• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi pemasaran kayu jenis sengon (paraserianthes falcataria) (studi kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi pemasaran kayu jenis sengon (paraserianthes falcataria) (studi kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria)

(Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

Purwanto

PROGAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria)

(Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

Oleh: Purwanto 106092002995

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Progam Studi Agribisnis

PROGAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul ” Efisiensi Pemasaran Kayu Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria) Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor”, yang ditulis oleh Purwanto NIM 106092002995. Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at Tanggal 10 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Edmon Daris, MS Ir. Junaidi, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Elpawati, MP Ir. Iwan Aminudin, M.Si

Mengetahui,

Dekan Ketua

Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Agribisnis

(4)

SURAT PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR – BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2011

(5)

Daftar Riwayat Hidup

Data Diri

Nama Lengkap : Purwanto

Alamat : Kp. Bulak RT 03/13 No.19 Kemirimuka, Depok 16423 Telepon : 085232978136

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Juli 1988

Agama : Islam

Email : anto_interisti@yahoo.co.id

Motto Hidup : Dont Be Strong But Do Your Best Always

Riwayat Pendidikan

1992-1994 TK An-Nuriyah Depok 1994-2000 SD Negeri Depok Jaya 1 2000-2003 SMP Negeri 2 Depok 2003-2006 SMA Negeri 5 Depok

(6)

Riwayat Organisasi

2007-2008 Anggota Forum Lingkar Pena Ciputat 2008-2009 Staf CIC (Campus Interpreuner Comunity)

Staf Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kegiatan Pelatihan

2005 Pelatihan Komputer LPK Mahasin

2007 Pelatihan Kewirausahaan Campus Interpreuner Community Training Organization Platform Badan eksekutif mahasiswa agribisnis

Training Organisasi dan Motivasi yang diselenggarakan BEM FST UIN Jakarta.

Seminar Sainstek Muslim “Urgensi Cyber Community Bagi perkembangan Masyarakat Islam”

2008 Pendidikan Dasar (Diksar) Perkoperasian dan Kewirausahaan yang diselenggarakan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2010 Training Etnomark Consulting “Metode Riset Kualitatif via Etnography”

(7)

Riwayat Pekerjaan

2007 Magang dalam Penyusunan Outlook Perkebunan Kapas, Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian 2010 Praktek Kerja Lapang Bagian Tanaman Produksi PT

Rajawali Nusantara Indonesia PG Unit II Subang

2009-2010 Monitoring Badan Pelaksana Progam Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Indonesia

(8)

RINGKASAN

PURWANTO. 106092002995. Efisiensi Pemasaran Kayu Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria) Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbingan Elpawati dan Iwan Aminudin)

Salah satu Kecamatan pemasok kayu jenis sengon di kabupaten bogot adalah Kecamatan Leuwisadeng. Sebagian besar petani sengon di kecamatan ini belum mampu maksimal dalam mengumpulkan informasi pasar sehingga mereka kurang memiliki daya saing dalam menawarkan kayu sengon. Akibatnya volume kayu dan keuntungan dari hasil penjualan yang didapat menjadi sedikit. Harga kayu dijual lebih ditentukan oleh para perantara dan memposisikan petani sebagi penerima harga (price-taker). Posisi tersebut mengakibatkan peranan perantara lebih menonjol dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani. Walaupun kondisi tersebut adalah kondisi yang pada umumnya terjadi dalam suatu usahatani, akan tetapi perlu dikaji lebih jauh mengenai efisiensi pemasaran yang sedang terjadi saat ini sehingga dapat diketahui apakah sistem pemasaran tersebut sudah efisien atau belum.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemasaran kayu jenis sengon berdasarkan (1) Saluran dan lembaga pemasaran kayu jenis sengon, (2) Struktur pasar kayu jenis sengon, (3) Fungsi pemasaran petani, perantara dan sawmill kayu jenis sengon, (4) Marjin pemasaran perantara dan sawmill kayu jenis sengon, (5) Farmer’s share petani Kecamatan Leuwisadeng. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, sedangkan dalam menganalisis data digunakan analisis saluran pemasaran, analisis struktur pasar, analisis fungsi pemasran, analisis marjin pemasaran dan analisis farmer’s share

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saluran pemasaran yang terbentuk pada pemasaran kayu jenis sengon kecamatan leuwisadeng yaitu Saluran Pemasaran 1 terdiri dari Petani – Perantara – Sawmill - Material, Saluran Pemasaran 2 terdiri dari Petani – Sawmill - Material dan Saluran Pemasaran 3 terdiri dari Petani – Perantara – Sawmill - Indutri Luar Daerah. Struktur pasar yang dihadapi oleh pemasaran kayu sengon dari Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor adalah pasar persaingan tidak sempurna. Berdasarkan perbandingan jumlah petani dan jumlah perantara, sawmill ataupun material, struktur pasar yang terbentuk dari sisi petani adalah oligopsoni. Jumlah petani yang lebih banyak daripada perantara, sawmill maupun material menyebabkan petani menjadi penerima harga (price taker). Pada tingkat pemasaran selanjutnya jumlah perantara lebih banyak daripada jumlah sawmill. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk adalah monopsoni

(9)

Pengangkutan, Standarisasi dan Grading, Pengambilan Resiko, Penelitian Pasar dan Demand Creation.

Marjin Pemasaran yang diperoleh lembaga pemasaran yang terlibat adalah: Marjin Pemasaran perantara untuk saluran pemasaran 1 adalah sebesar Rp.297.223/m3, dan untuk saluran pemasaran 3 sebesar Rp.324.107/m3. pada saluran pemasaran 2 tidak ada nilai marjinnya karena pada saluran ini petani tidak melalui perantara dalam pendistribusian kayu ke sawmill. Marjin pemasaran sawmill untuk pemasaran kayu sengon pada saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-masing Rp.248.661/m3, Rp.298.214/m3 dan Rp.334.920/m3. Total marjin pemasaran yang diperoleh dari saluran pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor untuk saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-masing Rp Rp.548.661/m3, Rp.301.191/m3 dan Rp.657.619/m3. sehingga dipastikan bahwa marjin pemasaran tertinggi dihasilkan oleh saluran pemasaran 3 dan terendah saluran pemasaran 2. Sehingga saluran pemasaran 2 dinilai lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya.

Persentase bagian yang diperoleh petani (farmer’s share) atas pemasaran kayu sengon saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing 55,66%, 74,9% dan 50,67% dari harga jualnya. Hal ini berarti

farmer’s share tertinggi dihasilkan dari saluran pemasaran 2 dan terendah saluran pemasaran 3. hasil perhitungan menunjukan bahwa pemasaran kayu sengon saluran pemasaran 2 lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya. Atas Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih karena kau telah meciptakan seorang pemimpin besar yang mulia, Muhammad SAW, kutahurkan salam dan salawat baginya. Penulis menyadari tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan penulis menyampaikan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Ibunda Tarni dan Ayahanda Junaidi, kedua orang tua tercinta yang penuh kasih sayang. Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk membalas semua pengorbanan dan kasih sayangnya. Adikku Muhammad Iqbal, terimakasih atas segala bantuan tenaga dan doanya. Alhamdullilah karena aku lahir di tengah keluarga yang penuh kehangatan 2. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Drs. Acep Muhib, MMA selaku ketua Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(11)

5. Bapak Ir. Iwan Aminudin, M.si selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela kesibukannya dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, M.S selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta memberikan saran dan arahan.

7. Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta memberikan saran dan arahan.

8. Bapak dan Ibu dosen pengajar Progam Studi Agribisnis, atas ilmu-ilmu yang diajarkan kepada kami.

9. Dewi Rochmawati, SP atas bimbingan, motivasi, kritik, dan saran serta bantuan dalam hal administrasi kepada penulis.

10.Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor atas bantuannya memberikan informasi-informasi yang terkait dalam penelitian ini

11.Terima kasih untuk pegawai BPP Leuwiliang yang memberikan penulis sebuah inspirasi untuk selalu bersemangat dalam menghadapi ujian ini dengan sabar dan keikhlasan, semoga perhatiannya tidak cukup sampai disini dan tali silaturahmi kita tetap terjaga.

(12)

13.Perwakilan dari Industri Pengolahan kayu (sawmill), atas waktu dan bantuannya memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan dalam penelitian ini terhadap penulis.

14.Ibu Amalia E. Maulana, Phd atas ilmu ilmu yang diberikan merupakan sumber inspirasi dalam penelitian ini dan tidak lupa rekan-rekan di Etnomark Consulting atas motivasi, semangat, masukan, kritikan dan sarannya semoga tetap kompak dan sukses.

15.Sahabat-sahabatku Andi Asmara, Hamzah Ali, Budi Imami, Sri Ajeng dan teman Agribisnis Angkatan 2006 semoga dikemudian hari kita tetap dapat saling menyemangati dan membantu serta selalu erat dalam ikatan silahurahmi.

16.Kawan-kawan Agribisnis Angkatan 2001-2011 terima kasih untuk masukan, semangat dan motivasinya, mudah-mudahan tali silaturahmi tetap terjaga.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, Juni 2011

(13)

DAFTAR ISI

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Ruang Lingkup dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori... 10

2.1.1. Kayu Sengon ... 10

2.1.1.1. Botani dan Ekologi ... 10

2.1.1.2. Penanaman ... 11

2.1.1.3. Kegunaan ... 12

2.1.2. Pemasaran ... 13

2.1.3. Manajemen Pemasaran ... 15

2.1.4. Lembaga Pemasaran ... 16

2.1.5. Saluran Pemasaran ... 17

2.1.6. Fungsi Pemasaran ... 22

2.1.7. Marjin Pemasaran ... 23

2.1.8. Struktur Pasar ... 25

2.1.9. Farmer’s Share... 27

2.1.10. Efisiensi Pemasaran ... 27

2.2. Penelitian Terdahulu ... 28

2.3. Kerangka Pemikiran ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2. Jenis dan Pengumpulan Data ... 33

(14)

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34

3.4.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 35

3.4.2. Analisis Fungsi Pemasaran ... 35

3.4.3. Analisis Struktur Pasar ... 36

3.4.4. Analisis Marjin Pemasaran ... 36

3.4.5. Analisis Farmer’s Share ... 38

3.5. Definisi Operasional ... 38

BAB IV LOKASI PENELITIAN ... 41

4.1. Letak dan Luas Wilayah ... 41

4.2. Tata Guna Lahan ... 42

4.3. Sosial Ekonomi Masyarakat ... 42

4.3.1. Menurut Usia ... 43

4.3.2. Menurut Mata Pencaharian ... 43

4.3.3. Menurut Jenis Kelamin ... 44

4.3.4. Menurut Latar Belakang Pendidikan ... 45

4.4. Karakteristik Responden ... 46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

5.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemsaran Kayu Sengon ... 48

5.2. Analisis Fungsi Pemasaran Kayu Sengon ... 52

5.2.1. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani ... 53

5.2.2. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Perantara ... 54

5.2.3. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Sawmill ... 57

5.3. Analisis Struktur Pasar Kayu Sengon ... 60

5.3.1. Pembeli dan Penjual ... 60

5.3.2. Keadaan Produk ... 61

5.3.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar ... 64

5.3.4. Jenis Transaksi ... 65

5.3.5. Informasi Pasar ... 68

5.3.6. Harga dan Sttruktur Pasar ... 68

5.4. Marjin Pemasaran ... 70

5.4.1. Analisis Marjin Pemasaran di Tingkat Perantara ... 70

5.4.2. Analisis Marjin Pemasaran di Tingkat Sawmill ... 71

5.5. Analisis Nilai Farmer’s Share ... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1. Kesimpulan ... 76

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi Kayu Bulat berdasarkan Sumbernya Tahun 2004-2009 ... 3

2. Karakteristik Struktur Pasar... 36

3. Data Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ... 42

4. Data Pengelompokan Usia di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ... 43

5. Data Pengelompokan Pekerjaan Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ... 44

6. Data Pengelompokan Jenis Kelamin Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ... 44

7. Data Pengelompokan Jenjang Pendidikan Kec. Leuwisadeng tahun 2009 ... 45

8. Tabulasi Responden Penelitian ... 46

9. Fungsi pelaku pemasaran kayu Sengon Kecamatan Leuwisadeng ... 53

10. Marjin, Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Perantara ... 56

11. Marjin, Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Sawmill ... 59

12. Bentuk dan Jenis kayu Olahan Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 ... 63

13. Sistem Pembayaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng 2011 ... 67

14. Lembaga Pemasaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 ... 69

15. Harga Rata-rata kayu Sengon di Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 ... 70

16. Marjin Pemasaran Kayu Sengon ditingkat Perantara ... 70

17. Marjin Pemasaran Kayu Sengon Ditingkat Sawmill ... 72

18. Farmer’s Share Kayu Sengon Menurut Saluran Pemasarannya ... 73

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Konsep-konsep pokok pemasaran ... 13

2. Tingkat saluran pemasaran ... 20

3. Nilai-nilai marjin pemasaran ... 24

4. Kerangka pemikiran penelitian ... 32

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Database responden dan harga jual di tingkat petani

kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …...……… 83 2. Database responden harga beli dan harga jual di tingkat perantara

kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) ……... 84 3. Database responden harga beli dan harga jual di tingkat sawmill

kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …...… 85 4. Biaya Produksi, Penjualan, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di

tingkat petani Kecamatan Leuwisadeng Februari

2011(rupiah/m3)... 86 5. Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di tingkat perantara

Kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) ……... 87 6. Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di tingkat sawmill

Kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) ……... 88 7. Perbandingan Marjin dan Keuntungan Tiap Saluran Pemasaran Kecamaran

Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …………...…... 89 8. Biaya pemasaran ditingkat perantara Kecamatan Leuwisadeng

Februari 2011(rupiah/m3)………... 90 9. Biaya pemasaran ditingkat sawmill Kecamatan Leuwisadeng

Februari 2011(rupiah/m3) ………... 91 10. Daftar Nama Responden Penelitian ………... 92 11. Biaya Produksi di Tingkat Petani Kecamatan Leuwisadeng

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam dengan keanekaragaman hayati dan tingkat keunikan (endemisme) yang sangat tinggi sehingga dimasukkan ke dalam salah satu negara mega-biodiversity. Keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya jenis-jenis satwa dan tumbuhan serta ekosistemnya telah memberikan manfaat bagi manusia, salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan makhluk di dunia. Hutan memiliki fungsi tangible (dapat diukur dari segi ekonomi) dan intangible (sulit diukur dari segi ekonomi). Fungsi

tangible adalah sebagai penghasil bahan baku untuk berbagai keperluan masyarakat seperti kayu gergajian, kayu lapis, kayu pertukangan, pulp, dan kayu energi. Sedangkan fungsi intangible hutan adalah sebagai pengatur siklus hidrologi, penyeimbang ekosistem, pencegah bencana alam (erosi, longsor, banjir), tempat rekreasi, serta habitat bagi tumbuhan dan satwa.

(20)

persen per tahun, di Sulawesi mencapai 1 persen per tahun dan di Papua mencapai 0,7 persen per tahun. Pengurangan luas hutan tersebut terjadi akibat proses laju penurunan mutu hutan (degradasi) dan penggundulan hutan (deforestasi). Beberapa studi menunjukan laju degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia mencapai 1-1,5 juta hektar per tahunnnya. Hal tersebut telah memberikan implikasi yang sangat luas dan mengkhawatirkan bagi kehidupan masa depan. Fungsi-fungsi lingkungan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan. Keranekaragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai kehidupan menjadi rusak dan hilang, yang terjadi saat ini adalah banjir di beberapa daerah serta kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap. Selain itu laju kerusakan yang tinggi mengakibatkan sumber daya hutan Indonesia mengalami penurunan potensi kayu yang sangat berarti dari tahun ke tahun. Disisi lain permintaan untuk kebutuhan kayu perumahan, pulp, gergajian, energi, dan bahan baku lainnya meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, dampaknya adalah persedian kayu yang ada tidak dapat mencukupi kebutuhan.

(21)

produksinya semakin menurun hingga pada tahun 2008 menjadi 7.374.092 meter kubik.

Tabel 1. Produksi Kayu Bulat berdasarkan Sumbernya Tahun 2004-2008 (m3)

Tahun Hutan Alami Hutan Tanaman Ijin Lainnya

Yang Sah Total Perhutani Hutan Rakyat

2004 5.142.637 923.632 7.329.028 153.640 13.548.937 2005 9.334.862 757.993 12.818.199 1.311.584 24.222.638 2006 9.020.903 337.797 11.451.249 982.195 21.792.144 2007 9.501.292 48.034 20.614.209 1.328.050 31.491.585 2008 7.374.092 96.954 22.321.885 2.191.511 31.984.442 Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia

Menurunnya produksi kayu bulat yang bersumber pada hutan alam merupakan kebijakan untuk mengurangi dampak kerusakan alam yang disebabkan menurunnya daya dukung alam bagi lingkungan sekitarnya, sehingga terjadi bencana alam seperti tanah longsor, banjir dan kekeringan. Produksi kayu bulat yang bersumber dari hutan tanaman merupakan hasil produksi dari Perhutani dan hutan rakyat. Produksi dari perhutani semakin tahun menunjukan penurunan tapi disisi lain produksi hutan rakyat menunjukan kenaikan. Sebagai contoh pada tahun 2004 produksi perhutani sebesar 923.632 meter kubik dan di tahun 2008 produksinya turun drastis menjadi 96.954 meter kubik. Disisi lain produksi hutan rakyat meningkat dari tahun 2004 sebesar 7.329.028 meter kubik dan di tahun 2008 menjadi 22.321.885 meter kubik.

(22)

13.548.937 meter kubik dan di tahun 2008 meningkat lebih dari dua kali lipatnya sebesar 31.984.442 meter kubik. Hal ini menunjukan bahwa produksi kayu bulat di Indonesia terus meningkat pada tiap tahunnya

Sumber daya hutan memiliki keterbatasan untuk memperbaharui alam yang ada didalamnya. Daya regenerasi hutan lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan sumber daya kayu untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Semakin tinggi kebutuhan akan sumber daya hutan, maka akan semakin berkurang potensi sumber daya hutan tersebut. Apabila kondisi ini semakin hari semakin tidak terkendali maka kondisi ekosistem hutan akan menjadi rusak dan luas kawasan hutan akan semakin berkurang karena adannya kegiatan eksploitasi dan konversi areal hutan untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya (Soerianegara, 1996;24).

(23)

Pertimbangan ekonomi dalam hal eksploitasi, produksi dan konsumsi harus diimbangi dengan pertimbangan ekologi dalam hal regenerasi, rehabilitasi dan konservasi. Kecepatan eksploitasi sumber daya hutan tersebut banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya adalah untuk bahan baku kayu gergajian. Di daerah pedesaan dan perkotaan telah banyak tersebar industri-industri kayu gergajian dengan menggunakan jenis bahan baku kayu yang berbeda. Didaerah pedesaan seperti Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor, salah satu jenis bahan baku yang umum digunakan adalah jenis kayu sengon (Paraserianthes falcataria).

Berdasarkan hasil riset sosial budaya dan ekonomi kehutanan oleh Badan Litbang Departemen Kehutanan (2004) disebutkan bahwa keengganan masyarakat dalam mengembangkan hutan rakyat adalah akibat tidak tersedianya informasi pasar yang lengkap. Rentabilitas usaha pengelolaan hutan rakyat sengon diduga sebagian besar tidak diterima petani, tetapi diterima oleh perantara, sebab skenario pemasaran masih dikendalikan oleh perantara dan jaringannya. Kendala tersebut diperburuk dengan belum berfungsinya kelembagaan pemasaran di tingkat petani secara optimal sehingga tidak mampu mengantisipasi perkembangan pasar (Achmad et al, 2004)

(24)

oleh konsumen sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar marjin pemasaran ini akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990).

1.2.Rumusan Masalah

Kayu sengon terkenal murah dan mudah dalam penggunaannya sebagai kayu gergajian. Di wilayah Kecamatan Leuwisadeng, harga kayu sengon sangat tergantung terhadap kualitas dan kuantitasnya di alam. Dengan meningkatnya jumlah industri penggergajian kayu, kebutuhan pasokan bahan baku kayu sengon akan semakin meningkat. Berdasarkan pengamatan awal di lokasi penelitian, kondisi hutan rakyat Kecamatan Leuwisadeng memiliki kondisi lingkungan alam yang subur dengan kondisi topografi lahan yang berbukit. Kondisi lingkungan ini sangat sesuai untuk tanaman sengon sehingga dapat tumbuh dengan baik. Akan tetapi kondisi tersebut belum didukung oleh sistem budidaya yang baik oleh petani sebagai produsen.

(25)

departemen kehutanan sedangkan kayu sengon cukup surat izin dari kepala desa atau setingkat kelurahan, penebangan sudah bisa dilakukan.

Terbatasnya kemampuan petani dalam mengumpulkan informasi pasara menjadi salah satu penyebab mereka kurang memiliki daya saing dalam menawarkan kayu sengon, sehingga volume kayu dan keuntungan dari hasil penjualan yang didapatnya sedikit. Harga kayu dijual lebih ditentukan oleh para perantara dan memposisikan petani sebagai penerima harga (price taker). Posisi tersebut mengakibatkan peranan perantara lebih menonjol dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani. Walaupun kondisi tersebut adalah kondisi yang pada umumnya terjadi dalam suatu usahatani, akan tetapi perlu dikaji lebih jauh mengenai efisiensi pemasaran yang sedang terjadi saat ini sehingga dapat diketahui apakah sistem pemasaran tersebut sudah efisien atau belum.

Berdasarkan judul, latar belakang dan uraian tersebut, perumusan penelitian ini adalah: Bagaimana efisiensi pemasaran kayu jenis sengon hutan rakyat di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis efisiensi pemasaran kayu jenis sengon hutan rakyat di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor berdasarkan:

 Saluran dan Lembaga Pemasaran yang terbentuk pada pemasaran kayu jenis

(26)

 Fungsi Pemasaran yang dilakukan para pelaku pemasaran  Struktur Pasar yang dihadapi para pelaku pemasaran

 Marjin Pemasaran perantara dan industri pengolahan kayu (sawmill)

 Nilai farmer’s share petani kayu jenis sengon di Kecamatan Leuwisadeng

1.4.Ruang Lingkup dan Manfaat Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi kegiatan efisiensi pemasaran kayu sengon hutan rakyat di Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor. Termasuk analisis data mengenai jumlah dan fungsi saluran serta lembaga pemasaran yang terlibat, fungsi pemasaran, struktur pasar, nilai marjin pemasaran dan Farmer’s Share.

Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi penting baik secara langsung ataupun tidak langsung:

1. Bagi Akademis

Memberikan kontribusi ilmiah terutama bidang disiplin kelimuan manajemen agribisnis dalam aspek pemasaran, sehingga dapat menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman serta pemahaman dalam mengkaji penerapan konsep dan teori. Selain itu juga sebagai referensi untuk penelitian mengenai sistem pemasaran kayu sengon selanjutnya.

2. Bagi Perusahaan dan Pemerintah Daerah

(27)

pengusaha, sehingga pelaksanaan pemasaran kayu sengon dapat mendorong investasi pada usahatani kayu sengon. Bagi Pemerintah Daerah dapat menjadi acuan dalam rangka pengembangan budidaya sengon secara terpadu di hutan rakyat

3. Untuk Penulis

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Budi (1992;10) menyatakan bahwa sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh dengan cepat di daerah tropis. Untuk pertama kalinya pada tahun 1871, Teysmann menemukan tanaman sengon di pedalaman Pulau Banda, yang kemudian dibawa ke Kebun Raya Bogor. Dari kebun inilah kemudian sengon tersebar ke berbagai daerah dari mulai pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Irian Jaya. Pada saat ini sengon juga dijumpai di Negara Filipina, Malaysia, Srilanka, India. Dengan nama biasa atau nama ilmiah apapun yang dikenal, kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) merupakan pohon serbaguna yang berharga untuk daerah tropis beriklim lembab. Spesies ini juga merupakan salah satu species yang dapat digunakan sebagai kayu pulp, kayu bakar, pohon hias, naungan (kopi, teh, dan ternak sapi) dan produk kayu lainnya. Pemanfaatan potensial yang sedang diuji coba dalam penanaman hutan adalah dengan sistem tumpang sari.

2.1.1.1. Botani dan Ekologi

Paraserianthes falcataria termasuk keluarga Leguminose (sub-keluarga

Mimosoideae). Jenis ini sudah dikenal luas dengan nama yang lamanya, Albizia falcataria, atau juga pernah disebut A. moluccana dan A. Falcata “Falcate”

(29)

berpasang-pasangan, panjangnya antara 23-30 cm. bunganya berwarna putih gading, polongnya tipis, rata, panjang 10-13 cmm dengan lebar 2 cm. Falcataria

termasuk pohon besar sehingga mencapai ketinggian 24-30 m, dengan diameter 80 cm. jika di tempat terbuka akan membentuk tajuk yang besar berbentuk payung. Pada penanaman sebanyak 1000-2000 pohon/ha, tajuk akan menyempit, karena membutuhkan cahaya. Setelah berumur 3-4 tahun akan memproduksi biji secara teratur dalam jumlah banyak. sengon tumbuh secara alami di Indonesia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dari 10˚LS-30˚LU. Dalam habitat alamiahnya bisa tumbuh dari permukaan laut sampai 1200 m. dengan curah hujan 2000-4000 mm, serta musim kemarau kurang dari dua bulan dengan suhu antara 22˚C-34˚C. meski lebih menyukai tanah basa (NAS 1983 dalam Budi 1992), namun dapat pula tumbuh dengan baik di tanah yang masam.

Akar sengon relatif menguntungkan dibandingkan akar pohon lainnya. Akar tunggangnya cukup kuat menembus ke dalam tanah sementara itu akar rambutnya tidak terlalu besar, dan tidak semrawut. Akar rambut tersebut akan dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen, oleh sebab itu tanah di sekitar pohon sengon akan menjadi subur (Budi 1992;12)

2.1.1.2. Penanaman

(30)

perkecambahan seragam, biji-biji tersebut dapat dimasukan dalam air panas atau dalam masam belerang pekat (H2SO4) selama 10 menit, dilanjutkan dengan perendaman dalam air selama 15 menit. Anakan sengon ditanam setelah tiga bulan dipersemaian dan akan tumbuh dengan cepat di lahan (NAS, 1983 dalam

NFTA World Education. 1991;31)

Penanaman sengon diawali dengan pengaturan jarak tanam dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam untuk produksi kayu pulp dengan waktu rotasi antara 6-8 tahun adalah 3m x 3m. jika diinginkan kayu tebangan untuk papan, pada umur 6-8 tahun tegakan dapat dijarangkan sampai 6m x 6m dan dipanen pada umur 15 tahun. Pada lahan yang lebih subur, umumnya jarak tanaman untuk produksi kayu pulp 4m x 4m. dari penelitian tentang jarak tanam yang lebih rapat ditemukan bahwa pertumbuhan dengan jarak 2m x 2m secara signifikan lebih cepat dibandingkan dengan jarak 1m x 1m. Adapun ukuran lubang tanam panjang 30cm x 30cm x 30cm. (Budi 1992;17)

2.1.1.3 Kegunaan

(31)

Sengon juga berpotensi dalam alley farming. Di Indonesia, pada percobaan di tanah asam (pH 4,2) yang ditanam dalam larikan-larikan dengan jarak 4 meter, menghasilkan pupuk hijau (bahan kering) 2-3 ton/ha/tahun. Penggunaannya sebagai pupuk hijau akan meningkatkan produksi kopi 4 kali lipat, apabila dibandingkan dengan plot pembanding. (Budi 1992;27)

2.1.2 Pemasaran

Pengertian pemasaran banyak didefinisikan oleh para pakar dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Kotler dan Amstrong (2004;6) berpendapat bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan produk lain. Definisi pemasaran tersebut bertumpu pada konsep pokok sebagai berikut:

Gambar 1. Konsep-Konsep Pokok Pemasaran

Sumber: Philip Kotler 1994

Menurut Stanton (1997;7) pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan barang dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun konsumen potensial. Secara sistematis dapat dikatakan bahwa pemasaran mencakup kegiatan untuk mengetahui keinginan konsumen, merencanakan dan mengembangkan

(32)

produk yang memenuhi keinginan kemudian memutuskan cara terbaik untuk menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk.

Pengertian pemasaran dapat dilihat dengan pendekatan aspek manajerial dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, pemasaran merupakan analisis perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian untuk menentukan kedudukan pasar. Sedangkan berdasarkan aspek ekonomi, pemasaran merupakan distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk bergerak, mengalir dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Selain itu pemasaran merupakan kegiatan produktif karena meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat dan kepemilikan. Dengan demikian pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertaniaan dari tangan produsen ke konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong, 1987;11)

2.1.3 Manajemen Pemasaran

(33)

merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menghasilkan pertukaran yang memenuhi sasaran perorangan dan organisasi (Kotler, 1994;28)

Dalam menganalisis manajemen pemasaran Khols (2002;21), selanjutnya mengemukakan beberapa pendekatan yang digunakan yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (the fungsional approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut adalah Fungsi-fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), Fungsi-fungsi fisik (penyimpanan, transportasi dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan dan informasi pasar)

2. Pendekatan Kelembagaan (the institusional appoarch)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Pelaku-pelaku ini adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan organisasi lainnya yang terlibat.

3. Pendekatan Sistem (the behavior system appoarch)

(34)

pemasaran. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power sistem dan the communication system.

2.1.4 Lembaga Pemasaran

Hanafiah dan Saefudin (2006;21), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Kotler dan Amstrong (2001;7) mengartikan istilah lembaga perantara sebagai pihak yang berperan secara ekonomis dalam mentransformasikan bauran komoditi atau produk yang dibuat oleh produsen ke dalam bauran produk yang dibutuhkan konsumen.

Stern dan El-Ansary dalam Kotler (2002;559) menambahkan bahwa perantara memperlancar arus barang dan jasa karena menghubungkan ketidaksesuaian antara berbagai barang dan jasa yang dihasilkan produsen dan berbagai macam barang yang diminta konsumen, sedangkan ketidaksesuaian tersebut ditimbulkan dari kenyataan bahwa produsen menghasilkan sejumlah besar barang dengan keragaman terbatas sedangkan konsumen hanya menginginkan jumlah terbatas dari banyaknya ragam.

(35)

1. Lembaga pemasaran yang tidak dimiliki namun mengusai barang, misalnya agen, perantara, dan broker

2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan mengusai barang, contohnya pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir dan eksportir/importer

3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak mengusai barang, yaitu fasilitas pengangkutan, pergudangan, asuransi dan lain-lain.

2.1.5 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah rute dan status kepemilikan yang ditempuh oleh suatu produk ketika produk ini mengalir dari penyedia bahan mentah melalui produsen sampai ke konsumen akhir. Saluran ini terdiri dari semua lembaga atau pedagang perantara yang memasarkan produk atau barang/jasa dari produsen sampai ke konsumen. Beragam pertukaran produk, pembayaran, kepemilikan dan informasi terjadi di sepanjang saluran pemasaran. Saluran pemasaran diperlukan karena produsen menghasilkan produk dengan memberikan kegunaan bentuk (form utility) bagi konsumen setelah sampai ke tangannya, sedangkan lembaga penyalur memberntuk atau memberikan kegunaan waktu, tempat dan kepemilikian dari produk itu (Kotler dan Susanto. 2001;59). Anggota pemasaran memiliki fungsi utama yaitu, antara lain:

(36)

2. Promosi: Pengembangan dan penyebaran penawaran untuk menarik pelanggan

3. Negoisasi: Usaha untuk mencapai persetujuan akhir

4. Pemesanan: Komunikasi terbalik dari anggota saluran pemasaran dengan produsen mengenai minat membeli

5. Pembiayaan: Perolehan dan alokasi dana untuk membiayai persedian

6. Pengambilan resiko: Asumsi resiko yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran

7. Kepemilikan fisik: Kesinambungan penyimpanan dan pergeseran produk fisik dari bahan mentah sampai ke konsumen akhir

8. Pembayaran: Transfer pemilikan

Saluran pemasaran merupakan cara yang digunakan untuk menyampaikan produk dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran sangat penting terutama untuk melihat tingkat harga pada masing-masing lembaga pertanian dan harga jual produk di pasaran. Panjang pendeknya saluran lembaga pemasaran suatu produk pertanian tergantung kepada beberapa faktor yaitu:

1. Jarak dari produsen ke konsumen

Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen maka akan cenderung menciptakan saluran pemasaran yang panjang dengan aktifitas dan pelaku bisnis yang lebih banyak.

(37)

Produk yang cepat rusak membutuhkan saluran pemasaran yang relatif pendek agar dapat segera sampai ke konsumen untuk diolah atau dikonsumsi. 3. Skala produksi

Skala produksi yang semakin besar menyebabkan saluran pemasaran akan semakin banyak melibatkan sejumlah saluran pemasaran. Dengan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan dalam penyaluran produk sehingga saluran yang akan dilalui cenderung lebih panjang.

4. Kekuatan modal yang dimiliki

Produsen dengan kekuatan modal yang besar cenderung memiliki saluran pemasaran yang pendek karena fungsi pemasaran yang dapat dilakukan lebih banyak dibandingkan produsen yang modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang dengan modal yang besar cenderung memperpendek saluran pemasaran.

(38)

menggambarkan saluran pemasaran yang umum digunakan dalam pemasaran barang konsumen atau pertanian (Kotler dan Susanto, 2001;95)

Saluran 0 tingkat Saluran 1 tingkat Saluran 2 tingkat Saluran 3 tingkat

Gambar 2. Tingkat Saluran Pemasaran Sumber: Kotler dan AB Susanto (2001)

Saluran t ingkat nol/ saluran dist ribusi langsung. Disini produsen m enjual

barangnya langsung kepada konsum en akhir, konsum en akhir dapat berupa perorangan

yang mem beli barangnya secara langsung at au dapat juga perusahaan lain yang

m enggunakan barang-barangnya secara t idak langsung. Art inya barang-barang t ersebut

diolah dahulu (bahan baku) at au digunakan dalam proses produksi. Saluran ini

m erupakan saluran yang kurang efekt if karena t idak m ungkin bagi sekian banyak

produsen unt uk m engadakan kont rak langsung secara ekonom is dengan berjut a-jut a

pem beli hasil produksi m ereka. Saluran t ingkat sat u disini produsen hanya m enggunakan

PRODUSEN

konsumen konsumen konsumen konsumen

Pengecer Pengecer Pengecer

Pedagang besar

Pedagang besar

(39)

sat u m at a rant ai saja, yait u menggunakan lem baga pengecer. Produsen langsung

m enghubungi pengecer yang dianggap cocok unt uk m enyalurkan barangnya kepada

konsum en akhir, biasanya barang yang dijual m elalui pengecer adalah: Barang yang

cepat rusak, beda harga produsen dan pengecer t idak banyak, pengaw asan

pendist ribusian barang-barang dapat dilakukan lebih cerm at . Saluran dua tingkat adalah

saluran dist ribusi yang m enggunakan lem baga-lem baga saluran dist ribusi dua tingkat ,

yait u grosir dan pengecer. Fakt or-fakt or yang menyebabkan arus barang dipasarkan

sering m elalui jasa-jasa, seperti: Pengum pulan & penyebaran, pemilikan barang,

pem berian kredit , pengiriman dan pengangkut an. Saluran t iga t ingkat m enyalurkan

barang m elalui beberapa lem baga saluran dist ribusi, m isalnya unt uk m em asarkan

barang-barangnya ke seluruh w ilayah Indonesia, m aka perusahaan m enet apkan agen

unt uk t iap-t iap propinsi, grosir unt uk t iap-t iap kot a dan akhrinya pada pengecer unt uk

konsum en akhir. Perusahaan mengangkat agen yang diberikan kuasa at au ijin unt uk

m endist ribusikan produk pada daerah t ert ent u, lalu agen m engangkat pedagang besar

at au grosir pada t iap-t iap daerah agar dapat disalurkan lagi oleh para pengecer.

2.1.6 Fungsi Pemasaran

(40)

namun dalam pelaksanaanya tidak perlu berurutan tetapi mencakup semuanya agar proses pemasaran berhasil dicapai.

Anindita (2004;19) menjelaskan bahwa fungsi pemasaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi tersebut didapat melalui proses penjualan dan pembelian antar lembaga yang bersangkutan

b. Fungsi Fisik

Fungsi fisik merupakan tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi fisik ini meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan

c. Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi faslitias ini meliputi fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, resiko pembiayaan dan fungsi informasi pasar.

(41)

Hanafiah dan Saefuddin (2006;99) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga yang dibayarkan oleh penjual pertama (produsen) dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Berdasarkan pengertian tersebut menunjukan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran yang saling berinteraksi. Marjin pemasaran juga dinyatakan sebagai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan sejak tingkat produsen sampai tingkat konsumen.

Komponen marjin pemasaran terdapat dua yaitu komponen biaya pemasaran dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Besarnya biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran berbeda-beda untuk setiap jenis produk dan tingkat lembaga pemasaran. Perbedaan waktu dilakukan kegiatan/aktivitas pemasaran juga merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perbedaan pada biaya dan marjin keuntungan dan yang didapatkan oleh lembaga pemasaran.

Marjin pemasaran dapat digambarkan melalui gambar yang dikemukan oleh Limbong dan Sitorus (1985;74) yang menunjukan keterkaitan antara permintaan, penawaran dan harga. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat besarnya nilai marjin pemasaran yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan.

(42)

merupakan permintaan di tingkat pengecer sedangkan kuerva permintaan adalah permintaan ditingkat petani. Q merupakan jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer, sehingga dapat dirumuskan bahwa rumus marjin pemasaran adalah

Marjin pemasaran = (Pr-Pf). Q

Gambar 3. Nilai Marjin Pemasaran

Sumber: Hammond dan Dahl (1997)

Keterangan:

Limbong dan Sitorus (1985;75) menyatakan bahwa marjin pemasaran memiliki tiga sifat umum yaitu:

a. Marjin pemasaran pada setiap komoditi pertanian adalah berbeda-beda dikarenakan perbedaan jasa yang diberikan

(43)

tingginya pendapatan masyarakat karena kemajuan pembangaunan ekonomi

c. Marjin pemasaran relatif stabil dalam jangak pendek terutama dalam hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian.

2.1.8 Struktur Pasar

Anindita (2004;24) menyatakan bahwa pendekatan struktur pasar dan tingkah laku dilakukan untuk mengetahui bagaimana pasar berjalan secara adil dan efisien dalam system pemasaran dengan menggunakan beberapa kriteria berikut:

a. Tingkat konsentrasi pembeli dan penjual b. Tingkat diferensiasi produk

c. Barriers to entry

d. Tingkat pengetahuan pasar

e. Tingkat integrasi dan diversifikasi

Ditambahkan pula oleh Anindita (2004;26), berdasarkan kondisi kriteria diatas maka struktur pasar dapat diklarifikasikan menjadi pasar kompetitif, oligopolistik, monopoli atau monopolistik. Winardi (1992;20) menegaskan bahwa struktur pasar yang dihadapi oleh penjual akan berpengaruh terhadap penentuan harga produknya.

(44)

concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan sebagainya Hammond dan Dahl (1997;27). Sruktur pasar dicirikan oleh konsentrasi pasar, diferensiasi produk, dan kebebasan keluar masuk pasar. Dalam analisis sitem pemasaran, struktur pasar sangat diperlukan karena secara otomatis akan dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (market conduct) dan selanjutnya akan menunjukan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (market performance) yang ada dalam sistem pemasaran tersebut.

Hammond dan Dahl (1997;44), menetapkan empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu: jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau keadaaan komoditas, kondisi keluar masuk perusahaan, dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh patisipan dalam pemasaran. Berdasarkan strukturnya, pasar digolongkan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan sempurna jika terdapat banyak pembeli dan penjual, setiap pembeli dan penjual hanya mengusai sebagian kecil dari barang dan jasa, sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker), barang atau jasa homogeni serta pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar (freedom to entry and to exit). Sedangkan pasar persaingan tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penjual dan pembeli. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolipstik, monopoli, oligopoli dan sebagainya.

(45)

Tomek dan Robinson (1990;114) menjelaskan bahwa bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) adalah suatu nilai hasil perbandingan antara harga jual di petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dan dinyatakan dalam persentase. Tomek dan Robinson (1990;116) menambahkan bahwa

farmer’s share dan harga di tingkat petani memiliki kecenderungan untuk bergerak naik atau turun bersama-sama, saat harga di tingkat petani menurun maka farmer’s share akan menghasilkan persentase yang rendah, ini berarti pemasaran terselenggara kurang baik. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah

2.1.10 Efisiensi Pemasaran

Setiap pelaku pemasaran menginginkan proses pemasaran dapat berjalan seefisien mungkin, sedangkan terjadinya proses pemasaran yang tidak efisien dikarenakan panjangnya saluran pemasaran, tingginya biaya pemasaran dan kegagalan pasar (Anindita, 2004:22). Ada dua pengukuran efisiensi pemasaran yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.

(46)

saluran pemasaran yang secara vertikal akan menambah biaya pemasaran dans ebaliknya makin sedikit perantara maka pendistribusian makin cepat, makin murah dan makin efisien produk.

2.2. Studi Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kayu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu gergajian dan sistem pemasaran produk pertanian pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa judul penelitian yang pernah diteliti adalah:

Firman, N.S (1998), melakukan penelitian mengenai Analisis Efisiensi Tataniaga Mangga Cengkir, Arumanis dan Gedong. Hasil penelitian menunjukan marjin pemasaran di lokasi penelitian tidak merata dengan marjin terbesar pada pengumpul dan Pedagang Antar Kota (PAK). Struktur pasar di tingkat petani, tengkulak dan PAK dari sisi pembeli termasuk ke pasar oligopsoni. Sedangkan sistem pasar di tingkat pengepul dan pedagang grosir dari sisi penjual adalah pasar oligopoli. Dari hasil analisis marjin pemasaran dan keterpaduan pasar disimpulkan sistem pemasaran di lokasi penelitian belum efisien.

(47)

pengecer. Tingkat pengecer pada kayu Borneo Kalimantan merupakan tingkat pemasaran yang efisien secara ekonomi, sedangkan kayu Keruing pada tingkat distributor adalah jenis kayu yang efisien secara operasional

2.3 Kerangka Pemikiran

(48)

falcataria) atau dikenal dengan naman kayu Albisia atau Jeungjen. Banyaknya kayu sengon yang tumbuh alami di wilayah kecamatan Leuwisadeng menjadikan kayu sengon sebagai pilihan utama untuk industri gergajian. Hal ini yang menjadikan kebutuhan kayu di wilayah tersebut semakin meningkat dari hari ke hari. Akan tetapi disisi lain peningkatan kebutuhan kayu tersebut tidak dapat diimbangi oleh pasokan bahan baku yang tersedia di alam yang semakin dari jumlahnya semakin menurun.

Berdasarkan pengamatan awal di wilayah penelitian masih sedikit (diperbaiki) jumlah petani sebagai produsen kayu yang mengelola kebun sengonnya dengan baik. Sebagian petani beranggapan bahwa hasil penjualan kayu sengon hanya merupakan pendapatan sampingan sehingga mereka enggan untuk mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeliharaan kebun. Kurangnya motivasi petani untuk membudidayakan tanaman sengon secara terpadu di wilayah Kecamatan Leuwisadeng dan adanya penurunan jumlah permintaan bahan baku kayu sengon dari awal menjadi hal yang menarik untuk melakukan kajian lebih jauh mengenai prospek pengembangan kayu sengon di kebun-kebun milik masyarakat. Selain itu juga untuk mengetahui kondisi sistem pemasaran kayu sengon di wilayah penelitian, perlu juga dikasi lebih jauh mengenai bagaimana tingkat efisiensi sistem pemasaran kayu sengon yang sedang terjadi saat ini.

(49)
(50)

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Penelitian

SUMBER DAYA HUTAN

Fungsi tangiable

(dapat diukur dengan nilai ekonomi Fungsi intangiable (sulit diukur dengan nilai ekonomi

Hasil Hutan Non Kayu

Rekreasi,getah,air,rotan,buah,dll

Hasil Hutan kayu

Sengon

Pemasaran

Petani sebagai price-taker

Industri kayu gergajian

Suplai kayu pertukangan danenergi

Efisiensi pemasaran

1. Analisis Saluran dan lembaga pemasaran

2. Analisis Fungsi Pemasaran 3. Analisis Struktur Pasar 4. Analisis Marjin Pemasaran 5. Analisis Farmer’s Share

Hasil

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2011 di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan kedekatannya terhadap bahan baku kayu, dan banyaknya industri gergajian yang tersebar di sekitar wilayah penelitian

3.2. Jenis dan Pengumpulan Data

(52)

Bogor, Dinas kehutanan Jawa Barat, Kantor Kecematan Leuwisadeng, Kantor Kelurahan dan Perpustakaan.

3.3. Penentuan Responden

Responden penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan melakukan penelusuran saluran pemasaran mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat sawmill. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur pemasaran tersebut tidak terputus. Total responden petani berjumlah 32 orang diambil di wilayah sekitar Kecamatan Leuwisadeng, meliputi petani yang memiliki kebun yang sedang atau telah ditanami kayu sengon dan petani yang memproduksi bibit sengon untuk digunakan sendiri atau untuk dijual. Responden perantara informasinya diambil dari responden petani, jumlah responden perantara sebesar 18 orang. Sedangkan jumlah responden sawmill meliputi 11 industri pengolahan kayu yang melakukan pembelian kayu sengon dari petani maupun petani di wilayah penelitian. Total responden sebanyak 61 orang yang terdiri dari 32 petani, 18 perantara dan 11 sawmill

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(53)

dilakukan untuk melihat keragaan pasar dengan pendekatan analisis marjin pemasaran dan Farmer’s Share.

3.4.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran

Analisis ini ditujukan untuk mengidentifikasi lembaga-lembaga dan saluran pemasaran yang digunakan dalam pemasaran kayu sengon. Identifikasi tersebut meliputi identitas, fungsi dan tata cara lembaga-lembaga tersebut dalam rangka memasarkan kayu Sengon sampai kepada konsumen akhir. Analisis lembaga dan saluran pemasaran dilakukan dengan mengamati proses pemasaran yang melibatkan semua pihak yang terlibat didalamnya mulai dari petani Sengon hingga konsumen akhir.

3.4.2. Analisis Fungsi Pemasaran

(54)

3.4.3. Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar diperoleh dari pengamatan terhadap transaksi penjualan dan pembelian kayu Sengon selama penelitian untuk memperoleh informasi mengenai jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, jenis transaksi yang terjadi (keberadaan kontak transaksi), penentuan harga, informasi pasar, keadaan produk dan kondisi keluar masuk pasar. Analisis struktur pasar ditujuan untuk mengetahui kondisi persaingan diantara produsen dan konsumen kayu yang terdapat di wilayah penelitian. Untuk lebih jelasnya mengenai struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Struktur Pasar

KARAKTERISTIK STRUKTUR PASAR

Jumlah

Partisipan Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli Banyak Standar Persaingan Beberapa Standar Oligopoli

Murni

Oligopsoni Murni Beberapa Diferensiasi Oligopoli

Diferensiasi

Oligopsoni Diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Hammond dan Dahl, 1997

3.4.4. Analisis Marjin Pemasaran

(55)

Secara matematis hubungan antara marjin pemasaran, biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran dapat dinyatakan sebagai berikut:

Mi = Hji - Hbi, dan Mi = Bi + πi, sehingga Hji – Hbi = Bi + πi

Keterangan :

Mi = Marjin pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Hji = Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Hbi = Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Bi = Biaya pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) πi = Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) i = 1,2,3…n

Penyebaran marjin Pemasaran kayu Sengon dapat juga dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan mempergunakan rumus:

Rasio Biaya – Keuntungan (%) = Keterangan :

πi = Keuntungan pemasaran lembaga ke-i (Rp/kg) Bi = Biaya pemasaran lembaga ke-i (Rp/kg)

3.4.5. Analisis Farmer’s Share

(56)

Pp

FS = x 100%

Pe Keterangan:

FS = Bagian yang diterima petani Pp = Harga jual ditingkat petani

Pe = Harga yang dibayarkan konsumen

3.5. Definisi Operasional

1. Jenis kayu sengon yang menjadi objek penelitian adalah jenis

Paraserianthes falcataria atau biasa disebut masyarakat sekitar dengan Jeungjing atau Albizia.

2. Saluran pemasaran adalah saluran yang terbebntuk dari kegiatan pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng

3. Lembaga pemasaran adalah pelaku yang terlibat dalam kegiatan pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng.

4. Fungsi pemasaran adalah kegiatan yang dilakukan lembaga pemasaran selama proses pemasaran berlangsung

5. Petani Sengon adalah pelaku pemasaran yang berfungsi membudidayakan pohon sengon kemudian yang menjualnya ke perantara ataupun sawmill. 6. Perantara adalah pelaku pemasaran yang berfungsi mempertemukan atau

(57)

gelondongan (log). Kayu-kayu tersebut dikumpulkan dan diletakkan di tepi jalan, dikenal juga sebagai “pengepul”.

7. Sawmill adalah Indutri yang memiliki alat gergajian untuk mengolah kayu log menjadi kayu ukuran tiang, papan, kusen,reng, palet atau bentuk lainnya yang diinginkan

8. Material adalah Pedagang yang membeli kayu olahan (tiang, papan, reng, kaso) dari Industri Penggergajian Kayu yang kemudian dikumpulkan di sebuah tempat (toko) untuk dijual

9. Harga per meter kubik ditingkat sawmill diasumsi untuk kayu olahan jenis Kaso.

10. Harga jual lembaga pemasaran adalah harga rata-rata produk yang dibayarkan oleh lembaga pemasaran selanjutnya dinyatakan dalam satuan per meter kubik

11.Harga beli lembaga pemasaran adalah harga rata-rata produk yang dibayarkan oleh lembaga pemasaran sebelumnya dinyatakan dalam satuan per meter kubik

12.Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dibayarkan oleh lembaga pemasaran dalam pemasaran kayu sengon dan dinyatakan dalam satuan per meter kubik

(58)
(59)

BAB IV

LOKASI PENELITIAN

Wilayah Kabupaten Bogor terbagi menjadi 3 wilayah yakni Bogor Timur, Bogor tengah dan Bogor Barat. Diantara ketiga wilayah tersebut, Bogor Barat adalah wilayah yang memiliki potensi Hutan rakyat terbesar diantara ketiga wilayah tersebut. Luas Areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor tercatat 10.791,28 ha pada tahun 2005. Dari luas arela tersebut luas areal hutan sengon adalah sebanyak 2.745,02 ha.

Berdasarkan sebaran arealnya, Bogor Barat merupakan wilayah kabupaten Bogor yang memiliki areal hutan rakyat terluas hampir untuk semua jenis tanaman yakni sekitar 7.362,27 ha atau sekitar 67,4% dari seluruh luas hutan rakyat di kabupaten Bogor. Total luas lahan tersebut sebanyak 3.311,98 ha adalah hutan rakyat yang ditanami Sengon

4.1. Letak dan Luas Wilayah

(60)

Babakan Sadeng, Kalong I, Kalong II, Leuwisadeng, Sadeng, Sadengkolot, Sibanteng dan Wangun Jaya

4.2. Tata Guna Lahan

Kecamatan Leuwisadeng memiliki luas lahan sebesar 3.258,35 ha. Dari penggunaan lahan tersebut diketahui bahwa luas areal pertanian, dalam hal ini meliputi sawah, ladang dan kehutanan sebesar 2.519,6 ha atau sekitar hampir 77,33 %. Sisanya meliputi pekarangan, perumahan, empang, kuburan, tanah kosong, jalan dan lainnya. Perbandingan luas lahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 3. Data Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009

No Jenis Penggunaan Lahan Luas Persentasi

1 Lahan Pertanian 2.519,6 77,33

2 Pekarangan 140,9 4,32

3 Perumahan 545,2 16,73

4 Lainnya 52,65 1,62

Jumlah 3.258,35 100

Sumber : BPS Bogor 2009 data diolah

4.3.Sosial Ekonomi Masyarakat

(61)

4.3.1. Menurut Usia

Jumlah penduduk di Leuwisadeng menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah sebanyak 70.682 jiwa. Golongan usia terbanyak ada diantara 15-29 tahun dengan presentase sebesar 29,63 % atau sebanyak 20.946 jiwa.

Tabel 4. Data Pengelompokan Usia di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009

No Usia (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase

1 0-14 20.127 28,48

2 15-29 20.946 29,63

3 30-44 16.469 23,30

4 45-54 6.548 9,26

5 55+ 6.592 9,33

Jumlah 70.682 100

Sumber: BPS Bogor 2009 data diolah

Jika kita melihat tabel bahwa untuk usia 55 tahun keatas hanya sebesar 9,33 % atau sebanyak 6.592 jiwa. Sedangkan usia antara 0-14 tahun sebesar 28,48 % atau sebanyak 20.127 jiwa. Diluar itu semuanya adalah antara 15-55 tahun jumlahnya lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja yang produktif masih tersedia.

4.3.2. Menurut Mata Pencaharian

(62)

Tabel 5. Data Pengelompokan Pekerjaan Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009

No Pekerjaan Jumlah penduduk

1 PNS 606

2 TNI/POLRI 29

3 Pegawai/ Karyawan 1.981

4 Pedagang/ Wirausaha 7.110

5 Petani 744

Sumber: BPS Bogor 2009 data diolah

4.3.3. Menurut Jenis Kelamin

Jumlah pendudukan berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Leuwisadeng menunjukan bahwa berbandingan antara laki laki dan perempuan menunjukan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan. Berdasarkan tabel dibawah ini menunjukan bahwa jumlah laki-laki sebesar 51,75 % atau sebanyak 36.385 jiwa dan perempuan sebesar 48,25 % atau sebesar 34.101 jiwa.

Tabel 6. Data Pengelompokan Jenis Kelamin Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009

Kecamatan Laki-laki Perempuan TOTAL

jumlah Persentase Jumlah Persentase

Leuwisadeng 36.385 51,75 34.101 48,25 70.682 Sumber : BPS Bogor 2009 data diolah

4.3.4. Menurut Latar Belakang Pendidikan

(63)

memang tidak sekolah atau belum sekolah. Berdasarkan jenjang pendidikan, SD/sederajat menempati mayoritas dengan nilai sebesar 61,14 % atau sebesar 35.993 jiwa. Dan diposisi selanjutnya ditempati SLTP/sederajat sebesar 29,48 persen atau sebanyak 17.355 jiwa.

Tabel 7. Data Pengelompokan Jenjang Pendidikan Kec. Leuwisadeng tahun 2009

No Jenjang pendidikan Jumlah Penduduk Persentase

1 SD/Sederajat 35.993 61,14

2 SLTP/Sederajat 17.355 29,48

3 SLTA/Sederajat 4.369 7,42

4 Diploma I/II 278 0,47

5 Akademi/ Diploma III 128 0,22

6 Strata I 274 0,47

7 Strata II 463 0,79

8 Strata III 11 0,02

TOTAL 58.871 100

Sumber : BPS Bogor 2009 data diolah

Berdasarkan tabel diatas untuk jenjang pendidikan Diploma dan Sarjana total hanya sebanyak 1.154 jiwa atau sekitar 1,96 % dari total keseluruhan jenjang pendidikan.hal ini menunjukan bahwa jenjang pendidikan masyarakat di Leuwisadeng tergolong rendah.

4.4. Data Responden

(64)

43-47 tahun, 48-52 tahun dan 53-58 tahun. Pengelompokan pekerjaan dibagi menjadi guru, petani, karyawan, PNS, buruh, pedagang dan wiraswasta. Pengelompokan pendidikan dibagi menjadi SD, SLTP, SLTA dan S1

Tabel 8 Tabulasi Responden Penelitian

Latar Belakang Petani Perantara

(65)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Kayu Sengon

Lembaga Pemasaran yang terlibat dalam kegiatan Pemasaran kayu Sengon pada wilayah penelitian adalah; Petani kebun sengon, Perantara Kayu, Industri Penggergajian Kayu (Sawmill), Material, dan Industri luar Daerah

1. Petani Sengon

Produsen penghasil kayu yang berasal dari lahan milik sendiri atau sewa 2. Perantara Kayu

Merupakan pedagang yang membeli pohon berdiri dan menjualnya dengan merubah bentuk atau masih bentuk gelondongan (log). Kayu-kayu tersebut dikumpulkan dan diletakkan di tepi jalan, dikenal juga sebagai “pengepul”. 3. Industri Penggergajian Kayu (Sawmill)

Indutri yang memiliki alat gergajian untuk mengolah kayu log menjadi kayu ukuran tiang, papan, kusen,reng, palet atau bentuk lainnya yang diinginkan

4. Material

Pedagang yang membeli kayu olahan (tiang, papan, reng, kaso) dari Industri Penggergajian Kayu yang kemudian dikumpulkan di sebuah tempat (toko) untuk dijual

(66)

Merupakan industri yang letaknya diluar tempat penelitian yang membeli kayu gelondongan atau kayu olahan untuk dijadikan barang lain yang mempunyai nilai jual tinggi, seperti industri mebel dll

Saluran pemasaran pada penelitian ini adalah serangkaian Organisasi yang terdiri dari Petani, Perantara, Sawmill, dan Material yang saling ketergantungan dan terlibat dalam proses pemasaran. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian secara umum dapat dikelompokan menjadi 3 saluran pemasaran, yaitu:

 Saluran 1 terdiri atas Petani, Perantara, Sawmill dan Material  Saluran 2 terdiri atas Petani, Sawmill, dan Material

 Saluran 3 terdiri atas Petani, Perantara, Sawmill dan Industri Luar Daerah

Saluran Pemasaran yang paling dominan terjadi di daerah penelitian adalah Saluran 1 yang terdiri atas Petani, Perantara, Sawmill dan Material. Saluran pemasaran ini disajikan dalam gambar 5

Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3

(67)

Gambar 5. Saluran Pemasaran Kayu Sengon di Kecamatan Leuwisadeng

Umumnya saluran pemasaran kayu Sengon yang terjadi di lokasi penelitian merupakan suatu kebiasan yang telah mereka lakukan selama ini. Seperti contohnya beberapa petani kayu telah memiliki pembeli atau langganan khusus yang siap menampung hasil panen dari kebunnya. Beberapa hal yang menjadi alasan petani untuk tidak berpindah langganan dalam menjual hasil panennya adalah karena faktor kepercayaan antara para pelaku pemasaran. Hasil pengamatan dan analisis data dilapangan, didapatkan bahwa saluran pemasaran yang banyak dipilih oleh pelaku saluran pemasaran adalah saluran 1 yang terdiri dari Petani-Perantara-Sawmill-Material. Data penunjukan bahwa sebesar 50% atau 16 orang dari 32 petani memilih menyalurkan kayu sengon ke saluran pemasaran 1, selanjutnya sebesar 31,25% atau 10 orang dari 32 petani menyalurkan kayu sengon ke saluran pemasaran 3 dan sebesar 18,75% atau 6 orang dari 32 petani menyalurkan kayu sengon ke saluran pemasaran 2.

Saluran 1 paling banyak dipilih disebabkan karena petani di Kecamatan Luewisadeng cenderung bersifat pasif sehingga hal ini membuka peluang bagi

Perantara Sawmill Perantara

Sawmill Material Sawmill

Material Industri Luar

(68)

para perantara untuk mencari bahan baku ke wilayah-wilayah desa yang kemudian ditawarkan kepada sawmill. Selain itu keuntungan lainnya yang didapatkan oleh para perantara adalah mereka hanya membeli kayu berbentuk gelondongan (log), sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus untuk merubah bentuk kayu. Hal ini dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan perantara, disisi lain keuntungan dari hasil penjualan kayu log lebih tinggi dan perputaran uangnya lebih cepat. Lebih tinggi karena jumlah pelaku pemasaran lebih sedikit, dengan resiko yang sedikit pula. Perputaran uang lebih cepat karena kayu log dapat cepat dibeli atau ditampung oleh sawmill.

Saluran 2 merupakan saluran pemasaran kayu Sengon yang kondisi didalamnya hampir mirip dengan Saluran 1, namun perbedaanya adalah pelaku pemasaran tidak memerlukan perantara. Kondisi ini sebenarnya jarang dijumpai di lokasi penelitian mengingat karekteristik petani yang pasif. Hanya sebagian petani yang memiliki Inisiatif untuk menjual langsung ke sawmill. Atau bisa juga terjadi bahwa perantara merupakan suruhan dari pihak sawmill, bukan individu yang independen sebagai perantara. Namun jarang sekali sawmill yang seperti ini di lokasi penelitian, kebanyakan antara perantara dan sawmill saling berdiri sendiri.

Gambar

Tabel 1. Produksi Kayu Bulat berdasarkan Sumbernya Tahun 2004-2008
Gambar 1. Konsep-Konsep Pokok Pemasaran Sumber: Philip Kotler 1994
Gambar 2. Tingkat Saluran Pemasaran Sumber: Kotler dan AB Susanto (2001)
Gambar 3. Nilai Marjin Pemasaran Sumber: Hammond dan Dahl (1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ

Data yang digunakan untuk menguji validitas model simulasi adalah data rata - rata jumlah antrian truk dan waktu menunggu antrian dari masing - masing jembatan

Bahkan mereka yang sudah menikah, namun tak mampu mencapai kepuasan seksual selama hubungan seksual dengan pasangan seks-nya, mereka pun kerap melakukan fantasi seksual dengan

Sebagai contoh pada Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Timur, hasil perhitungan pada Matlab menunjukkan hasil yang berbeda dengan data aslinya, dimana data

(5) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf e, identitas pasien dapat dibuka kepada

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi

Langkah awal yang dilakukan pada siklus II adalah kembali melakukan perencanaan. Pembelajaran pada penelitian ini terlaksana pada hari selasa, 25 Februari 2014