meliputi dua yaitu verbal consent dan written consent. Verbal consent adalah persetujuan secara lisan yaitu pasien setuju menggunakan kata – kata dan tidak melibatkan fomulir informed consent. Written consent adalah persetujuan secara tertulis yaitu pasien atau orang lain yang berhak menandatangani sebuah fomulir informed consent. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP USU tentang informed consent

(44)

pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebesar 85,71% mempunyai tingkat pengetahuan yang baik manakala 14,29% mempunyai tingkat pengetahuan sedang. Tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang informed consent untuk pencabutan gigi posterior mandibula adalah sebanyak 82% menggunakan informed consent manakala 18% tidak menggunakan. Mahasiswa kepaniteraan klinik harus memberikan jenis informed consent yang sesuai dengan perawatan yang akan dilakukan.

(45)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Januari 2014

Pembimbing: Tanda tangan

1. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM 1.………. NIP. 19840724 200801 2 006

2. Rika Mayasari, drg., M.Kes 2………..

(46)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 24 Januari 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Abdullah, drg.

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM

2. Hendry Rusdy, drg., Sp. BM., M.Kes

(47)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Nik Kamaluddin bin Nik Sulaiman dan Ibunda Nik Munirah binti Nik Sulaiman atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini.

2. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM dan Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

6. Keluarga yang senantiasa mendukung dan memberikan kasih sayang kepada penulis, Nik Nurina, Nik Muhammad Nasri, Nik Ahmad Aiman dan Nik Ahmad Farhan.

(48)

8. Teman-teman semasa perkuliahan, Afiqah Anuar, Hidayah Anuar, Izza Aleena, Jack Loo, Jun Yang, Prasad Nair, Khairunnisa Latiff, Siti Filzah, Shafarah Ramli, Way Yee Yin dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Nor Syafiqah binti Mahmod, yang telah menemani dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis sehari-hari selama masa perkuliahan, pembuatan skripsi, dan hingga saat ini.

10. Keluarga besar PM USU dan rekan-rekan pengurus Dental Student Committee Sesi 2013-2014.

11. Teman-teman seperjuangan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, Zulmi, Aidil Nasution, Ghina, Rizky Annisa, Diong, Amirah Nazri, Amalina Razin, Natasha, Erwinda, Adel, Rizky Puspita dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 24 Januari 2014

Penulis,

(Nik Ahmad Syakir NIM: 100600207

(49)
(50)

3.3.1 Populasi ... 13

4.2 Distribusi Pengetahuan Tentang Pentingnya Menggunakan Informed Consent Dalam Kedokteran Gigi ... 18

4.3 Distribusi Pengetahuan Tentang Jenis Informed Consent yang Digunakan Dalam Kedokteran Gigi ... 19

4.4 Distribusi Pengetahuan Tentang Tindakan Medis y ang Perlu Menggunakan Informed Consent Dalam Kedokteran Gigi ... 19

4.5 Distribusi Waktu yang Sesuai Dilakukan Informed Consent…. 20

4.6 Distribusi Pengetahuan Informasi yang Perlu Diberikan Dalam Informed Consent ... 20

4.7 Distribusi Pengetahuan Penggunaan Informed Consent Pada Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer ... 21

4.8 Distribusi Waktu yang Sesuai Untuk Dilakukan Informed Consent Pada Pasien yang Akan Dilakukan Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer ... 22

4.9 Distribusi Pengetahuan Komplikasi yang Dapat Terjadi Pada Pasien yang Dilakukan Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer ... 22

4.10 Distribusi Mahasiswa Kepaniteraan Klinik di Bedah Mulut yang Melakukan Tindakan Informed Consent Sebelum Tindakan Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer .... 23

4.11 Distribusi Jenis Informed Consent yang Digunakan ... 24

4.12 Distribusi Informasi yang Diberikan Pada Pasien Dalam Verbal Consent ... 24

(51)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variabel dan definisi operasional ... 13 2. Distribusi definisi Informed Consent ... 18 3. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

tentang pentingnya menggunakan informed consent digunakan

dalam kedokteran gigi ... 19 4. Distribusi pendapat mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

tentang jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran

6. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

tentang waktu yang sesuai dilakukan informed consent ... 20 7. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

Tentang informasi yang perlu diberikan dalam informed consent ... 21

8. Distribusi pendapat mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang penggunaan informed consent pada anestesi lokal blok

mandibula metode Fischer ... 21 9. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

tentang waktu yang sesuai melakukan informed consent pada pasien

yang akan dilakukan anestesi lokal blok mandibula metode Fischer 22

10. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dilakukan

anestesi lokal blok mandibula metode Fischer ... 23 11. Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

tentang melakukan informed consent sebelum melakukan anestesi

lokal blok mandibula metode Fischer ... 23 12. Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut

(52)

13. Distribusi tindakan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang informasi yang diberikan pada pasien dalam verbal

consent ... 24

14. Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP USU tentang informed consent untuk

pencabutan gigi posterior mandibula... 25 15. Persentase tingkat tindakan mahasiswa kepaniteraan Klinik

Bedah Mulut RSGMP USU tentang informed consent untuk

(53)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(54)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Gambar

Tabel 1.  Distribusi pengetahuan definisi informed consent di Klinik Bedah Mulut RSGMP USU
Tabel 2.  Distribusi pengetahuan  mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang pentingnya menggunakan informed consent digunakan dalam kedokteran gigi
Tabel 4.  Distribusi   pengetahuan   mahasiswa   kepaniteraan  klinik  Bedah  Mulut      tentang jenis informed consent yang digunakan dalam kedokteran gigi
Tabel 7.  Distribus i pendapat  mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang  penggunaan informed consent pada anestesi lokal blok mandibula metode      Fischer
+6

Referensi

Dokumen terkait

4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadan Barang/Jasa Pemerintah, pasal 83 ayat 1 huruf h, yang berbunyi:. “K elompok

[r]

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, Kelompok Kerja 1 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menetapkan

​ Conclusion: ​ Obesity and prolonged shock were risk factors of dengue hemorrhagic fever death in children.. Improve education to parents about high risk of shock syndrome

Khusus program kemitraan pupuk sinergi, Dewan Komisaris memberikan arahan agar fokus penyaluran pinjaman ditujukan pada sektor yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat

Tujuan dari pembangunan jaringan Warnet Pixel yaitu untuk bertukar informasi, memperluas wawasan, memberikan lapangan kerja, memenuhi kebutuhan hidup, dan memajukan masyarakat

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor : 764/2.9/PAN-SOSNAKERTRANS/PWSN/2014, kami Umumkan Pemenang dengan Proses Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi untuk paket

Suatu hari ketika akan melakukan perjalanan pariwisata maka pariwisata Jawa Barat sebagai pilihan yang akan dikunjungi oleh wisatawan domestik ataupun