(Quasi Eksperimen di MA Al-Ahliyah Kota Baru Cikampek)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Kimia
Oleh:
EVIANA AYU NUGROHO 106016200611
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Perbedaan Hasil Beiajar Kimia Siswa Antara yang Diberi Model NHT
(Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team Achievement
Division) Kelas XI Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi
Oleh:
Eviana Ayu Nugroho 106016200611
Menyetujui
Pembimbing I, Pembimbing II,
106016200611. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian Munaqosah pada tanggal 7 Juni 2011 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.
Jakarta, 7 Juni 2011
Panitia Ujian Munaqosah
Tanggal TandaTangan
Ketua Jurusan Pendidikan IPA Baiq Hana Susanti, M.Sc
NIP. 19700209 200003 2 001
Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih, M.Pd
NIP. 19760309 200501 2 002
Penguji I
Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd NIP. 19650115 1987031 020 Penguji II
Tonih Feronika, M.Pd NIP. 19760107 200501 1 007
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
i
(Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team Achievement Division) Kelas XI Pada Konsep Laju Reaksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan model cooperative learning tipe NHT dengan tipe STAD terhadap hasil belajar. Penelitian ini dilakukan di MA Al-Ahliyah Kota Baru pada bulan Oktokber hingga bulan November 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 62 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design. Instrument yang digunakan adalah instrument tes hasil belajar. Hasil belajar kelompok eksperimen (rata-rata 73,9 dan simpangan baku 9,88) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (rata-rata 60,6 dan simpangan baku 8,68) dan setelah dilakukan uji “t” diperoleh nilai thitung sebesar 2,40 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan menolak Ho dan Ha menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang diberi model NHT dengan STAD pada pokok bahasan laju reaksi diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran NHT memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan model STAD terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.
Kata Kunci : Model cooperative learning Tipe NHT, Tipe STAD, Hasil Belajar
ii
This study aims to determine differences in models of cooperative learning STAD type with NHT type of learning outcomes. This research was conducted at the MA Al-Ahliyah Kota Baru in Oktokber until November 2010. The research method used was a quasi experiment, the sample was collected by purposive sampling of 62 students divided into 2 groups, experimental and control groups. The study design was used nonequivalent control group design. Instrument is an instrument used achievement test. Learning outcomes of the experimental group (mean 73.9 and standard deviation 9.88) higher than the control group (mean 60.6 and standard deviation 8.68) and after the test "t" t count values obtained at 2, 40 while ttable at the 0.05 significance level of 1.99 or tcount> ttable. Then it can be concluded reject Ho and Ha stated there are differences in student learning outcomes between a given chemical NHT model with STAD on the subject of acceptable reaction rate. This shows that the use of NHT learning model have a significant influence compared with STAD model of chemistry students' learning outcomes on the subject of reaction rates.
iii
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi
Rabbi, Dzat Yang Maha Kuasa. Shalawat dan salam semoga tercurah dan
terlimpah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan
para sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa Antara yang Diberi Model NHT (Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team Achievement Division)
Kelas XI Pada konsep Laju Reaksi”
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. .
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si, Ketua Prodi Kimia dan Dosen Penasehat yang telah
membantu penulis dalam segala hal yang berhubungan dengan kependidikan.
4. Ibu Etty Sofyanitingrum, M. Ed, dosen pembimbing I yang telah meluangkan
waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan saran dan pengarahan
dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Burhanudin Milama, M. Pd, dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan saran dan
pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Sulaeman, kepala MA Al-Ahliyah yang telah memberikan izin untuk
penulis melakukan penelitian.
7. Ibu Ilen, S. Pd guru kimia kelas XI yang telah membantu penulis dalam
iv
dan duka, dan terima kasih atas do’a dan motivasinya.
10. Kawan-kawan Chemz 2006 yang selalu memberikan informasi dan semangat.
Sukses selalu buat kawan-kawan chemz.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkkan satu per satu namun tidak
mengurangi sedikit pun rasa terimakasih dan hormat penulis.
Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu semoga Allah Swt membalasnya.
Jakarta, Maret 2011
v
ABSTRACT ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...iv
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...7
C. Pembatasan Masalah...8
D. Rumusan Masalah...8
E. Tujuan Penelitian...9
F. Kegunaan Hasil Penelitian...9
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori...11
1. Pembelajaran Kooperatif...11
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif...11
b. Pembelajaran Kooperatif NHT...17
c. Pembelajaran Kooperatif STAD...19
2. Hasil Belajar...22
a. Pengertian Hasil Belajar...22
b. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ...28
3. Konsep Laju Reaksi ...28
vi
D. Pengajuan Hipotesis ...37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ...38
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...38
C. Metode Penelitian ...39
D. Variabel Penelitian ...41
E. Teknik Pengumpulan Data ...41
F. Instrumen Penelitian ...42
G. Teknik Analisis Data ...46
H. Hipotesis Statistik ...50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Analisi Data ...50
1. Deskripsi Data ...50
a. Deskripsi Data Post Tes Kelas Eksperimen1 ...51
b. Deskrisi Data Post Tes Kelas Eksperimen2 ...51
2. Analisis Data ...52
a. Pengujian Persyaratan Analisis Data ...52
1. Uji Normalitas ...52
2. Uji Homogenitas ...53
b. Pengujian Hipotesis Penelitian ...54
1. Uji kesamaan Dua Rata-rata Skor Post tes ...54
B. Interpretasi Data ...55
a. Hasil Post Tes ...55
vii
a. Kesimpulan ...60
b. Saran ...60
DAFTAR PUSTAKA...62
viii
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ...16
Tabel 3.1 Populasi dan Sampel ...39
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ...40
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen ...42
Tabel 4.1 Sebaran Data hasil Posttest Kelompok Eksperimen1 ...51
Tabel 4.2 Sebaran Data hasil Posttest Kelompok Eksperimen2...52
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ...53
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ...53
[image:11.595.111.530.81.472.2]ix
Gambar 2.3 Luas Permukaan Sentuh...32
Gambar 2.4 Temperatur ...33
Gambar 2.5 Katalisator ...33
[image:12.595.124.528.77.474.2]x
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ...108
Lampiran 4 Soal Kisi-kisi Instrumen ...118
Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ...127
Lampiran 6 Analisis Butir Instrumen ...137
Lampiran 7 perhitungan Validitas………141
Lampiran 8 Validitas Instrumen ...142
Lampiran 9 Perhitungan Reliabilitas ...143
Lampiran 10 Perhitungan Tingkat Kesukaran ...144
Lampiran 11 Perhitungan Daya Beda ...146
Lampiran 12 Daftar Nilai Kelas IPA 1 ...148
Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen1 (Posttest) ...149
Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Posttest (Eksperimen1)...151
Lampiran 15Daftar Nilai Kelas IPA 2...152
Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen2 (Posttest) ...153
Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Posttest (Eksperimen2)...155
Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Posttest ...156
Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis Posttest ...157
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah
akal, yaitu kemampuannya untuk berpikir. Karena itu Islam sebagai agama
rahmatan lil alamin sangat mewajibkan umatnya untuk selalu belajar. Dalam
Hadist riwayat Bukhori Muslim "terdapat tiga amalan manusia yang tidak
pernah terputus yaitu, amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do'a anak
sholeh.." Bahkan Allah mengawali menurunkan Al-Qur'an sebagai pedoman
hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan rosul-Nya Muhammad
SAW, untuk membaca (iqra). Seperti dalam Firman Allah surat Al-Alaq ayat
1 -5
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Diet mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Iqra merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dalam
arti luas, dengan iqra pula manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan
memperbaiki kehidupannya. Betapa pentingnya belajar, sehingga Allah
menjanjikan akan meningkatkan derajat orang yang berilmu, seperti dalam
Firman Allah surat Al-Mujaadalah ayat 11.
"Allah akan meninggikan orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Dengan belajar manusia dapat mengetahui apa yang dilakukan dan
memahami tujuan dari segala perbuatannya. Aktivitas dari memahami adalah
hasil belajar. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. “Belajar
adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku”.1 Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. Dengan akal
manusia dapat merubah tingkah lakunya menjadi lebih baik, hal ini merupakan
proses beajar seperti dalam Firman Allah Surat Az Zumar ayat 9.
"Katakanlah: "Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang-orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."
Ilmu diperoleh karena adanya usaha dari manusia baik secara formal
maupun nonformal, salah satu cara yaitu dengan mengikuti tingkat satuan
pendidikan, dari tingkat dasar (madarasah ibtidaiyah/ SD) hingga sekolah
menengah/madrasah aliyah dan perguruan tinggi. Proses perolehan ilmu
sejalan dengan proses perkembangan fisik dan psikis anak didik.
“Pendidikan merupakan kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan”.2 Pendidikan juga merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan
bangsa dan negara. Oleh karena itu dunia pendidikan dituntut untuk lebih
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya seiring dengan perkembangan
1
Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Kencana Prenada Media Group, 2008. h.229
2
ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi yang semakin hari semakin
maju. Dunia pendidikan saat ini menghadapi suatu tantangan yang cukup berat
terutama dalam hal terselenggaranya suatu sistem pendidikan yang diarahkan
untuk melahirkan generasi bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif
dalam memecahkan masalah.
Setiap pendidikan di Indonesia diarahkan kepada terbinanya manusia
Indonesia dengan kualifikasi seperti yang tercantum dalam UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang betbunyi :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang berdemokrasi serta bertanggung jawab3.
Pada jenjang pendidikan SMA/MA terdapat mata pelajaran kimia.
Kimia merupakan salah satu ilmu eksakta yang di dalamnya memuat tentang
materi dan perubahannya, stoikiometri, struktur atom, sistem periodik
unsur-unsur, ikatan kimia, reaksi oksidasi reduksi, hidrokarbon. dan minyak bumi,
serta unsur- unsur dalam kehidupan sehari-hari. Materi-materi kimia cukup
sulit dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, terdapat
banyak rumus dan perhitungannya. Hal ini dikarenakan kimia merupakan
pelajaran yang berisi tentang rumus dan perhitungan. Pada kebanyakan siswa,
mata pelajaran ini dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit, bahkan
menakutkan bagi mereka. Terkadang anggapan seperti ini sudah ada sejak
jenjang sekolah menengah. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan belajar siswa dan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran Kimia
kedepannya.
“Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”4. Proses pembelajaran akan
3
www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf
4
berlangsung dengan baik, apabila seorang guru memiliki dua kompetensi
utama, yaitu kompetensi penguasaan materi pembelajaran dan kompetensi
metodologi pembelajaran.5 Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran seorang guru sangat penting menguasai pendekatan dan metode pembelajaran.
Guru selaku pendidik berperan penting dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan. Selama ini telah dilakukan upaya pemerintah untuk meningkatkan
mutu pendidikan seperti pelatihan guru dan program kualifikasi, namun upaya
tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan. Hal ini disebabkan karena
para guru dalam proses belajar mengajar masih banyak yang memperlakukan
siswa dengan cara belajar yang dikenal dengan duduk, diam, dengar, catat dan
hafal. Pentingnya materi pelajaran yang diberikan sering hanya dipandang dari
sudut guru, bukan dari sudut siswa sebagai subjek belajar. Akibatnya, siswa
kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru. Banyak
diantara siswa mengikuti pelajaran tidak lebih dari rutinitas untuk mengisi
daftar absensi, mencari nilai tanpa diiringi kesadaran untuk menambah
wawasan dan keterampilan.
Model pembelajaran yang monoton akan mengurangi motivasi siswa
untuk belajar karena siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang
sama secara terus-menerus. Cara belajar seperti ini tidak dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran bidang studi IPA (sains). Karena proses
pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
Dalam pembelajaran sains perlu memperhatikan tiga aspek yaitu
produk. proses, serta nilai-nilai atau sikap6. Dalam mengajar guru harus mengarahkan keaktifan belajar siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
menciptakan dan menumbuhkan situasi belajar siswa agar materi menjadi
5
Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran SAINS, (Jakarta: UIN Jakarta, 2009), h. 91
6
mudah dipahami dan mendapatkan hasil belajar siswa yang baik dan kondusif
khususnya dalam bidang studi kimia. Interaksi yang efektif akan terjadi jika
guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang lebih bervariasi yang
melibatkan siswa untuk aktif. Salah satunya adalah dengan menggunakan
metode pembelajaran kooperatif yaitu belajar mengajar dengan jalan
mengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda ke dalam
kelompok-kelompok kecil.
Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan
mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Dalam
kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah selama ini, sebenarnya sudah
menerapkan belajar kelompok. Namun, kegiatan kelompok tersebut cenderung
hanya menyelesaikan tugas. Siswa yang berkemampuan rendah kurang
berperan dalam mengerjakan tugas. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif
tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi juga
memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang diterimanya. Ada
berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together).
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam
kelas yang terdiri 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis
kelamin, ras ataupun etnis. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu
pada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada
siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal dan teks. Secara individual,
setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis. Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana dan sebuah cara yang bagus untuk digunakan dalam
pembelajaran.
Model NHT merupakan suatu strategi belajar yang menghendaki siswa
belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa yang kemampuan
tugas berbeda dengan masing-masing orang dalam kelompok diberi
penomoran. Kedua model ini mempunyai persamaan yaitu membagi kelas
dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen.
Masing-masing anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi dan
mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Perbedaannya pada
model STAD siswa diberikan kuis untuk mengetahui pemahaman tiap
individu, sedangkan NHT dinilai pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pendekatan pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk
mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan
menghubungkan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan
sebelumnya. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model
pembelajaran ini dapat membuat siswa lain yang berkemampuan dan berlatar
belakang yang berbeda akan meningkat karena pada model pembelajaran ini.
pembagian anggota kelompok secara heterogen.
Kelebihan pembelajaran model NHT hampir sama dengan model
STAD yaitu membuat siswa menjadi lebih siap dan melatih kerjasama dengan
baik. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh La Ode Saifuddin dengan judul
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan implementasinya pada materi
tegangan permukaan zat cair di tingkat SMP. Dalam penelitian ini dilakukan
lima langkah yaitu persiapan, penomoran kelompok, diskusi masalah,
memanggil nomor anggota, dan memberi kesimpulan. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa model kooperatif tipe NHT dapat digunakan dalam
pembelajaran sains fisika dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa7.
Penulis mencoba melakukan penelitian yang sama yaitu dengan
kooperatif tipe NHT pada kimia. Yang membedakan penelitian ini adalah
pembanding yang digunakan pada penelitian di atas menggunakan metode
konvensional sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan dengan
kooperatif tipe lain yaitu STAD. Dengan menggunakan STAD pada kelas
kontrol tidak akan merugikan siswa dalam penelitian ini. Setiap kelas akan
7
mendapatkan periakuan dengan kooperatif yang berbeda, hal ini akan memicu
semangat siswa dalam belajar kimia.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif tipe apapun seperti
halnya student teams-achievment division, jigsaw, teams-games-tournament,
think-pair-share dan numbered head together memerlukan alokasi waktu yang
cukup banyak, namun pada tipe numbered head together dapat didesain lebih
singkat dan memberikan pemahaman yang lebih bermakna bila dibandingkan
dengan tipe kooperatif lain.
Berdasarkan hasil penelitian yang relevan menyimpulkan bahwa hasil
belajar siswa yang menggunakan model kooperatif STAD lebih baik daripada
dengan model konvensional. Sedangkan hasil belajar siswa yang
menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih baik daripada dengan model
konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif NHT dan STAD rnernberikan hasil belajar
yang lebih baik daripada dengan model konvensional8. Akan tetapi belum ada penelitian yang membandingkan antara kedua model tersebut, manakah di
antara kedua model tersebut yang memberikan hasil belajar yang lebih baik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul: "Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Model Pembelajaran
NHT (Numbered Head Together) dengan STAD (Student Team. Achievement
Division) Pada Konsep Laju Reaksi".
B. Identifikasi Masalah
Dengan melihat masalah yang telah diuraikan di atas dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Ilmu kimia sering dianggap sulit.
2. Pembelajaran yang masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah
dan kegiatannya lebih berpusat pada guru (teacher centered)
3. Proses belajar mengajar masih bersifat konvensional sehingga membuat
8
siswa sulit memahami pelajaran kimia karena materi laju reaksi
bersifat abstrak.
4. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengar penjelasan guru dan
mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga kurang terbiasa
mengutarakan argumennya.
5. Siswa mengikuti pelajaran tidak lebih dari rutinitas untuk mengisi daftar
absensi, mencari nilai tanpa diiringi kesadaran untuk menambah wawasan
dan keterampilan sehingga tidak memenuhi standar KKM sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini tidak meluas maka penyusunan skripsi ini
penulis membatasi permasalahannya sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI MA Al-Ahliyah.
2. Materi yang diajukan pada penelitian ini adalah konsep laju reaksi.
3. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan
menggunakan pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran NHT
(Numbered Head Together) dengan hasil belajar siswa yang diajarkan
menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team Achievement
Division).
4. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia siswa setelah
proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaraan koopertatif tipe
NHT pada kelas eksperimen dan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
kelas kontrol dilihat dari aspek kognitifnya
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian adalah : "Apakah terdapat perbedaan hasil belajar
antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif
model NHT (Numbered Head Together) dengan siswa yang diajarkan dengan
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pembelajaran kooperatif model
NHT (Numbered Head Together) dengan model STAD (Student Team
Achievement Division) terhadap hasil belajar siswa.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberi kegunaan bagi siswa, guru, dan
semua pihak pembaca, antara lain :
1. Kegunaan bagi siswa :
a. Siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman materi pada
konsep laju reaksi akan terkurangi bebannya dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD.
b. Menumbuhkan semangat kerjasama dalam belajar karena keberhasilan
individu merupakan tanggung jawab kelompok.
c. Siswa menjadi terbiasa mengerjakan soal karena banyaknya latihan
yang diberikan.
2. Kegunaan bagi guru:
a. Dapat dijadikan acuan mengenai model pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan Kimia siswa.
b. Dapat mendorong guru bahwa dengan model pembelajaran kooperatif,
kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan menyenangkan.
3. Kegunaan bagi Sekolah:
a. Dapat memberikan referensi model pembelajaran yang efektif bagi
siswa.
b. Dapat meningkatkan prestasi sekolah karena kompetensi dasar dapat
dicapai oleh siswa akibat dari penggunaan model pembelajaran yang
tepat.
a. Sebagai acuan referensi penggunaan model pembelajaran dalam
mengajarkan materi kepada siswa.
b. Membuat, mendesain, dan berinovasi untuk membuat model
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi proses belajar
BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretis
1. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris
dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama.1 Pemebelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang baik di
dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat keahlian
berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan pemahaman
mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).
“Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis”.2 “Cooperative learning
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda”. Dalam
menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran. Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran
kooperatif agar lebih menjamin siswa bekerja secara kooperatif. Hal-hal
tesebut meliputi:
1) Siswa dalam kelompok harus beranggapan bahwa mereka "sehidup
sepenanggungan bersama."
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
1
Sam, S Warib, Kamus Lengkap 10 Milliard, (Jakarta: Sandro Jaya), h. 73 2
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung : Alfabeta, 2007), h.l1
diantara anggota kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif3.
Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif juga memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa dapat bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
3) Jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin yang berbeda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu4. Pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok akan
membantu meningkatkan sikap positif terhadap materi laju reaksi. Esensi
pembelajaran kooperatif adalah tanggungjawab individu sekaligus
tanggungjawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap
ketergantunngan positif yang menjadikan kerja kelompok berjalan
optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja,
dan bertanggungjawab dengan sungguh-sungguh sampai selesainya tugas
individu dan kelompok. Para siswa diberikan kesempatan mendiskusikan
masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan
masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat
diselesaikan sebelumnya. Model pembelajaran ini dapat membantu siswa
menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang
3
Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA, (Surabaya: University Press, 2001), h. 6.
4
berbeda karena model pembelajaran ini pembagian kelompoknya
[image:26.595.145.571.81.513.2]dilakukan secara heterogen.
Tabel 1
Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Tradisional5
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
1. Kepemimpinan bersama
2. Saling ketergantungan positif
3. Kelompok heterogen
4. Mempelajari keterampilan kooperatif
5. Menekankan pada peneyelesaian tugas
dan memepertahankan hubungan
6. Sama-sama bertanggungjawab
7. Guru memperhatikan proses kelompok
belajar sehingga efektif
8. Satu hasil kelompok
9. Evaluasi kelompok
1. Satu pemimpin
2. Tidak salling bergantung
3. Kelompok homogen
4. Asumsi adanya keterampilan sosial
5. Hanya menekankan pada
penyelesaian tugas
6. Tanggungjawab hanya untuk diri
sendiri
7. Guru tidak memperhatikan proses
kelompok belajar sehingga efektif
8. Beberapa hasil kelompok
9. Evaluasi individu
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai
tiga tujuan penting yaitu:
1) Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Efek penting yang kedua dari pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras,
5
budaya, kelas sosial dan kemampuannya.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting yang ketiga adalah untuk mengajarkan kepada siswa
keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat
penting untuk dimiliki didalam masyarakat.6
Beberapa pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan,
diantaranya: STAD (Student Team Achievement Division), TGT (Team
Games Tournament), TAI (Team Accelered Instruction), CIRC
(Cooperative Integred Reading and Composition), Jigsaw, NHT
(Numbered Head Together). Model-model tersebut memiliki prosedur
yang berbeda dalam pelaksanaannya.
STAD ( Student Team Achievement Division ). Dalam metode ini
siswa dibagi dalam bentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang yang
berebeda jenis kelamin, etnis dan kemampuan. Siswa dalam kelompok
saling memotivasi, mendorong dan membantu dalam menyelesaikan
latihan atau tugas dan memahami suatu pelajaran.7
TGT (Team Games Tournament). Dalam metode ini setelah siswa
belajar dalam kelompoknya, masing-masing anggota kelompoknya yang
setingkat kemampuannya dalam suatu pertandingan atau turnamen yang
dikenal dengan "Tournament Table", yang diadakan tiap akhir unit pokok
pembahasan atau akhir pesan. Skor yang didapat akan memberikan
kontribusi kepada rata-rata semua kelompok.8
TAI (Team Accelered Intruction). Metode ini menggabungkan
metode belajar kelompok dengan metode belajar secara individu. Tiap
anggota kelompok akan diberi soal bertahap yang harus mereka kerjakan
sendiri-sendiri dalam kelompok. Setelah itu hasil pekerjaan mereka
diperiksa oleh anggota lain. Jika seorang siswa telah mengerjakan soal
dalam suatu tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal
6
Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press,2000), h. 6
7
Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran SAINS, (Jakarta: UIN Jakarta, 2009), h. 137 8
selanjutnya dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika belum
mampu menjawab suatu soal, maka ia harus mengerjakan kembali soal
yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan soal yang lebih
sulit.9
CIRC (Cooerative Integred Reading and Composition). Sejenis
dengan TAI, namun hanya lebih ditekankan pada pengajaran membaca,
menulis, dan tata bahasa.10 Dalam CIRC, guru menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi soal dan cerita. Dalam kegiatan CIRC, para
siswa mengikuti serangkaian pengajaran guru, praktik tim, pra-penilaian,
dan kuis.11
Jigsaw seperti pada STAD dan TGT, siswa dikelompokkan. Tiap
kelompok diberi tugas yang berbeda satu dengan yang lainnya dari sebuah
tema yang akan dibahas. Selanjutnya mereka mendiskusikannya dan saling
mengajarkan satu dengan yang lainnya, sehingga mereka memahami
mated secara keseluruhan. Pembuatan tes diberikan dengan materi
menyeluruh.12
“NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berfikir
bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah
dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992)”.13 Model ini juga mendorong siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Model ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran
dan untuk semua tingkatan usia anak didik.14
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah yaitu:
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi
siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi,
seiring dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan
kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa
9
Shlomo Sharan, Hand of Cooperative Learning, (Yogyakarta: IMPERIUM, 2009), h. 28
10
Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran SAINS, (Jakarta: UIN Jakarta, 2009), h. 138
11
Slavin, Cooperative Learning, (USA: Asmonand Schuster Company, 1995), h.17
12
Ibid
13
Anita Lie, Cooperative Learning, Jakarta, (Grasindo: Anggota Ikapi, 2002), h. 59
14
bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran
kooperatif yaitu penyajian hasil kelompok, dan mengetes apa yang mereka
pelajari serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok
maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada
[image:29.595.114.521.104.557.2]label berikut.
Tabel 2.1
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif15
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi keada siswa dengan cara demonstrasi atau melalui bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelasakan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok agar
melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelopok
belajar pada saat mengerjakan tugas mereka
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu atau kelompok
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran gotong royong harus diterapkan:
1) Saling ketergantungan positif
2) Tanggung jawab perseorangan
3) Tatap muka
4) Komunikasi antar anggota
5) Evaluasi proses kelompok16
15
Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press,2000), h. 10
16
Slavin mengemukakan bahwa menurut hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam
meningkatkan hasil belajar. Siswa lebih memiliki kemungkinan
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah
diskusi dalam kelompok kooperatif.
Menurut hasil penelitian Linda Lundgreen menunjukkan bahwa
manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang
rendah adalah sebagai berikut:
1.Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
2.Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3.Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah
4.Memperbaiki kehadiran
5.Angka putus sekolah menjadi rendah
6.Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lemah
7.Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
8.Konflik antar pribadi berkurang
9.Sikap apatis berkurang17
Tiap pembelajaran atau metode tidak ada yang sempurna pasti
ada kekurangannya. Begitu pula pembelajaran kooperatif, ada hal yang
harus diperhatikan agar pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan
efek "Freerider". “Efek Freerider adalah suatu kondisi dimana
beberapa anggota kelompok yang mengerjakan semua atau sebagian
pekerjaan dalam pembelajaran sedangkan yang lainnya tidak
melakukan aktifitas”.18 Dengan kata lain aktifitas belajar hanya dilakukan sebagian anggota kelompoknya saja.
b. Pembelajaran Kooperatif Model NHT
NHT (Numbered Head Togetehef) atau penomoran berfikir
bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah
17
Zulfiani, dkk, Startegi Pembelajaran Sains, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009), h. 136 18
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tehnik ini dirangcang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional.19
NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat. Selain itu tehnik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerja sama mereka. NHT bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik dengan mengikuti
prosedur yang ada.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan NHT adalah sebagai
berikut:
1) Penomoran
Pada tahap ini guru mengelompokan siswa menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa. Kemudian setiap siswa
anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4.
2) Mengajukan pertanyaan
Guru memberikan tugas baik berupa pertanyaan atau arahan
yang harus dikerjakan oleh setiap anggota kelompok. Pertanyaan
yang diajukan bervariasi bahkan dari yang sederhana sampai yang
kompleks.
3) Berfikir bersama
Kelompok mendiskusikan pertanyaan dari guru dan
memutuskan jawaban yang dianggap paling benar serta
memastikan bahwa setiap angota kelompok mengetahui jawaban
itu.
4) Menjawab
Guru memanggil salah satu nomor untuk menjawab pertanyaan
yang telah diajukan oleh guru. Siswa yang nomornya dipanggil
kemudian mengangkat tangannnya dan segera menjawab sehingga
19
jawabannya diketahui oleh seluruh siswa.20
c. Pembelajaran Kooperatif Model STAD
1) Pengertian Model STAD
STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada
belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal dan teks.
Secara individual, setiap minggu atau dua minggu siswa diberi
kuis.21 Dalam STAD, diskusi kelompok merupakan komponen kegiatan yang paling penting, karena sangat berperan dalam
aktualitas kelompok secara sinergis untuk menciptakan hasil
belajar yang baik dan dalam pembimbingan antar anggota
kelompok sehingga seluruh anggota kelompok sebagai satu
kesatuan dapat mencapai yang terbaik.
2) Komponen Dalam Model STAD
STAD terbentuk dari lima komonen utama, yaitu:
a) Presentasi kelas
Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran
biasa karena mereka harus benar-benar fokus pada unit STAD.
Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa selama presentasi
kelas berlangsung, mereka harus memperhatikan dengan
seksama, karena dengan begitu akan membantu mereka
menjalani kuis dengan baik, dan nilai kuis itu menentukan nilai
kelompok mereka.
b) Kelompok
kelompok terbentuk dari 4-5 siswa yang mewakili
kemampuan, jenis kelamin, dan ras siswa dalam kelas itu.
Fungsi utama dari kelompok adalah menyiapakan para
20
Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press,2000), h.28 21
anggotanya untuk menjalani kuis dengan baik. Setelah guru
menyajikan materi, kelompok berkumpul untuk mempelajari
lembar tugas dan materi-materi lainnya.
Kelompok merupakan yang paling penting dalam STAD.
Pada setiap nilai, yang ditekankan adalah apa yang dilakukan
anggota kelompok untuk kelompok mereka, dan apa yang
dilakukan kelompok untuk membantu anggotanya. Kelompok
menyediakan dukungan sesama teman untuk memperoleh
kemajuan akademik yang penting sebagai pengaruh
pembelajaran, saling perhatian, penghargaan kelompok,
penghargaan diri, dan penerimaan siswa-siswa yang
teringgirkan.
c) Kuis
setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu
sampai dua kali praktik kelompok, para siswa menjalani kuis
perseorangan. Siswa-siswa tidak diijinkan saling membantu
selama kuis berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa
setiap siswa secara perseorangan bertangung jawab atas
pengetahuan yang mereka peroleh.
d) Skor kemajuan perseorangan
Gagasan di belakang skor kemajuan perseorangan adalah
menanamkan tujuan prestasi yang bisa diperoleh kepada siswa,
jika dia bekerja lebih keras dan berbuat lebih baik
dibandingkan sebelumnya. Setiap siswa bisa menyumbang nilai
maksimal untuk kelompok mereka dalam sistem penilaian ini,
tetapi tidak ada siswa yang bisa melakukan itu tanpa
menunjukkan kemajuan yang lebih baik daripada sebelumnya.
Tiap-tiap siswa diberi nilai “dasar” yang diambil dari rata-rata
prestasi siswa pada kuis yang sama. Kemudian, siswa
seberapa banyak nilai kuis mereka melebihi nilai sebelumnya.22
Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor tes Skor perkembangan individu
a. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
b.10 hingga 1 poin di bawah skor awal
c.Skor awal sampai 10 poin di atasnya
d.Lebih dari 10 poin di atas skor awal
e. Nilai sempurna
5
10
20
30
30
e) Penghargaan kelompok
Kelompok bisa saja memperoleh sertifikat atau
penghargaan lain jika nilai rata-rata mereka melampaui criteria
tertentu. Skor kelompok siswa bisa juga digunakan untuk
menentukan sampai lima nilai tambahan perolehan nilai
mereka.
3) Langkah-langkah model STAD
Adapun langkah-langkah pembelajaran kopoeratif dengan
model STAD adalah sebagai berikut:
a) Mengajar
b) Membuat kelompok belajar
c) Kuis
Setelah penyajian kelas dan siswa berlatih dalam
kelompok, siswa diberi tes individu. Selama tes berlangsung
antar anggota kelompok tidak diijinkan untuk saling
membantu. Mereka harus saling bertanggungjawab terhadap
dirinya sendiri dan memberikan yang terbaik untuk
22
kelompoknya. Karena skor tes individu ini menentukan skor
kelompok. Untuk itu setiap anggota kelompok harus dapat
memahami materi dengan baik.
d) Skor peningkatan individual
Komponen ini adalah untuk memberikan kepada siswa
suatu sasaran yang dapat dicapai, jika mereka bekerja keras dan
mendapatkan hasil sebelumnya. Setiap siswa dapat
menyumbangkan skor terbaik kepada kelompoknya.
Pengelolaan hasil kerja kelompok adalah skor awal, skor tes
dan skor peningkatan serta skor kelompok. Skor awal didapat
dari tes materi sebelumnya, skor tes dari individu, sedangkan
skor peningkatan didapat dari skor awal dan skor tes, jika ada
peningkatan atau penurunan maka akan diberi poin tersendiri,
dan skor kelompok dikumpulkan dari skor peningkatan seluruh
anggota kelompok, dicatat dan dijumlahkan menjadi skor akhir
kelompok.
e) Penghargaan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan setelah memberikan
penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah
dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria
yang telah disepakati bersama.23
2. Hasil Belajar
a. Pengertian hasil belajar
“Belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu”.24 Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil, proses belajar yang baik memungkinkan hasil
belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Hasil belajar terjadi berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat
23
Slavin, Cooperative Learning, (USA: Asmonand Schuster Company, 1995), h.151 24
berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak
tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.
“Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya
meliputi pengetahuan, keterampilan dan sika-sikap yang baru, yang
diharapkan tercapai oleh siswa”. Tujuan belajar terdiri dari tiga
komponen, ialah :
1) Tingkah laku terminal, adalah komponen tujuan belajar yang
menentukan tingkah laku siswa setelah belajar
2) Kondisi-kondisi tes, komponen kondisi tes tujuan belajar
menentukan situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukan
tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu dipersiapkan
oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh
guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan
sebelumnya.
3) Ukuran-ukuran perilaku, komponen ini merupakan suatu ukuran
untuk menetukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima
sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan.25
Menurut Muhibin Syah dalam psikologi, belajar juga
menguraikan tentang karakteristik perubahan sebagai hasil belajar
yaitu, perubahan intensional, perubahan positif aktif, dan perubahan
efektif fungsional.
1) Perubahan Intensional
Yaitu perubahan yang terjadi berkat pengalaman atau praktek
yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain
bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa
siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau ia
merasakan adanya perubahan positif dalam dirinya seperti,
penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan Iain-lain.
2) Perubahan Positif aktif
25
Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar sifat
positif dan aktif. Perubahan positif artinya baik, bermanfaat, serta
sesuai denga harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi
dengan sendirinya tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
3) Perubahan Efektif Fungsional
Yaitu perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat
efektif yaitu berhasil guna. Artinya perubahan itu membawa
pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan
efektif dan fugsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong
terjadinya perubahan positif lainnya.26
Berikut ini adalah penyesuaian diri yang dilakukan manusia
dengan sengaja atau tidak sengaja dan hubungannya dengan
belajar.
a) Belajar dan Kematangan
Kematangan adalah suatu proses pertumbuhan
organ-organ. Kematangan itu dating pada waktu dengan sendirinya.
Sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari,
suatu aktivitas, latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang
bersangkutan. Proses belajar terjadi karena perangsang-
perangsang dari luar, sedangkan proses kematangan berasal
dari dalam
b) Belajar dan Penyesuaian diri
Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dapat
mengubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri ada dua
macam: penyesuaian diri autoplastis (seseorang mengubah
keadaan dirinya disesuaikan dengan keadaan lingkungan/dunia
luar) dan penyesuaian diri alloplastis (mengubah lingkungan
luar sesuai dengan kebutuhan dirinya). Kedua macam
penyesuaian diri ini disebut proses belajar.
c) Belajar dan Pengalaman
26
Belajar dan pengalaman, keduanya merupakan suatu
proses yang dapat merubah sikap, tingkah laku, dan
pengetahuan. Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman
adalah berbeda. Mengalami sesuatu belum tentu merupakan
belajar dalam arti pedagogis, tetapi tiap-tiap belajar juga
mengalami.
d) Belajar dan Bermain
Dalam bermain juga terdapat proses belajar.
Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain
keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah
laku, sikap dan pengalaman. "belajar sambil bermain" dalam
hal ini dapat mengubah pandangan proses belajar yang kaku,
pasif dan membosankan.
e) Belajar dan Pengertian
Belajar mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya
mencapai pengertian. Ada proses belajar yang berlangsung
dengan otomatis tanpa pengertian. Sebaliknya ada pula
pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan
mendapatkan suatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang
kemudian berubah tingkah lakunya. Belum tentu seseorang
yang mengerti tentang sesuatu,berarti menjalankan/bersikap
sesuai dengan pengertian yang telah dicapainya itu.
f) Belajar dan menghapal/mengingat
Menghapal dan mengingat tidak sama dengan belajar.
Hapal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa dengan
menghapal saja, tetapi harus pengertian.
g) Belajar dan Latihan
Persamaan antara belajar dan latihan adalah keduanya
dapat menyebabkan perubahan/proses dalam tingkah laku,
sikap dan pengetahuan. Akan tetapi ada juga yang hanya
pengertian saja tanpa latihan.27
27
Dengan uraian diatas kiranya menjadi jelas bahwa bagaimana
proses belajar itu berlangsung. Kita mengetahui bahwa belajar itu
tidak hanya melatih kematangan, pengertian, memperoleh
pengalaman, Tetapi pertanda seseorang telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya, baik yang bersifat kognitif
(pengetahuan), psikomotorik (ketrampilan) maupun efektif (yang
menyangkut nilai dan sikap). Perubahan tingkah laku yang
dimaksud adalah akibat interaksi dengan lingkungannya tidak
karena proses pertumbuhan fisik atau kedewasaan; karena
kelelahan. Perubahan tersebut bersifat tahan lama dan tidak
berlangsung sesaat saja. Jadi seseorang dikatakan berhasil dalam
belajar apabila didalam diri tersebut telah terjadi perubahan tingkah
laku yang lebih baik dari sebelum ia mengalami proses belajar. Ia
lebih mampu menghadapi dan dapat mengatasi masalahnya serta
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.
“Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan”.28 Ada tiga aspek kompetisi yang harus dinilai untuk menetahui seberapa besar
pencapaian kompetensi, yaitu :
a) Ranah kognitif, merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan
kegiatan mental atau otak. Pada ranah kognitif terdapat 6
jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah
sampai tinggi, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai, berorientasi
pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode.
Pada ranahafektif terdapat 5 jenjang yang terdiri dari,
penerimaan atau perhatian, tanggapan, penilaian,
pengorganisasi, dan karakteristik terhadap suatu atau beberapa
nilai.
28
c) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada 6 ranah
psikomotorik ini yaitu, persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,
gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan,
kreatifitas atau keaslian.29
Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang pada
umumnya dinilai oleh para pendidik sekolah, karena berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam memahami/menguasai bahan
pelajaran.
Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar.
Hasil belajar tersebut terdiri dari :
a) Informasi verbal adalah kapasitas untuk mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
b) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi
untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta
mempresentasikan konsep dan lambing.
c) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kogitifnya sendiri.
d) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,
sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek
berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.30
Jika proses belajar berlangsung secara optimal, maka hasil
belajar yang diperoleh akan memberikan kepuasan dan
kebanggaan, menambah keyakinan dan kemampuannya, bermakna,
menyeluruh serta mampu menilai dan mengendalikan dirinya.
Jadi seseorang dikatakan berhasil dalam belajar apabila
didalam diri tersebut telah terjadi perubahan tingkah laku yang
lebih baik dari sebelum ia mengalami proses belajar. la lebih
29
Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelqjaran IP A Berbasis Kometensi, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), h. 13
30
mampu menghadapi dan mengatasi masalahnya serta dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa disekolah. Menurut Ngalim Purwanto berhasil atau tidaknya
belajar tergantung pada beberapa faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat
kita bedakan menjadi dua golongan yaitu :
1) Faktor yang berada pada organisme itu sendiri yang kita sebut
faktor individual.
2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial yang
termasuk kedalam faktor keluarga atau keadaan rumah tangga,
guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam proses
belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta
motivasi sosial.31
3. Konsep Laju Reaksi
a. Pengertian Laju Reaksi
Reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Meledaknya petasan, adalah contoh reaksi yang berlangsung dalam
waktu singkat. Proses perkaratan besi, pematangan buah di pohon, dan
fosilisasi sisa organisme merupakan peristiwaperistiwa kimia yang
berlangsung sangat lambat. Reaksi kimia selalu berkaitan dengan
perubahan dari suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil reaksi (produk).
Pereaksi (reaktan) → Hasil reaksi (produk)
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah
(konsentrasi) pereaksi per satuan waktu atau bertambahnya jumlah
(konsentrasi) hasil reaksi per satuan waktu.32
b. Molaritas Larutan (M) dan Penggunaannya
31
Ngalim, Psikologi Pendidikan,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990), h.102
32
Reaksi zat dalam bentuk larutan sering dipengaruhi oleh
perbandingan komponen penyusun larutan. Larutan biasanya disebut
encer, bila mengandung sedikit zat terlarut. Encer pekatnya larutan
disebut konsentrasi. Satuan laju reaksi umumnya dinyatakan dengan
mol/liter.detik. Molaritas (mol/liter) adalah ukuran yang menyatakan
banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutannya.33
1. Pengenceran Larutan
[image:42.595.146.521.97.437.2]+ air
Gambar 2.1 Pengenceran Larutan
Adakalanya, larutan yang tersedia di laboratorium adalah
larutan-larutan yang konsentrasinya sangat tinggi (larutan-larutan pekat), sehingga bila
kita memerlukan larutan dengan konsentrasi rendah maka kita perlu
mengencerkannya terlebih dahulu. Pengenceran adalah penambahan zat
pelarut ke dalam suatu larutan yang pekat untuk mendapatkan larutan
baru yang konsentrasinya lebih rendah. Jumlah mol sebelum
pengenceran harus sama dengan jumlah mol setelah pengenceran,
sehingga:34
Dimana:
33
Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 94
34
Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 94 n1 = n2
M1 = konsentrasi molar awal
V1 = volume larutan awal
M2 = konsentrasi molar setelah pengenceran
V2 = volume larutan setelah pengenceran
n2 = konsentrasi molar setelah pengenceran
n2 = volume larutan setelah pengenceran
2. Membuat larutan dengan kemolaran tertentu
a. Pelarutan zat padat
Contoh :
Membuat 500 ml larutan NaOH 1 M dari Kristal NaOH murni.
Prosdur penyiapan larutan melalui beberapa tahap sebagai berikut.
1. Menyiapakan alat dan bahan yang diperlukan, yaitu neraca,
botol timbang, labu ukur 500 ml, batang pengaduk, kristal
NaOH, dan aquades.
2. Menghitung jumlah NaOH yang diperlukan
Jumlah mol NaOH = 500 ml x 1 mmol mL-1
= 500 mmol = 0,5 mol
Massa NaOH = 0,5 mol x 40 g mol-1 = 20 gram
3. Menimbang 20 gram kristal NaOH
4. Melarutkan NaOH itu dengan kira-kira 300 ml akuades
dalam labu ukur 500 ml. Setelah kristal NaOH itu larut
seluruhnya, ditambahkan lagi akuades hingga volum larutan
tepat 500 ml.
b. Pengenceran larutan pekat
Kemolaran larutan pekat dapat ditentukan jika kadar dan massa
jenisnya diketahui, yaitu dengan menggunakan rumus :
ρ = massa jenis
Kadar = % massa
Mm = massa molar
3. Persamaan Laju Reaksi
Hubungan kuantitatif antara perubahan konsentrasi dengan laju
reaksi dinyatakan dengan persamaan laju reaksi atauhukum laju reaksi.
Untuk reaksi:
maka bentuk umum persamaan lajunya adalah35:
dimana:
v = laju reaksi (mol/ Liter. s)
k = tetapan laju reaksi
m = orde/tingkat reaksi terhadap A
n = orde/tingkat reaksi terhadap B
[A] = konsentrasi awal A (mol/ Liter)
[B] = konsentrasi awal B (mol/ Liter)
Tingkat reaksi (orde reaksi) tidak sama dengan koefisien reaksi.
Orde reaksi hanya dapat ditentukan melalui percobaan. Tingkat reaksi
total adalah jumlah tingkat reaksi untuk setiap pereaksi.
Orde reaksi total = m + n
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi
1. Konsentrasi
Larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat) mengandung
partikel yang lebih rapat, jika dibandingkan dengan larutan encer.
35
Ratih, dkk. Sains Kimia 2a, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 67 pA + qB → rC
Semakin tinggi konsentrasi berarti semakin banyak
molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, akibatnya tumbukan
antar molekul makin sering terjadi dan reaksi berlangsung semakin
cepat. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, makin besar laju
[image:45.595.149.524.101.437.2]reaksinya.36
Gambar 2.2Konsentrasi
2. Luas Permukaan Sentuh
Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan
bertumbukan. Pada pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fasa
atau lebih, tumbukan berlangsung pada bagian permukaan zat.
Padatan berbentuk serbuk halus memiliki luas permukaan bidang
sentuh yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng atau
butiran. Semakin luas permukaan partikel, maka frekuensi
tumbukan kemungkinan akan semakin tinggi sehingga reaksi dapat
berlangsung lebih cepat. Laju reaksi berbanding lurus dengan luas
permukaan reaktan.37
Gambar 2.3 Luas Permukaan Sentuh
36
Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 121
37
[image:45.595.219.434.625.697.2]3. Temperatur
Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya suhu,
energi gerak (kinetik) partikel ikut meningkat sehingga makin
banyak partikel yang memiliki energi kinetik di atas harga energi
[image:46.595.146.523.79.572.2]aktivasi (Ea). Kenaikan suhu akan memperbesar laju reaksi.38
Gambar 2.4 Temperatur
4. Katalisator
Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju reaksi,
tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen,
sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali.39
Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energy
aktivasi (Ea). Katalisis adalah peristiwa peningkatan laju reaksi
sebagai akibat penambahan suatu katalis. Meskipun katalis
menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi
perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain,
penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi.
Gambar 2.5 Katalisator
38
Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga,2007), h. 121
39
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dalam rangka meningkatkan
hasil belajar siswa. Adapun penelitian yang pernah dilakukan diantaranya:
Nagib M.A Balfakih United Arab Emirates University telah meakukan
penenlitian tentang student team achievement division dengan menggunakan
dua grup, grup eksperimen dan grup kontrol. Pada grup eksperimen dilakukan
di provinsi timur dengan hasil 8,97 poin untuk siswa laki-laki dan 6,78 poin
untuk siswa perempuan sedangkan grup kontrol dilakukan diprovinsi utara
dengan hasil 8,75 poin untuk siswa laki-laki dan 0,35 poin untuk siswa
perempuan. Dari data yang diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan
antara grup kontro