• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DIRI PELAKU VEGETARIAN (Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP DIRI PELAKU VEGETARIAN (Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di"

Copied!
501
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONSEP DIRI PELAKU VEGETARIAN

(Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di Wilayah

Kota Semarang Tahun 2011)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh

Bagus Nuswantoro Febriyanto 1550404003

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 24 Agustus 2011. Panitia:

Ketua Sekretaris

Drs.Hardjono, M. Pd Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si

NIP. 195108011979031007 NIP. 197711202005012001

Penguji Utama

Liftiah, S.Psi, M.Si

NIP. 196904151997032002

Penguji I Penguji II

Dra. Tri Esti Budiningsih Drs. Sugiyarta SL, M.Si

(3)

iii

PERNYATAAN

(4)

iv

MOTTO DAN PERUNTUKAN

Motto :

None are more hopelessly enslaved

than those who falsely believe they are free... (Goethe)

Ojo rumongso iso, Nanging iso rumongso...

Amor fati, ego fatum... (Nietszche)

PERUNTUKAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

Ibu dan Bapak tercinta

(5)

v

ABSTRAK

Nuswantoro, Bagus. 2011. Konsep Diri Pelaku Vegetarian (Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di Wilayah Kota Semarang Tahun 2011). Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini di bawah bimbingan Drs. Sugiyarta S.L, M.Si dan Dra. Tri Esti Budiningsih.

Kata kunci: konsep diri, vegetarian.

Vegetarian di Semarang masih dipandang sebagai gaya hidup yang tidak wajar atau masih dianggap aneh oleh sebagian masyarakat. Tidak sedikit pelaku vegetarian yang mendapat sindiran dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial terhadap perilakunya. Penilaian-penilaian tersebut mempengaruhi konsep diri pelaku vegetarian. Konsep diri yang terbentuk baik positif dan negatif tergantung dari penerimaan individu terhadap penilaian orang lain dan penilaian individu itu sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan, menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai dinamika konsep diri pada pelaku gaya hidup vegetarian.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologis. Unit analisisnya yaitu konsep diri pelaku vegetarian. Sampel diambil secara purposive. Narasumber dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang sudah menjalani gaya hidup vegetarian lebih dari dua tahun (Rk, Ys, Ap). Guna keperluan pelengkap data digunakan informan keluarga dan teman dekat. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, serta dokumentasi pendukung untuk memperkuat kebenaran data yang diambil. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamatan di lapangan, teknik triangulasi.

Penelitan dilakukan di wilayah kota Semarang. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa subyek pertama memiliki konsep diri yang negatif, subyek kedua memiliki konsep diri yang positif dan subyek ketiga memiliki konsep diri yang positif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa latar belakang pelaku vegetarian dipengaruhi oleh faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial. Dalam hasil penelitian juga diketahui bahwa terdapat dampak yang ditimbulkan dengan menjalani gaya hidup vegetarian, yaitu terjadi perubahan fisiologis serta psikologis pada seorang pelaku vegetarian.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

(7)

vii

6. Rk, Ys dan Ap yang dengan ikhlas telah membantu peneliti mendapatkan data karena tanpa kalian semua penelitian ini tidak akan terlaksana.

7. Orang tuaku Ibu Roemi Hartati, dan Bapak Tegoeh Roemijanto beserta Ibu Dienah Herawati, terimakasih atas semua kasih sayang, dukungan moril maupun materiil serta doa yang selalu menyertai penulis, serta Alm. Bapak Djoni Dhono Prayitno, semoga damai dalam pelukan Illahi.

8. Adik-adiku tercinta Dyah Ayu Agustina dan Yulia Lintang pertiwi, kalian adalah semangat hidupku.

9. Vyasti Lusiana Marantika, terimakasih atas kesabaran, pelajaran, dukungan, perhatian and thanks alot for your love Nduk!.

(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

BAB 2 PERSPEKTIF TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri ... 12

2.1.1 Pengertian Konsep Diri ... 12

2.1.2 Sumber-Sumber Konsep Diri ... 14

(9)

ix

2.2.4 Sejarah Vegetarian.. ... 34

2.3 Pandangan Adler ... 40

2.4 Gambaran Konsep Diri Vegetarian ... 42

2.5 Dinamika Psikologi ... 46

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 47

3.2 Unit Analisis ... 51

3.2.1 Unit Analisis Penelitian ... 51

3.2.2 Sumber Data ... 54

3.3 Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 56

3.3.1 Teknik Wawancara ... 57

3.3.2 Teknik Observasi ... 59

3.3.3 Dokumentasi... 61

3.4 Analisis Data ... 62

3.4.1 Koding... 63

3.4.2 Analisis Data ... 63

3.4.3 Dokumentasi... 64

3.5 Keabsahan Data ... 64

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian ... 67

4.1.1 Gambaran Umum Kota Semarang ... 68

4.2 Proses Penelitian ... 72

4.3 Temuan Penelitian ... 75

4.3.1 Profil Narasumber... 75

4.3.2 Keterangan Koding ... 79

4.3.3 Gambaran Narasumber Penelitian ... 81

4.3.4 Faktor Pembentuk Konsep Diri ... 94

4.3.5 Konsep Diri ... 112

(10)

x

4.3.7 Karakteristik Konsep Diri ... 134

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 138

4.4.1 Gambaran Latar Belakang Narasumber ... 139

4.4.2 Dinamika Konsep Diri ... 143

4.4.3 Karakteristik Konsep Diri ... 153

4.4.4 Analisis Temuan Penelitian... 156

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 170

5.2 Saran ... 172

Daftar Pustaka ... 173

(11)

xi

DAFTAR TABEL

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Terbentuknya Konsep Diri Vegetarian ... 43

Gambar 2.2 Dinamika Psikologi ... 46

Gambar 4.1 Persentase Penggunaan Areal Tanah Kota Semarang Tahun 2009 69 Gambar 4.2 Skema Konsep Diri Rk ... 160

Gambar 4.3 Skema Konsep Diri Ys ... 162

Gambar 4.4 Skema Konsep Diri Ap ... 164

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Observasi

a. Pedoman Wawancara ... 176

b. Pedoman Observasi ... 183

Lampiran 2. Hasil Wawancara a. Hasil Wawancara Narasumber Pertama ... 184

Hasil wawancara Informan narasumber pertama ... 185

b. Hasil Wawancara Narasumber Kedua ... 229

Hasil wawancara Informan narasumber kedua ... 203

c. Hasil Wawancara Narasumber Ketiga ... 366

Hasil wawancara Informan narasumber ketiga ... 367

Lampiran 3. Catatan Lapangan dan Hasil observasi ... 478

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vegetarian kini tampaknya menjadi kata yang semakin populer di dunia termasuk di Indonesia. Di kota-kota besar dunia, restoran vegetarian sudah menjadi pilihan yang cukup mudah dicari. restoran-restoran vegetarian mulai bermunculan di kota-kota besar di Indonesia, meski belum banyak. Menu vegetarian juga merupakan salah satu pilihan menu yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan internasional. Vegetarianisme merupakan suatu aliran di mana penganutnya tidak mengkonsumsi produk-produk hewani dan turunannya, hanya membatasi diri pada produk-produk nabati.(www.republika.com)

Menu vegetarian menjadi pola makan sehat yang direkomendasikan oleh ADA (American Dietic Association) sebagai pola makan sehat yang mencukupi semua unsur nutrisi kebutuhan manusia, serta dapat diterapkan pada semua kondisi maupun tahap perkembangan individu, (Messina, dalam Pratiwi 2009). Banyak penelitian yang membuktikan bahwa timbulnya penyakit degeneratif sangat berkaitan dengan pola konsumsi pangan hewani yang tinggi kolesterol dan lemak jenuh. Diet vegetarian merupakan salah satu alternatif yang mampu mencegah atau menyembuhkan penyakit-penyakit degeneratif.

(15)

data yang dilakukan terhadap 52.700 laki-laki dan perempuan. Mereka yang tidak mengkonsumsi daging lebih sedikit mengalami kanker dibandingkan mereka yang mengkonsumsi daging. Akan tetapi, para peneliti juga menemukan hal yang mengejutkan. Kanker kolorektal, lebih banyak ditemukan pada pelaku diet vegetarian. Padahal, kanker ini disebabkan oleh konsumsi daging merah yang tentu saja tidak dilakukan oleh para vegetarian. Penemuan ini dipublikasikan di

American Journal of Clinical Nutrition. (www.mediaindonesia.com)

Pada dasarnya pola makan seseorang mempengaruhi perilakunya karena kandungan dalam makanan yang dikonsumsinya. Menurut Sediaoetama (dalam Nanik, 2009 : 1), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Penelitian yang dilakukan Armina dkk (2000 : 69) tentang kestabilan emosi pada dua kelompok, yaitu vegetarian dan kelompok non vegetarian menunjukkan hasil bahwa kelompok vegetarian lebih stabil emosinya daripada kelompok non vegetarian. Hal ini diperkuat oleh penelitian Cahyana (2003 : 87) tentang kendali emosi pada kelompok mahasiswa vegetarian dan non vegetarian, menunjukkan hasil bahwa mahasiswa vegetarian memiliki kendali emosi yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa non vegetarian.

(16)
(17)

ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Konsep diri yang dimiliki oleh pelaku vegetarian tersebut akan mempengaruhi gaya hidup yang dijalaninya sekarang.

Menjadi seorang vegetarian tentunya sangatlah tidak mudah karena harus menyeleksi setiap makanan yang dikonsumsi oleh tubuhnya. Di sisi lain, seorang vegetarian hidup dalam lingkungan tidak sepenuhnya mendukung perilaku vegetarian dan dia harus memiliki kemampuan yang adaptif terhadap lingkungannya agar dapat bertahan dengan perilaku tersebut. Sebagai contoh berikut ini adalah salah satu kasus yang dialami oleh pelaku vegetarian:

Mega, seorang Lulusan Fakultas Farmasi Universitas X di Jogjakarta.

Awal bervegetarian Mega ditentang oleh keluarga.“Mereka kan

diciptakan untuk dimakan, kok kamu malah ga makan?” kata beberapa

kerabatnya. Namun, dari buku - buku yang dia baca banyak mengulas

tinjauan ilmiah keuntungan bervegetarian. Oleh karena itu, kini dia tetap

bervegetarian. “Waktu SMA saya masih makan daging, pagi hari tu

terasa ngantuk, lemes. Tapi sejak saya ga konsumsi daging, rasa ngantuk

dan lemes malah berkurang” cerita Mega. (info vegetarian, 2009).

Contoh kedua, Wina, seorang Marketing Manager sebuah Perusahaan X

di Jakarta. Tantangan yang dia alami sangatlah berat, karena dia

melakukan Vege sendiri didalam keluarga yang memiliki kebiasaan setiap

weekend berburu mencoba restoran yang belum pernah kita makan. Tak

pelak cibiran dan sindiran selalu dia terima bila setiap kali makan di

restoran besar pesanannya seputar telor, tempe, tahu dan sayur. Singkat

(18)

dihadapkan oleh hidangan makanan yang enak - enak, ternyata dia bisa

melewati semua itu tanpa ada keinginan untuk kembali menjadi

non-Vege. (info vegetarian, 2009)

Bila dilihat secara lebih mendalam, menjadi vegetarian merupakan pilihan hidup bagi individu yang menjalaninya. Pelaku vegetarian atau biasa disebut

(19)

Pilihan terhadap gaya hidup vegetarian tersebut tentunya tidak sedikit memunculkan permasalahan dalam interaksi sosial individu tersebut. Individu akan memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya agar tetap bertahan menjadi seorang vegetarian atau agar individu tersebut berhasil mencapai tujuannya dalam menjalankan gaya hidup vegetarian. Menurut catatan intisari (dalam www.kompas.com. 2008) menyatakan bahwa telah terdapat sebuah komunitas vegetarian didirikan di Indonesia dengan nama Indonesian Vegetarian Society (IVS), yang anggotanya selalu bertambah dari tahun ke tahun. Disanalah para pelaku vegetarian berkumpul dan berbagi informasi mengenai gaya hidupnya. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha pelaku vegetarian dalam berjuang menunjukkan eksistensi diri serta melawan diskriminasi sosial yang ada dengan membentuk jaringan-jaringan khusus.

Menurut BK. Janaki Padmanabhan, konsep vegetarian dalam konteks spiritual terbagi ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat mental dan tingkat pemikiran. Mental diartikan sebagai sifat dan sikap yang dimiliki oleh seorang manusia, sedangkan pemikiran diartikan sebagai sebuah karakter yang mendasari seorang manusia. Antara mental dan pemikiran harus saling mengisi satu sama lain. Semakin baik kita menjalankan konsep vegetarian (Ahimsa), maka karma baik yang akan kita tuai. (http://wihara.com).

(20)

Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. Hal ini tentunya berkaitan dengan konsep diri mereka sebagai seorang vegetarian.

Menurut Burns (1993, vi) konsep diri adalah satu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri merupakan sebuah pandangan diri individu tentang dirinya sendiri yang dapat dimaknai sebagai potret mental diri seseorang yang meliputi dimensi pengetahuan individu terhadap diri individu itu sendiri, pengharapan dan penilaian tentang diri individu itu sendiri. (Calhoun,1995 : 67). Pelaku vegetarian memiliki pengharapan akan dirinya atau dapat dikatakan mereka mempunyai tujuan yang mendasari atas perilaku mereka, dan perilaku tersebut mempengaruhi penilaian orang lain terhadap individu itu sendiri.

Seorang Vege (pelaku vegetarian) tak ubahnya sama dengan individu normal yang lain. Dia ingin menjadi yang terbaik bagi dirinya sendiri juga bagi masyarakat. Segala tingkah laku yang ada pada diri Vege sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi dan penilaian masyarakat pada diri Vege. Segala sesuatu yang dialami, dilihat, dirasakan dan didengar akan dipersepsi sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Persepsi lingkungan terhadap diri seorang Vege

(21)

Apabila konsep diri seseorang bersifat positif maka ia memiliki kepribadian yang bersifat stabil, dapat menerima dirinya apa adanya, mampu merancang tujuan hidup dan mampu menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang. Sebaliknya bila seseorang mengembangkan konsep diri negatif, maka seseorang memiliki pandangan dan pengetahuan yang buruk tentang dirinya, tidak memiliki kestabilan diri dan tidak dapat menerima kritikan dari orang lain mengenai dirinya (Calhoun dan Acocella, 1995 : 72).

Pelaku vegetarian yang memiliki konsep diri yang positif, maka dia akan merasa nyaman dengan keadaan yang ada pada dirinya sebagai seorang Vege. Selain dapat membentuk konsep diri positif, pandangan keluarga dan lingkungan sekitar sering juga mampu menjadi penyebab terbentuknya konsep diri yang negatif. Konsep diri negatif inilah yang membuat pelaku vegetarian menjadi kurang nyaman dengan kondisi yang ada pada dirinya. Timbul suatu kecemasan akan gaya hidup keseharian yang dirasa berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Konsep diri yang terbentuk pada pelaku vegetarian baik positif maupun negatif atau berpikiran buruk tentang dirinya tergantung pada persepsi tentang diri individu tersebut. Segala sesuatu yang ada disekitar individu sangat berpengaruh besar dalam membentuk konsep diri seseorang khususnya seorang

(22)

Munculnya fenomena vegetarian tentunya tidak lepas dari konteks kebudayaan. Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang masyarakatnya masih memiliki nilai-nilai kebudayaan lokal yang cukup kuat. Vegetarian di Semarang masih dipandang sebagai perilaku yang tidak wajar atau masih dianggap aneh oleh sebagian masyarakat. Tidak sedikit pelaku vegetarian yang mendapat sindiran dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial terhadap perilakunya, dengan tidak mengkonsumsi daging atau produk-produk yang berasal dari binatang. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang tidak mengetahui gaya hidup ini, serta masyarakat masih memandang perlunya menjaga tradisi kebudayaan. Sehingga dapat memunculkan konflik dalam diri pelaku vegetarian (Vege) maupun dengan lingkungan sosialnya.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran dinamika konsep diri pada pelaku vegetarian. Untuk itu peneliti melakukan penelitian yang berjudul Konsep Diri Pelaku Vegetarian (Studi Kasus terhadap Pelaku Vegetarian di Kota Semarang).

Pemilihan judul di atas, didasarkan pada alasan sebagai berikut :

1. Bahwa pelaku vegetarian memang benar ada dan menjadi fenomena realistik dalam kehidupan.

2. Adanya penilaian yang negatif terhadap pelaku vegetarian.

(23)

4. Bahwa kondisi masyarakat yang berseberangan pandangan dengan keberadaan pelaku Vegetarian tentang gaya hidup Vegetarian, mampu mengarahkan diri individu yang Vege itu pada konsep diri yang positif maupun negatif.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu :

1. Bagaimanakah konsep diri yang ada pada pelaku Vegetarian

2. Bagaimanakah dinamika pembentukan konsep diri pelaku Vegetarian 3. Apakah faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku

Vegetarian.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan konsep diri yang ada pada diri pelaku Vegetarian 2. Mendeskripsikan dinamika pembentukan konsep diri pelaku Vegetarian 3. Mendeskripsikan faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi

Vegetarian

1.4 Kegunaan Penelitian

(24)

1.4.1 Secara Teoritis

Menjadi masukkan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama di bidang sosial, khususnya mengenai profil dan dinamika konsep diri pelaku vegetarian.

1.4.2 Secara Praktis 1.4.2.1 Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan perbandingan apabila penelitian yang sama dilakukan pada waktu-waktu mendatang dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi penelitian yang akan datang.

1.4.2.2 Masyarakat

(25)

BAB 2

PERSPEKTIF TEORI

DAN

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas landasan teori berdasarkan studi kepustakaan mengenai Konsep diri pada pelaku vegetarian.

2.1 Konsep diri

2.1.1 Pengertian Konsep diri

Konsep diri merupakan salah satu faktor terpenting dalam menafsirkan kepribadian seseorang. Konsep diri merupakan peranan kunci sebagai faktor di dalam interaksi kepribadian juga dalam memotivasi tingkah laku dan pencapaian kesehatan mental. Konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian orang tentang diri sendiri. Konsep diri dapat menentukan bagaimana individu bertingkah laku dalam segala situasi. Pemahaman mengenai konsep diri dapat memudahkan untuk memahami tingkah laku individu.

(26)

dimensi pengetahuan individu terhadap diri individu itu sendiri, pengharapan dan penilaian tentang diri individu itu sendiri.

Cooley (Burns, 1993 : 17) menggambarkan konsep diri dengan gejala

looking-glass self (diri cermin) dimana konsep diri seseorang dipengaruhi oleh apa yang diyakini individu tentang pendapat orang lain mengenai individu tersebut dan seakan-akan menaruh cermin didepan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti berada dalam cermin. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.

Mead (Burns, 1993 : 19) berpendapat bahwa konsep diri sebagai obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain berinteraksi kepadanya. Sehingga individu tersebut dapat mengantisipasi reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas dan individu mampu belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang lain.

(27)

menginginkan dirinya sendiri menjadi individu yang ideal dan bagaimana gambaran serta pandangan orang lain tentang diri individu itu sendiri.

2.1.2 Sumber-Sumber Konsep Diri

Burns (1993 : 189-209) menyebutkan beberapa faktor yang menjadi sumber pembentukan konsep diri seseorang, antara lain :

1. Diri Fisik dan Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan gambaran yang dievaluasikan mengenai diri fisik. Perasaan-perasaan yang bersangkutan dengan tubuh dan citra tubuh menjadi inti dari konsep diri. Di dalam tahun pertama dari kehidupan, tubuh dan penampilan merupakan hal yang penting dalam mengembangkan pemahaman tentang konsep diri seseorang. Setiap individu tidak dapat melihat tubuhnya kecuali bila menggunakan cermin yang dapat memantulkan bayangan tubuh. Begitu pula halnya dengan citra fisik yang hanya dapat terbentuk melalui refleksi dari orang lain.

(28)

individu tersebut akan mendapat tanggapan yang positif dari individu lain apabila berhasil mencapai patokan tubuh yang ideal.

Kegagalan dan keberhasilan individu untuk mencapai patokan ideal yang telah ditetapkan oleh masyarakat merupakan keadaan yang sangat mempengaruhi pembentukan citra fisiknya. Seperti, tubuh yang tinggi, berotot dan atletis dianggap sebagai karakteristik positif dan pelindung bagi diri sendiri dan lingkungannya. Tubuh yang gemuk dan pendek sering mendapat citra yang negatif yaitu jelek dan tidak dapat diandalkan.

Tinggi badan, berat badan, warna kulit, pandangan mata dan proporsi tubuh menjadi sedemikian erat dengan sikap-sikap terhadap diri sendiri dan perasaan tentang kemampuan pribadi dan kemampuan untuk menerima keberadaan orang lain. Tubuh merupakan bagian dari individu yang terlihat dan dapat dirasakan dimana merupakan ciri yang khas dalam mempersepsikan tentang diri sendiri.

2. Keterampilan Berbahasa

(29)

dan individualitasnya. Perbendaharaan bertambah seiring dengan pertambahan usia individu dan kemampuan untuk menerima keadaan orang lain. Pemakaian dan ketepatan kata-kata yang bertambah mencerminkan kemampuan yang bertambah dari individu tersebut untuk memahami dirinya sendiri sebagai seorang individu dengan mempunyai perasaan, kebutuhan-kebutuhan dan sifat-sifat.

3. Tanggapan dari Orang-orang yang Dihormati

Selain citra tubuh dan keterampilan berbahasa, konsep diri juga dapat dipengaruhi oleh tanggapan dari orang yang dihormati. Orang-orang yang dihormati memainkan sebuah peranan yang menguatkan dalam definisi diri. Adapun orang-orang yang dihormati dan menjadi sumber konsep diri adalah:

1) Orangtua

(30)

kepada pengalaman yang dialami langsung tentang diri secara fisik dan reaksi dari orang yang dihormati terutama orangtua.

2) Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar pada sikap individu. Kelompok teman sebaya mampu menumbuhkan perasaan harga diri, memberikan dukungan, kesempatan untuk mempraktekkan dan melatih diri dalam menyiapkan masa pendewasaan selanjutnya. Dalam bersosialisasi dengan teman sebaya, individu dituntut untuk melakukan kegiatan yang ada dalam kelompok itu. Individu akan merasa bangga bila dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh kelompok dan sebaliknya individu akan merasa gagal, bersalah dan mendapatkan celaan apabila tidak dapat melaksanakan tugas yang telah ditargetkan dalam kelompok itu. Hal ini akan mempengaruhi konsep diri individu.

(31)

1. Orang tua

Orang tua memberikan pengaruh yang paling kuat karena kontak sosial yang paling awal dialami manusia. Orang tua memberikan informasi yang menetap tentang diri individu, mereka juga menetapkan pengharapan bagi anaknya. Orang tua juga mengajarkan anak bagaimana menilai diri sendiri. 2. Teman sebaya

Kelompok teman sebaya menduduki tempat kedua setelah orang tua terutama dalam mempengaruhi konsep diri anak. Masalah penerimaan atau penolakan dalam kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap diri anak.

3. Masyarakat

Masyarakat punya harapan tertentu terhadap seseorang dan harapan ini masuk ke dalam diri individu, dimana individu akan berusaha melaksanakan harapan tersebut.

4. Hasil dari proses belajar

Belajar adalah merupakan hasil perubahan permanen yang terjadi dalam diri individu akibat dari pengalaman (Hilgard & Bower, dalam Calhoun & Acocella; 1995 : 79). Pengalaman dengan lingkungan dan orang sekitar akan memberikan masukan mengenai akibat suatu perilaku. Akibat ini bisa menjadi berbentuk sesuatu yang positif maupun negatif.

(32)

1. Asosiasi

John Locke, adalah orang yang pertama kali menunjukkan bahwa kita cenderung berpikir melalui asosiasi. Asosiasi yaitu mempelajari hubungan-hubungan antara hal-hal yang berbeda. Jika seseorang telah mengalami hal x dan y bersama-sama di waktu lampau, maka pemikiran atau pengalaman x pada kesempatan berikutnya akan mengungkit kembali pemikiran y. Belajar melalui asosiasi merupakan alasan dasar dari kondisi seseorang sebagai makhluk sosial yang sangat berpengaruh pada konsep diri individu.

2. Akibat

(33)

3. Motivasi

Apa yang seseorang pelajari sebagian besar tergantung pada apa yang sedang memotivasi diri seseorang itu sendiri. Motivasi merupakan keadaan yang membangkitkan hal-hal yang dialami seseorang ketika bekerja untuk mencapai suatu tujuan. Singkatnya, semakin tinggi hadiah yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan hadiah tersebut. Sebagai contoh, semasa anak-anak individu dimotivasi untuk menempatkan penerimaan dari orang tua dengan belajar mengerjakan hal-hal yang membuat orang tua senang.

(34)

2.1.3 Aspek-Aspek Konsep diri

Menurut Rosenberg (Burn, 1993 : 73) konsep diri memiliki aspek-aspek antara lain yaitu :

1. Citra diri, yaitu apa yang dilihat seseorang ketika dia melihat pada dirinya sendiri.

2. Intensitas afektif, yaitu seberapa kuat seseorang merasakan bermacam-macam segi ini.

3. Evaluasi diri, yaitu apakah seseorang mempunyai pendapat menyenangkan atau tidak menyenangkan tentang bermacam-macam segi dari image.

4. Presdiposisi tingkah laku, yaitu apa yang kemungkinan besar yang diperbuat seseorang didalam memberi respon kepada evaluasinya tentang dirinya sendiri.

Menurut Strang (Burn, 1993 : 81) aspek-aspek konsep diri seseorang antara lain yaitu:

1. Konsep diri dasar, atau persepsi individu mengenai kemampuan-kemampuannya, statusnya dan peranan-peranannya didunia luar. Hal ini merupakan konsep individu tentang pribadi yang dipikirkan sebagai apa adanya.

2. Diri yang fana yang dipengang oleh individu tersebut pada saat sekarang yang dipengaruhi oleh mood (perasaan) pada saat itu. 3. Diri sosial, inilah diri sebagaimana yang diyakini individu itu dan

(35)

4. Diri yang ideal, ini adalah macam pribadi yang diharapkan individu tersebut menjadi pribadi semacam itu ataupun akan semacam itu.

Menurut Calhoun & Acocella (1995 : 67) konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita ketahui mengenai diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dsb. Kita memberikan julukan tertentu pada diri kita.

2. Pengharapan

Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan tersebut di masa depan.

3. Penilaian

(36)

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh setiap individu terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan mengenai diri sendiri, dan penilaian mengenai diri sendiri. Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya baik dari segi kuantitas maupun kualitas, pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri dengan kelompok pembanding dan pengetahuan yang dimiliki oleh individu dapat berubah-ubah atau berkembang. Harapan adalah apa yang individu inginkan untuk dirinya di masa yang akan datang dan harapan bagi setiap orang berbeda-beda. Kadang-kadang harapan dan kenyataan tidak seiring sehingga terjadi penilaian dalam diri individu seberapa besar individu tersebut menghargai keadaan yang sekarang, dan beberapa pendapat menekankan pada persepsi diri, evaluasi diri dan harapan tentang dirinya. Sedangkan penilaian itu sendiri adalah pengukuran yang dilakukan oleh individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut dirinya dapat dan terjadi.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Rakhmat (2005 : 100 - 104) faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah faktor orang lain dan faktor kelompok rujukan (Reference Group). Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Penilaian dari orang lain akan membentuk konsep diri seseorang tersebut.

(37)

Menurut Stuart dan Sudeen (dalam Salbiah, 2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, orang yang terpenting atau orang terdekat (significant other), dan persepsi diri (self perception).

Menurut Argyle dalam Hardy dan Heyes (1988 : 138-140) terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, antara lain :

1. Reaksi dari orang lain

Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama dan pembentukan ini tidak dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang dapat merubah konsep diri. Apabila tipe reaksi seperti ini sangat sering terjadi atau muncul karena orang lain yang memiliki arti (significant others) yaitu orang yang dinilai seperti orang tua dan teman, maka reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri. Konsep diri relatif stabil karena biasanya memilih teman-teman yang menganggap diri individu sebagai individu melihat diri individu itu sendiri karena hal ini memperkokoh konsep diri individu itu sendiri.

2. Perbandingan dengan orang lain

(38)

3. Peranan seseorang

Setiap orang memainkan peran yang berbeda-beda. Di dalam setiap peran tersebut, seseorang diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Jadi, harapan-harapan dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap diri seseorang.

4. Identifikasi terhadap orang lain

Kalau anak-anak khususnya mengagumi orang dewasa, mereka seringkali mencoba menjadi pengikut orang dewasa tersebut dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses identifikasian ini menyebabkan anak-anak tersebut merasakan bahwa mereka telah memiliki beberapa sifat dari orang yang dikagumi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terbentuknya konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain orang lain, perbandingan peranan dan identifikasi. Penilaian dari orang lain sangat berpengaruh pada diri seseorang. Konsep diri dapat cepat berubah di dalam lingkungan sosial.

2.1.5 Karakteristik Konsep Diri

(39)

1. Konsep diri positif

Konsep diri yang positif berarti dapat memahami dan menerima segala sesuatu yang benar-benar ada pada dirinya, mampu menerima secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang itu tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau dia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan, namun dia merasa tidak perlu meminta maaf untuk eksistensinya.

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang meimiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

(40)

2. Konsep diri negatif

Seseorang yang memiliki konsep diri negatif mempunyai pandangan dan pengetahuan yang buruk tentang dirinya sendiri. Apapun yang diperoleh tampak tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh orang lain. Calhoun dan Acocella (1995 : 72) membagi konsep diri negative menjadi dua tipe, yaitu:

1. Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Dia benar-benar tidak tahu siapa dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya.

2. Pandangan seseorang tentang dirinya yang terlalu stabil dan terlalu teratur dengan kata lain kaku. Mungkin karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

(41)

yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.

2.2 Vegetarian

2.2.1 Pengertian Vegetarian

Vegetarian adalah sebutan bagi orang-orang yang hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari mahkluk hidup seperti daging, unggas, ikan dan hasil olahannya. Kata ini berasal dari bahasa Latin vegetus, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup; (jangan dihubungkan dengan 'vegetable-arian' - mitos manusia yang diimajinasikan hidup seluruhnya dari sayur-sayuran tetapi tanpa kacang, buah, biji-bijian, dan sebagainya).

Vegetarian mempunyai dua pengertian yakni sebagai kata benda dan sebagai kata sifat. Vegetarian sebagai kata benda berarti orangyang berpantang makan daging dan hanya makan sayur-mayur serta bahan makanan nabati lainnya. Vegetarian sebagai kata sifat berarti tidak mengandung daging atau kebiasaan berpantang daging. (Bangun, dalam Ramadani,2004)

2.2.2 Jenis-jenis Vegetarian

(42)

1. Vegetarian Vegan

Kelompok Vegan merupakan vegetarian murni, karena mereka sama sekali tidak menyantap hidangan yang berasal dari hewan, seperti daging, susu dan telur. Karena itu, sumber utama makanan kelompok vegetarian vegan ini adalah bahan nabati, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian.

2. Vegetarian lacto

Kelompok vegetarian lacto selain menyantap hidangan dari sumber-sumber nabati, juga mengkonsumsi susu dan hasil olahannya, seperti keju, mentega dan yoghurt.

3. Vegetarian lacto ovo

Kelompok vegetarian lacto-ovo berpantang mengkonsumsi produk-produk hewani, terutama jika hewan tersebut harus disembelih terlebih dahulu. Telur dan susu masih diperbolehkan untuk dikonsumsi. Hidangan utama tetap bersumber dari produk-produk nabati, seperti biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

4. Vegetarian Pesco

Kelompok vegetarian Pesco selain menyantap hidangan dari sumber-sumber nabati, juga menyantap hidangan dari ikan baik ikan laut maupun ikan tawar.

5. Vegetarian fluctarian

(43)

memakan daging yang berwarna merah. Jadi mereka masih bisa makan ayam goreng, sup ayam, dan daging olahan dari unggas lainnya.

Rizky (2010:29) menambahkan kelompok vegetarian terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Vegan

Vegan merupakan kelompok nabatiawan yang paling ketat. Mereka hanya mau bahan makanan dari nabati saja. Kaum vegan tidak mengkonsumsi madu, royal jeli, yoghurt, sarang burung walet, dan lain sebagainya. Mereka sangat ketat dalam pola makan serta proses konsumsi yang berhubungan dengan hewani sangat dijaga.

2. Vegetarian Ovo

Ovo-vegetarian adalah jenis vegetarian yang tidak makan serta minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi telur.

3. Vegetarian Lacto

Lacto-vegetarian adalah jenis vegetarian yang tidak makan minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi susu. Vegetarian ini tidak makan bawang bombay dan bawang putih.

4. Vegetarian Lacto-Ovo

(44)

5. Vegetarian Pesco

Pesco-vegetarian adalah vegetarian yang tidak makan minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi ikan serta produk turunannya.

6. Vegetarian Pollo

Pollo-vegetarian adalah vegetarian yang tidak makan minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi makanan mengandung unggas, seperti ayam, bebek, burung dara, dan sebagainya.

7. Vegetarian Demi

Vegetarian Demi adalah pelaku vegetarian yang berpantang mengkonsumsi daging ternak (sapi, domba, dan kerbau) dan daging unggas (ayam, bebek, burung dara, dan kalkun), tapi masih makan ikan dan telur.

8. Flexitarian

Flexitarian adalah pelaku vegetarian yang membuka diri untuk sesekali menyantap daging ternak, daging unggas, maupun ikan dan hasil laut. Misalnya pada saat acara pesta atau acara akhir tahun.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi vegetarian

(45)

menyebutkan bahwa Kaum vegetarian baru di negara-negara maju sekarang menempatkan lingkungan dan etika sebagai alasan.

Tidak hanya alasan kesehatan, kaum vegetarian juga punya alasan mengapa mereka memilih jalan hidup seperti itu. Keyakinan itu adalah cara hidup, makan, dan minum seluruhnya harus secara total diintegrasikan ke alam, sinar matahari, udara, air, dan ciptaan Tuhan YME lainnya. Berikut alasan spiritual dan moral kaum vegetarian (www.lampungpost.com, 2006) :

1. Manusia tidak dapat memperoleh sepotong daging tanpa menyakiti dan menyebabkan pembunuhan. Seperti diketahui, hewan mengandung energi negatif, nafsu rendah, dan egois. Jika dimakan manusia, energi negatif, nafsu, dan sifat egois binatang itu akan menodai batin (energi) manusia.

2. Tanpa daging hewan, manusia kesulitan mengendalikan nafsu, ego, serta emosinya. Dengan memakan daging hewan, manusia akan bertambah sulit lagi mengendalikan ketiga unsur di atas. Sehingga, pikiran dan perbuatannya sering jahat.

Menurut www.kompas.com (17 oktober 2008) ada tujuh alasan seseorang menjadi vegetarian dalam, yaitu:

1. for animal’s sake. Banyak orang memutuskan menjadi vegan karena tak tega melihat binatang disembelih untuk dimakan.

(46)

hanya ampuh menangkal radikal bebas, tapi juga menjauhkan tubuh dari sel kanker. Sementara, sayur dan buah berwarna kemerahan, kebiruan dan keunguan seperti plums, ceri, paprika, blueberry, dan kedelai hitam, mengandung antisianin. Manfaatnya, mencegah proses oksidasi yang terjadi secara dini dan menimbulkan penyakit degeneratif.

3. Sehat lebih lama. Dengan menjadi vegetarian, kita terhindar dari semua lemak hewani. Kita tahu, lemak hewani merupakan sumber kolesterol yang jadi salah satu pemicu penyakit jantung dan kanker. Selain itu, tubuh juga akan mendapat banyak serat dari sayuran dan buah. Bahan makanan ini sumber antioksidan yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh.

4. Berat badan stabil. Karena asupan lemak dari hewani berkurang dengan rajin makan sayur dan buah, otomatis tubuh kita mengonsumsi banyak serat. Dijamin, pencernaan akan lancar dan racun-racun di tubuh pun bisa keluar setiap hari, bahkan bisa membantu mendapatkan berat tubuh ideal.

5. Hemat. Daging merupakan bahan makanan yang harganya mahal. Dengan bervegatarian individu dapat berhemat uang belanja.

(47)

ternak telah menghasilkan 9% racun karbondioksida, 65% nitrooksida, dan 37% gas metana. Selain itu, industri ternak juga memerlukan banyak energi untuk mengubah ternak menjadi daging siap konsumsi. Untuk memproduksi 1 kg daging saja misalnya, dihasilkan emisi karbondioksida 36,4 kilo.

7. Save Energy. Menurut U.S. Geological Survey, untuk membuat satu tangkup hamburger, misalnya membutuhkan setidaknya 1.300 galon air. Jadi, tidak heran jika produk pangan hewani dan junk food

memerlukan lebih banyak energi dibanding dengan mengolah sayuran, buah dan beras.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Vege atau pelaku vegetarian dipengaruhi tiga aspek utama yang mendasar yaitu, aspek spiritual, aspek lingkungan, dan aspek gizi kesehatan. Hal ini menjadi alasan seseorang untuk melakukan gaya hidup vegetarian atau menjadi seorang vegetarian.

2.2.4 Sejarah Vegetarian 1. Vegetarian di Barat

(48)

Istilah Vegetarian diciptakan pada tahun 1847. Pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September tahun itu oleh Joseph Brotherton dan lain-lain, di Northwood Villa, Kent, Inggris. Saat itu adalah pertemuan pengukuhan dari Vegetarian Society Inggris. Kata ini berasal dari bahasa Latin

vegetus, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup; (jangan dihubungkan dengan 'vegetable-arian' - mitos manusia yang diimajinasikan hidup seluruhnya dari sayur-sayuran tetapi tanpa kacang, buah, biji-bijian, dan sebagainya). Sebelum tahun 1847, mereka yang tidak makan daging secara umum dikenal sebagai 'Pythagorean' atau mengikuti 'Sistem Pythagorean', sesuai dengan Pythagoras 'vegetarian' dari Yunani kuno. (www.wikipedia.com)

Pada awal 1800-an mulai muncul bukti ilmiah dan medis tentang manfaat diet berbasis tumbuh-tumbuhan. Pada 1806, seorang dokter di London bernama William Lambe mengobati penyakit lamanya dengan berpantang makan daging. Berdasarkan pengalamannya, Lambe mulai mengobati pasiennya dengan memberikan resep diet yang sama. Akhirnya banyak rekan-rekannya yang mulai yakin bahwa diet nabati lebih sehat daripada diet dengan daging.

(49)

mengorganisir kelompok serupa di Amerika. Hingga akhirnya American Vegetarian Society didirikan pada 1850.

Pada akhir 1800-an, John Harvey Kellog, seorang pengikut Seventh Day Adventist dan pembuat sereal, bekerja keras untuk membuat Amerika sadar akan manfaat nutrisi yang diperoleh dari vegetarianisme. Dan pada tahun 1908 didirikan sebuah organisasi bernama International Vegan Society (IVS), sebuah organisasi vegetarian internasional yang bermarkas di Inggris.

Selama abad ke-19 dan ke-20, para ilmuwan terus mengevaluasi manfaat kesehatan dari diet vegetarian. Bahkan hingga akhir tahun 1970-an, vegetarisme dikaitkan dengan counter-culture, diet vegetarian hanya dianut oleh anak-anak remaja dan para pengikut agama tertentu. Menjadi vegetarian adalah gaya hidup, bukan mengikuti aliran terkait agama tertentu. Alasan utama menjadi vegetarian biasanya demi kesehatan. Namun di sejumlah negara maju, alasan tadi telah bergeser menjadi demi lingkungan dan etika.(www.kompas.com).

Di akhir abad 19, dokter Gensai Ishizuka menerbitkan sebuah buku akademik tentang penyembuhan diet dimana ia menyarankan masakan vegetarian dengan menekankan pada beras coklat dan sayuran. Metodenya dikenal dengan

Seisyoku (makrobiotik) dan didasarkan pada filosofi Cina kuno seperti prinsip Yin

(50)

Setelah Perang Dumia II, Jepang dipengaruhi oleh pemikiran nutrisi dari Amerika Serikat. dan pada tahun 1980-an Jepang ikut mengadopsi hidangan

Seventh Days Adventis, yang dikembangkan oleh Amerika dan menciptakan makanan Lacto-Ovo Vegetarian gaya Jepang dimana nasi coklat juga tetap dimakan sebagai tambahan untuk Corn flakes dan susu.

Pada tahun 1993 Keluarga Vegetarian Jepang (NPO) dibentuk sebagai hasil dari kepedulian terhadap hak-hak binatang, isu lingkungan global, kelaparan di negara-negara dunia ketiga dan kesehatan manusia. Anggota dari organisasi tersebut berperan aktif dalam menghadapi isu-isu tersebut dan sangat bekerja keras baik di Jepang maupun secara Global.

Dalam perkembangannya aliran vegetarian mengalami cukup banyak perubahan. Pada awalnya aliran ini hanya menganjurkan tidak mengkonsumsi hewan, namun saat ini pergerakkan aliran ini menuju pada perjuangan Hak-hak hidup hewan atau sesama mahkluk hidup, yaitu dengan tidak mengenakan atau memakai produk-produk yang berasal dari binatang, seperti sepatu kulit, tas kulit, jaket dan sebagainya.

(51)

2. Vegetarian di Indonesia

Gaya hidup vegetarian sebenarnya sudah dilakukan para masyarakat Indonesia. Di Indonesia secara tradisional suku bangsa Jawa tidak terlalu banyak mengkonsumsi daging dan gemar mengkonsumsi tahu dan tempe dalam menu mereka sehingga dapat dikatakan menjalankan diet semi vegetarian. Tidak di Jawa saja, melainkan di Bali beberapa masyarakatnya juga telah melakukan gaya hidup vegetarian. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakatnya pemeluk agama Hindu yang tidak memperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan dari binatang tertentu yang disucikan oleh keyakinan mereka.

(52)
(53)

kesehatan. Namun di sejumlah negara maju, alasan tadi telah bergeser menjadi demi lingkungan dan etika. Gaya hidup vegetarian, disampaikan Prasasto, dalam beberapa tahun terakhir, sudah menjadi tren di negara maju seperti Inggris dan Selandia Baru. Namun uniknya, Selandia Baru adalah negara pengekspor daging ke banyak negara, termasuk Indonesia. (www.kompas.com, 2008)

2.3 Pandangan Adler

Alfred Adler adalah seorang tokoh psikologi yang melahirkan sebuah teori psikologi individual. Teorinya tersebut menyajikan pandangan optimistik tentang manusia dengan menitikberatkan sepenuhnya pada konsep kepedulian sosial (sosial interest), yaitu sebuah perasaan kesatuan dengan umat manusia. Adler memandang bahwa kebanyakan manusia dimotivasikan oleh pengaruh-pengaruh sosial dan oleh perjuangan mereka menuju keunggulan atau keberhasilan. Adler juga memiliki pandangan bahwa manusia bertanggungjawab sepenuhnya untuk menjadi siapa diri mereka.

Menjadi vegetarian merupakan pilihan hidup bagi individu yang menjalaninya. Individu yang menjalani vegetarian atau Vege hidup di lingkungan sosial yang tidak semuanya vegetarian, dia harus memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya agar tetap bertahan menjadi seorang vegetarian atau agar dia berhasil mencapai tujuannya menjalankan pola perilaku vegetarian tersebut.

(54)
(55)

Seorang vegetarian tidak hanya dilatar belakangi oleh alasan kesehatan serta spiritual dalam perilaku keseharian. Mereka menambahakan alasan lingkungan, ekonomi dan moral sebagai faktor yang mempengaruhi pola konsumsinya. Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. Hal ini tentunya berkaitan dengan konsep diri mereka sebagai seorang vegetarian.

2.4 Gambaran Konsep Diri Vegetarian

Mead (Burns, 1993 : 19) berpendapat bahwa konsep diri sebagai obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain berinteraksi kepadanya. Sehingga individu tersebut dapat mengantisipasi reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas dan individu mampu belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang lain.

Seorang vegetarian terlahir dalam sebuah keluarga, dimana keluarga tersebut merupakan lingkungan awal individu belajar berinteraksi dan membentuk konsep dirinya. Individu akan mempelajari perilaku serta membentuk karakternya yang dibangun berdasarkan proses interaksinya dengan keluarga. Disamping itu lingkungan sosial di sekitar tempat tinggal individu juga akan ikut membantu pembentukan awal konsep diri individu tersebut.

[image:55.612.133.509.235.593.2]
(56)

masyarakat Keluarga

individu

[image:56.612.132.509.226.561.2]

terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dalam berinteraksi ini, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut, akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.

Gambar 2.1. Terbentuknya Konsep Diri Vegetarian

Terdapat tiga aspek yang mendasari dalam pembentukan konsep diri, antara lain : faktor pengetahuan, dimana individu mengetahui secara penuh tentang dirinya baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pengetahuan tentang diri individu tersebut dapat diperoleh dari keluarga, teman, maupun lingkungan sekitarnya dimana individu mendapatkan informasi tentang gambaran dirinya.

(57)

Menjadi vegetarian merupakan pilihan hidup bagi individu yang menjalaninya. Pilihan terhadap gaya hidup vegetarian tersebut tentunya tidak sedikit memunculkan permasalahan dalam interaksi sosial individu tersebut. Individu akan memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya agar tetap bertahan menjadi seorang vegetarian atau agar individu tersebut berhasil mencapai tujuannya dalam menjalankan gaya hidup vegetarian. Hal ini tentunya juga berkaitan dengan faktor harapan, individu memiliki harapan tentang dirinya di masa depan terhadap gaya hidupnya saat ini.

Faktor penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan. Terkadang antara harapan dan kenyataan tidak seiring berjalan, sehingga terjadi penilaian dalam diri individu seberapa besar individu tersebut menghargai keadaannya sekarang. Hal ini menyangkut evaluasi diri individu tersebut, seberapa besar ketidak-sesuaian antara gambaran diri ideal yang dimiliki individu dengan keadaan diri individu sekarang atau diri aktual. Gaya hidup merupakan suatu bentuk perlawanan simbolik atau kompensasi dari inferioritas atau kekurangsempurnaan tertentu.

(58)

penghargaan akan menyebabkan penilaian postif terhadap diri vege. Seorang individu yang memiliki penilaian diri positif, ia akan mampu menerima segala sesuatu yang ada pada diri sendiri dan dapat menerima orang lain secara apa adanya. Individu dapat tampil ke depan dengan bebas dan dapat membuat kehidupan menjadi lebih menarik, sehingga individu tersebut dapat bertindak dengan berani dan spontan serta mampu memperlakukan orang lain dengan baik, hangat dan hormat. Sedangkan ejekan, cemoohan, dan sindiran oleh orang lain terhadap gaya hidup vegetarian yang dijalani individu akan menyebabkan penilaian negatif terhadap diri vege itu sendiri. individu cenderung merasa tidak percaya diri, ia akan mudah mengeluh serta tidak puas terhadap kenyataan yang dihadapinya dan tidak jarang juga cenderung melakukan konfrontasi dengan orang lain. Individu akan sangat peka terhadap kritik mengenai gaya hidup yang dijalaninya, karena penerimaan yang kurang baik pada individu itu sendiri. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perkembangan konsep diri pada diri individu, individu dapat memiliki konsep diri positif atau negatif, tergantung bagaimana individu tersebut memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya mengenai gaya hidup yang sudah dipilihnya.

(59)
[image:59.612.117.533.68.608.2]

2.5 Dinamika Psikologi

Gambar 2.2 Dinamika Psikologi Konsep Diri VEGETARIAN

Faktor yang

mempengaruhi konsep diri

- reaksi dari orang lain - perbandingan dengan orang

lain

- peranan seseorang - identifikasi terhadap orang

lain 3

Sumber

konsep diri

- Ciri fisik dan citra tubuh - Orang tua dan keluarga - Kawan sebaya - Masyarakat

- Hasil dari Proses belajar

KONSEP DIRI VEGETARIAN Faktor psikologis Faktor sosial Faktor biologis

Alasan kesehatan - Perasaan kasihan terhadap binatang - Tujuan spiritual

- Pengaruh keluarga - Penyelamatan

lingkungan

4

Aspek konsep

diri

(60)

BAB 3

METODE PENILITIAN

Metode penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian karena dapat mempengaruhi keefektifan dan keefisienan suatu penelitian. Metode penelitian yang digunakan harus sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang hendak dicapai.

3.1 Pendekatan Penelitian

Prosedur pelaksanan suatu penelitian haruslah didasari dengan metode penelitian yang ilmiah agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang mengandung ilmu pengetahuan dan kebenaran ilmiah yang menyajikan fakta dan disusun secara sistematis menurut metode penulisan dengan menggunakan bahasa ragam ilmiah. Berdasarkan jenis masalah yang diteliti dan tujuannya, penelitian ini menggunakan pendekatan atau metode penelitian kualitatif.

(61)

Alasan menggunakan metode kualitatif yaitu karena dalam penelitian ini tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian. Data dikumpulkan dari latar yang alami (natural setting) sebagai sumber data langsung. Selain itu, permasalahan yang akan dibahas tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian eksperimen maupun kuantitatif, melainkan melakukan studi secara mendalam terhadap suatu fenomena dengan mendeskripsikan masalah secara terperinci dan jelas berdasarkan data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian. Adapun masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah konsep diri pelaku vegetarian, dengan tujuan untuk mendeskripsikan dinamika psikologis, gaya hidup dan konsep diri pelaku vegetarian. Oleh karena itu, penelitian kualitatif ini diarahkan pada latar dan karakteristik individu tersebut secara menyeluruh sehingga individu atau organisasi dipandang sebagai bagian dari suatu keutuhan, bukan dikategorikan ke dalam variabel atau hipotesis. Hasil penelitian diarahkan dan ditekankan pada upaya memberi gambaran seobjektif dan sedetail mungkin tentang keadaan yang sebenarnya dari objek studi.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan desain studi kasus. Menurut Salim, A (2006:93) penelitian dengan studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Alasan menggunakan desain studi kasus, karena :

1. Studi kasus bertujuan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau subyek yang diteliti.

(62)

3. Studi kasus berusaha mendeskripsikan dan menganalisa secara lebih intensif terhadap satu unit tunggal atau satu system terbatas seperti seseorang individu, suatu program, suatu peristiwa, suatu intervensi, suatu komunitas.

4. Peneliti mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya selama periode waktu tertentu secara terus menerus.

Menurut Mooney (1988) dalam Salim, A (2006:94-95) studi kasus dapat dilihat sebagai empat macam model pengembangan yang terkait dengan model analisisnya, yaitu:

1. Studi Kasus Tunggal dengan Single Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting.

2. Studi Kasus Tunggal dengan Multi Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

3. Studi Kasus Jamak dengan Single Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting.

4. Studi Kasus Jamak dengan Multi Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

Dalam Penelitian ini menggunakan desain studi kasus tunggal dengan

(63)

individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting (Salim, 2006: 121). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa studi kasus merupakan pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim, 2006: 118). Penelitian ini melalui pendekatan studi kasus berusaha untuk menyoroti suatu gambaran dinamika psikologis seperti suatu keputusan atau seperangkat keputusan, proses pencapaian konsep diri dan gambaran perilaku keseharian secara menyeluruh yang dialami oleh subjek penelitian mengenai bagaimana penerapan dan hasil yang diperoleh dalam menjalani gaya hidup.

Berdasarkan keunikan yang akan ditemui dari studi kasus mengenai konsep diri pelaku gaya hidup vegetarian memberikan gambaran mengenai latar belakang yang mendasari, serta gambaran mengenai diri dari individu, perilaku-perilaku yang khas dari kasus ataupun status individu yang kemudian sifat-sifat tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hal inilah yang menjadi alasan untuk mengambil metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dalam memberikan gambaran pada penelitian ini.

(64)

melainkan data yang nyata yang berupa kata-kata dan perilaku yang telah diamati oleh peneliti. Hal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah konsep diri dan gaya hidup pelaku vegetarian, yang tentunya akan lebih mendalam jika disajikan dalam hasil penelitian yang berupa data dari yang diungkapkan oleh responden atau subjek dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang dialami oleh individu tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan untuk mengambil metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dalam memberikan gambaran pada penelitian ini.

3.2 Unit Analisis

3.2.1 Unit Analisis Penelitian

Unit analisis merupakan prosedur pengambilan sampel yang didalamnya mencakup sampling dan satuan kajian. Menurut Sarantakos dalam Poerwandari (1998: 53), prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan beberapa karakteristik antara lain:

1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

2. Pengambilan sampel tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya.

3. Pengambilan sampel tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan pada kecocokan konteks.

(65)

Sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Berkenaan dengan hal tersebut, selain sampling juga terdapat adanya satuan kajian dimana mengenai satuan kajian tersebut, Moleong (2006: 225) menjelaskan bahwa:

Satuan kajian biasanya ditetapkan juga dalam rancangan penelitian. Keputusan tentang penentuan sampel, besarnya dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu bersifat perseorangan seperti siswa, klien, pasien yang menjadi satuan kajian. Bila seseorang itu sudah ditetapkan sebagai satuan kajian, maka pengumpulan data dipusatkan di sekitarnya. Yang dikumpulkan ialah apa yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya dan semacamnya.

Unit analisis pada penelitian ini adalah konsep diri pelaku vegetarian, sedangkan yang menjadi sub unit analisis adalah pengetahuan mengenai vegetarian, tujuan dari gaya hidup yang ingin dicapai, pandangan terhadap diri dan lingkungan, dan harapan yang ingin dicapai oleh narasumber. Adapun sumber informasi dalam penelitian ini adalah pelaku vegetarian atau vege

(narasumber) dan informan (keluarga, kerabat atau teman dekat).

3.2.1.1 Pelaku Vegetarian atau Vege

(66)

beraktifitas di wilayah kota Semarang. Narasumber adalah pelaku vegetarian yang sudah menjalani gaya hidup vegetarian lebih dari dua tahun. Alasan dipilihnya beberapa kriteria narasumber di atas yaitu agar mendapatkan gambaran secara mendetail mengenai bagaimana gaya hidup, dinamika psikologis yang dialami oleh narasumber, yang akan mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri pada individu tersebut atau sebaliknya. Narasumber pada penelitian ini sebanyak tiga orang, yang dipilih berdasarkan beberapa kriteria di atas.

3.2.1.2 Keluarga, Kerabat atau Teman Dekat

Informan dalam penelitian ini adalah salah satu anggota keluarga, keluarga atau teman dekat dari narasumber penelitian. Keluarga pada penelitian ini adalah orang tua (ayah atau ibu), saudara kandung atau kerabat dekat. Orang tua merupakan orang yang merawat, mendidik dan membesarkan narasumber penelitian atau dapat dikatakan sebagai lingkungan awal perkembangan dari individu tersebut. Saudara kandung adalah kakak atau adik dari narasumber penelitian. Kerabat adalah keluarga yang berdomisili di wilayah kota Semarang yang mempunyai ikatan kekeluargaan dengan narasumber penelitian, sedangkan teman dekat adalah teman dari narasumber penelitian baik teman bermain, sesama pelaku vegetarian atau lainnya yang mengetahui kondisi narasumber.

(67)
[image:67.612.131.529.220.622.2]

yang diterapkan keluarga, riwayat kesehatan narasumber, gambaran perilaku dan perkembangan pelaku vegetarian, serta penilaian yang diberikan kepada individu tersebut. Aspek-aspek tersebut digunakan sebagai kroscek data hasil wawancara dengan narasumber.

Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian

Unit Analisis

Sub Unit Analisis

Pelaku Vegetarian Informan

(keluarga, kerabat, teman dekat)

Konsep diri pelaku vegetarian

- Pengetahuan serta pengalaman mengenai vegetarian

- Latar belakang kehidupan dari pelaku vegetarian

- Hubungan dengan keluarga, teman, masyarakat dan sesama vegetarian

- Peranan yang diberikan kepada narasumber

- Harapan dan tujuan yang ingin dicapai

- Dukungan atau dorongan yang diberikan kepada narasumber

- Padangan mengenai vegetarian

-- Sikap terhadap penilaian masyarakat mengenai perilaku vegetarian

- Pandangan terhadap gaya hidup vegetarian

- Nilai-nilai yang diyakini terkait dengan gaya hidup vegetarian - Pencapaian konsep diri

3.2.2 Sumber data

(68)

vegetarian yang memiliki karakteristik dan pertimbangan tertentu, mengingat tidak semuanya pelaku vegetarian yang bersedia dan senang kehidupannya diekspos untuk dijadikan bahan penelitian. Penelitian dilakukan terhadap tiga orang narasumber. Ketiga narasumber terdiri dari dua orang wanita dan satu orang pria yang sudah menjalani vegetarian lebih dari dua tahun.

Keunikan dari ketiga narasumber adalah memiliki perbedaan latar belakang agama pada tiap individunya, serta terkait faktor yang melatar belakanginya dalam memutuskan menjalani gaya hidup vegetarian. Disamping itu dari ketiga narasumber menjalani gaya hidup vegetarian yang berbeda-beda, dua diantaranya adalah seorang wanita menjalani vegetarian vegan yang sudah sama sekali tidak mengkonsumsi produk hewani serta turunannya dan narasumber yang satunya adalah seorang pria yang menjalani lact-ovo vegetarian yang masih mengkonsumsi susu dan telur.

Alasan dipilihnya ketiga narasumber tersebut adalah narasumber dianggap lebih mengetahui dinamika psikologis yang dialami pelaku vegetarian dan mampu memberikan gambaran secara mendetail pengetahuan, pandangan, penilaian serta harapan yang ingin dicapai terkait dalam menjalani gaya hidup vegetarian.

(69)

Informan yang dapat diambil informasinya sebagai data pendukung sesuai dengan kondisi narasumber yang sebenarnya adalah individu yang mengenal dekat dengan narasumber (keluarga, kerabat atau teman dekat).

3.3

Metode dan Alat Pengumpulan data

Pada proses penelitian kualitatif, peneliti menjadi instrumen kunci interaksi. Interaksi peneliti dengan narasumber diharapkan memperoleh informasi yang mampu mengungkap permasalahan secara lengkap dan tuntas. Alat pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian dan sifat objek yang diteliti.

(70)

3.3.1 Teknik wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006 : 186).

Wawancara kualitatif dilakukan peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang akan diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut (Poerwandari, 1998 : 75).

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancara mendalam. Wawancara terstruktur merupakan wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan disajikan, sama untuk setiap subyek (Moleong, 2006 : 138). Adapun kegiatan wawancara dan jawaban dari seluruh informasi dibuat dalam catatan lapangan.

Alasan peneliti menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan data

Gambar

Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian ..............................................................
Gambar 2.1 Terbentuknya Konsep Diri Vegetarian ......................................
gambaran serta pandangan orang lain tentang diri individu itu sendiri.
Gambaran Konsep Diri Vegetarian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan imaginary audience dengan citra tubuh, hubungan antara konsep diri dengan citra tubuh, dan

Menurut Kingsley (2011), Konsep diri adalah aspek kognitif diri/citra diri dan umumnya mengacu pada gambaran mental individu, membangun tentang diri mereka

tersebut merupakan petunjuk mengenai keadaan diri penyandang cacat fisik, hal ini. menimbulkan perasaan bahwa penyandang cacat fisik ini memang berbeda

Dari hasil pengamatan dan wawancara tersebut, dapat diketahui gambaran mengenai konsep diri positif pada mahasiswa yang mempunyai tato diantaranya adalah merasa puas dan

Dampak di atas berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri remaja, karena konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan

Epstein, Brim, Blyth dan Traeger dalam Elida Prayitno (2002:119) yang mengemukakan bahwa konsep diri (self concept) sebagai pendapat atau perasaan atau gambaran seseorang

Hasil penelitian yang diperoleh, konsep diri digambarkan dari: (1) identitas diri yang meliputi status kesehatan dan peran dalam rumah tangga; (2) citra tubuh yang

Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh