LAMPIRAN 2
HASIL PENGOLAHAN DATA 1. UJI T BERPASANGAN
2. HASIL REGRESI LINIER BERGANDA
Model
95.0% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF
-2.668 -.164
.128 .261 .871 .658 .351 .410 2.437
.100 .385 .714 .456 .205 .507 1.973
.097 .347 .509 .469 .213 .814 1.229
4. HASIL HETEROKEDASTISITAS
a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1
b. Dependent Variable: Y
7. UJI F
LAMPIRAN 3
PENENTUAN KRITERIA PADA ANALISIS DESKRIPTIF 5) Kelas kriteria untuk variabel modal (Biaya Perawatan)
Skor maksimal = 4 x 5 x 50 = 1000
Skor minimal = 1 x 5 x 50 = 250
Rentang = 1000 – 250 = 750
Panjang kelas interval = 7504 = 187,5
No Interval Kategori
1 812,5-1000 Tinggi
2 625-811,5 Cukup Tinggi
3 437,5-624 Rendah
4 250-436,5 Sangat Rendah
6) Kelas kriteria untuk variabel modal (Biaya Pengeluaran)
Skor maksimal = 4 x 6 x 50 = 1200
Skor minimal = 1 x 6 x 50 = 300
Rentang = 1200 – 300 = 900
Panjang kelas interval = 900
4 = 225
a. Dependent Variable: Y
No Interval Kategori
1 975-1200 Tinggi
2 750-974 Cukup Tinggi
3 525-749 Rendah
4 300-524 Sangat Rendah
7) Kelas kriteria untuk variabel tenaga kerja
Skor maksimal = 4 x 4 x 50 = 800
Skor minimal = 1 x 4 x 50 = 200
Rentang = 800 – 200 = 600
Panjang kelas interval = 600
4 = 150
No Interval Kategori
1 650-800 Banyak
2 500-649 Cukup Banyak
3 350-499 Sedikit
4 200-349 Sangat Sedikit
8) Kelas kriteria untuk variabel lama melaut
Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150
Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
No Interval Kategori
1 487,5-600 Panjang
2 375-486,5 Cukup Panjang
3 262,50-374 Sedang
4 150-261,5 Pendek
9) Kelas kriteria untuk variabel produksi
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150
Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
No Interval Kategori
1 487,5-600 Tinggi
2 375-486,5 Cukup Tinggi
3 262,50-374 Rendah
LAMPIRAN 4
2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 3
2. Variabel Tenaga Kerja
1 2 3 1
3. Variabel Lama Melaut
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia 2013
Data Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga
Imron, Masyuri. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Media
Pressindo: Yogyakarta
Nicholson, Walter. (1987). Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya. Jakarta: Erlangga.
Ruslan, Rosdy. 2003. Metode Penelitian Publik. Surabaya: PT Raja
Grafindo Persada.
Supri, Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Fajar Interpratama Offset
Suharyadi, Purwanto SK, Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern (Buku 1), Penerbit Salemba Empat, 2007
Saptarini, Dian dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Wilayah
Pesisir. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan: Jakarta
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan Metode
R&D. Bandung: Alfabeta.
Jurnal:
Syahputra, Yogi. 2015. Analisis tingkat pendapatan supir taksi di Kota Medan (studi komperatif : sebelum dan sesudah bandara pindah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Sumber Internet :
4/1/2016)
file:///D:/kumpulan%20skripsi/bahan%20skripsi/ANALISA%20PERATURAN%20ME NTRI%20KELAUTAN%20DAN%20PERIKANAN%20NO.2%20TAHUN%202015%20~% 20DONGENG%20DARI%20SAMUDERA.html(diakses 7/2/2016)
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Rosdy Ruslan (2003:24) metode merupakan kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau
objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu dan juga langkah yang akan dilakukan dalam
pengumpulan data secara empiris untuk memecahkan masalah dan menguji
hipotesis penelitian.
3.1 Pendekatan Rumusan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode
kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini (1994) mendefinisikan metode deskriptif
sebagai metode yang melukiskan suatu keadaan objektif atau peristiwa tertentu
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya yang kemudian
diiringi dengan upaya pengambilan kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta
historis tersebut.
Menurut Strauss dan Corbin (1997) dalam Sujarweni (2014), metode
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif merupakan
berdasarkan fakta yang ada dengan berpijak pada fakta yang bersifat khusus
kemudian diteliti untuk dipecahkan permasalahnnya dan ditarik kesimpulan secara
umum.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di Tangkahan Kecamatan Sambas
Kelurahan Pancuran Bambu.
Tahapan penelitian ini dilakukan mulai juni 2016 sampai dengan selesai. Sumber
data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dengan cara observasi di lokasi penelitian dan mengadakan
wawancara langsung dengan responden. Wawancara ini berpedoman pada daftar
pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Data
sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang
telah ada, data sekunder dalam penelitian ini berfungsi sebagai data pendukung.
Data yang dijadikan referensi diperoleh melalui Badan Pusat Statistik dan Dinas
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2003), populasi merupakan keseluruhan unit atau
individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini
adalah data seluruh nelayan yang bekerja di Kecamatan Sibolga Sambas,
Kelurahan Pancuran Bambu. Sedangkan penggunaan sampel bertujuan agar
peneliti mudah memperoleh data yang dapat mencerminkan keadaan populasi
dengan pertimbangan biaya lebih murah dan waktu penelitian lebih cepat.
Populasi homogen yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi
memiliki sifat-sifat yang relatif sama antara yang satu dengan yang lain dan
mempunyai ciri tidak terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang
berbeda. Populasi yang homogen cenderung memudahkan penarikan sampel dan
semakin homogen populasi maka memungkinkan penggunaan sampel penelitian
yang kecil. Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan di Tangkahan
Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga dengan
jumlah 1.100 penduduk.
Penetapan ukuran sampel di dasarkan atas pertimbangan Roscoe dalam
Sugiyono (2003) yang menyatakan ukuran sampel yang layak digunakan dalam
penelitian sosial adalah antara 30 sampai 500 sampel. Diasumsikan bahwa latar
belakang sosial ekonomi nelayan relatif homogen. Maka jumlah sampel yang akan
di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 sampel. Jumlah sampel tersebut
telah dapat mewakili seluruh populasi di lokasi penelitian mengingat kecilnya
3.4 Teknik Pengumpulan Sampel 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden
melalui kuisioner atau juga data hasil wawancara peneliti dengan responden. Data
yang diperoleh dari data primer ini harus diolah lagi. Dengan kata lain, data
primer adalah data yang langsung diberikan dari sumber data kepada pengumpul
data.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diperoleh dari BPS
maupun instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan.
3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Produksi (Y)
Merupakan usaha atau kegiatan manusia uuntuk menciptakan atau
mempertinggi nilai guna ekonomi suatu barang atau jasa agar lebih berguna bagi
pemenhan kebutuhan manusia dalam satuan kg selama perbulan.
2. Pendapatan
Merupakan pendapatan bersih yang dibawa pulang oleh nelayan yang
diperoleh dari hasil penjualan/tangkapan ikan dalam satuan rupiah (Rp) selama
• Modal (X1)
- Biaya perawatan adalah biaya yang dipakai nelayan untuk merawat
perlengkapan yang digunakan untuk melaut. Seperti perahu, alat tangkap,
keranjang, dayung, dan mesin perahu diukur dengan menggunakan satuan rupiah.
- Biaya pengeluaran produksi Biaya pengeluaran produksi adalah biaya-biaya
yang digunakan nelayan untuk pengeluaran-pengeluaran biaya secara langsung
dalam proses produksi. Seperti: bahan bakar, es, garam, dan bahan makanan
diukur dengan menggunakan satuan rupiah.
• Tenaga Kerja (X2)
Jumlah tenaga kerja yang digunakan meliputi tenaga kerja yang digunakan
nelayan dalam satu perahu diukur dengan menggunakan satuan orang.
• Lama Melaut (X3)
Lamanya melaut yang digunakan adalah waktu nelayan dalam mencari ikan dilaut
dan diukur dengan menggunakan satuan jam.
• Iklim (X4)
Iklim yang dimaksud adalah cuaca yang digunakan nelayan untuk proses
produksi mencari ikan. Dalam menganalisis variabel iklim menggunakan
variabel dummy karena variabel iklim dalam penelitian ini bersifat kualitatif,
maka perlu dibuat kuantifikasi agar memudahkan dalam persamaan regresi.
Nilai dalam variabel dummy dalam penelitian ini adalah: a) 1, untuk panas b)
0, untuk hujan.
Menurut Supranto (2004: 175) suatu cara untuk membuat kuantifikasi
jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka 0 (nol) kalau atribute
yang dimaksud tidak ada (tidak terjadi) dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi).
Contohnya diberi nilai 1 kalau dia laki-laki dan 0 kalau perempuan. Dalam
hal ini iklim merupakan variable yang sifatnya kualitatif maka perlu diubah
menjadi kuantifikasi agar dapat digunakan dalam persamaan regresi. Karena
itu, iklim dibedakan menjadi dua yaitu: panas dan hujan. Yang dimaksud
iklim dalam penelitian ini adalah keadaan iklim yang digunakan nelayan
dalam proses produksi pada nelayan dihitung dengan menggunakan variable
boneka (dummy variabel).
3.6 Teknik Analisis Data
Menurut Sujarweni (2014), analisis data diartikan sebagai upaya data yang
sudah tersedia kemudian diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Teknik analisis data dapat diartikan
sebagai cara melaksanakan analisis terhadap, dengan tujuan mengolah data
tersebut untuk menjawab rumusan masalah.
Teknik analisis data yang digunakan adalah :
3.6.1 Analisis Deskriptif
Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing indikator
dalam setiap variabel yang memberikan gambaran mengenai responden penelitian
dan variabel-variabel penelitian yang berupa persepsi tentang modal, tenaga kerja,
lama melaut dan iklim terhadap hasil produksi nelayan. Langkah-langkah yang
ditempuh dalam penggunaan teknik analisis deskriptif adalah sebagai berikut:
Angket yang digunakan berjumlah 22 butir soal yang terbagi dalam 4: variabel,
yaitu variabel modal dengan jumlah 11 butir soal, variabel tenaga kerja dengan
jumlah 4 butir soal, variabel lama melaut dengan jumlah 3 butir soal dan hasil
produksi dengan jumlah 3 butir soal dan iklim berjumlah 1 soal.
a. Kelas kriteria untuk tiap variabel
Jumlah skor maksimum : nilai tertinggi x jumlah pertanyaan x N
Jumlah skor minimum : nilai terendah x jumlah pertanyaan x N
Range : jumlah skor maximum – jumlah skor minimum
Interval : �����
������ �����
1) Kelas kriteria untuk variabel modal
Skor maksimal = 4 x 11 x 50 = 2200
Skor minimal = 1 x 11 x 50 = 550
Rentang = 2200 – 550 = 1650
Panjang kelas interval = 16504 = 412,5
Kriteria untuk variabel modal adalah tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat rendah
dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jenjang kriteria variabel modal
No Interval Kategori
1 1787,5-2200 Tinggi
2 1375-1786,5 Cukup Tinggi
3 962,5-1374 Rendah
4 550-951,5 Sangat Rendah
2) Kelas kriteria untuk variabel tenaga kerja
Skor minimal = 1 x 4 x 50 = 200
Rentang = 800 – 200 = 600
Panjang kelas interval = 6004 = 150
Kriteria untuk variabel tenaga kerja adalah banyak, cukup banyak, sedikit, sangat
sedikit dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jenjang kriteria variabel tenaga kerja
No Interval Kategori
1 650-800 Banyak
2 500-649 Cukup Banyak
3 350-499 Sedikit
4 200-349 Sangat Sedikit
3) Kelas kriteria untuk variabel lama melaut
Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150
Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
Kriteria untuk variabel lama melaut adalah panjang, cukup panjang, sedang,
pendek dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Jenjang kriteria variabel lama melaut
No Interval Kategori
1 487,5-600 Panjang
2 375-486,5 Cukup Panjang
3 262,5-374 Sedang
4 150-261,5 Pendek
4) Kelas kriteria untuk variabel hasil produksi
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150
Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
Kriteria untuk variabel hasil produksi adalah tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat
rendah dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.4
Jenjang kriteria variabel produksi
No Interval Kategori
1 487,5-600 Tinggi
2 375-486,5 Cukup Tinggi
3 262,5-374 Rendah
4 150-261,5 Sangat Rendah
3.6.2 Metode Analisis Regresi Linier Berganda
Dimana data yang dikumpulkan melalui hasil wawancara, kemudian
dianalisis menggunakan indikator yang digunakan. Metode yang digunakan
dengan rumus :
Y = �� + ����+����+����+����+e Keterangan :
Y : Produksi (Kg)
b0 : Intersep/konstanta
3.6.3 Uji t Berpasangan (Paired Sample t-test)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian Paired
Sampel t-test. Hasil dari uji Paired Sampel t-test akan digunakan untuk
menganalisis apakah terdapat perbedaan sebelum adanya Permen-KP no 2 Tahun
2015 dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 . Kriteria pengambilan
keputusan pengujian hipotesis adalah Ha diterima jika signifikansi < 5%.
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinieritas
Multikolinieritas timbul karena satu atau lebih variabel bebas (penjelas)
merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari
variabel penjelas lainnya. Jika terdapat multikolinieritas sempurna, koefisien
regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya
bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang sempurna, koefisien regresi
dapat ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir
koefisien secara akurat. Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat
multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi
dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :
1. Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar error
besar, sehingga interval kepercayaan lebar);
2. Koefisien determinasi tinggi dan signifikasi nitai t statistik rendah;
3. Koefisien korelasi antar variable bebas tinggi;
4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi.
Jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,01 maka terjadi multikolonieritas.
Jika nilai VIF > 10 atau nilai tolerance < 0,01 maka tidak terjadi
multikolonieritas.
3.7.2 Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah Homokedastisitas tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas dalam penelitian ini deteksi dengan menggunakan
analisis grafik dan varian tak bersyarat. Analisis grafik, yaitu dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu Y adalah Y yang
telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya). Dasar
pengambilan keputusan untuk Heteroskedastisitas dengan analisis grafik, jika
tidak terjadi Heteroskedastisitas. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang
membentuk pola tertentu yang terbentuk (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas.
3.8 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian secara simultan (serempak) dan parsial yang
dilakukan dengan menggunakan aplikasi software pengolahan data dengan SPSS
1. Uji T (secara parsial)
Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen (modal,
tenaga kerja, lama melaut, dan iklim) secara parsial terhadap variabel dependen.
Adapun hipotesis statistik pengujian sebagai berikut:
Ho : β1 = 0 (tidak ada pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim
terhadap produksi).
H1 ≠ β1 = 0 (ada pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap
produksi).
2. Uji F (Uji secara simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada
pengaruh dari variabel bebas (modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim).
Model hipotesis yang dilakukan dalam uji F ini adalah:
Ho : β1 β2 β3 β4 = 0 (artinya modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara
bersama-sama tidak terpengaruh terhadap produksi).
H1 : β1 β2 β3 β4 ≠ 0 (artinya modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Kota Sibolga memiliki 5 (lima) pulau-pulau kecil dengan luas
keseluruhan 137,08 Ha. Keberadaan pulau-pulau tersebut memberikan
peluang dalam pengembangan wisata bahari dan perikanan budidaya.
Sebagaimana diketahui, dengan panjang garis pantai mencapai 21,84 km
termasuk 10,41 km garis pantai pulau-pulau kecil, maka pantai Kota Sibolga
memiliki potensi pengembangan budidaya ikan melalui sistem Keramba
Jaring Apung (KJA).
Jumlah penduduk di Kota Sibolga pada tahun 2012 berjumlah 85.271
jiwa, kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 8009
kepala keluarga.
4.2 Karakteristik Responden
4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, maka diperoleh data
tentang umur responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar
responden dalam penelitian ini memiliki tingkatan umur antara 21 – 30
tahun yaitu sebanyak 5 orang yang merupakan paling kecil, sedangkan pada
tingkat umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 20 orang. Selebihnya pada tingkat
umur 41-50 tahun sebanyak 20 orang, tingkatan umur 51 – 60 tahun
sebanyak 5 orang.
4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, maka diperoleh data
tentang pendidikan responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
Responden
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SMA/Sederajat sebanyak 35 orang atau 70% dan diikuti yang
berpendidikan SMP/Sederajat sebanyak 10 orang atau 20%. Sedangkan
yang berpendidikan SD/MI sebanyak 5 orang atau 10%. Dari data diatas
dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Kota Sibolga masih berada pada
tingkat pendidikan yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat
pendidikan masyarakat yang hanya tamatan SD sampe SMA dan untuk
4.3 Deskriptif Variabel 1. Variabel Modal
a. Indikator Biaya Perawatan
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang
indikator biaya perawatan modal responden yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.3
Hasil Analisis Deskriptif Indikator Biaya Perawatan pada variabel Modal
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
812,5-1000 Tinggi 3
509
625-811,5 Cukup Tinggi 8
437,5-624 Rendah 19
250-436,5 Sangat Rendah 25
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator biaya
perawatan diperoleh jumlah skor sebesar 509 yang masuk dalam kriteria
rendah. Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa indikator biaya perawatan
nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria tinggi
dengan jumlah 3 responden, 8 responden dalam kriteria cukup tinggi, 19
responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 25 responden
termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum
biaya perawatan sebagai indikator dalam variabel modal di desa Tasik
Agung tergolong rendah. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa
nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga menggunakan biaya
b. Indikator Biaya Pengeluaran Produksi
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang
indikator biaya pen responden pengeluaran modal yang dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Analisis Deskriptif Indikator Biaya Pengeluaran pada variabel Modal
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator biaya
pengeluaran produksi diperoleh jumlah skor sebesar 724 yang masuk dalam
kriteria rendah. Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa indikator biaya
pengeluaran produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga
berkriteria tinggi dengan jumlah 11 responden, 12 responden dalam kriteria
cukup tinggi, 14 responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu
berjumlah 13 responden termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan
demikian secara umum biaya pengeluaran produksi sebagai indikator dalam
variabel modal di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga tergolong
rendah. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di
Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga menggunakan biaya pengeluaran
2. Variabel Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang
jumlah tenaga kerja yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Hasil Analisis Deskripsi Indikator Jumlah Tenaga Kerja pada variabel Tenaga Kerja
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
650-800 Banyak 7
433
500-649 Cukup Banyak 14
350-499 Sedikit 12
200-349 Sangat Sedikit 17
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator
jumlah tenaga kerja diperoleh jumlah skor sebesar 433 yang masuk dalam
kriteria sedikit. Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa indikator jumlah tenaga
kerja nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria
banyak dengan jumlah 7 responden, 14 responden dalam kriteria cukup
banyak, 12 responden berkriteria sedikit dan selebihnya yaitu berjumlah 17
responden termasuk dalam kriteria sangat sedikit. Dengan demikian secara
umum jumlah tenaga kerja sebagai indikator dalam variabel tenaga kerja di
Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga tergolong sedikit. Dari data
tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga
Sambas menggunakan jumlah tenaga kerja dengan sedikit orang untuk
menghindari pola bagi hasil juga akan dapat mengurangi resiko bilamana
semakin banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang diperoleh
setiap awaknya.
3. Variabel Lama Melaut
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang lama
waktu melaut responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Hasil Analisis Deskripsi Indikator Lama waktu di laut
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
487,5-600 Panjang 17
379
375-486,5 Cukup Panjang 12
262,50-374 Sedang 11
150-261,5 Pendek 10
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator lama
melaut diperoleh jumlah skor sebesar 379 yang masuk dalam kriteria cukup
panjang. Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa indikator lama waktu nelayan
di laut Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria panjang dengan
jumlah 17 responden, 12 responden dalam kriteria cukup panjang, 11
responden berkriteria sedang dan selebihnya yaitu berjumlah 10 responden
termasuk dalam kriteria pendek. Dengan demikian secara umum lama waktu
nelayan di laut sebagai indikator dalam variabel lama waktu di Kecamatan
Sibolga Sambas tergolong cukup panjang. Dari data tersebut memberikan
waktu di laut dengan cukup panjang untuk mendapatkan hasil tangkapan
yang optimal.
4. Variabel Produksi Nelayan
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel
penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang hasil
produksi responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Analisis Deskripsi Indikator Produksi
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
487,5-600 Tinggi 14
377
375-486,5 Cukup Tinggi 12
262,50-374 Rendah 11
150-261,5 Sangat Rendah 13
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator
jumlah produksi nelayan diperoleh jumlah skor sebesar 377 yang masuk
dalam kriteria cukup tinggi. Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa indikator
jumlah produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas berkriteria tinggi
dengan jumlah 14 responden, 12 responden dalam kriteria cukup tinggi, 11
responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 13 responden
termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum
jumlah produksi nelayan sebagai indikator dalam variabel hasil produksi di
Kecamatan Sibolga Sambas tergolong cukup tinggi. Dari data tersebut
memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas
penghasilan nelayan yang tidak dapat ditentukan kepastiannya, tergantung
dari jumlah ikan yang ditangkap dan juga tergantung dari cuaca yang
mendukung untuk mencari ikan.
4.4 Uji t Berpasangan (Paired Sample t-test)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian Paired
Sampel t-test. Hasil dari uji Paired Sampel t-test akan digunakan untuk
menganalisis apakah terdapat perbedaan sebelum adanya Permen-KP no 2
Tahun 2015 dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 . Kriteria
pengambilan keputusan pengujian hipotesis adalah Ha diterima jika
signifikansi < 5%. Berikut merupakan hasil uji t-2 sampel berpasangan
(paired sample) yang telah dilakukan dengan menggunakan software SPSS:
Tabel 4.8
Uji t-2 Sampel Berpasangan
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa selisih rata-rata sebelum
dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 adalah sebesar 8,30000.
Dari nilai signifikansi (Sig.(2-tailed)) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
alpha (0,05), sehingga Ha diterima atau H0 ditolak.Hasil t hitung dari tabel
sebesar 0.05 dan DF = jumlah data – 1 atau sebesar 49, maka didapat
besarnya t table adalah 2,009. Dengan membandingkan nilai perhitungan di
atas, tampak bahwa t hitung > t tabel sehingga Ha diterima. Dengan
demikian, hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa “Terdapat
perbedaan sebelum dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015.
4.5 Hasil Regresi Linier Berganda
Tabel 4.9
Hasil Regresi Linier Berganda
Variabel Koefisien Sig.
(Constant) -1.416 .028
Modal .194 .000
Tenaga Kerja .243 .001
L.Melaut .222 .001
Iklim .218 .005
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut :
Y= - 1,416 +0,194X1 + 0,243X2+ 0,222X3 + 0,218X4
Makna dari persamaan Regresi tersebut yaitu :
Persamaan regresi linier berganda dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar -1,416, artinya bahwa variabel modal, tenaga kerja,
lama melaut dan iklim dianggap konstan maka hasil produksi sebesar
1.416.
b. Variabel modal mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil produksi
c. Variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil
produksi nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,243.
d. Variabel lama melaut pengaruh yang positif terhadap hasil produksi
nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,222.
e. Variabel iklim yang positif terhadap hasil produksi nelayan dengan
koefisien menunjukkan sebesar 0,218.
4.6 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolonieritas
Menurut Imam Ghozali (2005: 63) multikolinearitas dapat juga dilihat
dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua
ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh
variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas
menjadi variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya.
Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat
dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama
dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya
kolinearitas yang tinggi. Nilai cutoff yang umum dipakai adalah nilai
tolerance 0,10 atau sama
dengan nilai VIF di atas 10. Setiap analisis harus menentukan tingkat
kolinearitas yang masih dapat ditolerir.
Dari hasil penelitian terlihat hasil pengujian multikolinieritas
Tabel 4.10
Hasil Uji Multikolonieritas
Nilai VIF untuk variabel modal sebesar 2,437. Oleh karena nilai VIF
sebesar 2,437 < 10, maka inferensi yang diambil adalah variabel modal tidak
mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel tenaga kerja
sebesar 1,973. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,973 < 10, maka inferensi yang
diambil adalah variabel tenaga kerja tidak mengalami masalah
multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel lama melaut sebesar 1,229. Oleh
karena nilai VIF sebesar 1,229 < 10, maka inferensi yang diambil adalah
variabel lama melaut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF
untuk variabel iklim sebesar 1,108. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,108 < 10,
maka inferensi yang diambil adalah variabel iklim tidak mengalami masalah
multikolinearitas.
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi Tolerance VIF
.410 2.437
.507 1.973
.814 1.229
heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross-section mengandung situasi
heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili
berbagai ukuran (Imam Ghozali, 2005:77). Untuk mengetahui ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat juga dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED pada program
SPSS.
Grafik scatterplot menunjukkan titik menyebar secara acak dan tidak
membentuk suatu pola tertentu. Grafik titik – titik juga menyebar diatas dan
bawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini menunjukkan bahwa model regresi linear
berganda dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Dari hasil
pengujian diperoleh scatterplot sebagaimana gambar di bawah :
Gambar 4.1
Hasil Uji Heterokedastisitas
Dari gambar 4.1 terlihat titik menyebar secara acak serta tersebar baik
diatas maupun di bawah angka nol, titik-titik data tidak mengumpul hanya
diatas atau dibawah saja, penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola
bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, dan
model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas
dan layak digunakan dalam penelitian.
4.7 Uji Hipotesis 1. Uji F
Uji hipotesis secara simultan dilakukan untuk melihat pengaruh
variabel bebas, dalam hal ini variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan
iklim, secara simultan dengan variabel terikat yaitu produksi nelayan
dengan menggunakan uji F. Jika nilai f hitung lebih besar dari pada f tabel,
dengan arti bahwa hipotesis yang mengatakan variabel bebas secara
simultan signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat. Hasil analisis
secara simultan berdasarkan hasil analisis dengan bantuan program SPSS
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.11 Uji F
Dari tabel diatas, nilai f hitung yang diperoleh adalah sebesar 58,782 dan
signifikansi sebesar 0,000. Karena f hitung > f tabel (58,782>2,57) dan
signifikansi < α (0,000<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal,
tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara simultan berpengaruh positif
terhadap hasil produksi nelayan. ANOVAa
a. Dependent Variable: Y
2. Uji T
Uji hipotesis secara parsial dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap hasil
produksi dengan menggunakan uji t hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.12 Uji T
Variabel Koefisien Sig.
(Constant) -1.416 .028
Modal .194 .000
Tenaga Kerja .243 .001
L.Melaut .222 .001
Iklim .218 .005
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikan variable modal
sebesar 0,000. Karena nilai signifikan < α (0,000 < 0,05). Jadi dapat
disimpulkan bahwa modal berpengaruh positif terhadap hasil produksi.
Koefisien regresi untuk variabel modal adalah 0,787. Koefisien ini
menunjukkan bahwa setiap peningkatan modal 1% maka akan meningkat
pula hasil produksi sebesar 0,194 % dengan asumsi tenaga kerja, lama
melaut dan iklim adalah tetap (konstan). Hal tersebut menunjukkan bahwa
modal mempunyai hubungan positif dengan hasil produksi. Atau dengan
kata lain semakin tinggi modal, maka akan meningkatkan hasil produksi.
Nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel tenaga kerja adalah
sebesar 0,001. Karena nilai signifikan < α (0,001 < 0,05). Sehingga dapat
produksi. Koefisien regresi untuk variabel tenaga kerja adalah sebesar
(0,243). Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan tenaga
kerja sebesar 1%, maka hasil produksi akan meningkatkan sebesar 0,243%
dengan asumsi modal, lama melaut, dan iklim adalah konstan. Sehingga
tenaga kerja mempunyai hubungan yang positif dengan hasil produksi. Atau
dengan kata lain tenaga kerja semakin banyak yang digunakan maka akan
meningkatkan hasil produksi.
Nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel lama melaut adalah
sebesar 0,001. Karena signifikansi < α (0,001 < 0,05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa lama melaut berpengaruh positif terhadap hasil
produksi. koefisien regresi untuk variabel lama melaut adalah sebesar
(0,222). Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan lama
melaut sebesar 1%. Maka hasil produksi akan meningkat sebesar 0,222%
dengan asumsi modal, tenaga kerja, dan iklim adalah konstan. Sehingga
lama melaut mempunyai hubungan yang positif dengan hasil produksi. Atau
dengan kata lain lama melaut semakin lama maka akan meningkatkan hasil
produksi.. Koefisien regresi untuk variabel iklim adalah sebesar (0,218).
Sedangkan untuk nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel iklim adalah
sebesar (0,005). Karena signifikansi < α (0,005 < 0,05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa iklim (Dummy) berpengaruh positif terhadap hasil
3. Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.13 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .916a .839 .825 1.18358
a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1
b. Dependent Variable: Y
Dari perhitungan diatas di peroleh nilai (R square) = 0,839. Dengan
demikian berarti bahwa pengaruh variabel modal, tenaga kerja, lama
melaut, dan iklim terhadap produksi adalah 83,9%. Sedangkan untuk
sisanya sebesar 16,1 % dipengaruhi oleh faktor -faktor lain yang diluar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil suatu kesimpulan
sebagai berikut :
1. Modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berpengaruh positif terhadap hasil
produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas
2. Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan
sesudah Permen-KP no 2 Tahun 2015 di Kecamatan Sibolga Sambas Kota
Sibolga.
5.2Saran
Beberapa saran yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan data hasil penelitian modal dalam kategori rendah dilihat dari
masih rendahnya perawatan alat tangkap dan perbaikan mesin perahu.
Sehingga saran yang diberikan adalah perawatan pada alat tangkap dan
perbaikan mesin perahu harus lebih ditingkatkan lagi agar hasil produksi yang
didapat nelayan Sibolga Sambas dapat meningkat.
2. Berdasarkan hasil penelitian tenaga kerja termasuk dalam kategori sedikit
dilihat dari lama pengalaman sebagai nelayan. Sehingga saran yang diberikan
sebaiknya nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas mencari tenaga kerja yang
pengalaman yang cukup akan membantu lebih dalam proses produksi ikan
bagi nelayan Sibolga Sambas.
3. Berdasarkan data hasil penelitian lama melaut termasuk dalam kategori cukup
panjang dilihat dari lama waktu nelayan di tempat sasaran penangkapan ikan.
Sebab para nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas belum menemukan tempat
yang tepat untuk mendapatkan ikan, oleh karena itu saran yang diberikan
kepada nelayan Sibolga Sambas harus lebih banyak mengetahui letak atau
lokasi yang tepat untuk mencari ikan tanpa memerlukan waktu yang lama.
Sebab, waktu yang dibutuhkan lebih cepat akan mempengaruhi hasil produksi
yang tinggi.
4. Berdasarkan data hasil penelitian iklim, dilihat dari masih sebagian nelayan
menggunakan iklim panas sebagai acuan melaut. Sehingga saran yang
diberikan untuk nelayan Sibolga Sambas sebaiknya pada saat hujan atau tidak
melaut harus bisa mencari alternatif pekejaan lain atau sampingan sehingga
tidak hanya mengandalkan dari bekerja sebagai nelayan untuk mencukupi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015
2.1.1 Isi Permen/KP/No 2
Peraturan menteri kelautan dan perikanan RI nomor 2/Permen-KP/2015
tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat
tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Alat Penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda
lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan.
2. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
3. Korporasi adalah kumpulan orang perseorangan dan/atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
4. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin
tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin
Pasal 2
Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela
(trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
(1) Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 terdiri dari:
a. Pukat hela dasar (bottom trawls);
b. Pukat hela pertengahan (midwater trawls);
c. Pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan
d. Pukat dorong.
(2) Pukat hela dasar (bottom trawls) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri dari:
a. Pukat hela dasar berpalang (beam trawls);
b. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls);
c. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls);
d. Nephrops trawls; dan
e. Pukat hela dasar udang (shrimp trawls), berupa pukat udang.
(3) Pukat hela pertengahan (midwater trawls), sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri dari:
a. Pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), berupa pukat ikan;
b. Pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls); dan
Pasal 4
(1) Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 terdiri dari:
a. Pukat tarik pantai (beach seines); dan
b. Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
(2) Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri dari:
a. Dogol (danish seines);
b. Scottish seines;
c. Pair seines;
d. Payang;
e. Cantrang; dan
f. Lampara dasar.
Pasal 5
Pengkodean dan gambar alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan
alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
SIPI dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat
penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) yang telah diterbitkan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa
Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan
pukat tarik (seine nets) sebagaimana diatur dalam Pasal 23, Pasal 24 dan
Lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011
tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat
Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1466) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Jenis alat penangkapan ikan pukat hela, 03.0.0:
1. Pukat hela dasar (Bottom Trawls), TB, 03.1.0:
a) Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls), TBB, 03.1.1
Gambar 1. Pukat hela dasar berpalang
Gambar 2. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls)
c) Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), PTB, 03.1.3
Gambar 3. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls)
d) Nephrops trawl (Nephrops trawl), TBN, 03.1.4
Gambar 4. Nephrops trawl (Nephrops trawls)
e) Pukat hela dasar udang (Shrimp trawls), TBS, 03.1.5
2.2 Pendapatan Usaha Nelayan Perahu
Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih
bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan
dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Menurut
Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang
dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees),
bunga, deviden, royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang
berbeda dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas,
income meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan
maupun yang berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan
penghasil dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari setiap
transaksi yang terjadi. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada
faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, kemampuan, pendidikan dan
pengalaman.
Menurut ahli ekonomi klasik, pendapatan ditentukan oleh kemampuan
faktor–faktor produksi dalam menghasilkan barang dan jasa. Semakin besar
kemampuan faktor–faktor produksi menghasilkan barang dan jasa , semakin besar
pula pendapatan yang diciptakan.
Pendapatan usaha nelayan adalah selisih antara peneriamaan (TR) dan
semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha nelayan (TR) adalah
perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha
biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau
sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh, contoh biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah
jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC
(Soekartawi, 2002).
Mayers dalam terjemahan Sitohang (1996), memandang pendapatan dari
sisi efektifitas penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan adalah “Pendapatan
adalah nilai barang atau jasa tertentu pada akhir jangka tertentu yang mempunyai
indikasi bahwa makna pendapatan bisa saja bergeser seiring dengan tingkat
pengeluaran konsumsi masyarakat”.
Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang
diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik
harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Dan ada beberapa macam pendapatan
yaitu:
a. Pertama, pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh
tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu
negara.
b. Kedua, pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang
harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap
c. Ketiga, pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan
jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.
Menurut Sobri (1999) pendapatan disposibel adalah suatu jenis
penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau
dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima
dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.
Menurut teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara.
Pendapatan permanen dapat diartikan yaitu:
a. Pertama, pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah pendapatan, upah, dan gaji.
b. Kedua, pendapatan yang diperoleh dan hasil semua faktor yang menentukan
kekayaan seseorang.
Pendapatan menekan pada perwujudan balas jasa dari partisipasi seseorang
dalam satu kegiatan produksi dimana tergambar pada sumbangan faktor-faktor
produksi atas nilai tambah (value added) pada tingkat out put tertentu. Nilai
tambah inilah yang merupakan pokok utama dari balas jasa yang selanjutnya
disebut pendapatan. Pendapatan tersebut dipilih menurut jangka waktu tertentu
sehingga arti praktisnya nampak, misalnya satu bulan, dan lain sebagainya.
Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan
mempunyai produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu
memberikan pendapatan yang lebih besar, (Winardi, 1988).
2.3 Produksi Nelayan
Suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda
atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi
kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah
bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna
suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi
barang.Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai
kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam
jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses
produksi disebut Produsen.
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di
antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan
untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis
tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya,
yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga
teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi
yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004).
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran
eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun secara politik.
Nelayan orang yang melakukan penangkapan (budidaya) di laut dan di
tempat yang masih dipengaruhi pasang surut (Tarigan, 2000). Jadi bila ada yang
menangkap ikan di tempat budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau,
sungai tidak termasuk nelayan. Selanjutnya, menurut Tarigan (2000), berdasarkan
pendapatnya, nelayan dapat dibagi menjadi :
a. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya
berasal dari perikanan.
b. Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya
berasal dari perikanan.
c. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya
berasal dari perikanan.
d. Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif
sebagai nelayan.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat nelayan yang
terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat kaitannya dengan faktor internal
dan eksternal masyarakat. Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang
cepat, kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lain yang tidak
mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat
dipengaruhi oleh pola piker nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang
mengakibatkan kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain
pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok dalam bentuk pasar monopsoni
(Kusnadi, 2003).
Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan
dan diuraikan sebagai berikut :
1. Teknologi
Teknologi dan kendalanya. Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam
penangkapan ikan (produksi) adalah perahu tanpa mesin atau perahu dengan
mesin yang kecil (motorisasi), jaring dan pancing.
Peralatan/ modal nelayan adalah nilai daripada peralatan yang digunakan
seperti :
a. Harga perahu, apakah mempergunakan mesin atau tidak yang dimiliki
nelayan.
b. Harga dari peralatan penangkapan ikan misalnya jaring, pancing, dan lain-lain.
c. Bahan makanan yang dibawa melaut dan yang ditinggalkan di rumah. Ini
semua adalah merupakan input bagi nelayan dalam melaut (menangkap ikan).
Tenaga kerja, banyak atau sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam
melaut (menangkap ikan), digaji atau tidak tenaga tersebut atau bagi hasil, atau
keluarga misalnya istri, anak (keluarga) sehingga tidak dibayar gajinya.
2. Sosial Ekonomi
a) Umur, seseorang yang telah berumur 15 tahun ke atas baru disebut nelayan,
b) Pendidikan, biasanya sebelum menjadi nelayan pada umumnya mereka telah
menempuh pendidikan, misalnya : sampai tingkat SMA, SMP, SD atau tidak
menempuh pendidikan sama sekali.
c) Pengalaman, apabila seseorang yang dianggap nelayan yang telah berumur 15
tahun sampai 30 tahun, diatas 30 tahun telah dianggap sebagai nelayan yang
berpengalaman (pawing). Hal ini juga merupakan kategori atau klasifikasi
untuk menentukan banyaknya jumlah tangkapan ikan dilaut.
d) Peralatan, apakah nelayan itu mempunyai peralatan sendiri dalam melaut dan
menangkap ikan atau tidak, jadi apabila ia tidak memiliki peralatan sendiri dan
hanya menerima gaji maka dikatakanlah ia buruh nelayan.
e) Anggota organisasi atau tidak anggota, apakah nelayan tersebut menjadi
anggota organisasi atau tidak, dalam hal ini KUD (Koperasi Unit Desa), disini
dimaksud KUD adalah KUD nelayan yang tujuannya adalah untuk kelompok
nelayan dan menydiakan peralatan dan keperluan nelayan, sehingga apabila
nelayan itu menjadi anggotanya maka nelayan itu memperoleh kemudahan dan
kemurahan dalam melaksanakan usahanya yaitu nelayan.
f) Musim,musim sangat berpengaruh kepada keadaan kehidupan nelayan yaitu
musim barat dan musim timur. Dalam 1 tahun ada 2 musim yaitu musim timur
dari bulan Maret sampai awal Agustus keadaan pasang tidak terlampau tinggi,
arus tidak terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar jadi
sedang-sedang saja. Pada musim inilah nelayan banyak mendapat ikan. Pada musim
barat, biasanya dari akhir Agustus sampai awal Maret, umumnya gelombang
yang disebut pasang Perdani, yaitu pasang paling besar/tinggi pada satu kali
setahun. Keadaan ini pada umummnya nelayan sangat jarang ke laut karena
takut bahaya, jadi produksi sedikit dan biasanya harga ikan akan tinggi.
Disamping kedua musim dalam satu kali setahun tadi ada lagi pengaruh musim
bulanan yaitu pada bulan purnama dan pada bulan gelap. Pada bulan purnama
atau terang arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan
gelap, gelombang akan kecil, arus tidak bergerak yang disebut dengan istilah
pasang mati. Pada kedua keadaan ini nelayan akan kurang mendapat ikan, dan
harga ikan akan tinggi apalagi pada musim barat keadaan ini umumnya nelayan
tidak akan turun melaut, kalaupun turun melaut hanya dipingir-pinggir saja.
Oleh sebab itu nelayan yang turun kelaut dan mempunyai harapan
penangkapan banyak yaitu pada keadaan laut yang normal yaitu pada waktu
pasang tidak terlampau besar, arus tidak terlampau deras, jadi lebih kurang
yaitu pada tanggal 7, 8, 9 selanjutnya 10, 11, 12, 13 sudah mulai kurang sampai
tanggal 17 dan tanggal 18, 19, 20 dan tanggal 21 sudah mulai kurang sampai
tanggal 22, 23, 24 dan tanggal 25 sampai tanggal 26, 27, 28 dan 29 sudah
mulai kurang pasang mati. Jadi pada tanggal 15 pada bulan purnama tidak akan
kelaut, demikian juga pada tanggal 30 bulan gelap, karena pasang mati,
sedangkan pada tanggal 8 dan 22 pasang akan mati pada saat ini nelayan tidak
akan melaut. Bulan dihitung tidak menurut matahari tetapi menurut perputaran
3. Tata Niaga
Ikan adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya
dari produsen (nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitasnya atau
kondisinya tidak rusak atau busuk kalau ikan itu tidak diolah. Kondisi atau
keadaan ikan ini sangat berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai
gizinya. Jadi dalam hal ini dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga
perikanan tersebut, dari produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin
efisien tata niaganya dan kriterianya adalah sebagai berikut :
Panjang atau pendek saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi
dalam hal ini ikan (karena tangkapan) dari nelayan (produsen/ sampai ke
konsumen akhir agar jangan sampai rusak).
Banyak atau sedikit dari jumlah pos-posyang terdapat padasaluran
distribusi tersebut. Apabila banyak mengakibatkan panjangnya (jauhnya) jarak
antara produsen dan konsumen sedangkan kalau pendek (dekat) jarak antara
produsen dan konsumen akhir yang artinya makin efisien.
Menambah keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi
tersebut apakah menambah keuntungan atau tidakbagi nelayan. Dalam hal ini
kita bandingkan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah
ada korelasi antara hal-hal di atas, apakah ke tiga hal di atas tadi akan
menambah atau memperbesar pendapatan nelayan. Meningkatnya tangkapan
ikan nelayan berarti meningkatnya kesejahteraan nelayan tersebut. Demikian
juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu pengentasan
2.4.1 Biaya Produksi
Modal ada dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap
diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui deprecition cost dan bunga modal.
Modal bergerak langsung menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama
dengan nilai modal yang bergerak.
Setiap produksi sub sektor perikanan dipengaruhi oleh faktor produksi
modal kerja. Makin tinggi modal kerja per unit usaha yang digunakan maka
diharapkan produksi ikan akan lebih baik, usaha tersebut dinamakan padat modal
atau makin intensif.
Sebagian dari modal yang dimiliki oleh nelayan digunakan sebagai biaya
produksi atau biaya operasi, yaitu penyediaan input produksi (sarana produksi),
biaya operasi dan biaya-biaya lainnya dalam suatu usaha kegiatan nelayan. Biaya
produksi atau biaya operasi nelayan biasanya diperoleh dari kelompok nelayan
kaya ataupun pemiliki modal (toke), karena adanyahubungan pinjam meminjam
uang sebagai modal kerja dimana pada musim panen, hasil tangkapan (produksi)
ikan nelayan digunakan untuk membayar seluruh pinjaman utang, dan tingkat
harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik modal.
Total biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil tangkapan ikan/ produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit.Biaya variabel (VC) adalahbiaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh hasil tangkapan ikan/ produksi yang diperoleh,
tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Rahardja, Manurung,
2006).
2.5 Modal Usaha
Tangkahan adalah pelabuhan perikanan yang dikelola swasta yang memberikan pelayanan yang lebih dibandingkan pelabuhan perikanan yang
dikelola pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tangkahan yang terus
beroperasi bahkan tangkahan yang ada di Kota Sibolga semakin lama semakin
meningkat, dimana saat ini sudah terdapat 46 unit tangkahan (Zain, 2002).
Letak tangkahan ini sering berada di sekitar wilayah pengelolaan
pelabuhan perikanan milik pemerintah, sehingga tangkahan ini diduga
mengganggu kegiatan pengoperasian pelabuhan perikanan dan sekitarnya karena
fasilitas yang ada di tangkahan hampir sama fungsinya dengan yang ada di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga (Zain, 2002).
Pemilik tangkahan membutuhkan tenaga kerja untukmenjalankan
kegiatannya baik sebagai anak buah kapal (ABK), pembongkar hasil tangkapan,
pengolah hasil tangkapan, penyedia kebutuhan melaut, maupun pendistribusi hasil
tangkapan. Secara langsung tangkahan turut menyediakan lapangan kerja bagi
penduduk di sekitarnya namun alokasi/pendistribusian tenaga kerja yang
dibutuhkan belum diketahui secara jelas.
Dalam hal pengoperasian tangkahan, dibutuhkan pembiayaan pembiayaan
agar kegiatan di tangkahan berjalan sesuai dengan keinginan pemiliknya.
tenaga kerja, biaya perawatan fasilitas, pajak, retribusi kepada pemerintah karena
ada bangunan dan aktivitas perikanan tangkap didalamnya dan biaya-biaya lain.
Besarnya biaya dan tujuan pemanfaatan biaya ini belum diketahui secara pasti.
Pengusaha penangkapan pada tangkahan memiliki keunggulan sendiri bila
dibandingkan dengan pengusaha perikanan yang beroperasi di pelabuhan
perikanan. Pengusaha penangkapan di tangkahan mengatur dirinya sendiri tanpa
terikat dengan peraturan-peraturan yang ada di pelabuhan perikanan.
Kelemahannya yang paling mendasar adalah baik pemerintah pusat maupun
daerah tidak mungkin mampu mengontrol tangkahan (Pane, 2009) .
2.6 Penelitian Terdahulu
Nanik (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Sosial dan
Ekonomi Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati )” menyatakan
bahwa dengan diberlakukannya PERMEN KP No 2 berdampak : (1) sosial:
pengangguran meningkat, kesejahteraan masyarakat nelayan menurun dan
tingginya kejahatan, (2) ekonomi : penurunan hasil tangkap, penghasilan turun,
dengan kondisi ekonomi nelayan : meliburkan diri(30%),beralih ke usaha
lain(40%), dan serabutan pangkalan ikan (30%).
Ikbar (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa Peraturan Mentri
Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015” menyatakan bahwa terlihat 2
kepentingan yang saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan
banyak masyarakat nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan
ingin terus menggunakan alat tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Baso (2015) dengan judul penelitiannya “Analisis Kebijakan Kepmen
KKP Nomor 2 tahun 2015 Tentang Larangan Pemakaian Trawl dan Pukat Tarik di
WPP Indonesia” menyatakan bahwa para nelayan mengakui bahwa hasil
tangkapan dengan cantrang jonggrang memberi kontribusi yang cukup besar dan
selama ini menjadi andalan nelayan. Jika peraturan ini diberlakukan sudah
dipastikan penghasilan mereka para nelayan jauh sangat berkurang dari biasanya.(
tvrijatim.com ). Kebijakan itu juga berpotensi melumpuhkan mata pencaharian 3
ribu nelayan, dan 500 pedagang ikan di Kota Probolinggo. Bahkan sekitar 180
unit kapal motor nelayan terancam mangkrak. Di sisi lain, kebijakan itu juga
mengancam lapangan pekerjaan bagi 8 juta nelayan di 22 kota/kabupaten se-Jawa
2.10 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual diatas dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
1) Variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berdampak positif
terhadap produksi dan pendapatan nelayan
2) Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk
menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan
pelampung di sisi atasnya dan pemberat di sebelah bawahnya. Dengan demikian,
pukat membentuk semacam dinding jaring di dalam air yang akan melingkari
kumpulan ikan dan mencegahnya melarikan diri. Jaring ini dapat dioperasikan
baik dengan menggunaka
Penggunaan pukat harimau di Indonesia berkembang pesat pada tahun
1970-an karena banyaknya permintaan izin dan memang diizinkan. Akan tetapi,
nelayan tradisional pada saat itu melakukan penolakan, dan penolakan
besar-besaran terjadi pada tahun 1980-an dikarenakan perolehan tangkapan nelayan
tradisional menurun secara dratis dari tahun ke tahun. Akhirnya, pada tanggal 1
Juli 1980 dikeluarkanlah Kepres No. 39/1980.
Kepres No. 39/1980 menimbang bahwa bahwa dalam pelaksanaan
pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong
peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk
menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial maka perlu dilakukan
penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.
Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang
nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumber daya