RINGKASAN
Ria Leliana Widayanti Savitri. E24070057. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jabon [Anthocephalus Cadamba (Roxb.) Miq.]. Skripsi. Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Naresworo Nugroho dan Lina Karlinasari
Pemilihan kayu jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] dalam penelitian ini karena beberapa alasan, diantaranya : tanaman jabon merupakan tanaman yang cepat tumbuh, memiliki tingkat kesilindrisan yang cukup tinggi, mata kayunya sedikit, dan memiliki sifat mekanis yang cukup baik untuk konstruksi ringan (kaso, usuk, reng, rangka jendela, dan lain-lain). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh posisi kayu (pangkal, tengah, dan ujung) dalam pohon dan bidang pengamatan (tangensial, radial, dan acak (R-T)) terhadap sifat fisis dan mekanis kayu jabon serta menguji sifat mekanis lentur kayu jabon secara nondestruktif dan destruktif pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.
Bahan yang digunakan adalah kayu jabon (Anthocepalus cadamba) yang berumur ± 7 tahun dengan diameter 35 cm dan tinggi bebas cabang ± 8 m. Pohon diambil dari pondok pesantren Darul Fallah Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat. Pengujian contoh uji berdasarkan British Standard 373: 1957. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan acak lengkap dua faktorial dengan faktor A adalah variasi posisi kayu dan faktor B adalah variasi bidang pengamatan dengan 4 kali ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu jabon pada posisi pangkal, tengah, maupun ujung pada umumnya memiliki sifat fisis dan mekanis yang tidak berbeda nyata tetapi menurut bidang pengamatannya kayu jabon yang diteliti pada bidang tangensial memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan bidang yang lain. Menurut Tabel PKKI NI 5-1961 kayu jabon yang diteliti termasuk dalam kelas kuat IV. MOE dinamis dan MOE statis kayu jabon yang tertinggi terdapat pada bagian ujung bidang acak dan yang terendah terdapat pada bagian pangkal bidang radial. Rata-rata nilai MOE dinamis lebih tinggi 57% dibandingkan rata-rata nilai MOE statisnya hal ini dikarenakan faktor sifat visko elastis bahan dan pengaruh efek rangkak pada pengujian secara defleksi.
ABSTRACT
Testing of Physical and Mechanical Properties of Jabon [Anthocephalus
Cadamba (Roxb.) Miq.]
By
1)
Ria Leliana W.S, 2)Naresworo Nugroho, 2)Lina Karlinasari 1
Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
2
Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
INTRODUCTION: Jabon wood [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] has some advantages, such as: fast growing species, high level of its cylindrical properties, less knots, and has good mechanical properties for lightweight construction. The objective of this research was to determine the influence of wood positions (buttom, top, and middle) and sections (tangential, radial, and slope grain) to physical and mechanical properties of jabon by destructive and nondestructive testing of modulus of elasticity to wood position.
MTERIALS AND METHOD: This research used 7 years jabon, diameters 35 cm, and height ± 8 m free branch. This tree taken from Darul Fallah Ciampea Bogor West Java. The sample was testing according to the British Standard 373: 1957. The data then analyzed with completely randomized factorial experimental design with A factor is variation of position and B factor is variation of section with 4 replications.
RESULTS: Results showed that jabon has no significant physical and mechanical properties on top, middle, and buttom positions but according to sections, tangential section has better mechanical properties than radial and slope grain. According to table of PKKI NI 5-1961, jabon which used in this research, classified as class 4 of strength. The highest dynamic MOE and static MOE values were in top position on slope grain section and the lowest were in botom position on radial section. The average of dynamic MOE values was 57 percent higher than static MOE values. It is because of its natural viscoelastic of wood and creep effect influences on static deflection test.
KEYWORDS: Jabon, position, section, mechanical properties, and nondestructive testing.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kayu merupakan bahan yang sering digunakan dalam konstruksi bangunan. Beberapa alasan yang menyebabkan kayu lebih dipilih untuk bahan konstruksi dibandingkan baja atau bahan yang lain adalah kayu tidak mudah patah bila terkena beban getaran akibat gempa dan tidak mengalami korosi. Awalnya hasil hutan berupa kayu ini diperoleh dari hutan alam yang mampu menghasilkan jutaan meter kubik kayu. Namun saat ini kebutuhan menjadi sulit dipenuhi jika hanya mengandalkan hutan alam. Pasalnya produktivitas hutan alam terus mengalami penurunan akibat penebangan liar, kebakaran hutan, dan konversi lahan menjadi areal perkebunan dan pertanian.
Berdasarkan data statistik Departemen Kehutanan (2009) produksi kayu tahun 2004 hingga tahun 2008 mencapai 31,98 juta m3, dimana 76% nya berasal dari hutan tanaman. Pengembangan hutan tanaman ini menghadapi beberapa permasalahan, salah satunya yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengembangkan hutan tanaman. Sebagai salah satu solusi dari keadaan tersebut pemerintah mengajak rakyat untuk bekerja sama mengembangkan hutan tanaman rakyat. Salah satu jenis tanaman hutan rakyat yang sedang marak dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini adalah tanaman jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]. Ada beberapa alasan yang menyebabkan tanaman ini lebih dipilih untuk dikembangkan, diantaranya yaitu: tanaman jabon merupakan tanaman yang cepat tumbuh, memiliki tingkat kesilindrisan batang yang cukup tinggi, mata kayunya relatif sedikit, dan memiliki sifat mekanis yang cukup baik untuk konstruksi ringan (kaso, usuk, reng, rangka jendela, dan lain-lain) (Mansur dan Tuheteru 2010).
Hal ini tentunya dapat menjadi cara untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan kayu.
Pengujian sifat mekanis kayu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode destruktif dan nondestruktif. Hingga saat ini, metode destruktif menjadi metode yang paling banyak digunakan untuk pengujian sifat mekanis kayu, namun metode ini memiliki kelemahan dalam inefisiensi pemanfaatan kayu dan sebagai salah satu alternatifnya dilakukan pengujian dengan metode nondestruktif.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh posisi kayu (pangkal, tengah, dan ujung) dalam pohon dan bidang pengamatan (tangensial, radial, dan acak (R-T)) terhadap sifat fisis dan mekanis kayu jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.].
2. Menguji sifat mekanis lentur kayu jabon secara nondestruktif dan destruktif pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.
1.3 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jabon
Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] merupakan salah satu jenis tumbuhan yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang, dan pohon peneduh. Tanaman jabon memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tanaman jenis lain antara lain: teknik budi dayanya mudah, sebarannya luas, dan bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini juga memiliki batang yang lurus dan silindris sehingga sangat cocok untuk bahan baku industri kayu. Tanaman ini tergolong dalam tanaman yang cepat tumbuh dengan riap (pertumbuhan) diameter 7-10 cm per tahun dan riap tinggi 3-6 m per tahun (Mansur dan Tuheteru 2010).
Di alam, umumnya pohon jabon bisa mencapai ketinggian 45 m dengan panjang bebas cabang 30 m dan diameter mencapai 160 cm. Batangnya lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, dan berbanir sampai ketinggian 1,5 m. Keunikan jabon adalah kemampuannya dalam melakukan pemangkasan secara alami. Hal ini karena cabang-cabang yang berada di bagian bawah dan tidak cukup mendapatkan cahaya akan gugur secara alami. Kulit luar batang waktu muda berwarna putih kehijauan tanpa alur, tetapi seiring pertambahan umur pohon, batangnya akan berubah warna menjadi kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal, dan kulit batang tidak mengelupas (Mansur dan Tuheteru 2010).
cadamba, common burr-flower tree (Inggris); sako (Laos); dan laran, selimpoh (Malaysia) (Krisnawati et al. 2011).
Dalam hal tempat untuk tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat luas, yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1000 m dpl, tetapi ketinggian optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl (Mansur dan Tuheteru 2010). Kayu jabon memiliki kayu teras berwarna putih semu-semu kuning muda, lambat laun menjadi kuning semu-semu gading, dan kayu gubalnya tidak dapat dibedakan dari kayu terasnya. Tekstur kayu jabon agak halus sampai agak kasar. Arah seratnya lurus tetapi kadang-kadang agak berpadu. Permukaan kayu licin atau agak licin dan mengkilap atau agak mengkilap (Martawijaya et al. 1989).
Kayu jabon bisa digunakan sebagai bahan pembuatan face pada kayu lapis yang selama ini mengandalkan meranti dari kayu hutan alam karena kayu ini berserat halus. Selain itu, kayu jabon juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp. Di India kayu ini bukan hanya digunakan sebagai bahan konstruksi tetapi juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan furnitur dan patung (Anonim 2011).
Tabel 1 Sifat fisis kayu jabon, akasia, sengon, dan jati
Sifat Jabon Akasia Sengon Jati
Berat jenis 0,42
(0,29-0,56)
0,45 (0,53-0,69)
0,33 (0,24-0,49)
0,67 (0,62-0,75)
Kelas kuat III-IV II-III IV-V II
Penyusutan radial (%) 3,0 1-1,4 2,5 2,8
Tabel 2 Sifat mekanis kayu jabon, akasia, sengon, dan jati
Sifat Kondisi Jabon Akasia Sengon Jati
Keteguhan lentur statis
Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) Usaha sampai batas proporsi
(kg/cm2)
Tangensial (kgm/dm3) Basah kering
keteguhan tekan sejajar arah serat, tegangan maksimum
(kg/cm2)
Keteguhan tarik tegak lurus arah serat
Radial (kg/cm2) Basah Sumber: Martawijaya et al. 1989
2.2 Sifat Fisis
Sifat fisis merupakan bagian dari ciri makroskopik kayu, dimana ciri ini penting diketahui guna membantu dalam pengenalan kayu (Haygreen et al. 2003). Selanjutnya Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi sifat fisis kayu diantaranya adalah:
b. Persentase komponen utama pembentuk dinding sel dan persentase zat ekstraktif.
c. Susunan dan orientasi fibril dalam sel atau jaringan termasuk jenis, ukuran, dan proporsinya.
Sifat fisis kayu yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kadar air, kerapatan, berat jenis, dan kembang susut.
2.2.1 Kadar Air
Kadar air adalah berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT) (Haygreen et al. 2003). Kadar air kayu segar (fresh cutting) bisa mencapai lebih besar dari 100%. Kadar air dapat mempengaruhi
kekuatan kayu. Apabila terjadi penurunan kadar air maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh penurunan kadar air terdapat sifat kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya dapat menentukan kadar air kayu. Dalam satu pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen et al. 2003).
2.2.2 Kerapatan
Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Air pada temperatur 4ºC mempunyai kerapatan sebesar 1 g/cm3. Oleh karena itu air pada temperatur tersebut dijadikan sebagai benda standar. Kerapatan air akan berkurang apabila temperaturnya dinaikkan, tetapi perubahannya sangat kecil, sehingga dapat diabaikan bila pengukuran dilakukan pada suhu kamar (Tsoumis 1991).
dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu selanjutnya (pengolahan, pengeringan, dan lain-lain) (Tsoumis 1991).
2.2.3 Berat Jenis
Berat jenis kayu merupakan suatu sifat kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis. Berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume, sedangkan berat jenis adalah perbandingan antara berat kering tanur bahan dengan volumenya dengan kerapatan air (1 g/cm3) (Haygreen et al. 2003). Nilai berat jenis dari berbagai jenis kayu berkisar dari 0,2 sampai 1,23 (Tsoumis 1991).
Perbedaan kerapatan dengan berat jenis adalah pada penghitungan nilai kerapatan yang digunakan sebagai pembilang adalah nilai berat awal contoh uji sedangkan dalam perhitungan berat jenis nilai yang digunakan adalah nilai berat kering tanur. Sehingga nilai kerapatan pada kondisi basah lebih tinggi daripada kondisi kering udara sedangkan nilai berat jenis pada kondisi basah lebih rendah daripada kondisi kering udara. Variasi berat jenis terutama terjadi karena perbedaan banyaknya ruang-ruang kosong dari jenis kayu yang berbeda-beda. Berat jenis zat kayunya (tanpa ruang kosong) pada semua jenis kayu adalah sama yaitu rata-rata 1,5 (Tsoumis 1991).
2.2.4 Kembang Susut
panas dalam arah tangensial, dan perbedaan dalam jumlah zat dinding sel secara radial lawan tangensial (Haygreen et al. 2003).
2.3Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda (aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991). Sifat mekanis kayu merupakan ciri-ciri terpenting dari produk kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan gedung. Dalam penggunan struktural, sifat mekanis merupakan kriteria pertama untuk pemilihan bahan yang akan digunakan (Haygreen et al. 2003). Sifat mekanis yang diuji adalah sebagai berikut: modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), kekuatan tekan, kekerasan, ketahanan belah, dan rasio poisson.
2.3.1 Modulus of Elatisticity (MOE)
Menurut Tsoumis (1991), elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara 25510–173469 kg/cm2. Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah transversal modulus elastisitas hanya berkisar 3061–6122 kg/cm2, sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak nyata.
2.3.2 Modulus of Rupture (MOR)
lebih rendah dibandingkan logam tetapi lebih tinggi dari kebanyakan bahan non logam (Tsoumis 1991).
2.3.3 Kekuatan Tekan (Compression Strength)
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kekuatan tekan adalah kemampuan kayu untuk menahan beban atau tekanan yang berusaha memperkecil ukurannya. Kekuatan tekan aksial lebih tinggi dari kekuatan tekan transversal (sampai 15 kali). Pada softwood kekuatan tekan pada arah tangensial lebih tinggi daripada arah radial, sedangkan untuk hardwood kekuatan tekan radial lebih tinggi dibandingkan tangensialnya. Kekuatan tekan kayu pada arah aksial lebih rendah dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya kekuatan tekan kayu lebih tinggi.
2.3.4Kekerasan (Hardness)
Sifat kekerasan kayu adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan indentasi (indentation) atau tekanan setempat atau pijitan pada permukaan kayu. Sifat kekerasan ini dapat pula dikatakan sebagai kemampuan kayu untuk menahan kikisan (abrasi) pada permukaannya. Pada umumnya, kayu yang memiliki sifat kekerasan yang bagus digunakan untuk lapisan aus pada peti kemas (pada bagian pinggir yang banyak mengalami gesekan dan benturan). Pada dasarnya sifat kekerasan kayu dipengaruhi oleh kerapatannya, tetapi selain itu ditentukan pula oleh keuletan kayu, ukuran serat kayu, daya ikat antar serat kayu serta susunan serat kayunya (Mardikanto et al. 2011).
2.3.5Ketahanan Belah (Cleavage Resistance)
membelah kayu dengan bidang belahan sejajar serat kayu baik itu pada arah radial maupun tangensial (Mardikanto et al. 2011).
2.4Rasio Poisson
Fenomena kontraksi lateral pada papan seperti mengalami perpanjangan sejak ditemukan oleh Poisson pada tahun 1760 disebut Poisson’s effect. Deformasi dalam arah gaya sering disebut deformasi aktif, sedangkan deformasi ke arah gaya disebut deformasi pasif. Jika beban tarik P diaplikasikan terhadap sebuah papan dengan panjang x1 dan lebar x2, papan akan mengalami perpanjangan sebesar ∆u1 dan kontraksi total sebesar ∆u2. Hasilnya adalah regangan pasif ( 2) dan regangan aktif ( 1). Rasio regangan pasif terhadap regangan aktif inilah yang disebut rasio Poisson (Bodig dan Jayne 1993). Nilai rasio Poisson dari beberapa rujukan disampaikan pada Tabel 2. Berikut adalah rumus untuk menghitung nilai rasio Poisson:
υ = → 2 = dan 1 =
keterangan :
υ = rasio Poisson 2 = reganan pasif 1 = reganan aktif ∆u2 = kontraksi total (cm) ∆u1 = perpanjangan (cm) x2 = lebar (cm)
Tabel 3 Nilai rasio Poisson untuk beberapa jenis kayu
Jenis Kayu Rasio Poisson Sumber
υ LR υ LT υ RL
υLR : rasio Poisson untuk deformasi arah radial akibat tegangan arah longitudinal
υLT : rasio Poisson untuk deformasi arah tangensial akibat tegangan arah longitudinal
υRL : rasio Poisson untuk deformasi arah longitudinal akibat tegangan arah radial
2.5 Pengujian Nondestruktif
Ada beberapa tipe pengujian nondestruktif kayu yang dikembangkan antara lain: teknis mekanis, vibrasi, akustik/gelombang tegangan (stress waves), gelombang elektromagnetik dan nuklir (IUFRO 2006). Pada penelitian ini pengujian nondestruktif yang dilakukan adalah metode gelombang ultrasonik yaitu suatu teknik untuk menduga kualitas kayu yang didasarkan pada pengukuran kecepatan perambatan melalui getaran. Teori dasar dari metode gelombang ultrasonik adalah adanya hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik yang melewati bahan dengan sifat elastik bahan dan kerapatan bahan. Pada dasarnya gelombang ultrasonik tidak dapat merambat pada ruang hampa. Parameter yang diukur pada metode ini adalah waktu perambatan gelombang ultrasonik yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung kecepatan perambatannya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu untuk pengujian sifat mekanis dan untuk pengujian sifat fisis di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu. Semua fasilitas tersebut berada di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengujian sifat fisis adalah kaliper, oven, timbangan elektrik dan desikator. Alat untuk pengujian sifat mekanis adalah Universal Testing Machine merek Instron® tipe 3369 dengan kapasitas uji 5
ton untuk pengujian modulus lentur statis (MOE statis), modulus patah (MOR), tekan sejajar serat, dan rasio poisson dan Amsler® untuk pengujian ketahanan belah dan kekerasan serta alat uji nondestruktif metode gelombang ultrasonik merk SylvatestDuo® (f = 22 kHz) untuk pengujian kecepatan rambatan gelombang ultrasonik.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan utama dalam penelitian ini adalah satu batang kayu jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] yang berumur ± 7 tahun dengan diameter 35 cm dan tinggi bebas cabang ± 8 m. Pohon diambil dari pondok pesantren Darul Fallah Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
Pohon jabon yang sudah dipilih, ditebang pada ketinggian 15 cm dari tanah, kemudian dipotong menjadi tiga bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung (Gambar 1). Dalam satu bagian diambil contoh uji pada bidang radial, tangensial, dan acak (R-T) untuk setiap pengujian (Gambar 2). Potongan kayu jabon tersebut selanjutnya dikeringkan hingga kadar airnya mencapai ± 12% kemudian dipotong untuk dijadikan contoh uji sesuai sifat dan tujuan pengujian yang dilakukan.
(b)
(a)
Gambar 1 (a) Pola pembagian batang (b) Pola pemotongan Log Keterangan : T = Balok tangensial
Gambar 2 menunjukkan potongan contoh uji masing-masing untuk balok radial, tangensial, dan acak (R-T) yang akan dibuat contoh uji kecil pengujian sifat fisis dan mekanis sesuai standar (B.S. 373: 1957) yang diacu.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 (a)Balok tangensial (b) Balok radial (c) Balok Acak (R-T) (d) Pola pemotongan contoh uji pengujian
Keterangan :
1 = Contoh uji penyusutan arah tangensial (1 cm x 1 cm x 5 cm) 2 = Contoh uji penyusutan arah radial (1 cm x 1 cm x 5 cm)
3 = Contoh uji kadar air, kerapatan, dan berat jenis (2 cm x 2 cm x 2 cm) 4 = Contoh uji MOEs, MOEd, MOR, dan kekerasan (2 cm x 2 cm x 30 cm) 5 = Contoh uji tekan sejajar serat dan rasio poisson (2 cm x 2 cm x 10 cm) 6 = Contoh uji ketahanan belah (0,4 cmx 2 cm x 4,5 cm)
3.3.2 Pengujian Sifat Fisis
2 cm sedangkan contoh uji yang digunakan untuk pengujian penyusutan berukuran 5 cm x 1 cm x 1 cm.
3.3.2.1Kadar Air
Contoh uji ditimbang beratnya (BA), lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103±2)°C hingga beratnya konstan (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan persamaan berikut:
KA = x 100%
Dimana: KA = Kadar air (%) BA = Berat awal (g)
BKT = Berat kering tanur (g)
3.3.2.2Kerapatan dan BJ kayu
Contoh uji ditimbang berat (BA) dan diukur volumenya (VA), lalu dimasukkan ke dalam oven (103±2)°C hingga konstan untuk mendapatkan berat dan volume kering tanurnya (BKT dan VKT). Kerapatan dan BJ kayu diperoleh dengan persamaan berikut:
ρ =
BJ =
Dimana: ρ = Kerapatan (g/cm3) BA = Berat awal (g) VA = Volume awal (cm3) BJ = Berat jenis
BKT = Berat kering tanur (g) ρ air = Kerapatan air (1 g/cm3)
3.3.2.3Penyusutan
menggunakan kaliper. Besarnya penyusutan masing-masing bidang untuk seluruh kondisi dihitung dengan rumus:
% Penyusutan = – x 100%
Dimana: Di1 = Dimensi lebar awal (mm) Di2 = Dimensi lebar akhir (mm)
i = Arah tangensial, radial, dan acak (R-T)
3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis
Pengujian sifat mekanis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode nondestruktif dan destruktif.
3.3.3.1 Pengujian Nondestruktif
Pengujian nondestruktif digunakan untuk mengetahui nilai dinamyc modulus of elasticity (MOE dinamis) dengan mengukur kecepatan rambatan
gelombang ultrasonik menggunakan alat uji nondestruktif metode gelombang ultrasonik merk SylvatestDuo® (frekuensi = 22 kHz) (Gambar 3). Pengujiannya dilakukan dengan menempatkan dua buah transduser masing-masing sebagai transduser pemancar gelombang (transmitter) dan transduser penerima gelombang (receiver), di kedua ujung contoh uji. Jarak antara dua transduser (d) diukur dan waktu rambat gelombang ultrasonik (t) direkam dari empat kali ulangan pembacaan. Kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) dihitung dengan menggunakan rumus :
Vus = 106 (m/s)
Modulus elastisitas dinamis dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
MOEd = ρ Vus2 Dimana:
MOEd = Modulus elastisitas dinamis (kg/cm2) ρ = Kerapatan (g/cm2)
(b)
(a) (c)
Gambar 3 (a) Pengujian Nondestruktif (b) Contoh Uji (c) Alat uji nondestruktif merk SylvatestDuo® (frekuensi = 22 kHz)
3.3.3.2 Pengujian Destruktif
Pengujian sifat mekanis secara destruktif yang dilakukan adalah pengujian keteguhan lentur statis, keteguhan tekan sejajar serat, kekerasan, ketahanan belah, dan rasio Poisson.
3.3.3.2.1 Keteguhan Lentur Statis
Pengujian keteguhan lentur statis dilakukan pada contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm dengan jarak bentang 28 cm (Gambar 4). Pembebanan dilakukan di tengah bentang (B.S. 373: 1957).
Besarnya Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) ditentukan dengan rumus:
MOE = Δ PL 3
4 Δ ybh 3
MOR = 3 PmaksL
2bh 2
Dimana:
MOE = Modulus of Elasticity (kg/cm2) MOR = Modulus of Rupture (kg/cm2)
ΔP = Perubahan beban yang terjadi dibawah batas proporsi (kg) L = Jarak sangga (cm)
Δy = Perubahan defleksi akibat beban (cm) b = Lebar contoh uji (cm)
h = Tebal contoh uji (cm)
3.3.3.2.2 Keteguhan Tekan Sejajar Serat
Contoh uji keteguhan tekan sejajar adalah 2 cm x 2 cm x 10 cm (Gambar 5). Pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Arah pembebanan sejajar dengan arah serat pada kedudukan contoh uji vertikal. Besarnya keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:
σ tk// =
Dimana:
σ tk// = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm2) P maks = Beban maksimum (kg)
(a) (b)
Gambar 5 (a) Pengujian tekan sejajar serat (b) Contoh uji dengan panjang 10 cm, lebar 2 cm, dan tebal 2 cm
3.3.3.3 Kekerasan
Contoh uji kekerasan menggunakan sisa contoh uji keteguhan lentur statis (Gambar 6). Pengujian dilakukan dengan membebankan setengah bola baja, masuk ke dalam kayu. Kekerasan kayu dihitung dengan rumus:
H =
Dimana :
H = Kekerasan kayu (kg/cm2) P maks = Beban maksimum (kg) A = Luas penampang (cm2)
3.3.3.4 Ketahanan Belah (Cleavage Resistance)
Pengujian dilakukan dengan cara menarik contoh uji pada bidang belahan secara perlahan-lahan (Gambar 7). Tarikan dilakukan dengan alat Universal Testing Machine Amsler sampai kayu mengalami kerusakan. Nilai keteguhan belah dapat dihitung dengan rumus:
CR =
Dimana:
CR = Keteguhan Belah (kg/cm) P maks = Beban maksimum (kg) B = Lebar bidang belah (cm)
(a) (b)
Gambar 7 (a) Pengujian ketahanan belah (b) contoh uji
3.3.4 Rasio Poisson
Pengujian Rasio Poisson dapat dilakukan dengan menggunakan contoh uji tekan sejajar serat. Pengujian ini dilakukan dengan cara menempatkan alat strain gauge aktif dan strain gauge pasif pada contoh uji (Gambar 8). Ketika terjadi regangan pada contoh uji yang telah dipasangi strain gauge, maka regangan itu terhantarkan melalui alas gauge (isolatif) atau
Dimana:
v = rasio Poisson
pasif = regangan pasif aktif = regangan aktif
Strain gauge aktif
Strain gauge pasif
Gambar 8 Pengujian rasio Poisson
3.4 Analisis Data
Analisis data sifat fisis dan mekanis dalam penilitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif sederhana untuk menentukan nilai rata-rata menggunakan Microsoft Excel 2007. Untuk mengetahui pengaruh posisi kayu dan bidang
pengamatan dilakukan rancangan percobaan acak lengkap dua faktorial dengan faktor A adalah variasi posisi kayu dan faktor B adalah variasi bidang pengamatan. Ulangan yang dilakukan adalah empat kali. Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah
Yijk = μ + αi + j + (α )ij + Eijk Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor α dan taraf ke-j faktor
i = Posisi kayu (pangkal, tengah, dan ujung)
j = Bidang pengamatan (tangensial, radial, dan acak (R-T)) k = Ulangan 1, 2, 3, dan 4
α = Posisi kayu (faktor 1)
= Bidang pengamatan (faktor 2) αi = Pengaruh posisi kayu pada taraf ke-i
j = Pengaruh bidang pengamatan taraf ke-j
(α )ij = Pengaruh interaksi antara faktor α (posisi kayu) pada taraf ke-i (pangkal, tengah, dan ujung) dan faktor (bidang pengamatan) pada taraf ke-j (tangensial, radial, dan acak (R-T))
Eijk = Galat (kesalahan percobaan)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Sifat Fisis
Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam Tabel 5.
Tabel 4 Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) pohon jabon pada posisi pangkal, tengah, dan ujung pada bidang pengamatan tangensial, radial, dan acak (R-T)
Sifat fisis Bidang
Pengamatan
Kondisi Basah
(3 hari setelah penebangan) Kondisi Kering Udara
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung
Tabel 5 Hasil analisis sidik ragam terhadap sifat fisis kayu jabon pada selang
tn = Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% KA = Kadar air
ρ = Kerapatan BJ = Berat jenis
P = Penyusutan dari KA basah ke KA kering udara Vus = Kecepatan gelombang ultrasonik
p = Probability
4.1.1 Kadar Air
Gambar 9 Histogram nilai kadar air pohon jabon pada kondisi basah dan kering udara
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 9 diketahui bahwa nilai rata-rata kadar air kayu jabon dari bagian pangkal, tengah, dan ujung pada kondisi basah masing-masing secara berurutan adalah 85,69%; 78,88%; dan 72,41% sedangkan pada kondisi kering udara
kadar air bagian pangkal 13,01 %; tengah 12,93%; dan ujung 12,95%. Nilai kadar air tertinggi baik pada kondisi basah maupun kering udara terdapat pada bagian pangkal sementara nilai kadar air terendah pada kondisi basah terdapat pada bagian ujung dan pada kondisi kering udara terdapat pada bagian tengah.
Tingginya kadar air pada bagian pangkal dikarenakan pada bagian pangkal memiliki proporsi kayu muda yang lebih banyak dari pada bagian yang lain dimana kayu muda memiliki dinding serat yang tipis dan lumen yang besar sehingga mampu mengikat air dalam jumlah yang lebih banyak (Jackson dan Megraw 1986). Banyak faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi variasi kadar air diantaranya tempat tumbuh, iklim, lokasi geografis, dan spesies itu sendiri. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kapasitas sel sehingga mempengaruhi kapasitas sel dalam menampung molekul air (Bakar et al. 1998).
Tabel 5 hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa pada kondisi basah posisi kayu menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap kadar air kayu jabon sedangkan pada kondisi kering udara posisi kayu menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap kadar air kayu jabon. Jika dilihat dari interaksi keduanya hasil analisis ini menunjukkan nilai berbeda nyata sehingga uji lanjut Duncan dapat dilanjutkan.
4.1.2 Kerapatan
Gambar 10 Histogram nilai kerapatan pohon jabon pada kondisi basah dan kering udara
Nilai rata-rata kerapatan kayu jabon pada kondisi basah bagian pangkal 0,68 g/cm3; bagian tengah 0,57 g/cm3; dan bagian ujung 0,58 g/cm3 sementara itu pada kondisi kering udara pada bagian pangkal, tengah, dan ujung secara berurutan masing-masing 0,43 g/cm3; 0,43 g/cm3; dan 0,44 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan kayu jabon tertinggi pada kondisi basah terdapat pada bagian pangkal. Hal ini dikarenakan kadar air pada bagian pangkal lebih tinggi sehingga kerapatan pada bagian pangkal juga lebih tinggi (Tsoumis 1991).
Berdasarkan Tabel 5 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa pada kondisi basah posisi kayu menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap kerapatan kayu jabon begitu pula dengan interaksi keduanya sehingga uji lanjut Duncan dapat dilakukan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kayu pada posisi pangkal berbeda nyata terhadap kerapatan dengan kayu pada posisi tengah dan ujung.Sedangkan pada kondisi kering udara posisi kayu menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap kerapatan kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan tersebut sesuai dengan pernyataan Haygreen et al. (2003) kayu bagian pangkal cenderung memiliki kerapatan dan berat jenis yang lebih tinggi daripada bagian lain.
4.1.3 Berat Jenis
Gambar 11 Histogram nilai berat jenis pohon jabon pada kondisi basah dan kering udara
Dari Gambar 11 dapat diketahui nilai rata-rata berat jenis kayu jabon pada kondisi basah masing-masing secara berurutan 0,36; 0,32; 0,33 untuk bagian pangkal, tengah, dan ujung sedangkan pada kondisi kering bagian pangkal 0,38; 0,38; dan 0,39. Berdasarkan nilai berat jenis tersebut kayu jabon in digolongkan ke dalam kelas kuat IV menurut PKKI NI 5-1961. Tabel 6 menunjukkan pembagian kelas kuat kayu berdasarkan PKKI NI 5-1961.
Tabel 6 Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961
Kelas Kuat Berat Jenis Tegangan Lentur Mutlak (kg/cm2)
Nilai rata-rata berat jenis tertinggi pada kondisi basah terdapat pada bagian pangkal sedangkan nilai rata-rata berat jenis terendah terrdapat pada bagian tengah. Hal ini dikarenakan pada bagian yang lebih atas pada posisi vertikal dalam pohon tersusun atas jaringan yang lebih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel
jaringan yang sudah tua. Semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut maka semakin tinggi juga berat jenisnya (Haygreen et al. 2003).
Nilai rata-rata berat jenis pada kondisi kering udara lebih tinggi dibandingkan pada kondisi basah. Haygreen et al. (2003) menyatakan berat jenis suatu contoh uji akan naik jika kandungan air yang menjadi dasarnya berkurang di bawah titik jenuh serat (TJS). Hal ini terjadi karena berat kering tetap konstan sedangkan volume berkurang (menyusust) selama pengeringan. Semakin besar penyusutan volume metrik suatu spesies kayu maka semakin besar perbedaan antara berat jenis segar dan kering tanur.
Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% pada Tabel 5 menunjukkan bahwa baik pada kondisi basah maupun kering udara interaksi antara posisi kayu dengan bidang pengamatannya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap berat jenis kayu jabon. Hal ini menunjukkan posisi kayu tidak memberikan pengaruh terhadap berat jenis kayu jabon baik pada kondisi basah maupun kering udara.
4.1.4 Penyusutan
Gambar 12 Histogram nilai penyusutan arah tangensial, radial, dan acak (R-T) pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung.
Dari Gambar 12 diketahui bahwa nilai penyusutan arah tangensial bagian pangkal 4 kali lebih besar daripada penyusutan arah radial, sedangkan pada bagian tengah dan bagian ujung penyusutan arah tangensial 2 kali lebih besar daripada penyusutan arah radial. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Panshin dan de Zeeuw (1980) yang menyebutkan penyusutan pada arah tangensial lebih besar daripada penyusutan pada arah radial, biasanya mencapai 2 kali atau lebih.
Haygreen et al. (2003) menyebutkan penyusutan terbesar terjadi pada arah tangensial diikuti dengan arah radial dan longitudinal. Hal ini diduga karena kerapatan kayu jabon pada bidang tangensial lebih tinggi dibandingkan bidang yang lain. Menurut Tsoumis (1991) penyusutan kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelembaban, kerapatan, struktur anatomi, ekstraktif, dan komposisi kimia.
Penyusutan kayu terjadi apabila kayu kehilangan air di bawah titik jenuh serat (TJS) yaitu kehilangan air terikatnya. Kayu bersifat anisotropis yaitu kayu akan mengalami perubahan dimensi yang tidak sama pada ketiga arah strukturalnya. Penyusutan pada arah longitudinal biasanya sangat kecil sehingga tidak diperhitungkan.
Dari Gambar 12 juga dapat terlihat penyusutan arah acak lebih besar dibandingkan dengan penyusutan arah radial hal ini diduga karena contoh uji penyusutan arah acak (R-T) memiliki serat yang cenderung menyerupai bidang tangensial sehingga nilai penyusutannya lebih besar.
Dari histogram tersebut juga dapat dilihat bahwa nilai penyusutan tertinggi terdapat pada bagian pangkal, hal tersebut berlawanan dengan pernyataan Risnasari (2009) yang menyatakan bahwa penyusutan bagian pangkal lebih kecil dibandingkan bagian lain karena pada bagian ini proporsi kayu teras lebih besar sehingga penyusutannya relatif lebih kecil. Hal ini diduga karena pada bagian pangkal contoh uji diambil dari bagian gubal sedangkan pada bagian tengah dan ujung contoh uji diambil dari bagian teras.
4.1.5 Kecepatan Gelombang Ultrasonik (Vus)
Gambar 13 Histogram nilai kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 13 diketahui bahwa nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon bagian pangkal 5746 m/s, tengah 5746 m/s, dan ujung 5871 m/s. Nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) terendah terdapat pada bagian pangkal bidang radial sedangkan nilai kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) tertinggi terdapat pada bagian ujung bidang acak (R-T). Karlinasari (2007) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kecepatan gelombang ultrasonik dengan menurunnya kerapatan. Pada penilitian ini nilai Vus pada bagian ujung lebih tinggi dibandingkan bagian lain karena kerapatan bagian ujung yang lebih rendah dibandingkan bagian yang lain.
Nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) terendah pada penelitian ini terdapat pada bidang radial. Hal tersebut dikarenakan pada arah radial sel tersusun memotong sumbu memanjang tetapi searah jaringan radial kayu sehingga pada bidang radial gelombang merambat secara lambat (Karlinasari et al. 2006).
Dari Tabel 5 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa posisi kayu dan bidang pengamatan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap kecepatan
gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon sehingga uji Duncan dapat dilanjutkan. Sedangkan interaksi antara keduanya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kayu pada posisi ujung berbeda nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) dengan kayu pada posisi pangkal. Sedangkan pada bidang pengamatan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bidang pengamatan tangensial berbeda nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) dengan bidang pengamatan radial.
4.2Sifat mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan sifat kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu. Pada penelitian ini sifat mekanis yang diuji adalah modulus patah (MOR), modulus lentur statis (MOE statis), modulus lentur dinamis (MOE dinamis), kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan (hardness), dan ketahanan belah (cleavage) yang nilainya tersaji dalam Tabel 7 dan selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam yang tersaji dalam Tabel 8.
Tabel 7 Nilai rataan sifat mekanis pohon jabon pada posisi pangkal, tengah, dan ujung pada bidang pengamatan tangensial, radial, dan acak (R-T)
Posisi Bidang
σtk // Serat = Kekuatan tekan sejajar serat
Tabel 8 Hasil uji statistik terhadap sifat mekanis kayu jabon pada selang kepercayaan 95%
Sumber MOR MOEs MOEd σtk // Serat Hardness Cleavege
Nilai p Nilai p Nilai p Nilai p Nilai p Nilai p
Posisi 0,582tn 0,184tn 0,206tn 0,043* 0,138tn 0,058tn Bidang Pengamatan 0,330tn 0,039* 0,048* 0,032* 0,003* 0,000* Posisi x bidang pengamatan 0,453tn 0,498tn 0,402tn 0,485tn 0,065tn 0,384tn
Keterangan : * = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% tn = Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% p = Probability
4.2.1 Pengujian Sifat Mekanis Lentur
Pada penelitian ini dilakukan pengujian sifat mekanis lentur secara nondestruktif dan destruktif. Pengujian nondestruktif dilakukan untuk mengetahui nilai modulus lentur dinamis (MOE dinamis) sedangkan pengujian destruktif untuk mendapatkan nilai modulus lentur statis (MOE statis) kayu jabon pada bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang pengamatan tangensial, radial, dan acak (R-T).
Gambar 14 Histogram nilai modulus lentur statis (MOE statis) pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Gambar 15 Histogram nilai modulus lentur dinamis (MOE dinamis) pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 14 diketahui bahwa nilai rata-rata MOE statis kayu jabon bagian pangkal 6,19 x 104 kg/cm2; tengah 6,58 x 104 kg/cm2; dan ujung 6,77 x 104 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE statis tertinggi terdapat pada bagian ujung bidang acak (R-T) sedangkan nilai rata-rata MOE statis terendah terdapat pada bagian pangkal bidang. Hal ini dikarenakan pori-pori terdapat lebih banyak pada bidang radial sehingga bidang radial memiliki kekuatan yang lebih rendah.
Tabel 8 menunjukkan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% bahwa bidang pengamatan menghasilkan nilai berbeda terhadap MOE statis kayu jabon dan uji Duncan dapat dilanjutkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bidang pengamatan tangensial berbeda nyata terhadap MOE statis dengan bidang pengamatan radial. Sedangkan posisi kayu dan interaksi antara keduanya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap MOE statis kayu jabon. Dari hasil tersebut dapat diketahui baik posisi kayu maupun interaksi antara posisi kayu dengn bidang pengamatan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai MOE statis kayu jabon.
bagian pangkal bidang radial sedangkan nilai MOE dinamis tertinggi terdapat pada bagian ujung bidang acak (R-T). Hal ini dikarenakan pada bidang acak memiliki nilai Vus yang tinggi dimana semakin tinggi nilai Vus maka semakin tinggi nilai MOE dinamisnya nya.
Berdasarkan Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa bidang pengamatan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap MOE dinamis dan statis kayu jabon dan uji Duncan dapat dilanjutkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kayu pada bidang pengamatan tangensial berbeda nyata terhadap MOE dinamis dan statis dengan bidang pengamatan radial. Sedangkan posisi kayu dan interaksi antara keduanya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap MOE dinamis dan statis kayu jabon.
Pada penelitian ini rata-rata nilai MOE dinamis yang didapat lebih besar 57% dibandingkan nilai MOE statisnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Karlinasari et al. (2006) untuk kayu cepat tumbuh sengon, meranti, manii, dan mangium yang menunjukkan nilai MOE dinamis kayu-kayu tersebut lebih tinggi 50% dari MOE statisnya. Bodig dan Jayne (1993) menyebutkan bahwa nilai MOE dinamis lebih tinggi daripada nilai MOE statisnya, hal ini dikarenakan adanya faktor sifat visko elastis bahan dan pengaruh efek rangkak (creep) pada pengujian secara defleksi.
Halabe et al. (1995) diacu dalam Olivera et al. (2002) menyatakan bahwa pengujian destruktif membutuhkan selang waktu lebih lama daripada pengujian nondestruktif dengan pembebanan yang terus meningkat sampai contoh uji patah. Semakin lama pengujian berlangsung maka lebih banyak gaya elastis yang hilang. Sementara itu, pengujian nondestruktif dengan metode perambatan gelombang ultrasonik hanya memerlukan waktu yang lebih singkat. Hal inilah yang menyebabkan nilai MOE dinamis lebih besar daripada MOE statis.
nilai MOE statis kayu. Sehingga MOE dinamis untuk bahan yang bersifat higroskopis cenderung lebih tinggi daripada MOE statisnya hal ini dikarenakan kemampuan kayu untuk menyerap air sesuai kondisi lingkungan (RH dan suhu), tetapi peningkatan kadar air ini tidak meningkatkan kekuatan kayu.
4.2.2 Modulus Patah (Modulus of Rupture)
Gambar 16 Histogram nilai modulus of rupture (MOR) pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Gambar 16 menunjukkan nilai rata-rata MOR sebesar 587 kg/cm2 untuk bagian pangkal, 613 kg/cm2 untuk bagian tengah, dan 617 kg/cm2 untuk bagian ujung. Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 18 diketahui bahwa nilai MOR tertinggi terdapat pada bagian ujung bidang acak (R-T) sedangkan nilai rata-rata MOR kayu jabon terendah terdapat pada bagian pangkal bidang radial. Hal ini diduga karena pada bidang radial didominasi oleh pori-pori yang dapat memperlemah kekuatannya.
Terlihat pada Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa posisi kayu, bidang pengamatan dan interaksi antara keduanya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap MOR kayu jabon. Hasil tersebut menunjukkan bahwa baik posisi kayu maupun bidang pengamatan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai MOR kayu jabon.
4.2.2 Kekuatan Tekan Sejajar Serat
Gambar 17 Histogram nilai kekuatan tekan sejajar serat pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Dari Gambar 17 nilai rata-rata kekuatan tekan sejajar serat kayu jabon 245 kg/cm2, 301 kg/cm2, 282 kg/cm2 masing-masing secara berurutan untuk bagian pangkal, tengah, dan ujung. Nilai rata-rata kekuatan tekan sejajar serat terendah terdapat pada bagian pangkal bidang radial sedangkan nilai kekuatan tekan sejajar serat tertinggi terdapat pada bagian tengah bidang tangensial. Hal ini diduga disebabkan karena contoh uji yang digunakan pada posisi tengah diambil dari bagian kayu teras sedangkan contoh uji yang diambil dari posisi ujung berasal dari kayu gubal.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa posisi kayu dan bidang pengamatan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap kekuatan tekan sejajar serat kayu jabon dan uji Duncan dapat dilanjutkan. Sedangkan interaksi antara keduanya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap kekuatan tekan sejajar serat kayu jabon.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kayu jabon pada posisi tengah berbeda nyata terhadap kekuatan tekan sejajar serat dengan posisi pangkal. Sedangkan hasil uji lanjut Duncan untuk bidang pengamatan tangensial
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kekuatan tekan sejajar serat dengan bidang acak (R-T) dan bidang radial.
4.2.3 Kekerasan (Hardness)
Gambar 18 Histogram nilai kekerasan pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Gambar 18 menunjukkan rata-rata nilai kekerasan kayu jabon bagian pangkal 257 kg/cm2, tengah 294 kg/cm2, dan ujung 276 kg/cm2. Nilai rata-rata kekerasan terendah terdapat pada bagian ujung bidang radial sedangkan nilai kekerasan tertinggi terdapat pada bagian tengah bidang acak (R-T). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekerasan kayu diantaranya kerapatan, keuletan kayu, ukuran serat kayu, daya ikat antar serat kayu serta susunan serat kayunya (Mardikanto et al. 2011).
Berdasarkan Tabel 8 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa bidang pengamatan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap kekerasan kayu jabon dan uji Duncan dapat dilanjutkan. Sedangkan posisi kayu dan interaksi antara keduanya menghasilkan nilai tidak berbeda nyata terhadap kekerasan kayu jabon.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bidang pengamatan tangensial berbeda nyata dengan bidang pengamatan radial serta bidang
pengamatan acak (R-T) berbeda nyata terhadap kekerasan dengan bidang pengamatan tangensial.
4.2.4 Ketahanan Belah (Cleavage Resistance)
Gambar 19 Histogram nilai ketahanan belah pohon jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung pada bidang tangensial, radial, dan acak (R-T)
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 19 diketahui bahwa nilai rata-rata ketahanan belah kayu jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung masing-masing secara berurutan 11,60 kg/cm; 10,24 kg/cm; dan 9,47 kg/cm. Nilai rata-rata ketahanan belah tertinggi terdapat pada bagian pangkal bidang tangensial sedangkan nilai ketahanan belah terendah terdapat pada bagian ujung bidang radial. Muheda (2011) menyebutkan bahwa kebanyakan kayu lebih mudah terbelah sepanjang jari-jari (radial) daripada dalam arah sejajar lingkaran tahun (tangensial).
pengamatan tangensial berbeda nyata terhadap ketahanan belah dengan bidang pengamatan acak (R-T) dan berbeda nyata juga dengan bidang pengamatan radial.
4.2.5 Rasio Poisson
Data hasil pengujian rasio poisson kayu jabon disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai rataan rasio Poisson pohon jabon pada posisi pangkal, tengah, dan
ujung pada bidang pengamatan tangensial, radial, dan acak (R-T) pada hardwood dan softwood
Posisi Rasio Poisson
υ LR υ LT υAcak (R-T)
Pangkal 0,07 0,81 0,14
Tengah 0,15 0,20 0,21
Ujung 0,55 0,10 0,36
Rata-rata 0,26 0,37 0,24
Rasio Poisson merupakan salah satu sifat elastis kayu yang berguna untuk mengetahui kemampuan suatu bahan untuk kembali ke dalam bentuk semula akibatnya adanya beban ataupun tegangan menyebabkan adanya pergeseran struktur/regangan (Green et al. 1999). Rasio Poisson υLR berarti regangan aktif terjadi pada bidang longitudinal dan regangan pasif pada bidang radial, sementara itu υLT berarti regangan aktif terjadi pada bidang longitudinal dan regangan pasif pada bidang tangensial.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Kayu jabon pada posisi pangkal, tengah, maupun ujung pada umumnya memiliki sifat fisis dan mekanis yang tidak berbeda nyata tetapi menurut bidang pengamatannya kayu jabon yang diteliti pada bidang tangensial memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan bidang yang lain. Menurut Tabel PKKI NI 5-1961 kayu jabon yang diteliti termasuk dalam kelas kuat IV.
2. Hasil pengujian sifat mekanis lentur secara nondestruktif dan destruktif menunjukkan bahwa nilai MOE dinamis dan MOE statis kayu jabon yang tertinggi terdapat pada bagian ujung bidang acak dan yang terendah terdapat pada bagian pangkal bidang radial. Rata-rata nilai MOE dinamis lebih tinggi 57% dibandingkan rata-rata nilai MOE statisnya hal ini dikarenakan faktor sifat visko elastis bahan dan pengaruh efek rangkak pada pengujian secara defleksi.
5.2Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan disarankan :
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pembuatan contoh uji rasio Poisson yang lebih simetris agar hasil pengujian lebih akurat.
PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU JABON
[
Anthocephalus cadamba
(Roxb.) Miq.]
RIA LELIANA WIDAYANTI SAVITRI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Jabon/Kelampayan. http://st296671.sitekno.com [25 Desember 2011]
Baihaqi H. 2009. Hubungan Antara Sifat Akustik dengan Sifat Fisis dan Mekanis Lima Jenis Kayu. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Bakar ES, O Rachman, D Hermawan, L Karlinasari, dan N Rosdiana. 1998. Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bangunan dan Furniture. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Vol. XI (1):1-12.
[BS] British Standard. 1957. Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber, B.S. 373:1957.
Bucur V. 2006. Accoustic of Wood. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Bodig J dan BA Jayne. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. Florida: Krieger Publishing. hlm : 117.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Green DW. EW Jerrold. dan EK David. 1999. Mechanical Properties of Wood dalam Wood Handbook : Wood As An Engineering Material. Madison: USDA.
Krisnawati H, K Maarit, dan K Markku. 2011. Anthocephalus cadamba Miq.
Ekologi, Silvikultur, dan Produktivitas. http://www.cifor.org [25 Desember 2011]
Haygreen JG, R Shmulsky., dan JL Bowyer. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.
[IUFRO] International Union of Forest Research Organizations. 2006. Divisi 5.02.01. Nondestructive Evaluation on Wood and Wood Based Materials. http://www. Iufro.org/science/divisions/di visions-5/50000/50200/50201 [28 November 2011]
Jackson, M dan RA Megraw. 1986. Impact of Juvenile Wood on Pulp and Paper Products. Proceeding of Cooperative Technical Workshop of Juvenile Wood. Forest Products Research Society. Medison, USA. Pp: 75-81
Karlinasari L. 2007. Analisis Kekuatan Kayu Berdasarkan Pengujian Nondestruktif Mrtode Gelombang Ultrasonik dan Kekuatan Lentur Kayu Berdasarkan Pengujian Destruktif. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Karlinasari L, ME Wahyuna, dan N Nugroho. 2008. Nondestructive Ultrasonic Testing Method for Determining Bending Strength Properties of Gmelina Wood (Gmelina arborea). Journal of Tropical Forest Science 20 (2): 99-104.
Mansur I, dan FD Tuheteru. 2010. Kayu Jabon. Bogor: Penebar Swadaya.
Mardikanto TR, L Karlinasari, dan ET Bahtiar. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor: IPB Press.
Martawijaya A, K Iding, K Kosasi, dan AP Soewanda. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Muheda. 2011. Sifat-sifat Umum Kayu.
http://muheda.blogspot.com/2011/03/sifat-sifat-umum-kayu.html [27 Oktober 2011]
Olivera de FGR, JAO de Campos, E Pletiz, and A Sales. 2002. Assisment of Mechanical Properties of Wood Using An Ultrasonic Technique. Poceeding of 15th International Symposium on Nondestructive Testing of Wood; University of California Berkeley Campus. 19-21 Agustus 2002. Madison: Forest Product Society. Hlm 75-78
Panshin AJ and Carl de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology. New York: McGraw Hill. John Wiley and Sons.
[PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. PKKI N.I-5. 1961. Departemen Pekerjaan Umum Umum dan Tenaga Listrik: Bandung.
Risnasari I. 2009. Sifat Fisis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson) pada Berbagai Bagian dan Posisi Batang. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/ [27 Oktober 2011]
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York: Van Nostrand Reinhold.
Lampiran 1 Data pengujian sifat fisis dan mekanis kayu jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung
1. Kadar Air Basah
Bagian Pohon Bidang KA rata-rata (%)
Pangkal Tangensial 88,799
Radial 90,490
Acak (R-T) 77,781
Tengah Tangensial 78,269
Radial 68,922
Acak (R-T) 89,441
Ujung Tangensial 72,857
Radial 69,562
Acak (R-T) 74,822
2. Kadar Air Kering Udara
Bagian Pohon Bidang KA rata-rata (%)
Pangkal Tangensial 12,849
Radial 12,992
Acak (R-T) 13,180
Tengah Tangensial 13,028
Radial 12,726
Acak (R-T) 13,050
Ujung Tangensial 13,124
Radial 12,784
Acak (R-T) 12,936
3. Kerapatan
Bagian Pohon Bidang Kerapatan rata-rata (kg/cm3)
Pangkal Tangensial 0,697
Radial 0,689
Acak (R-T) 0,645
Tengah Tangensial 0,581
Radial 0,586
Acak (R-T) 0,546
Ujung Tangensial 0,565
Radial 0,547
Lampiran 1 Lanjutan
4. Berat Jenis
Bagian pohon Bidang Berat Jenis Rata-rata
Pangkal Tangensial 0,369
Radial 0,362
Acak (R-T) 0,363
Tengah Tangensial 0,326
Radial 0,347
Acak (R-T) 0,288
Ujung Tangensial 0,327
Radial 0,322
Acak (R-T) 0,354
5. Penyusutan
Bagian pohon Bidang Penyusutan Radial Rata-rata (%)
Pangkal Tangensial 5,65
Radial 1,38
Acak (R-T) 3,97
Tengah Tangensial 5,37
Radial 2,36
Acak (R-T) 4,07
Ujung Tangensial 5,01
Radial 2,83
Acak (R-T) 3,87
6. MOEs
Bagian pohon Bidang MOEs Rata-rata (kg/cm3)
Pangkal Tangensial 69538,45
Radial 54620,06
Acak (R-T) 61527,47
Tengah Tangensial 69649,73
Radial 64432,18
Acak (R-T) 63435,73
Ujung Tangensial 68980,36
Radial 63828,92
Lampiran 1 Lanjutan
7. MOR
Bagian pohon Bidang MOR Rata-rata (kg/cm3)
Pangkal Tangensial 637,23
Radial 535,49
Acak (R-T) 589,22
Tengah Tangensial 635,16
Radial 629,96
Acak (R-T) 575,34
Ujung Tangensial 621,16
Radial 589,85
Acak (R-T) 639,47
8. MOEd
Bagian pohon Bidang MOEd Rata-rata (GPa)
Pangkal Tangensial 15,77784
Radial 12,90207
Acak (R-T) 14,20292
Tengah Tangensial 15,52823
Radial 14,35429
Acak (R-T) 14,39127
Ujung Tangensial 15,49659
Radial 14,43598
Acak (R-T) 16,57688
9. Tekan Sejajar Serat
Bagian pohon Bidang Tekan Sejajar Serat (kg/cm2)
Pangkal Tangensial 286,0316
Radial 206,9387
Acak (R-T) 241,1676
Tengah Tangensial 343,8715
Radial 301,496
Acak (R-T) 258,3338
Ujung Tangensial 301,345
Radial 254,9963
Lampiran 1 Lanjutan
10.Kekerasan
Bagian pohon Bidang Kekerasan (kg/cm2)
Pangkal Tangensial 1158,858
Radial 1011,622
Acak (R-T) 920,476
Tengah Tangensial 1208,939
Radial 1005,613
Acak (R-T) 1318,114
Ujung Tangensial 1269,035
Radial 839,3459
Acak (R-T) 1203,931
11.Ketahanan Belah
Bagian pohon Bidang Ketahanan Belah (kg/cm)
Pangkal Tangensial 1158,858
Radial 1011,622
Acak (R-T) 920,476
Tengah Tangensial 1208,939
Radial 1005,613
Acak (R-T) 1318,114
Ujung Tangensial 1269,035
Radial 839,3459
Lampiran 2 Data hasil analisis keragaman sifat fisis dan mekanis kayu jabon bagian pangkal, tengah, dan ujung
1. KA Basah
Corrected Model 2339.593 8 292.4491 12.35369 .000
Intercept 224640.3 1 224640.3 9489.295 .000
Posisi_kayu 1057.73 2 528.8652 22.34041 .001
Bidang_pengamatan 131.2156 2 65.60779 2.771416 .080
Posisi_kayu * Bidang 1150.647 4 287.6618 12.15146 .000
Error 639.1716 27 23.67302
Total 227619.1 36
Corrected Total 2978.765 35
a. R Squared = .785 (Adjusted R Squared = .722)
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
Kerapatan
Posisi_kayu N Subset
1 2
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .001.
6. Berat Jenis Kering Udara
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
Lampiran 2 Lanjutan
BJ_KU
Bidang_pengamatan N Subset
1 2
Radial 12 0.37225
Tangensial 12 0.382 0.382
Miring 12 0.397
Sig. 0.35 0.155
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .001.
7. Penyusutan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Penyusutan
Source Type III Sum
of Squares Df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 65.375a 8 8.172 8.187 .000
Intercept 529.084 1 529.084 530.08
6 .000
Posisi .514 2 .257 .258 .775
Bidang_pengamatan 60.074 2 30.037 30.094 .000
Posisi *
Bidang_pengamatan 4.787 4 1.197 1.199 .334
Error 26.949 27 .998
Total 621.408 36
Corrected Total 92.324 35
Lampiran 2 Lanjutan
Penyusutan
Duncana,,b
Bidang_pengamatan N Subset
1 2 3
Radial 12 2.1889
Acak (R-T) 12 3.9673
Tangensial 12 5.3447
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .998. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. Alpha = 0.05.
8. Vus
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Vus
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 866178.500a 8 108272.312 2.966 .016
Intercept 1.241E9 1 1.241E9 3.398E4 .000
Posisi 370024.667 2 185012.333 5.068 .014
Bidang_Pengamatan 324842.167 2 162421.083 4.449 .021
Posisi *
Bidang_Pengamatan 171311.667 4 42827.917 1.173 .345
Error 985700.500 27 36507.426
Total 1.243E9 36
Corrected Total 1851879.000 35 a. R Squared = .468 (Adjusted R Squared = .310)
Duncan
Posisi N Subset
1 2
Pangkal 12 5746.00
Tengah 12 5871.17 5871.17
Ujung 12 5994.33
MOR
Duncan
Bidang_Pengamatan N Subset
1
Radial 12 585.10
Acak(R-T) 12 601.34
Tangensial 12 631.18
Sig. .168
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 5673.285. Lampiran 2 Lanjutan
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 36507.426.
9. MOR
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:MOR
Source Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 40812.453a 8 5101.557 .899 .531
Intercept 1.322E7 1 1.322E7 2.329E3 .000
Posisi 6268.475 2 3134.237 .552 .582
Bidang_Pengamatan 13109.957 2 6554.979 1.155 .330
Posisi *
Bidang_Pengamatan 21434.021 4 5358.505 .945 .453
Error 153178.699 27 5673.285
Total 1.341E7 36
Corrected Total 193991.152 35
10.MOEs
Bidang_Pengamatan 4.264E8 2 2.132E8 3.670 .039
Posisi * Bidang_Pengamatan 2.009E8 4 5.023E7 .865 .498
Error 1.568E9 27 5.809E7
Bidang_Pengamatan N Subset
1 2
Radial 12 6.10E4
Acak(R-T) 12 6.51E4 6.51E4
Tangensial 12 6.94E4
Sig. .198 .176
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 58086298.974.
11.MOEd
Bidang_Pengamatan 1.817E9 2 9.084E8 3.409 .048
Posisi *
Bidang_Pengamatan 1.115E9 4 2.788E8 1.046 .402
Error 7.196E9 27 2.665E8
Total 8.051E11 36
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:MOEd
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.825E9a 8 4.781E8 1.794 .122
Intercept 7.941E11 1 7.941E11 2.980E3 .000
Posisi 8.927E8 2 4.463E8 1.675 .206
Bidang_Pengamatan 1.817E9 2 9.084E8 3.409 .048
Posisi *
Bidang_Pengamatan 1.115E9 4 2.788E8 1.046 .402
Error 7.196E9 27 2.665E8
Total 8.051E11 36
Corrected Total 1.102E10 35
a. R Squared = .347 (Adjusted R Squared = .154)
Lampiran 2 Lanjutan
MOEd
Duncan
Bidang_Pengamatan N Subset
1 2
Radial 12 1.39E5
Acak(R-T) 12 1.51E5 1.51E5
Tangensial 12 1.56E5
Sig. .093 .422
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
12.Tekan sejajar Serat Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kekuatan_Tekan_Sejajar_Serat
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 51572.260a 8 6446.533 2.309 .050
Intercept 2739543.039 1 2739543.039 981.183 .000
Posisi 19767.685 2 9883.842 3.540 .043
Bidang_Pengamatan 21899.182 2 10949.591 3.922 .032
Posisi *
Bidang_Pengamatan 9905.394 4 2476.348 .887 .485
Error 75386.177 27 2792.081
Total 2866501.477 36
Corrected Total 126958.437 35
a. R Squared = .406 (Adjusted R Squared = .230)
kekuatan_Tekan_Sejajar_Serat
Duncan
Posisi N Subset
1 2
Pangkal 12 2.4471E2
Ujung 12 2.8163E2 2.8163E2
Tengah 12 3.0123E2
Sig. .098 .372
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
Lampiran 2 Lanjutan
Kekuatan_Tekan_Sejajar_Serat
Duncan
Bidang_Pengamatan N Subset
1 2
Radial 12 2.5448E2
Acak(R-T) 12 2.6269E2
Tangensial 12 3.1042E2
Sig. .707 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2792.081.
13.Hardness
Intercept 2733511.111 1 2733511.111 1.441E3 .000
Posisi 8103.389 2 4051.694 2.136 .138
Bidang_Pengamatan 27408.389 2 13704.194 7.224 .003
Posisi * Bidang_Pengamatan 19069.111 4 4767.278 2.513 .065
Error 51222.000 27 1897.111
Total 2839314.000 36
Corrected Total 105802.889 35 a. R Squared = .516 (Adjusted R Squared = .372)
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.