• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi 1 Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservas

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kawasan Konservasi Laut dan Pengembangannya 1 Definisi kawasan konservasi laut

2.3.5 Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservasi 1 Perencanaan dan proses pemilihan lokasi kawasan konservas

Dalam pengembangan kawasan konservasi, dituntut adanya proses perencanaan khusus yang terkait dengan tahapan pengelolaan dari suatu kerangka pengelolaan kawasan konservasi. Hasil dari perencanaan lokasi adalah rencana pengelolaan lokasi kawasan konservasi. Sebagai tahapan awal dari perencanaan lokasi, diperlukan suatu rencana pendahuluan dari pemilihan lokasi yang berisi kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk diimplementasikan, sasaran program, dan kerangka strategi dasar untuk mencapai sasaran program (Salm, et al., 2000).

Proses perencanaan lokasi kawasan konservasi harus didasarkan pada sasaran dan tujuan kawasan konservasi secara jelas. Untuk mencapai sasaran dan tujuan dimaksud, informasi dasar tentang lokasi sangat dibutuhkan, khususnya menyangkut karakteristik ekosistem dan sumberdaya, tingkat pemanfaatan sumberdaya dan ancaman terhadap sumberdaya. Rancangan lokasi yang didasarkan pada informasi dasar tersebut di atas, dapat dilanjutkan dengan informasi lainnya tentang elemen-elemen dasar yang diperlukan untuk mengalokasikan suatu kawasan konservasi dan persiapan rencana pengelolaan lokasi.

Dalam rencana pengalokasian kawasan konservasi, diperlukan sedikitnya 4 (empat) tahapan dalam proses pemilihan lokasi (Agardy, 1997 ya ng diacu dalam Bengen, 2002):

(1) Identifikasi habitat atau lingkungan kritis; distribusi sumberdaya ikan ekologis dan ekonomis penting, dan bila memungkinkan lokasi proses-proses ekologis kritis, dan dilanjutkan dengan memetakan informasi-informasi tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi.

(2) Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai ancaman langsung (misalnya, over eksploitasi) dan tidak langsung (misalnya, pencemaran) terhadap ekosistem dan sumberdaya.

(3) Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi (misalnya lokasi yang diidentifikasi oleh pengambil kebijakan menjadi prioritas untuk dilindungi).

(4) Kaji kelayakan suatu kawasan prioritas yang dapat dijadikan kawasan konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi.

2.3.5.2 Batas dan zonasi lokasi kawasan konservasi

Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi, karena selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan (batas daratan dan laut), batas administratif, atau faktor biaya (lokasi yang lebih kecil memerlukan biaya yang lebih kecil pula dalam melindungi atau mempertahankan keberadaannya). Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi, yakni : kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil), dan kategori agregasi (suatu kawasan konservasi yang berukuran besar). Setiap kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif guna mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi.

Pengelolaan zona dalam kawasan konservasi didasarkan pada luasnya berbagai pemanfaatan sumberdaya kawasan. Aktivitas di dalam setiap zona ditentukan oleh tujuan kawasan konservasi, sebagaimana ditetapkan dalam rencana pengelolaan/pengembangan. Zona-zona tertentu menuntut pengelolaan yang intensif, sementara zona lainnya tidak perlu.

Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu:

(1) Zona inti

Habitat di dalam zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktivitas manusia. Zona inti harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi.

(2) Zona penyangga;

Zona penyangga adalah zona transisi antara zona inti (zona konservasi) dengan zona pemanfaatan. Penyangga di sekeliling zona inti ditujukan untuk menjaga zona inti dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan melindungi zona inti dari pengaruh eksternal, bersifat lebih terbuka, tapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan.

(3) Zona pemanfaatan;

Lokasi di zona pemanfaatan masih memiliki nilai konsaervasi tertentu, tapi dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi. Penzonasian tersebut ditujukan untuk membatasi tipe-tipe habitat penting untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi, sebagaimana sasaran kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

2.3.5.3 Kriteria pemilihan lokasi kawasan konservasi

Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk pengembangan kawasan konservasi di pesisir dan laut menuntut penerapan kriteria. Kriteria berfungsi untuk mengkaji kelayakan suatu lokasi bagi kawasan konservasi.

Kebijakan pengembangan kawasan konservasi di pesisir dan laut harus mempunyai implikasi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan (ekosistem) sebagai pilihan utama, walapun modifikasi lingkungan untuk meningkatkan penyediaan barang dan jasa berharga bagi manusia tidak dapat dihindari.

Penerapan kriteria sangat membantu dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi untuk suatu peruntukan secara obyektif, sekaligus bermanfaat di dalam mengkaji kelayakan suatu lokasi atau kawasan khususnya bagi peruntukan kawasan perlindungan (konservasi), dimana secara mendasar terdiri atas kelompok kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial budaya (Salm, et al., 2000).

(1) Kriteria ekologi

Nilai suatu komponen biofisik (ekosistem) dan jenis biota di pulau-pulau kecil dapat dipelajari melalui kriteria sebagai berikut:

1) Keanekaragaman hayati: didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota. Lokasi yang sangat beragam, harus memperoleh nilai paling tinggi.

2) Kealamian: didasarkan pada tingkat degradasi. Lokasi yang terdegradasi mempunyai nilai yang rendah, misalnya bagi perikanan atau pariwisata, dan sedikit berkontribusi dalam proses-proses biologis.

3) Ketergantungan: didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung di lokasi.

4) Keterwakilan: didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologi, ciri geologi atau karakteristik alam lainnya.

5) Keunikan: didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah.

6) Integritas: didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupaka n suatu unit fungsional dari entitas ekologi.

7) Produktivitas: didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia.

8) Kerentanan: didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh alam atau akibat aktivitas manusia.

9) Vulnerabilitas: didasarkan fungsi area untuk perlindungan atau konservasi dari berbagai ancaman bencana.

(2) Kriteria ekonomi

Manfaat ekonomi pulau-pulau kecil yang dapat dipelajari dari kriteria adalah: 1) Spesies penting: didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial

tergantung pada lokasi.

2) Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan.

3) Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia.

4) Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang.

5) Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata.

(3) Kriteria sosial-budaya

Manfaat sosial-budaya pesisir dan laut dapat dipelajari dari kriteria berikut: 1) Penerimaan sosial: didasarkan pada tingkat dukungan masyarakat lokal

2) Kesehatan masyarakat: didasarkan pada tingkat dimana penetapan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat.

3) Rekreasi: didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi penduduk sekitar.

4) Budaya: didasarkan pada nilai sejarah, agama, dan seni atau nilai budaya lain dari lokasi.

5) Estetika: didasarkan pada nilai keindahan dari lokasi

6) Konflik kepentingan: didasarkan pada tingkat dimana kawasan konservasi dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal.

7) Keamanan: didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar, dan hambatan lainnya.

8) Aksesibilitas: didasarkan pada kemudahan dalam mencapai lokasi baik dari darat maupun laut.

9) Kepedulian masyarakat: didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau pelatihan di dalam lokasi dapat berkonstribusi pada pengetahuan, apresiasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi. 10)Konflik dan Kompatibilitas: didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat

membantu menyelesaikan konflik antara kepentingan sumberdaya alam dan aktivitas manusia, atau tingkat dimana kompatibilitas antara sumberdaya alam dan manusia dapat dicapai.