LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
SECARA BERKELANJUTAN
MUH. YUSUF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi ma na pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 22 Agustus 2007
MUH. YUSUF. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. Dibimbing oleh DANIEL R MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, dan FREDINAN YULIANDA.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi peruntukan wisata bahari kategori selam, wisata bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove (2) menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, sosial, dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat serta diintegrasikan dengan kesesuaian lahan (lingkungan), (3) menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.
Data sosial, ekonomi, budaya, dan kebijakan dikumpulkan secara partisipatoris dengan pendekatan PCRA dengan cara FGD melalui teknik wawancara; sedangkan data biogeofisik dikumpulkan melalui survei lapang, dilengkapi data sekunder dari penelitian yang telah ada. Metoda analisis data terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan alat SIG, analisis kesesuaian lahan (lingkungan), analisis zonasi dengan me nggunakan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial yang diintegrasikan dengan hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan), dan usulan masyarakat. Selanjutnya, dilakukan analisis kebijakan dengan pendekatan A’WOT yaitu integrasi antara AHP dan SWOT.
Hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan) bagi peruntukan wisata bahari, wisata pantai, budidaya ikan kerapu, dan budidaya rumput laut, memperlihatkan bahwa ternyata kelas S2 memiliki luasan kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S1 dan N. Sedangkan kesesuaian lokasi bagi peruntukan budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove, ternyata kelas N memiliki luasan kesesuaian yang terbesar. Sedangkan hasil overlay berbagai kesesuaian lahan menunjukkan bahwa pulau-pulau yang berukuran besar seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk ternyata sesuai untuk semua penggunaan di atas, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya penggunaan yang sesuai sebagian besar adalah untuk wisata selam, wisata snoirkling, dan budidaya rumput laut. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi ke dalam 4 zona, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi. Zona inti memiliki 4 pulau/lokasi dengan luas wilayah sebesar 943,50 ha (18,99 %), zona perikanan berkelanjutan memiliki lokasi 5 lokasi dengan luas sebesar 865,46 ha (17,42 %), zona pemanfaatan memiliki 6lokasi dengan luas wilayah sebesar 971,17 ha (19,54%), dan zona rehabilitasi mempunyai lokasi terbanyak yaitu 11 lokasi dan luasan terbesar yaitu 2.188,98 ha (44,05 %). Hasil analisis kebijakan terhadap komponen SWOT menunjukkan bahwa komponen S (kekuatan) menempati prioritas pertama, kemudian diikuti komponen T (ancaman), O (peluang) dan W (kelemahan) sebagai prioritas ke dua, ke tiga, dan ke empat. Berdasarkan analisis prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Karimunjawa diperoleh 3 strategi kebijakan yang menempati prioritas tinggi yaitu : (1) pengelolaan Karimunjawa melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai prioritas pertama atau utama, (2) pengelolaan Karimunjawa melalui penetapan zonasi sebagai prioritas ke dua, dan (3) pengelolaan Karimunjawa yang dilakukan melalui keterpaduan, pelibatan para stakeholders, dan kerjasama dengan lembaga internasional sebagai prioritas ke tiga.
MUH. YUSUF. Policy of Sustainable Management of Marine and Coastal Resources of Karimunjawa National Park. Under Academic Supervision of DANIEL R. MONINTJA, SUGENG BUDIHARSONO, and FREDINAN YULIANDA.
This research aimed at : (1) determining the suitability of the land (environment) of the Karimunjawa National Park zonation for marine tourism on diving category, snorkling category, recreation category, grouper conservation, sea cucumber conservation and mangrove forest conservation, (2) arranging the new zonation alternative (rezonation) of Karimunjawa National P:ark zonation based on ecology, economy, social, as well as by involving an active participation of the Karimunjazwa society and those are integrated inrto the the suitability of the land (environment), (3) determining the stategic priority for the policy of Karimunjawa National Park management.
Data on social, economy, policy and cultural aspects were collected participatively with PCRA approach and FGD through interviewing technique. On the other hand, biogeophysical data were collected by field survey, complemented with secondary data from existing previous researches. Method of data analysis comprises spatial analysis using GIS, analysis of land (environment) suitability, zonation analysis using ecological, economic, and social criteria, integrated with land (environment) suitability, community proposal and present land uses. Afterwards, policy analysis was conducted using A’WOT approach which was integration between AHP and SWOT.
Analysis results of the location suitability for marine tourism, coastal tourism, grouper fish culture, and seaweed culture, showed that S2 class, occupied the largest area, as compared with those of classes S1 and N. On the other hand, in the analysis of location suitability for sea cucumber culture, and mangrove forest conservation, it appeared that class N possessed the largest area size. On the other hand, the overlay result of many suitabilities of the land showed that the large size islands as Karimunjawa island, Kemujan island, Parang island and Nyamuk island are suitable for all above, whereas other majority small island are suitable for diving tourism, snorkling tourism and seeaweeds conservation. Analysis result for zonation determination revealed that zonation was divided into 4 zones, namely Core Zone, Sustainable Fishery Zone, Utilization Zone and Rehabilitation Zone. Core Zone possessed 4 islands/locations with 943,50 ha (18,99 %) area size. Sustainable Fishery Zone possessd 5 locations with 865,46 ha (17,42 %) area size, Utilization Zone possessed 6 locations with 971,17 ha (19,54 %), and Rehabilitation Zone possessed the greatest number of locations with 11 locations and the largest width of 2.188,98 ha (44,05 %).Results of policy analysis on SWOT components showed that component S (strength) occupied the first priority, followed by component T (threat), O (opportunity), and W (weakness), as the second, third and fourth priority respectively. Based on priority analysis on alternatives (strategy) of Karimunjawa management policy, 3 policy strategies were obtained, which occupied high priority, namely : (1) Karimunjawa management through enhancement of community awareness and participation as first or main priority, (2) Karimunjawa management thorough zonation establishment as second priority, and (3) Karimunjawa management through integration, stakeholders involvement, and cooperation with international institution as third priority.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB
LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
SECARA BERKELANJUTAN
MUH. YUSUF
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji luar komisi pada Ujian Tertutup :
1. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc 2. Dr. Ir. Budi Wiryawan, M.Sc
Penguji luar komisi pada Ujian Terbuka :
1. Prof. Dr. Ir. Johannes Hutabarat, M.Sc
Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan.
Nama : Muh. Yusuf
NIM : P. 31600030
Disetujui, Komisi Pembimbing ,
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Ketua
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Dr. Ir. Sugeng Budiharsono
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Departemen
Managemen Sumberdaya Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah dengan tema “Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan” ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Sugeng Budiharsono, dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, MSc sebagai anggota komisi pembimbing, atas bimb ingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan Universitas Diponegoro dan Pimpinan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atas waktu yang diberikan kepada penulis untuk berkesempatan melaksanakan tugas belajar jenjang S3 di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pimpinan BPPS DIKTI yang telah mensponsori saya untuk memberikan beasiswa, dan tidak ketinggalan pula rekan-rekan program studi SPL serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang dalam juga penulis sampaikan kepada istri saya tercinta Kismartini dan anak tunggal saya yang tersayang Irfan atas semua dukungan moril dan materiil, serta pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya yang diberikan kepada saya terutama selama waktu saya menjalankan tugas belajar ini.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran, dan masukan terutama dari para penguji dan pembimbing sangat saya harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terutama bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa ke depan secara berkelanjutan.
Bogor, Agustus 2007
Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 13 Nopember
1958 dari pasangan ayah H. Mansyur (alm) dan ibu Fatimah (alm). Pendidikan
Sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan UNDIP, lulus tahun 1985. Selanjutnya,
pada tahun 1990, penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB, lulus pada bulan Pebruari 1994.
Kesempatan untuk melanjutkan studi S3 penulis dapatkan pada tahun 2001 pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada perguruan
tinggi yang sama hingga kini.
Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Perika nan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang, sejak
1987 hingga kini, dengan jabatan fungsional terakhir adalah Lektor Kepala,
Golongan IV A.
Selama studi program S3, penulis juga telah mengikuti berbagai kegiatan
seminar dan pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir
dan lautan khususnya di dalam negeri. Studi banding juga pernah penulis lakukan
ke Pukyong National University, Korea Selatan pada tahun 1996 dan 1997
khususnya dalam menjalin kerjasama untuk penjajakan studi lanjut program S2
dan S3 bidang perikanan, kelautan dan teknik lingkungan. Sekitar tahun 1996
penulis juga berkesempatan untuk melihat langsung teknologi pembenihan
udang windu (Penaeus monodon Fab.) di Wilayah Ilo-ilo, Philipina. Sebuah
artikel sebagai bagian dari disertasi ini rencananya akan diterbitkan pada edisi Juli
atau Desember tahun 2007 dalam Jurnal Ilmu Kelautan Undip dengan judul
Sistem Zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Ekologi dan
xi Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Kerangka Pemikiran ... 8
1.5.1 Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan ... 8
1.5.2 Penerapan kerangka pikir dalam penelitian ... ... 10
1.6 Kebaharuan (Novelty) ... 11
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Definisi, Batasan, Karakteristik, Fungsi Pulau Kecil ... 13
2.1.1 Definisi dan batasan pulau kecil ... 13
2.1.2 Karakteristik biofisik pulau kecil ... 14
2.1.3 Peran dan fungsi ekosistem dan sumberdaya pulau ... 14
2.2 Potensi Sumberdaya dan Jasa Lingkungan Pulau Kecil ... 15
2.2.1 Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil ... 15
2.2.2 Jasa-jasa lingkungan ... 19
2.3 Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya ... 19
2.3.1 Definisi kawasan konservasi laut ... 19
2.3.2 Tipe kawasan konservasi ... 20
2.3.3 Fungsi kawasan konservasi ... 24
2.3.4 Sasaran dan tujuan penetapan kawasan konservasi ... 25
2.3.5 Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi .. 27
2.4 Permasalahan Kawasan Konservasi Laut ... 32
2.5 Kebijakan Konservasi Laut Di Indonesia ... 33
2.6 Analisis Kebijakan ... 40
2.7 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ... 42
xii
2.8.3 Proses penataan ruang (zonasi) ... 49
2.9 Teknologi Sistem Informa si Geografis (SIG) ... 51
2.9.1 Pengertian ... 51
2.9.2 Fungsi dan kegunaan SIG ... 52
3 METODOLOGI PENELITIAN ... 53
3.1 Lokasi dan waktu Penelitian ... 53
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 53
3.3 Tahapan Penelitian ... 53
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 55
3.4.1 Data primer ... 55
3.4.2 Data sekunder ... 58
3.4.3 Metode pemilihan responden ... 60
3.5 Analisis Data ... 62
3.5.1 Analisis kondisi ekologis ... 62
3.5.2 Analisis sosial, ekonomi dan budaya ... 76
3.5.3 Analisis Zonasi ... 76
3.5.4 Analisis kebijakan pengelolaan ta man nasional ... 86
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 91
4.1 Keadaan Umum Kepulauan Karimunjawa ... 91
4.1.1 Letak geografis dan luas wilayah ... 91
4.1.2 Iklim ... 93
4.1.3 Hidrologi ... 94
4.1.4 Potensi sumberdaya alam ... 94
4.2 Analisis Biogeofisik ... 96
4.2.1 Penggunaan lahan dan tutupan wilayah ... 96
4.2.2 Keadaan geomorfologi dan geologi ... 104
4.2.3 Hidro oseanografi ... 109
4.2.4 Kualitas perairan laut ... 116
4.2.5 Potensi sumberdaya hayati laut ... 120
4.3 Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya ... 145
4.3.1 Demografi dan tingkat pendidikan ... 145
xiv Halaman
1. Ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-Undang No 5 tahun
1990 ... 22
2. Klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung ... 22
3. Klasifikasi Kawasan Konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129 Tahun 1996 ... 23
4. Klasifikasi kawasan konservasi menurut Badan Konservasi Dunia IUCN ... 23
5. Jenis, sumber dan metode analisis data ... 59
6. Profesi dan jumlah responden yang diambil dari masing-masing desa .. 61
7. Kriteria baku kerusakan terumbu karang menurut Kep. Men. LH No.04 tahun 2001 ... 62
8. Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori selam ... 66
9. Kriteria kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori snorkling ... 67
10.Kriteria kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi ... 68
11.Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut ... 70
12.Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA ... 71
13.Kriteria kesesuaian lokasi untuk konservasi hutan bakau ... 72
14.Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya teripang ... 73
15.Pembobotan tiap unsur SWOT ... 87
16.Matriks SWOT ... 87
17.Ranking alternatif kebijakan ... 88
18.Skala angka Saaty ... 89
19.Luas Masing-masing pulau di kawasan Taman Nasional Karimunjawa 92 20.Luas penutupan wilayah daratan di Kepulauan Karimunjawa ... 98
21.Luas penutupan substrat dasar wilayah perairan di Kepulauan Karimunjawa ... 102
22.Hasil pengamatan kualitas perairan laut di Kepulauan Karimunjawa .... 117
xv
26.Potensi sumberdaya ikan-ikan karang di Kepulauan Karimunjawa ... 132
27.Spesies lamun yang ditemuka n di Kepulauan Karimunjawa ... 135
28.Potensi sumberdaya lamun di Kepulauan Karimunjawa ... 137
29.Jenis-jenis rumput laut (seaweeds) yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, (Balitbang, 2004) ... 139
30.Jenis mangrove yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa ... 142
31.Nilai Penting (NP = %) mangrove pada tingkat pohon dan anakan ... 144
32.Data kependudukan Kecamatan Karimunjawa ... 145
33.Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Karimunjawa ... 146
34.Kelompok nelayan penangkap ikan dan pembudidaya rumput laut di Kecamatan Karimunjawa ... 147
35.Inventarisasi sarana prasarana infrastruktur kegiatan perikanan ... 149
36.Produksi ikan yang tertangkap di perairan Karimunjawa Kabupaten Jepara ... 150
37.Jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa ... 151
38.Jumlah penduduk Kepulauan Karimunjawa ... 153
39.Komposisi dan ketergantungan penduduk Kepulauan Karimunjawa .... 153
40.Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Karimunjawa ... 154
41.Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa ... 155
42.Pendapatan per kapita rata-rata penduduk di Kepulauan Karimunjawa 156
43.Luas area kesesuaian lokasi aktual ekowisata bahari kategori selam di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 158
44.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 161
45.Luas area kesesuaian lokasi aktual wisata pantai kategori rekreasi (wilayah perairan) di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 164
xvi 49.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang di
kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 175
50.Luas area kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove
di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 178
51.Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk
klasifikasi kelas S1 di Taman Nasional Karimunjawa ... 182
52.Luasan Overlay dari berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual untuk
klasifikasi kelas S2 di Taman Nasional Karimunjawa ... 183
53.Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori selam di
kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 184
54.Kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori snorkling di
kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 186
55.Luasan area kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori
selam ... 188
56.Luasan kesesuaian lahan potensial ekowisata bahari kategori
snorkling ... 190
57.Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk
klasifikasi kelas S1 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 193
58.Luasan overlay dari berbagai kesesuaian lahan potensial untuk
klasifikasi kelas S2 di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 194
59.Analisis Penentuan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ... 196
60.Hasil akhir analisis penentuan zonasi kawasan Taman Nasional
Karimunjawa ... 199
61.Perbandingan antara zonasi hasil penelitian dan zonasi Ketetapan
Menteri Kehutanan (Dirjen PHKA) tahun 2005 ... 203
62.Luasan masing-masing zona di Taman Nasional Karimunjawa ... 208
63.Faktor SWOT dalam penyusunan alternatif strategi pengelolaan
Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ... 212
64.Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
xvii 66.Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
xviii Halaman
1 Kerangka pikir penelitian kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 12
2 Proses penyusunan tata ruang wilayah pulau-pulau kecil ... 36
3 Tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan ... 43 4 Peta lokasi penelitian di kawasan Taman Nasional Karimunjawa,
Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah... 54
5 Proses penyusunan peta kesesuaian kawasan untuk Zona Pemanfaatan
di Taman Nasional Karimunjawa ... 75
6 Proses penyusunan zonasi di Taman Nasional Karimunjawa ... 78 7 Hirarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan kawasan Taman
Nasional Karimunjawa dengan Metoda A’WOT ... ... 90
8 Penggunaan lahan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 99
9 Tutupan substrat dasar perairan di daerah penelitian, kawasan Taman
Nasional Karimujawa ... 103
10 Tingkat kelerengan tanah (%) di kawasan Taman Nasional
Karimunjawa ... 105
11 Geologi jenis tanah di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 107
12 Peta arus musim barat (Desember - Maret) Kepulauan Karimunjawa ... 111 13 Peta arus pancaroba I (April - Juni) Kepulauan Karimunjawa ... 112
14 Peta arus musim timur (Juni - Agustus) Kepulauan Karimunjawa ... 113
15 Peta arus pancaroba II (September - Nopember) Kepulauan
Karimunjawa ... 114
16 Peta kontur kedalaman perairan di kawasan Taman Nasional
Karimunjawa ... 115
17 Jumlah genus dan keanekaragaman genus (H’) karang hidup yang
ditemukan di Kepulauan Karimunjawa ... 125
18 Persentase cover (persentase tutupan) karang hidup yang ditemukan
di Kepulauan Karimunjawa ... 125
19 Peta sebaran lokasi dan kondisi karang hidup di kawasan Taman
Nasional Karimunjawa ... 126
20 Histogram jumlah jenis ikan karang yang ditemukan di Kepulauan
xix 22 Peta sebaran lokasi dan potensi ikan karang di Taman Nasional
Karimunjawa ... 130
23 Sebaran Khlorofil a (mg m-3) di Taman Nasional Karimunjawa ... 134
24 Peta sebaran lokasi padang lamun dan rumput laut di Taman Nasional Karimunjawa ... 140
25 Peta sebaran lokasi vegetasi mangrove di Taman Nasional Karimunjawa ... 143
26 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 160
27 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 163
28 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk wisata pantai kategori rekreasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 168
29 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya kerapu dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ... 171
30 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya rumput laut ... 174
31 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk budidaya teripang ... 177
32 Peta kesesuaian lokasi aktual untuk konservasi hutan mangrove ... 180
33 Peta overlay berbagai kesesuaian lahan (lokasi) aktual di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 181
34 Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata selam di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 189
35 Peta kesesuaian lahan potensial untuk ekowisata bahari kategori snorkling di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 191
36 Peta overlay berbagai kesesuaian lahan potensial di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 192
37 Peta kawasan dan hasil penentuan zonasi di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 200
38 Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (SK Dirjen PHKA No.79/IV/Set-3/2005) ... 205
xx 41 Peta arahan perlindungan sumberdaya hayati laut Taman Nasional
Karimunjawa ... 226
42 Peta arahan rehabilitasi hutan mangrove dan lamun Taman Nasional
xxi Halaman
1 Jenis-jenis ikan karang yang teridentifikasi di perairan kepulauan
Karimunjawa ... 238
2 Kondisi geologi, biologi, fisika, dan kimia lingkungan Taman
Nasional Karimunjawa ... 251
3 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
untuk komponen SWOT ... 261
4 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
untuk penentuan faktor-faktor S dalam SWOT ... 261
5 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
untuk penentuan faktor-faktor W dalam SWOT ... 261
6 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
untuk penentuan faktor-faktor O dalam SWOT... 261
7 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
untuk penentuan faktor-faktor T dalam SWOT ... 262
8 Hasil analisis A’WOT dari masing-masing responden (key person)
untuk penentuan Prioritas Strategi Kebijakan... 262
9 Hasil penilaian pembobotan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial
dalam penentuan zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa dari
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari
17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia
setelah Canada, Amerika, dan Rusia), (World Resources Institute, 2001), serta
wilayah laut teritorial seluas 5,1 juta km2 (63 % dari total wilayah teritorial Indonesia), ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2,
sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan
yang sangat besar dan beranekaragam. Berdasarkan data dari Departemen Dalam
Negeri (2004), jumlah pulau di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebanyak
17.504 buah, 7.870 buah diantaranya telah mempunyai nama dan sisanya 9.634
belum memiliki nama. Dari sekian ribu pulau tersebut, sebagian besar merupakan
pulau-pulau berukuran kecil yang jumlahnya lebih dari 10.000 buah (Dishidros,
1997 yang diacu dalam Ello dan Subandi, 1998).
Dalam pembangunan berkelanjutan, keberadaan pulau-pulau kecil sangat
strategis sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru dalam mengatasi krisis
ekonomi yang menimpa Indonesia saat kini. Di samping memiliki jumlah yang
banyak, pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam
daratan (terestrial) yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki potensi
sumberdaya kelautan yang cukup besar, dimana potesi perikanan di pulau-pulau
kecil didukung oleh adanya beragam ekosistem seperti terumbu karang (coral
reefs), padang lamun (seagrass) dan vegetasi bakau (mangrove). Pulau-pulau
kecil juga memiliki banyak tempat-tempat yang indah dan nyaman untuk wisata
seperti pantai berpasir putih, dan terumbu karang. Selain itu terdapat pula jasa-jasa
lingkungan laut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan transportasi laut.
Sumberdaya kelautan tersebut kesemuanya merupakan potensi yang memiliki
nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan daerah.
Salah satu contoh gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki tipe-tipe
ekosistem dan sumberdaya sebagaimana tersebut di atas adalah Kepulauan
Karimunjawa. Secara administratif Kepulauan Karimunjawa berada di wilayah
Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau tercakup ke dalam 3 desa
yaitu desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang. Data statistik menunjukkan, dari
ke tiga desa ini jumlah penduduk kepulauan Karimunjawa sebanyak 8.842 orang.
Jumlah penduduk sebesar ini, sebagian besar bermata pencaharian sebagai
nelayan dan petani/pembudidaya laut sebanyak 2.883 orang (42,90 %), buruh dan
penggali 294 orang (3,33 %), pedagang dan konstruksi 319 orang (3,61 %), PNS
dan ABRI 242 orang (2,75 %), sisanya bekerja di angkutan dan jasa lainnya (BPS
Kabupaten Jepara, 2005).
Potensi sumberdaya Kepulauan Karimunjawa adalah: keanekaragaman
jenis biota laut seperti biota karang (90 jenis), ikan karang (242 jenis), beberapa
jenis udang dan lobster, penyu (2 jenis), rumput laut (10 genus), padang lamun
(10 genus), vegetasi mangrove (11 jenis), dan berbagai biota laut lainnya serta
didukung oleh kondisi airnya yang jernih, dikelilingi pulau-pulau besar dan kecil
memberikan nilai tersendiri bagi keindahan alam Karimunjawa yang mempesona
(Martoyo, 1998).
Menurut laporan BPS Jawa Tenga h (2000), penghasilan utama di
Kepulauan Karimunjawa adalah ikan laut terutama jenis tongkol dan berbagai
jenis ikan karang seperti kakap, kerapu sunuk, napoleon dan lobster yang
dihasilkan melalui pengoperasian 1.092 unit, dari berbagai unit alat tangkap
dengan jumlah armada mencapai 304 buah.
Upaya untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya tersebut di atas,
Pemerintah melalui Departemen Kehutanan pada tahun 1988 melakukan
kebijakan dengan menetapkan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional
Laut yang dituangkan ke dalam SK. Menteri Kehutanan. No. 161/Menhut-II/1988.
Sebagai Taman Nasional, maka bentuk pengelolaannya (pengaturan ruang)
didasarkan pada sistem Zonasi, hal ini sesuai dengan UU. No. 5 tahun 1990.
Sedangkan peraturan perundangan yang terbaru menggunakan UU. No. 31 tahun
2004 tentang Perikanan, yang di dalamnya juga mengatur pengelolaan kawasan
konservasi ekosistem.
Sejak ditetapkannya Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional tahun 1988 hingga kini bentuk pengelolaannya yang berupa sistem zonasi masih
Karimunjawa yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah tahun 1988, dan hingga kini masih belum mengalami revisi. Penetapan zonasi
yang telah diberlakukan selama kurang lebih 18 tahun yang lalu ternyata hingga
kini masih menyisakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kondisi biofisik
sumberdaya dan ekosistem yang tidak semakin membaik, dan berbagai kerusakan masih saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penetapan Kepulauan
Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut (marine protected area) hingga kini
masih belum bisa sepenuhnya memenuhi fungsi dan tujuan yang diharapkan
sebagai suatu kawasan konservasi.
Sebetulnya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerinta h Daerah Kabupaten Jepara saat ini telah mengarah kepada pengelolaan Kepulauan
Karimunjawa yang berkelanjutan, seperti yang tertuang dalam APBD tahun 2006
mencantumkan bahwa beberapa hal yang menjadi fokus perhatian adalah penataan
zonasi, konservasi alam, pengembangan wisata bahari dan budidaya laut,
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Demikian pula kebijakan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yakni Kepulauan
Karimunjawa dijadikan sebagai salah satu andalan atau sektor utama untuk
pembangunan Jawa Tengah lima tahun ke depan (2003-2008) sebagai salah satu
daerah tujuan untuk pengembangan wisata bahari yang mampu meningkatkan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat setempat di satu sisi, dan dapat
memelihara kelestarian lingkungan (ekosistem) di sisi lain, sebagaimana yang
tertuang dalam Peraturan daerah No.11 tahun 2003 tentang Rencana Strategis
Daerah Jawa Tengah tahun 2003-2008. Namun implementasi keterpaduan
pengelolaan dalam hal ini pengaturan terpadu pemanfaatan sumberdaya kawasan, dan bagaimana pengaturan/penetapan jenis-jenis kegiatan untuk berbagai
kepentingan pemanfatan belum terlihat formulasinya. Di samping itu, penentuan
prioritas dari beberapa alternatif (strategi) kebijakan yang mengakomodasi dari
berbagai sektor kepentingan juga belum ditentukan.
Implementasi kebijakan dalam pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang
sedang berjalan saat ini terlihat masih bersifat sektoral, belum adanya keterpaduan
sektor, belum mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders, dan belum
terlihat dilibatkannya masyarakat secara penuh yang dapat mewakili semua unsur
lapisan masyarakat yang ada baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagai contoh, sejauh pengamatan peneliti di lapang masih belum
perwakilan masing-masing desa, dan para stakeholders lain dalam proses penyusunan zonasi baru, dan belum terpadunya program kegiatan antar sektor
pelaku pembangunan (instansi/dinas terkait) dalam satu paket kegiatan dan
pengelolaan terpadu, hal ini bisa terlihat karena dalam kenyataannya
masing-masing sektor membuat program kegiatan sendiri-sendiri, belum terlihat keterpaduan program kegiatan secara sinergis baik di lingkup Pemerintahan
Kabupaten dengan Pemerintah Propinsi maupun dengan Pemerintah Pusat
(Departemen Kelautan dan Perikanan), sehingga berimplikasi timb ulnya berbagai
masalah yang berkaitan dengan konflik pemanfatan dan kerusakan sumberdaya
dan ekosistem seperti yang terjadi sekarang ini.
Indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya kawasan Taman Nasional
Karimunjawa secara kuantitatif sangat jelas terlihat, dan dari tahun ke tahun
kondisinya sangat mengkhawatirkan. Data kerusakan atas ekosistem dan
sumberdaya dapat ditunjukkan dalam laporan hasil penelitian di bawah ini.
Laporan Propinsi Daerah Tk. I Jawa Tengah (1988), dan laporan hasil
penelitian Supriharyono, et al., (1992; 1999) yang menyebutkan adanya
perubahan persentase karang hidup dari tahun 1988, 1992 dan 1999 di beberapa
pulau yaitu pulau Menjangan Besar (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 33 %
dan 32,5 %; pulau Menjangan Kecil (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 37 % dan 35,7 %; dan pulau Cemara Kecil (zona perlindungan) dari 55 % menjadi 56 %
dan 43,9 %. Menurut Manoppo (2002), persentase penutupan karang hidup
mengalami perubahan dari tahun 1997, 1999 dan 2000 di pulau Menjangan Kecil
berturut-turut dari 39,42 % menjadi 37,80 % dan 37,66 %; pulau Cemara Kecil
dari 62,02 % menjadi 63,09 % dan 63,12 %. Sedangkan menurut laporan penelitian Balitbang tahun 2003, bahwa persentase tutupan karang hidup di
beberapa pulau adalah relatif kecil, seperti di P. Menjangan Besar sebesar 27 %,
P. Cemara Kecil sebesar 30 %, dan P. Menjangan Kecil sebesar 35 %.
Penutupan vegetasi mangrove juga mengalami perubahan yang menyusut dari tahun 1997 ke tahun 1999 yaitu 587,88 ha menjadi 576,81 ha, dan
penambahan luasan areal tambak dari 11,61 ha (1997) menjadi 23,40 ha (1999).
Produksi ikan yang tertangkap di Kepulauan Karimunjawa juga mengalami
penurunan dari tahun 2000 sebesar 56.292 kg menjadi 48.659 kg (BPS Jawa
Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan tersebut, kiranya untuk
mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terjadi dan sebagai
acuan untuk memandu rencana pengelolaan jangka panjang ke depan, sudah
saatnya segera dilakukan penentuan zonasi baru atau melakukan zonasi ulang.
Zonasi yang akan ditentukan dalam penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan yakni menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi
dan sosial. Selanjutnya, mengintegrasikan hasil penentuan zonasi tersebut dengan
aspirasi/usulan masyarakat dan kesesuaian lahan (lokasi) serta pemanfaatan lahan/
perairan saat ini (present landuse), dan selanjutnya diperoleh penentuan akhir
zonasi. Kemudian, sebagai arahan pengelolaan jangka panjang ke depan,
dilakukan analisis kebijakan untuk menentukan alternati f (strategi) kebijakan
mana yang perlu diprioritaskan untuk dilaksanakan terutama bagi penentu
kebijakan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa
secara berkelanjutan.
Hingga saat ini penentuan zonasi untuk kawasan konservasi dengan
pendekatan seperti dalam penelitian ini belum ada. Umumnya, penentuan zonasi
hanya dilakukan berdasarkan atas kriteria ekologi atau ekologi dan sosial.
Penelitian yang dilakukan Suryanto (2000) di Kepulauan Karimunjawa bahwa
dalam penentuan zonasi didasarkan atas pendekatan Indeks Kepekaan Lingkungan
(IKL) yang menekankan pada nilai-nilai ekologis atau ekosistem; sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Soselisa (2006) di gugusan pulau-pulau Padaido
(Kabupaten Biak) bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas kriteria ekologi,
ekonomi dan sosial, tapi tidak mengintegrasikannya dengan aspirasi masyarakat
dan kesesuaian lahan (lingkungan). Oleh karena itu, diharapkan dari penelitian ini
akan diperoleh suatu hasil yang lebih komprehensif dan dapat diaplikasikan ke
lapangan, yaitu di satu sisi hasil penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
masyarakat, di sisi lain kelestarian ekosistem dan sumberdaya yang ada dapat
terpelihara kelestariannya.
1.2 Perumusan Masalah
Pengembangan Kepulauan Karimunjawa ya ng saat ini sedang digalakkan
kepentingan yang ingin memanfaatkan sumberdaya dan ruang di dalam kawasan
Taman Nasional Karimunjawa oleh berbagai individu, kelompok masyarakat, dan
pengguna lainnya.
Akibat pertambahan penduduk, perluasan permukiman, perkembangan
kegiatan perikanan, perkembangan wisata bahari, dan semakin meningkatnya
kegiatan transportasi laut, maka kawasan Taman Nasional Karimunjawa mendapat
tekanan ekologi yang berat akibat eksploitasi sumberdaya yang terus menerus dari para pengguna (users) untuk beragam kepentingan dan penggunaan. Akibatnya,
terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) dalam penggunaan ruang dan
sumberdaya, terutama konflik yang terjadi antara Balai Taman Nasional
Karimunjawa sebagai pengelola dengan masyarakat nelayan dan pembudidaya yang melakukan aktifitasnya dalam kegiatan penangkapan ikan dan budidaya laut,
serta benturan kepentingan antara kepemilikan pulau secara pribadi oleh beberapa
orang investor/pengusaha dengan Balai Taman Nasional terutama peruntukan
suatu pulau untuk pendirian cottage/resort dan kegiatan wisata lainnya,
bersamaan dengan program pengembangan wisata bahari yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah. Hal tersebut, secara nyata telah berakibat terhadap
meningkatnya degradasi ekosistem dan sumberdaya di Kepulauan Karimunjawa. Beragamnya penggunaan oleh para stakeholders tersebut, mengharuskan
bahwa dalam pengaturan ruang (zonasi) dan pengelolaannya harus dilakukan
secara komprehensif yaitu pengelolaan yang tidak hanya mempertimbangkan
aspek ekologi tapi juga aspek ekonomi, sosial dan budaya. Penerapan aspek-aspek
tersebut sejalan dengan prinsip atau kaidah pembangunan berkelanjutan yaitu
menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial sebagai pilar utamanya,
sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam penentuan zonasi.
Sebagai kawasan konservasi, penentuan batas-batas zonasi Taman
Nasional Karimunjawa hingga kini masih mengacu pada zonasi yang diusulkan
pada tahun 1990 dan belum pernah mengalami revisi. Berdasarkan atas dinamika
sosial ekonomi masyarakat seperti pertambahan penduduk, perluasan
permukiman, meningkatnya kegiatan perikanan laut, berkembangnya kegiatan
wisata, transportasi laut, dan atas dasar kondisi ekosistem dan sumberdaya seperti
laju kerusakan terumbu karang, hutan mangrove, potensi perikanan, maka zonasi
didasarkan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, dapat mengakomodasi
aspirasi masyarakat setempat serta perlunya mempertimbangkan kesesuaian lahan
(daya dukung) sebagai arahan dalam alokasi pemanfaatan lahan/perairan.
Dalam penetapan zonasi ulang (rezonasi), masyarakat perlu dilibatkan
dalam proses perencanaan pengelolaan dan pelaksanaannya, karena tidak
dilibatkannya masyarakat atau stakeholders terutama dalam penentuan zonasi dan
proses perencanaan awal dapat berimplikasi terhadap tidak efektifnya dalam
mencapai sasaran dan tujuan suatu pengelolaan (keseimbangan antara kebutuhan
pembangunan dan konservasi). Menurut Post dan Lundin (1996) dan UNEP
(1999), keterlibatan masyarakat atau stakeholders pada setiap tahapan yang
mungkin di dalam pengembangan dari suatu rencana zonasi pesisir dan laut adalah
sangat penting dalam pengakuan dan keberhasilan implementasinya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ada dapat
dirumuskan sebagai berikut:
(1) Penentuan zonasi yang berjalan selama ini sudah tidak efektif lagi dalam
mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan kawasan konservasi Taman
Nasional Karimunjawa. Hal ini terlihat dari indikasi kerusakan ekosistem dan
sumberdaya.
(2) Strategi kebijakan pengelolaan yang sedang berjalan belum mengakomodasi
kepentingan para stakeholders termasuk aspirasi masyarakat lokal. Hal ini
terlihat dari masih terjadinya konflik pemanfaatan dan belum adanya
penentuan prioritas pengelolaan.
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyediakan alternatif
kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa secara lebih
komprehensif, yaitu pengelolaan yang dapat mengakomodasi berbagai
kepentingan stakeholders khususnya kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan
konservasi, perikanan, dan wisata didasarkan atas prinsip keberlanjutan.
Untuk dapat mencapai tujuan umum tersebut, ditetapkan tujuan khusus yaitu :
(1) Menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional
bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan
kerapu, budidaya rump ut laut, budidaya teripang, konservasi hutan mangrove.
(2) Menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional
Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan mempertimbangkan kesesuaian
lahan (lingkungan).
(3) Menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional
Karimunjawa.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi
pengambil keputusan terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Jepara dan
pihak pengelola Taman Nasional (Balai Taman Nasional Karimunjawa Jepara)
dalam menentukan pengembangan kawasan kepulauan Karimunjawa sebagai
kawasan konservasi, khususnya dalam penataan ruang (penetapan zonasi) dan
penentuan prioritas strategi pengelolaan. Manfaat lain adalah sebagai arahan bagi
para penentu/pengambil kebijakan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan
dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya teruta ma
dalam usaha di bidang perikanan tangkap, budidaya laut dan wisata laut di
Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan.
1.5 Kerangka Pemikiran
1.5.1 Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan
Pembentukan Taman Nasional Laut Karimunjawa dituangkan ke dalam
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.161/Men.hut-II/1988 yang bertujuan
untuk melestarikan sumberdaya dan ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsi:
(1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman
hayati dan ekosistemnya; (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya dan
ekosistemnya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekkreasi. Keputusan ini sejalan dengan UU. No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Taman Nasional sebagaimana disebutkan di atas pada hakekatnya merupakan salah satu cara pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang
berkelanjutan. Pengelolaan yang berkelanjutan ini harus memenuhi berbagai
persyaratan agar manfaat dan fungsi dari pengelolaan tersebut dapat diperoleh
secara optimal tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungannya. Oleh karena itu, prinsip-prinsip pengelolaan atau pembangunan berkelanjutan harus juga
dipahami di dalam membentuk/mengelola suatu kawasan taman nasional laut
(kawasan konservasi).
Konsepsi pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk meme nuhi kebutuhan mereka sendiri”. Konsep di atas
mengandung maksud bahwa kegiatan pembangunan (ekonomi) bisa terlanjutkan
asalkan dimensi lingkungan atau keutuhan fungsi lingkungan dipertimbangkan.
Menurut Serageldin (1996) yang diacu dalam Bengen (2003)
pembangunan yang berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu pilar ekonomi,
ekologi dan sosial. Pilar ekonomi, menekankan pada perolehan pendapatan
(kesejahteraan masyarakat) yang berbasis penggunaan sumberdaya yang efisien.
Pilar ekologi, menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati
yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia; dan Pilar
sosial, menekankan pada pemeliharaan (terjaganya) kestabilan sistem sosial
budaya yang berlaku di dalam masyarakat termasuk penghindaran konflik
keadilan baik antar generasi maupun dalam suatu generasi.
Menurut Salm dan Clark (1982), pemilihan Marine Protected Area
bergantung pada tujuan pembentukannya, yaitu: (1) tujuan sosial, pengembangannya untuk rekreasi, pendidikan dan penelitian serta adanya
peninggalan sejarah dan situs budaya. Kriterianya akan ditekankan pada faktor
keselamatan; (2) tujuan ekonomi, perhatian utama pada perlindungan wilayah
pesisir, pemeliharaan perikanan atau pengembangan wisata dan industri yang sesuai. Kriteria akan ditekankan pada intensitas eksploitasi sumberdaya, ada
potensi nilai ekonomi dari sumberdaya serta tingkat ancaman terhadap
sumberdaya yang ada; dan (3) tujuan ekologi, seperti pemeliharaan keragaman
genetik, proses ekologis, pemulihan kembali spesies. Kriteria akan ditekankan
Keterpaduan ke tiga aspek pengelolaan sumberdaya kawasan perlindungan
dicerminkan oleh keseimbangan antara masing-masing aspek (aspek ekologi,
ekonomi, sosial) sebagai tolok ukur dalam pembangunan yang berkelanjutan.
1.5.2 Penerapan kerangka pikir dalam penelitian
Kawasan Taman Nasional Karimunjawa memiliki potensi sumberdaya laut
yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan, baik
sumberdaya perikanan seperti berbagai jenis ikan, udang, karang, maupun
keanekaragaman ekositem seperti terumbu karang, padang lamun, hutan
mangrove yang terdapat di dalamnya. Seiring dengan berkembangnya
pembangunan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat Karimunjawa terhadap
potensi sumberdaya yang ada, saat ini kawasan Taman Nasional Karimunjawa
mengalami konflik atau benturan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya
dan ruang disebabkan oleh berbagai kegiatan pemanfaatan di satu sisi, dan
kendala pengelolaan sumberdaya di sisi lain.
Konflik kepentingan yang timb ul, disebabkan oleh berbagai pemanfaatan
yang saling berbenturan antara kegiatan untuk kepentingan pelestarian, ekowisata,
perikanan tangkap, dan perikanan budidaya karena belum adanya penataan ruang
dalam penentuan kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan). Sementara, kendala
pengelolaan yang berupa kondisi sumberdaya biofisik seperti banyaknya
pulau-pulau kecil yang saling terpisah satu dengan lainnya, kondisi tutupan terumbu
karang dan sumberdaya ikan yang menurun, maupun kondisi sumberdaya sosial,
ekonomi, budaya seperti rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan,
terbatasnya kualitas SDM, rendahnya kesadaran masyarakat menjadi
permasalahan bagi pengelolaan Karimunjawa ke depan.
Berpijak dari pemikiran kaidah pembangunan berkelanjutan, yaitu
bagaimana memadukan antara aspek lingkungan dan kepentingan ekonomi, maka
penetapan kebijakan pengelolaan yang dilakukan melalui penyusunan zonasi
ulang kawasan berdasarkan atas kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan) dan
menggunakan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial serta partisipasi aktif`dari
masyarakat, diharapkan dapat menjawab permasalahan yang timbul, sehingga
Karimunjawa secara berkelanjutan dapat tercapai. Secara diagramatis, kerangka
pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.
1.6 Kebaharuan (Novelty)
Kebaharuan disertasi ini terletak pada pendekatan proses penyusunan
zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi,
ekonomi dan sosial dengan mempertimbangkan bobot akademik dan melibatkan
partisipasi masyarakat secara aktif. Proses penyusunan zonasi selanjutnya
dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan kesesuaian lahan (daya
dukung) sebagai dasar arahan bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
Kaidah Pembangunan Berkelanjutan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi, Batasan, Karakteristik dan Fungsi Pulau Kecil 2.1.1 Definisi dan batasan pulau kecil
Meskipun belum ada kesepakatan tentang definisi pulau kecil baik di
tingkat nasional maupun dunia, namun terdapat kesepakatan umum bahwa yang
dimaksud dengan pulau kecil di sini adalah pulau yang berukuran kecil yang
secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland), memiliki batas yang
pasti, dan terisolasi dari habitat lain.
Batasan pulau kecil juga dapat didefinisikan sebagai pulau dengan luas
arealnya kurang dari 10.000 km2 dan mempunyai penduduknya berjumlah kurang
dari 500.000 orang (Bell, et al., 1990). Menurut Purwanto (1995), batasan pulau
kecil berdasarkan luas adalah 2.000 km2, atau berdasarkan batasan jumlah
penduduk adalah kurang dari 100.000 orang. Sedangkan menurut Kep.Men.
Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan
Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat menyebutkan bahwa
definisi pulau kecil adalah pulau yang ukuran luasnya kurang dari 10.000 km2
dengan jumlah penduduk kurang dari 200.000 jiwa. Definisi pulau kecil yang
terbaru adalah menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar menyebutkan bahwa pulau kecil terluar
adalah pulau dengan dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 yang
memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal
laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.
Menurut Dahuri (1998), pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi
dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman
organisme yang hidup di pulau tersebut. Selain itu, pulau kecil juga mempunyai
lingkungan yang khusus dengan proporsi species endemik yang tinggi bila
dibandingkan dengan pulau kontinen, dan pulau kecil juga mempunyai tangkapan
air (catchment) yang relatif kecil sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke
dalam air. Dari segi budaya, masyarakat yang mendiami pulau kecil mempunyai
budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan. Adanya masukan sosial,
ekonomi dan teknologi ke pulau ini akan mengganggu kebudayaan mereka.
tingkat isolasi geografis dan keterbatasan ukuran dan bentuk pulau. Isolasi
geografis ini menggambarkan keunikan habitat (endemisme), sedangkan ukuran
dan bentuk juga menggambarkan keanekaragaman habitat (biodiversitas). Profil
sumberdaya lingkungan kepulauan kecil dicirikan oleh keterbatasan lingkungan
seperti lahan, sumberdaya dan keanekaragaman bahan organik, kecenderungan
klimaks yang seragam, sangat rentan akan perubahan atau pemanfaatan sumber
daya alam yang berlebihan, dan timbulnya kecenderungan percepatan “entropy”
(kerusakan) bila terjadi perubahan ekosistem.
Dari uraian di atas, terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam
membuat batasan suatu pulau kecil: yaitu (1) batasan fisik (luas pulau); (2)
batasan ekologis (proporsi spesies endemik dan terisolasi), dan (3) keunikan
budaya.
2.1.2 Karakteristik biofisik pulau kecil
Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu: (1)
tangkapan air yang terbatas dan sumberdaya/cadangan air tawar yang sangat
rendah dan terbatas; (2) peka dan rentan terhadap berbagai tekanan (stressor) dan
pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, seperti badai dan
gelombang besar serta pencemaran; (3) mempunyai sejumlah besar jenis-jenis
(organisme) endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; (4)
beberapa pulau kecil yang berada jauh dari jangkauan pusat pertumbuhan
ekonomi, pembangunannya tersendat akibat sulitnya transportasi laut dan
terbatasnya ketrampilan masyarakat setempat (Bengen, 2000; Ongkosongo, 1998;
Sugandhy, 1998).
2.1.3 Peran dan fungsi ekosistem dan sumberdaya pulau-pulau kecil
Menurut Dahuri (1998), ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan
fungsi sebagai berikut: (1) pengatur iklim global; (2) siklus hidrologi dan
biogeokimia; (3) penyerap limbah; (4) sumber plasma nutfah dan sistem
penunjang kehidupan lainnya di daratan. Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil
mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa
lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman
laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian
penduduk setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan,
udang, kerang yang kesemuanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
kesejahteraan masyarakat.
2.2 Potensi Sumberdaya dan Jasa Lingkungan Pulau Kecil 2.2.1 Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil
Potensi sumberdaya yang terdapat di pulau-pulau kecil secara garis besar
terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources); (2)
sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources); dan (3) jasa-jasa
lingkungan (environmental services).
Sumberdaya yang dapat pulih, antara lain: sumberdaya ikan, plankton,
benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput laut atau seaweeds, padang
lamun atau seagrass, hutan mangrove, dan terumbu karang. Sumberdaya ikan di
kawasan pulau-pulau kecil terkenal sangat tinggi, hal ini karena didukung oleh
ekosistem yang kompleks dan sangat beragam seperti ekosistem terumbu karang,
ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun. Sedangkan, sumberdaya tak
dapat pulih, antara lain: minyak bumi dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit, dan
mineral serta bahan tambang lainnya.
(1) Sumberdaya dapat pulih a) Hutan mangrove
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem utama pulau-pulau kecil yang
sangat berperan sekali baik bagi sumberdaya ikan di kawasan tersebut maupun
bagi kelangsungan hidup ekosistem lainnya, selain bermanfaat bagi masyarakat
sekitarnya. Menurut (Dahuri, et al., 1996), hutan mangrove memiliki fungsi
ekologi dan ekonomi. Fungsi ekologi hutan mangrove adalah sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam
biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah,
pencegah instrusi air laut, dan lain sebagainya. Sedangkan fungsi ekonominya
adalah penyedia kayu (sebagai kayu bakar, arang, bahan baku kertas),
Indonesia memiliki lebih banyak hutan mangrove dibandingkan dengan
negara lain, dan diperkirakan luasnya tercatat 5.209.543,16 ha (1982), kemudian
menurun menjadi sekitar 496.185 ha (1993). Ekosistem hutan mangrove di
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total
species sebanyak 89 (terdiri 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana,
29 species epifit, dan 2 spesies parasitik (Nontji, 1987). Tingginya
keanekaragaman hayati hutan mangrove merupakan aset yang sangat berharga
tidak saja dilihat dari fungsi ekologinya tetapi juga dari fungsi ekonomi.
b) Terumbu karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang subur, dan
mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai
kolam untuk menampung segala masukan dari luar (Nybakken, 1988). Perairan
ekosistem terumbu karang juga kaya akan keragaman species penghuninya. Salah
satu penyebab tingginya keragaman species ini adalah karena variasi habitat yang
terdapat di terumbu, dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak
yang dapat ditemui (Dahuri, et al., 1996). Lebih lanjut dikatakan, selain
mempunyai fungsi ekologis yakni sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan,
pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai
biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai
ekonomi yang penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga,
teripang, dan kerang mutiara. Menurut laporan Direktorat Jenderal Perikanan
tahun 1991, bahwa potensi lestari sumberdaya ikan di daerah terumbu karang di
perairan Indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun, dengan luas total
terumbu karang kurang lebih 50.000 km2 (Moosa, et al., 1996).
Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan
pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lain.
Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi
c) Padang lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya
menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut. Lamun hidup di
perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di ekosistem terumbu
karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk
padang yang luas dan lebat di dasar laut yang dangkal dan masih terjangkau oleh
cahaya matahari. Di wilayah Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 spesies
lamun, antara lain marga Hydrocharitaceae dengan spesiesnya Enhalus
acoroides.
Padang lamun (seagrass) merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas
organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga tinggi. Pada ekosistem ini
hidup beranekaragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska, ekinodermata
dan cacing. Menurut Bengen (2000), secara ekologis padang lamun mempunyai
beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat
hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem
perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung,
mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut,
terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; (4) sebagai tudung
berlindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
c) Rumput laut
Sumberdaya rumput laut (seaweeds) banyak dijumpai di pulau-pulau kecil,
hal ini karena kebanyakan wilayah pesisir perairannya dangkal, gelombangnya
kecil, subur dan kaya bahan organik terutama wilayah dekat pantai dan muara
sungai. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang mempunyai nilai
komersial yang tinggi, di samping sumberdaya perikanan. Sumberdaya rumput
laut ini banyak dibudidayakan oleh penduduk sekitar sebagai mata pencaharian
mereka.
Sementara itu, potensi rumput laut atau alga di perairan Indonesia dapat
diamati dari potensi lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 27 propinsi.
Menurut Dahuri, et al., (1996), potensi usaha rumput laut di Indonesia mencakup
areal seluas 26.700 ha dengan produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Sampai saat
terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan, kue.
Selain itu, alga juga dimanfaatkan oleh industri untuk bahan obat-obatan dan
bahan kosmetika. Pemanfaatan untuk kepentingan obat-obatan dan industri
kosmetika ini disebabkan alga memiliki senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya karagenan, agar dan algin (Nontji, 1987). Karagenan
merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah
seperti Gelidium, Gracilaria dan Hypnea; sedangkan algin adalah bahan yang
terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum. Dengan melihat besarnya
potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka sudah saatnya diupayakan
untuk dikembangkan usaha budidaya ke arah yang lebih baik.
d) Sumberdaya perikanan laut
Pengertian sumberdaya perikanan laut sebagai sumberdaya yang dapat
pulih sering disalah tafsirkan sebagai sumberdaya yang dapat dieksploitasi secara
terus menerus tanpa batas. Potensi sumberdaya perikanan laut di Indonesia terdiri
dari sumberdaya perikanan pelagis besar (451.830 ton/th) dan pelagis kecil
(2.423.000 ton/tahun), sumberdaya perikanan demersal (3.163.630 ton/th), udang
(100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082 ton/tahun) dan cumi -cumi (328.960
ton/th) (Ditjen Perikanan, 1995 yang diacu dalam Dahuri, et al., 1996). Dengan
demikian, secara nasional potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 6,7
juta ton/th dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48 %.
(2) Sumberdaya tidak dapat pulih
Potensi sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) yang
terdapat di pulau-pulau kecil meliputi seluruh mineral, yang terdiri dari tiga kelas:
kelas A (mineral strategis: minyak, gas, dan batu bara); kelas B (mineral vital:
emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan chromit); dan kelas C (mineral industri:
termasuk bahan bangunan dan galian, seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan
pasir).
Sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) dan energi
kelautan, juga masih belum optimal dan masih terbatas pada sumberdaya migas,
timah, bauksit, dan bijih besi. Jenis bahan tambang dan mineral lain termasuk
tersentuh. Demikian juga halnya dengan potensi energi kelautan, yang
sesungguhnya bersifat non-exhaustive (tak pernah habis), seperti energi angin,
gelombang, pasang surut, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).
2.2.2 Jasa-jasa lingkungan
Potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil,
seperti pariwisata bahari dan perhubungan laut, merupakan potensi yang
mempunyai nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitar maupun
pendapatan nasional. Dengan keanekaragaman dan keindahan yang terdapat di
pulau-pulau kecil tersebut, merupakan daya tarik tersendiri dalam pengembangan
pariwisata.
Selain segenap potensi pembangunan tersebut di atas, ekosistem
pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan, bukan saja
bagi kesinambungan ekonomi tetapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Faktor paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem pesisir dan lautan di
pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim global (termasuk dinamika La-Nina),
siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan
sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan (Dahuri, 1998). Oleh karena itu,
pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dibarengi
dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan
berkelanjutan.
2.3 Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya 2.3.1 Definisi kawasan konservasi laut
Kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu areal baik darat dan atau
laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungnan dan pemeliharaan
keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam
tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau upaya-upaya efektif
lainnya IUCN (1994). Definisi Kawasan Konservasi di Indonesia tertuang di
dalam UU. Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati
dan Ekosistemnya adalah mengadopsi dari World Conservation Strategy (IUCN,
berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan generasi
yang akan datang.
Marine protected area didefinisikan pada World Wilderness Congress ke
4 dan diadopsi oleh IUCN dalam General Assembly pada tahun 1988, adalah:
daerah intertidal atau subtidal beserta flora dan fauna, sejarah dan corak budaya
dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau seluruhnya melalui
peraturan perundangan (Gubbay, 1995).
National Research Council (1999) juga mendefinisikan marine protected
area sebagai suatu daerah di laut yang ditetapkan untuk melestarikan sumberdaya
laut. Di daerah tersebut ditetapkan zona-zona untuk mengatur kegiatan yang dapat
dan tidak dapat dilakukan, misalnya pelarangan kegiatan penambangan minyak
dan gas bumi, perlindungan ikan, biota laut lain, dan ekologinya untuk menjamin
perlindungan yang lebih baik.
Menurut Bengen (2000), kawasan lindung didefinisikan sebagai suatu
kawasan di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang mencakup daerah intertidal,
subtidal dan kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang
berasosiasi di dalamnya yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan
budaya.
2.3.2 Tipe kawasan konservasi
(1) Kawasan konservasi berdasarkan Undang-Undang (Kehutanan)
Kawasan konservasi di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang No.
5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan konservasi menurut undang-undang ini masih bersifat umum, dan lebih
berorientasi pada terrestrial based (berbasis daratan) dan kehutanan. Menurut
undang-undang tersebut kawasan konservasi adalah kawasan perlindungan dan
pelestarian yang terbagi menjadi beberapa tipe kawasan, yaitu Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
a) Kawasan Suaka Alam (KSA)
Kawasan Suaka Alam merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan biota dan
alam dapat pula dijadikan kawasan biosfer yaitu kawasan yang mempunyai
ekosistem asli, unik dan/atau yang terdegradasi yang dilindungi untuk
keperluan penelitian dan pendidikan. Kawasan Suaka Alam mencakup:
(1) Cagar Alam yang mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkem-bangannya berlangsung secara alami.
(2) Suaka Margasatwa yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman
dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat
dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
b) Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan yang hampir sama dengan
kawasan suaka alam, hanya saja mempunyai fungsi lebih, yaitu sumber daya
hayati dan ekosistemnya dapat dimanfaatkan secara lestari. Tipe-tipe Kawasan
Pelestarian Alam ialah:
(1) Taman Wisata Alam adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk pariwisata
dan rekreasi.
(2) Taman Nasional yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Secara ringkas ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-undang
(UU) Nomor 5 Tahun 1990 disajikan pada Tabel 1, sedangkan klasifikasi
kawasan lindung menurut Keppres 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung disajikan pada Tabel 2. Kawasan lindung menurut Keppres tersebut
dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (a) kawasan yang memberikan perlindungan di
bawahnya; (b) kawasan perlindungan setempat; (c) kawasan suaka alam dan
cagar budaya; dan (d) kawasan rawan bencana alam. Terminologi kawasan
konservasi pada Keppres tersebut diganti menjadi kawasan lindung.
Permasalahannya apakah terminologi kawasan konservasi sama dengan kawasan
lindung. Berbeda dengan Keppres. No.32 Tahun 1990, SK Dirjen PHPA No
129/1996 Departemen Kehutanan menetapkan kawasan konservasi terdiri dari
Secara ringkas tentang kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No
129/1996 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1 Ciri dan fungsi KSA dan KPA menurut Undang-Undang No 5 tahun 1990
No. Kategori Kawasan Ciri dan Fungsi
1 Kawasan Suaka Alam - memiliki ciri khas tertentu
- di darat dan di perairan
- memiliki fungsi pokok sebagai pengawetan Keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta Ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai Wilayah sistem penyengga kehidupan. 2 Kawasan Pelestarian Alam
(KPA)
- memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan
- memiliki fungsi perlindungan sistem Penyangga kehidupan, pengawetan
Keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Tabel 2 Klasifikasi kawasan lindung menurut Keppres. No.32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung 2. Kawasan perlindungan setempat a. Sempadan pantai
b. Sempadan sungai
c. Sempadan sekitar danau/ waduk
d. Kawasan sekitar mata air 3. Kawasan suaka alam dan cagar
budaya
a. Kawasan suaka alam b. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya c. Kawasan pantai berhutan bakau
d. Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
e. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.