• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

TIPETHINK-PAIR-SHARE(TPS) DAN TANPA

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata-1 Pendidikan Matematika

Oleh : Arifin Riadi NIM A1C108047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN

(2)

ii

HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 17 BANJARMASIN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPETHINK-PAIR-SHARE(TPS) DAN TANPA

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh Arifin Riadi NIM A1C108047

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 8 Februari 2012 dan dinyatakan lulus.

Susunan Dewan Penguji Anggota Dewan Penguji

Pembimbing I 1. Dra. Hj. Nurdiana

2. Dra. Agni Danaryanti, M.Pd 3. Elli Kusumawati, S.Pd, M.Pd Dra. Hj. Aisjah Juliani Noor, MS.

NIP 19520309 198003 2 002 Pembimbing II

Drs. H. Sumartono, M.Pd NIP 19570514 198703 1 002

Banjarmasin, Februari 2012

Ketua Program Studi Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Pendidikan Matematika FKIP Unlam

Dra. Hj. Aisjah Juliani Noor, MS. Drs. Chairil Faif Pasani, M.Si

(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam Daftar Pustaka.

Banjarmasin, Februari 2012

(4)

iv

KOOPERATIF TAHUN PELAJARAN 2011/2012 (Oleh: Arifin Riadi; Pembimbing: Aisjah Juliani Noor, Sumartono; 2012; 56 halaman)

ABSTRAK

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan Negara. Secara garis besar lembaga pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu lembaga pendidikan jalur formal, jalur nonformal, dan jalur informal pada keluarga dan masyarakat. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika hingga saat ini masih memperlihatkan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk mengembangkan gagasan dan ide-idenya. Think-Pair-Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memotivasi siswa berpikir pada topik yang diberikan, sehingga memungkinkan mereka untuk memformulasikan gagasan-gagasan individu dan membagikan gagasan-gagasan tersebut dengan siswa lain. Pembelajaran matematika di kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas VII tersebut berada di bawah kriteria ketuntasan minimum. Berdasarkan hal itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purpossive sampling, yaitu memilih kelas VII E dan VII F sebagai sampel penelitian dengan pertimbangan tertentu yang selanjutnya dipilih kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol secara random. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan dokumentasi. Tes yang digunakan diuji validitasnya menggunakan rumus korelasi product moment dan reliabilitasnya menggunakan rumus KR-20. Teknik analisis data menggunakan uncorellated data/independent sample t-test. Sebagai persyaratan analisis dilakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas dengan metode Levene.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

(5)

v

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran 2011/2012 ini dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

(1) Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNLAM Banjarmasin. (2) Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA FKIP UNLAM Banjarmasin. (3) Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNLAM Banjarmasin. (4) Ibu Dra. Hj. Aisjah Juliani Noor, MS selaku Dosen Pembimbing I.

(5) Bapak Drs. H. Sumartono, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II.

(6) Kepala Sekolah, Dewan Guru, Staf Tata Usaha, dan siswa-siswa SMP Negeri 17 Banjarmasin.

(7) Semua pihak yang turut membantu dengan pikiran, tenaga, dan juga do a selama penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda atas semua bantuan yang telah diberikan. Amin ya Rabbal Alamin.

Banjarmasin, Februari 2012

(6)

vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Belajar, Mengajar, dan Hasil Belajar ... 6

2.2 Pembelajaran Matematika di SMP... 9

2.3 Model Pembelajaran ... 13

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink-Pair-Share(TPS) ... 18

2.6 Metode Pembelajaran Konvensional ... 20

2.7 Aritmetika Sosial... 23

2.8 Evaluasi Hasil Belajar ... 28

2.9 Hipotesis Tindakan... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.3 Uji Prasyarat Analisis... 36

3.4 Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian ... 40

4.2 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 42

4.3 Uji Prasyarat Analisis... 49

(7)

vii

(8)

viii

Tabel Halaman

1. Distribusi siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin ... 32

2. Keadaan kelas dan siswa SMP Negeri 17 Banjarmasin... 41

3. Distribusi guru matematika berdasarkan pembagian tugas mengajar... 41

4. Hasil uji keseimbangan ... 43

5. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov... 49

(9)

ix

Gambar Halaman

1. Guru memberikan permasalahan (Think)... 45

2. Siswa berpasangan menyelesaikan LKK (Pair) ... 46

3. Guru memberikan arahan kepada siswa... 46

4. Siswa menuliskan hasil jawaban di papan tulis (Share) ... 47

5. Siswa mengerjakan LEI ... 47

(10)

x

Lampiran Halaman

1. RPP penelitian pertemuan 1 ... 57

2. Kisi-kisi soal tes hasil belajar... 67

3. Soal tes hasil belajar ... 68

4. Lembar jawaban ... 73

5. Kunci jawaban... 74

6. Pembahasan soal ... 75

7. Daftar nilai ulangan tengah semester I ... 84

8. Daftar nilai hasil belajar ... 86

9. Uji keseimbangan ... 88

10. Uji validitas dan reliabilitas soal ... 89

11. Uji normalitas ... 95

12. Uji homogenitas ... 96

13. Uji hipotesis ... 97

14. Surat keterangan izin penelitian dari Dekan FKIP Unlam... 98

15. Surat keterangan izin penelitian dari Dinas Pendidikan.. ... 100

16. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari Kepala SMP Negeri 17 Banjarmasin... 101

17. Susunan kelompok TPS kelas eksperimen... 102

18. Lembar persetujuan perbaikan skripsi ... 103

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah menuntun segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan

sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan

setinggi-tingginya (TIM MKDK, dalam Pidarta, 2007). Sementara itu Undang-Undang RI

Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara.

Secara garis besar lembaga pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu lembaga pendidikan jalur formal, jalur nonformal, dan jalur informal

pada keluarga dan masyarakat. Dalam lembaga pendidikan jalur formal terdapat

lembaga pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah/SMA

dan SMK, serta pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan dasar dapat dibagi

menjadi dua, yaitu SD dan SMP.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 Ayat 1 disebutkan

pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti

(12)

pendidikan lebih lanjut. Dari sini tampak bahwa pendidikan dasar sudah

diorientasikan kepada upaya yang mendasari hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari

butir keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut,

disamping bekal-bekal hidup yang lain. Untuk itu diperlukan tenaga profesional

dalam mendidik.

Dalam Pidarta (2007) disebutkan bahwa mendidik adalah membuatkan

kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar anak-anak sebagai subjek

berkembang sendiri. Mendidik adalah suatu upaya membuat anak-anak mau dan

dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan

potensi-potensi lainnya secara optimal. Berarti mendidik memusatkan diri pada

upaya pengembangan afeksi anak-anak, sesudah itu barulah pada pengembangan

kognisi dan keterampilannya. Berkembangnya afeksi yang positif terhadap belajar

merupakan kunci keberhasilan belajar berikutnya, termasuk keberhasilan dalam

meraih prestasi kognisi dan keterampilan.

Selanjutnya Dzamarah & Zain (2006) menyebutkan bahwa dalam

kegiatan belajar mengajar, siswa adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari

kegiatan pengajaran. Sehingga inti dari proses pengajaran tidak lain adalah

kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan

pengajaran akan tercapai jika siswa berusaha secara aktif untuk mencapainya.

Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan.

Bila hanya fisik siswa yang aktif tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka

(13)

Berdasarkan dokumentasi data serta wawancara dengan Ibu Hj. Sa adiah,

S.Pd dan Ibu Hj. Siti Rahmah, S.Pd menunjukkan bahwa nilai rata-rata Ulangan

Tengah Semester 1 bidang studi matematika tahun pelajaran 2011/2012 adalah

58,05 dan masih di bawah standar ketuntasan minimum yaitu 60. Proses belajar

mengajar yang masih konvensional dan didominasi guru menyebabkan siswa

terpengaruh dalam pelajaran yang kurang menstimulasi aktivitas belajar yang

optimal. Siswa pasif menerima informasi dari guru, dimana guru tidak memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dan ide-idenya. Siswa

hanya menghafal rumus dan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru.

Dari beberapa penelitian, diantaranya penelitian yang dilaksanakan

Afifah (2009) berkesimpulan bahwa penerapan pendekatan struktural TPS siswa

kelas VII E di SMP Negeri 1 Salatiga lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas

belajar matematika siswa pada pokok bahasan persamaan linear satu variabel

dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional pada siswa kelasVII,

penelitian yang dilaksanakan oleh Handayani (2009) berkesimpulan bahwa

prestasi belajar siswa kelas VII B MTs Negeri Bekonang pada sub pokok bahasan

persegi panjang dan persegi dapat ditingkatkan melalui metode TPS. Dari

penelitian tersebut terlihat bahwa salah satu alternatif model pembelajaran yang

dapat mengurangi dominasi guru dalam pembelajaran matematika dan diharapkan

mampu meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif

tipeThink Pair Share (selanjutnya disebut TPS), ini karena TPS adalah suatu tipe

model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua siswa tiap kelompok dan

(14)

memungkinkan mereka untuk memformulasikan gagasan-gagasan individu dan

membagikan gagasan-gagasan tersebut dengan siswa lain. Berkaitan dengan hal

tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian

eksperimen dengan judul Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

ink-Pair-Share (TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun

Pelajaran 2011/2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka rumusan masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan hasil belajar matematika

siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar matematika siswa kelas VII

SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran

kooperatif?

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka materi dalam

penelitian ini dibatasi pada sub pokok bahasan Aritmetika Sosial yang meliputi

Nilai Keseluruhan, Nilai Per Unit, dan Nilai Sebagian, Harga Pembelian, Harga

Penjualan, Untung, Rugi, serta Persentase Untung dan Rugi.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, penelitian ini

(15)

SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar matematika siswa kelas VII

SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran

kooperatif .

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan

adalah:

1.5.1 Bagi Guru dan Sekolah

(1) Sebagai bahan informasi bagi guru dalam mengembangkan tipe

pembelajaran.

(2) Sebagai masukan positif bagi guru-guru SMP khususnya SMP Negeri 17

Banjarmasin dalam menentukan alternatif model pembelajaran kooperatif

yang cocok dengan kelas VII.

(3) Sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran

dan peningkatan kualitas pendidikan.

(4) Memberikan sumbangsih yang berguna dalam rangka perbaikan

pembelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajar matematika

peserta didik

1.5.2 Bagi Siswa

(1) Meningkatkan minat, kemampuan dan motivasi belajar matematika siswa.

(2) Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

(3) Dapat membantu siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar, Mengajar, dan Hasil Belajar

Syah (2009) mengemukakan secara umum belajar dapat dipahami

sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap

sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan

proses kognitif.

Sardiman (2007) membagi pengertian belajar menjadi dua, yaitu dalam

arti luas dan sempit/khusus. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai

kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian

dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu

pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian

seutuhnya.

Slameto (2003) mengungkapkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya, sebagaimana Gulo (2002) menganggap belajar adalah

suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah

lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat. Sedangkan

Abdurrahman (1999) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses dari

seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku

yang relatif menetap.

(17)

Bagi Sanjaya (2006), belajar bukanlah sekadar mengumpulkan

pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang,

sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu

terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Dari beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa belajar merupakan

suatu proses yang dilakukan individu sehingga terjadi perubahan ke arah yang

lebih baik melalui interaksi lingkungan, pengalaman maupun semua aspek yang

terlibat di dalamnya.

Berkaitan dengan belajar, kegiatan yang tak kalah pentingnya dalam

dunia pendidikan adalah mengajar. Mengajar dan belajar adalah dua peristiwa

yang berkaitan dan berinteraksi satu sama lain. Sama halnya dengan belajar,

menurut Nana Sudjana (Djamarah & Zain, 2006) mengajar pada hakikatnya

adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan siswa

agar dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada

tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada

anak didik dalam melakukan proses belajar.

Menurut Mursell & Nasution (1995) mengajar dapat dipandang sebagai

menciptakan situasi dimana diharapkan anak-anak akan belajar dengan efektif.

Gulo (2002) menambahkan bahwa mengajar adalah usaha untuk menciptakan

sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar secara optimal.

Sistem lingkungan ini terdiri atas beberapa komponen, termasuk guru, yang saling

(18)

Sejalan dengan itu, Sardiman (2009) mengemukakan bahwa mengajar

pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem

lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses

belajar. Kondisi atau sistem lingkungan tersebut diciptakan sedemikian rupa untuk

membantu perkembangan siswa secara optimal.

Howard (Slameto, 2003) memberikan definisi mengajar yang lebih

lengkap, yaitu suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang

untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill , attitude , ideals

(cita-cita),appreciations (penghargaan) danknowledge .

Proses belajar dan mengajar sebagai kesatuan akan menghasilkan sesuatu

yang disebut dengan hasil belajar. Abdurrahman (1999) mengungkapkan

bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui

kegiatan belajar mengajar.

Suprijono (2010) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan

keterampilan.

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya

Abdurrahman (1999) menyebutkan hasil belajar dipengaruhi dua faktor, yaitu

internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kemungkinan adanya disfungsi

neurologis, faktor eksternal yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang

keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar

anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Sedangkan menurut

(19)

merupakan faktor yang sangat menentukan pencapaian hasil belajar yang optimal.

Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun

sempurnanya metode yang digunakan, namun jika hubungan guru dan siswa

merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka hasil belajar pun tidak akan

tercapai secara optimal.

Jadi, dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu puncak belajar, yaitu

kemampuan maupun perubahan perilaku meliputi ranah kognitif, afektif dan

psikomotor yang diperoleh siswa dengan segala faktor yang mempengaruhinya

setelah proses belajar mengajar.

2.2 Pembelajaran Matematika di SMP

Menurut Sanjaya (2005) pembelajaran adalah proses pengaturan

lingkungan yang diarahkan untukn mengubah perilaku siswa ke arah yang positif

dan lebih baik sesuai potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa.

Hamalik (2008) mengatakan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang

tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan

prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan.

Djamarah & Zain (2006) menyatakan pembelajaran adalah suatu kondisi

yang sengaja diciptakan. Guru yang menciptakannya guna membelajarkan siswa.

Guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Melalui perpaduan dari kedua unsur

manusiawi tersebut maka lahirlah interaksi edukatif. Interaksi antara guru dan

siswa berlangsung dalam situasi belajar dan mengajar dalam proses pembelajaran.

Dalam situasi tersebut terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan, yaitu

(20)

metode mengajar, alat bantu mengajar, prosedur penilaian, dan situasi pengajaran.

Dalam proses pengajaran tersebut, semua faktor bergerak secara dinamis dalam

suatu rangkaian untuk mencapai tujuan.

Sardiman (2007) menyatakan pembelajaran merupakan proses yang

berfungsi membimbing para siswa di dalam kehidupan, yakni membimbing

mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalankan

oleh para siswa. Tugas perkembangan itu akan mencakup kebutuhan hidup baik

individu maupun sebagai masyarakat dan juga sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Sehubungan dengan tugas perkembangan, Syah (2009) menguraikan

proses perkembangan siswa yang meliputi:

(1) Perkembangan motorik, yakni proses perkembangan yang progresif dan

berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik siswa.

(2) Perkembangan kognitif, yakni perkembangan fungsi intelektual atau

kecerdasan.

(3) Perkembangan sosial dan moral, yakni proses perkembangan mental yang

berhubungan dengan perubahan-perubahan cara siswa dalam berkomunikasi

dengan objek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai

kelompok.

Siswa yang berada pada jenjang SMP menurut tahap perkembangan

kognitif berada dalam tahap formal operasional yakni berkisar pada usia 11

sampai dengan 15 tahun. Pada tahap ini siswa memiliki kemampuan

mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara serentak maupun

(21)

prisnsip-prinsip abstrak. Dengan kemampuan tersebut, maka siswa akan mampu

mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak seperti ilmu matematika.

Menurut Tinggih (Tim MKPBM, 2001) secara etimologis matematika

berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematika lebih

menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Matematika terbentuk

sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan

penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai pada suatu kesimpulan

berupa konsep-konsep matematika.

Abdurrahman (1999) mengutip pendapat beberapa ahli, diantaranya

menurut Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi

praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan

sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner

mengemukakan bahwa matematika di samping bahasa simbolis juga merupakan

bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan

mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Kline juga

mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya

adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara

bernalar induktif.

Tim MKPBM (2001) menyebutkan tujuan umum diberikannya

matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang telah dirumuskan

dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yaitu:

(1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan di dalam

(22)

dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan

efisien.

(2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai

ilmu pengetahuan.

Tujuan pembelajaran matematika di SMP (Tim MKPBM, 2001) agar:

(1) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialih gunakan melalui kegiatan

matematika.

(2) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan

ke pendidikan menengah.

(3) Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan

perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam

kehidupan sehari-hari.

(4) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,

cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.

Matematika di SMP merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib

diikuti oleh siswa. Berdasarkan KTSP, mata pelajaran matematika di SMP

diberikan sebanyak 6 40 menit (6 jam pelajaran) dalam satu minggu. Mata

pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMP yang diajarkan antara lain (1)

bilangan, (2) aljabar, (3) geometri dan pengukuran, serta (4) statistika dan

peluang.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

(23)

siswa dalam bidang studi matematika meliputi pola, bentuk, lambang, simbol,

bahasa, operasi dan hubungan-hubungan yang tersusun sesuai dengan tahap

perkembangan intelektual siswa SMP pada suatu lingkungan belajar yang telah

diatur dan direncanakan.

2.3 Model Pembelajaran

Suprijono (2010) mengungkapkan model merupakan interpretasi

terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem, dan

model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial .

Lebih lanjut, Suprijono (2010) mengutip pendapat dari beberapa ahli

sebagai berikut: Mills berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi

akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok

orang mencoba bertindak berdasarkan model itu . Menurut Arends, model

pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di

dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,

lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas .

Disamping itu Isjoni (2010) mengutip pengertian model pembelajaran

menurut Joice & Weil, yaitu suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan

sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi

pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya .

Tim MKPBM (2001) menyatakan model pembelajaran dimaksudkan

(24)

strategi, pendekatan, metode dan teknik. Istilah model pengajaran mempunyai

makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur.

Menurut Rusman (2011) model pembelajaran mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

(1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.

(2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

(3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di

kelas.

(4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan urutan langkah langkah

pembelajaran, adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem

pendukung.

(5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran yang meliputi

dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, dan dampak

pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

(6) Membuaat persiapan mengajar dengann pedoman model pembelajaran yang

dipilihnya.

Menurut Nieveen (Trianto, 2010), suatu model pengajaran dikatakan baik

jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) Valid. Aspek validitas dikaitkan dengan apakah model yang dikembangkan

didasarkan pada rasional teoritik yang kuat dan terdapat konsistensi internal.

(2) Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi

(25)

(3) Efektif. Parameter aspek efektifitas ini adalah apabila para ahli dan praktisi

berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif dan

secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang

diharapkan.

Menurut Arends (Trianto, 2010) tidak ada satu model pembelajaran yang

paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran

dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi

pelajaran tertentu. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu

harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

Menurut Trianto (2010) model pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga:

(1) Model pembelajaran langsung

Model pembelajaran langsung adalah salah satu model pembelajaran yang

diklasifikasikan berdasarkan tujuan pengajarannya, sintaks dan sifat

lingkungan belajarnya. Model ini dirancang khusus untuk membantu siswa

mempelajari keterampilan dasar yang berkaitan dengan pengetahuan

deklaratif.

(2) Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama dalam

(26)

(3) Model pembelajaran berdasarkan masalah

Model pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan menyajikan

permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama

diantara siswa-siswa. Guru memandu siswa menguraikan rencana

pemecahan masalah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2010) mengutip pendapat dari Slavin yang mengatakan, in

cooperative learning methods, students work together in four member teams to

master material initially presented by the teacher . Dari uraian tersebut dapat

dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran

dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang

secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam

belajar.

Roger dkk (Huda, 2011) menyatakan pembelajaran kooperatif

merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip

bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial

diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar

bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk

(27)

Menurut Nurulhayati (Rusman, 2011) pembelajaran kooperatif adalah

strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok

kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa

belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki

dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu

sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah

kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

Siahaan (Rusman, 2011) mengutarakan lima unsur esensial yang

ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu saling ketergantungan positif,

interaksi berhadapan, tanggung jawab individu, keterampilan sosial, dan terjadi

proses dalam kelompok.

Menurut Rusman (2011) model pembelajaran kooperatif merupakan

model pembelajaran yang digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh

para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Slavin yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran

kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan sekaligus dapat

meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai

pendapat orang lain, pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa

dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasi pengetahuan

dengan pemahaman.

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif (Rusman, 2011), yakni

tugas kerja sama dan struktur intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan

(28)

menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama

merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan

kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam

pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan hasil belajar siswa merupakan

dampak penyerta dari sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain.

Menurut Sanjaya (dalam Rusman, 2011) pembelajaran kooperatif akan

efektif digunakan apabila guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping

usaha secara individual, guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam

belajar, guru ingin menanamkan tutur sebaya atau belajar melalui teman sendiri,

guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, dan guru

menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif (cooperative leraning) adalah model pembelajaran yang

menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok

saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink-Pair-Share(TPS)

Seperti namanya Thinking , pembelajaran ini diawali dengan guru

mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh

peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan

jawabannya. Selanjutnya, Pairing , pada tahap ini guru meminta peserta didik

berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk

berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang

(29)

intersubjektif di tiap-tiap pasangan dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas.

Tahap ini dikenal dengan Sharing . Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya

jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif.

Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya

(Suprijono, 2010).

Model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini berkembang dari penelitian

belajar koperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank

Lyman dkk tahun 1985 dari Universitas Maryland dan menyatakan bahwa TPS

merupakan suatu cara efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi siswa.

Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan

untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan

dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon

dan saling membantu (Trianto, 2010).

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share(Trianto, 2010) adalah sebagai berikut.

(1) Langkah 1: berpikir (thinking)

Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan

pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk

berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan

(30)

(2) Langkah 2: berpasangan(pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa

yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat

menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan

gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal

guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

(3) Langkah 3: berbagi(sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan siswa untuk berbagi

dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk

berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai

sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Menurut Huda (2011), TPS memiliki kelebihan, diantaranya adalah.

(1) Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang

lain.

(2) Mengoptimalkan partisipasi siswa.

(3) Memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa

untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

(4) Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

2.6 Metode Pembelajaran Konvensional

Pengajaran tanpa model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini

merupakan pengajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Metode

pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh

(31)

konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran

informasi dari guru ke siswa. Dalam metode pembelajaran konvensional, guru di

sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada

para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi(prior knowledge)siswa atau

gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa sebelum mereka belajar secara

formal di sekolah. (Sanjaya, 2011).

Warpala (2009) mengutip pernyataan dari beberapa ahli, diantaranya

Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan

pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk

merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan

pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan

nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki

ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3)

interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif,

dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993),

penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan

pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai

proses meniru dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali

pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.

Kegiatan mengajar dalam pembelajaran konvensional cenderung

diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan metode

ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni

(32)

itu siswa memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis. Siswa

dipandang sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan, mencatat,

dan menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada metode konvensional berpusat

pada guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa.

Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang

bersifat hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen,

menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat

tradisional dengan paper and pencil testyang hanya menuntut pada satu jawaban

yang benar. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas

yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung

satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan

potensi-potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar (Widiana, dalam Sanjaya,

2011).

Anonim (2008) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki

sifat-sifat diantaranya (1) Guru sering membiarkan adanya siswa yang

mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok, (2)

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong

oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya

mendompleng keberhasilan pemborong , (3) Kelompok belajar biasanya

homogen, (4) Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing, (5)

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan, (6) Pemantauan

(33)

kelompok sedang berlangsung, (7) Guru sering tidak memperhatikan proses

kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar, dan (8) Penekanan

sering hanya pada penyelesaian tugas.

2.7 Aritmetika Sosial

Materi aritmetika sosial merupakan materi penggunaan aljabar dalam

kehidupan sehari-hari. Berikut Nuharini & Wahyuni (2008) menguraikan materi

aritmetika sosial yang meliputi:

2.7.1 Nilai Keseluruhan, Nilai per Unit, dan Nilai Sebagian

Nilai keseluruhan adalah nilai/harga dari suatu barang dalam satu

kesatuan. Nilai per unit adalah nilai satuan dari barang tersebut. Sedangkan nilai

sebagian adalah nilai barang dalam suatu bagian tertentu.

Nilai keseluruhan dapat dihitung jika nilai per unit diketahui. Sebaliknya

nilai per unit dapat dihitung jika nilai keseluruhan diketahui.

Hubungan nilai keseluruhan, nilai per unit, dan banyak unit adalah

sebagai berikut (Tim Penyusun, 2008):

Nilai Keseluruhan = Banyak Unit X Nilai per Unit

Contoh soal:

(1) Ibu membeli 3 kg rambutan di pasar. Bila harga per kg adalah Rp

2.500,00, berapa uang yang harus dibayarkan ibu?

Penyelesaian:

Diketahui : nilai pe unit = Rp 2.500,00

(34)

Ditanyakan : nilai keseluruhan

Jawab :

Nilai keseluruhan = banyak unit X nilai per unit

= 3 X Rp 2.500,00

= Rp 7.500,00

Jadi, uang yang harus dibayarkan ibu adalah Rp 7.500,00

(2) Didi membeli 2 buah permen di warung dengan harga Rp 500,00. Jika

Didi membeli sebuah permen, berapa jumlah uang yang harus Didi

bayar?

Penyelesaian:

Diketahui : nilai keseluruhan = Rp 500,00

banyak unit = 2

Ditanyakan : nilai per unit

Jawab:

Nilai keseluruhan = banyak unit X nilai per unit

Rp 500,00 = 2 X nilai per unit

Nilai per unit = , = Rp 250,00

Jadi, uang yang harus dibayarkan Didi untuk membeli sebuah permen

adalah Rp 250,00.

2.7.2 Harga Pembelian, Harga Penjualan, Untung, dan Rugi

Harga beli adalah harga barang dari pabrik, grosir, atau tempat lainnya.

Harga beli sering disebut modal. Dalam situasi tertentu, modal adalah harga beli

(35)

ditetapkan oleh pedagang kepada pembeli. Untung atau laba adalah selisih antara

harga penjualan dengan harga pembelian jika harga penjualan lebih dari harga

pembelian. Rugi adalah selisih antara harga pembelian dengan harga penjualan

jika harga penjualan kurang dari harga pembelian.

Hubungan antara harga jual, harga beli, untung, dan rugi adalah sebagai

berikut (Tim Penyusun, 2008):

Laba = harga jual harga beli Rugi = harga beli harga jual Contoh soal:

(1) Kakak membeli 6 kg apel dengann harga Rp 30.000,00. Apel tersebut

kemudian dijual dengan harga Rp 5.500 tiap kg. Untung atau rugikah

kakak dari penjualan apel tersebut? Berapa untung atau ruginya?

Penyelesaian:

Diketahui : harga beli = Rp 30.000,00

Harga jual = 6 X Rp 5.500,00 = Rp 33.000,00

Ditanyakan : untung atau rugi dan besar keuntungan atau kerugian

Jawab :

Harga jual > harga beli, sehingga kakak mendapatkan untung/laba

Laba = harga jual harga beli

= Rp 33.000,00 Rp 30.000,00 = Rp 3.000,00

(36)

(2) Adik membeli mobil mainan dengan harga Rp 30.000,00. Karena

sudah bosan, mobil mainan itu dijual kepada teman akrabnya dengan

harga Rp 25.000,00. Untung atau rugikah adik? Berapa besar

keuntungan atau kerugiannya?

Penyelesaian:

Diketahui : harga beli = Rp 30.000,00

Harga jual = Rp 25.000,00

Ditanyakan : untung atau rugi dan besar keuntungan dan kerugiannya

Jawab :

Harga jual < harga beli, sehingga adik mendapatkan rugi

Rugi = harga beli harga jual

= Rp 30.000,00 Rp 25.000,00 = Rp 5.000,00

Jadi, adik mendapatkan rugi sebesar Rp 5.000,00

2.7.3 Persentase Keuntungan atau Kerugian

Persen artinya perseratus, yang ditulis dalam bentuk p% dengan p

bilangan real. Dalam perdagangan, besar untung atau rugi terhadap harga

pembelian biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Persentase untung terhadap

harga beli dan persentase rugi terhadap harga beli dapat dinyatakan sebagai

berikut (Tim Penyusun, 2008):

Persentase Untung = × %

(37)

Contoh soal:

Sita mempunyai uang sebesar Rp 14.000,00. Uang tersebut digunakan untuk

membeli 14 buah nanas. Kemudian nanas itu ia jual dengan harga Rp

1.250,00 per buah. Untung atau rugi? Berapa persentase keuntungan atau

kerugiannya?

Penyelesaian:

Diketahui : harga beli 14 buah nanas = Rp 14.000,00

Harga jual 1 buah nanas = Rp 1.250,00

Ditanyakan : persentase untung atau rugi

Jawab:

Harga jual 14 buah nanas = 14 X Rp 1.250,00 = Rp 17.500,00

Harga jual > harga beli, berarti Sita untung

Laba = harga jual harga beli

= Rp 17.500,00 Rp 14.000,00 = Rp 3.500,00

Persentase keuntungan = X 100%

= . ,

. , X 100% = 25%

Jadi, persentase keuntungannya adalah 25%.

Harga beli atau harga jual dapat dicari berdasarkan persentase laba atau

rugi. Harga beli atau harga jual dapat ditentukan dengan rumus di bawah ini (Tim

(38)

=

=

2.8 Evaluasi Hasil Belajar

Menurut Syah (2009) evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat

keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

Padanan kata evaluasi adalah assesment yang menurut Tardif et al berarti proses

penilaian untuk menggambarkan hasil yang dicapai seorang siswa sesuai kriteria

yang telah ditetapkan.

Menurut Dimyati & Mudjiono (2006) evaluasi secara umum dapat

diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan,

kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan yang lain) berdasarkan

kriteria tertentu melalui penilaian.

Roestiyah (Djamarah & Zain, 2006) mengatakan bahwa evaluasi adalah

kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang

bersangkutan dengan kemampuan siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil

belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.

Jadi, dapat dipahami bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk

memberikan penilaian terhadap sesuatu, melalui pengumpulan, pengamatan,

pengukuran dari data-data yang diperoleh, berdasarkan acuan atau kriteria yang

(39)

Dimyati & Mudjiono (2006) mengungkapkan evaluasi hasil belajar

sebagai proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian

dan atau pengukuran hasil belajar.

Menurut Hamalik (2008) evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan

kegiatan pengukuran baik berupa pengumpulan data dan informasi, pengolahan,

penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil

belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan evaluasi hasil belajar menurut Syah (2009) antara lain:

(1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam

suatu kurun waktu proses belajar tertentu.

(2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan siswa dalam kelompok kelasnya.

(3) Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.

(4) Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan

kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk

keperluan belajar.

(5) Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang

telah digunakan guru dalam proses pengajaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi hasil belajar adalah

proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau

pengukuran hasil belajar. Tujuan utama evaluasi hasil belajar adalah untuk

mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu

(40)

2.9 Hipotesis Tindakan

Berangkat dari latar belakang dan tinjauan pustaka, maka hipotesis dari

penelitian ini adalah ada perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar siswa

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, yaitu

menurut Solso dan MacLin adalah penyelidikan dengan minimal salah satu

variabel dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab akibat (Seniati, 2008).

Variabel yang dimanipulasi dalam penelitian ini adalah penggunaan model

pembelajaran kooperatif, untuk dilihat hubungan dan sebab akibatnya terhadap

hasil belajar.

Pelaksanaan eksperimen dalam penelitian ini menggunakan dua kelas

yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan dikenai

perlakuan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sedangkan pada

kelas kontrol dikenai perlakuan tanpa penggunaan model pembelajaran kooperatif.

Tahap akhir dari penelitian ini adalah masing-masing kelas diberi tes

untuk mengukur hasil belajar masing-masing kelas.

3.1 Polulasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri

17 Banjarmasin tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 202 siswa.

(42)

Tabel 1 Distribusi siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin

No. Kelas Jumlah Siswa

1 VII A 34

2 VII B 35

3 VII C 35

4 VII D 34

5 VII E 32

6 VII F 32

Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa sebanyak dua kelas. Kelas VII E

sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe TPS dan kelas VII F sebagai kelas kontrol tanpa menggunakan model

pembelajaran kooperatif yang dipilih secara random. Pengambilan sampel di

dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling dengan pertimbangan

awal kedua kelas memiliki nilai rata-rata UTS yang relatif sama.

Sebelum diberi perlakuan, dilakukan uji matching (uji keseimbangan)

terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol

dalam keadaan seimbang. Keseimbangan yang dimaksud adalah kesamaan dalam

hal nilai rata-rata hasil belajar dan variansi kedua kelas. Uji matching ini

didasarkan pada nilai ulangan tengah semester ganjil matematika.

Perhitungan yang digunakan adalah menggunakan SPSS 18 dengan

prosedur (Seniati dkk., 2008):

(1) Memasukkan data pada kotak berikut dalam SPSS sesuai kelasnya (Kelas

(43)

Kode Nilai

KE

KE

KK

KK

(2) Menganalisis melaluicompare meanindependent sample t-test.

(3) Taraf signifikansi yang diambil adalah = 0,05

(4) Dari output SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah nilai

signifikansi Levene serta nilai signifikansi-t. Levene s Test adalah teknik

statistik untuk menguji kesamaan dua variansi di antara kedua kelas. Jika

nilai signifikansi Levene s Test kurang dari 0,05 berarti nilai Levene s Test

signifikan. Dengan kata lain, variansi kedua kelas berbeda. Nilai

signifikansi-t yang terlihat adalah untuk uji-t dalam hal kesamaan rata-rata,

sehingga jika nilai signifikansi-t kurang dari 0,05 berarti nilai-t signifikan.

Dengan kata lain, kedua kelas memiliki nilai rata-rata yang berbeda.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan dokumentasi.

3.2.1 Tes

Pada penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai hasil belajar matematika siswa dengan cara memberikan soal tes yang

sama pada kedua kelas sampel setelah diberi perlakuan. Instrumen yang

(44)

sosial yang berupa pilihan ganda. Sebelum soal tes digunakan, terlebih dahulu

soal tes diujicobakan untuk mengetahui apakah soal yang akan digunakan tersebut

valid dan reliabel atau tidak. Ujicoba dilaksanakan di kelas VII A dan kelas VII D

pada tanggal 21 November 2011.

Adapun rancangan pelaksanaanya adalah :

(1) Membuat batasan soal, yaitu soal-soal pada sub pokok bahasan aritmetika

sosial

(2) Menentukan tujuan tes, yaitu mengetahui hasil belajar siswa pada sub pokok

bahasan aritmetika sosial

(3) Membuat kisi-kisi soal tes berdasarkan batasan soal yang telah dirumuskan

(4) Menyusun soal-soal tes

(5) Uji coba soal tes

1. Uji validitas

Uji validitas ini bertujuan untuk menguji kevalidan soal yang akan

digunakan. Validitas suatu soal dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Untuk

menguji validitas digunakan rumus korelasi product moment, yaitu (Arikunto,

1998):

r = N XY ( X) ( Y)

{N X ( X) }{N Y ( Y) }

Keterangan:

rxy= koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = skor item

(45)

Kriteria pengujian :

(a) Jika rxy rtabelmaka butir soal valid (b) Jika rxy< rtabelmaka butir soal tidak valid

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah soal tes yang

digunakan reliabel atau tidak. Soal tes dikatakan reliabel apabila pengukuran

dilakukan pada orang yang sama di waktu yang berbeda dan hasil pengukuran

dengan soal tersebut sama atau hampir sama.

Untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus KR-20

(Arikunto, 1998):

=

1

Keterangan:

r11= reliabilitas secara keseluruhaan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 p) n = banyaknya item yang valid

S2= variansi

Kriteria pengujian :

(a) Jika r11 rtabelmaka soal reliabel (b) Jika r11< rtabelmaka soal tidak reliabel

3.2.2 Dokumentasi

Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan

(46)

3.3 Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji

normalitas dan uji homogenitas.

3.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah data dalam penelitian

ini berdistribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan adalah

Kolmogorov-Smirnov. Prosedur penggunaannya adalah sebagai berikut (Irianto, 2009):

(1) Hipotesis

H0= data berdistribui normal H1= data tidak berdistribui normal

(2) Statistik uji

a1= maks

dengan a2=

dimana:

f = frekuensi skor subjek

F = frekuensi komulatif dari frekuensi skor subjek n = jumlah sampel

P Z = probabilitas di bawah nilai Z (dicari pada tabel Z)

(3) Taraf signifikansi ( ) = 0,05

(4) Daerah kritik = D( )(n)dilihat dari tabel Kolmogorov-Smirnov

(5) Keputusan uji:

(47)

3.3.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini bertujuan untuk menguji apakah populasi

mempunyai variansi yang sama. Metode yang digunakan adalah Levene dengan

SPSS 18. Prosedur pemakaiannya yaitu (Seniati dkk, 2008):

(1) Hipotesis

H0= kedua kelompok sampel homogen H1= kedua kelompok sampel tidak homogen

(2) Taraf signifikansi : = 0,05

(3) Prosedur uji

Instrumen penelitian yang berupa hasil belajar dianalisis menggunakan

program SPSS 18. Perhitungan T-Test dalam program SPSS 18 melalui

independent sample t-test, dengan cara memasukkan data nilai hasil belajar siswa

sesuai kelasnya (eksperimen dan kontrol) seperti berikut:

Kode Nilai

KE

KE

KK

KK

Dari output SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah: nilai

Levene s Testdan signifikansinya. Jika nilai signifikansi Levene s Testlebih

kecil dari 0,05 (p<0,05) berarti nilai Levene s Test signifikan. Dengan kata

lain, varians kedua kelompok berbeda. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya

(48)

(4) Keputusan uji:

H0ditolak jika nilaiLevene s Testsignifikan (p<0,05).

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, baru dilakukan analisis data.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan menggunakan program

SPSS 18 (Seniati dkk, 2008).

(1) Hipotesis

H0: 1= 2

Tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil belajar kelas yang

diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

(TPS) dengan rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan

model pembelajaran kooperatif.

H1: 1 2

Ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil belajar kelas yang diajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)

dengan rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan model

pembelajaran kooperatif.

(2) Taraf signifikansi : = 0,05

(3) Prosedur uji

PerhitunganT-Test dalam program SPSS 18 melaluiindependent sample

t-test, dengan cara memasukkan data nilai hasil belajar siswa sesuai kelasnya

(49)

Kode Nilai

KE

KE

KK

KK

Darioutput SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah: nilai

Levene s Test dan signifikansinya serta nilai-t dan signifikansinya. NilaiLevene s

Test ini mengarahkan dalam melihat nilai-t. jika nilai Levene s Test signifikan

maka dilihat nilai-t pada baris equal variance not assumed, sedangkan jika nilai

Levene s Test tidak signifikan maka dilihat nilai-t pada baris equal variance

assumed.

(4) Keputusan uji

H0ditolak jika nilai t hitung < taraf signifikansi

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif

tipe TPS terhadap hasil belajar siswa dilakukan dengan membandingkan mean

dari kedua kelas (KE dan KK). Jika mean KE lebih besar dari KK (KE > KK)

maka hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe TPS lebih baik dibandingkan siswa yang diajar tanpa menggunakan model

pembelajaran kooperatif. Sebaliknya jika mean KK lebih besar dari KE (KK >

KE) maka hasil belajar siswa kelas kontrol lebih baik dibandingkan kelas

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian

SMP Negeri 17 Banjarmasin terletak di Jl. Sungai Jingah Rt.6 No.311

Kelurahan Sungai Jingah Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin.

Sekolah ini berdiri pada tahun 1984 berdasarkan SK Mendikbud dengan nomor

statistik sekolah yakni 201156004017. Letak geografis SMP Negeri 17

Banjarmasin antara lain sebelah utara berbatasan dengan perumahan dan

pemakaman, sebelah selatan berbatasan dengan perumahan, sebelah barat

berbatasan dengan perumahan dan pasar, dan sebelah timur berbatasan dengan

perumahan dan sungai.

SMP Negeri 17 Banjarmasin dibangun di atas tanah seluas 10.057 m2.

SMP Negeri 17 Banjarmasin dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup

menunjang proses belajar mengajar di sekolah. SMP Negeri 17 Banjarmasin

memiliki ruang kelas sebanyak 18 buah, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang

tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang komputer, ruang

keterampilan, ruang BP/BK, ruang UKS, ruang OSIS, koperasi, musholla,

lapangan basket, lapangan futsal, lapangan bulu tangkis, lapangan parkir, kamar

mandi/WC guru, kamar mandi/WC murid, dapur, gudang dan kantin.

SMP Negeri 17 Banjarmasin memiliki 18 ruang kelas sebagai tempat

berlangsungnya proses belajar mengajar. Ukuran setiap ruang kelas rata-rata

adalah seluas 60 m2 sesuai dengan daya tampung siswanya setiap kelas. Secara

(51)

umum kondisi ruang kelas berada pada kondisi yang baik. Pembagian kelas dan

siswa disajikan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2 Keadaan kelas dan siswa SMP Negeri 17 Banjarmasin

Kelas Jumlah Ruangan Jumlah Siswa VII

Jumlah guru yang menunjang keberlangsungan proses belajar mengajar

adalah sebanyak 39 orang dimana 4 di antaranya ialah guru matematika. Guru

matematika tersebut mempunyai latar belakang pendidikan matematika dengan

jenjang S1. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3 Distribusi guru matematika berdasarkan pembagian tugas mengajar

No. Nama Guru Mengajar di

Kelas

Kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 17 Banjarmasin mengacu pada

Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), berlangsung setiap hari Senin

sampai Sabtu dengan alokasi waktu untuk satu jam pelajaran adalah 40 menit.

Waktu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dirincikan sebagai berikut:

Senin kamis : pukul 07.30 13.30 WITA

Jum at : pukul 07.30 10.50 WITA

(52)

Secara umum keadaan lingkungan di kelas VII E sebagai kelas

eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol relatif sama. Jendela, ventilasi

udara, dinding dan lantai berada dalam kondisi yang cukup terawat karena setiap

siswa bertanggung jawab terhadap kebersihan kelas terlihat dengan adanya jadwal

kebersihan kelas yang disusun oleh siswa. Kelengkapan kelas yang menunjang

proses belajar mengajar antara lain meja dan kursi guru, meja dan kursi siswa,

papan tulis white board, spidol dan penghapus, papan absen siswa, kotak obat,

jam dinding, dan pajangan. Di depan kelas terdapat tempat sampah untuk tetap

menjaga kebersihan kelas.

Kelas VII E terdiri dari 32 siswa yang terbagi atas 14 siswa perempuan

dan 18 siswa laki-laki. Wali kelas VII E adalah Wahidah, S.Pd, sedangkan ketua

kelas VII E adalah Bayu Tri Wardana. Kelas VII F terdiri dari 32 siswa yang

terbagi atas 18 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki, sedangkan ketua kelas

VII F adalah Fitria Cardona. Suasana di kedua kelas cukup mendukung untuk

kegiatan pembelajaran karena lingkungan belajar yang tertata rapi. Tempat duduk

disusun berderet kebelakang yang terdiri dari 4 baris dan 8 kolom, siswa duduk

secara berpasangan menurut jenis kelamin.

4.2 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran

Sebelum dilakukan pengajaran yang berbeda peneliti menghitung uji

keseimbangan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan menggunakan

nilai Ulangan Tengah Semester I bidang studi matematika. Hasil analisis dan uji

keseimbangan dengan menggunakan SPSS dapat dilihat dalam rangkuman tabel 4

(53)

Tabel 4 Hasil Uji Keseimbangan

Kelas N Mean Signifikansi t S2

Signifikansi

Levene

Ket.

Kontrol 32 59,69

0,942

303,13

0,701 0,05 Seimbang

Eksperimen 32 59,38 257,20

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa signifikansi t = 0,942 dan

signifikansi Levene = 0,701, untuk = 0,05 kedua nilai tersebut tidak signifikan.

Dengan kata lain, kedua kelas tidak berbeda secara signifikan dalam hal nilai

rata-rata dan variansi. Maka dapat disimpulkan kedua kelas seimbang. (Selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 9).

Penyusunan soal tes hasil belajar matematika sub pokok bahasan

aritmetika sosial. Langkah-langkah penyusunan soal tes hasil belajar dalam

penelitian ini adalah:

(a) Menentukan kisi-kisi soal

(b) Menentukan jumlah soal dan bentuk soal

(c) Menyusun soal

(1) Uji coba intrumen tes

Sebelum instrumen diberikan terlebih dahulu diujicobakan. Jumlah butir

soal yang diujicobakan sebanyak 20 soal. Untuk jawaban benar mendapat skor 1

dan jawaban salah mendapat skor 0. Data yang diperoleh digunakan untuk

(54)

Hasil uji validitas dari 20 butir soal didapat 16 butir soal yang valid. Soal

dikatakan valid apabila rhitung > rtabel, dan tidak valid apabila rhitung < rtabel. Soal

yang tidak valid adalah soal nomor 5, 9, 17 dan 19.

Adapun hasil dari uji validitas item menggunakan rumus korelasi product

momentdapat dilihat dalam lampiran 10.

Hasil perhitungan reliabilitas tes hasil belajar dengan menggunakan

rumus KR-20 adalah sebesar 0,714. Karena r11 > rtabel maka instrumen dikatakan

reliabel. (Perhitungan reliabilitas tes hasil belajar dapat dilihat pada lampiran 10).

Dari uji validitas dan reliabilitas instrumen maka instrumen yang dapat

digunakan 16 soal. Semua soal yang sudah valid dan reliabel tersebut yang akan

diujikan kepada kelas kontrol dan eksperimen.

Dalam penelitian ini kegiatan belajar mengajar pada kedua kelas

dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu untuk setiap

pertemuan adalah 2 40 menit. Kegiatan evaluasi dilakukan sebanyak 1 kali di

hari terakhir kegiatan pembelajaran dengan pemberian tes evaluasi hasil belajar.

Materi yang diajarkan adalah sub pokok bahasan aritmetika sosial yang meliputi

Nilai Keseluruhan, Nilai per Unit, dan Nilai Sebagian untuk pertemuan pertama,

Harga Pembelian, Harga Penjualan, Untung, dan Rugi untuk pertemuan kedua,

dan Persentase Keuntungan dan Persentase Kerugian untuk pertemuan terakhir.

Lebih lengkapnya dirincikan sebagai berikut:

(1) Kelas Eksperimen

Kegiatan belajar mengajar di kelas eksperimen dilakukan pada tanggal 24

Gambar

Tabel 1 Distribusi siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin
Tabel 3 Distribusi guru matematika berdasarkan pembagian tugas mengajar
Tabel 4 Hasil Uji Keseimbangan
Gambar 1 Guru memberikan permasalahan (Gambar 1 Guru memberikan permasalahan (Gambar 1 Guru memberikan permasalahan (ThinkThinkThink)))
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe

Untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model Kooperatif Tipe TGT dengan Model Pengajaran langsung pada materi pokok Zat dan

Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan tipe NHT pada siswa kelas

Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Make a

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap prestasi belajar matematika pokok

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika Mts Ash-Shohibiyah antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif

(3) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan