KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT
Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan Sumatera UtaraSKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Persyaratan Ujian Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial
Oleh :
DIDI SISWANTO
020905044
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Sekripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh
Nama : Didi Siswanto Nim : 020905044 Deprttemen : Antropologi
Judul : Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut
Pembimbing Sekripsi Ketua Departemen
(Drs. R Hamdani Harahap, M.Si) ( Drs.Zulkifli Lubis,MA ) Nip.131837552 Nip.131 882 278
Dekan Fisip USU
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Laut. Lokasi penelitiaan ini dilakukan di Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman
Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Skripsi ini ini terdiri dari 5 BAB, 80 halaman,
19 gambar dan 9 daftar tabel.
Skripsi ini ini membahas mengenai kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Ada pun pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru antara lain : pengelolaan kawasan hutan mangrove, pengelolaan budidaya perikanan tambak, pengelolaan pengembangan usaha, pengelolaan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat.
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru dilakukan oleh masyarakat dengan pertama kali melakukan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 25 Januari 2008, dimana pertemuan tersebut diprakarsai oleh pihak desa dan dibantu organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di Kabupaten Asahan. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut disepakati beberapa kesepakatan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru antara lain seperti ; pemberdayaan kelompok mangrove, peningkatan koperasi desa, pengembangan usaha alternative, budidaya perikanan tambak, peningkatan hasil tangkap perikanan laut, perkebunan dan perternakan. Ada pun yang menjadi permasalahan utama yang dikemukakan oleh masyarakat Desa Silo Baru melalui pertemuan tersebut adalah : penurunan kualitas air tanah, penurunan hasil tangkap seperti kepiting, kerang dan udang, erosi dan abrasi pantai yang semakin hari semakin parah.untuk itu maka masyarakat berkesimpulan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan antara lain: merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dengan partisipasi masyarakat tempatan, mengembangkan pengelolaan kawasan tambak yang berwawasan lingkungan, membangun sistim monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakuan.
Kebijakan pengelolaan yang dilakukan di Desa Silo Baru ini di teliti dari kegiatan masyarakat sehari-hari serta berdasarkan penuturan masyarakat dan pengalaman masyarakat. Selanjutnya peneliti juga mempokoskan penelitiaan ini terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan menikmati tulisan ini. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan dari Skripsi ini. Dimana kritik dan saran itu akan dijadikan sebagai koreksi untuk kebaikan kita bersama dimasa akan mendatang.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya kepada penulis. Karena dengan rahmat dan karunianyalah
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Adapun sekripsi ini disusun sebagai tugas
akhir guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.
Judul Sekripsi ini adalah “KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN
PESISIR DAN LAUT”. Penelitian ini dilakukan di Desa Silo Baru Kecamatan Air
Joman Kabupaten Asahan.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak akan dapat
diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapakan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Rasa terimakasih sedalam-dalamnya
penulis sembahkan kepada kedua orang tua penulis, yaitu kepada ayahnda dan
ibunda tercinta JABAR dan NUR’AIN yang selalu memberikan kasih sayangnya
kepada penulis. Dan beserta dukungan dari kakak dan keluarga yang tercinta, yang
mendorong semangat dan inspirasi dari awal kuliah hingga tugas akhir ini telah
selesai.
Kepada keluarga dan saudara-saudara penulis, penulis ucapkan banyak
terimakasih. Karena berkat dorongan dan bantuan moril dan materil yang diberikan
maka penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.
Kemudian penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan sedalam-
dalamnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof . Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Irfan Simatupang, M.Si, Selaku Dosen Penasehat Akademik.
4. Bapak Drs. R Hamdani Harahap, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing
5. Bapak dan Ibu staf pengajar di Departemen Antropologi dan staf pengajar
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
6. Bapak dan ibu guru mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga tingkat
Sekolah Menengah Atas.
7. Kepada . yang selalu setia memberikan bantuan dan dukungan kepada
penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.
8. Kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
tulisan
9. Kerabat-kerabat Antropologi 2002 yang selalu memberikan inspirasi dan
semangat kepada penulis. Serta seluruh kerabat Antropologi FISIP USU.
10.dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tulisan ini.
Medan, Desember 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
……….….. i
DAFTAR ISI
……….……. iii
ABSTRAKSI
……….……. iv
BAB I
PENDAHULUAAN………
…….. 1
1.1. Latar
Belakang………
… 1
1.2. Perumusan
Masalah…….………... 4
1.3. Lokasi
penelitian……….…………
5
1.4. Tujuan dan Manfaat
Penelitian………... 5
1.5. Tinjauan Pustaka
1.6. Metode penelitian
………... 18
1.6.1. Teknik Pengumpulan data .
………. 18
1.6.2. Analisa Data
………... 19
BAB II GAMBARAN UMUM DESA SILO
BARU……… 20
2.1. Sejarah Desa Silo Baru
……….. 20
2.2. Lokasi Dan Lingkungan
Alam……… 22
2.3. Keadaan
Penduduk………...
29
2.3.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku
Bangsa……….. 29
2.3.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin………….. 30
2.3.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
……… 31
2.3.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan/mata
2.3.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan
Agama………. 34
2.4. Sarana Dan
Prasarana………. 34
2.5. Interaksi
Sosial……… 37
BAB III PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA SILO BARU... 39
3.1. Pengelolaan Kawasan Hutan
Mangrove……… 41
3.1.1. Kondisi Hutan
Mangrove………. 41
3.1.2. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Mangrove……….. 43
3.1.3. Permasalahan pengelolaan ekosisitem
mangrove………. 46
3.2. Pengelolaan Budidaya Perikanan Tambak
……… 49
3.3. Pengembangan Usaha
………. 53
3.3.1. Pengolahan
Terasi………. 53
3.4. Perikanan Tangkap
……….... 58
3.4.1. Keterbatasan Kemampuan Nelayan Lokal
……….. 59
3.4.2. Prasarana Perikanan
………. 59
3.4.3. Kapasitas Kelembagaan Kelompok Nelayan
………... 60
BAB IV KEBIJAKAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
PESISIR DAN LAUT DESA SILO BARU
………. 61
4.1. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan
Mangrove……… 61
4.1.1. Pengelolaan Hutan
Mangrove……….. 61
4.1.2. Kelestariaan Hutan
Mangrove……… 62
4.1.3. Ancaman Abrasi Pantai dan Intrusi Air
Laut………... 63
4.2. Permasalahan Budidaya
4.2.1. Kebijakan Pengelolaan Budidaya
Tambak……….. 65
4.3. Kebijakan Pengembangan Usaha
Masyarakat……… 66
4.4. Kebijakan Pengelolaan
Perikanan………. 67
4.4.1. Keterbatasan Kemampuan Nelayan
Lokal……… 69
4.4.2. Makin Jauhnya Daerah Penangkapan
……….. 69
4.4.3. Prasarana
Perikanan……….. 69
4.4.4. Alur
Pelayaran……….. 70
4.5. Aspek Sosial Ekonomi dan
Budaya……… 71
4.5.1. Kapasitas Kelembagaan
………. 71
4.5.2. Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah
Pesisir……….. 75
4.5.3. Permodalan
Usaha……… 75
Bab V Kesimpulan dan
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Laut. Lokasi penelitiaan ini dilakukan di Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman
Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Skripsi ini ini terdiri dari 5 BAB, 80 halaman,
19 gambar dan 9 daftar tabel.
Skripsi ini ini membahas mengenai kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Ada pun pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru antara lain : pengelolaan kawasan hutan mangrove, pengelolaan budidaya perikanan tambak, pengelolaan pengembangan usaha, pengelolaan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat.
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru dilakukan oleh masyarakat dengan pertama kali melakukan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 25 Januari 2008, dimana pertemuan tersebut diprakarsai oleh pihak desa dan dibantu organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di Kabupaten Asahan. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut disepakati beberapa kesepakatan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru antara lain seperti ; pemberdayaan kelompok mangrove, peningkatan koperasi desa, pengembangan usaha alternative, budidaya perikanan tambak, peningkatan hasil tangkap perikanan laut, perkebunan dan perternakan. Ada pun yang menjadi permasalahan utama yang dikemukakan oleh masyarakat Desa Silo Baru melalui pertemuan tersebut adalah : penurunan kualitas air tanah, penurunan hasil tangkap seperti kepiting, kerang dan udang, erosi dan abrasi pantai yang semakin hari semakin parah.untuk itu maka masyarakat berkesimpulan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan antara lain: merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dengan partisipasi masyarakat tempatan, mengembangkan pengelolaan kawasan tambak yang berwawasan lingkungan, membangun sistim monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakuan.
Kebijakan pengelolaan yang dilakukan di Desa Silo Baru ini di teliti dari kegiatan masyarakat sehari-hari serta berdasarkan penuturan masyarakat dan pengalaman masyarakat. Selanjutnya peneliti juga mempokoskan penelitiaan ini terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan menikmati tulisan ini. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan dari Skripsi ini. Dimana kritik dan saran itu akan dijadikan sebagai koreksi untuk kebaikan kita bersama dimasa akan mendatang.
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
Semakin disadari dewasa ini sumber daya pesisir dan laut merupakan
kekayaan alam yang tidak ternilai harganya, disamping tidak semua negara
memilikinya, juga tidak mampu untuk mengelolakannya serta tidak juga dijadikan
sebagai sumbermata pencaharian utama bagi masyarakatnya. Begitu juga Indonesia
yang terkenal sebagai negara maritim belum bisa untuk mengelola sumberdaya
pesisirnya dengan baik. Sementara Sumatera Utara menurut data dari Bappeda
Sumatera utara, memiliki garis pantai sepanjang 545 Km di kawasan pantai timur.
Kawasan ini memiliki potensi lestari beberapa jenis ikan diperairan pantai timur
terdiri dari : ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan
karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah pesisir timur terdiri
dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung
Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan
Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur
Sumatra utara adalah 43.133.44 km² yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan
jumlah desa sebanyak 436 desa. Dipantai timur Sumatra Utara hanya terdapat 6
(enam) pulau-pulau kecil. (Bappede Sumatra utara dan PKSPLIPB, 2002)
Adapun wilayah pesisir didefenisikan sebagai wilayah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana kearah laut 12 mil dari
garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/kota kearah darat
Potensi-potensi yang ada diwilayah pesisir laut dan cukup beragam dan
masih terbuka peluangnya untuk dikembangkan namun harus dipertimbangkan
pembangunan yang berwawasan lingkungan atau sustainable development.
Eksplorasi dan eksploitasi secara besar-besaran dengan tanpa mempertimbangkan
daya dukung atau kapasitas keberlanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan
laut dalam pengelolaan pesisir dan laut mengakibatkan degradasi kapasitas sumber
daya pesisir dan lautan, baik pemanfaatannya dari sisi ekonomi, keamanan terhadap
bencana alam maupun kelestarian lingkungan. Untuk
mencapai tujuan yang diharapkan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Asian
Development Bank mengembangkan proyek pengelolaan sumber daya pesisir dan
laut (Marine and Coastal Resources management projeck) melalui pendekatn
pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan menerapkan kegiatan-kegiatan kongkrit
yang berbasis masyarakat didaerah yang menjadi prioritas.
Alicodra (2005) menyebutkan, bahwa kebijakan pengelolaan kawasan pesisir
secara terpadu, mencangkup pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya pesisir.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir meliputi sumberdaya alam hayati dan non hayati.
Jasa-jasa lingkungan pesisir/sumber daya binaan atau buatan, dan tanah-tanah
timbul. Dalam hal penguasaan sumberdaya pesisir, harus dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlakunya hak ulayat dan masyarakat adat, hak
pengelolaan perairan, dan berdasarkan kebiasaan serta hukum adat setempat.
Potensi wilayah pesisir Timur dan Barat Sumatra Utara sampai saat ini
belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaan yang telah dilakukan selama ini
masih bersifat eksploitatif, sektioral dan tumpang tindih. Oleh karena itu dalam
dalam mengelola dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Penyusunan rencana
Strategis, Rencana Aksi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi adalah sebagai
salah satu dokumen perencanaan wilayah pesisir merupakan tahap awal dan
reorientasi pengelolaan kawasan pesisir dan laut. Rencana yang tersusun merupakan
acuaan dalam pendayagunaan dan pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan
(Sustainaible). Sehingga diperlukan untuk menciptakan suatu kondisi yang dapat
memfasilitasi kegiatan pembangunan masyarakat dan peninggkatan kinerja
pemerintah serta demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap
melestarikan sumberdaya pesisir.
Dengan memandang bahwa pengelolan kawasaan pesisir dan laut disuatu
wilayah merupakan bagiaan yang terintegrasi dengan kawasaan pesisir dan lautan
nasional, maka Propinsi/Kabupaten/kota juga mempunyai peranan dalam
pengelolaan kawasaan pesisir dan laut guna memanfaatkannya secara optimal dan
berkesinambungan dengan adanya pemeliharaan yang tepat sasaran. Kewenangan
yang dimiliki oleh daerah sebagai mana dalam Undang-undang No.32 tahun 2004
yaitu propinsi sebesar 12 mil dari garis pantai, sedangkan Kabupaten/Kota sepertiga
dari wilayah propinsi atau sebesar 4 mil dari garis pantai, maka akan dilakukan
penelitiaan pengelolaan pesisir dan laut di Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman,
Kabupaten Asahan yang mana penelitiaan ini akan memfokuskan pada upaya
pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan laut yang telah dilakukan,
permasalahan-permasalahan yang ada serta strategi kebijakan yang dilakukan dalam
menompang dan menggerakkan perekonomiaan di Desa Silo Baru Kabupaten
2. PERUMUSAN MASALAH
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai sumberdaya pesisir
dan laut serta keanekaragaman hayati laut tropis yang terkaya didunia. Akan tetapi
pemanfaatan kekayaan alam itu untuk pertumbuhan ekonomi, ekologi dan sosial,
tetapi permasalahaan ini mengalami tekanan over eksploitasi yang semakin berat.
Sehingga laju degradasi sumberdaya kelautan telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan yang menimbulkan kerusakan hutan mangrove dan terumbu
karang, kekurangan stok ikan dan kepunahan berbagai keanekaragaman hayati laut
di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tentunya perlu dicarikan
penyelesaian yaitu pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang berkesinambungan
dan berkelanjutan. Adapun yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apa-apa saja pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang ada di Desa Silo
Baru, Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan?
2. Sejauh mana permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasaan
pesisir dan laut yang berkelanjutan.
3. Sejauh mana strategi pengelolaan kawasan pesisir dan laut dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat.
3. LOKASI PENELITIAAN.
Adapun yang menjadi lokasi peneliaan ini mencangkup wilayah administrasi
Kabupaten Asahan yaitu Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman. Adapun yang
merupakan wilayah di pesisir laut Sumatera utara yang mana daerah kawasaan
pesisir dan laut masih banyak yang belum mendapat perhatian dalam pengelolaan
kawasaan pesisir dan laut yang bekembang selama ini.
4. TUJUAAN PENELITIAAN DAN MANFAAT PENELITIAAN
Adapun tujuaan penelitiaan ini adalah untuk menganalisa kebijakaan dalam
pengelolaan kawasaaan pesisir dan laut desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman,
Kabupaten Asahan, serta penelitiaan ini nantinya dapat menjadi bahan acuaan dari
pemerintah dalam menyusun kebijakan yang efektif dalam pengelolaan kawasaan
pesisir yang berbasiskan masyarakat demi terciptanya masyarakat yang sejahtera.
Manfaat penelitiaan ada dua yaitu manfaat ilmiah dan manfaat praktis.
Secara ilmiah penelitiaan ini nantinya dapat memperkaya kepustakaan mengenai
pengelolaan kawasaan pesisir dan laut secara berkesianmbungan. Sementara
maanfaat praktis dari penelitiaan ini adalah :
1. Hasil penelitiaan ini nantinya dapat mengidentifikasikan kebijakan,
permasalahan serta langkah-langkah apa yang diperlukan dalam pengelolaan
kawasaan pesisir dan laut desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten
Asahan maupun di tempat lain nantinya.
2. hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan
masyarakat dalam mengelola kawasaan pesisir dan laut yang berkelanjutan.
3. dan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa pemikiran yang
berkenan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang berkelanjutan.
Perariran pesisir adalah daerah pertemuaan darat dan laut, dengan batas darat
dapat meliputi bagiaan daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
mendapat pengarauh sifat-sifat air laut, seperti pasang surut, dan instrusi air laut.
Kearah laut, pearairan pesisir mencangkup bagian batas terluar dari daerah paparan
benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi didarat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar.
Defenisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertiaan bahwa
ekosistem perairan pesisir merupakan ekosisitem yang dinamis dan mempunyai
kekayaan habitat yang beragam, didarat maupun di laut serta salingberinteraksi.
Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga merupakan ekosisitem
yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan
secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosisitem
perairan pesisir (Dahuri, 1996).
Menurut Dahuri (1996) hingga saat ini masih belum ada defenisi wilayah
pesisir yang baku yang digunakan dalam menjeleskan apa itu wilayah pesisir.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum didunia bahwa wilayah pesisir adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai
(coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yaitu batas yang
sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross
shore). Untuk kepentingan pengelolaan, btas kearah darat suatu wilayah pesisir
ditetapkan dalam dua macam yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan batas
untuk wilayah pengaturan atau pengelolaan kesehariaan. Batas wilayah perencanaan
sebaiknya meliputi seluruh daerah dataran dimana terdapat kegiatan manusia seperti
sumberdaya diwilayah pesisir dan laut, sehingga batas wilayah perencanaan lebih
luas dari wilayah pengaturan pengelolaan kawasan pesisir dan laut.
Secara umum, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan
antara ekosistem darat, ekosistem laut, dan ekosistem udara yang saling bertemu
dalam suatu keseimbangan yang rentan. Departemen Kelautan dan Perikanan dalam
rancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir terpadu mendefinisikan
wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat
dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan ke arah darat sejauh pasang
tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan.
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara berkelanjutan merupakan acuaan
dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut. (DKP 2003 dalam Alikodra, 2005)
menyebutkan bahwa kibijakan pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu,
mencangkup pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam hayati dan non hayati,
jasa-jasa lingkungan pesisir, sumberdaya binaan/buatan, tanah-tanah yang timbul.
Dalam hal pengusaan sumberdaya wilayah pesisir harus dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, hak ulayat masyarakat tempatan, hak
pengelolaan perairan dan berdasarkan kebiasaan secara hukum setempat.
Indonesia dalam pengelolan kawasaan pesisir dan laut telah mendapatkan
bantuaan dari ADB sejak tahun 2002/2003 dimana melalui DKP Indonesia telah
mengembangkan program-program pengembangan kawasan pesisir dan laut dengan
nama MCMRP. Dimana program ini terpokus kepada penguatan kapasitas daerah,
karena pada dasarnya lemahnya pengelolan sumberdaya pesisir dan laut adalah
pengelolaan. Hal ini dikembangkan dengan pengembangan hirarki perencanaan
pegelolaan wilayah pesisir terpadau, yang meliputi :
1. Rencana strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir; berperan dalam menentukan
visi/wawasan misi pengelolaan.
2. Rencana Zonasi, berperan dalam penglokasiaan ruang, memilih kegiatan
yang sinergis dalam ruang dan kegiatan yang tidak sinerdiruang lain dan
pengendalian ruang laut sesuai tata cara yang ditetapkan.
3. Rencana Pengelolaan; berperan untuk menuntun pengelolaan atau
pemanfaatan sumberdaya diwilayah prioritas sesuai dengan karakteristiknya.
4. Rencana aksi; berperan nemnuntun penetapan dan pelaksanaan kegiatan
sebagai upaya mewujudkan rencana pengelolaan, serta mencapai tujuaan dan
sasaran dari pengelolaan kawasaan pesisir dan laut.
Pesisir dan laut selama ini masih dimasukkan dalam doktrin “milik bersama:
(common property) sehingga sering terjadi ajang perebutan bagi pihak-pihak yang
ingin mendapatkan keuntungan dari sumberdaya pesisir dan laut. Seperti apa yang
dinyatakan G.Hardin dalam Tragedy of The Commons dimana kebebasan untuk
mengunakan alam pada semua orang akan membawa kita ke malapetaka (Hardin,
1968). Salah satu sifat yan nenonjol dari sumberdaya yang bersifat Common
Property adalah tidak terdefinisinya hak kepemilikan sehingga menimbulkan gejala
yang disebut disspated resource rent, yaitu hilangnya rente sumberdaya yang
semestinya diperoleh dari pengelolaan sumberdaya yang optimal. (Fauzi, 2005). Hal
tersebut sejalan dengan yang disampaika oleh Francis T.Christy ahli perikana pada
departemen FAO menyatakan ada empat akibat buruk dari penerapan doktrin “milik
secara ekonomi, 3. kemiskinan nelayan, 4. konflik antara penguna sumberdaya alam.
Christy nenawarkan solusinya dengan penerapan pengunaan wilayah pada perikanan
(Territorial use Ringhts in fisheries).
Pengelolaan sumberdaya pesisir yang neotradisional salah satu yang
dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh pemerintah
adalah pengelolaan sumberdaya dengan pemerintah sebagai pemegang kuasa dan
wewenang dalam memanfaatkan sumberdaya seperti hak akses, hak memanfaatkan,
hak mengatur, hak ekslusif, dan hak mengalihkan. Perlunya pemerintah terlibat
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dalah dalam rangka kepentingan
kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan dengan tiga fungsi utama yaitu fungsi
alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Menurut Buck 1996 dalam Fauzi
(2005) paling tidak ada empat kategori kebijakan umum (public), yaitu :
1. Kebijakan distributive
2. Kebijakan pengaturan kompetensi
3. Kebijakan pengaturan perlindungan
4. Kebijakan redistributif
Dari keempat kebijakan tersebut kebijakan distributive dan redistributif
adalah kebijakan yang sangat controversial. Kehendak pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan seringkali mendapat tantangan besar sejak perencanaan
hingga pelaksanaanya. Hakikat kebijakan distributive dan redistributif adalah adanya
tindakan diskriminatif dari pemerintah yang biasanya dalam bentuk berpihak atau
melindungi yang lemah dan yang kecil. Jentoft 1989 dalam Fauzi (2005)
mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat atau campur tangan dalam pengelolaan
1. Pemerintah ikut mengelola sumberdaya perikanan karena alasan
efesiensi. Hal ini berarti keikut sertaan dalam mengelola sumberdaya
perikanan mengendalikan upaya penangkapan sehingga tidak terjadi
kelebihan kapasitas yang berakhir pada inefisiensi.
2. Pemerintah terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan supaya
keadan dapat diwujudkan. Jika pemerintah tidak ikut campur tangan,
nelayan yang kuat dan besar akan mengambil manfaat secara berlebihan
dan membiyarkan masyarakat nelayan kecil dalam kemiskinan dan
kemelaratan. Jika tidak ada aksi pemerintah yang dilakukan secara
alternative dalam membantu nelayan kecil, kondisi ketimpangan akan
terus berlanjut.
3. Keterlibatan pemerintah diperlukan dalam hal mengelola suberdaya
perikanan karena alas an administrasi. Disisi lain, asumsi dan fakta
menyatakan bahwa hanya permerintah yang berhak menjalankan
administrasi dengan oteritas dan kemampuannya.
Salah satu pendekatan pembangunan yang dilakukan untuk pengelolaan
lingkungan hidup adalah pembangunan berkelanjutan. Istilah pembangunan
berkelanjutan telah memasuki pembendaharaan kata para ahli serta masyarakat
setelah diterbitkannya laporan mengenai pembangunan dan lingkungan serta
sumberdaya alam kawasan pesisir. Selanjutnya siregar (2004) juga menjelaskan ada
3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, manusia, dan
infrastruktur
Salah satu unsur penting dalam pembangunan yang berkelanjutan adalah
partisipasi masyarakat dalam pembangunan pengelolaan kawasan peisir dan laut
adalah pengelolaan kawasan pesisir yang berbasiskan masyarakat. Pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut berbasiskan masyarakat dapat didefenisikan sebagai
suatu proses pemberian wewenag, tanggung jawab dan kesempatan kepada
masyarakat untuk mengelola sumberdaya perikanan sendiri dengan terlebih dahulu
mendefenisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw,
2002). Dua komponen penting keberhailan pengelolaan berbasis masyarakat adalah :
Konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir,
dan peneliti (social, ekonomi, dan sumberdaya)
Pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran
dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan
berbasiskan masyarakat (Dahuri,2003). Secara garis besar, ada lima prinsip dasar
yang penting dilaksanakan dalam pengelolaan berbasis masyarakt (COREMAP
LIPI, 2001 dalam Dahuri 2003) yaitu : 1) pemberdayaan, 2) pemerataan akses dan
peluang, 3) ramah lingkungan dan lestari, 4) pengakuan terhadap pengetahuan dan
kearifan tradisional, dan 5) kesetaraan jender.
Dalam prakteknya pengelolaan berbasis masyarakat dapat dikategorikan
dalam dua kelompok, yaitu tradisional dan neo-tradisional (Dahuri, 2003).
Pengelolaan berbasis masyarakat tradisional umumnya berdasarkan adat dan tradisi
yang lazim atau telah ada dimasyarakat sejak lama. Misalnya sasi di Maluku
(Elikisia, 2000), pengelolaan perairan pesisir Desa Tanjung Berari Biak dan
Panglima laot di Aceh (Nikijuluw), aturan-aturan baru yang ditetapkan oleh
masyarakat sendiri ataupun difasilitasi oleh pemerintah atau LSM. Dalam beberapa
tumpukan laporan proyek yang tidak memberikan pemecahan masalah bagi
masyarakat pesisir yang ada dilapangan.
Secara mendasar pengelolan kawasaan pesisir harus mampu memecahkan
dua persoalaan utama secara luas telah diketahui khalayak umum : 1) masalah
sumberdaya hayati (misalnya tangkapan lebih), penggunaan alat tanggkap yang
tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem secara konflik antar nelayan
tradisional dan industri perikanan modern dan 2) masalah lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan keanekaragaman hayati daerah pembesaran sumberdaya
perikanan, penurunan kualitas air, pencemearan dsb).
Pengelolan berbasiskan masyarakat dapat terlaksana jika masyarakat lokal
mampu memanfaatkan potensi alam, budaya dan infrastruktur yang ada. Oleh karena
itu, masyarakat perlu memahami dan sadar akan potensi kendala yang berkaitan
dengan pengelolan sumberdaya laut mereka. Penyadaran dan pemberdayaan
masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya masyarakat dapat dilaksanakan
lewat lima tingkatan :
1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan alternative
usaha yang secara ekonomis menguntungkan dan tidak merusak lingkungan.
2) Memberi msayarakat akses terhadap informasi sumberdaya alam, pesisir dan
pelindungan hokum yang baik.
3) Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti
pelestariaan ekosisitem pesisir dan laut.
4) Menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan
5) Meningkatkan kemampuaan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan
ekosisitem laut.
Selanjutnya Fauzi (2005) telah mengidentifikasi beberapa kelemahan dan
keunggulan pengelolan pesisir berbasiskan masyarakat antara lian
Adapun kelemahan adalah :
1) tidak mengatasi masalah interkomunitas,
2) bersifat lokal.
3) Mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.
4) Sulit mencapai skala ekonomi dan tingginya biaya institusional.
Sedangkan keunggulan dari pengelolaan kawasaan pesisir berbasiskan
masyarakat adalah
1) Sesuai dengan aspirasi dan budaya masyarakat lokal (nelayan).
2) Diterima oleh masyarakat lokal.
3) Pengawasaan yang dilakukan dengan mudah.
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi
dan berkelanjutan. Adapun konteks keterpaduaan meliputi dimensi sektor ekologis,
hirarki pemerintahan, antar bangsa dan Negara, dan disiplin ilmu (Cincin-Sain dan
Knecht, 1998; Key dan Alder, 1999 dalam fauzi 2005). Pengelolaan wilayah pesisir
secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang
dapat diimlementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang
(Strategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam
konteks ini maka keterpaduaan pengelolaan wilayah pesisir sekurang-kurangnya
Menurut Edi Susilo dalam Kusnadi (2004) ada beberapa pengertiaan
mengenai pembangunan berkelanjutan antara lain:
• Pembangunan berkelanjutan dalam terminology sebagai
pembangunan yang tidak pernah punah (development that lasts).
Pembangunan yang memaksimumkan kualitas kehidupan generasi
yang akan dating.
• Menurut WCED, 1997. pewmbangunan berkelanjutan (Sustainabel
Development) adalah suatu system pembanguna untuk memenuhi
kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuaan
generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhaan dan
aspirasi hidupnya.
Sementara menurut Yance (2005) konsep pembangunan berkelanjutan tidak
hanya memanfaatkan sumberdaya alam pesisir saja atau pembangunan infrastruktur
saja tetapi yang harus dieperhatika adalah aspek pemeliharaan (maintenance) yang
selama ini selalu terabaikan. Hal ini sangat beralasan karena pengelolaan kawasan
pesisir yang selama ini kita lihat hanya sebagai suatu program yang hanya dilakukan
disaat pertamanya saja.
Permasalahan Wilayah Pesisir
Potensi dan permasalahan wilayah pesisir telah banyak dikemukakan oleh
para pakar kelautan dan pesisir. Isu – isu permasalah wilayah pesisir secara global
berdasarkan hasil kajian di berbagai wilayah pesisir di dunia dikemukakan oleh
Robert Kay (1999). Pokok permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir
miskin dan berkembang, pemanfaatan wilayah pesisir, dampak lingkungan dari
kegiatan manusia dan kelemahan administratif. Permasalah wilayah pesisir yang
dikemukakan oleh Rohmin Dahuri (2001) merupakan permasalah umum wilayah
pesisir yang banyak dijumpai di Indonesia. Dikemukakan bahwa permasalah
wilayah pesisir meliputi : pencemaran, kerusakan habitat pantai, pemanfaatan
sumberdaya yang berlebihan, abrasi pantai, konversi kawasan lindung dan bencana
alam. Permasalah-permasalahn tersebut sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas
kegiatan manusia baik yang tinggal dalam kawasan maupun yang berada di luar
kawasan.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan
sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu yang
ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan
wilayah pesisir adalah; pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai, pendidikan
dan kesehatan dimana contoh-contoh tersebut tidak melihat wilayah pesisir sebagai
target. Yang paling utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus
pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep
pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif,
terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Selanjutnya konsep pengelolaan
wilayah pesisir didalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan antara
pembangunan dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada
prinsip-prinsip lingkungan juga memasukkan
konsep keseimbangan ketergantungan waktu dan keadilan sosial.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi paradigma
utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20
(Kay,1999). Young dalam fauzi (2005) memperkenalkan sejumlah tema yang
mendasari konsep berkelanjutan yaitu; integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan
keadilan sosial
Kekuatan Pembangunan Kekuatan Konservasi
1. Bahwa instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi instrumen
pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk
melihat kedepan melalui analisis biaya manfaat;
2. Didalam pembangunan berkelanjutan issue lingkungan seperti konservasi
keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan
keputusan;
3. Dalam pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup
manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir, kata integrasi menjadi begitu penting.
Beberapa kelompok integrasi yang harus dilakukan di dalam pengelolaan wilayah
pesisir (Cicin-Sain, 1993) adalah: Integrasi antar sektor di wilayah pesisir, integrasi
antar kawasan perairan dan daratan di dalam zonasi pesisir, integrasi antar pengelola
tingkat pemerintahan, integrasi antar negara, dan integrasi antar berbagai disiplin
ilmu.
Pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya perairan pantai dan
dilaksanakan secara rasional dan berkelanjutan. Kebijakan ini sangat realistis karena
didukung oleh fakta adanya potensi sumberdaya laut dan pantai yang masih cukup
besar peluang untuk pengembangan eksploitasi dibidang perikanan baik
penangkapan maupuan usaha budidaya ikan.
6. Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan secara terperinci tentang bagaimana pengelolaan sumber daya
pesisir dan laut oleh masyarakat Desa Silo Baru. Data yang dikumpulkan adalah
tentang kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir.
6.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan di lapangan diperoleh melalui teknik berikut ini :
a. Penelusuran Data
Penelusuran data sekunder dipergunakan untuk memperoleh data atau
informasi yang berkaitan dengan jenis, bentuk, dan kegiatan dalam pengelolaan
wilayah pesisir. Data tersebut akan diperoleh dari kepala Desa dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data penelitian dilapangan.
b. Teknik Wawancara
Wawancara mendalam (deepth interview) dilakukan secara tatap muka (face
to face) sebagai sebuah dialog atau percakapan. Wawancara dilakukan pada
informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Informan pangkal adalah
yang memiliki pengetahuan yang luas terhadap masalah yang diteliti. Dalam hal ini
informan kuncinya bisa saja masyarakat setempat lokasi penelitian, pedagang,
pengusaha, organisasi masyarakat sipil seperti LSM, BPD. Sedangkan informan
biasa adalah para penduduk wilayah penelitian. Dari mereka diperoleh informasi
yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan pesisir dan laut pada lokasi penelitian.
c. Teknik Pengamatan
Teknik pengamatan dilakukan untuk memahami fenomena-fenomena yang
ada pada lokasi penelitian. Dari pengamatan diperoleh data pendukung yang
berkaitan dengan identifikasi sosial ekonomi dan budaya serta praktek-praktek yang
dilakukan sehubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir yang
berkesinambungan.
6.2 Analisa Data
Analisis data merupakan sebuah pengkajiaan didalam data yang mana data
tersebut mencangkup prilaku, objek atau pengetahuan masyarakat dalam
pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang diperoleh dilapangan. Adapun tahap
analisa data dipergunakan setelah penelitian selesai dilakukan dilapangan dan data
yang diperlukan terkumpul. Dalam penelitiaan ini penulis mencoba untuk bersikap
objektif terhadap data yang diperoleh. Dan tahap akhir dari penulisan skripsi ini
maka penulis akan melakukan pengkategorian data, sehingga dapat dibagi dalam
kategori-kategori dengan tujuan agar dapat terlihat perbedaan data primer dan data
sekunder. Kemudiaan data akan dideskripsikan demi pencapaiaan tujuan penelitian
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA SILO BARU
2.1. Sejarah Desa Silo Baru
Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah Desa Silo merupakan wilayah
kekuasan Alm. Tuan Sekh Silo (Alm. Abdul Rahman) yan dimakamkan di desa Silo
Bento. Selain sebagai penguasa yang baik, beliau juga dikenal sangat sakti dan
penolong bagi masyarakat. Salah satu kesaktian beliau adalah dapat mengobati
berbagai penyakit, bahkan beliau selalu bersedia mengobati masyarakat dengan
sukarela. Sampai sekarang makam beliau selalu dikunjungi oleh masyarakat bahkan
setiap acara pengajian, kenduri dan lain-lain oleh masyarakat untuk mengirim doa
kepada beliau.
Pada tahun 1956 desa Silo Laut dimekarkan menjadi desa Silo Lama dan
Silo Bento. Disebut Silo Laut karena wilayah desa ini dekat dengan laut ( sebelah
timur desa) dan silau jika memandang kearah laut sebagai arah terbitnya matahari,
sehingga disebutlah silo karena terasa silau jika memandang.
Kemudian pada tahun 1993 desa Silo Bento dimekarkan menjadi Silo Bento
dan Silo Baru hingga saat ini. Desa Silo Baru yang dulunya satu kesatuan dengan
Silo Bento merupakan hamparan hutan dan rawa bento (rumput bento), oleh karena
itulah hingga sekarang dikenal dengan sebutan Silo Bento, sedangkan Silo Baru
disebut karena merupakan wilayah pecahan (pemekaran) Silo Laut yang Baru.
Dahulu, sebelum tahun 1974 wilayah desa Silo Baru yang merupakan
wilayah dataran rendah yang dekat dengan laut selalu terendam air jika musim
ini terendam air selama 6-8 bulan pertahun. Hal itu terjadi karena sungai Silo yang
membelah sungai Silo Baru (mulai dari pekan kamis perbatasan Silo Bento hingga
kemuara sungai dilaut) tidak dapat menampung air karena sungai Silo terpengaruh
pasang surut. Pada tahun 1974, dimasa kepemimpinan Bapak Abdul Manan
Simatupang sebagai Bupati Asahan, dibangunlah kanal untuk menyalurkan
genangan air tawar pada musim hujan. Pada tahun yang sama dibangun jalan
sepanjang pinggiran sungai Silo yang dulunya adalah pematang/benteng sungai Silo.
Dengan selesainya kanal dan jalan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut
maka Bupati Abdul Manan Simatupang dianggap oleh masyarakat sebagai pahlawan
Silo Baru. Setelah berfungsinya kanal dan jalan tersebut maka mulailah bertambah
penduduk desa Silo Baru dari luar, karena dianggap desa tersebut sudah layak untuk
pemukiman.
Berdasarkan penuturan masyarakat, pada tahun 1981 air pasang mulai masuk
kepemukiman penduduk. Dampaknya sampai sekarang adalah masuknya air pasang
kepemukiman dan perkebunan yang sangat meresahkan masyarakat desa Silo Baru,
karena efeknya yang dialami adalah:
- Sebagai pemukiman yang terendam air pasang 2 kali sebulan;
- Tanaman kelapa dan kelapa sawit terancam mati;
- Banyak tambak yang jebol bentengnya, sehingga menjadi terlantar;
- Ada penduduk yang pindah kedesa lain.
Sebelum pemekaran, ketika masih bergabung dalam wilayah administrasi
desa Silo Bento, maka yang menjadi kepala desa antara tahun 1956 s/d 1993 adalah :
- Mariadi,
- Jairing Mangunsong,
- Yusuf (saat pemekaran).
Pada tahun 1993 terjadi pemekaran desa menjadi desa Silo Bento dan desa
Silo Baru. Pimpinan pemerintah definitif desa Silo Baru pada saat itu adalah Jairing
Mangunsong (1993 s/d 1994). Kemudian pada tahun 1994 dilakukan pemilihan
kepala desa yang dimenangkan kembali oleh Jairing Mengunsong unruk periode
1994 s/d 2000. selanjutnya melalui pemilihan kepala desa terpilih Syafruddin untuk
periode 2000 s/d sekarang).
2.2. Lokasi dan Lingkungan Alam.
Desa Silo Baru merupakan salah satu yang termasuk kedalam wilayah
Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Jarak Desa Silo baru dengan ibu kota
Kecamatan lebih kurang 5 Km. Dari ibu kota Kabupaten lebih kurang 10 Km.
sedangkan dari ibu kota Propinsi lebih kurang 186 Km.
Desa Silo Baru memiliki laut yang cukup luas dengan panjang pantai 7,2 km.
Dimana di sepanjang pinggiran pantai ditumbuhi oleh hutan mangrove atau hutan
bakau yang cukup luas dengan ketebalan 100 – 300 meter. Tetapi saat ini kondisi
hutan manggrovenya sudah mengalami kerusakan dan sudah ada dilakukan
pembenahan dari Dinas Kehutanan dengan menanam tumbuhan bakau.
Untuk mencapai Desa Silo Baru, transportasi yang dipergunakan adalah jenis
kendaraan pengangkutan pedesaan atau mopen, dan bisa juga dengan menggunakan
beca mesin dari kisaran dengan tarif ongkos untuk penganggkutan pedesaan atau
mopen sebesar Rp. 10.000. sedangkan jika menggunakan beca mesin sebesar Rp.
Ibukota Kabupaten belum baik karena belum ada pengerasan jalan, sehingga jika air
laut pasang besar maka jalan menuju desa akan terendam karena badan jalan desa
terlalu rendah dari permukaan laut. Sedangkan drenase jalan hanya sebagian desa
yang ada dan hanya satu sisi dari jalan yang dibuatkan drenase.
Desa Silo Baru secara rinci luasnya sekitar 3.400 ha dengan batas
wilayahnya sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatas dengan desa Bagan Baru.
- Sebelah Selatan berbatas dengan desa Lubuk Palas/Pematang Sei baru
(Kecamatan Tanjung Balai)
- Sebelah Barat berbatas dengan desa Silo Bento
- Sebelah Timur berbatas denga Selat Malaka.
Desa Silo Baru terbagai lagi atas wilayah-wilayah administrativ
pemerintahan yang lebih kecil disebut dengan dusun. Desa Silo Baru terdiri dari 11
(sebelas) dusun dengan 4 (empat) dusun berada hampir ditepi Selat Malaka. Di
Desa Silo Baru banyak dijumpai ikan hasil tangkapan masyarakat karena sebagian
masyarakat berstatus sebagai nelayan. Dimana Pemerintahan desa terletak di dusun
V. Tiap-tiap dusun dikepalai oleh satu orang kepala dusun yang mana dipilih oleh
warga masyarakat melalui musyawarah dusun dan dengan disahkan oleh Kepala
Desa.
Potensi sumber daya alam sebagai salah satu desa pesisir di Kabupaten
Asahan, Desa Silo Baru memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Keragaman
Desa Silo Baru yang cukup tinggi yang terdiri dari berbagai jenis hewan dan
tumbuhan, baik yang hidup didarat maupun yang ada dilaut dan di air payau seperti
Table 1. Potensi Sumber Daya Alam Desa Silo Baru
Kerapu, Jenahar, Sebelah, Buntal, Sepat,
Lele Lokal, Sepat Siam, Betik,
Puyu-puyu, Nila, Siakap Kedah, Belangkas.
2 Kepiting
Kepiting kelapa, Ranjungan, Kepiting
Harimau, Rama-rama.
3 Udang
Kecepe, Batu, Kapur, Kelong, Tiger,
Kertak, Swallow, Lipan
4 Binatang Melata
Ular Sawah, Kalajengking, Biawak,
Selipat Bakau, Ular Air, Gendang.
5 Binatang Kaki Empat
Kambing, Kucing, Musang, Tupai, Tikus
Kera.
6 Cumi Cumi-cumi, Sotong Kereta, Gurita Halus
7 Kerang
Bulu, Batu/Dagu, Dayak, Remis, Bare,
Kepah
8 Siput
Mas, Lonceng, Bekicot, Unam-unam,
Dokceng, Umang-umang, Leneng
9 Burung
Elang, Gereja, Pungguk, Emprit, Entok
air, Angsa, Balam, Ruak-ruak, Perkutut,
10 Kodok Barat, berot, Beret
11 Kayu
Bluntas, Truntun, Bakau, Api-api,
Buta-buta, Mata-mata, Laut/Lenggadi, Tumus,
Kemiri, kelapa.
12 Palawija
Tomat, Cabai, terong, Labu, Timun, Pitulo
Gambas, Paria
13 Tanaman Keras
Kelapa, Kelapa Sawit, Nagka, Cokelat,
Remai, Kuini, Ring Nipah, Rumbia
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
Keragaman hayati di Desa Silo Baru cukup tinggi yang terdiri dari berbagai
jenis hewan dan tumbuhan, baik yang hidup didarat maupun dilaut dan di air tawar.
Daerah pesisir Desa Silo Baru memiliki kondisi pantai berlumpur dan banyak
ditumbuhi hutan mangrove seperti jenis api-api, bakau, beluntas, dan nipah
merupakan habitat yang sesuai untuk perkembang biakan dan pertumbuhan berbagai
jenis udang, kepiting, kerang, ikan, siput, dan belangkas. Dilaut, berrbagai jenis ikan
laut dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak secara musiman, sehingga para
Gambar 1. Berbagai Potensi Sumberdaya Alam Desa Silo Baru
Kerang laut mempunyai potensi yang cukup besar didesa ini, sehingga
menjadi andalan nelayan desa yang dapat ditangkap (dikumpulkan) setiap harinya,
sedangkan udang kecepe dapat ditangkap dalam jumlah yang lumayan tapi bersifat
musiman. Seperti dapat dilihat pada table dibawah ini :
Table 2 : Kalender Musim Perikanan di Desa Silo Baru
Musim Nelayan
Bulan
Ket
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Musim Barat - - - V V V V V V
Musim Timur V V V V V V - - - -
Musim Perdani - V - - - V
Musim Kepiting - - - V V V V V V V
Musim Udang - - - V V V V V
Musim Cumi - - V V V V - - - -
Musim Kerang V V V V V V V V V V V V
Musim
Kecepai/Rebon
Musim Blangkas V V V V V V V V V V V V
Musim Campur V V V V V V V V V V V V
Musim Ubur-ubur - - - V - - -
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
Lahan perkebunan (khususnya kelapa) sangat luas, sedangkan lahan
pertanian tidak begitu potensil karena terdapat rawa yang cukup luas yang belum
dimanfaatkan. Secara rinci desa Silo Baru yang luasnya sekitar 3.400 Ha dapat
dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 2 : Luas dan Peruntukan Wilayah desa Silo Baru
No Jenis Luas
1 Perkebunan kelapa rakyat 2.040 ha
2 Areal pertambakan 170 ha
3 Hutan lindung 170 ha
4 Lahan tidur 680 ha
5 Lahan pasang surut 272 ha
6 Pemukiman/ sarana umum 64 ha
Jumlah 3.400 ha
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
Pohon kelapa salah satu jenis tumbuhan khas pesisir cukup luas dijumpai di
Desa Silo Baru yang mencapai 60% dari luas total desa, namun kondisinya kurang
produktif karena sering terendam air asin. Bahkan secara rutin pohon kelapa banyak
diserang oleh hama seperti monyet, babi, tupai, dan kumbang perusak daun kelapa.
Baru. Tanaman kelapa sawit juga dijumpai didesa Silo Baru tetapi tidak begitu luas
dan kurang produktif karena bibit kurang bagus dan kurang dirawat.
Ternak ayam juga cukup banyak dijumpai didesa Silo Baru yang diusahakan
oleh masyarakat sebagai kegiatan sambilan dalam skala kecil (bukan skala bisnis).
Secara rutin setiap tahun banyak ayam yang diserang penyakit, terutama pada
musim kemarau (Maret - April). Sementara itu kegiatan pertanian diusakan juga
oleh masyarakat secara sambilan dan skala usaha yang kecil seperti bertanam cabe,
sayur, terong, labu, timun, gambas dan paria untuk kebutuhan rumah tangga dan
untuk dipasarkan didesa tersebut. Secara lengkap kelender musim didesa Silo Baru
dapat dilihat pada table dibawah ini:
Table 3 ; kalender Musim Pertaniaan di Desa Silo Baru
Musim Melayan Bulan Ket
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Musim Panen - - - V V - -
Musim Palawija V V V - - - V
Musim Penjemuran - V V V V - - - -
Musim Kelapa V V V V V V V V V V V V
Musim Panen Palawija V V V V V V - - - V
Musim Panen Raya - - - V V - -
Musim Penyakit
Tanaman - V V - - - -
Musim Paceklik - - - V V V V V V V
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
2.3. Keadaan Penduduk
Masyarakat Desa Silo Baru terdiri dari beberapa aneka suku bangsa, dimana
masyarakat Desa Silo Baru hidup rukun satu sama yang lain. Suku yang dominan di
desa ini adalah suku Jawa dan Melayu. Suku Melayu merupakan suku pertama yang
menempati desa Silo baru. Sedangkan Suku jawa mulai masuk kira-kira pada akhir
tahun 1958 dan kemudian berkembang sekitar tahun 1970. berdasarkan data dari
pemerintahan desa suku Jawa mencapai 65 % dari jumlah penduduk desa Silo Baru.
Selengkapnya distribusi penduduk desa Silo Baru dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini :
Table 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa
No Suku Bangsa Jumlah Persentase
1 Melayu 715 25 %
2 Jawa 1861 65 %
3 Batak/Karo 173 6 %
4 Dan lain-lain 114 4 %
Jumlah 2863 100 %
Sumber : Kantor Kepala Desa Silo Baru
Dari tabel diatas suku bangsa yang dominan di desa Silo Baru adalah Suku
bangsa Jawa yang berjumlah 65%, diikuti oleh suku bangsa Melayu 25%,
Batak/Karo 6%, dan lain-lainnya 4%.
Didesa Silo Baru ini ditemukan bahwa garis genetic tidak selalu besesuaian
dengan dunia sosial budaya. Terutama bila pengelompokan itu diterapkan pada
mereka yang secara genetik berasal dari suku bangsa batak. Mereka ini selalu saja
marganya (klen di Batak) sewaktu ditanyakan. Sehingga tidak mengherankan bila
pihak pemerintah desa mengolongkan mereka kedalam suku Melayu.
2.3.2. Distribusi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
Penduduk desa Silo Baru sebanyak 2.863 jiwa yang tersebar dalam 11
(sebelas) dusun yang kepadatanya bervariasi antara satu dusun dengan dusun yang
lainnya, hal ini yang menyebabkan timbulnya beberapa buah dusun yang
mempunyai kepadatan yang tinggi dan dusun yang mempunyai kepadatan yang
rendah, sehingga tidak meratanya penyebaran penduduk di Desa Silo Baru. Seperti
dapat kita lihat pada tabel dibawah ini :
Table 5; jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
No Usia Pria Wanita Jumlah
1 0 – 9
2 10 – 16
3 17 – 25
4 26 – 34
5 35 – 44
6 45 tahun keatas
Jumlah 1.473 1390 2863
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
Berdasarkan tabel diatas masyarakat Desa Silo Baru terdiri dari laki-laki
sebanyak 1.473 jiwa dan perumpuan sebanyak 1.372 jiwa. Rasio penduduk laki-laki
dan perempuan hampir berimbang, bahkan lebih banyak laki-laki. Kondisi ini
didominasi oleh penduduk perempuan. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 2.863
jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 637 KK, dimana 374 KK diantaranya
adalah keluarga miskin. Berdasarkan usia, penduduk desa berusia 17 tahun keatas
(dewasa) berjumlah 1.664 jiwa sedangkan sisanya sebanyak 1.199 jiwa adalah
anak-anak berusia dibawak 17 tahun.
2.3.3. Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan
Didalam bidang pendidikan, di Desa Silo Baru ternyata dari seluruh jumlah
penduduk yang berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk desa didominasi oleh
lulusan SLTP (1.100 orang), kemudian diikuti oleh lulusan SLTA (800 orang),
lulusan SD (647 orang), belum sekolah (274 orang) buta huruf (39 orang), dan
Sarjana (3 orang). Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
1 Buta Huruf 39
2 Belum Sekolah 274
3 Tamatan SD 647
4 Tamatan SLTP 1.100
5 Tamatan SLTA 800
6 Tamatan Sarjana 3
Jumlah 2863
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
Untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah-sekolah agar sesuai dengan
mutu guru dengan mengadakan penataran dan menyediakan guru tambahan.
Mengenai kepramukaan didesa ini tidak begitu baik, tentu saja hal ini berhubungan
dengan rendahnya pendapatan masyarakat sehingga kurang mendapat perhatian
orang tua sehingga mengakibatkan tidak adanya perhatian orang tua terhadap
pendidikan anak mereka.
2.3.4. Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian
Dalam tabel 7 terlihat berdasarkan mata pencahariannya penduduk desa Silo
Baru mempunyai mata pencaharian yang bervariasi, tetapi sebagian besar dari
mereka bekerja sebagai nelayan dan sebagai petani, tetapi ada juga yang bekerja
sebagai nelayan dan sebagai petani yaitu berkebun kelapa. Hal ini dapat dilihat pada
table dibawah ini.
Tabel 7 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Mata Pencaharian Jumlah
1 PNS 2
2 Petani 322
3 Pedagang 62
4 Nelayan 1095
5 Mocok-mocok 125
6 Lainya 89
Jumlah 1695
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui mata pencaharian penduduk terdiri
(62 orang), PNS (2 orang), dan lainnya (31 orang). Sebagian masyarakat
mengandalkan mata pencaharian dari hasil perkebunan, khususnya kebun kelapa
yang cukup luas didesa silo baru mencapai 2.040 ha (60% dari luas desa). Sementara
dilihat dari tabel diatas maka akan kita dapatkan jumlah penduduk yang tidak
bekerja berdasarkan dari tabel diatas adalah dikurangi jumlah penduduk sebesar
2863 orang, maka yang tersisa adalah sebesar 2226 orang yang mana mereka tidak
bekerja itu terdiri dari bayi dan anak-anak serta mereka yang tidak lagi dapat bekerja
seperti biasanya/ para manula.
Kaum ibu ada yang membantu bapak-bapak didalam mengolah hasil
perkebunan kelapa menjadi kopra. Ibu-ibu nelayan ada juga yang membantu
bapak-bapak nelayan didalam menambah pendapatan keluarga yang mengolah ikan asin.
Kemudiaan pada dusun XI, X, IX, VIII kebanyakan ibu-ibu rumah tangga
membantun perekonomian keluarga mereka dengan mengolah udang rebon atau
kecepai menjadi terasi.
Para nelayan yang menangkap ikan dilaut sesuai dengan musim ikan,
sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor, sedangkan perahu bermotor
sangat sedikit, sehingga sulit bersaing dengan nelayan modern yang menggunakan
kapal bermotor berukuran besar dilengkapi dengan peralatan yang canggih. Nelayan
pada musim tertentu mencari udang kecepe, dan hasil tangkapannya langsung dijual
kepada pedagang. Demikian juga dengan potensi budidaya perikanan (udang, ikan
nila dan kepiting) belum banyak dilakukan karena keterbatasan modal dan
keterampilan.
Sebagian besar masyarakat tidak hanya memiliki satu macam sumber mata
lain seperti berkebun kelapa, berdagang, tukang ojek, bertanam palawija tetapi tidak
ada yang ditekuni secara propesional karena kurangnya penyuluhan.
Sepanjang pinggir jalan desa terdapat saluran yang langsung menuju kelaut
yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Saluran tersebut terlihat kurang terawat
dan tidak dimanfaatkan untuk memelihara ikan nila, karena belum menguasai teknis
budidaya ikan nila.
2.3.5. Distribusi penduduk berdasarkan agama
Dari sisi keagamaan, penduduk desa Silo Baru sebanyak 2.863 jiwa
seluruhnya (100%) memeluk agama islam. hal ini dapat kita lihat dari banyaknya
mushala yang berdiri, hampir di setiap desa kita temukan mushalla dan mesjid yang
dibangun oleh masyarakat secara bergotong royang untuk membangun mushalla
tersebut. Bahkan sampai sekarang masih dilakukan perehapan dan perbaikan dari
bangunan mushalla yang ada hampir disetiap dusun.
2.4. Sarana-sarana dan prasarana
Sarana umum yang ada di desa Silo baru yang dibangun oleh pemerintah dan
masyarakat untuk menunjang kemajuan desa, baik berupa fasilitas umum desa
maupun untuk menunjang perekonomian desa seperti sekolah, jalan umum, rumah
ibadah, dan tambatan perahu. Untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat masih
mengandalkan potensi sumber daya alam saja seperti pemanfaatan lahan perkebunan
Gambar 2. Salah satu sekolah dan kondisi jalan yang masih rusak
di Desa Silo Baru
Masyarakat nelayan didalam menangkap ikan dilaut masih menggunakan
perahu tanpa motor tetapi masih ada juga yang menggunakan perahu bermotor tetapi
dengan kapasitas yang sedang, sedangkan kondisi alam semakin sulit untuk mencari
ikan, apalagi dengan beroperasinya pukat harimau (trawl) dan cakar kerang
diperairan Desa Silo Baru yang merusak sumber daya ikan.
Tambak udang milik pengusaha terdapat didusun X, tetapi tidak begitu luas,
dalam kondisi terlantar sejak merebaknya penyakit udang. Tambak kepiting juga ada
tetepi tidak berkembang karena keterbatasan sumber bibit kepiting hasil tangkapan
dari alam.
Jalan dan jembatan desa serta jalan keareal kebun kelapa tidak terawat dan
banyak yang rusak sehingga menyulitkan bagi masuknya alat transportasi darat.
Didusun IX dan dusun X jembatan masih darurat dan perlu dibangun. Sarana jalan
yang sering terendam air pasang kondisinya banyak yang rusak sehingga sulit untuk
dilalui oleh kendaraan roda empat. Hal tersebut juga menyebabkan angkutan
pedesaan enggan masuk sampai ke Desa Silo baru.
Sumur bor yang dibangun pemerintah kurang memadai jumlahnya, sehingga
dibangun pemerintah dengan kondisinya kurang terawat dan tidak merata dibangun
disetiap dusun, sehingga ada dusun yang kesulitan mendapatkan air bersih.
Berbagai jenis sarana dan prasarana desa banyak yang dibangun pemerintah
dan masyarakat, namun keberadaannya kurang terawat seperti gedung sekolah (Mis)
didusun X dan XI dalam keadaan rusak. Jaringan PLN juga masih kurang memadai
sehingga belum dapat melayani kebutuhan listrik seluruh desa. Secara rinci potensi
sumberdaya buatan didesa silo baru dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 : Identifikasi Potensi Sumberdaya Buatan
15 Balai desa - - - - A - - - -
Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006
2.5. Interaksi Sosial
Selain melakukan aktivitas bertani didarat dan menangkap ikan dilaut,
masyarakat Desa Silo Baru juga melakukan berbagai kegitan sosial dan keagamaan.
Interaksi antar penduduk desa dan penduduk desa lain juga terjadi dengan berbagai
kegiatan.
Di Desa Silo Baru terdapat kelompok tani “lestari”, tetapi kurang berfungsi
karena kurangnya pembinaan dari pemerintah Kabupaten (khususnya penyuluh
pertanian). Demikian juga organisasi nelayan yang tergabug dalam himpunan
nelayan seluruh Indonesia (HNSI) di Desa Silo Baru tidak berfungsi dengan baik
yang mencakup dusun VIII, dusun XI, dan dusun X belum berfungsi, karena
kurangnya kesadaran anggota dan kurangnya pembinaan, bahkan belum pernah
melakukan pertemuan. Koperasi tani lestari yang terdapat di desa Silo Baru juga
kurang berfungsi. Iuran anggota koperasi tidak dibayar karena kesadaran kurang,
pengurus tidak aktif menagih iuran dan kurangnya sosialisasi tentang manfaat
berkoperasi.
Lembaga Pengembangan Desa (LPM) yang sudah terbentuk kurang
berfungsi, karena pengurus ada yang meninggal dan yang pindah serta tidak segera
disisip serta kurangnya dukungan dari Pemerintah Kabupaten Asahan.
Kelompok-kelompok pengajian dan perwiritan yang terdapat dimasing-masing dusun berjalan
dengan baik dan lancar. Namun disayangkan pembinaan generasi muda melalui
remaja Mesjid kurang berperan, karena kurangnya pembinaan dan dukungan orang
tua. P3n Desa Silo Baru tidak berfungsi karena petugasnya pindah dari desa tersebut
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA SILO BARU
2.1. Sejarah Desa Silo Baru
Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah Desa Silo merupakan wilayah
kekuasan Alm. Tuan Sekh Silo (Alm. Abdul Rahman) yan dimakamkan di desa Silo
Bento. Selain sebagai penguasa yang baik, beliau juga dikenal sangat sakti dan
penolong bagi masyarakat. Salah satu kesaktian beliau adalah dapat mengobati
berbagai penyakit, bahkan beliau selalu bersedia mengobati masyarakat dengan
sukarela. Sampai sekarang makam beliau selalu dikunjungi oleh masyarakat bahkan
setiap acara pengajian, kenduri dan lain-lain oleh masyarakat untuk mengirim doa
kepada beliau.
Pada tahun 1956 desa Silo Laut dimekarkan menjadi desa Silo Lama dan
Silo Bento. Disebut Silo Laut karena wilayah desa ini dekat dengan laut ( sebelah
timur desa) dan silau jika memandang kearah laut sebagai arah terbitnya matahari,
sehingga disebutlah silo karena terasa silau jika memandang.
Kemudian pada tahun 1993 desa Silo Bento dimekarkan menjadi Silo Bento
dan Silo Baru hingga saat ini. Desa Silo Baru yang dulunya satu kesatuan dengan
Silo Bento merupakan hamparan hutan dan rawa bento (rumput bento), oleh karena
itulah hingga sekarang dikenal dengan sebutan Silo Bento, sedangkan Silo Baru
disebut karena merupakan wilayah pecahan (pemekaran) Silo Laut yang Baru.
Dahulu, sebelum tahun 1974 wilayah desa Silo Baru yang merupakan
wilayah dataran rendah yang dekat dengan laut selalu terendam air jika musim
ini terendam air selama 6-8 bulan pertahun. Hal itu terjadi karena sungai Silo yang
membelah sungai Silo Baru (mulai dari pekan kamis perbatasan Silo Bento hingga
kemuara sungai dilaut) tidak dapat menampung air karena sungai Silo terpengaruh
pasang surut. Pada tahun 1974, dimasa kepemimpinan Bapak Abdul Manan
Simatupang sebagai Bupati Asahan, dibangunlah kanal untuk menyalurkan
genangan air tawar pada musim hujan. Pada tahun yang sama dibangun jalan
sepanjang pinggiran sungai Silo yang dulunya adalah pematang/benteng sungai Silo.
Dengan selesainya kanal dan jalan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut
maka Bupati Abdul Manan Simatupang dianggap oleh masyarakat sebagai pahlawan
Silo Baru. Setelah berfungsinya kanal dan jalan tersebut maka mulailah bertambah
penduduk desa Silo Baru dari luar, karena dianggap desa tersebut sudah layak untuk
pemukiman.
Berdasarkan penuturan masyarakat, pada tahun 1981 air pasang mulai masuk
kepemukiman penduduk. Dampaknya sampai sekarang adalah masuknya air pasang
kepemukiman dan perkebunan yang sangat meresahkan masyarakat desa Silo Baru,
karena efeknya yang dialami adalah:
- Sebagai pemukiman yang terendam air pasang 2 kali sebulan;
- Tanaman kelapa dan kelapa sawit terancam mati;
- Banyak tambak yang jebol bentengnya, sehingga menjadi terlantar;
- Ada penduduk yang pindah kedesa lain.
Sebelum pemekaran, ketika masih bergabung dalam wilayah administrasi
desa Silo Bento, maka yang menjadi kepala desa antara tahun 1956 s/d 1993 adalah :
- Mariadi,
- Jairing Mangunsong,
- Yusuf (saat pemekaran).
Pada tahun 1993 terjadi pemekaran desa menjadi desa Silo Bento dan desa
Silo Baru. Pimpinan pemerintah definitif desa Silo Baru pada saat itu adalah Jairing
Mangunsong (1993 s/d 1994). Kemudian pada tahun 1994 dilakukan pemilihan
kepala desa yang dimenangkan kembali oleh Jairing Mengunsong unruk periode
1994 s/d 2000. selanjutnya melalui pemilihan kepala desa terpilih Syafruddin untuk
periode 2000 s/d sekarang).
2.2. Lokasi dan Lingkungan Alam.
Desa Silo Baru merupakan salah satu yang termasuk kedalam wilayah
Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Jarak Desa Silo baru dengan ibu kota
Kecamatan lebih kurang 5 Km. Dari ibu kota Kabupaten lebih kurang 10 Km.
sedangkan dari ibu kota Propinsi lebih kurang 186 Km.
Desa Silo Baru memiliki laut yang cukup luas dengan panjang pantai 7,2 km.
Dimana di sepanjang pinggiran pantai ditumbuhi oleh hutan mangrove atau hutan
bakau yang cukup luas dengan ketebalan 100 – 300 meter. Tetapi saat ini kondisi
hutan manggrovenya sudah mengalami kerusakan dan sudah ada dilakukan
pembenahan dari Dinas Kehutanan dengan menanam tumbuhan bakau.
Untuk mencapai Desa Silo Baru, transportasi yang dipergunakan adalah jenis
kendaraan pengangkutan pedesaan atau mopen, dan bisa juga dengan menggunakan
beca mesin dari kisaran dengan tarif ongkos untuk penganggkutan pedesaan atau
mopen sebesar Rp. 10.000. sedangkan jika menggunakan beca mesin sebesar Rp.