• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan usia tulang pada remaja di pedesaan dan perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan usia tulang pada remaja di pedesaan dan perkotaan"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PERBANDINGAN USIA TULANG PADA REMAJA

DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN

KARINA SUGIH ARTO

077103024 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN USIA TULANG PADA REMAJA

DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik - Konsentrasi

Ilmu Kesehatan Anak (M. Ked-Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

KARINA SUGIH ARTO

077103024 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Judul Tesis : Perbandingan usia tulang pada remaja

di pedesaan dan perkotaan

Nama : Karina Sugih Arto

Nomor Induk Mahasiswa : 077103024

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K) Ketua

dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) Anggota

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 April 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K) ...

Anggota : 1. Dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) ...

2. Prof. dr. Darwin Dalimunthe, PhD ...

3. Dr. Hakimi, Sp.A(K) ...

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya serta atas ridhaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan

merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu

Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K) dan dr. Muhammad

Ali, SpA(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta

saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FK USU yang telah memberikan bantuan dan

(7)

3. Dr. H. Hakimi, Sp.A(K), selaku Ketua Divisi Endokrinologi Departemen

Ilmu Kesehatan Anak FK USU yang telah memberikan bimbingan dan

sumbangan pemikiran sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan tesis ini.

4. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinik

di bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Program Pendidikan Dokter

Spesialis (PPDS) Ilmu Kesehatan Anak di FK USU.

5. Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, K-GEH, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Kesehatan Anak dan PPDS

Ilmu Kesehatan Anak di FK USU.

6. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur RSUD Dr. Pirngadi

Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk

mengikuti pendidikan selama di rumah sakit.

7. Pembantu Rektor V USU, Bapak Ir. Isman Nuriadi, yang telah

memberikan bantuan sarana dan prasarana kepada peneliti dalam

melaksanakan penelitian di Kecamatan Secanggang, Kabupaten

Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

8. Kepala Sekolah SD Negeri 050707 Kecamatan Secanggang,

(8)

selama melakukan penelitian.

9. Direktur RSI Malahayati, Dr. Isfanoeddin Nyak Kaoy, SpJP(K), yang

telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan

pemeriksaan usia tulang dengan X-Ray di RSI Malahayati Medan.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Unit

Radiologi RSI Malahayati, Dr. Netty D. Lubis, SpRad, yang telah

memberikan bimbingan khusus tentang interpretasi usia tulang.

10. Teman-teman seangkatan yang tidak mungkin bisa saya lupakan, Inke

Nadya D. Lubis, Rizky Adriansyah, Badai Buana Nasution, Ade

Rahmat Yudiyanto, Fahrul Azmi Tanjung, Sevina Marisya, Olga

Rasiyanti Siregar, Suprapto, Fereza Amelia, Widyastuti, Poppy

Riflizawani, Fastralina, Schenny Regina Lubis, dan Naomi Riahta

yang selalu saling menjaga silaturahmi dan mendukung dalam suka

dan duka, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

11. Seluruh teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU, serta

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Teristimewa untuk suami tercinta dr. Dedy Hermansyah, serta ananda

tersayang, Shahreen Hermansyah dan Shahnaia Hermansyah, terima kasih

(9)

dengan penuh kesabaran yang telah diberikan selama penulis menempuh

pendidikan. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat,

rezeki, dan karuniaNya untuk kita semua.

Kepada ibunda Drg. T. Hermina Maimun yang telah memberikan kasih

sayang, motivasi, dan semangat untuk terus belajar. Kepada ayahanda Ir.

Sugih Arto, kakak Miranda Sugih Arto, MA, adik dr. Nindia Sugih Arto, serta

seluruh keluarga yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi,

cinta dan kasih sayang, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti

pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayang

dan karuniaNya kepada kita semua dan segala budi baik yang telah diberikan

mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah yang Maha Kuasa.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, April 2012

(10)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Tesis ii

Lembar Pernyataan iii

Lembar Penetapan Panitia Penguji iv

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan dan Tanda xiii

Abstrak xv

3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi 12

3.6 Persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) 12

(11)

3.11 Pengolahan dan analisis data 15

BAB 4 Hasil 16

4.1. Populasi terjangkau dan karakteristik subyek 16 4.2. Usia tulang dan prediksi tinggi akhir 17 4.3. Prediksi tinggi badan berdasarkan maturitas tulang 18

BAB 5 Pembahasan 20

BAB 6 Kesimpulan dan Saran 25

BAB 7 Ringkasan 26

Daftar Pustaka 27

Lampiran

1. Lembar persetujuan setelah penjelasan

2. Lembar naskah penjelasan kepada orang tua

3. Persetujuan komisi etik penelitian

4. Status endokrinologi

5. Tabel prediksi tinggi badan akhir berdasarkan Bayley dan Pinno

6. Data penelitian

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik subyek

Tabel 4.2. Perbandingan usia tulang pada remaja pedesaan dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Grafik maturitas tulang berdasarkan usia kronologis

Gambar 2.2. Pengaruh lingkungan terhadap batas usia pubertas

Gambar 2.3. Kerangka konseptual

Gambar 4.1. Prediksi TB laki-laki berdasarkan persentase maturitas tulang

Gambar 4.2. Prediksi TB perempuan berdasarkan persentase maturitas

(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

% : Persentase

SD : Standard Deviation

y : year

dkk : dan kawan-kawan

HPG Axis : Hypothalamic Pituitary Gonadal Axis

IMT : Indeks Massa Tubuh

r : Pearson Correlation

P : tingkat kemaknaan

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

n : Besar sampel

BMI : Body Mass Index

BW : Body Weight

BH : Body Height

dkk : dan kawan-kawan

GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone

FSH : Folikel Stimulating Hormone

LH : Luteinizing Hormone

HPA : Hipothalamus-Pituitary-Gonadal Axis

: laki-laki

♀ : perempuan

KAL : Kallmann’s syndrome

(15)

 : beta

SMP : Sekolah Menengah Pertama

n : besar sampel

Z : deviat baku normal untuk 

Z : deviat baku normal untuk 

PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan

m : meter

CDC : Center for Disease Control

IK : Interval Kepercayaan

FK : Fakultas Kedokteran

USU : Universitas Sumatera Utara

RSUPHAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang. Beberapa penelitian sebelumnya merekomendasikan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara perubahan

komposisi tubuh dan tahap perkembangan pubertas. Sampai saat ini belum

diketahui bagaimana hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan

tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki di Indonesia.

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas

seksual pada remaja laki-laki.

Metode. Suatu studi cross sectional untuk menilai hubungan antara IMT

dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki berusia 9 sampai 14

tahun. Penelitian dilaksanakan selama Agustus 2009 di Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Tingkat

maturitas seksual dinilai berdasarkan pengukuran panjang penis dan volume

testis.

Hasil. Seratus delapan orang (64.7%) memenuhi kriteria yang terdiri dari 64

orang siswa Sekolah Dasar dan 44 orang siswa Sekolah Menengah Pertama.

Rerata usia 11.69 tahun (SD 1.62); Berat Badan 35.16 kg (SD 8.48); Tinggi

Badan 1,41 m (SD 0.11); IMT 17.47 kg/m2 (SD 2.34); panjang penis 4.46 cm

(SD 1.25); dan volume testis 3.58 ml (SD 1.20). Hubungan IMT dengan

panjang penis menunjukkan nilai koefisien korelasi Pearson (r)= -0.25; P=

0.06. Hubungan IMT dengan volume testis menunjukkan r= -0.21; P=0.09.

Kesimpulan. Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara IMT dengan

tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.

(17)

ABSTRACT

Background. The previous studies was recommended to make the next

study about the relationship between the change of body composition and the

development of puberty. In recent study, no known how the relationship

between Body Mass Index (BMI) and sexual maturity stage of adolescent

boys in Indonesia.

Objective. To investigate the relationship between BMI and sexual maturity

stage of adolescent boys.

Methods. A cross sectional study was performed to determine the

relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys 9 to

14 year old. This study was conducted on August 2009 in Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Sexual maturity

stage was determined the measurement of penile lenght and testical volume.

Results. One hundred and eight (64.7%) participants were eligible which

consist of 64 students of primary schools and 44 students of junior high

schools. The mean of age 11.69 year old (SD 1.62); Body Weight 35.16 kg

(SD 8.48); Body Height 1.41 m (SD 0.11); BMI 17.47 kg/m2 (SD 2.34); penile

lenght 4.46 cm (SD 1.25); and testical volume 3.58 ml (SD 1.20). The

relationship between BMI and penile length was showed by level of Pearson

correlation coefficient (r) = -0.25; P = 0.06. The relationship between BMI and

testis volume was showed by level of r = -0.21; P = 0.09.

Conclusion. There was no significant relationship between BMI and sexual

maturity stage of adolescent boys.

(18)

ABSTRAK

Latar Belakang. Beberapa penelitian sebelumnya merekomendasikan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara perubahan

komposisi tubuh dan tahap perkembangan pubertas. Sampai saat ini belum

diketahui bagaimana hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan

tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki di Indonesia.

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas

seksual pada remaja laki-laki.

Metode. Suatu studi cross sectional untuk menilai hubungan antara IMT

dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki berusia 9 sampai 14

tahun. Penelitian dilaksanakan selama Agustus 2009 di Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Tingkat

maturitas seksual dinilai berdasarkan pengukuran panjang penis dan volume

testis.

Hasil. Seratus delapan orang (64.7%) memenuhi kriteria yang terdiri dari 64

orang siswa Sekolah Dasar dan 44 orang siswa Sekolah Menengah Pertama.

Rerata usia 11.69 tahun (SD 1.62); Berat Badan 35.16 kg (SD 8.48); Tinggi

Badan 1,41 m (SD 0.11); IMT 17.47 kg/m2 (SD 2.34); panjang penis 4.46 cm

(SD 1.25); dan volume testis 3.58 ml (SD 1.20). Hubungan IMT dengan

panjang penis menunjukkan nilai koefisien korelasi Pearson (r)= -0.25; P=

0.06. Hubungan IMT dengan volume testis menunjukkan r= -0.21; P=0.09.

Kesimpulan. Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara IMT dengan

tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.

(19)

ABSTRACT

Background. The previous studies was recommended to make the next

study about the relationship between the change of body composition and the

development of puberty. In recent study, no known how the relationship

between Body Mass Index (BMI) and sexual maturity stage of adolescent

boys in Indonesia.

Objective. To investigate the relationship between BMI and sexual maturity

stage of adolescent boys.

Methods. A cross sectional study was performed to determine the

relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys 9 to

14 year old. This study was conducted on August 2009 in Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Sexual maturity

stage was determined the measurement of penile lenght and testical volume.

Results. One hundred and eight (64.7%) participants were eligible which

consist of 64 students of primary schools and 44 students of junior high

schools. The mean of age 11.69 year old (SD 1.62); Body Weight 35.16 kg

(SD 8.48); Body Height 1.41 m (SD 0.11); BMI 17.47 kg/m2 (SD 2.34); penile

lenght 4.46 cm (SD 1.25); and testical volume 3.58 ml (SD 1.20). The

relationship between BMI and penile length was showed by level of Pearson

correlation coefficient (r) = -0.25; P = 0.06. The relationship between BMI and

testis volume was showed by level of r = -0.21; P = 0.09.

Conclusion. There was no significant relationship between BMI and sexual

maturity stage of adolescent boys.

(20)

1.1. Latar Belakang

Usia skelet atau disebut juga usia tulang merupakan penilaian yang

rutin dilakukan oleh seluruh ahli radiologi anak. Foto radiologi dilihat

dari lengan tangan yang menggambarkan tingkat maturitas seorang

anak dengan mengamati perubahan tulang pada pusat osifikasinya

yang dapat direkam dengan sinar-X.1,2 Standar usia skelet dilakukan

untuk dapat menilai usia kronologis. Pada beberapa keadaan

kesehatan, maturitas tulang dapat mengalami percepatan atau

keterlambatan, dilihat dari usia tulang dan usia kronologisnya. 3

Epifisial tangan dan lengan normal dengan foto sinar-X dilihat

dari atlas Greulich dan Pyle (G&P). Cara lain yaitu dengan standar

Tanner-Whitehouse (TW-II) untuk melihat usia tulang secara

keseluruhan.4 Maturitas tulang berhubungan dengan usia dan jenis

kelamin. Perempuan umumnya mengalami peningkatan maturitas

tulang 2 tahun lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini

disebabkan oleh faktor dari hormon seks steroid.5 Beberapa faktor lain

yang mempengaruhi adalah status sosial-ekonomi di desa dan di kota

dan faktor-faktor nutrisi.6 Penelitian sebelumnya menyatakan terdapat

(21)

Perkiraan dari usia tulang digunakan juga sebagai menghitung

prediksi tinggi badan akhir menggunakan tabel Bayley dan Pinneau. 9

Pada penelitian yang lalu didapati tabel yang dapat memprediksi tinggi

badan akhir berdasarkan usia tulang.10

Di Indonesia sampai saat ini belum diketahui apakah ada

perbedaan usia tulang serta hubungan antara usia tulang dengan

prediksi tinggi badan akhir remaja di desa dan di kota.

1.2. Rumusan Masalah

- Apakah ada perbedaan usia tulang pada remaja di desa dan kota ? - Apakah persentase maturitas tulang dapat memprediksi tinggi

badan akhir pada remaja ?

1.3. Hipotesis

- Ada perbedaan usia tulang pada remaja di desa dan kota.

- Persentase maturitas tulang merupakan prediktor tinggi badan

akhir pada remaja.

1.4. Tujuan

Tujuan umum adalah untuk menilai usia tulang pada remaja di

pedesaan dan perkotaan. Tujuan khusus adalah mengetahui prediksi

(22)

1. Di bidang akademik/ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti

tentang usia tulang pada remaja, di bidang endokrin khususnya

pengaruh usia tulang pada pertumbuhan remaja di desa dan di

kota.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan khususnya implementasi penilaian usia tulang dalam

memprediksi tinggi akhir pada remaja.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan data awal

terhadap bidang Endokrinologi Anak tentang usia tulang pada

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

yang digunakan dari kelahiran sampai dewasa. Dengan menentukan

usia tulang, berarti menghitung hasil akhir dari deposisi kalsium di

dalam tulang. Deposisi kalsium terjadi terutama pada akhir siklus

pembentukan kartilago (tulang rawan) yaitu pada saat pembuluh darah

menembus pertumbuhan plat dan membawa masuk materi kalsium

untuk dideposisikan.11 Keterlambatan usia tulang sering terjadi pada

anak dengan keterlambatan pertumbuhan konstitusional, defisiensi

pertumbuhan hormon, hipotiroid, malnutrisi dan penyakit kronis,

sedangkan progresif usia tulang terjadi pada anak dengan peningkatan

kadar seks steroid yang berkepanjangan.1,3

Efek samping steroid terhadap pertumbuhan, terutama

ditentukan oleh lama terapi. Pada penelitian di Taiwan menemukan

bahwa pemberian terapi steroid selama 6 bulan merupakan faktor

penentu utama untuk terjadinya penekanan pada pertumbuhan. Rerata

delta usia tulang (=8.3 bulan) menggambarkan maturasi skeletal

umumnya terlambat, meski masih dalam batas normal. Namun

demikian terdapat 2 pasien dalam masa pubertas dini, dengan usia

(24)

usia tulang.12,13

Maturitas tulang sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosial

ekonomi, suku, ras, nutrisi, aktivitas fisik atau faktor – faktor lain yang

mempengaruhi perkembangan dari usia. 7,8,11 Pada satu penelitian

menyatakan bahwa keragaman suku mempengaruhi usia tulang. Pada

suku hitam Hispanic anak perempuan lebih cepat mengalami maturitas

9 bulan menjadi 11 bulan 15 hari dibandingkan dengan suku putih

Hispanic pada anak laki – laki.7 Penelitian lain menyatakan anak –

anak di daerah Malawian mengalami keterlambatan usia tulang

dibandingkan usia kronologisnya, dengan rata – rata usia pada anak

perempuan adalah 18.6 bulan (p=0.0458) dan anak laki – laki 20.7

bulan (p=0.0157).8

Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari

anak menuju dewasa yaitu terjadi proses pematangan seksual dengan

hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Munculnya tanda-tanda

seks sekunder akan segera diikuti dengan perubahan komposisi tubuh

serta maturasi tulang yang cepat, kemudian diakhiri penyatuan epifisis

(25)

2.2. Teknik Sinar-X Dari Usia tulang

Dosis efektif radiasi pada anak – anak untuk pengambilan gambar

sinar-X usia tulang adalah kurang dari 0.00012 mSv, sama dengan

kurang dari 20 menit dari radiasi natural back-ground atau 2 menit pada

transatlantic flight. Radiasi merupakan satu persamaan antara

beberapa jaringan yang terpapar, dimana beberapa jaringan lebih

terpajan dibandingkan jaringan yang lain (pada bagian kulit 0.02,

jaringan tulang 0.05 dan bone marrow 0.5). 18 Kombinasi antara dosis

dan area yang terpapar radiasi (berkisar 3% dari luas permukaan

tubuh) menghasilkan dosis yang efektif bagi radiografi pergelangan

tangan.19

Pada satu penelitian meyebutkan perhitungan konservatif bahwa

sinar radiasi pada daerah tangan menyebabkan resiko kematian

selama 40 tahun sebesar 5.1X10-8 dengan dosis 0.00015 mSv. 20

Sehingga dalam satu kajian klinis atupun penelitian resiko

pengambilan gambar sinar-X pada tangan adalah minimal dan bukan

merupakan suatu penghalang dari desain penelitian dan disetujui oleh

komite etik.

Gambaran sinar-X dari pergelangan tagan kiri menunjukkan

kontur dari distal radius dan ulna dan beberapa metakarpal dan palang.

Di setiap ke-15 tulang skeletal dinilai dengan kemaknaan usia tulang

(26)

Gambar 2.1. Sinar-X dari pergelangan tangan kiri pasien1

2.3. Metode Penilaian Usia Tulang

Dari beberapa metode yang dipublikasikan semenjak metode pertama

yang digunakan (1898), dua yang sering dipergunakan adalah metode

atlas Greulich dan Pyle (GP) dan metode Tanner-Whitehouse (TW). 21

Teknik penggunaan atlas GP lebih banyak digunakan pada

klinisi dan radiologi dikarenakan waktu yang diperlukan lebih sedikit

diandingkan dengan metode yang lain. Beberapa penelitian yang

menyatakan macam – macam dari penggunaan usia tulang, salah

satunya adalah dijumpai standar kesalahan 0.55 tahun pada

(27)

kelompok radiologis.22 Belum ada sampai sekarang penelitian tentang

perbandingan staf ataupun residen dari Rumah Sakit yang berbeda –

beda di negara yang berbeda tentang tingkat standar kesalahan dari

pembacaan usia tulang.

2.4. Morfologi Usia Tulang Berdasarkan Jenis Kelamin

Pertumbuhan tinggi badan adalah hasil dari kontribusi yang berbeda

dari pertumbuhan apendikular dan aksial. Pertumbuhan apendikular

berlanjut lebih cepat daripada masa pertumbuhan aksial

sampai masa pubertas.23-26 Selama 2 tahun pertama pada masa

pubertas (11-13 tahun pada anak perempuan dan13-15 tahun anak

laki-laki) kontribusi pertumbuhan aksial dan apendikular adalah sama.,

sementara dalam tahap pubertas terlambat, peningkatan tinggi badan

yang terjadi dari aksial (4,5cm) dari pertumbuhan apendikular (1,5 cm)

pada kedua jenis kelamin. Laki - laki memiliki kerangka yang lebih

besar pada saat lahir dan memiliki masa pra-pubertas pertumbuhan

daripada perempuan (1-2 tahun).

Sebelum pubertas, tulang tidak berbeda antara laki – laki dan

perempuan,tetapi dilaporkan lebih luas pada laki-laki daripada

perempuan dalam beberapa studi.27,28

Perbedaan lebar tulang dimulai dari rahim atau 6 bulan pertama

(28)

terutama selama masa pubertas. Apendikular memiliki kecepatan

pertumbuhan dua kali lipat daripada kecepatan pertumbuhan aksial

dari mulai usia 1 tahun dan berlanjut sampai masa pubertas, sehingga

sebagian besar pertumbuhan tinggi badan sebelum pubertas didorong

oleh pertumbuhan yang lebih cepat dari bagian alat gerak bawah.23-26

Selama pubertas, aposisi periosteal meningkatkan lebar tulang

sementara resorpsi endosteal memperbesar rongga meduler pada

anak laki–laki.31,32 Pada anak perempuan, aposisi periosteal

berkurang kecepatannya lebih awal dan tidak terjadi perubahan dalam

ukuranmeduler.31-34

2.5. Efek penyakit Yang Mempegaruhi

Pada Constitutional Delay of Growth and Puberty, anak–anak

mengalami pubertas terlambat dibandingkan dengan anak yang

normal tetapi biasanya dapat mencapai tinggi badan akhir yang normal.

Pada beberapa penelitian, mengatakan bahwa kondisi klinis tetap

dipertimbangkan berdasarkan perawakan pendek nonfamilial dengan

pubertas yang terlambat. 33-37 Penegakan diagnostik usia tulang pada

keadaan ini umum digunakan dan dijumpai adanya keterlambatan dari

maturitas usia tulang tetapi perlu juga ditambahkan pemeriksaan

(29)

Pada perawakan pendek idiopatik, usia tulang bukan

merupakan kriteria diagnostik, yaitu tinggi badan <-2SDS sesuai usia

anak tanpa dijumpai penyebab yang nyata.36-38 Usia tulang biasanya

mengalami keterlambatan dengan nilai rata-rata 1.5-2 tahun (kisaran

0-4 tahun) di usia 8-11 tahun.39-40

Pada anak pendek dengan lahir di usia kehamilan muda, yaitu

lahir dengan berat badan dan atau panjang badan untuk usia

kehamilan kurang dari -2 SDS menurut dari etnik regional

masing-masing, usia tulang sering mengalami keterlambatan sampai anak di

usia 8 tahun. Pada anak yang tidak diberikan terapi, usia tulang

mengalami keterlambatan diantara 1 sampai 2 tahun.41-43

Usia tulang akan mengalami keterlambatan pada anak

pre-pubertas dengan kekurangan hormon pertumbuhan dengan rata – rata

2±1 tahundi usia 6 – 10 tahun. Usia tulang diharapkan meningkat

dengan pemberian terapi hormon pertumbuhan pada masa pubertas.

Walaupun dengan kemajuan ini, dibawah pemberian terapi, usia

tulang tetap mengalami keterlambatan. Di negara Swedia dari 283

anak pre-pubertas dengan kekurangan hormon pertumbuhan, usia

tulang menurun dari -2.0 ± 1.0 tahun dengan hormon pertumbuhan

dimulai dari -1.8, -1.5, dan -1.2 setelah 1,2 dan 3 tahun secara berturut

(30)

diberi terapi hormon pertumbuhan biasanya memiliki nilai usia tulang

dibawah dari usia kronologisnya sebelum diterapi. Pergantian dari

hormon estrogen akan meningkatkan usia tulang tetapi sebaiknya

tidak digunakan pada awal terapi hormon diberikan.44

Pada keadaan gagal ginjal kronis, mekanisme pertumbuhan

terganggu oleh karena malnutrisi, asidosis metabolik, gangguan

elektrolit, anemia pada ginjal, dan gangguan hormon. Usia tulang

mengalami keterlambatan 2.5 tahun dari usia pubertaas.1,45

2.6. Hubungan Usia Tulang Dengan Prediksi Tinggi badan Akhir

Pada tahun 1946, terdapat satu penelitian tabel yang dapat

memprediksi tinggi badan akhir dari tinggi badan sekarang dan usia

tulangnya. Tabel ini dikembangkan dengan atlas standar Greulich dan

Pyle. Terdapat korelasi antara usia tulang, dari sinar-X gambar tangan

dan tinggi badan saat gambar tangan diambil. Usia tulang

berhubungan dengan persentase maturitas tinggi badan dengan usia

kronologis yang konstan.10

Sampai akhirnya pada tahun 1952, Bayley dan Pinneau (BP)

mempublikasikan 11 tabel yang dapat memprediksi tinggi badan dari

usia tulang yang ditentukan oleh atlas Greulich dan Pyle dan tinggi

(31)

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.3. Kerangka konseptual

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

Usia Kronologis

Usia Tulang

Nutrisi

Penyakit Kronis

Tinggi Badan Berat Badan

Hormonal / Obat-obatan

Jenis Kelamin Genetik /

Kongenital

Lingkungan Jenis Kelamin

(32)

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan dua kelompok

berpasangan berdasarkan usia kronologis dan jenis kelamin untuk

menilai perbedaan usia tulang pada remaja di pedesaan dan

perkotaan. Penelitian ini juga menilai prediksi tinggi akhir berdasarkan

persentase maturitas tulang.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Secanggang, Kabupaten

Langkat untuk daerah pedesaan dan di Kecamatan Medan Barat, Kota

Medan untuk daerah perkotaan. Waktu penelitian dilaksanakan

selama dua bulan mulai Agustus sampai September 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah remaja berusia 8 sampai 14 tahun. Populasi

terjangkau adalah populasi target yang menjalani pendidikan SD dan

SMP di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dan di

Kecamatan Medan Barat, Kota Medan selama bulan Agustus 2009.

(33)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Untuk menilai perbedaan usia tulang antara kelompok pedesaan dan

perkotaan, besar sampel dihitung berdasarkan rumus untuk uji

hipotesis terhadap rerata dua populasi dengan dua kelompok

berpasangan :47

sd = simpang baku dari selisih rerata (dari pustaka) = 24.1 bulan

d = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 12 bulan

Dari perhitungan rumus tersebut, maka besar sampel untuk

masing-masing kelompok adalah sebesar minimal 58 orang.

Untuk menilai prediksi tinggi akhir berdasarkan usia tulang,

besar sampel dihitung berdasarkan rumus uji korelasi:

ZZ n = --- + 3

0.5ln [(1 + r)/(1 – r)]

r = perkiraan koefisien korelasi = 0.5

Dari perhitungan rumus tersebut, didapat besar sampel adalah

(34)

Kriteria inklusi :

- Remaja berusia 8 sampai 14 tahun yang berdomisili di desa dan di

kota.

- Mendapat informed consent dari orang tua

Kriteria eksklusi :

- Mendapat steroid jangka panjang

- Menderita penyakit kronis (tuberkulosis, gagal ginjal)

- Kelainan dismorfik atau proporsi tubuh abnormal

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua untuk

dilakukan pemeriksaan sinar-X pada pergelangan tangan kiri. Formulir

persetujuan setelah penjelasan dan naskah penjelasan terlampir.

3.7. Etika Penelitian

(35)

3.8. Cara Kerja

3.8.1. Alokasi Subyek

Pemilihan sekolah ditetapkan secara purposive sampling. Pemilihan

subyek ditetapkan secara consecutive sampling dengan dua kelompok

berpasangan berdasarkan usia kronologis dan jenis kelamin.

3.8.2. Pengukuran

Tahap awal adalah melakukan survey awal terhadap SD di Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat untuk pedesaan dan di Kecamatan

Medan Barat, Kota Medan untuk perkotaan. Pendataan dilakukan

berdasarkan status pasien di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FK USU (terlampir).

Tinggi Badan diukur dengan menggunakan microtoa 2 m yang

terbuat dari metal dengan tingkat ketepatan 0.5 cm. Subjek diukur

pada posisi tegak dengan pandangan lurus menghadap ke depan,

bokong dan tumit menempel ke dinding, serta tanpa menggunakan

alas kaki. Berat Badan diukur dengan menggunakan timbangan Camry

dengan tingkat ketepatan 0.5 kg. Subjek ditimbang tanpa

menggunakan alas kaki dan hanya memakai pakaian sekolah

sehari-hari saja. Indeks Massa Tubuh diukur dengan menilai BB (dalam kg) /

TB2 (dalam m2).

Pengambilan sampel untuk kelompok pedesaan dengan menilai

(36)

dan jenis kelamin. Usia tulang dinilai oleh ahli radiologi berdasarkan

gambaran sinar-X tulang pada pergelangan tangan kiri. Pengambilan

sinar-X dilakukan di Bagian Radiologi, Rumah Sakit Islam Malahayati,

Medan. Prediksi tinggi badan akhir dinilai berdasarkan usia tulang

dengan menggunakan tabel Balley & Pinneau (terlampir).

3.9. Identifikasi Variabel

1. Perbandingan usia tulang pada remaja di pedesaan dan perkotaan:

Variabel bebas Skala

- Remaja desa dan kota Nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

- Kelompok usia tulang Ordinal

(retarded, average, accelerated)

2. Prediksi tinggi badan akhir berdasarkan maturitas tulang:

Variabel bebas Skala

- Maturitas tulang Numerik

Variabel tergantung Skala

(37)

3.10. Definisi Operasional

 Remaja adalah anak berusia 8 sampai 14 tahun yang sedang

menjalani pendidikan tingkat SMP.

 Desa adalah desa di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat..

Kota adalah Kota Medan.

 Usia tulang adalah usia yang dinilai berdasarkan gambaran X-Ray

tulang pada telapak tangan kiri dengan metode Greulich Pyle.

 Usia kronologis adalah usia (dalam satuan bulan) yang dihitung sejak

tanggal lahir sampai dengan dilakukan pengambilan sampel.

 Usia tulang adalah usia radiologis yang menggambarkan tingkat

maturitas tulang yang direkam dengan sinar-X.

 Kelompok usia tulang adalah penilaian terhadap usia tulang

berdasarkan kesesuaian dengan usia kronologis yang terdiri dari

retarded, averaged, dan accelerated.

 Maturitas tulang adalah tingkat kematangan tulang dalam persentase

yang dinilai berdasarkan tabel Balley & Pinneau.

 Prediksi tinggi badan akhir adalah perkiraan tinggi badan dewasa

(38)

Data diolah dengan menggunakan program komputer (SPSS Versi

14.0 dan Microsoft Excell 2007). Interval kepercayaan yang digunakan

adalah batas kemaknaan P <0,05. Untuk menilai perbandingan usia

tulang pada remaja di pedesaan dan perkotaan digunakan uji kai

kuadrat. Untuk menilai prediksi tinggi badan berdasarkan maturitas

(39)

BAB

4. HASIL

4.1. Populasi terjangkau dan karakteristik subyek penelitian

Penelitian untuk kelompok pedesaan dilaksanakan di SD Negeri

050707 Desa Telaga Jernih, Kecamatan Secanggang, Kabupaten

Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Populasi terjangkau pada kelompok

pedesaan berjumlah 313 siswa SD yang terdiri dari 102 siswa laki-laki

dan 211 siswa perempuan. Sedangkan untuk kelompok perkotaan

diadakan di SD Swasta Rahmat Islamiyah, Medan. Populasi

terjangkau pada kelompok perkotaan berjumlah 563 orang yang terdiri

dari 261 siswa laki-laki dan 302 siswa perempuan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, tidak ada anak yang

mendapat steroid jangka panjang, kemoterapi, atau radioterapi,

menderita penyakit kronis (tuberkulosis, gagal jantung), kelainan

dismorfik atau proporsi tubuh abnormal, dan kelainan kongenital pada

tulang (polidaktili, sindaktili). Jumlah anak yang diikutsertakan pada

penelitian ini adalah sama baik usia maupun jenis kelamin pada

masing-masing kelompok. Karakteristik dasar subyek penelitian seperti

(40)

Pedesaan Perkotaan

4.2. Usia tulang dan prediksi tinggi akhir

Pada remaja pedesaan, 15 orang (25.9%) mengalami keterlambatan

usia tulang, 43 orang sesuai usia kronologis, dan tidak ada yang

mengalami percepatan usia tulang. Sedangkan pada remaja

perkotaan, 8 orang (13.8%) mengalami keterlambatan usia tulang, 47

orang sesuai usia kronologis, dan 3 orang (5.2%) mengalami

percepatan usia tulang. Berdasarkan jenis kelamin, usia tulang pada

remaja pedesaan dan perkotaan dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbandingan usia tulang pada remaja pedesaan dan perkotaan

(41)

Berdasarkan analisis di atas, tidak dijumpai perbedaan usia

tulang pada laki-laki antara kelompok pedesaan dan perkotaan.

Namun dijumpai perbedaan bermakna usia tulang pada perempuan,

dimana usia tulang lebih mengalami percepatan pada kelompok

perkotaan dibandingkan pedesaan.

4.3. Prediksi tinggi badan berdasarkan maturitas tulang

Hubungan antara prediksi tinggi badan dengan maturitas tulang pada

laki-laki seperti tertera pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1. Prediksi TB laki – laki berdasarkan persentase maturitas tulang

Berdasarkan analisis statistik, prediksi tinggi badan pada

laki-laki tidak ada korelasi yang bermakna dengan maturitas tulang

(r=-0,164; P=0,123 ).

(42)

pada perempuan seperti tertera pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2. Prediksi TB perempuan berdasarkan persentase maturitas tulang

Berdasarkan analisis statistik, prediksi tinggi badan pada anak

perempuan tidak ada korelasi yang bermakna dengan maturitas tulang

(r= -0,09; P=0,35).

(43)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Penilaian usia tulang merupakan pemeriksaan radiologis umum yang

digunakan ahli anak untuk menentukan adanya perbedaan usia tulang

dan usia kronologisnya (dalam tahun, diambil dari tanggal kelahiran).

Penilaian usia tulang sangat membantu untuk dapat memonitor terapi

hormon pertumbuhan dan diagnostik dari kelainan – kelainan endokrin.

Atlas yang sering digunakan pada metode ini adalah atlas Greulich

dan Pyle. Atlas ini diambil dari populasi sosial ekonomi menengah ke

bawah dari anak-anak Kausian, Afrika, Amerika, Hispanik, Asia, dan

beberapa negara lainnya. 48,49 Pada satu penelitian di negara Eropa,

menyarankan penentuan usia tulang lebih bagus digunakan dengan

metode Greulich dan Pyle.49,50 Penelitian lain mengatakan bahwa

dengan menggunakan standar Greulich dan Pyle sesuai untuk anak di

Afrika-Amerika dan Eropa-Amerika pada anak di tahun kelahiran di

atas 1980. Terdapat perbedaan bermakna pada maturitas tulang ,

dimana usia tulang pada anak laki – laki di Eropa-Amerika lebih cepat

3 bulan dibandingkan dengan anak laki-laki di Afrika-Amerika.58

Pada penelitian ini tidak dijumpai perbedaan usia tulang remaja

di desa dan di kota. Hal ini tidak konsisten dengan penelitian

(44)

penelitian yang dilakukan pada anak dengan kulit hitam dan kulit putih

dijumpai perbedaan usia tulang yang minimal.12

Dijumpai beberapa keadaan yang mempengarui usia tulang

seperti jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi, penyakit sistemik,

gangguan nutrisi, keterlambatan konstitusional, kelainan kongenital

dan endokrin.6o Pada dua penelitian sebelumya dikatakan bahwa

daerah dengan sosial ekonomi yang rendah menyebabkan

keterlambatan pada usia skelet.14 Sayangnya pada penelitian ini tidak

dinilai status ekonomi pada orang tua dari tiap pasien yang dilakukan

gambar sinar-X.

Pada beberapa keadaan kesehatan, maturitas tulang dapat

mengalami percepatan atau keterlambatan, dilihat dari usia tulang dan

usia kronologisnya.3 Pada satu penelitian mengalami percepatan

maturitas tulang pada keadaan idiopatik juvenil artritis. Seorang anak

perempuan usia 4 tahun 8 bulan dilakukan sinar-X usia tulang pada

tangan kirinya didapati usia tulang berdasarkan atlas Greulich dan

Pyle adalah 6 tahun 10 bulan, dimana standar deviasinya adalah 3.4 di

atas rata – rata usianya. 51 Keterlambatan usia tulang dijumpai pada

satu keadaan akondroplasia. Dijumpai pada satu penelitian, akibat dari

(45)

mengalami keterlambatan mengakibatkan keterlambatan terhadap

usia tulang. 52

Pada penelitian ini, dieksklusikan beberapa keadaan penyakit

yang akan membawa bias pada penelitian ini. Seperti yang disebutkan

oleh salah satu penelitian di Indonesia, Denpasar, bahwa rerata lama

terapi 9,6 bulan, hanya 1 pasien yang mempunyai tinggi badan berada

di bawah standar tinggi badan berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Sedangkan dua pasien memiliki tinggi badan di atas 100% standar.

Rerata delta usia tulang (+8,3 bulan)menggambarkan maturasi skeletal

umumnya terlambat, meski masih dalam batas normal.Analisa statistik

menunjukkan lama terapi ternyata tidak memiliki hubungan dengan

tinggi badan dan usia tulang.12

Pada satu keadaan defisiensi yodium di daerah desa di negara

Cina, mengalami keterlambatan pada usia tulangnya. Hal ini

berdasarkan beberapa faktor diantaranya adalah ibu yang malnutrisi

semasa kehamilan, genetik, faktor internal ataupun endokrin dan pada

saat telah lahir diakibatkan oleh malnutrisi, beberapa penyakit,

kurangnya kalsium dan vitamin D diakibatkan sosial ekonomi yang

rendah akan mengakibatkan kelainan pada perkembangan dan

tulang.53 Pada penelitian lain menyebutkan, bahwa suplementasi dari

yodium pada anak-anak sekolah dapat meningkatkan IGF-I dan

(46)

konsumsi minuman merupakan salah satu, dimana di negara Cina

mengkonsumsi minuman susu memberikan pengaruh pada bone

mineral content sehingga dapat mempengaruhi usia tulang tersebut.

Minuman susu merupakan komposisi nutrisi yang bermanfaat pada

anak usia sekolah. 55-57 Pada dua penelitian sebelumnya mengatakan

bahwa konsumsi minuman bersoda mempengaruhi penambahan

massa tulang pada anak perempuan tetapi tidak pada dewasa muda

laki – laki.59 Pada penelitian ini tidak dimasukkan data – data asupan

makanan dan minuman yang mempengaruhi maturitas tulang anak.

Hal ini dikarenakan minimalnya data yang di dapat di daerah desa.

Pada penelitian di Indonesia menyatakan bahwa terdapat

perbedaan usia kronologis dari tiap maturitas tulang yang dilihat

berdasarkan index maturitas tulang dan maturasi verbal cervikal dari

kelompok yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin ataupun etnik.60

Pada penelitian ini digunakan tabel Bayley dan Pinneau untuk

melihat prediksi tinggi badan akhir. Pada tabel ini dikorelasikan usia

skelet dengan per cent mature height (PMH) dengan usia kronolis

sebagai kontantanya. Dilakukan pemeriksaan terhadap 192 anak

normal di Berkeley (103 anak perempuan dan 89 anak laki – laki) yang

dinilai usia tulangnya setiap 6 bulan selama dari usia 8 tahun sampai

(47)

peneltian sebelumnya juga sangat direkomendasikan bahwa penilaian

usia tulang dilakukian dengan menggunakan atlas Greulich dan Pyle.10

Didapati pada penelitian ini bahwa tidak dijumpai perbedaan

prediksi tinggi badan pada anak laki – laki dengan maturitas tulang

ataupun prediksi tinggi badan pada anak perempuan dengan maturitas

(48)

5.1. Kesimpulan

Tidak dijumpai perbedaan usia tulang pada laki-laki antara kelompok

pedesaan dan perkotaan. Namun dijumpai perbedaan bermakna usia

tulang pada perempuan, dimana usia tulang lebih mengalami

percepatan pada kelompok perkotaan dibandingkan pedesaan.

Persentase maturitas tulang tidak ada korelasi yang bermakna dengan

prediksi tinggi badan akhir.

5.2. Saran

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor-faktor yang

hubungan usia tulang dengan faktor lingkungan, serta faktor-faktor

yang mempengaruhi prediksi tinggi badan akhir berdasarkan usia

(49)

DAFTAR PUSTAKA

1. Martin DD, Wit JM, Hochberg Z, Savendahl L, Rijn RR, Fricke O, et all. The use of bone age in clinical practise-part 1. Horm Res Paediatr 2011; 76:1-9

2. Gross GW, Boone JM, Bishop DM. Pediatric skeletal age. Radiology. 1995; 195:689-95

3. Griffith JF, Cheng JCY, Wong E. Are western skeletal age standards applicable to the Hongkong Chinese population?A comparison of the Greulich and Pyle method and the Tanner and Whitehouse method. Hongkong Med J. 2007; 13(suppl.3):528-32

4. Brook DG, Brown SR. Problems of growth in childhood. Dalam : Brook DG, Brown SR. Handbook of clinical pediatric endocrinology. Edisi-1. Blackwell, 2008. h.33-58

5. Lee PA, kulin HE. Normal pubertal development. Dalam : Moshang T, Pediatric endocrinology. Edisi-1. Philadelphia : Mosby,2005. h. 63-151 6. Styne D. Growth. Dalam : Greenspan FS, Gardner DG. Basic and clinical

endocrinology. Edisi ke-7. Newyork:McGraw-Hill Companies, 2004.h.176-214

7. Ontell FK. Ivanovic M, Ablin DS, Barlow TW. Bone age in children of diverse ethnicity. AJR 1996; 167:1395-8

8. Lewis CP, Lavy CB, Harrison WJ. Delay in skeletal maturity in Malawian children. J Bone Joint Surg. 2002; 84:732-4.

9. Patel L, Clayton PE. Normal and disordered growt. Dalam : Brook CG, Calyton PE, Brown RS. Clinical pediatric endocrinology. Edisi-5. London : Blackwell publishing, 2005. h. 90-112

10. Bayley N, Pinneau RS. Tables for predicting adult height from skeletal age : revised for use with the greulich and pyle hand standards. J.Pediat. 1946; 28:49

11. Zadik Zvi. Pitfalls for bone age measurement. J pediatr endocr met.2011; 24(7-8)

12. Wati KD, Suarta K, Soetjiningsih. Tinggi badan dan usia tulang sindrom nefrotik yang mendapat terapi steroid jangka panjang. Sari pediatri.2002; 4(2): 83-87

13. Tsau YK, Chen CH, Lee PI. Growth in children with nephrotic syndrome. Taiwan I hsueh Hui Tsa Chih 1989; 88:900-6

14. Garilbadi L. Physiology of puberty. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelpia : saunders Corporation, 2008. h.2308

(50)

17. Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B, Oswari H. Nutrition growth development. Edisi ke-1. Jakarta : IDAI, 2006.h.11-25

18. Thorne MC: Background radiation : natural and man-made. J Radiol Prot 2003; 23:29-42

19. Jung H: The radiation risks fromX-ray studies for age assessment in criminal priceedings.Rofo 2000 ;172: 553

20. Greulich W, Pyle S: Radiographic atlas of the skeletal development of the hand and wrist, ed 2. Stanford, Stanford University Press, 1959

21. 22.

23. Maresh MM. Linear growth of long bones of extremities from infancy through adolescence: continuing studies. American journal of diseases of children 1955; 89: 725–742

24. Tanner JM & Whitehouse RH. Clinical longitudinal standards for height, weight, height velocity, weight velocity and stages of puberty. Archives of Disease in Childhood 1976; 51: 170–179

25. Hensinger RN. Standards in pediatric orthopedics. New York: Raven Press, 1986.

26. Karlberg J. The infancy-childhood growth spurt. Acta paediatrica scandinavica 1990; 367: 111–118

27. Clark EM, Ness AR & Tobias JH. Gender differences in the ratio between humerus width and length are established prior to puberty. Osteoporosis International 2007; 18(4): 463–470

28. Hogler W, Blimkie CJ, Cowell CT et al. A comparison of bone geometry and cortical density at the mid-femur between prepuberty and young adulthood using magnetic resonance imaging. Bone 2003 ; 33(5) :771– 778.

29. Bolton NJ, Tapanainen J, Koivisto M et al. Circulating sex hormone-binding globulin and testosterone in newborns and infants. Clinical Endocrinology 1989; 31(2): 201–207

30. Tanner JM, Whitehouse RH, Marubini E et al. The adolescent growth spurt of boys and girls of the Harpenden growth study. Annals of Human Biology 1976; 3(2): 109–126

31. Neu CM, Rauch F, Manz F et al. Modeling of cross-sectional bone size, mass and geometry at the proximal radius: a study of normal bone development using peripheral quantitative computed tomography. Osteoporosis International 2001; 12(7): 538–547

32. Tanner JM, Hughes PC & Whitehouse RH. Radiographically determined widths of bone muscle and fat in the upper arm and calf from age 3–18 years. Annals of Human Biology 1981; 8(6): 495–517

(51)

34. Bass S, Delmas PD, Pearce G et al. The differing tempo of growth in bone size, mass, and density in girls is region-specific. The Journal of Clinical Investigation 1999; 104(6): 795–804

35. Rekers-Mombarg LT, Wit JM, Massa GG, Ranke MB, Buckler JM,

Butenandt O, Chaussain JL, Frisch H, Leiberman E: Spontaneous growth

in idiopathic short stature. European Study Group. Arch Dis Child 1996;

Pediatric Endocrine Society, and the European Society for Paediatric

Endocrinology Workshop. J Clin Endocrinol Metab 2008; 93: 4210

37. Deodati A, Cianfarani S: Impact of growth hormone therapy on adult

height of children with idiopathic short stature: systematic review. BMJ

2011; 342:c7157

38. Ranke MB: Towards a consensus on the definition of idiopathic short

stature. Horm Res 1996; 45: 64–66

39. Wit JM, Rekers-Mombarg LTM: Final height gain by GH therapy in

children with idiopathic short stature is dose dependent. J Clin Endocrinol Metab 2002; 87: 604

40. Albertsson-Wikland K, Aronson AS, Gustafsson J, Hagenas L, Ivarsson

SA, Jonsson B, Kristrom B, Marcus C, Nilsson KO, Ritzen EM, Tuvemo T,

Westphal O, Aman J: Dosedependent effect of growth hormone on final

height in children with short stature without growth hormone deficiency. J

Clin Endocrinol Metab 2008; 93: 4342–4350

41. Arends NJT, Boonstra VH, Mulder PGH, Odink RJH, Stokvis-Brantsma

WH, Rongen- Westerlaken C, Mulder JC, Delemarre-Van de Waal H,

Reeser HM, Jansen M, Waelken JJJ, Hokken-Koelega ACS: GH

treatment and its effect on bone mineral density, bone maturation and

growth in short children born small for gestational age: 3-year results of a

randomized, controlled GH trial. Clin Endocrinol 2003; 59: 779–787

42. Darendeliler F, Ranke MB, Bakker B, Lindberg A, Cowell CT,

Albertsson-Wikland K, Reiter EO, David A: Bone age progression during the first year

of growth hormone therapy in pre-pubertal children with idiopathic growth

hormone deficiency, Turner syndrome or idiopathic short stature, and in

short children born small for gestational age. Horm Res 2005; 63: 40–47

(52)

Clin Endocrinol Metab 2000; 85: 2439–2445

45. Schaefer F, Seidel C, Binding A, Gasser T, Largo RH, Prader A, Scharer

K: Pubertal growth in chronic renal failure. Pediatr Res 1990; 28: 5

46. Moore TW, Eastman CR. Bone age. Dalam : Diagnostic Endocrinology. Edisi ke-2. Philadelphia : Mosby,2005. h. 51-5

47. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto, 2008. h.302–31.

48. Gertych A, Zhang A, Sayre J, Sylwia P, Pospiech-Kurkowska S, Huang HK. Bone age assessment of children using a digital hand atlas. Computerized Medical Imaging and Graphics. 2007; 31:322-31

49. Groell R, Lindbichler F, Riepl T, Gherra L, Roposch A, Fotter R.The reliability of bone age determination in central European children using the Greulich and Pyle method. J Radiol.1999; 72 : 461-4

50. Khan KM, Miller BS, Hoggard E, Somani A, Sarafoglou K. Application of ultrasound for bone age estimation in clinical practice. J Pediatr. 2009; 154 : 243-7

51. Borzutzky A, Martinez-Aguayo A. Accelerated carpal bone maturation in juvenile idiopathic arthritis : pitfall for bone age measurement. J Pediatr Endocr Met. 2011; 24 (7-8):551

52. Pannier S, Mugniery E, Jonquoy A, Benoist-Lasselin C, Odent T, Jais J. Delayed bone age due to a dual effect of FGFR3 mutation in Achondroplasia. Bone. 2010 ;47 : 905-15

53. Yuan LQ, Teng FW, Zhai JR, Hui WS, Gao YW, Liu LY. In rural areas of iodine deficiency on bone age and physical development of children. Chinese Journal of Radiation Medicine. 1979,13 (1):19-23

54. Zimmermann M, Jooste LP, Mabapa SN, Mbhenyane X, Schoeman S, Biebinger R, et all. Treatment of iodine deficiency in school-age children increases insulin-like growth factor (IGF)-I and IGF binding protein-3 concentration and improves somatic growth. J Clinc Endocr & Metab 2007. 92(2): 437- 4 Du XQ, Greenfield H, Fraser DR, Ge KY, Liu ZH, He W. Milk consumption and bone mineral content in chinese adolescent girls. Bone.2002;30:521-8

55. Du XQ, Greenfield H, Fraser DR, Ge KY, Liu ZH, He W. Milk consumption and bone mineral content in chinese adolescent girls. Bone.2002;30:521-8 56. Volek JS, Gomez AL, Scheett TP, Sharman MJ, French DN, Rubin MR, et all. Increasing fluid milk favorably affects bone mineral density responses to resistance training in adolescent boys. 2005; 45:1353-6

(53)

58. Mora S, Boechat MI, Pietka E, Huang HK, Gilsanz V.Skeletal age determinations in children of European and African descent:Applicability of the Greulich and Pyle standards.pediatr Res.2001;50:624-8

59. Whiting SJ, Vatanparast H, Baxter-Jones A, Faulkner RA, Mirwald R, Bailey DA. Factors that affect bone mineral accrual in the adolescent growth spurt. J Nutr.2004; 134 : 6965-7005

(54)

1. Susunan Peneliti

1. Ketua penelitian : dr. Karina Sugih Arto

2. Supervisor / Anggota : dr. Hj. Melda Deliana, SpAK dr. Muhammad Ali, SpAK dr. H. Hakimi, Sp.AK 3. Anggota penelitian : dr. Rizky Adriansyah

dr. Badai Buana Nasution dr. Ade Rahmat Yudiyanto dr. Fahrul Azmi Tanjung dr. Fadli Syah Putra 4. Tenaga Administrasi : 1 orang

2. Rencana Anggaran

No Uraian Jumlah

1 Honorarium

Tenaga Administrasi Rp 200.000,-

2 Fotokopi (900 lbr x Rp 200) Rp 1.800.000,-

3 Transportasi dan Akomodasi Rp 2.000.000,-

4 X-ray (120 orang x Rp 50.000) Rp 6.000.000,-

5 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 1.000.000,-

(55)

4. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ……….…… Umur ……… tahun

Alamat :………..………

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan foto rontgen untuk menilai usia tulang

terhadap anak saya :

Nama : ………. Umur ..…… tahun

Alamat Rumah :……...………..

Alamat Sekolah : ………

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta

risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter

dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh

(56)

Yth. Bapak / Ibu ………..……….

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter Karina

Sugih Arto dan kawan-kawan, bertugas di Divisi Endokrinologi Departemen

Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Saat ini kami

sedang melaksanakan penelitian tentang usia tulang pada anak SD dan SMP

di Kecamatan Sicanggang, Kabupaten Langkat dan di Kota Medan. Bersama

ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua dari

_____________________________ untuk melakukan membawa anak Bapak

/ Ibu ke rumah sakit (RSI Malahayati, Medan) untuk dilakukan pemeriksaan

foto rontgen pada pergelangan tangan kiri untuk menilai usia tulangnya.

Sampai saat ini belum kami jumpai efek samping yang timbul akibat

pemeriksaan foto rontgen pada pergelangan tangan kiri tersebut.

Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya dilakukan pemeriksaan

tersebut, maka kami mengharapkan Bapak/Ibu bersedia datang ke sekolah

pada_______________________________________ untuk menandatangani

lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami

sampaikan.

Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.

Mengetahui : Hormat kami,

Kepala Sekolah Tim Peneliti

(57)

6. Status Pasien Divisi Endokrinologi

Anak ke ….. dari ….. bersaudara. Kembar (ya / tidak)

Identitas Orang Tua Ibu Ayah

Nama ……… ……….

Riwayat kelainan keturunan dalam keluarga : ya / tidak *)………

ANAMNESIS

Penyakit yang sedang dialami (jika ada) : ………

Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ………

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sehat / sakit ; Kesadaran : ………

Status Pubertas : G … P …Volume Testis :… ml Panjang Penis :… cm Payudara : ….Rambut Pubis : ….. Menars: ya/tidak

Kelainan kongenital nyata / dismorfik : ………

Gambar

Tabel prediksi tinggi badan akhir berdasarkan
Gambar 2.1. Sinar-X dari pergelangan tangan kiri pasien1
Gambar 2.3. Kerangka konseptual
Tabel 4.1. Karakteristik subyek
+3

Referensi

Dokumen terkait

Inkubator ini memiliki sistem pengukuran dan pengaturan menggunakan sensor IC LM35, aktuator berupa lampu DC dan kipas yang dapat menyejukkan ruangan inkubator

Jumlah pekerjaan yang terbatas dan jumlah pencari kerja yang semakin banyak menyebabkan para penyedia lapangan kerja harus dapat menerima pencari kerja yang

Energi yang berasal dari biomassa misalnya limbah baglogyang selama ini dibuang atau tidak dimanfaatkan, merupakan limbah yang dapat dikonfersi menjadi sumber energi

[r]

Three different approaches were utilized to assess the force characteristics, that is the force estimation from the open-loop step displacement response (referred to as the

Basa loma merupakan ragam bahasa yang digunakan ketika seorang penutur berbicara dengan lawan tutur atau mengenai orang lain yang menjadi topik pembicaraan yang

[r]

Penelitian dalam bentuk kajian disertasi yang menyangkut kinerja rumah sakit melalui variabel penciptaan keunggulan posisional yang didukung oleh pembentukan