• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebijakan moneter dalam menstabilkan inflasi dan pengangguran di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kebijakan moneter dalam menstabilkan inflasi dan pengangguran di Indonesia"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

OLEH AZWAR ANAS

H14102016

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

AZWAR ANAS. Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya di antaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Upaya menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter, telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi Inflation Targeting Framework (ITF) dengan instrumen suku bunga.

Pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan kondisi perekonomian. Sebelum krisis 1997 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, nilai tukar yang stabil dan tingkat inflasi yang rendah. Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun, bahkan menjadi negatif di tahun 1998, nilai tukar Rupiah terus terdepresiasi, inflasi meninggi dan terjadi ledakan pengangguran pada tahun 1998 dimana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru.

Kondisi perekonomian negara dapat mengalami siklus naik turun, sehingga pada saat tertentu mengalami pertumbuhan yang pesat dan di saat yang lain mengalami penurunan. Untuk mengelola dan mempengaruhi perekonomian agar berada dalam kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan pengangguran hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana variabel variabel makroekonomi bereaksi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia. Dan yang kedua untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia.

(3)

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, publikasi International Financial Statistics dari International Monetary Fund, dan data publikasi Badan Pusat Satistik. Data-data yang digunakan adalah data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang yang beredar, Consumer Price Index (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah dan data pengangguran.

Pada penelitian ini dilihat bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap guncangan SBI. Respon pada dua kuartal awal (periode ke-1 dan periode ke-2) menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar, dan pengangguran mengalami penurunan, SBI dan inflasi mengalami peningkatan dan nilai tukar mengalami apresiasi. Secara umum respon jumlah uang yang beredar dan inflasi mengalami peningkatan, sedangkan respon nilai tukar cenderung mengalami depresiasi dan respon pengangguran mengalami penurunan. Setelah terjadi guncangan SBI, variabel yang lebih cepat menunjukkan respon permanen adalah variabel SBI itu sendiri, nilai tukar, pengangguran, inflasi dan yang membutuhkan waktu paling lama adalah jumlah uang yang beredar. Cukup lamanya respon variabel tersebut menuju ke arah kestabilan (mulai periode dua puluh sembilan sampai empat puluh empat atau tujuh sampai sebelas tahun setelah guncangan) menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan, dan kebijakan moneter yang diterapkan kurang mampu untuk menstabilkan perekonomian.

(4)

Oleh AZWAR ANAS

H14102016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Azwar Anas

Nomor Registrasi Pokok : H14102016 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Sripsi : Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran

di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI

YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 5 September 2006

Azwar Anas

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Azwar Anas lahir pada tanggal 23 Mei 1984 di Jakarta. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Dayat dan Nur Aisyah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Pondok Pinang 07 Pagi Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SMPN 161 Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkn pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi dan kegiatan akademik. Penulis pernah menjadi Staf Departemen Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM, Ketua Komisi I Advokasi Aspirasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM. Dan mengikuti kegiatan organisasi eksternal HMI, dengan menjadi Wasekum Penelitian dan Pengembangan HMI Komisariat FEM.

(8)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia”. Kebijakan moneter dan pengangguran merupakan topik yang sangat menarik, diharapkan dengan adanya kebijakan moneter yang tepat maka perekonomian Indonesia menjadi stabil. Di samping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan hormat kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec yang telah menjadi dosen pembimbing skripsi atas dorongan, dan arahannya selama proses pembuatan skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D dan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. Semua saran dan kritikannya menjadi masukan yang berharga bagi penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mba Yati Nuryati, S.Pi, M.Si dan Moc. Iqbal Irfani SE yang telah membantu dalam metode penelitian skripsi ini. Dan ucapan terimakasih kepada para Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen beserta staf yang telah membantu proses pendidikan bagi penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga saat ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan memberikan perlindungan di dunia maupun di akhirat kelak. Kepada Ka Nina tersayang terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya, dan terima kasih kepada adik-adik penulis Mega dan Rifki atas segala keceriaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan.

(9)

ii

Fikri, Edi, Nina, Nilam, Diyah, Selda dan Firman atas bantuan dan perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman IE 39 dan para peserta seminar yang telah ikut memberi kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 5 September 2006

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Pengertian dan Definisi... 8

2.1.1. Kebijakan Moneter ... 8

2.1.2. Kebijakan Stabilisasi ... 8

2.1.3. Suku Bunga ... 9

2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar ... 9

2.1.5. Inflasi ... 10

2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)... 11

2.1.7. Nilai Tukar... 11

2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap... 12

2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas... 13

2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali ... 13

2.1.8. Pengangguran ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)... 15

2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005) ... 16

2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006) ... 17

(11)

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

OLEH AZWAR ANAS

H14102016

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

AZWAR ANAS. Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya di antaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Upaya menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter, telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi Inflation Targeting Framework (ITF) dengan instrumen suku bunga.

Pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan kondisi perekonomian. Sebelum krisis 1997 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, nilai tukar yang stabil dan tingkat inflasi yang rendah. Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun, bahkan menjadi negatif di tahun 1998, nilai tukar Rupiah terus terdepresiasi, inflasi meninggi dan terjadi ledakan pengangguran pada tahun 1998 dimana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru.

Kondisi perekonomian negara dapat mengalami siklus naik turun, sehingga pada saat tertentu mengalami pertumbuhan yang pesat dan di saat yang lain mengalami penurunan. Untuk mengelola dan mempengaruhi perekonomian agar berada dalam kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan pengangguran hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana variabel variabel makroekonomi bereaksi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia. Dan yang kedua untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia.

(13)

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, publikasi International Financial Statistics dari International Monetary Fund, dan data publikasi Badan Pusat Satistik. Data-data yang digunakan adalah data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang yang beredar, Consumer Price Index (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah dan data pengangguran.

Pada penelitian ini dilihat bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap guncangan SBI. Respon pada dua kuartal awal (periode ke-1 dan periode ke-2) menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar, dan pengangguran mengalami penurunan, SBI dan inflasi mengalami peningkatan dan nilai tukar mengalami apresiasi. Secara umum respon jumlah uang yang beredar dan inflasi mengalami peningkatan, sedangkan respon nilai tukar cenderung mengalami depresiasi dan respon pengangguran mengalami penurunan. Setelah terjadi guncangan SBI, variabel yang lebih cepat menunjukkan respon permanen adalah variabel SBI itu sendiri, nilai tukar, pengangguran, inflasi dan yang membutuhkan waktu paling lama adalah jumlah uang yang beredar. Cukup lamanya respon variabel tersebut menuju ke arah kestabilan (mulai periode dua puluh sembilan sampai empat puluh empat atau tujuh sampai sebelas tahun setelah guncangan) menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan, dan kebijakan moneter yang diterapkan kurang mampu untuk menstabilkan perekonomian.

(14)

Oleh AZWAR ANAS

H14102016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Azwar Anas

Nomor Registrasi Pokok : H14102016 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Sripsi : Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran

di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI

YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 5 September 2006

Azwar Anas

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Azwar Anas lahir pada tanggal 23 Mei 1984 di Jakarta. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Dayat dan Nur Aisyah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Pondok Pinang 07 Pagi Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SMPN 161 Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkn pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi dan kegiatan akademik. Penulis pernah menjadi Staf Departemen Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM, Ketua Komisi I Advokasi Aspirasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM. Dan mengikuti kegiatan organisasi eksternal HMI, dengan menjadi Wasekum Penelitian dan Pengembangan HMI Komisariat FEM.

(18)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia”. Kebijakan moneter dan pengangguran merupakan topik yang sangat menarik, diharapkan dengan adanya kebijakan moneter yang tepat maka perekonomian Indonesia menjadi stabil. Di samping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan hormat kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec yang telah menjadi dosen pembimbing skripsi atas dorongan, dan arahannya selama proses pembuatan skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D dan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. Semua saran dan kritikannya menjadi masukan yang berharga bagi penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mba Yati Nuryati, S.Pi, M.Si dan Moc. Iqbal Irfani SE yang telah membantu dalam metode penelitian skripsi ini. Dan ucapan terimakasih kepada para Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen beserta staf yang telah membantu proses pendidikan bagi penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga saat ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan memberikan perlindungan di dunia maupun di akhirat kelak. Kepada Ka Nina tersayang terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya, dan terima kasih kepada adik-adik penulis Mega dan Rifki atas segala keceriaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan.

(19)

ii

Fikri, Edi, Nina, Nilam, Diyah, Selda dan Firman atas bantuan dan perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman IE 39 dan para peserta seminar yang telah ikut memberi kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 5 September 2006

(20)

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Pengertian dan Definisi... 8

2.1.1. Kebijakan Moneter ... 8

2.1.2. Kebijakan Stabilisasi ... 8

2.1.3. Suku Bunga ... 9

2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar ... 9

2.1.5. Inflasi ... 10

2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)... 11

2.1.7. Nilai Tukar... 11

2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap... 12

2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas... 13

2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali ... 13

2.1.8. Pengangguran ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)... 15

2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005) ... 16

2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006) ... 17

(21)

iv

2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga... 18

2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian... 19

2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM 20 2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga ... 22

2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan ... 22

2.3.6. Inflasi Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter... 23

2.3.7. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Tetap 24 2.3.8. Kebijakan Moneter Ekspansioner Sistem Kurs Mengambang 25 2.3.9. Kurva Phillips ... 25

2.4. Kerangka Pemikiran... 27

III. GAMBARAN UMUM ... 30

3.1. Gambaran Inflation Targeting Framework... 30

3.2. Perkembangan Indikator-Indikator Makroekonomi di Indonesia... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 38

4.1. Jenis dan Sumber Data... 38

4.2. Model Penelitian... 39

4.3. Metode Analisis Data ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1. Kestasioneran Data ... 53

5.2. Uji Lag Optimal ... 54

5.3. Uji Stabilitas VAR ... 55

5.4. Uji Kointegrasi... 55

5.5. Impulse Response Function (IRF) ... 57

5.6. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 63

5.6.1. Faktor-Faktor Determinan Inflasi... 63

5.6.2. Faktor-Faktor Determinan Pengangguran ... 65

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(24)

Nomor Halaman 1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level... 73 2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference... 77 3. Hasil Pengujian Lag Optimal... 81 4. Hasil Pengujian Stabilitas VAR... 82 5. Hasil Estimasi Struktural VAR... 84 6. Hasil Pengujian Johansen dengan ”Asumsi Summary” ... 86 7. Hasil Pengujian Johansen dengan ”Asumsi 5” ... 87 8. Impulse Response Function (IRF) ... 90 9. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 92

(25)

DAFTAR SINGKATAN

AD = Aggregate Demand

ADF = Aughmented Dickey Fuller AIC = Akaike Information Criteria AS = Aggregate Supply

BI = Bank Indonesia BPS = Badan Pusat Statistik CPI = Consumer Price Index ECM = Error-Correction Model

FEVD = Forecast Error Variance Decomposition HQ = Hannan-Quinn Information Criterion IFS = International Financial Statistic ITF = Inflation Targeting Framework IHK = Indeks Harga Konsumen

ILO = International Labor Organization IMF = International Monetary Fund IRF = Impulse Response Function LRAS = Long-Run Agreggate Supply OLS = Ordinary Least Squares RDG = Rapat Dewan Gubernur SBI = Sertifikat Bank Indonesia SC = Schwarz Criterion

SEKI = Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia SRAS = Short-Run Agreggate Supply

SVAR = Strctural Vector Autoregression VAR = Vector Autoregression

VECM = Vector Error Correction Model VMA = Vector Moving Average

(26)

1.1. Latar Belakang

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha.

Stabilitas makroekonomi dapat dilihat dari dampak guncangan suatu variabel makroekonomi terhadap variabel makroekonomi lainnya. Apabila dampak suatu guncangan menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel makroekonomi dan diperlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang, maka dapat dikatakan bahwa stabilitas makroekonomi rentan terhadap perubahan. Namun apabila dampak guncangan indikator itu menunjukkan fluktuasi yang kecil dan waktu untuk mencapai keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama maka dapat dikatakan kondisi makroekonomi relatif stabil (Siregar, et al., 2006).

(27)

2

Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran. Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, penetapan SBI dilakukan untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya inflasi.

Saat krisis tingkat inflasi di Indonesia meningkat tajam, dan pernah mencapai 82,40 persen pada September 1998. Tingkat inflasi yang tinggi pada saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja mengurangi daya beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi jumlah uang yang beredar meningkat hal ini akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar.

Nilai tukar Rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada kisaran 2.110–2.383 Rupiah per US Dollar. Ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada pertengahan 1997 perekonomian Indonesia terkena dampak negatifnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia ini diawali dengan melemahnya Bath Thailand yang melahirkan contagion-effect (efek menular ke negara lain) dan menyebabkan krisis mata uang yang merambat ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia.

(28)

secara terus menerus hingga pada akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar Untuk menahan laju nilai tukar Rupiah, pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (managed floating system) dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating system). Namun memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar pada Juni 1998.

Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat inflasi yang tinggi, bank sentral meningkatkan tingkat suku bunga SBI yang pada bulan November 1998 menyentuh angka 61 persen per tiga bulan. Langkah ini disatu sisi memang berhasil menurunkan laju inflasi dari 77,63 persen pada tahun 1998 menjadi 2 persen pada akhir tahun 1999. Namun di sisi lain keadaan ini berdampak buruk pada tingkat investasi di Indonesia, pada tahun 1997 pelarian arus modal keluar mencapai 3,5 milyar Dollar, sementara pada tahun 1998 dan 1999 masing-masing mencapai 19.7 milyar Dollar dan 11,3 milyar Dollar (Salim, 2001).

(29)

4

singkat. Ledakan pengangguran terjadi di tahun 1998 di mana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru (Limongan, 2001).

Berbagai indikator ekonomi makro moneter sepanjang tahun 2005 menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil, ini berarti ekonomi Indonesia masih rawan terhadap berbagai guncangan, ketidakstabilan indikator makro dapat dilihat dari adanya peningkatan inflasi dan suku bunga, volatilitas nilai tukar dan adanya kecenderungan kenaikan tingkat pengangguran.

Inflasi IHK 2005 mencapai 17,11 persen, jauh di atas inflasi tahun 2004 yang mencapai 6,4 persen, inflasi tahun 2005 merupakan inflasi tertinggi sejak pasca krisis. Tingginya laju inflasi disebabkan kenaikan administered prices khususnya harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 dan administered prices lainnya seperti tarif angkutan, elpiji, cukai rokok, dan tarif tol. Inflasi administered prices hingga Desember 2005 tercatat sebesar 42,01 persen year on year (yoy). Laju inflasi juga disebabkan adanya gangguan pasokan dan distribusi sehingga menyebabkan tingginya harga bahan makanan (volatile foods) sebesar 15,18 persen, adanya peningkatan ekpektasi inflasi yang didorong oleh kenaikan harga BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Dan penyebab terakhir karena adanya depresiasi nilai tukar Rupiah selama tahun 2005 sebesar 8,6 persen yoy (Sitorus, 2006).

(30)

kondisi Indonesialah yang membuat mata uang Rupiah menjadi melemah. Ketika Bank Indonesia merespon dengan meningkatkan suku bunga dalam negeri untuk disesuaikan dengan suku bunga internasional, langkah penyesuaian yang diambil sudah terlambat. Terjadinya peningkatan suku bunga domestik merupakan respon atas meningkatnya suku bunga internasional yang mengalami pembalikan trend sejak the Fed menaikkan suku bunganya di pertengahan 2004. Kenaikan suku bunga SBI, segera akan diikuti oleh kenaikan suku bunga simpanan dan kredit. Kenaikan yang terlalu cepat ini tentu akan menyulitkan perbankan dan sektor riil (Sugema, et al., 2006).

Fenomena perekonomian secara global pada tahun 2005-2006 memperlihatkan bahwa kondisi eksternal belum menunjukkan kondisi yang kondusif, seperti adanya kecenderungan kenaikan suku bunga internasional, kenaikan harga minyak dunia, dan masih tingginya inflasi dunia. Kondisi-kondisi tersebut tentu saja harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan untuk memperbaiki kondisi perekonomian.

(31)

6

1.2. Perumusan Masalah

Perubahan-perubahan dan fluktuasi ekonomi yang terjadi terkadang menimbulkan guncangan yang besar pada sektor moneter dan sektor riil di Indonesia, seperti saat krisis 1997 Indonesia mengalami masalah yang multi dimensi dan pemerintah melakukan berbagai upaya perbaikan untuk membawa Indonesia keluar dari krisis tersebut. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisa empiris mengenai dampak perubahan kebijakan moneter di Indonesia terhadap kestabilan harga dan dalam mengatasi pengangguran. Oleh karena itu penulis merumuskan permasalahan dengan lingkup waktu analisis dari tahun 1990:1 sampai tahun 2005:4, dan membagi permasalahan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia.

(32)

1.4. Manfaat Penelitian

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

2.1.1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian

itu berupa terjaganya stabilitas ekonomi makro, yaitu adanya stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta terbukanya kesempatan kerja yang besar.

Kebijakan Moneter yang dikenal terdapat dua macam yaitu, kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ekspansif

dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar. Sedangkan kebijakan kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar

(Warjiyo, 2004).

2.1.2. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi (stabilization policy) mengacu pada tindakan kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Karena fluktuasi output dan kesempatan kerja di sekeliling tingkat wajar jangka

panjangnya, maka kebijakan stabilisasi dilakukan untuk memperkecil siklus bisnis dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat mungkin dengan

(34)

2.1.3. Suku Bunga

Para ekonom membedakan antara suku bunga nominal dan suku bunga riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Suku bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan,

tingkat bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Suku bunga riil (real interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi

(Mankiw, 2000).

Bank Indonesia selalu menetapkan tingkat suku bunga tertentu dari waktu ke waktu, suku bunga tersebut dinamakan suku bunga SBI. Suku bunga SBI

dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dan memperhitungkan bobot volume transaksi yang terjadi pada periode yang bersangkutan (Bank Indonesia,

2005).

2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar

Kewajiban sistem moneter yang terdiri atas uang kartal dan uang giral

dalam arti sempit atau narrow money (M1). Adapun kewajiban yang meliputi uang kartal, uang giral dan uang kuasi disebut uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah. Uang giral adalah simpanan Rupiah milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas

rekening giro, kiriman uang (transfer) dan kewajiban segera lainnya antara lain simpanan berjangka yang telah jatuh waktu. Uang kuasi merupakan simpanan Rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang untuk

(35)

10

simpan berjangka dan tabungan dalam Rupiah, serta simpanan dalam valuta asing

lainnya (Bank Indonesia, 2005).

Menurut Nopirin (2000), M1 bersifat liquid sebab proses menjadikanya uang kas sangat cepat. Sedangkan M2 karena mencakup deposito berjangka maka

liquiditasnya lebih rendah, untuk menjadikannya uang kas, deposito berjangka memerlukan waktu (3, 6, 12 bulan). Dan apabila dijadikan uang kas sebelum

jangka waktu tersebut maka kena penalty atau denda. 2.1.5. Inflasi

Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, inflasi dapat terjadi

melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Inflasi dari sisi permintaan (demand inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan

terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi karena

menyebabkan naiknya harga output. Peristiwa ini dinamakan demand inflation. Sebaliknya apabila secara agregat terjadi penurunan penawaran terhadap barang-barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi,

maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi disertai kelesuan usaha dalam perekonomian yang

(36)

2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Ukuran mengenai tingkat harga yang paling banyak digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). IHK adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan

jasa yang sama pada tahun dasar. Perhitungan ini dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa, IHK mengubah harga berbagai barang dan jasa

menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga (Mankiw, 2000). Sedangkan menurut Lipsey, et al. (1997) CPI adalah suatu ukuran harga rata-rata dari berbagai komoditi yang biasanya dibeli rumah tangga, dikompilasi

setiap bulan oleh BPS.

2.1.7. Nilai Tukar

Nilai tukar didefinisikan sebagai nilai suatu mata uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu unit mata uang lainnya (Lipsey, et al., 1997). Sedangkan menurut Mishkin (2001), nilai tukar mata uang suatu negara adalah harga mata

uang suatu negara tersebut yang dihitung dalam mata uang negara lain.

Menurut Hossain dan Chowdhury (1998), kurs nominal adalah harga dari mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik, kurs nominal dapat

dinyatakan dalam persamaan berikut:

e = Pd / Pf (2.1)

dimana:

(37)

12

Berdasarkan Mankiw (2000), nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai

tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate). nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Hubungan

antara nilai tukar riil dan nilai tukar nominal adalah sebagai berikut:

E = e • P /P* (2.2) dimana :

E = nilai tukar riil, e = nilai tukar nominal, P* = harga luar negeri, P = harga dalam negeri.

Setiap negara memiliki sistem nilai tukar yang berbeda sesuai dengan keinginan pemerintah negara untuk menstabilkan nilai tukar tersebut. Kestabilan nilai tukar itu dapat melalui intervensi bank sentral atau melalui mekanisme pasar.

Secara umum sistem nilai tukar yang diterapkan saat ini dapat dibagi atas tiga sistem, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali dan mengambang bebas.

2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) merupakan sistem mata

uang yang konvertibel di dalam suatu negara. Dalam sistem ini setiap individu bebas melakukan jual beli valuta asing yang dinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya, pemerintah melalui bank sentral melakukan jual

(38)

Pada sistem ini nilai tukar ditetapkan pada nilai tertentu, bank sentral akan

selalu siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang telah ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak dapat lagi dipertahankan maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi

atas nilai tukar yang ditetapkan (Warjiyo, 2004).

2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Menurut Warjiyo (2004), Pada sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat

apabila terjadi kelebihan penawaran, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di pasar valuta asing. Kelebihan sistem ini

yaitu sebuah negara tidak harus mempunyai cadangan devisa yang besar sebab bank sentral tidak harus mempertahankan nilai tukar pada level tertentu.

2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Otoritas moneter dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali (free floating exchange rate) memiliki wewenang untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing. Hal ini dilakukan untuk melunakkan fluktuasi jangka pendek tanpa

bermaksud mempengaruhi trend kurs jangka panjang. Otoritas moneter ini menggunakan cadangan devisa untuk mengatasi kelebihan valuta asing jangka

pendek, sehingga mengurangi tekanan depresiasi yang berlebihan.

(39)

14

atau batas bawah dari kisaran tersebut, jika nilai tukar melewati batas tersebut

maka bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam pita intervensi (Warjiyo, 2004).

2.1.8. Pengangguran

Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Pengangguran siklis mengacu kepada pengangguran yang terjadi bilamana permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran

potensial ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih kecil daripada keluaran potensial. Orang–orang yang menganggur secara

siklis dikatakan sebagai orang ynag mengganggur terpaksa (involuntarily unemployed) dalam arti mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaan tidak tersedia.

Penganguran struktural dapat didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan struktur permintaan

akan tenaga kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran (turn-over) normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran

friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Sumber lainnya adalah orang-orang yang keluar dari pekerjaannya, baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena

(40)

unemployment) yaitu pengangguran yang disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan

orang untuk mencari pekerjaan. Perubahan dalam komposisi permintaan di antara industri atau wilayah selalu terjadi, dan karena perlu waktu bagi para pekerja untuk mengubah sektor maka pengangguran friksional selalu muncul.

Menurut BPS (2004), konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan mengacu pada the labour force concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Definisi pengangguran terbuka terdiri dari : (a) mereka yang mencari pekerjaan, (b) mereka yang mempersiapkan usaha, (c) mereka yang tidak mencari pekerjan dan (d) mereka

yang sudah punya pekerjaan. Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada saat survey orang tersebut sedang mencari pekerjaan,

seperti mereka : (a) yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan; (b) yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan (BPS, 2004).

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)

Djivre dan Ribon (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Inflation, Unemployment, The Exchange Rate, and Monetary Policy in Israel, 1990-99: a SVAR Approach”, menjelaskan efek kebijakan moneter pada perekonomian Israel, tingkat pengangguran dan evolusi harga pada periode 1990-1999, dengan menggunakan pendekatan Structural Vector Autoregression (SVAR). Untuk menjelaskan penelitian ini digunakan empat variabel endogen yaitu tingkat

(41)

16

IRF pada model penelitian mengindikasikan bahwa kebijakan moneter ketat yang

tidak diharapkan akan diikuti oleh penurunan inflasi secara lambat dan tingkat pengangguran akan meningkat. Dengan analisis shock struktural aktual, diketahui bahwa guncangan suplay merupakan penyebab utama mengapa pengangguran

menyimpang dari long term levelnya.

2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005)

Siregar dan Ward (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Can Monetary policy / Shocks Stabilize Indonesian Macroeconomic Fluctuations ?”, penelitiannya bertujuan untuk melihat respon dari variabel-variabel

makroekonomi kuartalan terhadap shock kebijakan moneter dan shock nilai tukar. Untuk menjawabnya digunakan teori Mundell-Fleming yang dikontruksi untuk

makroekonomi Indonesia, dan dianalisis dengan metode Structural Vectorautoregression (SVAR) yang dikombinasikan dengan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM) atau kointegrasi SVAR.

Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar nominal, money stock nominal, suku bunga jangka pendek, output riil, IHK, suku bunga nominal dunia jangka pendek dan IHK dunia. Data yang digunakan

merupakan data seasonally unadjusted dalam periode 1984:2 sampai dengan 1999:1.

Hasil penelitiannya, diketahui bahwa guncangan kebijakan moneter mempengaruhi output tidak melalui keseimbangan real money tetapi melalui suku bunga domestik dalam nilai tukar. Selain itu, guncangan terhadap nilai tukar lebih

(42)

makroekonomi. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa penggunaan kebijakan

moneter saja tidak dapat mengatasi fluktuasi makroekonomi Indonesia, seperti saat terjadi krisis keuangan Asia. Kestabilan makroekonomi akan lebih efektif jika kebijakan moneter dipadukan dengan kebijakan fiskal, ini dipercaya lebih mampu

mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil.

2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006)

International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) dan Bank Indonesia mengadakan penelitian yang berjudul “Paradoks Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran: Indentifikasi, Implikasi, dan Solusi”. Secara umum

tujuan peneliltian ini untuk mengetahui event penting dalam perekonomian Indonesia yang menunjukkan gejala paradoks pertumbuhan dan pengangguran

serta menganalisis faktor-faktor penyebab munculnya paradoks tersebut dan menelaah dampak sumber-sumber guncangan perekonomian terhadap variabel tenaga kerja kondisi masing-masing sektor sesuai dengan tingkat, pengangguran

dan produktivitas.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian selanjutnya dirumuskan implikasi kebijakan untuk sistem ketenagakerjaan baik secara agregat maupun sektor

(43)

18

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak duapuluh buah,

dengan menggunakan data dari periode 1980:1 sampai 2005:2. Berdasarkan hasil ordering (peringkat) terhadap masing-masing variabel, dikelompokkan dua model, yaitu model agregat (pengangguran, tenaga kerja, dan produktivitas) dan

model sektoral (tenaga kerja dan produktivitas persektor yang meliputi sektor pertanian, industri dan jasa). Hasil penelitian ini di antaranya menyimpulkan

bahwa paradoks antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak terjadi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka pengangguran melalui kesempatan kerja dalam jangka panjang. Terdapat tiga

periode penting yang menunjukkan tingkat pengangguran meningkat yaitu 1982-1983, 1994-1995 dan 2000-2005. Faktor penyebab munculnya paradoks secara

agregat adalah guncangan suku bunga, guncangan agregat suplai, guncangan produktivitas tenaga kerja dan guncangan upah.

2.3. Kerangka Teori

2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga

i

MS1 MS2

i1

i0

LP M1 M2

(44)

Gambar 2.1 menunjukkan kebijakan moneter yang dilakukan melalui

penurunan jumlah uang yang beredar untuk mempengaruhi keseimbangan suku bunga. Jumlah uang yang beredar ditunjukkan dengan kurva vertikal MS2, dan permintaan uang diperlihatkan dengan kurva berkemiringan negatif LP,

keseimbangan awal tingkat suku bunga io. Penurunan jumlah uang yang beredar menyebabkan kurva jumlah uang yang beredar bergeser ke kiri dari MS1 ke MS2,

terjadi keseimbangan suku bunga baru yang lebih tinggi yaitu, di i1.

2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian

Efektivitas kebijakan moneter dapat digambarkan melalui kurva IS-LM.

Berdasarkan pada kurva tersebut, efektivitas kebijakan moneter ditentukan oleh (1) kemiringan kurva IS, yaitu menunjukkan elastisitas pengeluaran investasi

terhadap suku bunga dan (2) kemiringan kurva LM, yaitu elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga (Gambar 2.2).

Tingkat Bunga Tingkat Bunga (r) (r)

LMTo LMT1

LM0 LMD0 LM1 ro

ro LMD1 r1’

r1 r1

IS datar

IS

IS tegak

Y0 Y1 Y2 Y Yo Y1 Y2 Y

Gambar 2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian.

(45)

20

Bila Bank Indonesia melakukan ekspansi moneter dengan menambah

jumlah uang beredar maka kebijakan ini akan efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (output) pada kurva IS yang datar yaitu sebesar Y2 tetapi apabila kurva IS tegak pertumbuhan ekonomi sebesar Y1. Kebijakan moneter kurang efektif

dalam mempengaruhi output (Y0–Y1) bila kurva LM datar (LMD), dan apabila kurva LM tegak (LMT) maka berpengaruh efektif terhadap perekonomian sebesar

(Y0–Y2). Apabila kurva LM horizontal, kebijakan moneter tidak efektif sama sekali karena Y tidak berubah dan menyebabkan terjadinya liquidy trap yaitu kebijakan moneter gagal mempengaruhi output tetapi justru menimbulkan dampak

terhadap inflasi.

2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM

Kurva permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional. Keseimbangan makroekonomi secara simultan ditentukan oleh bertemunya permintaan agregat (AD) dan penawaran

agregat (AS). Teori ini memperlihatkan posisi kurva IS-LM ketika harga dibiarkan berubah-ubah. Guncangan yang terjadi pada permintaan agregat akan menyebabkan terjadinya perubahan harga. Guncangan ini dapat diantisipasi

melalui kebijakan moneter yang mempengaruhi kurva LM.

Perekonomian berada pada keseimbangan jangka pendek pada titik K dan

tingkat harga P1 , kondisi ini menunjukkan perekonomian sedang resesi. Apabila dalam jangka pendek diasumsikan tingkat harga tetap, terjadi penurunan biaya input maka output dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah sehingga

(46)

pada tingkat harga yang lebih murah P2. Keseimbangan jangka panjang pada

kurva IS-LM terjadi ketika harga turun menyebabkan keseimbangan uang riil (daya beli) meningkat melalui pergeseran kurva LM ke kanan bawah LM (P2) dengan suku bunga yang lebih rendah. Biaya output yang lebih murah

meningkatkan kembali perekonomian pada tingkat kesimbangan alamiah di titik C pada kurva SRAS2. Uraian ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.3.

Tingkat LRAS P LRAS bunga, r LM (P1)

r1 LM (P2) P1 SRAS1

r2 P2 SRAS2

IS AD

K C

Y Pendapatan (Y) Y Pendapatan (Y) Gambar 2.3. Model IS-LM (a) dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan

Agregat (b) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sumber : Mankiw, 2000.

Analisis ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, proses

penyesuaian belum sempurna karena harga masih kaku terhadap adanya perubahan (shock) dalam perekonomian. Sementara itu, dalam jangka panjang penyesuaian terjadi secara sempurna karena adanya penyesuaian pada tingkat

harga sehingga keseimbangan perekonomian kembali pada posisi alamiah atau pada titik keseimbangan baru.

(47)

22

menyebabkan tingkat harga berubah dan pendapatan nasional tetap, tetapi apabila

kurva AS horisontal (asumsi Keynesian) maka shock kebijakan moneter akan menyebabkan perubahan pada tingkat pendapatan dari posisi alamiah sementara tingkat harga tetap.

2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga

Kebijakan moneter dalam konsep pendekatan harga diset untuk mencapai

sasaran, yaitu pengendalian inflasi melalui pendekatan operasional suku bunga. UU No.23/1999 melandasi tugas Bank Indonesia, yaitu pencapaian inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang terkendali.

Konsep dasar kebijakan moneter dalam pentargetan inflasi, meliputi sasaran inflasi, kebijakan moneter yang mengarah kedepan, transparansi,

akuntabilitas dan kredibilitas. Dalam penetapannya, sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro terutama kerugian sosial yang diakibatkan oleh adanya trade-off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi merupakan dasar bagi pelaksanaan kebijakan moneter dan penetapannya dilakukan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Kebijakan pentargetan inflasi merupakan langkah untuk

mengantisipasi inflasi yang akan terjadi (forward looking) akibat pengaruh kebijakan moneter terhadap kestabilan harga dimana terdapat tenggang waktu atau

lag (Warjiyo, 2004).

2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan

Inflasi gejolak permintaan (demand shockinflation) terjadi bila pergeseran

(48)

agregat pada tingkat pendapatan kesempatan kerja penuh. Pergeseran kurva AD

dapat disebabkan oleh pengurangan pajak, kenaikan mata pembelanjaan otonom seperti investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto atau kenaikan jumlah uang yang beredar.

LRAS Tingkat harga SRAS

P

AD2

AD1

Yf Ya Y riil Gambar 2.4. Inflasi Gejolak Permintaan

Sumber : Lipsey, et al., 1997.

Berdasarkan Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa ketika terjadi pergeseran

kurva AD ke kanan, terjadi peningkatan output melebihi tingkat kerja penuh (Ya >Yf), pada kondisi ini tingkat pengangguran turun dan tingkat harga akan naik.

2.3.6. Inflasi Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter

Setiap kenaikan tingkat harga yang bermula dari kenaikan biaya yang

tidak disebabkan oleh kelebihan permintaan di pasar akan faktor-faktor produksi dinamakan inflasi gejolak penawaran atau inflasi desakan biaya (cost-push

(49)

24

menurunkan pendapatan. Gejolak penawaran menyebabkan kurva SRAS bergeser

ke kiri dari SRAS1 ke SRAS2 seperti diperlihatkan oleh anak panah 1. LRAS

Tingkat harga, P SRAS2

2 SRAS1

P1

AD2

1 AD1

Yf Ya Y riil

Gambar 2.5.Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter

Sumber : Lipsey, et al., 1997.

Jika tidak ada validasi moneter, pengangguran akan menimbulkan

tekanan ke bawah terhadap upah dan biaya lain-lain, menyebabkan kurva SRAS2 bergeser lambat kembali ke kanan, ke SRAS1, harga akan turun dan output akan

kembali ke keseimbangan semula di Yf. Jika ada validasi moneter, kurva AD bergeser dari AD1 ke AD2, seperti ditunjukkan oleh anak panah 2. Ini memulihkan kembali menuju keseimbangan kesempatan kerja penuh dengan tingkat harga

yang lebih tinggi.

2.3.7. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Tetap

Bila bank sentral meningkatkan penawaran uang (membeli obligasi dari masyarakat) pada sistem kurs tetap, maka akan terjadi tekanan ke bawah pada kurs, dari ê menuju keseimbangan baru di e. Untuk mempertahankan kurs tetap

(50)

Kurs, e LM1 LM2

Pendapatan, Y

ê

e

Pendapatan, Y

Gambar 2.6. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Tetap

Sumber : Mankiw, 2000.

2.3.8. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Mengambang

Dengan asumsi tingkat harga tetap, ketika bank sentral meningkatkan

penawaran uang, maka keseimbangan uang riil akan meningkat sehingga kurva LM1 bergeser ke kanan, pendapatan (Y) naik dan kurs akan turun (Gambar 2.7).

Kurs, e LM1 LM2 e1

e2

Y1 Y2

Gambar 2.7. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang

Sumber : Mankiw, 2000. 2.3.9. Kurva Phillips

(51)

26

Phillips, para pembuat kebijakan yang mengendalikan permintaan agregat

menghadapi trade-off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran. Inflasi, π

π1

π0

Pengangguran, U

Gambar 2.8. Kurva Phillips Sumber : Mankiw, 2000.

Kurva Phillips menunjukkan bahwa dengan adanya guncangan ynag

menguntungkan, menurunkan inflasi memerlukan periode pengangguran tinggi dan menurunnya output. Berdasarkan Gambar 2.8 dapat diketahui trade off dalam jangka pendek dimana terdapat hubungan yang negatif antara inflasi dan pengangguran. yang tergantung pada inflasi yang diharapkan. Kurva tersebut lebih tinggi bila inflasi yang diharapkan semakin tinggi.

Menurut Lipsey, et al. (1997), kurva Phillips dapat diterjemahkan ke dalam kurva yang mengaitkan perubahan upah dengan senjang keluaran dengan

(52)

2.4. Kerangka Pemikiran

Latar Belakang Masalah:

ƒPerekonomian Indonesia mengalami fluktuasi naik turun dalam periode 1990-2005, sehingga terdapat kebijakan yang berbeda pada setiap siklus perekonomian.

ƒKetika krisis 1997/1998, Indonesia mengalami inflasi sebesar 77,63 persen pada tahun 1998, BI menerapkan suku bunga pada Juli 1998 hingga menyentuh angka 61 persen, tingkat pengangguran meningkat 1,4 juta orang dan Rupiah terdepresiasi hingga pernah mencapai level 14.900 Rupaih per Dollar pada Juni 1998.

ƒAgar perekonomian stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrument kebijakan moneter.

Dari sejumlah masalah yang dirumuskan kemudian dibuat tujaun penelitian:

1.Menganalisis bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia?

2.Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia?

Model Penelitian:

Metode Penelitian : Structural

Vector Autoregression (SVAR)

yang dikombinasikan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM)

Variabel Endogen : SBI, jumlah uang beredar, CPI, nilai tukar, penggangguran.

Variabel Eksogen : dummy krisis-perubahan rezim nilai tukar

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(53)

28

Dengan sejumlah permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam

penelitian ini, secara garis besar tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 2.9. Untuk menjawab permasalahan dan penelitian yang dirumuskan, maka sebagai langkah awal dilakukan studi literatur melaui berbagai

sumber mengenai teori-teori ekonomi dan hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan kebijakan moneter yaitu penetapan tingkat suku bunga, jumlah

uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Untuk mendapatkan hasil penelitian, variabel-variabel penelitian diolah dengan metode SVAR yang dikombinasikan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM), variabel-variabel tersebut diurutkan (ordering) berdasarkan teori ekonomi, yaitu menghubungkan keterkaitan antara kebijakan moneter berupa penetapan tingkat suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

Pengurutan variabel atau ordering dengan faktorisasi cholesky berdasarkan teori ekonomi, yaitu dengan menempatkan variabel yang relatif paling sulit dipengaruhi oleh variabel lain diletakkan paling awal, sementara variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan dibelakang,

sedangkan variabel yang memiliki korelasi prediksi terhadap variabel lain diletakkan berdampingan satu sama lain. Variabel tersebut diurutkan dari variabel

yang moneter sampai menuju variabel yang riil.

Ordering penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bank sentral menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen suku bunga SBI,

(54)

beredar akan mempengaruhi tingkat inflasi yang terjadi. Perubahan jumlah uang

yang beredar juga berdampak pada terdepresiasi atau terapresiasinya nilai tukar Rupiah. Yang terakhir yaitu menempatkan variabel pengangguran pada akhir pengurutan. Setelah variabel-variabel penelitian diurutkan (ordering), kemudian

(55)

BAB III. GAMBARAN UMUM

3.1. Gambaran Inflation Targeting Framework

Bank Indonesia mulai bulan Juli 2005 mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru, yaitu ITF (Inflation Targeting Framework), ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan.

Menurut Mishkin dalam Bank Indonesia (2005) penggunaan ITF bermanfaat untuk: (1) menurunkan inflasi; (2) membuat kebijakan moneter lebih terfokus; (3) memperkuat komunikasi, transparansi dan akuntabilitas; (4) membantu menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam mengatasi kejutan inflasi; (5) membantu menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah; (6) teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan; (7) kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Dan manfaat yang terakhir untuk memperkuat independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter.

(56)

menengah panjang sebesar 3 persen agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya.

Salah satu isu jangka pendek yang perlu diperhatikan adalah prakiraan inflasi tahun 2006 yang cenderung lebih tinggi dari sasaran, terutama karena dampak administered prices, volatile foods, dan melemahnya nilai tukar yang lebih besar dari perkiraan semula. Dan dalam pembahasan asumsi makro APBN-P 2005 dan RAPN 2006 juga disepakati angka inflasi yang lebih tinggi, yaitu 7,5 persen untuk tahun 2005, dan 6,5 persen sampai 8 persen untuk tahun 2006.

ITF mencakup empat elemen mendasar: penggunaan suku bunga BI rate sebagai sasaran operasional, proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

12.75 12.75 12.75 12.75

Gambar 3.1. Perkembangan BI rate periode Januari-Agustus 2006.

(57)

32

BI rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG). Dalam Gambar 3.1 dapat dilihat perkembangan BI rate periode Januari-Agustus 2006. BI rate yang diumumkan pada bulan Januari-April bernilai sama yaitu sebesar 12,75 persen. Kemudian mulai diturunkan pada bulan berikutnya menjadi sebesar 12,50 persen dan pada bulan Agustus nilainya ditetapkan sebesar 11,75 persen. BI rate tersebut ditetapkan sebagai sinyal stance kebijakan moneter dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

3.2. Perkembangan Indikator-Indikator Makroekonomi di Indonesia

Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran. Berikut ini merupakan perkembangan indikator-indikator makroekonomi di Indonesia dari tahun ke tahun.

a. Suku Bunga SBI

Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, dari Gambar 3.2 dapat dilihat perkembangan SBI mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2005.

(58)

yang ditetapkan sekitar 12 persen. Penetapan SBI ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang terjadi.

0

Gambar 3.2. Perkembangan SBI Periode 1996-2005 Sumber: Bank Indonesia (2006).

b. Jumlah Uang yang Beredar (M1)

(59)

34

Gambar 3.3. Jumlah Uang yang Beredar Periode 1996-2005 Sumber: Bank Indonesia (2006).

Pada bulan Januari 2006, jumlah uang yang beredar kurang lebih sebesar 281 milyar Rupiah, bulan Februari dan Maret 2006 menurun menjadi kurang lebih sebesar 277 milyar Rupiah, bulan berikutnya mengalami peningkatan dan pada bulan Mei 2006 jumlahnya kurang lebih sebesar 304 milyar Rupiah. Peningkatan jumlah uang yang beredar ini menunjukkan liquiditas perekonomian mengalami peningkatan.

c. Consumer Price Index (CPI)

(60)

0

Gambar 3.4. Inflasi YOY dari Tahun 1990-2005. Sumber : Bank Indonesia (2006).

Saat krisis terjadi tingkat inflasi di Indonesia meningkat tajam, pada September 1998 tingkat Inflasi di Indonesia mencapai 82,40 persen. Tingkat inflasi yang tinggi pada saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja mengurangi daya beli masyarakat.

Pada Januari 2006 tingkat inflasi yang terjadi sebesar 17,03 persen, pada bulan Maret 2006 sebesar 15,74 persen, kemudian terus menurun dan pada bulan Juli 2006 tingkat inflasi yang terjadi sebesar 15,15 persen. Tingkat inflasi bulanan periode Januari-Juli 2006 yang cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu menunjukkan semakin besar kecenderungan ke arah stabilitas harga.

d. Nilai Tukar

(61)

36

kondisi perekonomian suatu negara. Nilai tukar Rupiah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada kisaran 2.110 – 2.383 Rupiah per US Dollar.

0

Gambar 3.5. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dari Tahun 1996-2005 Sumber : Bank Indonesia (2006).

Rupiah yang bernilai 2.450 Rupiah per US Dollar pada bulan Juni 1997 mengalami depresiasi secara terus menerus hingga pada akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar. Untuk menahan laju nilai tukar Rupiah, pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas. Namun memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar pada Juni 1998.

(62)

kabinet. Nilai tukar Rupiah pada triwulan ke-4 tahun 2005 bergerak cukup stabil dengan kecenderungan terapresiasi di bulan terakhir, dengan nilai rata-rata pada triwulan terakhir mencapai 9.991 Rupiah per US Dollar. Secara tahunan, pada tahun 2005 Rupiah telah mencapai 9.713 Rupiah per US Dollar atau terdepresiasi 8,6 persen dibanding rata-rata 2004 (Sitorus, 2006).

e. Pengangguran

Masalah pengangguran selalu terjadi di setiap negara. Munculnya pengangguran dalam perekonomian dapat menimbulkan biaya, yaitu hilangnya output yang seharusnya bisa dihasilkan oleh setiap tenaga kerja.

Tabel 3.1. Jumlah Pengangguran di Indonesia Periode 1998-2005

Tahun Jumlah Pengangguran (Orang) Persentase Kenaikan (%)

1998 5.062.483 -

1999 6.030.319 19,11 %

2000 5.813.231 -3,59 %

2001 8.005.031 37,70 %

2002 9.132.104 14,07 %

2003 9.531.090 4,36 %

2004 10.251.351 7,55 %

2005 10.854.254 5,88 %

Sumber : BPS (2006).

(63)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu data publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia (BI), publikasi International Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund (IMF) dan data

publikasi Badan Pusat Satistik Indonesia (BPS). Data-data yang digunakan adalah data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang beredar (M), Consumer Price Index (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah (E) dan data pengangguran (U).

Tabel 4.1. Data, Satuan, Simbol dan Sumber Data

Nama Variabel Satuan Simbol Sumber Definisi

SBI 3 bulan Persen i (SBI) SEKI, BI

Suku bunga SBI dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dan memperhitungkan bobot volume transaksi yang terjadi pada periode yang bersangkutan

Jumlah uang beredar

Milyar

Rupiah M SEKI, BI

Kewajiban sistem moneter yang terdiri atas uang kartal dan uang giral dalam arti sempit (M1)

CPI - CPI IFS, IMF

Harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar

Nilai tukar (kurs) US Dollar per Rupiah

KURS

(E) SEKI, BI

harga dari mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik

Pengangguran Orang U BPS Total pengangguran terbuka yang

berada di desa dan di kota

(64)

to low dilakukan melalui Maximum Observation, sedangkan perubahan dari low to

high dilakukan melalui Cubic Math. Dalam penelitian ini data pengnguran

ditransformasi dengan menggunakan Cubic Spline.

Semua data yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk logaritma, kecuali data yang sudah dalam bentuk persen seperti suku bunga SBI. Hal ini untuk memudahkan analisis, karena baik dalam IRF maupun variance decomposition pengaruh guncangannya dilihat dalam persentase.

4.2. Model Penelitian

Model penelitian ini diadopsi dari Djivre dan Ribon (2003), metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strctural Vector Autoregression (SVAR) yang dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model (VECM).

Krisis ekonomi terjadi pada pertengahan tahun 1997, begitupula dengan pergantian rezim nilai tukar (pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas pada tanggal 14 Agustus 1997). Karena kedua peristiwa tersebut terjadi pada waktu berdekatan maka hanya digunakan satu variabel dummy konstanta sebagai variabel eksogen. Dummy sebelum krisis dan sebelum pergantian rezim nilai tukar pada periode

(65)

40

Model SVAR penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

i

Mt = jumlah uang beredar pada periode t,

CPIt = inflasi pada periode t,

Et = nilai tukar US $/Rp pada periode t,

Ut = pengangguran pada periode t,

D = dummy krisis-peralihan rezim nilai tukar,

Γ = parameter dalam bentuk matriks polinomial it, Φ = parameter dalam bentuk matriks polinomial Mt, Ψ = parameter dalam bentuk matriks polinomial CPIt,

= parameter dalam bentuk matriks polinomial Et,

= parameter dalam bentuk matriks polinomial Ut,

i = panjang lag (ordo) VAR, e = error term.

4.3. Metode Analisis Data

Gambar

Gambar 2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian.
Gambar 2.3.  Model IS-LM (a) dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat (b) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Gambar 2.6. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Tetap
Gambar 2.8. Kurva Phillips
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain berbicara masalah inflasi yang merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang sangat mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, masalah utama dan mendasar

Penelitian Wulan Asnuri 2013 yang berjudul “Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” dengan menggunakan ECM sebagai alat analisis

Kebijakan Moneter yang aktif, berdampak pada ketidak stabilan makro, Inflasi mempengaruhi kestabilan makro, perubahan framework kebijakan moneter menjadi inflation

Analisis Kausalitas Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Kasus Perekonomian Indonesia) dengan Metode ECM.. Yogyakarta : FE Universitas

KEBIJAKAN MONETER DAN SIKLUS KEGIATAN EKONOMI Kegiatan perekonomi an tiap negara tidak stabil mengalami pasang surut Kegiatan perekonomi an tiap negara tidak stabil

Kebijakan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro pada umumnya diterapkan sejalan dengan business cycle ‘siklus kegiatan ekonomi’. Dalam hal ini, kebijakan moneter

Sedangkan mekanisme transmisi moneter syariah melalui jalur harga aset dalam mengendalikan inflasi dengan uji IRF (model 2), variabel-variabel syariah yaitu

Sedangkan mekanisme transmisi moneter syariah melalui jalur harga aset dalam mengendalikan inflasi dengan uji IRF (model 2), variabel-variabel syariah yaitu