• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Implementasi Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 Terhadap Produksi dan Pendapatan Nelayan di Tangkahan Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Implementasi Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 Terhadap Produksi dan Pendapatan Nelayan di Tangkahan Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 2

HASIL PENGOLAHAN DATA 1. UJI T BERPASANGAN

2. HASIL REGRESI LINIER BERGANDA

Model

95.0% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics

Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

-2.668 -.164

.128 .261 .871 .658 .351 .410 2.437

.100 .385 .714 .456 .205 .507 1.973

.097 .347 .509 .469 .213 .814 1.229

(2)

4. HASIL HETEROKEDASTISITAS

a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1

b. Dependent Variable: Y

(3)

7. UJI F

LAMPIRAN 3

PENENTUAN KRITERIA PADA ANALISIS DESKRIPTIF 5) Kelas kriteria untuk variabel modal (Biaya Perawatan)

Skor maksimal = 4 x 5 x 50 = 1000

Skor minimal = 1 x 5 x 50 = 250

Rentang = 1000 – 250 = 750

Panjang kelas interval = 7504 = 187,5

No Interval Kategori

1 812,5-1000 Tinggi

2 625-811,5 Cukup Tinggi

3 437,5-624 Rendah

4 250-436,5 Sangat Rendah

6) Kelas kriteria untuk variabel modal (Biaya Pengeluaran)

Skor maksimal = 4 x 6 x 50 = 1200

Skor minimal = 1 x 6 x 50 = 300

Rentang = 1200 – 300 = 900

Panjang kelas interval = 900

4 = 225

a. Dependent Variable: Y

(4)

No Interval Kategori

1 975-1200 Tinggi

2 750-974 Cukup Tinggi

3 525-749 Rendah

4 300-524 Sangat Rendah

7) Kelas kriteria untuk variabel tenaga kerja

Skor maksimal = 4 x 4 x 50 = 800

Skor minimal = 1 x 4 x 50 = 200

Rentang = 800 – 200 = 600

Panjang kelas interval = 600

4 = 150

No Interval Kategori

1 650-800 Banyak

2 500-649 Cukup Banyak

3 350-499 Sedikit

4 200-349 Sangat Sedikit

8) Kelas kriteria untuk variabel lama melaut

Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600

Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150

Rentang = 600 – 150 = 450

Panjang kelas interval = 4504 = 112,5

No Interval Kategori

1 487,5-600 Panjang

2 375-486,5 Cukup Panjang

3 262,50-374 Sedang

4 150-261,5 Pendek

9) Kelas kriteria untuk variabel produksi

(5)

Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150

Rentang = 600 – 150 = 450

Panjang kelas interval = 4504 = 112,5

No Interval Kategori

1 487,5-600 Tinggi

2 375-486,5 Cukup Tinggi

3 262,50-374 Rendah

(6)

LAMPIRAN 4

(7)

2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 3

2. Variabel Tenaga Kerja

(8)

1 2 3 1

3. Variabel Lama Melaut

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia 2013

Data Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga

Imron, Masyuri. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Media

Pressindo: Yogyakarta

Nicholson, Walter. (1987). Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya. Jakarta: Erlangga.

Ruslan, Rosdy. 2003. Metode Penelitian Publik. Surabaya: PT Raja

Grafindo Persada.

Supri, Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Fajar Interpratama Offset

Suharyadi, Purwanto SK, Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern (Buku 1), Penerbit Salemba Empat, 2007

Saptarini, Dian dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Wilayah

Pesisir. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan: Jakarta

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan Metode

R&D. Bandung: Alfabeta.

Jurnal:

Syahputra, Yogi. 2015. Analisis tingkat pendapatan supir taksi di Kota Medan (studi komperatif : sebelum dan sesudah bandara pindah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Sumber Internet :

(14)

4/1/2016)

file:///D:/kumpulan%20skripsi/bahan%20skripsi/ANALISA%20PERATURAN%20ME NTRI%20KELAUTAN%20DAN%20PERIKANAN%20NO.2%20TAHUN%202015%20~% 20DONGENG%20DARI%20SAMUDERA.html(diakses 7/2/2016)

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Rosdy Ruslan (2003:24) metode merupakan kegiatan ilmiah yang

berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau

objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Metode

penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu dan juga langkah yang akan dilakukan dalam

pengumpulan data secara empiris untuk memecahkan masalah dan menguji

hipotesis penelitian.

3.1 Pendekatan Rumusan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode

kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini (1994) mendefinisikan metode deskriptif

sebagai metode yang melukiskan suatu keadaan objektif atau peristiwa tertentu

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya yang kemudian

diiringi dengan upaya pengambilan kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta

historis tersebut.

Menurut Strauss dan Corbin (1997) dalam Sujarweni (2014), metode

penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur

statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif merupakan

(16)

berdasarkan fakta yang ada dengan berpijak pada fakta yang bersifat khusus

kemudian diteliti untuk dipecahkan permasalahnnya dan ditarik kesimpulan secara

umum.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara,

Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di Tangkahan Kecamatan Sambas

Kelurahan Pancuran Bambu.

Tahapan penelitian ini dilakukan mulai juni 2016 sampai dengan selesai. Sumber

data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dengan cara observasi di lokasi penelitian dan mengadakan

wawancara langsung dengan responden. Wawancara ini berpedoman pada daftar

pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Data

sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang

telah ada, data sekunder dalam penelitian ini berfungsi sebagai data pendukung.

Data yang dijadikan referensi diperoleh melalui Badan Pusat Statistik dan Dinas

(17)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2003), populasi merupakan keseluruhan unit atau

individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini

adalah data seluruh nelayan yang bekerja di Kecamatan Sibolga Sambas,

Kelurahan Pancuran Bambu. Sedangkan penggunaan sampel bertujuan agar

peneliti mudah memperoleh data yang dapat mencerminkan keadaan populasi

dengan pertimbangan biaya lebih murah dan waktu penelitian lebih cepat.

Populasi homogen yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi

memiliki sifat-sifat yang relatif sama antara yang satu dengan yang lain dan

mempunyai ciri tidak terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang

berbeda. Populasi yang homogen cenderung memudahkan penarikan sampel dan

semakin homogen populasi maka memungkinkan penggunaan sampel penelitian

yang kecil. Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan di Tangkahan

Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga dengan

jumlah 1.100 penduduk.

Penetapan ukuran sampel di dasarkan atas pertimbangan Roscoe dalam

Sugiyono (2003) yang menyatakan ukuran sampel yang layak digunakan dalam

penelitian sosial adalah antara 30 sampai 500 sampel. Diasumsikan bahwa latar

belakang sosial ekonomi nelayan relatif homogen. Maka jumlah sampel yang akan

di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 sampel. Jumlah sampel tersebut

telah dapat mewakili seluruh populasi di lokasi penelitian mengingat kecilnya

(18)

3.4 Teknik Pengumpulan Sampel 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden

melalui kuisioner atau juga data hasil wawancara peneliti dengan responden. Data

yang diperoleh dari data primer ini harus diolah lagi. Dengan kata lain, data

primer adalah data yang langsung diberikan dari sumber data kepada pengumpul

data.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diperoleh dari BPS

maupun instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan.

3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Produksi (Y)

Merupakan usaha atau kegiatan manusia uuntuk menciptakan atau

mempertinggi nilai guna ekonomi suatu barang atau jasa agar lebih berguna bagi

pemenhan kebutuhan manusia dalam satuan kg selama perbulan.

2. Pendapatan

Merupakan pendapatan bersih yang dibawa pulang oleh nelayan yang

diperoleh dari hasil penjualan/tangkapan ikan dalam satuan rupiah (Rp) selama

(19)

Modal (X1)

- Biaya perawatan adalah biaya yang dipakai nelayan untuk merawat

perlengkapan yang digunakan untuk melaut. Seperti perahu, alat tangkap,

keranjang, dayung, dan mesin perahu diukur dengan menggunakan satuan rupiah.

- Biaya pengeluaran produksi Biaya pengeluaran produksi adalah biaya-biaya

yang digunakan nelayan untuk pengeluaran-pengeluaran biaya secara langsung

dalam proses produksi. Seperti: bahan bakar, es, garam, dan bahan makanan

diukur dengan menggunakan satuan rupiah.

Tenaga Kerja (X2)

Jumlah tenaga kerja yang digunakan meliputi tenaga kerja yang digunakan

nelayan dalam satu perahu diukur dengan menggunakan satuan orang.

Lama Melaut (X3)

Lamanya melaut yang digunakan adalah waktu nelayan dalam mencari ikan dilaut

dan diukur dengan menggunakan satuan jam.

Iklim (X4)

Iklim yang dimaksud adalah cuaca yang digunakan nelayan untuk proses

produksi mencari ikan. Dalam menganalisis variabel iklim menggunakan

variabel dummy karena variabel iklim dalam penelitian ini bersifat kualitatif,

maka perlu dibuat kuantifikasi agar memudahkan dalam persamaan regresi.

Nilai dalam variabel dummy dalam penelitian ini adalah: a) 1, untuk panas b)

0, untuk hujan.

Menurut Supranto (2004: 175) suatu cara untuk membuat kuantifikasi

(20)

jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka 0 (nol) kalau atribute

yang dimaksud tidak ada (tidak terjadi) dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi).

Contohnya diberi nilai 1 kalau dia laki-laki dan 0 kalau perempuan. Dalam

hal ini iklim merupakan variable yang sifatnya kualitatif maka perlu diubah

menjadi kuantifikasi agar dapat digunakan dalam persamaan regresi. Karena

itu, iklim dibedakan menjadi dua yaitu: panas dan hujan. Yang dimaksud

iklim dalam penelitian ini adalah keadaan iklim yang digunakan nelayan

dalam proses produksi pada nelayan dihitung dengan menggunakan variable

boneka (dummy variabel).

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Sujarweni (2014), analisis data diartikan sebagai upaya data yang

sudah tersedia kemudian diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk

menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Teknik analisis data dapat diartikan

sebagai cara melaksanakan analisis terhadap, dengan tujuan mengolah data

tersebut untuk menjawab rumusan masalah.

Teknik analisis data yang digunakan adalah :

3.6.1 Analisis Deskriptif

Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing indikator

dalam setiap variabel yang memberikan gambaran mengenai responden penelitian

dan variabel-variabel penelitian yang berupa persepsi tentang modal, tenaga kerja,

lama melaut dan iklim terhadap hasil produksi nelayan. Langkah-langkah yang

ditempuh dalam penggunaan teknik analisis deskriptif adalah sebagai berikut:

(21)

Angket yang digunakan berjumlah 22 butir soal yang terbagi dalam 4: variabel,

yaitu variabel modal dengan jumlah 11 butir soal, variabel tenaga kerja dengan

jumlah 4 butir soal, variabel lama melaut dengan jumlah 3 butir soal dan hasil

produksi dengan jumlah 3 butir soal dan iklim berjumlah 1 soal.

a. Kelas kriteria untuk tiap variabel

Jumlah skor maksimum : nilai tertinggi x jumlah pertanyaan x N

Jumlah skor minimum : nilai terendah x jumlah pertanyaan x N

Range : jumlah skor maximum – jumlah skor minimum

Interval : �����

������ �����

1) Kelas kriteria untuk variabel modal

Skor maksimal = 4 x 11 x 50 = 2200

Skor minimal = 1 x 11 x 50 = 550

Rentang = 2200 – 550 = 1650

Panjang kelas interval = 16504 = 412,5

Kriteria untuk variabel modal adalah tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat rendah

dengan jenjang kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jenjang kriteria variabel modal

No Interval Kategori

1 1787,5-2200 Tinggi

2 1375-1786,5 Cukup Tinggi

3 962,5-1374 Rendah

4 550-951,5 Sangat Rendah

2) Kelas kriteria untuk variabel tenaga kerja

(22)

Skor minimal = 1 x 4 x 50 = 200

Rentang = 800 – 200 = 600

Panjang kelas interval = 6004 = 150

Kriteria untuk variabel tenaga kerja adalah banyak, cukup banyak, sedikit, sangat

sedikit dengan jenjang kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.2

Jenjang kriteria variabel tenaga kerja

No Interval Kategori

1 650-800 Banyak

2 500-649 Cukup Banyak

3 350-499 Sedikit

4 200-349 Sangat Sedikit

3) Kelas kriteria untuk variabel lama melaut

Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600

Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150

Rentang = 600 – 150 = 450

Panjang kelas interval = 4504 = 112,5

Kriteria untuk variabel lama melaut adalah panjang, cukup panjang, sedang,

pendek dengan jenjang kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3

Jenjang kriteria variabel lama melaut

No Interval Kategori

1 487,5-600 Panjang

2 375-486,5 Cukup Panjang

3 262,5-374 Sedang

4 150-261,5 Pendek

4) Kelas kriteria untuk variabel hasil produksi

(23)

Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150

Rentang = 600 – 150 = 450

Panjang kelas interval = 4504 = 112,5

Kriteria untuk variabel hasil produksi adalah tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat

rendah dengan jenjang kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.4

Jenjang kriteria variabel produksi

No Interval Kategori

1 487,5-600 Tinggi

2 375-486,5 Cukup Tinggi

3 262,5-374 Rendah

4 150-261,5 Sangat Rendah

3.6.2 Metode Analisis Regresi Linier Berganda

Dimana data yang dikumpulkan melalui hasil wawancara, kemudian

dianalisis menggunakan indikator yang digunakan. Metode yang digunakan

dengan rumus :

Y = + ++++e Keterangan :

Y : Produksi (Kg)

b0 : Intersep/konstanta

(24)

3.6.3 Uji t Berpasangan (Paired Sample t-test)

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian Paired

Sampel t-test. Hasil dari uji Paired Sampel t-test akan digunakan untuk

menganalisis apakah terdapat perbedaan sebelum adanya Permen-KP no 2 Tahun

2015 dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 . Kriteria pengambilan

keputusan pengujian hipotesis adalah Ha diterima jika signifikansi < 5%.

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinieritas

Multikolinieritas timbul karena satu atau lebih variabel bebas (penjelas)

merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari

variabel penjelas lainnya. Jika terdapat multikolinieritas sempurna, koefisien

regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya

bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang sempurna, koefisien regresi

dapat ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir

koefisien secara akurat. Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat

multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi

dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :

1. Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar error

besar, sehingga interval kepercayaan lebar);

2. Koefisien determinasi tinggi dan signifikasi nitai t statistik rendah;

3. Koefisien korelasi antar variable bebas tinggi;

4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi.

(25)

Jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,01 maka terjadi multikolonieritas.

Jika nilai VIF > 10 atau nilai tolerance < 0,01 maka tidak terjadi

multikolonieritas.

3.7.2 Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah Homokedastisitas tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas dalam penelitian ini deteksi dengan menggunakan

analisis grafik dan varian tak bersyarat. Analisis grafik, yaitu dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu Y adalah Y yang

telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya). Dasar

pengambilan keputusan untuk Heteroskedastisitas dengan analisis grafik, jika

tidak terjadi Heteroskedastisitas. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang

membentuk pola tertentu yang terbentuk (bergelombang, melebar kemudian

menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas.

3.8 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian secara simultan (serempak) dan parsial yang

dilakukan dengan menggunakan aplikasi software pengolahan data dengan SPSS

(26)

1. Uji T (secara parsial)

Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen (modal,

tenaga kerja, lama melaut, dan iklim) secara parsial terhadap variabel dependen.

Adapun hipotesis statistik pengujian sebagai berikut:

Ho : β1 = 0 (tidak ada pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim

terhadap produksi).

H1 ≠ β1 = 0 (ada pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap

produksi).

2. Uji F (Uji secara simultan)

Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada

pengaruh dari variabel bebas (modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim).

Model hipotesis yang dilakukan dalam uji F ini adalah:

Ho : β1 β2 β3 β4 = 0 (artinya modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara

bersama-sama tidak terpengaruh terhadap produksi).

H1 : β1 β2 β3 β4 ≠ 0 (artinya modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara

(27)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Kota Sibolga memiliki 5 (lima) pulau-pulau kecil dengan luas

keseluruhan 137,08 Ha. Keberadaan pulau-pulau tersebut memberikan

peluang dalam pengembangan wisata bahari dan perikanan budidaya.

Sebagaimana diketahui, dengan panjang garis pantai mencapai 21,84 km

termasuk 10,41 km garis pantai pulau-pulau kecil, maka pantai Kota Sibolga

memiliki potensi pengembangan budidaya ikan melalui sistem Keramba

Jaring Apung (KJA).

Jumlah penduduk di Kota Sibolga pada tahun 2012 berjumlah 85.271

jiwa, kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 8009

kepala keluarga.

4.2 Karakteristik Responden

4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, maka diperoleh data

tentang umur responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Umur

(28)

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini memiliki tingkatan umur antara 21 – 30

tahun yaitu sebanyak 5 orang yang merupakan paling kecil, sedangkan pada

tingkat umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 20 orang. Selebihnya pada tingkat

umur 41-50 tahun sebanyak 20 orang, tingkatan umur 51 – 60 tahun

sebanyak 5 orang.

4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, maka diperoleh data

tentang pendidikan responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

Responden

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

berpendidikan SMA/Sederajat sebanyak 35 orang atau 70% dan diikuti yang

berpendidikan SMP/Sederajat sebanyak 10 orang atau 20%. Sedangkan

yang berpendidikan SD/MI sebanyak 5 orang atau 10%. Dari data diatas

dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Kota Sibolga masih berada pada

tingkat pendidikan yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat

pendidikan masyarakat yang hanya tamatan SD sampe SMA dan untuk

(29)

4.3 Deskriptif Variabel 1. Variabel Modal

a. Indikator Biaya Perawatan

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang

indikator biaya perawatan modal responden yang dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.3

Hasil Analisis Deskriptif Indikator Biaya Perawatan pada variabel Modal

Interval Kriteria Frekuensi Jumlah

Skor

812,5-1000 Tinggi 3

509

625-811,5 Cukup Tinggi 8

437,5-624 Rendah 19

250-436,5 Sangat Rendah 25

Jumlah 50

Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator biaya

perawatan diperoleh jumlah skor sebesar 509 yang masuk dalam kriteria

rendah. Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa indikator biaya perawatan

nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria tinggi

dengan jumlah 3 responden, 8 responden dalam kriteria cukup tinggi, 19

responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 25 responden

termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum

biaya perawatan sebagai indikator dalam variabel modal di desa Tasik

Agung tergolong rendah. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa

nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga menggunakan biaya

(30)

b. Indikator Biaya Pengeluaran Produksi

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang

indikator biaya pen responden pengeluaran modal yang dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.4

Hasil Analisis Deskriptif Indikator Biaya Pengeluaran pada variabel Modal

Interval Kriteria Frekuensi Jumlah

Skor

Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator biaya

pengeluaran produksi diperoleh jumlah skor sebesar 724 yang masuk dalam

kriteria rendah. Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa indikator biaya

pengeluaran produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

berkriteria tinggi dengan jumlah 11 responden, 12 responden dalam kriteria

cukup tinggi, 14 responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu

berjumlah 13 responden termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan

demikian secara umum biaya pengeluaran produksi sebagai indikator dalam

variabel modal di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga tergolong

rendah. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di

Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga menggunakan biaya pengeluaran

(31)

2. Variabel Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang

jumlah tenaga kerja yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Hasil Analisis Deskripsi Indikator Jumlah Tenaga Kerja pada variabel Tenaga Kerja

Interval Kriteria Frekuensi Jumlah

Skor

650-800 Banyak 7

433

500-649 Cukup Banyak 14

350-499 Sedikit 12

200-349 Sangat Sedikit 17

Jumlah 50

Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator

jumlah tenaga kerja diperoleh jumlah skor sebesar 433 yang masuk dalam

kriteria sedikit. Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa indikator jumlah tenaga

kerja nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria

banyak dengan jumlah 7 responden, 14 responden dalam kriteria cukup

banyak, 12 responden berkriteria sedikit dan selebihnya yaitu berjumlah 17

responden termasuk dalam kriteria sangat sedikit. Dengan demikian secara

umum jumlah tenaga kerja sebagai indikator dalam variabel tenaga kerja di

Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga tergolong sedikit. Dari data

tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga

Sambas menggunakan jumlah tenaga kerja dengan sedikit orang untuk

menghindari pola bagi hasil juga akan dapat mengurangi resiko bilamana

(32)

semakin banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang diperoleh

setiap awaknya.

3. Variabel Lama Melaut

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang lama

waktu melaut responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Hasil Analisis Deskripsi Indikator Lama waktu di laut

Interval Kriteria Frekuensi Jumlah

Skor

487,5-600 Panjang 17

379

375-486,5 Cukup Panjang 12

262,50-374 Sedang 11

150-261,5 Pendek 10

Jumlah 50

Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator lama

melaut diperoleh jumlah skor sebesar 379 yang masuk dalam kriteria cukup

panjang. Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa indikator lama waktu nelayan

di laut Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria panjang dengan

jumlah 17 responden, 12 responden dalam kriteria cukup panjang, 11

responden berkriteria sedang dan selebihnya yaitu berjumlah 10 responden

termasuk dalam kriteria pendek. Dengan demikian secara umum lama waktu

nelayan di laut sebagai indikator dalam variabel lama waktu di Kecamatan

Sibolga Sambas tergolong cukup panjang. Dari data tersebut memberikan

(33)

waktu di laut dengan cukup panjang untuk mendapatkan hasil tangkapan

yang optimal.

4. Variabel Produksi Nelayan

Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel

penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang hasil

produksi responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7

Hasil Analisis Deskripsi Indikator Produksi

Interval Kriteria Frekuensi Jumlah

Skor

487,5-600 Tinggi 14

377

375-486,5 Cukup Tinggi 12

262,50-374 Rendah 11

150-261,5 Sangat Rendah 13

Jumlah 50

Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator

jumlah produksi nelayan diperoleh jumlah skor sebesar 377 yang masuk

dalam kriteria cukup tinggi. Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa indikator

jumlah produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas berkriteria tinggi

dengan jumlah 14 responden, 12 responden dalam kriteria cukup tinggi, 11

responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 13 responden

termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum

jumlah produksi nelayan sebagai indikator dalam variabel hasil produksi di

Kecamatan Sibolga Sambas tergolong cukup tinggi. Dari data tersebut

memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas

(34)

penghasilan nelayan yang tidak dapat ditentukan kepastiannya, tergantung

dari jumlah ikan yang ditangkap dan juga tergantung dari cuaca yang

mendukung untuk mencari ikan.

4.4 Uji t Berpasangan (Paired Sample t-test)

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian Paired

Sampel t-test. Hasil dari uji Paired Sampel t-test akan digunakan untuk

menganalisis apakah terdapat perbedaan sebelum adanya Permen-KP no 2

Tahun 2015 dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 . Kriteria

pengambilan keputusan pengujian hipotesis adalah Ha diterima jika

signifikansi < 5%. Berikut merupakan hasil uji t-2 sampel berpasangan

(paired sample) yang telah dilakukan dengan menggunakan software SPSS:

Tabel 4.8

Uji t-2 Sampel Berpasangan

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa selisih rata-rata sebelum

dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 adalah sebesar 8,30000.

Dari nilai signifikansi (Sig.(2-tailed)) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari

alpha (0,05), sehingga Ha diterima atau H0 ditolak.Hasil t hitung dari tabel

(35)

sebesar 0.05 dan DF = jumlah data – 1 atau sebesar 49, maka didapat

besarnya t table adalah 2,009. Dengan membandingkan nilai perhitungan di

atas, tampak bahwa t hitung > t tabel sehingga Ha diterima. Dengan

demikian, hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa “Terdapat

perbedaan sebelum dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015.

4.5 Hasil Regresi Linier Berganda

Tabel 4.9

Hasil Regresi Linier Berganda

Variabel Koefisien Sig.

(Constant) -1.416 .028

Modal .194 .000

Tenaga Kerja .243 .001

L.Melaut .222 .001

Iklim .218 .005

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diperoleh persamaan regresi sebagai

berikut :

Y= - 1,416 +0,194X1 + 0,243X2+ 0,222X3 + 0,218X4

Makna dari persamaan Regresi tersebut yaitu :

Persamaan regresi linier berganda dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Konstanta sebesar -1,416, artinya bahwa variabel modal, tenaga kerja,

lama melaut dan iklim dianggap konstan maka hasil produksi sebesar

1.416.

b. Variabel modal mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil produksi

(36)

c. Variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil

produksi nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,243.

d. Variabel lama melaut pengaruh yang positif terhadap hasil produksi

nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,222.

e. Variabel iklim yang positif terhadap hasil produksi nelayan dengan

koefisien menunjukkan sebesar 0,218.

4.6 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolonieritas

Menurut Imam Ghozali (2005: 63) multikolinearitas dapat juga dilihat

dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua

ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh

variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas

menjadi variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya.

Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat

dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama

dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya

kolinearitas yang tinggi. Nilai cutoff yang umum dipakai adalah nilai

tolerance 0,10 atau sama

dengan nilai VIF di atas 10. Setiap analisis harus menentukan tingkat

kolinearitas yang masih dapat ditolerir.

Dari hasil penelitian terlihat hasil pengujian multikolinieritas

(37)

Tabel 4.10

Hasil Uji Multikolonieritas

Nilai VIF untuk variabel modal sebesar 2,437. Oleh karena nilai VIF

sebesar 2,437 < 10, maka inferensi yang diambil adalah variabel modal tidak

mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel tenaga kerja

sebesar 1,973. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,973 < 10, maka inferensi yang

diambil adalah variabel tenaga kerja tidak mengalami masalah

multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel lama melaut sebesar 1,229. Oleh

karena nilai VIF sebesar 1,229 < 10, maka inferensi yang diambil adalah

variabel lama melaut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF

untuk variabel iklim sebesar 1,108. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,108 < 10,

maka inferensi yang diambil adalah variabel iklim tidak mengalami masalah

multikolinearitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi Tolerance VIF

.410 2.437

.507 1.973

.814 1.229

(38)

heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross-section mengandung situasi

heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili

berbagai ukuran (Imam Ghozali, 2005:77). Untuk mengetahui ada tidaknya

heteroskedastisitas dapat juga dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola

tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED pada program

SPSS.

Grafik scatterplot menunjukkan titik menyebar secara acak dan tidak

membentuk suatu pola tertentu. Grafik titik – titik juga menyebar diatas dan

bawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini menunjukkan bahwa model regresi linear

berganda dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Dari hasil

pengujian diperoleh scatterplot sebagaimana gambar di bawah :

Gambar 4.1

Hasil Uji Heterokedastisitas

Dari gambar 4.1 terlihat titik menyebar secara acak serta tersebar baik

diatas maupun di bawah angka nol, titik-titik data tidak mengumpul hanya

diatas atau dibawah saja, penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola

bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, dan

(39)

model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas

dan layak digunakan dalam penelitian.

4.7 Uji Hipotesis 1. Uji F

Uji hipotesis secara simultan dilakukan untuk melihat pengaruh

variabel bebas, dalam hal ini variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan

iklim, secara simultan dengan variabel terikat yaitu produksi nelayan

dengan menggunakan uji F. Jika nilai f hitung lebih besar dari pada f tabel,

dengan arti bahwa hipotesis yang mengatakan variabel bebas secara

simultan signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat. Hasil analisis

secara simultan berdasarkan hasil analisis dengan bantuan program SPSS

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.11 Uji F

Dari tabel diatas, nilai f hitung yang diperoleh adalah sebesar 58,782 dan

signifikansi sebesar 0,000. Karena f hitung > f tabel (58,782>2,57) dan

signifikansi < α (0,000<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal,

tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara simultan berpengaruh positif

terhadap hasil produksi nelayan. ANOVAa

a. Dependent Variable: Y

(40)

2. Uji T

Uji hipotesis secara parsial dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap hasil

produksi dengan menggunakan uji t hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12 Uji T

Variabel Koefisien Sig.

(Constant) -1.416 .028

Modal .194 .000

Tenaga Kerja .243 .001

L.Melaut .222 .001

Iklim .218 .005

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikan variable modal

sebesar 0,000. Karena nilai signifikan < α (0,000 < 0,05). Jadi dapat

disimpulkan bahwa modal berpengaruh positif terhadap hasil produksi.

Koefisien regresi untuk variabel modal adalah 0,787. Koefisien ini

menunjukkan bahwa setiap peningkatan modal 1% maka akan meningkat

pula hasil produksi sebesar 0,194 % dengan asumsi tenaga kerja, lama

melaut dan iklim adalah tetap (konstan). Hal tersebut menunjukkan bahwa

modal mempunyai hubungan positif dengan hasil produksi. Atau dengan

kata lain semakin tinggi modal, maka akan meningkatkan hasil produksi.

Nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel tenaga kerja adalah

sebesar 0,001. Karena nilai signifikan < α (0,001 < 0,05). Sehingga dapat

(41)

produksi. Koefisien regresi untuk variabel tenaga kerja adalah sebesar

(0,243). Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan tenaga

kerja sebesar 1%, maka hasil produksi akan meningkatkan sebesar 0,243%

dengan asumsi modal, lama melaut, dan iklim adalah konstan. Sehingga

tenaga kerja mempunyai hubungan yang positif dengan hasil produksi. Atau

dengan kata lain tenaga kerja semakin banyak yang digunakan maka akan

meningkatkan hasil produksi.

Nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel lama melaut adalah

sebesar 0,001. Karena signifikansi < α (0,001 < 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa lama melaut berpengaruh positif terhadap hasil

produksi. koefisien regresi untuk variabel lama melaut adalah sebesar

(0,222). Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan lama

melaut sebesar 1%. Maka hasil produksi akan meningkat sebesar 0,222%

dengan asumsi modal, tenaga kerja, dan iklim adalah konstan. Sehingga

lama melaut mempunyai hubungan yang positif dengan hasil produksi. Atau

dengan kata lain lama melaut semakin lama maka akan meningkatkan hasil

produksi.. Koefisien regresi untuk variabel iklim adalah sebesar (0,218).

Sedangkan untuk nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel iklim adalah

sebesar (0,005). Karena signifikansi < α (0,005 < 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa iklim (Dummy) berpengaruh positif terhadap hasil

(42)

3. Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 4.13 Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .916a .839 .825 1.18358

a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1

b. Dependent Variable: Y

Dari perhitungan diatas di peroleh nilai (R square) = 0,839. Dengan

demikian berarti bahwa pengaruh variabel modal, tenaga kerja, lama

melaut, dan iklim terhadap produksi adalah 83,9%. Sedangkan untuk

sisanya sebesar 16,1 % dipengaruhi oleh faktor -faktor lain yang diluar

(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil suatu kesimpulan

sebagai berikut :

1. Modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berpengaruh positif terhadap hasil

produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas

2. Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan

sesudah Permen-KP no 2 Tahun 2015 di Kecamatan Sibolga Sambas Kota

Sibolga.

5.2Saran

Beberapa saran yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Berdasarkan data hasil penelitian modal dalam kategori rendah dilihat dari

masih rendahnya perawatan alat tangkap dan perbaikan mesin perahu.

Sehingga saran yang diberikan adalah perawatan pada alat tangkap dan

perbaikan mesin perahu harus lebih ditingkatkan lagi agar hasil produksi yang

didapat nelayan Sibolga Sambas dapat meningkat.

2. Berdasarkan hasil penelitian tenaga kerja termasuk dalam kategori sedikit

dilihat dari lama pengalaman sebagai nelayan. Sehingga saran yang diberikan

sebaiknya nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas mencari tenaga kerja yang

(44)

pengalaman yang cukup akan membantu lebih dalam proses produksi ikan

bagi nelayan Sibolga Sambas.

3. Berdasarkan data hasil penelitian lama melaut termasuk dalam kategori cukup

panjang dilihat dari lama waktu nelayan di tempat sasaran penangkapan ikan.

Sebab para nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas belum menemukan tempat

yang tepat untuk mendapatkan ikan, oleh karena itu saran yang diberikan

kepada nelayan Sibolga Sambas harus lebih banyak mengetahui letak atau

lokasi yang tepat untuk mencari ikan tanpa memerlukan waktu yang lama.

Sebab, waktu yang dibutuhkan lebih cepat akan mempengaruhi hasil produksi

yang tinggi.

4. Berdasarkan data hasil penelitian iklim, dilihat dari masih sebagian nelayan

menggunakan iklim panas sebagai acuan melaut. Sehingga saran yang

diberikan untuk nelayan Sibolga Sambas sebaiknya pada saat hujan atau tidak

melaut harus bisa mencari alternatif pekejaan lain atau sampingan sehingga

tidak hanya mengandalkan dari bekerja sebagai nelayan untuk mencukupi

(45)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015

2.1.1 Isi Permen/KP/No 2

Peraturan menteri kelautan dan perikanan RI nomor 2/Permen-KP/2015

tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat

tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Alat Penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda

lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan.

2. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

3. Korporasi adalah kumpulan orang perseorangan dan/atau kekayaan yang

terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

4. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin

tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan

penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin

(46)

Pasal 2

Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela

(trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Pasal 3

(1) Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 terdiri dari:

a. Pukat hela dasar (bottom trawls);

b. Pukat hela pertengahan (midwater trawls);

c. Pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan

d. Pukat dorong.

(2) Pukat hela dasar (bottom trawls) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

terdiri dari:

a. Pukat hela dasar berpalang (beam trawls);

b. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls);

c. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls);

d. Nephrops trawls; dan

e. Pukat hela dasar udang (shrimp trawls), berupa pukat udang.

(3) Pukat hela pertengahan (midwater trawls), sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b, terdiri dari:

a. Pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), berupa pukat ikan;

b. Pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls); dan

(47)

Pasal 4

(1) Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 terdiri dari:

a. Pukat tarik pantai (beach seines); dan

b. Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).

(2) Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b terdiri dari:

a. Dogol (danish seines);

b. Scottish seines;

c. Pair seines;

d. Payang;

e. Cantrang; dan

f. Lampara dasar.

Pasal 5

Pengkodean dan gambar alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan

alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6

SIPI dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat

penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) yang telah diterbitkan sebelum

berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa

(48)

Pasal 7

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai

penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan

pukat tarik (seine nets) sebagaimana diatur dalam Pasal 23, Pasal 24 dan

Lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011

tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat

Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43),

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 1466) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar

setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini

dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Jenis alat penangkapan ikan pukat hela, 03.0.0:

1. Pukat hela dasar (Bottom Trawls), TB, 03.1.0:

a) Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls), TBB, 03.1.1

Gambar 1. Pukat hela dasar berpalang

(49)

Gambar 2. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls)

c) Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), PTB, 03.1.3

Gambar 3. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls)

d) Nephrops trawl (Nephrops trawl), TBN, 03.1.4

Gambar 4. Nephrops trawl (Nephrops trawls)

e) Pukat hela dasar udang (Shrimp trawls), TBS, 03.1.5

(50)

2.2 Pendapatan Usaha Nelayan Perahu

Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih

bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan

dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Menurut

Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang

dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees),

bunga, deviden, royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang

berbeda dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas,

income meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan

maupun yang berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan

penghasil dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari setiap

transaksi yang terjadi. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada

faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, kemampuan, pendidikan dan

pengalaman.

Menurut ahli ekonomi klasik, pendapatan ditentukan oleh kemampuan

faktor–faktor produksi dalam menghasilkan barang dan jasa. Semakin besar

kemampuan faktor–faktor produksi menghasilkan barang dan jasa , semakin besar

pula pendapatan yang diciptakan.

Pendapatan usaha nelayan adalah selisih antara peneriamaan (TR) dan

semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha nelayan (TR) adalah

perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha

(51)

biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap

jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau

sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh

produksi yang diperoleh, contoh biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah

jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC

(Soekartawi, 2002).

Mayers dalam terjemahan Sitohang (1996), memandang pendapatan dari

sisi efektifitas penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan adalah “Pendapatan

adalah nilai barang atau jasa tertentu pada akhir jangka tertentu yang mempunyai

indikasi bahwa makna pendapatan bisa saja bergeser seiring dengan tingkat

pengeluaran konsumsi masyarakat”.

Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang

diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik

harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Dan ada beberapa macam pendapatan

yaitu:

a. Pertama, pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh

tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu

negara.

b. Kedua, pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang

harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap

(52)

c. Ketiga, pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan

jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.

Menurut Sobri (1999) pendapatan disposibel adalah suatu jenis

penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau

dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima

dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.

Menurut teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara.

Pendapatan permanen dapat diartikan yaitu:

a. Pertama, pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat

diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah pendapatan, upah, dan gaji.

b. Kedua, pendapatan yang diperoleh dan hasil semua faktor yang menentukan

kekayaan seseorang.

Pendapatan menekan pada perwujudan balas jasa dari partisipasi seseorang

dalam satu kegiatan produksi dimana tergambar pada sumbangan faktor-faktor

produksi atas nilai tambah (value added) pada tingkat out put tertentu. Nilai

tambah inilah yang merupakan pokok utama dari balas jasa yang selanjutnya

disebut pendapatan. Pendapatan tersebut dipilih menurut jangka waktu tertentu

sehingga arti praktisnya nampak, misalnya satu bulan, dan lain sebagainya.

Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan

(53)

mempunyai produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu

memberikan pendapatan yang lebih besar, (Winardi, 1988).

2.3 Produksi Nelayan

Suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda

atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi

kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah

bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna

suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi

barang.Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai

kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam

jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses

produksi disebut Produsen.

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di

antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan

untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis

tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya,

yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga

teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi

yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004).

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan

(54)

selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran

eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun secara politik.

Nelayan orang yang melakukan penangkapan (budidaya) di laut dan di

tempat yang masih dipengaruhi pasang surut (Tarigan, 2000). Jadi bila ada yang

menangkap ikan di tempat budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau,

sungai tidak termasuk nelayan. Selanjutnya, menurut Tarigan (2000), berdasarkan

pendapatnya, nelayan dapat dibagi menjadi :

a. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya

berasal dari perikanan.

b. Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya

berasal dari perikanan.

c. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya

berasal dari perikanan.

d. Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif

sebagai nelayan.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat nelayan yang

terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat kaitannya dengan faktor internal

dan eksternal masyarakat. Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang

cepat, kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lain yang tidak

mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat

dipengaruhi oleh pola piker nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang

mengakibatkan kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain

(55)

pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok dalam bentuk pasar monopsoni

(Kusnadi, 2003).

Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan

dan diuraikan sebagai berikut :

1. Teknologi

Teknologi dan kendalanya. Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam

penangkapan ikan (produksi) adalah perahu tanpa mesin atau perahu dengan

mesin yang kecil (motorisasi), jaring dan pancing.

Peralatan/ modal nelayan adalah nilai daripada peralatan yang digunakan

seperti :

a. Harga perahu, apakah mempergunakan mesin atau tidak yang dimiliki

nelayan.

b. Harga dari peralatan penangkapan ikan misalnya jaring, pancing, dan lain-lain.

c. Bahan makanan yang dibawa melaut dan yang ditinggalkan di rumah. Ini

semua adalah merupakan input bagi nelayan dalam melaut (menangkap ikan).

Tenaga kerja, banyak atau sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam

melaut (menangkap ikan), digaji atau tidak tenaga tersebut atau bagi hasil, atau

keluarga misalnya istri, anak (keluarga) sehingga tidak dibayar gajinya.

2. Sosial Ekonomi

a) Umur, seseorang yang telah berumur 15 tahun ke atas baru disebut nelayan,

(56)

b) Pendidikan, biasanya sebelum menjadi nelayan pada umumnya mereka telah

menempuh pendidikan, misalnya : sampai tingkat SMA, SMP, SD atau tidak

menempuh pendidikan sama sekali.

c) Pengalaman, apabila seseorang yang dianggap nelayan yang telah berumur 15

tahun sampai 30 tahun, diatas 30 tahun telah dianggap sebagai nelayan yang

berpengalaman (pawing). Hal ini juga merupakan kategori atau klasifikasi

untuk menentukan banyaknya jumlah tangkapan ikan dilaut.

d) Peralatan, apakah nelayan itu mempunyai peralatan sendiri dalam melaut dan

menangkap ikan atau tidak, jadi apabila ia tidak memiliki peralatan sendiri dan

hanya menerima gaji maka dikatakanlah ia buruh nelayan.

e) Anggota organisasi atau tidak anggota, apakah nelayan tersebut menjadi

anggota organisasi atau tidak, dalam hal ini KUD (Koperasi Unit Desa), disini

dimaksud KUD adalah KUD nelayan yang tujuannya adalah untuk kelompok

nelayan dan menydiakan peralatan dan keperluan nelayan, sehingga apabila

nelayan itu menjadi anggotanya maka nelayan itu memperoleh kemudahan dan

kemurahan dalam melaksanakan usahanya yaitu nelayan.

f) Musim,musim sangat berpengaruh kepada keadaan kehidupan nelayan yaitu

musim barat dan musim timur. Dalam 1 tahun ada 2 musim yaitu musim timur

dari bulan Maret sampai awal Agustus keadaan pasang tidak terlampau tinggi,

arus tidak terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar jadi

sedang-sedang saja. Pada musim inilah nelayan banyak mendapat ikan. Pada musim

barat, biasanya dari akhir Agustus sampai awal Maret, umumnya gelombang

(57)

yang disebut pasang Perdani, yaitu pasang paling besar/tinggi pada satu kali

setahun. Keadaan ini pada umummnya nelayan sangat jarang ke laut karena

takut bahaya, jadi produksi sedikit dan biasanya harga ikan akan tinggi.

Disamping kedua musim dalam satu kali setahun tadi ada lagi pengaruh musim

bulanan yaitu pada bulan purnama dan pada bulan gelap. Pada bulan purnama

atau terang arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan

gelap, gelombang akan kecil, arus tidak bergerak yang disebut dengan istilah

pasang mati. Pada kedua keadaan ini nelayan akan kurang mendapat ikan, dan

harga ikan akan tinggi apalagi pada musim barat keadaan ini umumnya nelayan

tidak akan turun melaut, kalaupun turun melaut hanya dipingir-pinggir saja.

Oleh sebab itu nelayan yang turun kelaut dan mempunyai harapan

penangkapan banyak yaitu pada keadaan laut yang normal yaitu pada waktu

pasang tidak terlampau besar, arus tidak terlampau deras, jadi lebih kurang

yaitu pada tanggal 7, 8, 9 selanjutnya 10, 11, 12, 13 sudah mulai kurang sampai

tanggal 17 dan tanggal 18, 19, 20 dan tanggal 21 sudah mulai kurang sampai

tanggal 22, 23, 24 dan tanggal 25 sampai tanggal 26, 27, 28 dan 29 sudah

mulai kurang pasang mati. Jadi pada tanggal 15 pada bulan purnama tidak akan

kelaut, demikian juga pada tanggal 30 bulan gelap, karena pasang mati,

sedangkan pada tanggal 8 dan 22 pasang akan mati pada saat ini nelayan tidak

akan melaut. Bulan dihitung tidak menurut matahari tetapi menurut perputaran

(58)

3. Tata Niaga

Ikan adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya

dari produsen (nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitasnya atau

kondisinya tidak rusak atau busuk kalau ikan itu tidak diolah. Kondisi atau

keadaan ikan ini sangat berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai

gizinya. Jadi dalam hal ini dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga

perikanan tersebut, dari produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin

efisien tata niaganya dan kriterianya adalah sebagai berikut :

Panjang atau pendek saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi

dalam hal ini ikan (karena tangkapan) dari nelayan (produsen/ sampai ke

konsumen akhir agar jangan sampai rusak).

Banyak atau sedikit dari jumlah pos-posyang terdapat padasaluran

distribusi tersebut. Apabila banyak mengakibatkan panjangnya (jauhnya) jarak

antara produsen dan konsumen sedangkan kalau pendek (dekat) jarak antara

produsen dan konsumen akhir yang artinya makin efisien.

Menambah keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi

tersebut apakah menambah keuntungan atau tidakbagi nelayan. Dalam hal ini

kita bandingkan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah

ada korelasi antara hal-hal di atas, apakah ke tiga hal di atas tadi akan

menambah atau memperbesar pendapatan nelayan. Meningkatnya tangkapan

ikan nelayan berarti meningkatnya kesejahteraan nelayan tersebut. Demikian

juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu pengentasan

(59)

2.4.1 Biaya Produksi

Modal ada dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap

diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui deprecition cost dan bunga modal.

Modal bergerak langsung menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama

dengan nilai modal yang bergerak.

Setiap produksi sub sektor perikanan dipengaruhi oleh faktor produksi

modal kerja. Makin tinggi modal kerja per unit usaha yang digunakan maka

diharapkan produksi ikan akan lebih baik, usaha tersebut dinamakan padat modal

atau makin intensif.

Sebagian dari modal yang dimiliki oleh nelayan digunakan sebagai biaya

produksi atau biaya operasi, yaitu penyediaan input produksi (sarana produksi),

biaya operasi dan biaya-biaya lainnya dalam suatu usaha kegiatan nelayan. Biaya

produksi atau biaya operasi nelayan biasanya diperoleh dari kelompok nelayan

kaya ataupun pemiliki modal (toke), karena adanyahubungan pinjam meminjam

uang sebagai modal kerja dimana pada musim panen, hasil tangkapan (produksi)

ikan nelayan digunakan untuk membayar seluruh pinjaman utang, dan tingkat

harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik modal.

Total biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan

biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap

jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil tangkapan ikan/ produksi yang

diperoleh banyak atau sedikit.Biaya variabel (VC) adalahbiaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh hasil tangkapan ikan/ produksi yang diperoleh,

(60)

tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Rahardja, Manurung,

2006).

2.5 Modal Usaha

Tangkahan adalah pelabuhan perikanan yang dikelola swasta yang memberikan pelayanan yang lebih dibandingkan pelabuhan perikanan yang

dikelola pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tangkahan yang terus

beroperasi bahkan tangkahan yang ada di Kota Sibolga semakin lama semakin

meningkat, dimana saat ini sudah terdapat 46 unit tangkahan (Zain, 2002).

Letak tangkahan ini sering berada di sekitar wilayah pengelolaan

pelabuhan perikanan milik pemerintah, sehingga tangkahan ini diduga

mengganggu kegiatan pengoperasian pelabuhan perikanan dan sekitarnya karena

fasilitas yang ada di tangkahan hampir sama fungsinya dengan yang ada di

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga (Zain, 2002).

Pemilik tangkahan membutuhkan tenaga kerja untukmenjalankan

kegiatannya baik sebagai anak buah kapal (ABK), pembongkar hasil tangkapan,

pengolah hasil tangkapan, penyedia kebutuhan melaut, maupun pendistribusi hasil

tangkapan. Secara langsung tangkahan turut menyediakan lapangan kerja bagi

penduduk di sekitarnya namun alokasi/pendistribusian tenaga kerja yang

dibutuhkan belum diketahui secara jelas.

Dalam hal pengoperasian tangkahan, dibutuhkan pembiayaan pembiayaan

agar kegiatan di tangkahan berjalan sesuai dengan keinginan pemiliknya.

(61)

tenaga kerja, biaya perawatan fasilitas, pajak, retribusi kepada pemerintah karena

ada bangunan dan aktivitas perikanan tangkap didalamnya dan biaya-biaya lain.

Besarnya biaya dan tujuan pemanfaatan biaya ini belum diketahui secara pasti.

Pengusaha penangkapan pada tangkahan memiliki keunggulan sendiri bila

dibandingkan dengan pengusaha perikanan yang beroperasi di pelabuhan

perikanan. Pengusaha penangkapan di tangkahan mengatur dirinya sendiri tanpa

terikat dengan peraturan-peraturan yang ada di pelabuhan perikanan.

Kelemahannya yang paling mendasar adalah baik pemerintah pusat maupun

daerah tidak mungkin mampu mengontrol tangkahan (Pane, 2009) .

2.6 Penelitian Terdahulu

Nanik (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Sosial dan

Ekonomi Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati )” menyatakan

bahwa dengan diberlakukannya PERMEN KP No 2 berdampak : (1) sosial:

pengangguran meningkat, kesejahteraan masyarakat nelayan menurun dan

tingginya kejahatan, (2) ekonomi : penurunan hasil tangkap, penghasilan turun,

dengan kondisi ekonomi nelayan : meliburkan diri(30%),beralih ke usaha

lain(40%), dan serabutan pangkalan ikan (30%).

Ikbar (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa Peraturan Mentri

Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015” menyatakan bahwa terlihat 2

kepentingan yang saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan

(62)

banyak masyarakat nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan

ingin terus menggunakan alat tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

Baso (2015) dengan judul penelitiannya “Analisis Kebijakan Kepmen

KKP Nomor 2 tahun 2015 Tentang Larangan Pemakaian Trawl dan Pukat Tarik di

WPP Indonesia” menyatakan bahwa para nelayan mengakui bahwa hasil

tangkapan dengan cantrang jonggrang memberi kontribusi yang cukup besar dan

selama ini menjadi andalan nelayan. Jika peraturan ini diberlakukan sudah

dipastikan penghasilan mereka para nelayan jauh sangat berkurang dari biasanya.(

tvrijatim.com ). Kebijakan itu juga berpotensi melumpuhkan mata pencaharian 3

ribu nelayan, dan 500 pedagang ikan di Kota Probolinggo. Bahkan sekitar 180

unit kapal motor nelayan terancam mangkrak. Di sisi lain, kebijakan itu juga

mengancam lapangan pekerjaan bagi 8 juta nelayan di 22 kota/kabupaten se-Jawa

(63)

2.10 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual diatas dapat dirumuskan

hipotesis penelitian sebagai berikut :

1) Variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berdampak positif

terhadap produksi dan pendapatan nelayan

2) Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan

(64)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk

menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

pelampung di sisi atasnya dan pemberat di sebelah bawahnya. Dengan demikian,

pukat membentuk semacam dinding jaring di dalam air yang akan melingkari

kumpulan ikan dan mencegahnya melarikan diri. Jaring ini dapat dioperasikan

baik dengan menggunaka

Penggunaan pukat harimau di Indonesia berkembang pesat pada tahun

1970-an karena banyaknya permintaan izin dan memang diizinkan. Akan tetapi,

nelayan tradisional pada saat itu melakukan penolakan, dan penolakan

besar-besaran terjadi pada tahun 1980-an dikarenakan perolehan tangkapan nelayan

tradisional menurun secara dratis dari tahun ke tahun. Akhirnya, pada tanggal 1

Juli 1980 dikeluarkanlah Kepres No. 39/1980.

Kepres No. 39/1980 menimbang bahwa bahwa dalam pelaksanaan

pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong

peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk

menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial maka perlu dilakukan

penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.

Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang

nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumber daya

Gambar

Tabel 3.1 Jenjang kriteria variabel modal
Tabel 3.3 Jenjang kriteria variabel lama melaut
Tabel 3.4 Jenjang kriteria variabel produksi
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan Form Rekap Kehadiran Form rekap kehadiran ini merupakan fasilitas yang disediakan untuk mengecek kembali absensi yang pernah dilakukan termasuk data izin

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh model probing- prompting

Permasalahan yang diteliti adalah bagaimanakah perlindungan HKI yang terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge, dan Folklore (GRTKF) di Tingkat

Pemberian antioksidan yang me- ngandung vitamin C dapat mengaktivasi kelenjar tiroid untuk meningkatkan sekresi tiroksin karena sesuai dengan pernyataan Christensen

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang mutu hedonik daging burung puyuh dengan pemberian tepung limbah kulit kopi daram ransum bahwa dengan pemberian

Uji reliabilitas instrument adalah pengujian untuk membuktikan bahwa instrument yang berupa tes itu mempunyai nilai reliabiltias yang tinggi, maksudnya tes tersebut

Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua (X2) terhadap Kemandirian Belajar Siswa (Y) di RA PIM Mujahidin Bageng Gembong Pati dan RA Miftahul Ulum Plukaran. Dari

Skripsi ini merupakan suatu pembahasan mengenai penerapan manajemen berbasis sekolah. Berangkat dari suatu fenomena dimana lembaga sekolah masa kini yang