• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

(Quasi Eksperimen di MA Al-Ahliyah Kota Baru Cikampek)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Kimia

Oleh:

EVIANA AYU NUGROHO 106016200611

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Perbedaan Hasil Beiajar Kimia Siswa Antara yang Diberi Model NHT

(Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team Achievement

Division) Kelas XI Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi

Oleh:

Eviana Ayu Nugroho 106016200611

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(3)

106016200611. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian Munaqosah pada tanggal 7 Juni 2011 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, 7 Juni 2011

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal TandaTangan

Ketua Jurusan Pendidikan IPA Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP. 19700209 200003 2 001

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19760309 200501 2 002

Penguji I

Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd NIP. 19650115 1987031 020 Penguji II

Tonih Feronika, M.Pd NIP. 19760107 200501 1 007

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(4)

i

(Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team Achievement Division) Kelas XI Pada Konsep Laju Reaksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan model cooperative learning tipe NHT dengan tipe STAD terhadap hasil belajar. Penelitian ini dilakukan di MA Al-Ahliyah Kota Baru pada bulan Oktokber hingga bulan November 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 62 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design. Instrument yang digunakan adalah instrument tes hasil belajar. Hasil belajar kelompok eksperimen (rata-rata 73,9 dan simpangan baku 9,88) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (rata-rata 60,6 dan simpangan baku 8,68) dan setelah dilakukan uji “t” diperoleh nilai thitung sebesar 2,40 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan menolak Ho dan Ha menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diberi model NHT dengan STAD pada pokok bahasan laju reaksi diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran NHT memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan model STAD terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.

Kata Kunci : Model cooperative learning Tipe NHT, Tipe STAD, Hasil Belajar

(5)

ii

This study aims to determine differences in models of cooperative learning STAD type with NHT type of learning outcomes. This research was conducted at the MA Al-Ahliyah Kota Baru in Oktokber until November 2010. The research method used was a quasi experiment, the sample was collected by purposive sampling of 62 students divided into 2 groups, experimental and control groups. The study design was used nonequivalent control group design. Instrument is an instrument used achievement test. Learning outcomes of the experimental group (mean 73.9 and standard deviation 9.88) higher than the control group (mean 60.6 and standard deviation 8.68) and after the test "t" t count values obtained at 2, 40 while ttable at the 0.05 significance level of 1.99 or tcount> ttable. Then it can be concluded reject Ho and Ha stated there are differences in student learning outcomes between a given chemical NHT model with STAD on the subject of acceptable reaction rate. This shows that the use of NHT learning model have a significant influence compared with STAD model of chemistry students' learning outcomes on the subject of reaction rates.

(6)

iii

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi

Rabbi, Dzat Yang Maha Kuasa. Shalawat dan salam semoga tercurah dan

terlimpah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan

para sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa Antara yang Diberi Model NHT (Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team Achievement Division)

Kelas XI Pada konsep Laju Reaksi”

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. .

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si, Ketua Prodi Kimia dan Dosen Penasehat yang telah

membantu penulis dalam segala hal yang berhubungan dengan kependidikan.

4. Ibu Etty Sofyanitingrum, M. Ed, dosen pembimbing I yang telah meluangkan

waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan saran dan pengarahan

dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Burhanudin Milama, M. Pd, dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan saran dan

pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Sulaeman, kepala MA Al-Ahliyah yang telah memberikan izin untuk

penulis melakukan penelitian.

7. Ibu Ilen, S. Pd guru kimia kelas XI yang telah membantu penulis dalam

(7)

iv

dan duka, dan terima kasih atas do’a dan motivasinya.

10. Kawan-kawan Chemz 2006 yang selalu memberikan informasi dan semangat.

Sukses selalu buat kawan-kawan chemz.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkkan satu per satu namun tidak

mengurangi sedikit pun rasa terimakasih dan hormat penulis.

Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu semoga Allah Swt membalasnya.

Jakarta, Maret 2011

(8)

v

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...7

C. Pembatasan Masalah...8

D. Rumusan Masalah...8

E. Tujuan Penelitian...9

F. Kegunaan Hasil Penelitian...9

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori...11

1. Pembelajaran Kooperatif...11

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif...11

b. Pembelajaran Kooperatif NHT...17

c. Pembelajaran Kooperatif STAD...19

2. Hasil Belajar...22

a. Pengertian Hasil Belajar...22

b. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ...28

3. Konsep Laju Reaksi ...28

(9)

vi

D. Pengajuan Hipotesis ...37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ...38

B. Populasi dan Sampel Penelitian ...38

C. Metode Penelitian ...39

D. Variabel Penelitian ...41

E. Teknik Pengumpulan Data ...41

F. Instrumen Penelitian ...42

G. Teknik Analisis Data ...46

H. Hipotesis Statistik ...50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Analisi Data ...50

1. Deskripsi Data ...50

a. Deskripsi Data Post Tes Kelas Eksperimen1 ...51

b. Deskrisi Data Post Tes Kelas Eksperimen2 ...51

2. Analisis Data ...52

a. Pengujian Persyaratan Analisis Data ...52

1. Uji Normalitas ...52

2. Uji Homogenitas ...53

b. Pengujian Hipotesis Penelitian ...54

1. Uji kesamaan Dua Rata-rata Skor Post tes ...54

B. Interpretasi Data ...55

a. Hasil Post Tes ...55

(10)

vii

a. Kesimpulan ...60

b. Saran ...60

DAFTAR PUSTAKA...62

(11)

viii

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ...16

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel ...39

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ...40

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen ...42

Tabel 4.1 Sebaran Data hasil Posttest Kelompok Eksperimen1 ...51

Tabel 4.2 Sebaran Data hasil Posttest Kelompok Eksperimen2...52

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ...53

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ...53

[image:11.595.111.530.81.472.2]
(12)

ix

Gambar 2.3 Luas Permukaan Sentuh...32

Gambar 2.4 Temperatur ...33

Gambar 2.5 Katalisator ...33

[image:12.595.124.528.77.474.2]
(13)

x

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ...108

Lampiran 4 Soal Kisi-kisi Instrumen ...118

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ...127

Lampiran 6 Analisis Butir Instrumen ...137

Lampiran 7 perhitungan Validitas………141

Lampiran 8 Validitas Instrumen ...142

Lampiran 9 Perhitungan Reliabilitas ...143

Lampiran 10 Perhitungan Tingkat Kesukaran ...144

Lampiran 11 Perhitungan Daya Beda ...146

Lampiran 12 Daftar Nilai Kelas IPA 1 ...148

Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen1 (Posttest) ...149

Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Posttest (Eksperimen1)...151

Lampiran 15Daftar Nilai Kelas IPA 2...152

Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen2 (Posttest) ...153

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Posttest (Eksperimen2)...155

Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Posttest ...156

Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis Posttest ...157

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah

akal, yaitu kemampuannya untuk berpikir. Karena itu Islam sebagai agama

rahmatan lil alamin sangat mewajibkan umatnya untuk selalu belajar. Dalam

Hadist riwayat Bukhori Muslim "terdapat tiga amalan manusia yang tidak

pernah terputus yaitu, amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do'a anak

sholeh.." Bahkan Allah mengawali menurunkan Al-Qur'an sebagai pedoman

hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan rosul-Nya Muhammad

SAW, untuk membaca (iqra). Seperti dalam Firman Allah surat Al-Alaq ayat

1 -5





































































Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Diet mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Iqra merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dalam

arti luas, dengan iqra pula manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan

memperbaiki kehidupannya. Betapa pentingnya belajar, sehingga Allah

menjanjikan akan meningkatkan derajat orang yang berilmu, seperti dalam

Firman Allah surat Al-Mujaadalah ayat 11.

(15)

"Allah akan meninggikan orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dengan belajar manusia dapat mengetahui apa yang dilakukan dan

memahami tujuan dari segala perbuatannya. Aktivitas dari memahami adalah

hasil belajar. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. “Belajar

adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga

menyebabkan munculnya perubahan perilaku”.1 Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Yang

membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. Dengan akal

manusia dapat merubah tingkah lakunya menjadi lebih baik, hal ini merupakan

proses beajar seperti dalam Firman Allah Surat Az Zumar ayat 9.



































"Katakanlah: "Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang-orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."

Ilmu diperoleh karena adanya usaha dari manusia baik secara formal

maupun nonformal, salah satu cara yaitu dengan mengikuti tingkat satuan

pendidikan, dari tingkat dasar (madarasah ibtidaiyah/ SD) hingga sekolah

menengah/madrasah aliyah dan perguruan tinggi. Proses perolehan ilmu

sejalan dengan proses perkembangan fisik dan psikis anak didik.

“Pendidikan merupakan kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan”.2 Pendidikan juga merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan

bangsa dan negara. Oleh karena itu dunia pendidikan dituntut untuk lebih

meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya seiring dengan perkembangan

1

Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Kencana Prenada Media Group, 2008. h.229

2

(16)

ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi yang semakin hari semakin

maju. Dunia pendidikan saat ini menghadapi suatu tantangan yang cukup berat

terutama dalam hal terselenggaranya suatu sistem pendidikan yang diarahkan

untuk melahirkan generasi bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif

dalam memecahkan masalah.

Setiap pendidikan di Indonesia diarahkan kepada terbinanya manusia

Indonesia dengan kualifikasi seperti yang tercantum dalam UU RI No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang betbunyi :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang berdemokrasi serta bertanggung jawab3.

Pada jenjang pendidikan SMA/MA terdapat mata pelajaran kimia.

Kimia merupakan salah satu ilmu eksakta yang di dalamnya memuat tentang

materi dan perubahannya, stoikiometri, struktur atom, sistem periodik

unsur-unsur, ikatan kimia, reaksi oksidasi reduksi, hidrokarbon. dan minyak bumi,

serta unsur- unsur dalam kehidupan sehari-hari. Materi-materi kimia cukup

sulit dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, terdapat

banyak rumus dan perhitungannya. Hal ini dikarenakan kimia merupakan

pelajaran yang berisi tentang rumus dan perhitungan. Pada kebanyakan siswa,

mata pelajaran ini dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit, bahkan

menakutkan bagi mereka. Terkadang anggapan seperti ini sudah ada sejak

jenjang sekolah menengah. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi tingkat

keberhasilan belajar siswa dan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran Kimia

kedepannya.

“Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”4. Proses pembelajaran akan

3

www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf

4

(17)

berlangsung dengan baik, apabila seorang guru memiliki dua kompetensi

utama, yaitu kompetensi penguasaan materi pembelajaran dan kompetensi

metodologi pembelajaran.5 Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran seorang guru sangat penting menguasai pendekatan dan metode pembelajaran.

Guru selaku pendidik berperan penting dalam upaya meningkatkan mutu

pendidikan. Selama ini telah dilakukan upaya pemerintah untuk meningkatkan

mutu pendidikan seperti pelatihan guru dan program kualifikasi, namun upaya

tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan. Hal ini disebabkan karena

para guru dalam proses belajar mengajar masih banyak yang memperlakukan

siswa dengan cara belajar yang dikenal dengan duduk, diam, dengar, catat dan

hafal. Pentingnya materi pelajaran yang diberikan sering hanya dipandang dari

sudut guru, bukan dari sudut siswa sebagai subjek belajar. Akibatnya, siswa

kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru. Banyak

diantara siswa mengikuti pelajaran tidak lebih dari rutinitas untuk mengisi

daftar absensi, mencari nilai tanpa diiringi kesadaran untuk menambah

wawasan dan keterampilan.

Model pembelajaran yang monoton akan mengurangi motivasi siswa

untuk belajar karena siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang

sama secara terus-menerus. Cara belajar seperti ini tidak dapat digunakan

untuk mencapai tujuan pembelajaran bidang studi IPA (sains). Karena proses

pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar

secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga

dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam tentang alam sekitar.

Dalam pembelajaran sains perlu memperhatikan tiga aspek yaitu

produk. proses, serta nilai-nilai atau sikap6. Dalam mengajar guru harus mengarahkan keaktifan belajar siswa untuk berpartisipasi aktif dalam

menciptakan dan menumbuhkan situasi belajar siswa agar materi menjadi

5

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran SAINS, (Jakarta: UIN Jakarta, 2009), h. 91

6

(18)

mudah dipahami dan mendapatkan hasil belajar siswa yang baik dan kondusif

khususnya dalam bidang studi kimia. Interaksi yang efektif akan terjadi jika

guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang lebih bervariasi yang

melibatkan siswa untuk aktif. Salah satunya adalah dengan menggunakan

metode pembelajaran kooperatif yaitu belajar mengajar dengan jalan

mengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda ke dalam

kelompok-kelompok kecil.

Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan

mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Dalam

kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah selama ini, sebenarnya sudah

menerapkan belajar kelompok. Namun, kegiatan kelompok tersebut cenderung

hanya menyelesaikan tugas. Siswa yang berkemampuan rendah kurang

berperan dalam mengerjakan tugas. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif

tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi juga

memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang diterimanya. Ada

berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together).

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam

kelas yang terdiri 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis

kelamin, ras ataupun etnis. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu

pada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada

siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal dan teks. Secara individual,

setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis. Model pembelajaran

kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang

paling sederhana dan sebuah cara yang bagus untuk digunakan dalam

pembelajaran.

Model NHT merupakan suatu strategi belajar yang menghendaki siswa

belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa yang kemampuan

(19)

tugas berbeda dengan masing-masing orang dalam kelompok diberi

penomoran. Kedua model ini mempunyai persamaan yaitu membagi kelas

dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen.

Masing-masing anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi dan

mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Perbedaannya pada

model STAD siswa diberikan kuis untuk mengetahui pemahaman tiap

individu, sedangkan NHT dinilai pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Pendekatan pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk

mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan

menghubungkan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan

sebelumnya. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model

pembelajaran ini dapat membuat siswa lain yang berkemampuan dan berlatar

belakang yang berbeda akan meningkat karena pada model pembelajaran ini.

pembagian anggota kelompok secara heterogen.

Kelebihan pembelajaran model NHT hampir sama dengan model

STAD yaitu membuat siswa menjadi lebih siap dan melatih kerjasama dengan

baik. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh La Ode Saifuddin dengan judul

model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan implementasinya pada materi

tegangan permukaan zat cair di tingkat SMP. Dalam penelitian ini dilakukan

lima langkah yaitu persiapan, penomoran kelompok, diskusi masalah,

memanggil nomor anggota, dan memberi kesimpulan. Hasil penelitian tersebut

menyatakan bahwa model kooperatif tipe NHT dapat digunakan dalam

pembelajaran sains fisika dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa7.

Penulis mencoba melakukan penelitian yang sama yaitu dengan

kooperatif tipe NHT pada kimia. Yang membedakan penelitian ini adalah

pembanding yang digunakan pada penelitian di atas menggunakan metode

konvensional sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan dengan

kooperatif tipe lain yaitu STAD. Dengan menggunakan STAD pada kelas

kontrol tidak akan merugikan siswa dalam penelitian ini. Setiap kelas akan

7

(20)

mendapatkan periakuan dengan kooperatif yang berbeda, hal ini akan memicu

semangat siswa dalam belajar kimia.

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif tipe apapun seperti

halnya student teams-achievment division, jigsaw, teams-games-tournament,

think-pair-share dan numbered head together memerlukan alokasi waktu yang

cukup banyak, namun pada tipe numbered head together dapat didesain lebih

singkat dan memberikan pemahaman yang lebih bermakna bila dibandingkan

dengan tipe kooperatif lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan menyimpulkan bahwa hasil

belajar siswa yang menggunakan model kooperatif STAD lebih baik daripada

dengan model konvensional. Sedangkan hasil belajar siswa yang

menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih baik daripada dengan model

konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan model kooperatif NHT dan STAD rnernberikan hasil belajar

yang lebih baik daripada dengan model konvensional8. Akan tetapi belum ada penelitian yang membandingkan antara kedua model tersebut, manakah di

antara kedua model tersebut yang memberikan hasil belajar yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

dengan judul: "Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Model Pembelajaran

NHT (Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team. Achievement

Division) Pada Konsep Laju Reaksi".

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat masalah yang telah diuraikan di atas dapat

diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Ilmu kimia sering dianggap sulit.

2. Pembelajaran yang masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah

dan kegiatannya lebih berpusat pada guru (teacher centered)

3. Proses belajar mengajar masih bersifat konvensional sehingga membuat

8

(21)

siswa sulit memahami pelajaran kimia karena materi laju reaksi

bersifat abstrak.

4. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengar penjelasan guru dan

mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga kurang terbiasa

mengutarakan argumennya.

5. Siswa mengikuti pelajaran tidak lebih dari rutinitas untuk mengisi daftar

absensi, mencari nilai tanpa diiringi kesadaran untuk menambah wawasan

dan keterampilan sehingga tidak memenuhi standar KKM sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini tidak meluas maka penyusunan skripsi ini

penulis membatasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI MA Al-Ahliyah.

2. Materi yang diajukan pada penelitian ini adalah konsep laju reaksi.

3. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan

menggunakan pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran NHT

(Numbered Head Together) dengan hasil belajar siswa yang diajarkan

menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team Achievement

Division).

4. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia siswa setelah

proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaraan koopertatif tipe

NHT pada kelas eksperimen dan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

kelas kontrol dilihat dari aspek kognitifnya

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

masalah dalam penelitian adalah : "Apakah terdapat perbedaan hasil belajar

antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif

model NHT (Numbered Head Together) dengan siswa yang diajarkan dengan

(22)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pembelajaran kooperatif model

NHT (Numbered Head Together) dengan model STAD (Student Team

Achievement Division) terhadap hasil belajar siswa.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberi kegunaan bagi siswa, guru, dan

semua pihak pembaca, antara lain :

1. Kegunaan bagi siswa :

a. Siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman materi pada

konsep laju reaksi akan terkurangi bebannya dengan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD.

b. Menumbuhkan semangat kerjasama dalam belajar karena keberhasilan

individu merupakan tanggung jawab kelompok.

c. Siswa menjadi terbiasa mengerjakan soal karena banyaknya latihan

yang diberikan.

2. Kegunaan bagi guru:

a. Dapat dijadikan acuan mengenai model pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan Kimia siswa.

b. Dapat mendorong guru bahwa dengan model pembelajaran kooperatif,

kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan menyenangkan.

3. Kegunaan bagi Sekolah:

a. Dapat memberikan referensi model pembelajaran yang efektif bagi

siswa.

b. Dapat meningkatkan prestasi sekolah karena kompetensi dasar dapat

dicapai oleh siswa akibat dari penggunaan model pembelajaran yang

tepat.

(23)

a. Sebagai acuan referensi penggunaan model pembelajaran dalam

mengajarkan materi kepada siswa.

b. Membuat, mendesain, dan berinovasi untuk membuat model

pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi proses belajar

(24)

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretis

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris

dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama.1 Pemebelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang baik di

dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat keahlian

berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan pemahaman

mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).

“Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis”.2 “Cooperative learning

merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota

kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda”. Dalam

menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus

saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi

pelajaran. Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran

kooperatif agar lebih menjamin siswa bekerja secara kooperatif. Hal-hal

tesebut meliputi:

1) Siswa dalam kelompok harus beranggapan bahwa mereka "sehidup

sepenanggungan bersama."

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,

seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya

memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama

1

Sam, S Warib, Kamus Lengkap 10 Milliard, (Jakarta: Sandro Jaya), h. 73 2

Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung : Alfabeta, 2007), h.l1

(25)

diantara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan

yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif3.

Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif juga memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1) Siswa dapat bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang dan rendah.

3) Jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, jenis kelamin yang berbeda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu4. Pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok akan

membantu meningkatkan sikap positif terhadap materi laju reaksi. Esensi

pembelajaran kooperatif adalah tanggungjawab individu sekaligus

tanggungjawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap

ketergantunngan positif yang menjadikan kerja kelompok berjalan

optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja,

dan bertanggungjawab dengan sungguh-sungguh sampai selesainya tugas

individu dan kelompok. Para siswa diberikan kesempatan mendiskusikan

masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan

masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat

diselesaikan sebelumnya. Model pembelajaran ini dapat membantu siswa

menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang

3

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA, (Surabaya: University Press, 2001), h. 6.

4

(26)

berbeda karena model pembelajaran ini pembagian kelompoknya

[image:26.595.145.571.81.513.2]

dilakukan secara heterogen.

Tabel 1

Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Tradisional5

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional

1. Kepemimpinan bersama

2. Saling ketergantungan positif

3. Kelompok heterogen

4. Mempelajari keterampilan kooperatif

5. Menekankan pada peneyelesaian tugas

dan memepertahankan hubungan

6. Sama-sama bertanggungjawab

7. Guru memperhatikan proses kelompok

belajar sehingga efektif

8. Satu hasil kelompok

9. Evaluasi kelompok

1. Satu pemimpin

2. Tidak salling bergantung

3. Kelompok homogen

4. Asumsi adanya keterampilan sosial

5. Hanya menekankan pada

penyelesaian tugas

6. Tanggungjawab hanya untuk diri

sendiri

7. Guru tidak memperhatikan proses

kelompok belajar sehingga efektif

8. Beberapa hasil kelompok

9. Evaluasi individu

Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai

tiga tujuan penting yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model

ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang

sulit.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu.

Efek penting yang kedua dari pembelajaran kooperatif adalah

penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras,

5

(27)

budaya, kelas sosial dan kemampuannya.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting yang ketiga adalah untuk mengajarkan kepada siswa

keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat

penting untuk dimiliki didalam masyarakat.6

Beberapa pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan,

diantaranya: STAD (Student Team Achievement Division), TGT (Team

Games Tournament), TAI (Team Accelered Instruction), CIRC

(Cooperative Integred Reading and Composition), Jigsaw, NHT

(Numbered Head Together). Model-model tersebut memiliki prosedur

yang berbeda dalam pelaksanaannya.

STAD ( Student Team Achievement Division ). Dalam metode ini

siswa dibagi dalam bentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang yang

berebeda jenis kelamin, etnis dan kemampuan. Siswa dalam kelompok

saling memotivasi, mendorong dan membantu dalam menyelesaikan

latihan atau tugas dan memahami suatu pelajaran.7

TGT (Team Games Tournament). Dalam metode ini setelah siswa

belajar dalam kelompoknya, masing-masing anggota kelompoknya yang

setingkat kemampuannya dalam suatu pertandingan atau turnamen yang

dikenal dengan "Tournament Table", yang diadakan tiap akhir unit pokok

pembahasan atau akhir pesan. Skor yang didapat akan memberikan

kontribusi kepada rata-rata semua kelompok.8

TAI (Team Accelered Intruction). Metode ini menggabungkan

metode belajar kelompok dengan metode belajar secara individu. Tiap

anggota kelompok akan diberi soal bertahap yang harus mereka kerjakan

sendiri-sendiri dalam kelompok. Setelah itu hasil pekerjaan mereka

diperiksa oleh anggota lain. Jika seorang siswa telah mengerjakan soal

dalam suatu tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal

6

Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press,2000), h. 6

7

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran SAINS, (Jakarta: UIN Jakarta, 2009), h. 137 8

(28)

selanjutnya dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika belum

mampu menjawab suatu soal, maka ia harus mengerjakan kembali soal

yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan soal yang lebih

sulit.9

CIRC (Cooerative Integred Reading and Composition). Sejenis

dengan TAI, namun hanya lebih ditekankan pada pengajaran membaca,

menulis, dan tata bahasa.10 Dalam CIRC, guru menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi soal dan cerita. Dalam kegiatan CIRC, para

siswa mengikuti serangkaian pengajaran guru, praktik tim, pra-penilaian,

dan kuis.11

Jigsaw seperti pada STAD dan TGT, siswa dikelompokkan. Tiap

kelompok diberi tugas yang berbeda satu dengan yang lainnya dari sebuah

tema yang akan dibahas. Selanjutnya mereka mendiskusikannya dan saling

mengajarkan satu dengan yang lainnya, sehingga mereka memahami

mated secara keseluruhan. Pembuatan tes diberikan dengan materi

menyeluruh.12

“NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berfikir

bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992)”.13 Model ini juga mendorong siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban

yang paling tepat. Model ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran

dan untuk semua tingkatan usia anak didik.14

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah yaitu:

dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi

siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi,

seiring dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan

kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa

9

Shlomo Sharan, Hand of Cooperative Learning, (Yogyakarta: IMPERIUM, 2009), h. 28

10

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran SAINS, (Jakarta: UIN Jakarta, 2009), h. 138

11

Slavin, Cooperative Learning, (USA: Asmonand Schuster Company, 1995), h.17

12

Ibid

13

Anita Lie, Cooperative Learning, Jakarta, (Grasindo: Anggota Ikapi, 2002), h. 59

14

(29)

bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran

kooperatif yaitu penyajian hasil kelompok, dan mengetes apa yang mereka

pelajari serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok

maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada

[image:29.595.114.521.104.557.2]

label berikut.

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif15

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi keada siswa dengan cara demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelasakan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok agar

melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelopok

belajar pada saat mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu atau kelompok

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model

pembelajaran gotong royong harus diterapkan:

1) Saling ketergantungan positif

2) Tanggung jawab perseorangan

3) Tatap muka

4) Komunikasi antar anggota

5) Evaluasi proses kelompok16

15

Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press,2000), h. 10

16

(30)

Slavin mengemukakan bahwa menurut hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam

meningkatkan hasil belajar. Siswa lebih memiliki kemungkinan

menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah

diskusi dalam kelompok kooperatif.

Menurut hasil penelitian Linda Lundgreen menunjukkan bahwa

manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang

rendah adalah sebagai berikut:

1.Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas

2.Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

3.Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah

4.Memperbaiki kehadiran

5.Angka putus sekolah menjadi rendah

6.Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lemah

7.Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

8.Konflik antar pribadi berkurang

9.Sikap apatis berkurang17

Tiap pembelajaran atau metode tidak ada yang sempurna pasti

ada kekurangannya. Begitu pula pembelajaran kooperatif, ada hal yang

harus diperhatikan agar pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan

efek "Freerider". “Efek Freerider adalah suatu kondisi dimana

beberapa anggota kelompok yang mengerjakan semua atau sebagian

pekerjaan dalam pembelajaran sedangkan yang lainnya tidak

melakukan aktifitas”.18 Dengan kata lain aktifitas belajar hanya dilakukan sebagian anggota kelompoknya saja.

b. Pembelajaran Kooperatif Model NHT

NHT (Numbered Head Togetehef) atau penomoran berfikir

bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah

17

Zulfiani, dkk, Startegi Pembelajaran Sains, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009), h. 136 18

(31)

dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tehnik ini dirangcang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap

struktur kelas tradisional.19

NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling

membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling

tepat. Selain itu tehnik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan

semangat kerja sama mereka. NHT bisa digunakan dalam semua mata

pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik dengan mengikuti

prosedur yang ada.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan NHT adalah sebagai

berikut:

1) Penomoran

Pada tahap ini guru mengelompokan siswa menjadi beberapa

kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa. Kemudian setiap siswa

anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4.

2) Mengajukan pertanyaan

Guru memberikan tugas baik berupa pertanyaan atau arahan

yang harus dikerjakan oleh setiap anggota kelompok. Pertanyaan

yang diajukan bervariasi bahkan dari yang sederhana sampai yang

kompleks.

3) Berfikir bersama

Kelompok mendiskusikan pertanyaan dari guru dan

memutuskan jawaban yang dianggap paling benar serta

memastikan bahwa setiap angota kelompok mengetahui jawaban

itu.

4) Menjawab

Guru memanggil salah satu nomor untuk menjawab pertanyaan

yang telah diajukan oleh guru. Siswa yang nomornya dipanggil

kemudian mengangkat tangannnya dan segera menjawab sehingga

19

(32)

jawabannya diketahui oleh seluruh siswa.20

c. Pembelajaran Kooperatif Model STAD

1) Pengertian Model STAD

STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada

belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru

kepada siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal dan teks.

Secara individual, setiap minggu atau dua minggu siswa diberi

kuis.21 Dalam STAD, diskusi kelompok merupakan komponen kegiatan yang paling penting, karena sangat berperan dalam

aktualitas kelompok secara sinergis untuk menciptakan hasil

belajar yang baik dan dalam pembimbingan antar anggota

kelompok sehingga seluruh anggota kelompok sebagai satu

kesatuan dapat mencapai yang terbaik.

2) Komponen Dalam Model STAD

STAD terbentuk dari lima komonen utama, yaitu:

a) Presentasi kelas

Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran

biasa karena mereka harus benar-benar fokus pada unit STAD.

Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa selama presentasi

kelas berlangsung, mereka harus memperhatikan dengan

seksama, karena dengan begitu akan membantu mereka

menjalani kuis dengan baik, dan nilai kuis itu menentukan nilai

kelompok mereka.

b) Kelompok

kelompok terbentuk dari 4-5 siswa yang mewakili

kemampuan, jenis kelamin, dan ras siswa dalam kelas itu.

Fungsi utama dari kelompok adalah menyiapakan para

20

Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press,2000), h.28 21

(33)

anggotanya untuk menjalani kuis dengan baik. Setelah guru

menyajikan materi, kelompok berkumpul untuk mempelajari

lembar tugas dan materi-materi lainnya.

Kelompok merupakan yang paling penting dalam STAD.

Pada setiap nilai, yang ditekankan adalah apa yang dilakukan

anggota kelompok untuk kelompok mereka, dan apa yang

dilakukan kelompok untuk membantu anggotanya. Kelompok

menyediakan dukungan sesama teman untuk memperoleh

kemajuan akademik yang penting sebagai pengaruh

pembelajaran, saling perhatian, penghargaan kelompok,

penghargaan diri, dan penerimaan siswa-siswa yang

teringgirkan.

c) Kuis

setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu

sampai dua kali praktik kelompok, para siswa menjalani kuis

perseorangan. Siswa-siswa tidak diijinkan saling membantu

selama kuis berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa

setiap siswa secara perseorangan bertangung jawab atas

pengetahuan yang mereka peroleh.

d) Skor kemajuan perseorangan

Gagasan di belakang skor kemajuan perseorangan adalah

menanamkan tujuan prestasi yang bisa diperoleh kepada siswa,

jika dia bekerja lebih keras dan berbuat lebih baik

dibandingkan sebelumnya. Setiap siswa bisa menyumbang nilai

maksimal untuk kelompok mereka dalam sistem penilaian ini,

tetapi tidak ada siswa yang bisa melakukan itu tanpa

menunjukkan kemajuan yang lebih baik daripada sebelumnya.

Tiap-tiap siswa diberi nilai “dasar” yang diambil dari rata-rata

prestasi siswa pada kuis yang sama. Kemudian, siswa

(34)

seberapa banyak nilai kuis mereka melebihi nilai sebelumnya.22

Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu

Skor tes Skor perkembangan individu

a. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal

b.10 hingga 1 poin di bawah skor awal

c.Skor awal sampai 10 poin di atasnya

d.Lebih dari 10 poin di atas skor awal

e. Nilai sempurna

5

10

20

30

30

e) Penghargaan kelompok

Kelompok bisa saja memperoleh sertifikat atau

penghargaan lain jika nilai rata-rata mereka melampaui criteria

tertentu. Skor kelompok siswa bisa juga digunakan untuk

menentukan sampai lima nilai tambahan perolehan nilai

mereka.

3) Langkah-langkah model STAD

Adapun langkah-langkah pembelajaran kopoeratif dengan

model STAD adalah sebagai berikut:

a) Mengajar

b) Membuat kelompok belajar

c) Kuis

Setelah penyajian kelas dan siswa berlatih dalam

kelompok, siswa diberi tes individu. Selama tes berlangsung

antar anggota kelompok tidak diijinkan untuk saling

membantu. Mereka harus saling bertanggungjawab terhadap

dirinya sendiri dan memberikan yang terbaik untuk

22

(35)

kelompoknya. Karena skor tes individu ini menentukan skor

kelompok. Untuk itu setiap anggota kelompok harus dapat

memahami materi dengan baik.

d) Skor peningkatan individual

Komponen ini adalah untuk memberikan kepada siswa

suatu sasaran yang dapat dicapai, jika mereka bekerja keras dan

mendapatkan hasil sebelumnya. Setiap siswa dapat

menyumbangkan skor terbaik kepada kelompoknya.

Pengelolaan hasil kerja kelompok adalah skor awal, skor tes

dan skor peningkatan serta skor kelompok. Skor awal didapat

dari tes materi sebelumnya, skor tes dari individu, sedangkan

skor peningkatan didapat dari skor awal dan skor tes, jika ada

peningkatan atau penurunan maka akan diberi poin tersendiri,

dan skor kelompok dikumpulkan dari skor peningkatan seluruh

anggota kelompok, dicatat dan dijumlahkan menjadi skor akhir

kelompok.

e) Penghargaan kelompok

Pengakuan kelompok dilakukan setelah memberikan

penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah

dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria

yang telah disepakati bersama.23

2. Hasil Belajar

a. Pengertian hasil belajar

“Belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu”.24 Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil, proses belajar yang baik memungkinkan hasil

belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses

belajar. Hasil belajar terjadi berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat

23

Slavin, Cooperative Learning, (USA: Asmonand Schuster Company, 1995), h.151 24

(36)

berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak

tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.

“Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya

meliputi pengetahuan, keterampilan dan sika-sikap yang baru, yang

diharapkan tercapai oleh siswa”. Tujuan belajar terdiri dari tiga

komponen, ialah :

1) Tingkah laku terminal, adalah komponen tujuan belajar yang

menentukan tingkah laku siswa setelah belajar

2) Kondisi-kondisi tes, komponen kondisi tes tujuan belajar

menentukan situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukan

tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu dipersiapkan

oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh

guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan

sebelumnya.

3) Ukuran-ukuran perilaku, komponen ini merupakan suatu ukuran

untuk menetukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima

sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan.25

Menurut Muhibin Syah dalam psikologi, belajar juga

menguraikan tentang karakteristik perubahan sebagai hasil belajar

yaitu, perubahan intensional, perubahan positif aktif, dan perubahan

efektif fungsional.

1) Perubahan Intensional

Yaitu perubahan yang terjadi berkat pengalaman atau praktek

yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain

bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa

siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau ia

merasakan adanya perubahan positif dalam dirinya seperti,

penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan Iain-lain.

2) Perubahan Positif aktif

25

(37)

Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar sifat

positif dan aktif. Perubahan positif artinya baik, bermanfaat, serta

sesuai denga harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi

dengan sendirinya tetapi karena usaha siswa itu sendiri.

3) Perubahan Efektif Fungsional

Yaitu perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat

efektif yaitu berhasil guna. Artinya perubahan itu membawa

pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan

efektif dan fugsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong

terjadinya perubahan positif lainnya.26

Berikut ini adalah penyesuaian diri yang dilakukan manusia

dengan sengaja atau tidak sengaja dan hubungannya dengan

belajar.

a) Belajar dan Kematangan

Kematangan adalah suatu proses pertumbuhan

organ-organ. Kematangan itu dating pada waktu dengan sendirinya.

Sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari,

suatu aktivitas, latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang

bersangkutan. Proses belajar terjadi karena perangsang-

perangsang dari luar, sedangkan proses kematangan berasal

dari dalam

b) Belajar dan Penyesuaian diri

Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dapat

mengubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri ada dua

macam: penyesuaian diri autoplastis (seseorang mengubah

keadaan dirinya disesuaikan dengan keadaan lingkungan/dunia

luar) dan penyesuaian diri alloplastis (mengubah lingkungan

luar sesuai dengan kebutuhan dirinya). Kedua macam

penyesuaian diri ini disebut proses belajar.

c) Belajar dan Pengalaman

26

(38)

Belajar dan pengalaman, keduanya merupakan suatu

proses yang dapat merubah sikap, tingkah laku, dan

pengetahuan. Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman

adalah berbeda. Mengalami sesuatu belum tentu merupakan

belajar dalam arti pedagogis, tetapi tiap-tiap belajar juga

mengalami.

d) Belajar dan Bermain

Dalam bermain juga terdapat proses belajar.

Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain

keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah

laku, sikap dan pengalaman. "belajar sambil bermain" dalam

hal ini dapat mengubah pandangan proses belajar yang kaku,

pasif dan membosankan.

e) Belajar dan Pengertian

Belajar mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya

mencapai pengertian. Ada proses belajar yang berlangsung

dengan otomatis tanpa pengertian. Sebaliknya ada pula

pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan

mendapatkan suatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang

kemudian berubah tingkah lakunya. Belum tentu seseorang

yang mengerti tentang sesuatu,berarti menjalankan/bersikap

sesuai dengan pengertian yang telah dicapainya itu.

f) Belajar dan menghapal/mengingat

Menghapal dan mengingat tidak sama dengan belajar.

Hapal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa dengan

menghapal saja, tetapi harus pengertian.

g) Belajar dan Latihan

Persamaan antara belajar dan latihan adalah keduanya

dapat menyebabkan perubahan/proses dalam tingkah laku,

sikap dan pengetahuan. Akan tetapi ada juga yang hanya

pengertian saja tanpa latihan.27

27

(39)

Dengan uraian diatas kiranya menjadi jelas bahwa bagaimana

proses belajar itu berlangsung. Kita mengetahui bahwa belajar itu

tidak hanya melatih kematangan, pengertian, memperoleh

pengalaman, Tetapi pertanda seseorang telah belajar adalah adanya

perubahan tingkah laku dalam dirinya, baik yang bersifat kognitif

(pengetahuan), psikomotorik (ketrampilan) maupun efektif (yang

menyangkut nilai dan sikap). Perubahan tingkah laku yang

dimaksud adalah akibat interaksi dengan lingkungannya tidak

karena proses pertumbuhan fisik atau kedewasaan; karena

kelelahan. Perubahan tersebut bersifat tahan lama dan tidak

berlangsung sesaat saja. Jadi seseorang dikatakan berhasil dalam

belajar apabila didalam diri tersebut telah terjadi perubahan tingkah

laku yang lebih baik dari sebelum ia mengalami proses belajar. Ia

lebih mampu menghadapi dan dapat mengatasi masalahnya serta

dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.

“Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk

perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan”.28 Ada tiga aspek kompetisi yang harus dinilai untuk menetahui seberapa besar

pencapaian kompetensi, yaitu :

a) Ranah kognitif, merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan

kegiatan mental atau otak. Pada ranah kognitif terdapat 6

jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah

sampai tinggi, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai, berorientasi

pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode.

Pada ranahafektif terdapat 5 jenjang yang terdiri dari,

penerimaan atau perhatian, tanggapan, penilaian,

pengorganisasi, dan karakteristik terhadap suatu atau beberapa

nilai.

28

(40)

c) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar

keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada 6 ranah

psikomotorik ini yaitu, persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,

gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan,

kreatifitas atau keaslian.29

Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang pada

umumnya dinilai oleh para pendidik sekolah, karena berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam memahami/menguasai bahan

pelajaran.

Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar.

Hasil belajar tersebut terdiri dari :

a) Informasi verbal adalah kapasitas untuk mengungkapkan

pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

b) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi

untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta

mempresentasikan konsep dan lambing.

c) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan

mengarahkan aktivitas kogitifnya sendiri.

d) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan

serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,

sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek

berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.30

Jika proses belajar berlangsung secara optimal, maka hasil

belajar yang diperoleh akan memberikan kepuasan dan

kebanggaan, menambah keyakinan dan kemampuannya, bermakna,

menyeluruh serta mampu menilai dan mengendalikan dirinya.

Jadi seseorang dikatakan berhasil dalam belajar apabila

didalam diri tersebut telah terjadi perubahan tingkah laku yang

lebih baik dari sebelum ia mengalami proses belajar. la lebih

29

Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelqjaran IP A Berbasis Kometensi, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), h. 13

30

(41)

mampu menghadapi dan mengatasi masalahnya serta dapat

menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.

b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar

siswa disekolah. Menurut Ngalim Purwanto berhasil atau tidaknya

belajar tergantung pada beberapa faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat

kita bedakan menjadi dua golongan yaitu :

1) Faktor yang berada pada organisme itu sendiri yang kita sebut

faktor individual.

2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial yang

termasuk kedalam faktor keluarga atau keadaan rumah tangga,

guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam proses

belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta

motivasi sosial.31

3. Konsep Laju Reaksi

a. Pengertian Laju Reaksi

Reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Meledaknya petasan, adalah contoh reaksi yang berlangsung dalam

waktu singkat. Proses perkaratan besi, pematangan buah di pohon, dan

fosilisasi sisa organisme merupakan peristiwaperistiwa kimia yang

berlangsung sangat lambat. Reaksi kimia selalu berkaitan dengan

perubahan dari suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil reaksi (produk).

Pereaksi (reaktan) → Hasil reaksi (produk)

Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah

(konsentrasi) pereaksi per satuan waktu atau bertambahnya jumlah

(konsentrasi) hasil reaksi per satuan waktu.32

b. Molaritas Larutan (M) dan Penggunaannya

31

Ngalim, Psikologi Pendidikan,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990), h.102

32

(42)

Reaksi zat dalam bentuk larutan sering dipengaruhi oleh

perbandingan komponen penyusun larutan. Larutan biasanya disebut

encer, bila mengandung sedikit zat terlarut. Encer pekatnya larutan

disebut konsentrasi. Satuan laju reaksi umumnya dinyatakan dengan

mol/liter.detik. Molaritas (mol/liter) adalah ukuran yang menyatakan

banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutannya.33

1. Pengenceran Larutan

[image:42.595.146.521.97.437.2]

+ air

Gambar 2.1 Pengenceran Larutan

Adakalanya, larutan yang tersedia di laboratorium adalah

larutan-larutan yang konsentrasinya sangat tinggi (larutan-larutan pekat), sehingga bila

kita memerlukan larutan dengan konsentrasi rendah maka kita perlu

mengencerkannya terlebih dahulu. Pengenceran adalah penambahan zat

pelarut ke dalam suatu larutan yang pekat untuk mendapatkan larutan

baru yang konsentrasinya lebih rendah. Jumlah mol sebelum

pengenceran harus sama dengan jumlah mol setelah pengenceran,

sehingga:34

Dimana:

33

Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 94

34

Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 94 n1 = n2

(43)

M1 = konsentrasi molar awal

V1 = volume larutan awal

M2 = konsentrasi molar setelah pengenceran

V2 = volume larutan setelah pengenceran

n2 = konsentrasi molar setelah pengenceran

n2 = volume larutan setelah pengenceran

2. Membuat larutan dengan kemolaran tertentu

a. Pelarutan zat padat

Contoh :

Membuat 500 ml larutan NaOH 1 M dari Kristal NaOH murni.

Prosdur penyiapan larutan melalui beberapa tahap sebagai berikut.

1. Menyiapakan alat dan bahan yang diperlukan, yaitu neraca,

botol timbang, labu ukur 500 ml, batang pengaduk, kristal

NaOH, dan aquades.

2. Menghitung jumlah NaOH yang diperlukan

Jumlah mol NaOH = 500 ml x 1 mmol mL-1

= 500 mmol = 0,5 mol

Massa NaOH = 0,5 mol x 40 g mol-1 = 20 gram

3. Menimbang 20 gram kristal NaOH

4. Melarutkan NaOH itu dengan kira-kira 300 ml akuades

dalam labu ukur 500 ml. Setelah kristal NaOH itu larut

seluruhnya, ditambahkan lagi akuades hingga volum larutan

tepat 500 ml.

b. Pengenceran larutan pekat

Kemolaran larutan pekat dapat ditentukan jika kadar dan massa

jenisnya diketahui, yaitu dengan menggunakan rumus :

(44)

ρ = massa jenis

Kadar = % massa

Mm = massa molar

3. Persamaan Laju Reaksi

Hubungan kuantitatif antara perubahan konsentrasi dengan laju

reaksi dinyatakan dengan persamaan laju reaksi atauhukum laju reaksi.

Untuk reaksi:

maka bentuk umum persamaan lajunya adalah35:

dimana:

v = laju reaksi (mol/ Liter. s)

k = tetapan laju reaksi

m = orde/tingkat reaksi terhadap A

n = orde/tingkat reaksi terhadap B

[A] = konsentrasi awal A (mol/ Liter)

[B] = konsentrasi awal B (mol/ Liter)

Tingkat reaksi (orde reaksi) tidak sama dengan koefisien reaksi.

Orde reaksi hanya dapat ditentukan melalui percobaan. Tingkat reaksi

total adalah jumlah tingkat reaksi untuk setiap pereaksi.

Orde reaksi total = m + n

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi

1. Konsentrasi

Larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat) mengandung

partikel yang lebih rapat, jika dibandingkan dengan larutan encer.

35

Ratih, dkk. Sains Kimia 2a, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 67 pA + qB → rC

(45)

Semakin tinggi konsentrasi berarti semakin banyak

molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, akibatnya tumbukan

antar molekul makin sering terjadi dan reaksi berlangsung semakin

cepat. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, makin besar laju

[image:45.595.149.524.101.437.2]

reaksinya.36

Gambar 2.2Konsentrasi

2. Luas Permukaan Sentuh

Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan

bertumbukan. Pada pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fasa

atau lebih, tumbukan berlangsung pada bagian permukaan zat.

Padatan berbentuk serbuk halus memiliki luas permukaan bidang

sentuh yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng atau

butiran. Semakin luas permukaan partikel, maka frekuensi

tumbukan kemungkinan akan semakin tinggi sehingga reaksi dapat

berlangsung lebih cepat. Laju reaksi berbanding lurus dengan luas

permukaan reaktan.37

Gambar 2.3 Luas Permukaan Sentuh

36

Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 121

37

[image:45.595.219.434.625.697.2]
(46)

3. Temperatur

Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya suhu,

energi gerak (kinetik) partikel ikut meningkat sehingga makin

banyak partikel yang memiliki energi kinetik di atas harga energi

[image:46.595.146.523.79.572.2]

aktivasi (Ea). Kenaikan suhu akan memperbesar laju reaksi.38

Gambar 2.4 Temperatur

4. Katalisator

Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju reaksi,

tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen,

sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali.39

Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energy

aktivasi (Ea). Katalisis adalah peristiwa peningkatan laju reaksi

sebagai akibat penambahan suatu katalis. Meskipun katalis

menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi

perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain,

penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi.

Gambar 2.5 Katalisator

38

Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 121

39

(47)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dalam rangka meningkatkan

hasil belajar siswa. Adapun penelitian yang pernah dilakukan diantaranya:

Nagib M.A Balfakih United Arab Emirates University telah meakukan

penenlitian tentang student team achievement division dengan menggunakan

dua grup, grup eksperimen dan grup kontrol. Pada grup eksperimen dilakukan

di provinsi timur dengan hasil 8,97 poin untuk siswa laki-laki dan 6,78 poin

untuk siswa perempuan sedangkan grup kontrol dilakukan diprovinsi utara

dengan hasil 8,75 poin untuk siswa laki-laki dan 0,35 poin untuk siswa

perempuan. Dari data yang diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan

antara grup kontro

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar
Gambar 2.1 Pengenceran Larutan .........................................................................29
Tabel 1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif15
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Pengelolaan Sub Terminal Agribisnis Jetis oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah STA Jetis yang berada langsung di bawah Dinas Pertanian, Perkebunan, Dan Kehutanan Kabupaten Semarang

Dari uraian masalah diatas penulis merumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana merancang sistem informasi pengolahan data nilai siswa pada SDN 01 Jaya

PERILAKU REMAJA TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI SMA PRAYATNA MEDAN TAHUN 2015.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “PENGARUH LAMA PENYIMPANAN PADA SUHU REFRIGERATOR DAN FREEZER TERHADAP JUMLAH DAN JENIS MIKROBIA PADA SUSU KEDELAI” ini telah dipertahankan di

Hingga akhirnya pertumbuhan ekonomi yang mendukung kemajuan teknologi menghasilkan kegiatan produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan sehingga dapat mereduksi dampak