KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI
BAGIAN DAN POSISI BATANG
Oleh
Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG
Oleh
Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Email : i_risnasari@yahoo.com
1. Pendahuluan
Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan bangunan hingga
peralatan rumah tangga akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan berkembangnya teknologi. Namun peningkatan kebutuhan
ini tidak diimbangi oleh ketersediaan bahan kayu tersebut. Di lain pihak,
pemanfaatan kayu solid yang ada hingga saat ini masih belum efisien. Hal ini
ditunjukkan oleh tingginya volume limbah yang dihasilkan, baik limbah yang
dihasilkan dari kegiatan penebangan maupun limbah dari industri pengolahan
kayu.
Melihat fenomena tersebut, maka perlu dicari alternatif untuk
memecahkan permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan
efisiensi penggunaan bahan baku, yang dapat dilakukan antara lain dengan cara
memanfaatkan kayu-kayu kurang dikenal, memanfaatkan semua bagian kayu
termasuk limbah yang dihasilkan serta melakukan diversifikasi produk. Dalam
rangka mendukung upaya tersebut, maka informasi mengenai sifat-sifat dasar
pada semua bagian kayu sangatlah penting, sehingga dengan mengetahui
sifat-sifat dasar dari semua bagian kayu akan memudahkan dalam menentukan tujuan
penggunaan dari kayu tersebut.
Salah satu jenis kayu yang banyak dikenal dan cukup disukai oleh
masyarakat adalah kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen), karena
termasuk tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat dan jika ditanam pada
tanah yang subur dan iklim yang sesuai, tingginya bisa mencapai 7 meter pada
umur 1 tahun, 18 meter pada umur 3 tahun dan 30 meter pada umur 9 – 10
tahun. Dalam kondisi optimum, pertumbuhan diameter batangnya mencapai 5 –
7 cm pertahun (Perhimpi dan Balitbang Kehutanan, 1990). Selain itu jenis kayu
prospek baik dalam pembangunan HTI, baik untuk bahan baku pulp dan kertas
maupun untuk kayu pertukangan (Mangundikoro, 1984). Oleh karena itu
penelitian mengenai sifat-sifat dasar terhadap semua bagian kayu (juvenil, teras
dan gubal) serta posisi batang (pangkal, tengah dan ujung) perlu dilakukan.
Dengan adanya informasi tersebut, maka akan memudahkan dalam menentukan
penggunaan bagian-bagian kayu sengon yang optimum.
2. Metodologi
Bahan yang digunakan adalah 2 batang kayu sengon (Paraserianthes
falcataria (L.) Nielsen) (sengon I dan Sengon II), dimana pada setiap batang
yang diambil adalah bagian pangkal, tengah dan ujung. Semua bagian batang
dari kayu sengon tersebut, yaitu bagian juvenil, teras dan gubal digunakan dalam
penelitian ini.
1) Pembuatan Contoh Uji Lempengan
Pada setiap batang kayu sengon diambil bagian pangkal, tengah dan
ujung dengan cara memotongnya hingga berbentuk lempengan dengan tebal
masing-masing ± 50 cm. Bagan pemotongan lempengan kayu sengon dapat
dilihat pada gambar 1.
2) Pengujian Sifat Fisis Kayu Sengon
a. Kadar Air
Contoh uji yang berukuran 7 x 50 x 50 mm yang diambil dari
contoh uji menurut bagian kayu (juvenil, gubal dan teras) dan posisi
batang (pangkal, tengah dan ujung), ditimbang beratnya (Bo), kemudian
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2oC ditimbang kembali
untuk mengetahui berat akhir kering oven (B1). Perhitungan kadar air
adalah sebagai berikut :
Kadar air Basah = Berat Basah (Bo) - berat kering oven (B1) x 100% Berat kering oven (B1)
Kadar air = Berat kering udara (Bo) - berat kering oven (B1) x100% Kering udara Berat kering oven (B1)
b. Berat Jenis
Dalam pengujian berat jenis, contoh uji yang digunakan sama
dengan contoh uji untuk kadar air. Nilai berat jenis diperoleh dengan cara
menimbang berat dan mengukur volume contoh uji dengan calipper pada
ketiga dimensinya (L, R dan T). Setelah diukur volumenya, contoh uji
dioven dengan suhu 103 ± 2oC sampai beratnya konstan kemudian
ditimbang (BKT). Dari hasil tersebut diperoleh nilai berat jenis kayu yang
dihitung berdasarkan rumus :
Berat Jenis = BKT Volume Awal
c. Penyusutan
Contoh uji yang diambil dari contoh uji berat jenis dalam keadaan
kering udara. Setelah contoh uji diukur dimensinya (Vo) dalam keadaan
kering udara, dimasukan oven selama 24 jam dengan suhu (103 ± 2)0C,
kemudian diukur untuk mengetahui dimensi akhir kering tanur (V1).
Perhitungan penyusutan contoh uji sebagai berikut :
Penyusutan = dimensi awal (udara) - dimensi akhir (kering tanur)x100%
3. Hasil dan Pembahasan
Kadar Air
Dari hasil penelitian diperoleh nilai kadar air untuk kayu sengon I dan II
pada berbagai posisi batang (pangkal, tengah dan ujung) dan bagian kayu (dari
pith ke gubal) pada tabel 1 dan 2. Hubungan antara kadar air dengan bagian
kayu (bagian pith ke gubal) ditunjukkan pada gambar 2 dan 3.
Tabel 1. Nilai Kadar Air Kayu pada Kayu Sengon I
Sampel KA (%)
Gambar 2. Grafik Kadar Air dari Contoh Uji Kayu Sengon I
Kayu sengon I memiliki nilai kadar air rata-rata bagian pangkal 16.65 %,
bagian tengah 16.73 % dan bagian ujung 15.83 %. Pada arah horisontal terjadi
penurunan nilai kadar air dari arah pith ke gubal). Hal tersebut terjadi karena
bagian kayu dekat pith yang merupakan kayu juvenil memiliki dinding sel yang
lebih tipis dibandingkan kayu dewasa.
Kayu sengon II juga menunjukkan kecenderungan penurunan nilai kadar
air dari pith ke gubal. Nilai rata-rata kadar air pada bagian pangkal 16.88 %,
bagian tengah 16.68% dan bagian ujung 16.38%.
Tabel 2. Nilai Kadar Air Kayu pada Kayu Sengon II
Sampel KA (%)
Gambar 3. Grafik Kadar Air dari Contoh Uji Kayu Sengon II
Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan bahan dengan berat
jenis air (benda rujukan). Nilai berat jenis pada berbagai posisi batang dan
bagian kayu dapat dilihat pada gambar 4 dan 5. Berat jenis kayu sengon I
0.17 – 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa selain variasi berat jenis dipengaruhi
oleh jenis pohon, berat jenis juga dapat bervariasi diantara pohon pada jenis
yang sama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh letak geografis tempat tumbuh,
kecepatan tumbuh serta kualitas pohon.
Nilai berat jenis dari arah pith ke gubal (pada arah horisontal) cenderung
meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa berat jenis dari bagian juvenil lebih
kecil daripada kayu dewasa (mature). Menurut Zobel dan Talbert (1984), kayu
juvenil dibentuk di dekat empulur yang jumlahnya bervariasi, serabut kayu lebih
pendek dan mempunyai dinding sel yang tipis. Demikian halnya dengan Pandit
(1995) yang mengemukakan bahwa kecilnya nilai berat jenis kayu pada bagian
kayu juvenil diakibatkan karena kayu juvenil dibentuk pada awal-awal periode
pertumbuhan pohon yang jarak pertumbuhan pucuknya dengan kambium
vaskuler masih sangat dekat. Akibatnya aktivitas kambium vaskulerpun sangat
dipengaruhi oleh aktivitas di dalam meristem pucuk (apical growing points)
dengan pembelahan sel yang sangat cepat dan aktif sehingga sel-sel yang
dibentuknya berukuran lebih pendek, dinding selnya tipis dan ronggal sel/lumen
yang sangat besar. Hal inilah yang menyebabkan berat jenis cenderung
meningkat dari pith ke gubal.
0
Pith ______________ Te ra s ___________Guba l
Be
0 Pith _______________ Te ra s __________Guba l
Be
Gambar 5. Grafik Berat Jenis dari Contoh Uji Kayu Sengon II
Menurut posisi batang (pangkal, tengah dan ujung) pada kayu sengon I
nilai berat jenis paling tinggi terdapat pada bagian pangkal, kemudian
berturut-turut diikuti oleh bagian tengah dan ujung. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tsoumis (1991), bahwa selain pada arah horisontal berat jenis juga bervariasi
pada arah vertikal. Bagian pangkal pada pohon, karena faktor mekanis
cenderung untuk menahan beban, sehingga kerapatan kayu pada bagian
pangkal lebih tinggi daripada bagian yang lain. Selain itu bagian pangkal juga
mempunyai proporsi kayu teras yang lebih besar, sehingga berat jenis dari arah
pangkal ke ujung mengalami penurunan.
Berbeda halnya pada kayu sengon II, dimana bagian ujung merupakan
bagian yang mempunyai berat jenis paling tinggi, diikuti bagian pangkal dan
tengah. Sebagaimana dikemukakan oleh Tsoumis (1991) bahwa variasi berat
jenis diantara pohon pada jenis yang sama dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan (seperti tanah, iklim dan tempat tumbuh) dan keturunan (heredity).
Selain itu juga dapat disebabkan oleh keadaan abnormalitas dari pohon seperti
kayu tarik dan kayu tekan (Compression and tension wood).
Penyusutan
Penyusutan kayu terjadi bila kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat
yaitu kehilangan air terikatnya. Kayu bersifat anisotropi, yaitu kayu akan
mengalami perubahan dimensi yang tidak sama pada tiga arah struktural.
diperhitungkan. Sedangkan penyusutan pada arah tangensial lebih besar
daripada penyusutan pada arah radial, biasanya mencapai dua kali atau lebih
(Panshin dan de Zeeuw, 1980). Menurut Tsoumis (1991) penyusutan kayu dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelembaban, kerapatan, struktur
anatomi, ekstraktif, komposisi kimia dan tegangan mekanis.
Susut Basah – Kadar Air Kering Udara
Penyusutan dari kondisi basah ke kering udara arah radial dan tangensial
pada kayu sengon I dapat dilihat pada gambar 6 dan 7. Penyusutan pada arah
tangensial berkisar antara 2 – 2.58 %, sedangkan penyusutan arah radial
berkisar antara 1.12 – 1.19 %. Penyusutan arah tangensial yang paling besar
pada bagian tengah, diikuti oleh bagian ujung dan yang terendah adalah bagian
pangkal. Penyusutan pada bagian pangkal lebih kecil, karena pada bagian
tersebut proporsi kayu teras lebih besar sehingga penyusutannya relatif lebih
kecil. Pada arah radial penyusutan paling besar pada bagian tengah, diikuti oleh
bagian pangkal dan ujung
0
0
ar 7. Susut Basah – KU untuk arah Radial dari Contoh Uji Kayu Sengon II
Pada kayu sengon II (gambar 8 dan 9), sebagaimana halnya kayu sengon
I penyusutan pada arah tangensial lebih tinggi pada bagian tengah, diikuti bagian
ujung dan pangkal. Sedangkan pada arah radial, penyusutan paling besar pada
bagian tengah diikuti bagian pangkal dan ujung. Sedangkan variasi penyusutan
pada arah horisontal tidak menunjukkan pola yang jelas. Penyusutan pada arah
tangensial berkisar antara 1.51 – 3.05 %, sedangkan pada arah radial berkisar
0
Gambar 9. Susut Basah – KU untuk arah Radial dari Contoh Uji Kayu Sengon II
Susut Basah – 55% RH
Kondisi penyusutan pada 55% RH untuk kayu sengon I dapat dilihat pada
gambar 10 dan 11. Penyusutan terbesar pada arah tangensial terdapat pada
bagian tengah, diikuti bagian ujung dan pangkal. Sedangkan pada arah radial
penyusutan terbesar pada bagian tengah diikuti bagian pangkal dan ujung.
Penyusutan pada arah tangensial berkisar antara 2.59 – 3.2 %, sedangkan arah
radial berkisar antara 1.35 – 3.07 %.
0
Gambar 11. Susut Basah – RH 55% untuk arah Radial dari Contoh Uji Kayu Sengon II
Pada kayu sengon II (gambar 12 dan 13), pada arah tangensial
penyusutan terbesar pada bagian tengah, diikuti bagian ujung dan pangkal.
Sedangkan pada arah radial penyusutan terbesar pada bagian tengah diikuti
bagian pangkal dan ujung. Penyusutan pada arah tangensial berkisar antara
2.41 – 3.45 % %, sedangkan arah radial berkisar antara 1.70 – 2.89 %.
0
0
KESIMPULAN
Pada arah horisontal terjadi kecenderungan bahwa kadar air pada bagian
dekat pith lebih besar (terjadi penurunan nilai kadar air dari arah pith ke gubal).
Nilai berat jenis dari arah pith ke gubal (pada arah horisontal) cenderung
meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa berat jenis dari bagian juvenil lebih
kecil daripada kayu dewasa (mature). Penyusutan pada arah tangensial lebih
tinggi pada bagian tengah, diikuti bagian ujung dan pangkal. Sedangkan pada
arah radial, penyusutan paling besar pada bagian tengah diikuti bagian pangkal
dan ujung
DAFTAR PUSTAKA