SKRIPSI
ANALISIS PERANAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENANGANI DAMPAK VARIABEL SHOCK EXTERNAL DI INDONESIA
Oleh:
ADMIRON P.D SIBURIAN 100501089
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kebijakan moneter dalam menangani dampak variabel shock external di Indonesia. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Model Vector Auto Regretion (VAR) untuk periode 2004-2014
Hasil analisis VAR secara keseluruhan menunjukkan bahwa : pertama, shock kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, shock suku bunga internasional berpengaruh terhadap BI Rate. Kebijakan moneter (BI Rate) berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
Kata kunci: Kurs Dollar AS, Suku Bunga Internasional The Fed, BI Rate, Model
ii ABSTRACT
This study aims to know the function of monetary policy to face the effect of external shock in Indonesia. The test is use the Vector Auto Regretion (VAR) for the periode 2004-2014.
The result of VAR are show that : first, US Dollar shock are affect to economic growth in Indonesia. Second, The Fed Rate are affect to BI Rate. BI Rate are affect to inflation in Indonesia.
iii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan atas segala kebaikanNya sehingga karya
tulis yang berbentuk skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Analisis Peranan Kebijakan Moneter Dalam Menangani Dampak Variabel Shock External Di Indonesia”. Penyusunan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penelitian ini, telah banyak menerima bimbingan, saran,
motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Teristimewa dan terkasih kepada kedua orang tua, Sadiman Siburian dan
Sondang Sinaga serta adik-adik Haryono Siburian, Maschrist Siburian,
Natalia Siburian dan Anisa Siburian yang telah memberikan kasih sayang,
doa, serta dukungan yang tak terbatas kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec., dan Bapak Drs. Syahrir Hakim
Nasution, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi
iv
4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si., selaku
Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec., selaku dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan,
dan bimbingan dari awal hingga selesainya skripsi ini serta Ibu Dra. Raina
Linda Sari, M. Si dan Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D selaku
dosen pembanding I dan pembanding II yang telah memberikan masukan dan
arahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Untuk seluruh staf pengajar, dan staf departemen ekonomi pembangunan,
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang
disebabkan keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun sehingga skripsi ini
dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir
kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca
Medan, April 2015
Penulis
v DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... ……….. i
ABSTRACT ... ...……….….. ii
KATA PENGANTAR………... ... iii
DAFTAR ISI……….. ... v
DAFTAR TABEL ………. ... vii
DAFTAR GAMBAR ………... ... viii
DAFTAR LAMPIRAN . ……….. ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Moneter ... 8
2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter ... 8
2.1.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 9
2.2 Teori-Teori Perdagangan Internasional ... 11
2.3 Inflasi ... 13
2.4 Kurs ... 16
2.5 BI Rate ... 18
2.6 Suku Bunga Bank Sentral Amerika ... 18
2.7 Pertumbuhan Ekonomi ... 19
2.8 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Para Ahli ... 21
2.8.1 Teori Pertumbuhan Klasik ... 21
2.8.2 Teori Schumpeter ... 21
2.8.3 Teori Harrod-Domar ... 21
2.9 Penelitian Terdahulu ... 22
2.10Kerangka Konseptual ... 25
2.11 Hipotesis Penelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 28
vi
3.3 Model Penelitian ... 29
3.4 Metode Analisis Data ... 30
3.4.1 Model VAR ... 30
3.4.2 Ciri-Ciri VAR ... 31
3.4.3 Langkah-Langkah VAR ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perkembangan Perekonomian Indonesia... 36
4.1.1 Perkembangan Perekonomian Indonesia Tahun 1999-2008 ... 36
4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia Tahun 2009-2014 ... 40
4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 42
4.2.1 Hasil Uji Stasioneritas Data dan Derajat Integrasi ... 42
4.2.2 Penentuan Lag Optimal ... 43
4.2.3 Uji Kausalitas Granger ... 44
4.2.4 Hasil Estimasi VAR ... 49
4.2.5 Hasil IRF ... 51
4.2.6 Hasil Analisis Dekomposisi Varians ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 65
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
vii DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman 2.1 Penelitian Terdahulu ... 24 3.1 Variabel dan Sumber Data ... 29 4.1 Hasil Uji Akar Unit Variabel ... 42 4.2 Hasil Penentuan Lag Optimal
Variabel ... 43 4.3 Hasil Uji Kausalitas Granger ... 44 4.4 Hasil Varians Decomposition BI Rate ... 60 4.5 Hasil Varians Decomposition
Kurs Dollar AS ... 62 4.6 Hasil Varians Decomposition
viii DAFTAR GAMBAR
ix LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Data Penelitian ... 73
2 Hasil Uji Stastioneritas BI Rate (Tingkat Level) ... 72
3 Hasil Uji Stastioneritas BI Rate (1st Different) ... 73
4 Hasil Uji Stasioneritas Suku Bunga The Fed (Level) ... 74
5 Hasil Uji Stasioneritas Suku Bunga The Fed (1st Different) ……….. 75
6 Hasil Uji Stasioneritas Kurs Dollar AS (Level) ... 76
7 Hasil Uji Stasioneritas Kurs Dollar AS (1st Different) . 77 8 Hasil Uji Stasioneritas Inflasi ( Level) ... 78
9 Hasil Uji Stasioneritas Inflasi (1st Different) ... 79
10 Hasil Uji Stasioneritas Pertumbuhan Ekonomi (Level) ... 80
11 Hasil Uji Stasioneritas Pertumbuhan Ekonomi (1st Different)……… 81
12 Hasil Penentuan Lag Length ... 82
13 Hasil Uji Kausalitas ... 82
14 Hasil Estimasi VAR ... 83
15 Hasil IRF (Impulse Response Function) ... 84
i ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kebijakan moneter dalam menangani dampak variabel shock external di Indonesia. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Model Vector Auto Regretion (VAR) untuk periode 2004-2014
Hasil analisis VAR secara keseluruhan menunjukkan bahwa : pertama, shock kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, shock suku bunga internasional berpengaruh terhadap BI Rate. Kebijakan moneter (BI Rate) berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
Kata kunci: Kurs Dollar AS, Suku Bunga Internasional The Fed, BI Rate, Model
ii ABSTRACT
This study aims to know the function of monetary policy to face the effect of external shock in Indonesia. The test is use the Vector Auto Regretion (VAR) for the periode 2004-2014.
The result of VAR are show that : first, US Dollar shock are affect to economic growth in Indonesia. Second, The Fed Rate are affect to BI Rate. BI Rate are affect to inflation in Indonesia.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dan
menganut sistem perekonomian terbuka. Dengan demikian Indonesia tidak dapat
melepaskan diri dari pengaruh ekonomi global. Hal ini membuat negara Indonesia
terintegrasi dengan negara lainnya. Negara Indonesia membutuhkan negara lain
untuk memenuhi kebutuhan terhadap barang dan jasa. Pemenuhan kebutuhan
terhadap barang dan jasa ini tidak bisa diperoleh dari negara itu sendiri.
Pemenuhan kebutuhan ini tentu saja melalui pemanfaatan daya secara efisien dan
berlangung dari waktu ke waktu.
Perekonomian terbuka (Sukirno, 2004) merupakan suatu negara yang
mempunyai hubungan ekonomi dengan negara lain. Dalam perekonomian terbuka
sebagian produksi dalam negeri diekspor atau dijual ke luar negeri dan disamping
itu terdapat pula barang di negara itu yang diimpor dari negara lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa satu negara juga membutuhkan negara lain dalam
pemenuhan kebutuhannya.
Interaksi dalam bidang perekonomian ini perlu selalu dijaga karena sifat
dari negara-negara itu adalah saling ketergantungan. Berbagai negara juga akan
terintegrasi terkhusus dalam bidang perekonomian. Integrasi negara ini akan
2
banyak solusi yang dihasilkan. Bahkan juga termasuk masalah-masalah
perekonomian internasional yang menyangkut negara tersebut.
Interaksi antar negara tersebut terjalin melalui mekanisme perdagangan
internasional yang melibatkan arus barang dan jasa yang keluar dan masuk dalam
negara tersebut. Suatu negara melakukan perdagangan internasional disebabkan
dua alasan yaitu untuk mendapatkan keuntungan perdagangan (gains from trade)
dan negara berdagang satu sama lain dengan tujuan skala ekonomis dalam proses
produksi.
Perekonomian terbuka yang dianut oleh Indonesia memiliki dampak
positif dan negatif. Sebab setiap sistem perekonomian yang dianut suatu negara
pasti memiliki resiko baik positif maupun negatif. Hal ini dialami Indonesia
terutama pada masa krisis. Pada masa ini perekonomian Indonesia mengalami
gejolak yang sangat tragis yang membawa perubahan besar dalam perekonomian
kita.
Krisis ekonomi yang menimpa Asia Tenggara yang diawali pada Juli
tahun 1997 dan ditandai dengan jatuhnya keuangan Thailand, meluas hingga ke
Asia Tenggara, sehingga mengakibatkan kebanyakan negara di kawasan Asia
Tenggara, Korea Selatan dan Jepang serta Indonesia mengalami penurunan nilai
tukar, devaluasi harga saham dan harga aset, peningkatan hutang yang tajam,
tingkat bunga yang tinggi, mata uang yang terdepresiasi, inflasi meningkat dan
gangguan pertumbuhan ekonomi. Krisis tersebut menyentak perhatian dunia
3
lelah banyak pihak yang terlibat dan yang paling parah menimbulkan derita yang
berkepanjangan bagi rakyat. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1997
ini telah menimbulkan berbagai permasalahan yang demikian sulit dan kompleks
di berbagai bidang.
Perekonomian Indonesia memang hampir bangkrut yang ditandai dengan
tumpukan utang yang menuntut pelunasan. Bahkan ekspor dalam setahun hanya
mencapai jumlah yang sangat rendah yaitu hanya sebesar 679 juta dollar atau
hampir seperseratus jumlahnya dari ekspor Indonesia saat ini. Sementara itu
impor, sudah dicatu jumlahnya untuk keperluan yang esensial saja mencapai 527
juta dollar pada tahun tersebut. Cadangan devisa pun yang selama ini dianggap
mampu menutupi kekurangan tidak mampu berbuat banyak. Cadangan devisa
hanya mampu membiayai impor dalam beberapa minggu saja. Padahal Indonesia
perlu cadangan yang banyak untuk mampu bertahan dari krisis yang melanda.
Oleh karena itu, tidak heran lagi bila Indonesia tidak mampu untuk keluar dari
jerat utang yang melanda. Pada masa itu, jumlah utang yang menjadi kewajiban
pemerintah berjumlah lebih dari USD 4 miliar.
Salah satunya adalah tingkat bunga yang tinggi melanda perbankan di
Indonesia. Tulus T.H Tambunan (2009:177) di dalam kelompok ASEAN,
Indonesia termasuk ekonomi dengan suku bunga relatif tinggi. Suku bunga untuk
tabungan deposito di Indonesia berkisar 23% pada tahun 1998 saat krisis ekonomi
mencapai klimaksnya dan itu merupakan titik tertinggi. Sedangkan titik terendah
berada pada angka 3.48% pada tahun 2007. Sementara itu untuk deposito
4
Hal ini disebabkan oleh krisis rupiah sehingga pemerintah melalui kebijakan
moneternya berusaha menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pada masa itu rupiah pun terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS
yakni dari Rp 2500 menjadi Rp 2650 per dolar AS. Keadaan melemahnya rupiah
ini membuat para investor luar negeri menarik dananya secara bersamaan dari
Indonesia. Otomatis kondisi ini membuat goncangan (shock) yang serius terhadap
perekonomian negara ini. Akibatnya, nilai tukar rupiah pernah mencapai titik
terendah sekitar Rp 15.000 per dolar AS pada awal tahun 1998.
Setelah krisis ekonomi 1997 transaksi modal mengalami penurunan yang
berkaitan dengan menurunnya aliran dana asing baik pemerintah dan swasta. Hal
ini juga berdampak pada menurunnya investasi asing di Indonesia yang
diakibatkan ketidakpercayaan pihak asing terhadap kondisi perekonomian saat itu.
Padahal investasi asing merupakan sumber devisa yang dapat menunjang
perekonomian Indonesia. Semakin menipisnya cadangan devisa dan kuatnya
tekanan depresiasi rupiah membuat pemerintah mengambil keputusan untuk
beralih ke sistem nilai tukar mengambang bebas pada Agustus 1997. Ditambah
lagi dengan tingginya pembayaran pokok pinjaman utang Indonesia yang semakin
memperburuk keadaan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa krisis juga mengalami
penurunan yang signifikan. Saat itu tepatnya pada tahun 1997 pertumbuhan
ekonomi Indonesia hanya berkisar 4.7 % dan itu sangat rendah dibandingkan
5
yang sangat esensi karena bila meningkat maka otomatis pendapatan nasional
(GNP) akan meningkat, inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada
tingkat yang wajar dan akan merangsang investor untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan
antara goncangan-goncangan (shock) perekonomian dari luar negeri terhadap
variabel ekonomi (pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah) serta
kebijakan moneter yang efektif untuk menangani shock-shock tersebut di
Indonesia. Dengan demikian penulis memberi judul “Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Menangani Dampak Variabel Shock External Di Indonesia”
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti dapat merumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh perubahan (shock) kurs dolar AS terhadap suku bunga
internasional (The FED), BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai
tukar rupiah di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh perubahan (shock) suku bunga internasional (The FED)
terhadap kurs dollar AS, BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar
rupiah di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan moneter (BI Rate) terhadap kurs dollar AS,
suku bunga internasional (The FED), pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai
6 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, adapun tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Menjelaskan bagaimana pengaruh perubahan (shock) kurs dolar AS terhadap
suku bunga internasional (The FED), BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi
dan nilai tukar rupiah di Indonesia.
2. Menjelaskan bagaimana pengaruh perubahan (shock) suku bunga internasional
(The FED) terhadap kurs dollar AS, BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi,
dan nilai tukar rupiah di Indonesia.
3. Menjelaskan bagaimana pengaruh kebijakan moneter (BI Rate) terhadap kurs
dollar AS, suku bunga internasional (The FED), pertumbuhan ekonomi, inflasi
dan nilai tukar rupiah di Indonesia.
1.3.2 Manfaat penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas maka manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, sebagai salah satu media latihan untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan sesuai disiplin ilmu yang dipelajari.
2. Bagi peneliti dan mahasiswa, sebagai data dasar dan tolok ukur bagi
penelitian-penelitian selanjutnya sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu
7
3. Bagi para pengambil kebijakan, sebagai bahan masukan dalam mengambil
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Moneter
2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Menurut Mishkin (2004), kebijakan moneter adalah semua upaya atau
tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhi perkembangan variabel moneter
(uang beredar, suku bunga kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi
tertentu. Sementara itu Ismail (2006) menyatakan bahwa kebijakan moneter
adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral)
untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan moneter dilakukan oleh bank sentral sebagai otoritas moneter
untuk menjaga stabilitas moneter yang operasionalnya dilakukan oleh bank umum
dan lembaga keuangan non bank. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai bank
sentral memiliki kewajiban untuk mengawasi aktivitas usaha yang dilakukan bank
umum dan non bank sehingga tujuan ekonomi makro tercapai. Tujuan kebijakan
moneter sebagai upaya untuk memecahkan isu ekonomi makro dalam kerangka
memacu pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi, dan mengatasi
pengangguran.
Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil
merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen
9
(Base Money). Sejalan dengan kebijakan moneter kuantitatif yaitu dengan
pengaturan tingkat suku bunga, Bank Indonesia menggunakan instrumen BI Rate
dalam rangka stabilisasi harga demi tercapainya target pertumbuhan ekonomi
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari sudut ekonomi makro kebijakan moneter dapat digolongkan dalam 2
bagian yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif.
Kebijakan moneter ekspansif (Monetary Expansive Policy) adalah suatu kebijakan
yang bertujuan untuk menambah uang beredar. Sedangkan kebijakan moneter
kontraktif (Monetary Contractive Policy) adalah kebijakan yang memiliki tujuan
untuk mengurangi jumlah uang beredar.
2.1.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Manurung (2008:279) menyatakan ada beberapa mekanisme transmisi
kebijakan moneter yaitu :
1. Mekanisme Transmisi Alur Tingkat Bunga
Tingkat bunga adalah kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS,
model LM, model AD, dan model AS. Penurunan tingkat bunga riil dan biaya
modal diakibatkan oleh meningkatnya stok uang namun di sisi yang lain akan
meningkatkan investasi bisnis. Dengan demikian penurunan tingkat bunga akibat
ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan
agregat.
10
m↑→r↓→i↑→y↑
m↑→p↑→r↓→i↑→y↑
dimana :
m = stok uang nominal r = tingkat bunga riil p = ekspektasi tingkat harga i = investasi riil
y = output riil agregat
2. Mekanisme Transmisi Alur Harga Aset
Mekanisme transmisi alur harga aset terdiri dari efek nilai tukar (exchange
rate effect), teori q Tobin dan efek kekayaan (wealth effect). Pertumbuhan
ekonomi internasional dan nilai tukar fleksibel telah meningkatkan peranan
kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar mata uang suatu
negara.
a) Mekanisme transmisi alur efek nilai tukar mata uang dirumuskan :
m↑→r↓→e↓→x↑→y↑
dimana :
e = nilai tukar mata uang x = ekspor riil netto b) Teori q Tobin
Tobin mendefenisikan q sebagai rasio harga pasar perusahaan dengan biaya
penggantian modal. Jika q tinggi maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya
penggantian modal tinggi, dan sebaliknya jika q rendah maka rasio harga pasar
perusahaan dengan biaya pengganti an modal rendah. Ekspansi moneter akan
meningkatkan ekspektasi harga saham perusahaan dan akibatnya rasio harga pasar
perusahaan dengan biaya penggantian modal naik.
Mekanisme transmisi alur teori q Tobin dirumuskan :
11
dimana :
s = ekspektasi harga saham
q = rasio harga pasar saham dengan biaya penggantian modal
c) Mekanisme transmisi alur efek kekayaan dirumuskan :
m↑→s↑→w↑→c↑→y↑
dimana :
w = kekayaan keuangan atau neraca konsumen c = konsumsi riil rumah tangga
3. Mekanisme Transmisi Alur Kredit
Mekanisme transmisi alur kredit terdiri atas mekanisme transmisi alur
pinjaman bank, alur neraca, alur arus kas, alur tingkat, harga tak terantisipasi dan
alur likuiditas rumah tangga.Ketergantungan bisnis terhadap kredit sistem
perbankan dalam pembiayaan mengakibatkan peningkatan kredit sistem
perbankan, investasi, dan output riil agregat.
2.2 Teori-Teori Perdagangan Internasional
Ada beberapa teori perdagangan internasional (Apridar, 2009) yaitu :
a. Teori Keunggulan Mutlak/Absolut (The Theory of Absolute Advantage)
Pandangan ini berpendapat bahwa logam mulia tidak mungkin ditumpuk
dengan surplus ekspor karena logam mulia akan mengalir dengan sendirinya
melalui perdagangan internasional (price specie flow mechanism). Adam Smith
menginginkan tidak adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan bebas,
karena perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan
negaranya sendiri dan menciptakan spesialisasi. Spesialisai akan menghasilkan
suatu produk yang memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage). Menurut
12
perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang jika negara ini memiliki keunggulan mutlak
tersebut dan akan mengimpor barang bila tidak memiliki ketidakunggulan mutlak.
Teori keunggulan mutlak meiliki asumsi yaitu :
1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja.
2. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama.
3. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.
4. Biaya transpor diabaikan.
b. Teori Keunggulan Komparatif (The Theory of Comparative Advantage)
Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor
value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu cost comparative produk
ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksinya. Menurut teori comparative advantage (labor eficiency), suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut
berproduksi relatif kurang/tidak efisien.
Dalam teori ini, setiap negara mengkhususkan produksinya dalam bidang yang
diungguli secara komparatif dan semua negara melakukan perdagangan secara
bebas tanpa hambatan, maka akan tercapainya efisiensi dalam penggunaan
faktor-faktor produksi dan pada gilirannya produksi dunia secara keseluruhan akan
mencapai maksimum. Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai kerja atau
13
ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksinya.
c. Teori Heckscher-Ohlin (Modern Theory of Comparative Advantage)
Menurut teori Heckscher-Ohlin atau tori H-O, perbedaan opportunity cost
suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya
perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment
factors) masing-masing negara. Dalam analisisnya, teori modern H-O
menggunakan dua kurva yaitu kurva “isocost” (kurva yang menggambarkan total
biaya produksi yang sama dan kurva “isoquant” (kurva yang menggambarkan
total kuantitas produk yang sama.
2.3 INFLASI
Menurut Boediono (1985:161) defenisi singkat dari inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Sehingga pemerintah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.
Sadono Soekirno (2004) berdasarkan kepada sumber atau penyebab
kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dibedakan atas :
1. Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.
Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan
14
menegluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan
menimbulkan inflasi
2. Inflasi Desakan Biaya
Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika
tingkat pengangguran rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi
permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan
cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari
pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini
mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan
kenaikan harga-harga berbagai barang.
3. Inflasi Diimpor
Inflasi ini akan terwujud apabila barang-barang impor yang mengalami
kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran
perusahaan-perusahaan.
Berdasarkan pada tingkat kelajuan kenaikan harga-harga yang berlaku,
inflasi dapat dibedakan atas :
a. Inflasi Merayap
Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga yang lambat jalannya.
Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan harga-harga yang tingkatnya
tidak melebihi dua atau tiga persen setahun.
15
Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang
menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang
singkat.
c. Inflasi Sederhana (Moderate)
Inflasi ini di sebagian negara mencapai antara 5 hingga 10 persen.
Menurut Boediono (1985) berdasarkan atas dasar sebab-musabab awal
dari inflasi dibagi menjadi :
a. Demand Inflation
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu
kuat.
b. Cost Inflation
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi.
2.4 KURS
Menurut Mankiw (2006) kurs (exchange rate) antara dua negara adalah
tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan. Sementara itu menurut Yoopi (2004) nilai tukar atau exchange rate
atau kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara
lain.
Para ekonom membedakan kurs menjadi 2 yaitu
16
Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh,
jika kurs antara dolar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka anda
bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang.
2. Kurs Riil (real exchange rate)
Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs ini
menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu
negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut
terms of trade.
Hubungan antara kurs riil dan kurs nominal :
Kurs Riil =
Harga Barang Luar Negeri Kurs Nominal x Harga Barang Domestik
Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang
luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat
kurs yang berlaku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs adalah sebagai berikut :
• Perubahan dalam citarasa masyarakat.
• Perubahan harga barang ekspor dan impor
• Kenaikan harga umum (inflasi)
• Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.
Dalam sistem perekonomian terbuka ada sistem kurs yang dikenal
(Mankiw, 2006) yaitu:
17
Dibawah kurs mengambang, kurs ditentukan oleh pasar dan dibiarkan
berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang
berubah. Pada kasus ini, kurs e menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan
simultan di pasar barang dan pasar uang. Ketika sesuatu terjadi pada
keseimbangan tersebut, kurs memungkinkan untuk bergerak ke nilai
keseimbangan baru.
B.Kurs Tetap (Fixed Exchange Rates)
Di bawah kurs tetap, bank sentral mengumumkan nilai kurs dan siap untuk
membeli dan menjual mata uang domestik untuk mempertahankan kurs sesuai
dengan tingkat yang diumumkan. Dengan kata lain, esensi dari sistem kurs tetap
adalah komitmen bank sentral untuk membiarkan jumlah uang beredar
menyesuaikan pada level berapapun akan menjamin kurs ekuilibrium sama
dengan kurs yang diumumkan. Menurut Levin, 1975 (dalam buku memahmi kurs
valuta asing, Yoopi, 2004) sistem nilai tukar tetap bersifat excessive rigidity atau
sangat kaku. Di sisi lain, sistem nilai tukar mengambang mendorong spekulasi
yang bersifat destabilizing.
2.5 BI Rate
BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyalin Bank Indonesia ditetapkan
pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulan untuk berlaku selama satu triwulan
berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang
sama. Dengan demikian, suku bunga tertimbang rata-rata hasil lelang SBI tidak
lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank
18
BI Rate diumumkan kepada publik segera setelah ditetapkan dalam RDG
sebagai sinyal kebijakan moneter dalam merespon prospek pencapaian sasaran
inflasi ke depan. Fungsi BI Rate adalah sebagai sinyal kebijakan dan sasaran
pengendalian moneter bagi Bank Indonesia. Dengan langkah ini kebijakan
moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti ditangkap oleh pelaku
pasar dan masyarakat sehingga dapat pula meningkatkan efektivitas moneter.
2.6 Suku Bunga Bank Sentral Amerika (The Fed)
Suku bunga The Fed merupakan tingkat suku bunga moneter yang
ditetapkan oleh Federal Open Market Commite (FOMC) atau Komite Pasar
Terbuka Bank Sentral Amerika. Penetapan tingkat suku bunga The Fed ini
merupakan sebuah piranti moneter Bank Sebtral Amerika untuk mempengaruhi
jumlah uang beredar. Hal ini dilakukan melalui salah satu kebijakan yaitu operasi
pasar terbuka.
Perubahan tingkat suku bunga The Fed secara langsung akan
mempengaruhi perkembangan ekonomi global seperti tingkat suku bunga
internasional. Hal ini karena nilai mata uang dollar Amerika yang stabil sehingga
banyak dipakai dalam transaksi internasional. Hal ini membuat pengaruh terhadap
tingkat suku bunga negara-negara yang memakai dollar dalam transaksi tersebut.
Di Indonesia, perkembangan suku bunga di dalam negeri selain
dipengaruhi oleh inflasi, juga dipengaruhi oleh suku bunga luar negeri terutama
Amerika Serikat. Penurunan dan peningkatan suku bunga dalam negeri ini sejalan
19
tingkat suku bunga domestik (BI Rate) dengan tingkat suku bunga luar negeri The
Fed berada pada tingkat yang wajar, guna mengurangi ekspansi moneter yang
berasal dari aliran modal masuk terutama yang berjangka pendek.
2.7 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat menggambarkan kondisi
perekonomian negara tersebut. Hal itu sangat berpengaruh karena pertumbuhan
ekonomi dapat merangsang investor untuk menanamkan modalnya di negara
tersebut. Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian
suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama
periode tertentu (wikipedia.org).
Menurut Samuelson (2001) pertumbuhan ekonomi menggambarkan
ekspansi GDP potensial atau output nasional negara. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi terjadi apabila batas kemungkinan produksi
(production-possiblity frontier/PPF) bangsa bergeser keluar. Pertumbuhan ekonomi meliputi
pertumbuhan output perkapita merupakan sasaran penting pemerintah karena
berkaitan dengan peningktan rata-rata riil pendapatan dan standar-standar hidup.
Ada empat faktor pertumbuhan ekonomi yaitu :
1. Sumber daya manusia (penawaran tenaga kerja, pendidikan, displin, motivasi).
2. Sumber daya alam (tanah, mineral, bahan bakar, kualitas lingkungan).
3. Pembentukan modal (mesin, pabrik, jalan).
20
Sadono Sukirno (2004) menyatakan bahwa dalam kegiatan
perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan
fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan
dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan
jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi
barang modal.
Todaro (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu
proses peningkatan kapasitas produksi dari perekonomian secara komprehensif
dan terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga
menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin lama semakin besar.
2.8 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Ahli 2.8.1 Teori Pertumbuhan Klasik
Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik (Sadono Sukirno, 2004) ada
empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu : jumlah penduduk,
jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat
teknologi yang digunakan.
21
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di
dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Para pengusaha merupakan golongan
yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan
ekonomi. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan sesuatu ekonomi
semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Pada akhirnya akan
akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”.
2.8.3 Teori Harrod-Domar
Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus
dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh
atau steady growth dalam jangka panjang. Dalam Teori Harrod-Domar tidak
diperhatikan syarat untuk mencapai kapasitas penuh apabila ekonomi terdiri dari
tiga sektor atau empat sektor. Melalui analisis Harrod-Domar dapat dilihat bahwa
dalam jangka panjang pertambahan pengeluaran agregat yang berkepanjangan
perlu dicapai untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang teguh hanya mungkin dicapai apabila I+G+(X-M) terus menerus
bertambah dengan tingkat yang menggalakkan.
2.9 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian Yu Hsing (2012) meneliti tentang dampak dari desakan
makroekonomi dan shock eksternal terhadap produksi riil di Indonesia. Penelitian
ini menggunakan model IS-MP untuk mempelajari dampak potensial dari variabel
ekonomi makro yang sudah dipilih dan shock eksternal yaitu harga minyak dunia
terhadap GDP Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa tingginya tingkat harga,
22
dan rendahnya tingkat persediaan federal diharapkan bisa meningkatkan GDP riil
Indonesia. Persentase defisit dari GDP tidak akan mengakibatkan produki
meningkat. Oleh karena itu, Indonesia tidak akan menderita karena tingginya
harga minyak dunia.
Penelitian Ibnu Yahya (2007) menganalisis efektivitas kebijakan moneter
dalam menangani dampak variabel shock external pada rezim nilai tukar
mengambang bebas : studi kasus Indonesia (model struktural VAR : periode
1997:8-2006:12). Penelitian ini ingin menguji efektifitas kebijakan moneter
terhadap perubahan variabel harga minyak dunia dan suku bunga internasional
pada perekonomian Indonesia dalam rezim nilai tukar mengambang bebas periode
Agustus 1997 sampai dengan Desember 2006. Dengan menggunakan model
struktural VAR milik Kim dan Roubini (1999) yang telah dimodifikasi oleh
Andrea Brischetto dan Graham Voss (1999), maka didapat kesimpulan bahwa
kebijakan moneter berlangsung secara efektif dalam mempengaruhi tingkat harga.
Kebijakan moneter yang cenderung ketat menyebabkan penurunan tingkat inflasi
yang diakibatkan oleh peningkatan harga minyak dunia dan suku bunga
internasional.
Penelitian Andrea Brischetto dan Graham Voss (1999) menganalisis
efektivitas kebijakan moneter negara Australia dengan memperhatikan variabel
shock eksternal, yaitu harga minyak dunia dan suku bunga internasional.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah respon kualitatif dari tingkat harga dan nilai
tukar terhadap perubahan dari kebijakan moneter konsisten dengan teori. Sebagai
23
terhadap output dan harga, besar dan waktunya konsisten secara empiris untuk
Australia dan negara lainnya. Selain itu, model ini juga memberikan prediksi yang
tepat untuk dampak terhadap output dan harga dari shock suku bunga luar negeri
atau shock siklus bisnis eksternal. Model ini juga berkesimpulan bahwa kebijakan
[image:35.595.113.571.488.746.2]moneter dapat mengurangi dampak dari shock siklus bisnis eksternal.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti dan Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Kesimpulan Yu Hsing (2012) Impacts of Macroeconomic Forces and External Shocks on Real Output for Indonesia
Meneliti dampak beberapa variabel
ekonomi makro
yang dipilih dan shock eksternal termasuk harga minyak dunia terhadap produksi riil di Indonesia
Regresi Ordinary Least Square (OLS) dan metode Newey-West
GDP riil memiliki hubungan yang positif dengan harga minyak dunia Ibnu Yahya (2007) Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Menangani Dampak Variabel 1.Menjelaskan bagaimana pengaruh perubahan (shock) harga minyak dunia
Model Struktural Vector Auto Regressive (VAR) Kebijakan moneter berlangsung secara efektif dalam mempengaruhi
24
Shock External Pada Rezim Nilai Tukar
Mengambang
Bebas : Studi Kasus Indonesia (Model Struktural VAR :Periode 1997:8-2006:12)
dan tingkat suku bunga internasional terhadap variabel domestik Indonesia seperti pendapatan nasional dan tingkat harga. 2.Membuktikan apakah kebijakan moneter yang diterakan, terutama penggunaan variabel suku bunga domestik sudah benar dan efektif dalam menghadapi gangguan-gangguan external tersebut. kebijakan moneter yang cenderung ketat menyebabkan penurunan tingkat inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan harga minyak dunia dan
25 2.10 Kerangka Konseptual
Kurs Dollar AS
Terhadap rupiah
Suku Bunga The FED
Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi
Suku Bunga The FED
Kurs Dollar AS
BI Rate BI Rate
Pertumbuhan Ekonomi
26 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.11 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu serta
variabel-variabel yang dijelaskan dalam penelitian ini untuk menguji apakah terjadi
hubungan antar variabel, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1. Shock kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh positif terhadap suku bunga
The FED, BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah di
Indonesia.
2. Shock suku bunga internasional berpengaruh positif terhadap kurs dollar AS,
BI Rate, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah di Indonesia.
3. Kebijakan moneter (BI Rate) berpengaruh positif terhadap kurs dollar AS,
suku bunga The FED, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah di
Indonesia.
Dollar AS
Suku Bunga The FED
BI Rate Pertumbuhan
Ekonomi
27 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang merupakan data time series tahunan dari tahun 1996-2006. Sumber data
berasal dari buku, internet, Asian Development Bank, World Bank dan berbagai
literatur yang relevan dengan penelitian ini. Pengolahan data ini akan
menggunakan software eviews 5.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis secara kuantitatif dan
deskriptif. Dilakukan analisis untuk melihat pengaruh variabel perubahan (shock)
kurs dollar AS (K) terhadap suku bunga The FED (F), BI Rate (BI), pertumbuhan
ekonomi (Y), inflasi (I) dan nilai tukar rupiah (R). Serta untuk melihat pengaruh
variabel perubahan (shock) suku bunga internasional (F) terhadap kurs dollar AS
(K), BI Rate (BI) pertumbuhan ekonomi (Y), inflasi (I) dan nilai tukar rupiah (R).
Begitu juga untuk melihat pengaruh variabel kebijakan moneter BI Rate (BI)
terhadap kurs dollar AS (K), suku bunga The FED (F), pertumbuhan ekonomi
(Y), inflasi (I) dan nilai tukar rupiah (R).
3.2 Defenisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
28
Variabel ini merupakan harga relatif mata uang AS terhadap mata uang
Indonesia (Rupiah).
2. Suku Bunga Internasional
Variabel ini merupakan Suku Bunga The FED dalam periode tahun 2004-2014.
3. BI Rate
Variabel ini merupakan kebijakan moneter yang dikeluarkan BI sebagai suku
bunga acuan dalam periode 2004-2014.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Variabel ini diperoleh dari Gross Domestic Product (GDP) riil. GDP
merupakan penjumlahan total terhadap barang-barang dan jasa akhir.
5. Inflasi
Variabel ini merupakan kecenderungan naiknya harga-harga secara umum
dalam periode tahun 2004-2014
3.3 Model Penelitian
Penelitian ini mengggunakan model sebagai berikut :
Kt = a10 + a11Ft-1 + a12BIt-1 + a13Yt-1 + a14It-1 + a15Rt-1+ a16Ft-2 + a17BIt-2 +
a18Yt-2+ a19It-2 +eiz
Ft = a30 + a31Kt-1 + a32BIt-1 + a33Yt-1 + a34It-1 + a35Rt-1+ a36Kt-2 + a37BIt-2 +
a38Yt-2+ a39It-2 +eiz
BIt = a50 + a51Kt-1 + a52Ft-1 + a53Yt-1 + a54It-1 + a55Rt-1+ a56Kt-2 + a57Ft-2
29
Keterangan:
Kt : Kurs Dollar AS pada tahun t
Ft : Suku Bunga Internasional (The FED) pada tahun t BIt : BI Rate pada tahun t
Yt-n : Pertumbuhan Ekonomi pada tahun t-n It-n : Tingkat inflasi pada tahun t-n
an : Parameter yang diduga (n = 1,2,3, …)
eiz : standar error
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Model VAR
Yonathan (2003) menyatakan bahwa Vector Auto Regression (VAR)
biasanya digunakan untuk memproyeksikan sistem variabel-variabel runtut waktu
dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat
dalam sistem variabel tersebut. Siregar dan Irawan, 2005 (dalam buku cara cerdas
menguasai eviews, Shochrul dan Rahmat, 2011) menjelaskan bahwa VAR
merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai
fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, secara
nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem.
Variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak
bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai
persamaan melalui interpretasi peramaan. VAR dengan ordo p dan n buah
variabel tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai berikut :
Yt= A0+A1Yt-1 + A2Yt-2.... + ApYt-p + εt
Dimana :
Yt = Vektor variabel tak bebas (Y1,t,Y2,t,Y3,t) A0 = Vektor intersep berukuran n x 1 At = Vektor Parameter berukuran n x 1
30 3.4.2 Ciri-Ciri VAR
1. Bersifat ateori, artinya tidak berlandas teori dalam menentukan model regresi.
2. Memperlakukan semua variabel secara endogen (tidak dibedakan independen
atau dependen).
3. Perangkat estimasi yang digunakan adalah fungsi IRF (Impulse Response
Function) dan variance decomposition.
4. IRF digunakan untuk melacak respons saat ini dan masa depan setiap variabel
akibat shock suatu variabel tertentu.
5. Variance Decomposition, memberikan informasi mengenai kontribusi
(persentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu.
3.4.3 Langkah-Langkah VAR
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi
dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau
disebut juga stationary stochastic process. Uji stasioneritas data ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada derajat
yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu
data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk
mendekati nilai rata-ratanya (Enders, 1995 dalam buku cara cerdas menguasai
eviews).
Gujarati (2003:817) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioner dengan
analisis ADF dalam persamaan berikut :
31
Dimana :
Yt = bentuk dari first difference
α0 = Intersep
Y = Variabel yang diuji stasioneritasnya P = Panjang lag yang digunakan dalam model
� = error term
Dalam persamaan tersebut, kita ketahui bahwa Ho menunjukkan adanya
unit root dan Ht menunjukkan kondisi tidak adanya unit root. Jika dalam uji
stasioneritas ini menunjukkan nilai ADF statistik yang lebih besar daripada
Mackinnon critical value, maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner
karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika nilai ADF statistik lebih kecil
daripada Mackinnon critical value, maka dapat disimpulkan data tersebut tidak
stasioner pada derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk
memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first different I (1)
harus dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode
sebelumnya.
2. Penentuan Lag Optimal
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah
penentuan lag optimal. Haris, 1995 (dalam buku cara cerdas menguasai eviews,
Shochrul dan Rahmat, 2011) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam
uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak akan menampilkan
proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara
tepat. Akibatnya, γ dan standar kesalahan tidak diestimasi secara baik. Namun
32
kemampuan untuk menolak Ho karena tambahan parameter yang terlalu banyak
akan mengurangi derajat bebas.
Selanjutnya, untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan dalam
uji stasioneritas, berikut adalah kriteria yang digunakan :
Akaike Information Criterion (AIC) : -2�1
�� + 2 (k+T)
Schwarz Information Criterion (SIC) : -2 �1 �� + k�
log (�) � �
Hannan Quinn Information Criterion ( HQ) : -2 �1
�� + 2 k��� � log (�)
� �
Dimana:
1 = nilai fungsi log like lihood yang sama jumlahnya dengan – �
2 ( 1+ log (2�) + log (
�” �”
� ) ); �” �” merupakan sum of squared residual
T = jumlah obesrvasi
K = parameter yang diestimasi
Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi
tersebut, kita pilih/tentukan kriteria yang mempunyai final prediction error
correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC, dan HQ yang paling kecil diantara
berbagai lag yang diajukan.
3. Uji Kausalitas Granger
Metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausalitas antar
variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas Granger. Secara umum, suatu
persamaan granger dapat diinterpretasikan sebagai berikut Gujarati
[2003:696-697] (dalam buku cara cerdas menguasai eviews : hal 167) :
a. Unindirectional causality dari variabel dependen ke variabel independen. Hal
ini terjadi ketika koefisien lag variabel dependen secara statistik signifikan
berbeda dengan nol, sedangkan koefisien lag seluruh variabel independen sama
33
b. Feedback/bilaterall causality jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel
dependen maupun independen secara statistik signifikan berbeda dengan nol.
c. Independence jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel dependen
maupun independen secara statistik tidak berbeda dengan nol.
4. Estimasi VAR
Dalam estimasi VAR, model VAR yang digunakan adalah :
Yt = α + ∑��=1�jYt-j + ∑��=1�jXt-j + u1t
Xt = α + ∑��=1�jXt-j + ∑��=1�j Yt-j + u2t
Selanjutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y
mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat mengetahuinya dengan
cara membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi dengan nilai t-tabel. Jika nilai
t-statistik lebih besar daripada nilai t-tabelnya, maka dapat dikatakan bahwa
variabel Y mempengaruhi X
5. IRF
Sims, 1992 (dalam buku cara cerdas menguasai Eviews : 168)
menjelakan bahwa fungsi IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan
dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain.
Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel
lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat
atau diketahui.
6. Variance Decomposition
Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance
34
variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen-komponen
shock atau menjadi variabel innovation, dengan asumsi bahwa variabel-variabel
innovation tidak saling berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan
memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada
sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode
yang akan datang.
35 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perkembangan Perekonomian Indonesia
4.1.1 Perkembangan Perekonomian Indonesia Tahun 1999-2008
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 1999 mulai menunjukkan
adanya perbaikan dibandingkan tahun 1998. Laju pertumbuhan mulai positif
hanya 0.8% dan yang paling mencengangkan adalah tingkat inflasi pada titik
2.0%. Memasuki tahun 2000 ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian
mulai membaik, tetapi investasi yang stagnan mengakibatkan pertumbuhan tidak
optimal dan mencapai angka 4.9%. Pada tahun 2000 inflasi juga meningkat
menjadi 9.3%. Perkembangan pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh
perkembangan moneter yang semakin membaik. Nilai tukar terus mengalami
apresiasi sehingga pada akhirnya memberikan manfaat pada pengendalian inflasi.
Sementara itu, suku bunga juga mulai menunjukkan kecenderungan untuk
mengalami penurunan. Dalam masa itu merupakan perkembangan yang baik yang
dihasilkan oleh pemerintahan Habibie.
Walaupun meningkat dari tahun sebelumnya, namun perkembangan
tersebut belum mampu mendorong dunia usaha untuk bangkit. Defisit APBN
diperkirakan 4% dari PDB dalam dua tahun fiskal 2000/2001 dan sedikit menurun
3.5% dari PDB dalam tahun fiskal 2001/2002. Inflasi diharapkan turun menjadi
36
APBN 2001 pemerintah menggunakan berbagai asumsi dasar seperti kurs rupiah,
suku bunga SBI, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak mentah. Dalam
APBN 2001 pemerintah mematok kurs rupiah Rp 7.800/US dollar, pertumbuhan
ekonomi 5 persen, tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) 11.5%,
tingkat inflasi 7.2%, dan harga minyak mentah 24 US dollar per barrel.
Dalam perkembangannya, berbagai asumsi dasar yang digunakan dalam
penyusunan APBN 2001 tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi riil yang ada
seiring dengan dinamika faktor internal dan eksternal di tanah air. Misalnya kurs
rupiah dipatok Rp 7.800/ US
yang diperkirakan bahkan cenderung melemah mencapai kisaran Rp 11.500/per
US dollar. Melemahnya rupiah terhadap US dollar jelas memperberat posisi
keuangan pemerintah. Begitu pula tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang
ditetapkan oleh pihak BI juga sudah merangkak naik hingga 15 persen. Kondisi
ini jelas tidak menguntungkan dunia perbankan nasional karena dikahawatirkan
berdampak pada munculnya negative
Pelemahan terhadap posisi rupiah nampaknya terus berlanjut hingga
Maret 2001 rupiah terpuruk mencapai Rp 11.500/US dollar. Kekhawatiran dunia
luar (investor) terhadap situasi keamanan dan politik dii tanah air semakin
memperkeruh situasi perekonomian nasional. Kondisi tersebut jelas tidak
menguntungkan bagi bergeraknya perekonomian nasional dimana daya beli
masyarakat melemah, lapangan kerja semakin sedikit, pengangguran semakin
37
bunga SBI menaik yang berdampak pada semakin sulitnya posisi dunia perbankan
nasional, yang pada gilirannya menghambat bergeraknya sektor riil. Kondisi
tersebut masih diperparah dengan berbagai kebijakan pemerintah saat itu melalui
kebijakan yang tidak populer menaikkan harga BBM, Tarif Dasar Listrik, dan
Tarif Telepon.
Dalam perjalanannya, rupiah masih jauh dari yang diperkirakan dalam
APBN 2001. Oleh karena itu, maka pemerintah melakukan perubahan pertama
atas asumsi dasar APBN 2001 sebelumnya dimana kurs rupiah dari Rp 7.800/US
dollar menjadi Rp 9.600/US dollar, pertumbuhan ekonomi dari 5% menjadi
3.5%, inflasi dari 7.2% menjadi 9.3%, suku bunga SBI dari 11% menjadi 15%
dan tetap mempertahankan deficit anggaran 3.7% dari PDB (Produk Domestik
Bruto).
Pada tahun 2002 perekonomian mulai mengindikasikan adanya proses
pemulihan ekonomi. Meski demikian, pertumbuhan hanya mampu mencapai
angka 4,3%. Investasi yang semula diperkirakan membaik justru mengalami
kontraksi tajam selama tahun 2002. Rendahnya kinerja investasi tidak terlepas
dari masih tingginya risiko investasi yang memperburuk daya saing perekonomian
terkait dengan berbagai masalah struktural yang ada. Kondisi ekonomi makro
stabil dan cenderung membaik selama 2003 sebagaimana jika nilai tukar yang
menguat, laju inflasi dan suku bunga yang tajam, serta pertumbuhan ekonomi
yang menigkat. Kegiatan investasi pada 2003 tumbuh sebesar 1.4%, sedikit
38
berada di bawah pertumbuhan investasi sebelum krisis yang mampu mencapai
12% per tahun.
Pada tahun 2004, berkat stabilitas makroekonomi yang terjaga, kegiatan
ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi pascakrisis ekonomi, yaitu sebesar
5.1%. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh sumber pendorong pertumbuhan yang
lebih berimbang, dengan kontribusi investasi dan ekspor yang semakin besar.
Investasi tumbuh pesat sebesar 15.7% jauh lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya. Meningkatnya kegiatan investasi didorong oleh membaiknya
permintaan domestik dan dukungan pembiayaan. Meskipun lebih tinggi tahun
2004, pertumbuhan ekonomi 2005 sebesar 5.6% cenderung melambat seiring
dengan semakin kuatnya tekanan pada kestabilan makroekonomi. Perlambatan
pertumbuhan terutama terjadi pada konsumsi dan investasi menurunnya daya beli,
kenaikan biaya produksi, dan iklim investasi yang belum kondusif sehingga
pertumbuhan investasi turun menjadi 9.93%.
Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2006 mencapai 6.1% yang
berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya
5.5%. Sisi lain yang menarik untuk dicermati adalah besarnya sumbangan
masing-masing sektor dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006.
Sektor-sektor ekonomi yang nilai nominalnya besar tetap akan menjadi
penyumbang terbesar bagi pertumbuhan, walaupun pertumbuhan sektor
bersangkutan relatif kecil. Sektor pengangkutan dan komunikasi, walaupun
mengalami pertumbuhan tertinggi 13.6%, hanya memberikan kontribusi sebesar
39
walaupun hanya tumbuh 4.6% tetapi tetap menjadi sumber utama pertumbuhan
ekonomis besar 1.3%. Perekonomian Indonesia pada tahun 2007 mengalami
pertumbuhan sebesar 6.32% dibanding tahun 2006. Pada tahun 2008 angkanya
sedikit melambat, yakni antara 6.1-6.2%.
Meskipun pada tahun 2008 terjadi krisis global namun tidak terlalu
berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Fondasi perekonomian Indonesia
pun di tahun 2007-2008 lebih baik ketimbang yang ada pada tahun 1996-1997,
termasuk inflasi yang lebih terkendali.
4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia Tahun 2009-2014
Perekonomian suatu negara dianggap berhasil apabila terdapat
peningkatan dalam perekonomian suatu negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi
merupakan hasil dari seluruh kegiatan perekonomian suatu negara dalam periode
tertentu, yang pada umumnya adalah satu tahun.Perekonomian dunia sekarang ini
yang semakin dinamis menyebabkan pertumbuhan perekonomian tidak hanya
dinikmati oleh negara-negara dunia pertama saja atau negara maju, tetapi juga
telah dirasakan oleh negara-negara dunia ketiga yang perlahan-lahan membangun
perekonomiannya dan mulai menjadi kekuatan perekonomian baru bagi dunia.
Krisis global pada tahun 2008 semakin menunjukkan betapa tangguhnya
perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara lain sedang mengalami kejatuhan
dalam kondisi perekonomiannya Indonesia justru mencetak hasil pertumbuhan yg
positif yaitu 4.5 % pada 2009. Meskipun melambat dibandingkan dengan tahun
2008, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 dapat mencapai 4.5%, tertinggi ketiga
40
dapat dihindari karena struktur ekonomi banyak didorong permintaan domestik.
Inflasi juga tercatat rendah 2.78%, terendah dalam satu dekade terakhir. Sistem
keuangan kembali terjaga dengan mulai pulihnya fungsi intermediasi perbankan
terutama pada paruh kedua tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008
mencapai 6.1% yang hampir meyerupai angka tahun lalu sebesar 6.1%. Pada
tahun 2009, perekonomian Indonesia mengalami penurunan yakni 4.5%. Tapi,
setelah perekonomian dunia mulai membaik pada tahun 2010 mengalami
perkembangan kembali mencapai 6,3% sama. Sedangkan pada tahun 2011,
mengalami peningkatan lagi dengan angka 6.5% yang merupakan angka tertinggi
pada satu dekade terakhir. Tahun berikutnya, pertumbuhan ekonomi sebesar
6.23% pada tahun 2012.
Besaran PDB Indonesia pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku
mencapai Rp 4.954 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000)
mencapai Rp 2.082,1 triliun.
Pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 5.613,4 triliun,
sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.177 triliun.
Tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 6.422,9 triliun, sedangkan atas
dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp 2.310,7 triliun. Tahun 2011 atas
dasar harga berlaku mencapai Rp7.427,1 triliun, sedangkan atas dasar harga
konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.463,2 triliun. Pada tahun 2012 atas dasar
harga berlaku mencapai Rp 8.241,9 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan
(tahun 2000) mencapai Rp 2.618,1 triliun. 2
41 4.2.1 Hasil Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi (Uji Akar Unit)
Uji stasioneritas ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented
Dickey Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga
diperoleh suatu data yang stasioner. Dikatakan stasioner (tidak mengandung akar
unit) jika nilai probabilitasnya kurang dari α = 1% atau α = 5 % dan sebaliknya
dikatakan tidak stasioner (mengandung akar unit) jika nilai probabilitasnya lebih
dari α = 1% atau α = 5 %. Dari hasil uji akar unit yang terdiri dari beberapa
variabel yaitu variabel suku bunga The Fed, kurs dollar AS, BI rate, pertumbuhan
[image:53.595.155.522.420.670.2]ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah.
Tabel 4.1 Hasil Uji Akar Unit Variabel
Variabel Tingkat Stasioner
Level 1st different
BI Rate (BI) Probabilitas 0.0397 0.0001 level
Critical Value
1% -4.1923 -4.2349 5% -3.5207 -3.5403 Suku Bunga
The Fed (F)
Probabilitas 0.0201 0.1767 level
Critical Value
1% -4.2050 -4.1923 5% -3.5266 -3.5207 Kurs Dollar
AS (K)
Probabilitas 0.5838 0.0004 1st
different Critical
Value
1% -4.1923 -4.1985 5% -3.5207 -3.5236
Inflasi (I) Probabilitas 0.1177 0.0043 1st
different Critical
Value
1% -4.1864 -4.2528 5% -3.5180 -3.5484 Pertumbuhan
Ekonomi (Y)
Probabilitas 0.1030 0.0000 1st
different Critical
Value
1% -4.1864 -4.1923 5% -3.5180 -3.5207 Sumber : pengolahan data
Hasil uji akar unit yang ditunjukkan oleh tabel 4.1 menunjukkan bahwa
42
diteliti tidak stasioner pada derajat level, sehingga harus dilakukan uji derajat
integrasi sebagai tes kedua (1st different) terhadap data yang digunakan. Hasil uji
akar unit pada differensiasi pertama menunjukkan bahwa data dari variabel kurs
dollar AS (K), inflasi (I), dan pertumbuhan ekonomi (Y) tidak mengandung akar
unit atau sudah stasioner sehingga data yang akan digunakan untuk analisis
selanjutnya adalah data pada tingkat defferensiasi pertama. Sedangkan dari hasil
analisis bahwa variabel BI Rate suku bunga The Fed (F) menunjukkan tidak
mengandung akar unit pada tingkat level, maka data tersebut sudah stasioner pada
derajat level.
4.2.2 Penentuan Lag Optimal
Penentuan lag optimal dilakukan dengan melihat hasil kriteria informasi
dari Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan
Hannan-Quinn Criterion (HQ). Lag yang dipilih adalah lag memiliki nilai AIC, SIC, dan
HQ terkecil. Panjang lag yang digunakan dalam penelitian ini adalah ke -2.
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Lag Optimal Variabel
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -595.5530 NA 3634313. 29.29527 29.50424 29.37136
1 -461.1479 229.4720 17670.18 23.95844 25.21227 24.41501
2 -408.5192 77.01764* 4859.121* 22.61069* 24.90939* 23.44775*
3 -384.4008 29.41276 5900.238 22.65370 25.99725 23.87123
43
Berdasarkan tabel di atas, penetuan lag optimal variabel dari setiap kriteria menunjukkan lag yang berbeda satu dengan yang lain. Dari hasil ini, diketahui bahwa semua tanda bintang berada pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal yang direkomendasikan adalah lag 2.
4.2.3 Uji Kausalitas Granger
Dalam menganalisis hubungan kausalitas antar variabel yang diamati
adalah dengan uji Kausalitas Granger. Uji kausalitas ini dilakukan agar dapat
melihat arah hubungan antar variabel. Berikut adalah hasil uji kausalitas granger
[image:55.595.109.495.371.757.2]yang telah dilakukan.
Tabel 4.3 Hasil Uji Kausalitas Granger
Lags: 2
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
Y does not Granger Cause BI 42 0.08020 0.92309
BI does not Granger Cause Y 0.86587 0.42903
K does not Granger Cause BI 42 0.38774 0.68132
BI does not Granger Cause K 0.98898 0.38157
I does not Granger Cause BI 42 2.26232 0.11832
BI does not Granger Cause I 13.7423 3.4E-05
F does not Granger Cause BI 42 5.40524 0.00872
BI does not Granger Cause F 1.39592 0.26034
K does not Granger Cause Y 42 8.65124 0.00083
Y does not Granger Cause K 0.96418 0.39067
I does not Granger Cause Y 42 0.91379 0.40986
Y does not Granger Cause I 0.33219 0.71947
F does not Granger Cause Y 42 0.32049 0.72779
Y does not Granger Cause F 1.39704 0.26007
I does not Granger Cause K 42 0.10098 0.90420
K does not Granger Cause I 0.09936 0.90566
F does not Granger Cause K 42 0.17938 0.83651
44
F does not Granger Cause I 42 0.97658 0.38609
I does not Granger Cause F 0.35764 0.70172
Sumber : pengolahan data
Keterangan :
1. Ho : Y tidak mempengaruhi BI atau sebaliknya Ha : BI mempengaruhi Y atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas
F-statistik > α maka Ho diterima.
2. Ho : K tidak mempengaruhi BI atau sebaliknya Ha : BI mempengaruhi K atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
3. Ho : I tidak mempengaruhi BI atau sebaliknya Ha : BI mempengaruhi I atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
4. Ho : F tidak mempengaruhi BI atau sebaliknya Ha : BI mempengaruhi F atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
5. Ho : K tidak mempengaruhi Y atau sebaliknya Ha : Y mempengaruhi K atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
6. Ho : I tidak mempengaruhi Y atau sebaliknya Ha : Y mempengaruhi I atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas
F-statistik > α maka Ho diterima.
7. Ho : F tidak mempengaruhi Y atau sebaliknya Ha : Y mempengaruhi F atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
8. Ho : I tidak mempengaruhi K atau sebaliknya Ha : K mempengaruhi I atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
9. Ho : F tidak mempengaruhi K atau sebaliknya Ha : K mempengaruhi F atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas F
-statistik > α maka Ho diterima.
10. Ho : F tidak mempengaruhi I atau sebaliknya Ha : I mempengaruhi F atau sebaliknya
Jika nilai probabilitas F-statistik < α maka Ho ditolak dan jika nilai probabilitas
45
Berdasarkan hasil pengujian maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Nilai probabilitas dari Y terhadap BI menunjukkan angka sebesar 0.92309
dimana hasil tersebut lebih besar dari α sebesar 5% sehingga hipotesis Ho
diterima. Demikian juga nilai probabilitas dari BI terhadap Y
menunjukkan angka sebesar 0.42903 yang mana lebih besar da