• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

SAINS, LINGKUNGAN, TEKNOLOGI, DAN MASYARAKAT

(SALINGTEMAS) PADA KONSEP JAMUR

(Penelitian Deskriptif di SMA Negeri 1 Pasawahan - Kuningan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

MUHAMMAD NURUZZAMAN SHIDDIQI

NIM 109016100045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

Skripsi berjudul Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur disusun oleh Muhammad Nuruzzaman Shiddiqi, Nomor Induk Mahasiswa 109016100045, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 03 April 2014 di hadapan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Biologi.

Jakarta, 03 April 2014 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 19700209 200003 2 001

Penguji I

Dr. Zulfiani, M.Pd ... ... NIP. 19760309 200501 2 002

Penguji II

Meiry Fadilah Noor, M.Si ... ... NIP. 19800516 200710 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhammad Nuruzzaman Shiddiqi

NIM : 109016100045

Jurusan/Program Studi : Pendidikan IPA / Pendidikan Biologi Alamat : Blok Karang Anyar No. 120 Rt/Rw. 08/04

Desa Wanayasa Kec. Beber Kab. Cirebon.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing I : Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP : 19700209 200003 2 001

Jurusan/Program Studi : Pendidikan IPA / Pendidikan Biologi

Nama Pembimbing II : Eny S Rosyidatun, MA

NIP : 19750924 200604 2 001

Jurusan/Program Studi : Pendidikan IPA / Pendidikan Biologi

(5)

ii

Muhammad Nuruzzaman Shiddiqi ( NIM 109016100045 ): Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur. (Penelitian Deskriptif di SMA Negeri 1 Pasawahan - Kuningan). Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil belajar afektif pada ranah sikap dan minat melalui model pembelajaran Salingtemas pada konsep Jamur. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Pasawahan Kabupaten Kuningan kelas X yang berjumlah 65 siswa terdiri dari 31 siswa kelas X-1 dan 34 siswa kelas X-2. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa- siswi kelas X SMA Negeri 1 Pasawahan mempunyai hasil belajar afektif yang Amat Baik pada ranah sikap dan minat siswa melalui model pembelajaran salingtemas. Hal ini dikarenakan siswa mampu mempunyai perhatian yang besar, aktif dalam belajar, kreatif, memiliki ketelitian yang baik, selalu menjaga kebersihan, peduli terhadap lingkungan, dan memiliki inisiatif yang baik selama pembelajaran biologi berlangsung. siswa juga memiliki sikap ilmiah yang baik, disiplin yang baik, rapih dan sistematis. Selain itu siswa memiliki antusias atau minat yang baik dalam kegiatan pembelajaran, tertarik dengan materi pembelajaran ang diberikan yaitu tentang jamur, tertarik terhadap media dan model pembelajaran yang digunakan yaitu berupa praktikum, diskusi kelompok dan tugas lapangan dengan model pembelajaran Salingtemas.

(6)

iii

Muhammad Nuruzzaman Shiddiqi (NIM 109016100045): Analysis of Affective Learning Outcomes Through the Learning Model Science, Environment, Technology, and Society (SETS) on the Consept of Fungi. (Descriptive Research at SMAN 1 Pasawahan Kuningan). BA Thesis, Biology Education Study Program, Departement of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to analyze the affective learning outcomes in the realm of attitudes and interests through SETS learning model on the concept of Fungi. The subjects were students of SMA Negeri 1 Pasawahan - Kuningan class X totaling 65 students consisted of 31 students of class X - 1 and 34 students of class X - 2. The method used in this study is a descriptive analysis method. The research instrument used was a questionnaire and observation sheet. The results showed that the students of class X SMA Negeri 1 Pasawahan have a very good affective learning outcomes in the realm of attitudes and interests of students through the SETS learning model. This is because the students can have a great concern, active learning, creative, has good accuracy, always keep cleaning, care for the environment, and have a good initiative for learning biology. students also have good scientific attitude, good discipline, neat and systematic. In addition students have either enthusiasm or interest in learning activities, interested in the subject matter given that about fungi, attracted to the media and learning model that used the form of experiment, group discussions and field work with a SETS learning model.

(7)

iv

 



 

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur”.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah dan terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat islam, yang telah memberikan qudwah hasanah untuk ummatnya guna mencapai insan kamil. Semoga kita senantiasa mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir. Aamiin. Penyelesaian penulisan skripsi ini tak semudah membalikan telapak tangan, penulis membutuhkan perjuangan serta pengorbanan baik moril maupun materil. Butuh tekad serta kemauan yang kuat dalam menghadapi segala halangan dan rintangan. Namun atas bantuan, motivasi, serta bimbingan dari semua pihak. Pada akhirnya penulisan skipsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penilis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:

1. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D sebagai dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang selalu memotivasi serta mengajarkan banyak hal bagi penulis baik dari segi akademis maupun aktivis.

(8)

v

Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Zulfiani, M.Pd sebagai Ketua Prodi Biologi dan seluruh civitas akademik jurusan pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya selama penulis menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

6. Teristimewa dan yang paling utama untuk orang tua tercinta, ayahanda Jabidi, S.Pd.I., M.M dan ibunda Siti Sapa’ah yang selalu sabar mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis selalu termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepala SMA Negeri 1 Pasawahan, Drs. H. Maman Herman Iskandar yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut. Bapak Dadan Rudiana S.Pd selaku guru Biologi kelas X – 1 dan X - 2 yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. Seluruh siswa kelas X - 1 dan X - 2 yang membuat penulis termotivasi agar memberikan pembelajaran yang terbaik untuk mereka, dan membantu peneliti dalam penelitian ini. 8. Nita Asrya, S.Pd yang selalu setia memotivasi, mendampingi, dan membantu

penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, sehingga penulis selalu bersemangat dalam penyelesaian skripsi.

9. Kawan-kawan angkatan 2009 Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama Muhamad Pahrudin dan Ahmad Syahri Syarifudin sebagai rekan seperjuangan.

10. Adik-adik tercinta Muhammad Afif Syahrul Mubarok, Siti Nurfaizzatul Azza, dan Gita Nur Habibatul Azizah yang membuat penulis semangat dan termotivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

(9)

vi

Gunawan, SE yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi pendidik meskipun masih berstatus mahasiswa.

13. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Ungkapan rasa syukur dan ikhlas rasanya tepat untuk penulis ucapkan atas terselesaikannya skripsi ini. Penulis hanya bisa berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang sepadan kepada semua pihak atas jasa dan bantuan yang telah mereka berikan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini.

Perjalanan hidup sering membawa kita pada persimpangan jalan yang belum pernah kita duga sebelumnya, namun satu hal yang harus selalu kita yakini bahwa Allah tidak akan membawa kita sejauh ini hanya untuk meninggalkan kita sendiri. Sebuah usaha tanpa doa akan melahirkan pribadi yang sombong, selalu yakinkan diri kita dengan doa, maksimalkan karya dengan usaha, pastikan sampai pada cita-cita, Yakin Usaha Sampai. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya dan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan, khususnya bidang studi biologi.

Jakarta, 03 April 2014 Penulis,

(10)

vii

Halaman

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR A. Deskripsi Teoritis ... 8

1. Teori Belajar Humanistik ... 8

2. Model Pembelajaran Salingtemas ... 10

3. Hasil Belajar Afektif ... 19

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Pikir ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 35

B. Metode dan Desain Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 35

(11)

viii

F. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 52

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(12)

ix

Tabel Halaman

2.1 Kata kerja ranah Afektif sesuai dengan Taksonomi Bloom ... 21

2.2 Kisi-kisi Instrumen ... 26

3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pra Penelitian ... 38

3.2 Kisi-kisi Penilaian Proses Praktikum ... 39

3.3 Kisi-kisi Penilaian LKS Praktikum ... 39

3.4 Kisi-kisi Penilaian Laporan Praktikum Siswa ... 40

3.5 Kriteria Penskoran Lembar Penilaian Proses Praktikum ... 43

3.6 Kriteria Penskoran Lembar Penilaian LKS Praktikum ... 43

3.7 Kriteria Penskoran Lembar Penilaian Laporan Praktikum ... 44

4.1 Hasil Penilaian Proses Praktikum ... 46

4.2 Hasil Penilaian LKS Praktikum ... 48

4.3 Hasil Penilaian Laproran Praktikum Siswa ... 50

(13)

x

Gambar Halaman

2.1 Hubungan timbal balik unsur-unsur pendidikan Salingtemas ... 13

2.2 Bagan Kerangka Berfikir ... 34

4.1 Persentase indikator penilaian proses praktikum ... 47

4.2 Persentase indikator penilaian LKS praktikum ... 49

(14)

xi

Lampiran Halaman

1 RPP Jamur ... 61

2 Pedoman Wawancara Pra Penelitian... 80

3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pra Penelitian ... 82

4 Hasil Wawancara Pra Penelitian ... 84

5 Lembar LKS Praktikum Pengamatan ... 86

6 Lembar Penilaian Proses Praktikum ... 89

7 Lembar Penilaian LKS Praktikum ... 93

8 Lembar Penilaian Laporan Praktikum Siswa ... 97

9 Rublik Penilaian Laporan Praktikum Siswa ... 101

10 Hasil Penilaian Proses Praktikum ... 102

11 Hasil Penilaian LKS Praktikum ... 105

12 Hasil Penilaian Laporan Praktikum Siswa ... 108

13 Daftar Nilai Hasil Ulangan Siswa ... 111

14 Lembar LKS Hasil Kerja Siswa ... 113

15 Laporan Praktikum Siswa ... 119

16 Lembar Pengesahan Proposal ... 159

17 Surat Permohonan Bimbingan Skripsi ... 160

18 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 161

19 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Sekolah ... 162

20 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... 163

21 Lembar Uji Referensi ... 164

(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan telah menyebar ke setiap aspek kehidupan. Hal ini memberikan kemudahan kepada setiap manusia yang memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun adakalanya pemanfaatan teknologi ini menimbulkan dampak yang merugikan bagi manusia dan lingkungan apabila penggunaannya tidak didasari oleh pengetahuan dan kemampuan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan tersebut. Upaya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga dapat mengimbangi perkembangan kemajuan sains dan teknologi.

Keterkaitan yang erat antara lingkungan, teknologi dan masyarakat dengan sains sangat dibutuhkan dalam konteks pendidikan masa kini. Sesuai dengan Undang–undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional BAB I Pasal 1 dinyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan usaha belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Biologi sebagai cabang sains merupakan ilmu yang mengkaji makhluk hidup. Dalam pembelajaran biologi tidak hanya konsep yang harus dikuasai, tetapi juga rasa ingin tahu sisa terhadap bilogi secara mendalam pada konsep-konsep tertentu pembelajaran juga mengalami perubahan dan kemajuan sesuai dengan perubahan

(16)

zaman, khususnya pada konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Menurut Miftakhul Anwar, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar2.

Pendidikan biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) mengandung bahan kajian yang mempelajari makhluk hidup dan aspek kehidupan baik di masa lampau maupun masa sekarang. Disamping itu pendidikan biologi mempelajari penerapan konsep-konsep biologi dalam mengembangkan teknologi untuk kehidupan sehari-hari dan bertujuan meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan alam sekitarnya.

Kegiatan pembelajaran biologi lebih diarahkan kepada kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif. Belajar aktif siswa berhubungan dengan sikap dan minat siswa dalam pembelajaran biologi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Seorang pendidik harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.

(17)

Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai3.

Kesiapan peserta didik dalam suatu pembelajaran merupakan faktor yang ikut berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Kesiapan peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran dapat berupa ketersediaan alat-alat pelajaran dan dapat juga berupa bekal pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. peserta didik dengan pengetahuan awal yang baik akan dapat mengikuti pelajaran secara lancar, karena secara mental lebih siap dan dapat langsung merespon hal yang sedang dibicarakan.

Menurut Agus Wasisto, keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh kondisi internal siswa maupun faktor eksternal siswa. Salah satu faktor eksternal yang ikut berpengaruh atas keberhasilan siswa dalam memahami suatu topik pembelajaran yang berasal dari guru adalah kemampuan guru dalam memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran tersebut4.

Kenyataan di lapangan berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi di SMA Negeri 1 Pasawahan Kabupaten Kuningan, diketahui bahwa guru masih menggunakan metode ceramah yang terkadang diselingi oleh diskusi kelompok, siswa belum dapat mengaplikasikan konsep pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, siswa belum dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan aspek sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat serta sikap dan minat siswa terhadap mata pembelajaran biologi yang sudah cukup baik namun masih kurang baik apabila berhubungan atau dikaitkan dengan salingtemas5.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka untuk melakukan penilaian ranah afektif serta menganalisisnya dalam sebuah proses pembelajaran yang mengembangkan konsep sains, dengan memperhatikan penggunaannya pada

3Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2008), h.1, (http://sarwanto.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/05/penilaian_afektif.pdf, pada 30/01/2013).

4Agus Wasisto Dwi, Pembelajaran Biologi yang Berbasis Imtaq dengan Pendekatan Integratif (Science, Environment, Society, Technology and Religion), Jurnal: PROSPECT, Februari 2009, Tahun 5, Nomor 8, h. 55,

(18)

teknologi, dan dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat diperlukan adanya suatu metode, pendekatan ataupun model yang sesuai, yaitu model pembelajaran SALINGTEMAS. Penggunaan model pembelajaran SALINGTEMAS memperhatikan isu-isu yang berkembang dimasyarakat menjadi fokus utama untuk mengaitkan konsep yang akan diberikan dalam pembelajaran dengan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya sains dan teknologi serta dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat, hal ini dapat memudahkan dalam melakukan penilaian afektif terhadap siswa.

Model pembelajaran SALINGTEMAS adalah salah satu model yang dapat diterapkan pada masa kini. Titik penekanannya yakni mengembangkan hubungan antara pengetahuan ilmiah siswa dengan pengalaman keseharian mereka. Model pembelajaran SALINGTEMAS memberikan wadah lebih luas, oleh karena itu hendaknya dapat dimanfaatkan sejak siswa duduk di SD terutama menekankan pada masalah berpikir kreatif, perasaan, dan penilaian serta pemanfaatan dan penerapan. Melalui ranah afektif, siswa menggunakan pengetahuan dan keterampilan biologi yang dimiliki untuk mengklasifikasikan dan mengutamakan nilai-nilai mereka dan kemudian menerapkannya dalam tindakan sehari-hari sebagai warga negara yang bertangung jawab terhadap apa yang diperbuatnya. Perbedaan model pembelajaran SALINGTEMAS dengan model pembelajaran yang lain yakni, model pembelajaran SALINGTEMAS mengambil konsep dengan cara mengidentifikasi masalah-masalah sosial, menggunakan kegiatan laboratorium yang berasal dari sumber lokal untuk memecahkan masalah, siswa aktif mencari info yang diperlukan, menekankan ketrampilan proses yang dapat digunakan oleh siswa dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi sejauh mana sains dan teknologi berdampak dimasa yang akan datang, serta siswa dapat bersikap lebih baik dan menerapkan pembelajaran yang telah didapat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

(19)

melibatkan unsur sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa melalui model pembelajaran salingtemas, diharapkan siswa akan memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan keempat unsur salingtemas, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan yang dimilikinya6. Untuk itu digunakan model pembelajaran SALINGTEMAS sebagai model pembelajaran, karena model pembelajaran pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan ranah afektif siswa.

Hal ini didukung juga dari hasil penelitian pendekatan pembelajaran biologi dengan model pembelajaran Salingtemas yang dilakukan oleh Lestari di SMA Negeri 12 Jakarta tahun 2006 dihasilkan peningkatan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.7 Begitu pula penelitian pembelajaran biologi dengan Salingtemas pada konsep Sumber Daya Alam Hayati yang dilakukan oleh Zahra di SMA Negeri 7 Tangerang tahun 2006, pembelajaran biologi menggunakan model pembelajaran Salingtemas memberikan pengaruh positif terhadap sikap sisa pada konsep Sumber Daya Alam Hayati.8 Prasetyo dengan penelitiannya yang berjudul model pembelajaran sains lingkungan teknologi dan masyarakat untuk meningkatkan hasil belajar biologi sisa kelas II SLTP Negeri 1 Driyorejo Gresik menyimpulkan bahwa pendekatan salingtemas menjadikan siswa aktif terlibat dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak didomonasi guru; model pembelajaran salingtemas memberikan suasana yang menyenangkan, dan ini merupakan salah satu bentuk motivator sehingga siswa lebih antusian dalam mengikuti pembelajaran; dengan aktifnya siswa dan suasana

6Mitri Irianti., Zulirfan., Arifah Zaini, Pembelajaran Sains Fisika Melalui Pendekatan SETS (Science Environment Technology Society) pada Siswa Kelas VIII MTs Nurul Falah Air Molek, Jurnal Geliga Sains 1 (2), 1-7, 2007, ISSN 1978-502X, h. 2, (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106522&val=2276, pada 07/03/2014).

7 Ira Rahayu Lestari, Pengaruh Pembelajaran Biologi dengan Pendekatan Sains, Lingkungan Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) terhadap Hasil Belajar Siswa SMA, (Skripsi FMIPA Universitas Negeri Jakarta: Tidak diterbitkan, 2006)

(20)

yang menyenangkan dalam proses pembelajaran, pemahaman siswa terhadap konsep biologi meningkat sehingga hasil belajar biologi siswa lebih meningkat.9 Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengambil judul penelitian :

Analisis Hasil Belajar Afektif Melalui Model Pembelajaran Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SALINGTEMAS) pada Konsep Jamur”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, timbul beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Metode, pendekatan, atau model pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai dengan kondisi siswa.

2. Siswa belum dapat mengaplikasikan konsep pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

3. Siswa belum dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan aspek sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Sikap dan minat siswa terhadap mata pembelajaran biologi masih kurang baik apabila berhubungan atau dikaitkan dengan salingtemas.

C. Pembatasan Masalah

Terjadinya penyimpangan dan penafsiran yang berbeda–beda dapat terjadi, maka untuk menghindarinya penulis membatasi masalah pada:

1. Penelitian ini difokuskan pada model pembelajaran SALINGTEMAS pada konsep Jamur.

2. Hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar berupa ranah Afektif yang dinilai menurut petunjuk teknis dari Direktorat Pembinaan SMA, adapun ranah afektif yang diukur dibatasi pada sikap dan minat siswa10.

9 Anang Prasetyo, Pendekatan Sains Lingkungan Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas II SLTP Negeri 1 Driyorejo Gresik, (Skripsi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Tidak diterbitkan, 2009).

10Petunjuk Teknis Penyusunan Perangkat Penilaian Afektif di SMA, (Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, 2010),

(21)

3. Subjek penelitian adalah siswa kelas X semester I SMA Negeri 1 Pasawahan Kabupaten Kuningan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah maka dapat peneliti kemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “bagaimanakah hasil belajar afektif melalui model pembelajaran Salingtemas pada konsep Jamur?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah “untuk menganalisis hasil belajar afektif melalui model pembelajaran Salingtemas pada konsep Jamur”.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi guru, sebagai bahan masukan dalam memilih metode pembelajaran yang paling tepat sesuai dengan materi yang diajarkan.

2. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka memperbaiki kurikulum sekolah.

(22)

8

DESKRIPSI TEORITIS DAN

KERANGKA PIKIR

A. Deskripsi Teoritis

1. Teori Belajar Humanistik

Menurut Baharuddin dan Wahyuni dalam Prayito menyatakan, aliran humanistik memandang bahwa belajar bukan sekadar pengembangan kualitas kognitif saja, selain itu pendekatan humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi yang terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki setiap peserta didik. Pendidikan humanistik memandang proses belajar bukan hanya sebagai sarana transformasi pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu, proses belajar merupakan bagian dari mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan1. Teori belajar humanisme memfokuskan pembelajarannya pada pembangunan kemampuan positif siswa. Teori ini membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Peserta didik menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan teori ini guru dapat mengetahui teknik yang dapat mengembangkan jiwa anak didik dalam Pembelajaran2.

Aplikasi teori humanisme lebih menonjolkan kebebasan setiap individu siswa/i memahami materi pembelajaran untuk memperoleh informasi/pengetahuan baru dengan caranya sendiri, selama proses pembelajaran. Dalam teori ini peserta didik berperan sebagai subjek didik, peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah fasilitator.

Peserta Didik Dalam pembelajaran yang humanis ditempatkan sebagai pusat (central) dalam aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam memaknai

1Prayito, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Humanistik Berbasis Konstruktivisme Berbantuan E-Learning Materi Segitiga Kelas VII, Jurnal AKSIOMA, Vol. 2, No.2/September (2011), h. 5-6, (http://e-jurnal.ikippgrismg.ac.id, pada 08/03/2014).

2M. Amir, ”Aplikasi Teori Humanisme dalam Kegiatan Pembelajaran”, h.1,

(23)

pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian, peserta didik diharapkan mampu menemukan potensinya dan mengembangkan potensi tersebut secara memaksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-cara belajarnya sendiri. Peserta didik menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi yang disampaikan oleh guru.

Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didiknya dengan cara memberikan motivasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan menerapkan strategi pembelajaran yang membuat peserta didik aktif, serta menyampaikan materinya pembelajaran yang sistematis. Aktifitas selama proses pembelajaran siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar3.

Dalam dunia pendidikan seorang guru harus bisa membantu muridnya dalam proses belajar, karena siswa yang satu memiliki pribadi yang berbeda. Jika hal ini tidak dapat di atasi maka siswa akan sulit dalam melakukan atau terlibat dalam proses belajar. Pengaplikasian teori ini dalam dunia pendidikan sangatlah membantu. Dengan teori ini guru dapat mengetahui teknik yang dapat mengembangkan jiwa anak didik dalam belajar. Seperti yang kita ketahui siswa terkadang sangat sulit terlibat dalam pembelajaran di kelas dengan berbagai alasan misalnya, karena belum sarapan, kepanasan, masalah keluarga dan sebagainya. Hal inilah yang perlu diketahui oleh seorang guru. Dan juga dalam aplikasinya teori humanisme ini lebih mengutamakan siswa dalam belajar mandiri atau menentukan belajar mandiri serta adanya kebebasan bergerak atau siswa aktif, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, dan memberi motivasi serta arahan dalam belajar, berfungsi juga sebagai pengawas dalam kegiatan belajar mengajar.

(24)

2. Model Pembelajaran Salingtemas a. Pengertian Salingtemas

Menurut Miftakhul Anwar, Pendekatan Sains, Teknologi lingkungan dan masyarakat (Salingtemas) adalah pengindonesiaan dari Science-Technology-Society (STS) yang pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-an, dan selanjutnya berkembang di Inggris dan Australia. National Science Teacher Association atau NSTA, mendefinisikan pendekatan ini sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan volume informasi dalam masyarakat yang terus meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih mendalam, maka model pembelajaran SETS dapat sangat membantu bagi anak. Oleh karena, model pembelajaran ini mencakup interdisipliner konten dan benar-benar melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak. Model pembelajaran ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari -hari4.

Menurut Sutarno dalam Mitri, urutan singkatan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains (S) terbentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S) diperlukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Dengan model pembelajaran ini, siswa dikondisikan agar mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi (sederhana atau yang lebih rumit tergantung jenjang pendidikan) disertai dengan pemikiran untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang timbul dari munculnya produk teknologi ini terhadap lingkungan dan masyarakat5.

4Miftakhul Anwar, Penerapan Pendekatan SETS (Science Environment Technology And Social) Pada Pembelajaran Fisika Pada Diklat Guru Mapel Fisika MA, h.3, (http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/PendekatanSETS.pdf, Pada 10/12/2012).

(25)

Sedangkan menurut Binadja dalam Juniati, model pembelajaran Salingtemas merupakan pembelajaran yang mengkaitkan keempat unsurnya yakni Sains, Lingkungan, Teknologi, dan masyarakat dalam pembelajaran. Materi pelajaran dikaitkan dengan contoh-contoh nyata yang berhubungan dengan masyarakat di sekitar peserta didik yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mudah memahami materi tersebut6.

Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi. Model pembelajaran Salingtemas dapat menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains. Proses model pembelajaran ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu7.

b. Hakekat Salingtemas

Hakekat Salingtemas dalam pendidikan merefleksikan bagaimana harus melakukan dan apa saja yang bisa dijangkau oleh pendidikan Salingtemas. Pendidikan Salingtemas harus mampu membuat peserta didik yang mempelajarinya baik siswa maupun warga masyarakat benar-benar mengerti hubungan tiap-tiap elemen dalam Salingtemas. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik dua arah yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang dihasilkan. Pada akhirnya peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap

6Juniati, Peningkatan Aktivitas, Motivasi Dan Hasil Belajar Peserta Didik Dengan Metode Sets Di Kelas IX-E SMP Negeri 3 Purworejo, Jawa Tengah Pada Konsep Energi dan Daya Listrik, Jurnal Berkala Fisika Indonesia, Volume 2, Nomor 1, Juli 2009, h. 16, (http://journal.uad.ac.id/index.php/BFI/article/download/275/110. Pada 13/02/2013).

(26)

problem yang berkaitan dengan kekayaan bumi maupun isu-isu sosial serta isu-isu global, hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi8.

Sains (Biologi) dimulai dengan menganggap aneh atau mempertanyakan suatu penomena, dilanjutkan dengan penciptaan kemungkinan jawaban atau pertanyaan yang dimaksud, kemudian mengguji jawaban mana yang memiliki alasan kuat dan dapat diterima; technology secara sederhana belajar memanipulasi alam untuk manfaat, sesuatu yang manusia sudah melakukannya dengan terampil sejak awal keberadaannya, dan kehidupan (society) dimulai dengan pandangan bahwa tidak ada seorang sosok pribadi pun yang terpisah dari lingkungan (environmental), dan hubungan dengan orang lain adalah dasar keberadaanya.

c. Tujuan Salingtemas

Menurut Darwiyanto, Tujuan pendekatan Salingtemas adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. Tujuan utama pendidikan dengan Model pembelajaran Salingtemas adalah mempersiapkan peserta didik menjadi wagra negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kesadaran untuk:

1) menyelidiki, menganalisis, memahami dan menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan proses sain dan teknologi pada situasi nyata. 2) melakukan perubahan.

3) membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sain dan teknologi. 4) merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok

dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi.

5) bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya.

6) mempersiapkan peserta didik untuk menggunakan sains bagi pengembangan hidup dan mengikuti perkembangan dunia teknologi.

(27)

7) mengajar para peserta didik untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu lingkungan, teknologi, atau masyarakat.

8) mengidentifikasi pengetahuan fundamental sehingga peserta didik secara tuntas memperoleh kepandaian dengan isu-isu Salingtemas9.

Sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat khususnya dunia pendidikan mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dipahami karena ilmu pengetahuan pada dasarnya menjelaskan tentang konsep. Sedangkan teknologi merupakan suatu seni/keterampilan sebagai perwujudan dari konsep yang telah dipelajari dan diipahami. Dengan kata lain untuk memahami sains dan teknologi berarti harus memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah dengan menggunakan konsep-konsep ilmu, mengenal teknologi yang ada di masyarakat serta dampaknya, mampu menggunakan dan memelihara hasil teknologi, kreatif membuat hasil teknologi sederhana, dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya.

Gambar 2.1. Hubungan timbal balik unsur-unsur pendidikan Salingtemas10.

9Darwiyanto, Pembelajaran IPA Berwawasan Science Environment Technology and Society (SETS), h.3, (http://bdksemarang.kemenag.go.id/?p=read&id=170#sthash.DKON6SM4.dpbs, Pada 17/01/2012).

(28)

d. Salingtemas dalam Pendidikan

Hakekat Salingtemas dalam pendidikan merefleksikan bagaimana harus melakukan dan apa saja yang bisa dijangkau oleh pendidikan Salingtemas. Pendidikan Salingtemas harus mampu membuat peserta didik yang mempelajarinya baik siswa maupun warga masyarakat benar-benar mengerti hubungan tiap-tiap elemen dalam Salingtemas. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik dua arah yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang dihasilkan. Pada akhirnya peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap problem yang berkaitan dengan kekayaan bumi maupun isu-isu sosial serta isu-isu global, hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.

(29)

dapat memisahkan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, adalah aneh bila dalam pembelajaran IPA, kita hanya memberikan penekanan pada konsep tanpa menghubung-kaitkan dengan elemen-elemen lain selain Salingtemas 11.

e. Langkah-langkah model pembelajaran Salingtemas

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Salingtemas meliputi beberapa langkah, Dass mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek SETS yang berhubungan preservice guru12. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan13.

1) Fase Invitasi, Pada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah dalam Darwiyanto, Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari14.

2) Eksplorasi, pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan

11Darwiyanto, op cit., h. 5-6.

12Pradeep M Dass, Using a Science/Technology/Society Approach To Prepare Reform-Oriented Science Teachers: The Case of a Secondary Science Methods Course, Journal Issues in Teacher Education, Volume 14, Number 1, Spring 2005, h. 99, (http://www1.chapman.edu/ITE/15dass.pdf, pada 17/01/2013).

(30)

sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan15. Menurut Aisyah dalam Miftakhul, tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan16.

3) Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi, Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan17. Menurut Aisyah dalam Darwiyanto, apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama

(31)

dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran18.

4) Fase Mengambil Tindakan, Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up19.

Alternatif lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran Salingtemas adalah dengan menggunakan metode siklus. Siklus pembelajaran bervisi Salingtemas dapat dilakukan melalui kegiatan yang terdiri atas lima tahap kegiatan untuk setiap pokok bahasan atau kompetensi dasar, sebagai berikut:

1) Tantangan (Challenge)

Tahapan tantangan merupakan proses untuk melihat permasalahan lingkungan yang terkait dengan materi yang dibahas dan tujuan pencapaian kompetensi dasar sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Pada bagian ini peserta didik diminta untuk membaca sinopsis yang membawa mereka pada tujuan dari siklus kegiatan tersebut. Diakhir sinopsis ini ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab peserta pada lembar kegiatan pemikiran awal (Initial Thoughts)

2) Jawaban awal (Initial thoughts)

Tahap ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diberikan dalam tahap tantangan (Challenge). Jawaban merupakan hasil pemikiran individual peserta didik dari pengetahuannya sendiri, yang tergantung pada keluasan dan kedalaman pengetahuan dan pengalaman peserta dalam kegiatannya sehari-hari dan pandangan peserta didik ke depan.

(32)

3) Sumber (Resources)

Pada tahap ini peserta didik diuji berpikir kritisnya dan ketrampilan membacanya, dengan membaca sumber-sumber yang diberikan yang terkait langsung dengan masalah yang diberikan pada tahap tantangan (Challenge) atau hanya sebagai pendukung yang dapat membawa peserta didik pada pemikiran-pemikiran baru untuk Sumber Informasi Revisi Jawaban Kerja Kelompok Jawaban Awal Tantangan menjawab masalah-masalah pada tahap pertama. Pada kegiatan ini peserta diberikan dua macam sumber. Pertama berupa bahan bacaan yang diperoleh dari berbagai sumber, baik melalui CD SPM, maupun dari internet. Kedua berupa dialog langsung dengan guru sebagai fasilitator.

4) Revisi jawaban (Revisedthinking)

Tahap ini masih merupakan kerja individual peserta didik yang merupakan respon atas sumber-sumber yang diperoleh dari tahap ketiga, baik dari sumber tertulis maupun dialog interaktif dengan guru atau fasilitator. Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki hasil pemikiran awalnya pada tahap kedua. Pada tahap ini peserta didik diuji tingkat keterbukaan berpikirnya dengan mempertimbangkan masukan informasi tertulis, guru atau fasilitator pada tahap ketiga.

5) Kerja kelompok (Group work)

(33)

dilakukan, atau membuat membuat daftar keragaman berpikir kelompok sebagai hasil dari siklus kegiatan hari itu.

3. Hasil Belajar Afektif a. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya20. Kemampuan tersebut meliputi keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku yang berada di dalam dirinya dan tergantung pada tingkah laku yang dapat diterima atau dicapai oleh siswa secara sempurna.

Hasil belajar menurut Bloom mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan21.

Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar pencapaian kompetensi tersebut, yakni penilaan terhadap:

1) Kognitif

Hasil belajar penguasaan kognitif bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama.

2) Afektif

Hasil belajar proses yang berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi penguasaan dan pemilihan kecakapan prose atau metode.

20Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 22.

(34)

3) Psikomotor

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seorang menerima pengalaman belajar22.

b. Penilaian Ranah Afektif

Pengertian afektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “berkenaan dengan perasaan”23. Menurut Popham dalam Sudatha, “ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang”24. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.

Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik25.

Tujuan dilaksanakannya evaluasi hasil belajar afektif adalah untuk mengetahui capaian hasil belajar dalam hal penguasaan domain afektif dari kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh setiap peserta didik setelah kegiatan pembelajaran berlangsung26.

22Ahmad Sofyan., Tonih Feronika., Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 14-24.

23Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.14.

24I Gde Wawan Sudatha, Penilaian Ranah Afektif, h.1, (http://www.undiksha.ac.id/e-learning/staff/images/img_info/4/lt_10-548.pdf , pada 31/01/2013, 2011).

25Pengembangan…, op cit., h. 3.

(35)

Hasil belajar afektif diklasifikasikan oleh Bloom. Ke dalam lima jenjang secara hirarkis yaitu:

Tabel 2.1. Kata kerja ranah Afektif sesuai dengan Taksonomi Bloom27 Menerima

Receiving/attending yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll.

2) Responding

Responding/Jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

3) Valuing

Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang menunjukan derajat internalisasi dan komitmen. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan untuk menerima nilai tersebut.

(http://eprints.unsri.ac.id/1076/1/4._Laporan_Penelitian_(Pengembangan_instrumen_dst)_UC.pdf, pada 22/01/2013).

27Petunjuk Teknis Penyusunan Perangkat Penilaian Afektif di SMA, (Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, 2010), h. 51,

(36)

4) Organization

Organization (organisasi) yaitu perkembangan dari nilai ke dalam satu system organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Characterization

Characterization merupakan ranah afektif yang tertinggi yaitu karakterisasi nilai, yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya28.

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun Kadang-kadang-Kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes29.

(37)

Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral;

1) Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

2) Minat

Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.

3) Konsep diri

Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik.

4) Nilai

Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif.

5) Moral

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

(38)

Ranah afektif lain yang penting adalah:

 Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam

berinteraksi dengan orang lain.

 Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya

moral dan artistik.

 Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.

 Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi

kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.30

Komponen penilaian afektif seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan meliputi: 31

1) memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, 2) menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,

perbuatan, dan pekerjaannya,

3) menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan,

4) menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi,

5) mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sikap cermat dan menghargai hak atas kekayaan intelektual,

6) menunjukkan sikap toleran dan empati terhadap keberagaman budaya yang ada di masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional,

7) menunjukkan sikap peduli terhadap bahasa dan dialek, dan

8) menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek.

(39)

c. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif

Dalam skala nasional (dengan mengacu kepada tujuan pendidikan nasional) domain atau ranah afektif memiliki cakupan lebih banyak dibandingkan dengan domain atau ranah kognitif dan psikomotor. Penjabaran tujuan pendidikan nasional ke dalam tujuan jenjang dan satuan pendidikan, kelompok mata pelajaran hingga tujuan mata pelajaran, tidak terlepas dengan tujuan pendidikan nasional, hanya proporsi dari masing-masing domain tersebut tidak sama untuk masing-masing mata pelajaran32.

Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.

Menurut Andersen dalam Direktorat Pembinaan SMA ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.

Menurut Lewin dalam buku petunjuk teknis penilaian afektif yang disusun oleh Direktorat Pembinaan SMA, perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.33

32Rohmad Qomari, Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, INSANIA, Vol. 13, No. 1, Jan-Apr 2008, h.7,

(http://insaniaku.files.wordpress.com/2009/03/7-pengembangan-instrumen-evaluasi-domain-afektif-rohmad-qomari.pdf. Pada 13/12/2012.

(40)

Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu:

1) menentukan spesifikasi instrumen

Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.

Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blueprint) , merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.

2) menulis instrumen

Tabel 2.2. Kisi-kisi Instrumen

Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut:

a) Instrumen Sikap

(41)

digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.

b) Instrumen Minat

Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pe lajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut.

c) Instrumen Konsep Diri

Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik.

d) Instrumen Nilai

Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.

Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.

Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.

e) Instrumen Moral

(42)

3) menentukan skala instrument

Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.

4) menentukan pedoman penskoran

Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden.

Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.

5) menelaah instrumen

Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu:

a) Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden

(43)

c) Hindari pertanyaan yang bias.

d) Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.

6) merakit instrumen

Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.

7) melakukan ujicoba

Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.

8) menganalisis hasil ujicoba

(44)

ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.

9) memperbaiki instrumen

Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/ pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.

10)melaksanakan pengukuran

Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.

11)menafsirkan hasil pengukuran

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1. Hubungan timbal balik unsur-unsur pendidikan Salingtemas10.
Tabel 2.1. Kata kerja ranah Afektif sesuai dengan Taksonomi Bloom27
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan PGPR dalam melarutkan fosfat memiliki peranan yang penting karena dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfat dan besi untuk pertumbuhan tanaman (Verma et al. Pupuk

Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta karya terhadap APBD sama

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Faktor- Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penyelesaian Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Rencana Anggaran Biaya Di Prodi PTB JPTS FPTK UPI

[r]

Kemandirian belajar adalah sifat, sikap, dan kemampuan yang dimiliki siswa siswi kelas XI di SMA Virgo Fidelis Bawen untuk melakukan kegiatan belajar secara

Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah kamera sebagai alat untuk dokumentasi dan Kuesioner yang digunakan untuk mendapatkan data persepsi dari masyarakat sedangkan

(1-tailed) N Picture Completion Picture Arrangement Block Design Object Assembly Visual Spatial Picture Completion Picture. Arrangement

[r]