• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI MENGENAI PENERAPAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:

YOSSI ELISABETH SIMANJUNTAK NIM.081000071

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI MENGENAI PENERAPAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

YOSSI ELISABETH SIMANJUNTAK NIM.081000071

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI MENGENAI PENERAPAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan untuk dipertahankan oleh: YOSSI ELISABETH SIMANJUNTAK

NIM.081000071

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Juli 2012 dan

(4)

A B S T R A K

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal yaitu jaminan kemampuan, kegiatan pendukung, dan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengenalan risiko di tempat kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja pada bagian produksi mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea dengan desain penelitian bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di bagian proses produksi sebanyak 374 orang dan sampelnya adalah pekerja tetap di bagian proses produksi yang diambil dengan teknik proportional random sampling

dengan jumlah 80 orang yang mewakili departemen bagian produksi yaitu departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline, departemen

engineering dan maintenance dan departemen technical.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pengetahuan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100 %), sikap pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori mendukung (favorable) yaitu sebanyak 80 orang (100 %) dan tindakan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100%). Disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), mengoptimalkan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) melalui pendidikan dan pelatihan, tetap melaksanakan program yang berkaitan dengan peningkatan keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan tetap memerhatikan hal-hal yang perlu ditingkatkan dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

(5)

A B S T R A C T

The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) is the part that can not be separated from the other management activity in an institution of work site or a company, such as production management, human resource management, financial management, etc. The implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) consist of the warranty of ability, proponent activity, and the identification of hazard source, assessment and recognition of risk at work.

This research aims to know the description of knowledge, attitude and workers practices on the production section about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) in PT. Toba Pulp Lestari Porsea with descriptive research design. The population of this research was all the workers who work in production section counted 374 people and the samples was taken with proprtional random sampling technique from the population that is also the workers who work in production section with amount 80 people who represent the department of production section that is chemical department, energy department, fiberline department, engineering ang maintenance department and technical department.

According to the result of this research, that knowledge of the worker about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100 %), the worker attitude about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the favorable category that is counted 80 people (100 %) and worker practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100%). It is a recommendation to improving the supervision and development in order to apply The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), to optimize the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) through training and education, consistent to implement any program that is related with the improvement of the implementation The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), and consist to pay attention to the things that need to be increased from the knowledge, attitude and practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3).

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yossi Elisabeth Simanjuntak Tempat/Tanggal Lahir : Balige, 28 Agustus 1990 Agama : Kristen Protestan Nama Orang Tua

Ayah : M. Simanjuntak

Ibu : S. boru Panjaitan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jl. Marakas No.31 Padang Bulan, Medan Riwayat Pendidikan :

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih karuniaNya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Penelitian ini dilakukan di PT. Toba Pulp Lestari Porsea dengan judul : “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012”.

Dalam penulisan skripsi tidak terlepas dari dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

2. Bapak DR. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai dosen pembimbing pertama 4. Ibu Arfah Mardiana Lubis, M.Psi sebagai dosen pembimbing kedua

5. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, MS dan Ibu Eka Lestari Mahyuni SKM, M.Kes sebagai dosen penguji

6. Bapak Drs. Jemadi M.Kes, sebagai Dosen Penasehat Akademik

(8)

8. Bapak pimpinan dan seluruh karyawan PT. Toba Pulp Lestari Porsea yang telah membantu penulis dalam penelitian ini

9. Loss Prevention and Control (LP&C) Department PT. Toba Pulp Lestari Porsea yang banyak membimbing penulis di lapangan dan dalam menulis skripsi ini (Bapak Manson Pakpahan, Bapak Jonny Marpaung, Bapak Sautman Sidabutar, dan Bapak Mislan) dan Learning and Development Centre PT. Toba Pulp Lestari yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk melakukan penelitian ini (Bapak Fandi Tarigan, Bapak Derusman Purba, dan lain-lain)

10.Orang tuaku tercinta, Bapak M. Simanjuntak dan Mama S. boru Panjaitan yang selalu mendukung, mendoakan, memberi semangat dan membantu penulis baik materil maupun moril sampai selesainya skripsi ini

11.Kakakku Melda Simanjuntak, Amd dan adik-adikku David Simanjuntak dan Gorby Simanjuntak untuk semangat yang selalu diberikan

12.Teman-temanku di Kelompok Kecil d’Luvena (Kak Eva, Kak Maria, Kak Lusy, Ervanny, Suzan, Stela, dan Tari) dan teman-temanku di peminatan K3 (Mailany, Octa, Lidya, Mandroy, Amja, Azhari, Rahmi, Vesta, Bianca, Cut Saura, Jeffry) yang selalu memberi semangat dan dukungan doa

13.Teman-temanku di FKM USU stambuk 2008, khususnya untuk Rani, Helfiana, Kak Grace, Caprin, Edy, Nelly, Novi dan lain-lain yang banyak membantu saya dan memberi semangat serta dukungan doa.

(9)

sahabatku Desy Marito Panjaitan dan Betty Silitonga yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkatNya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012

(10)

DAFTAR ISI

2.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 14

2.4.1. Pengertian Keselamatan Kerja ... 14

2.4.2. Pengertian Kesehatan Kerja ... 15

2.4.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 17

2.5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).. ... 18

2.5.1. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 18

2.5.2. Prinsip dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 20

2.5.3. Manfaat Penerapan SMK3 ... 32

2.5.4. Faktor Penghambat dan Keberhasilan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 33

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 39

4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan ... 45

4.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 46

4.1.4. Organisasi Keselamatan dan Tanggung Jawab ... 47

4.1.5. Praktek Standard Keselamatan Kerja Di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 51

4.1.6. Jenis dan Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 57

4.1.7. Pembagian Waktu Kerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 58

4.1.8. Jenis Pekerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 58

4.2. Gambaran Hasil Penelitian di PT. Toba Pulp Lestari ... 59

4.2.1. Gambaran Data Umum Responden ... 59

4.2.2. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 100

5.1. Gambaran Umum Responden... 100

5.2. Pengetahuan Responden ... 100

(12)

5.4. Tindakan Responden ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

6.1. Kesimpulan ... 123

6.2. Saran ... 123

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Tabel Jumlah Pekerja di Bagian Produksi Mill di PT Toba

Pulp Lestari ... 36 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di PT. Toba Pulp

Lestari Porsea Tahun 2012 ... 44 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di

PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di PT.

Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012 ... 46 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Chemical ... 62 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Energy ... 65 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Fiberline ... 68 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Engineering dan Maintenance ... 71 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

(14)

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Chemical ... 77 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen Energy ... 80 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Fiberline ... 83 Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Engineering dan Maintenance ... 86 Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Technical ... 89 Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Chemical ... 92 Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Energy ... 94 Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Fiberline ... 96 Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Engineering dan Maintenance ... 98 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

(15)

A B S T R A K

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal yaitu jaminan kemampuan, kegiatan pendukung, dan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengenalan risiko di tempat kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja pada bagian produksi mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea dengan desain penelitian bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di bagian proses produksi sebanyak 374 orang dan sampelnya adalah pekerja tetap di bagian proses produksi yang diambil dengan teknik proportional random sampling

dengan jumlah 80 orang yang mewakili departemen bagian produksi yaitu departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline, departemen

engineering dan maintenance dan departemen technical.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pengetahuan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100 %), sikap pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori mendukung (favorable) yaitu sebanyak 80 orang (100 %) dan tindakan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100%). Disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), mengoptimalkan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) melalui pendidikan dan pelatihan, tetap melaksanakan program yang berkaitan dengan peningkatan keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan tetap memerhatikan hal-hal yang perlu ditingkatkan dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

(16)

A B S T R A C T

The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) is the part that can not be separated from the other management activity in an institution of work site or a company, such as production management, human resource management, financial management, etc. The implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) consist of the warranty of ability, proponent activity, and the identification of hazard source, assessment and recognition of risk at work.

This research aims to know the description of knowledge, attitude and workers practices on the production section about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) in PT. Toba Pulp Lestari Porsea with descriptive research design. The population of this research was all the workers who work in production section counted 374 people and the samples was taken with proprtional random sampling technique from the population that is also the workers who work in production section with amount 80 people who represent the department of production section that is chemical department, energy department, fiberline department, engineering ang maintenance department and technical department.

According to the result of this research, that knowledge of the worker about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100 %), the worker attitude about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the favorable category that is counted 80 people (100 %) and worker practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100%). It is a recommendation to improving the supervision and development in order to apply The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), to optimize the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) through training and education, consistent to implement any program that is related with the improvement of the implementation The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), and consist to pay attention to the things that need to be increased from the knowledge, attitude and practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3).

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan yang nyata dalam tatanan ekonomi dunia sekarang ini adalah terjadinya proses globalisasi di segala aspek kehidupan ekonomi yang berpengaruh terhadap sistem perdagangan dunia. Standar dan norma-norma global menjadi persyaratan utama para praktisi industri antarnegara untuk tetap mampu meningkatkan daya saing, meningkatkan efisiensi, menekan biaya produksi serta kualitas barang produksi dan menciptakan nilai-nilai unggul (Notoatmodjo, 2007).

Di Indonesia, kota-kota industri mulai berkembang dan menghasilkan barang-barang produksi yang bermutu (Anonim, 2010). Perkembangan pesat industri mendorong penggunaan mesin, peralatan kerja dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi semakin meningkat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemudahan dalam proses produksi, meningkatnya produktivitas kerja, dan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Akan tetapi, banyak pula masalah ketenagakerjaan yang timbul termasuk di dalamnya masalah-masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Seperti, meningkatnya jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

(18)

Safety and Health (OSH) bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong tinggi dibanding sejumlah negara di Asia dan Eropa, pada tahun 2010 kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 98.000 kasus. 1.200 kasus di antaranya, mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan menurut Muji Handaya bahwa dengan angka kecelakan kerja tersebut, rata-rata ada tujuh pekerja yang meninggal dunia setiap hari (Djumena, 2011).

Untuk melindungi keselamatan pekerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Pedoman keselamatan dan kesehatan kerja adalah bahwa penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah, maka upaya pokok kesehatan kerja adalah pencegahan kecelakaan kerja (Notoatmodjo, 2007). Tetapi kecelekaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh. Namun demikian setiap perencanaan, keputusan, dan organisasi harus memperhitungkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan. Efisiensi, kemampuan karyawan, keadaan peralatan harus selaras dan seimbang agar proses produksi yang optimal, aman dan selamat dapat dicapai (Silalahi, 1985).

(19)

kecelakaan kerja. Menurut H. W. Heinrich dalam Notoatmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan dan menurut Muji, penyebab kecelakaan kerja di Indonesia adalah perilaku dan peralatan yang tidak aman (Prastyo, 2012).

Perilaku pekerja tentang K3 menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3. Hasil penelitian Salawati (2009) menunjukkan adanya hubungan antara perilaku tenaga kesehatan terhadap penerapan Manajemen K3 di Rumah Sakit zainal Abidin Banda Aceh. Hasil penelitian Zulliyanti (2011) menunjukkan bahwa pengetahuan dan tindakan pekerja berpengaruh terhadap penerapan Manajemen K3 di PT. Gold Coin Indonesia dan hasil penelitian Munthe (2010) menggambarkan pengetahuan dan tindakan pekerja tentang SMK3 di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke ada pada kategori yang baik.

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Benyamin Bloom dalam buku Notoatmodjo (2003) membagi perilaku ke dalam 3 domain yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan tindakan (psikomotor).

(20)

sosial yang telah terkondisikan. Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa tindakan adalah perwujudan sikap menjadi suatu perbuatan nyata.

Efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dapat dicapai dengan meningkatkan pengetahuan karyawan, keahlian karyawan, dan sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya. Dengan adanya peningkatan pengetahuan, keahlian dan sikap terhadap tugas maka diharapkan akan mengubah perilaku guna mendapatkan produktivitas yang tinggi (Nasution, 2000).

Produktivitas pekerja yang tinggi sangat diharapkan oleh pihak perusahaan karena hal tersebut berpengaruh dan dibutuhkan dalam menjaga kelancaran proses produksi di perusahaan. Dengan itu, perlu diterapkan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang menjamin hak pekerja untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerjanya. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja akan meningkatkan produktivitas dan selanjutnya akan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena kelancaran proses produksinya.

Selain meningkatnya daya saing dan produktivitas tenaga kerja, yang juga menjadi sasaran strategis Kemenakertrans dalam Review Rencana Strategis Kemenakertrans (2012) adalah meningkatnya penerapan pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di tempat kerja. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(21)

Ketenagakerjaan, dalam hal ini perusahaan juga harus menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 yang bertujuan dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2002).

Sejak 1996 hingga 2011, sebanyak 1.548 perusahaan yang mendapat penghargaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Khusus 2011 saja terdapat sekira 238 perusahaan yang memperoleh SMK3 dan jumlah itu meningkat dibanding 2010 yang hanya 162 perusahaan. Tahun 2011, perusahaan-perusahaan penerima penghargaan SMK3 kebanyakan bergerak di bidang industri sebanyak 80 perusahaan, konstruksi bangunan 42 perusahaan, dan 36 perusahaan lainnya di sektor jasa. Sisanya adalah mereka yang berkiprah di bidang pertanian, pertambangan, listrik, perdagangan, transportasi, dan lembaga (Rosidi, 2012).

Salah satu perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan SMK3 dan telah menerima sertifikat audit SMK3 adalah PT. Toba Pulp Lestari, Porsea sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia mulai dari tahun 2005 sampai 2011. Pada tahun 2011, PT. Toba Pulp Lestari menerima sertifikat audit dengan bendera emas (gold flag) karena telah menerapkan SMK3 sebanyak 93% dari 166 kriteria SMK3. PT. Toba Pulp Lestari adalah industri di bidang pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon. Secara operasional, PT. Toba Pulp Lestari dibagi menjadi dua bagian yaitu divisi fiber (fiber division)

(22)

menghasilkan pulp atau bubur kertas dan divisi mill (mill division) dengan kegiatan produksi untuk mengolah kayu yang dihasilkan di fiber divison menjadi bubur kertas. Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara yang telah dilakukan di bagian Loss Prevention and Control yaitu bagian manajemen yang menangani masalah K3, bahwa memang bagian produksi merupakan bagian dimana aspek K3 dan SMK3 perlu diterapkan dengan baik. Mereka tetap memantau pekerja agar tetap mematuhi aspek K3. Setiap pekerja yang melanggar langsung ditegur di tempat dan pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri tidak diperbolehkan masuk memasuki areal industri.

(23)

terjadi masih cenderung diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dari pekerja itu sendiri.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor: KEP.723/BW/2000 bahwa penghargaan kecelakaan nihil diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja. Kecelakaan yang menghilangkan waktu kerja adalah kecelakaan yang menyebabkan seorang pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah terjadi kecelakaan kerja selama 2 kali 24 jam. Bagi perusahaan besar, dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang, dikatakan kecelakaan nihil jika tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya jam kerja berturut-turut selama 3 tahun atau telah mencapai 6 juta jam kerja tanpa kecelakaan yang menghilangkan waktu kerja.

Meskipun PT. Toba Pulp Lestari belum pernah mengusulkan untuk mendapat penghargaan kecelakaan nihil, namun dengan melihat standar yang ditetapkan dalam keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor: KEP.723/BW/2000, PT. Toba Pulp Lestari Porsea yang telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan telah mendapat sertifikat dan bendera emas, telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja dengan melihat data kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun 2011 yaitu sebanyak 4 kecelakaan yang tidak menghilangkan waktu kerja.

(24)

perusahaan tersebut dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja di perusahaan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti “Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja pada bagian produksi tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari, Porsea”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(25)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari tahun 2012.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari tahun 2012.

3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen PT. Toba Pulp Lestari dan perusahaan lainnya akan pentingnya perilaku pekerja terhadap penerapan SMK3 secara optimal.

2. Bagi tenaga kerja, agar lebih mengetahui manfaat dan kegunaan penerapan

SMK3.

3. Sebagai bahan informasi bagi penelitian sejenis serta dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan (Setiawati dan Dermawan, 2008).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu artinya mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

(27)

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya atau dapat menerapkan prinsip yang diketahui dalam situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan/atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007)

2.2. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005).

(28)

Menurut Allport dalam buku Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Menurut Notoatmodjo, seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding)

(29)

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi orang lain.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab adalah tingkatan sikap yang paling tinggi, yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan menerima segala resiko.

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pada pendapat responden (Notoatmodjo, 2007). 2.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2007).

Mengingat sikap itu belum berupa tindakan, maka untuk dapat mewujudkan sikap menjadi tindakan dibutuhkan tingkatan-tingkatan tindakan, yaitu :

1. Persepsi

(30)

2. Terpimpin

Persepsi yang sudah ada pada seseorang akan ditindaklanjuti dengan kegiatan secara berurutan.

3. Mekanisme

Kegiatan atau tindakan yang sudah dilakukan secara benar dengan tepat dan cepat, akan dilakukan kembali tanpa harus diperintah atau ditunggui.

4. Adopsi

Kegiatan yang sudah dilakukan secara otomatis selanjutnya individu akan mengembangkan kegiatan tersebut dengan tidak mengurangi makna dan tujuan dari kegiatan tersebut (Setiawati dan Dermawan, 2008).

2.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.4.1. Pengertian Keselamatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingakatan tertentu. Sedangkan risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya suatu bahaya yang menyebabkan kecelakaan dan intensitas bahaya tersebut (HIPSMI dalam buku Notoatmodjo, 2007).

(31)

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini terdapat dua masalah penting yaitu kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan dan kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Suma’mur, 1987).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi tidak aman dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan praktis yang kemudian dikembangkan menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan. Pada umumnya teori tentang kecelakaan memusatkan perhatian pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu peralatan, cara kerja dan manusia atau pekerja (Anonim, 2010).

Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan dapat dicegah dengan peraturan perundangan tentang ketentuan wajib di tempat kerja, standardisasi keselamatan kerja, pengawasan tentang kepatuhan ketentuan yang diwajibkan dalam peraturan, penelitian bersifat teknik, riset medis, penelitian psikologis, penelitian secara statistik, pendidikan, pelatihan keselamatan kerja, penggairahan dengan cara penyuluhan, asuransi, dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja (Suma’mur, 1987).

2.4.2. Pengertian Kesehatan Kerja

(32)

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Anonim, 2009).

Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan antara beban kerja, beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Suma’mur, 2009).

(33)

Menurut Suardi yang dikutip oleh Zulliyanti (2011) bahwa perubahan secara signifikan di bidang industri memberikan konsekuensinya terhadap terjadi perubahan pola penyakit/kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan), faktor fisik (panas, bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja, stress kerja, penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Pihak manajemen perusahaan cenderung melakukan pendekatan pemecahan masalah kesehatan pekerja hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan antara lain mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Dalam pasal 23 Undang-Undang Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja. Upaya kesehatan kerja wajib dilakukan di setiap tempat kerja, dan mencakup pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja serta penerapan syarat-syarat kesehatan kerja.

2.4.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(34)

pendekatan ilmiah dan praktis secara sistematis (systematic),dan dalam kerangka pikir kesisteman (system oriented) (Anonim, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja (Yuli, 2005). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatannya utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan bahaya (Notoatmodjo, 2007).

(35)

2.5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

2.5.1. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi, dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Sastrohadiwiryo, 2002).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahwa :

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

(36)

manajemen perusahaan.” Maka dalam hal ini, Sistem Manajemen K3 merupakan sebuah kewajiban dalam sebuah perusahaan untuk mencapai kesejahteraan tenaga kerja di tempat kerja yang menyangkut dalam keselamatan dan kesehatan kerja.

Tujuan penerapan Sistem Manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

b. Menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat.

c. Menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Sastrohadiwiryo (2002), ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 adalah :

1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3

2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja

3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja 4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan

(37)

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.5.2. Prinsip dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Sastrohadiwiryo (2002) yang sesuai dengan Lampiran I Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, yang menjadi prinsip dalam penerapan Sistem Manajemen K3 adalah sebagai berikut :

1. Komitmen dan Kebijakan 2. Perencanaan

3. Penerapan

4. Pengukuran dan Evaluasi

5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen

Prinsip dalam penerapan SMK3 di perusahaan mencakup lima hal di atas yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak manajemen bekerja sama dengan para pekerja. Dari kelima prinsip tersebut, dalam hal penerapanlah peran pekerja sangat dibutuhkan agar pelaksanaan SMK3 dapat dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.

(38)

Penerapan SMK3 di perusahaan tetap berpedoman dengan Permenaker Nomor: 05/Men/1996. Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menunjuk personel yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan. Penerapan SMK3 mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Jaminan Kemampuan

1) Sumber Daya Manusia, Sarana, dan Prasarana

Perusahaan harus menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana, dan dana yang memadai sesuai dengan Sistem Manajemen K3 yang diterapkan.

Dalam menyediakan sumber daya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yang dapat memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan. Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 yang efektif perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a) Menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan

b) Melakukan identifikasi kompetisi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan

c) Membuat ketentuan untuk mengonsumsikan informasi keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif

d) Membuat peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran dan para ahli e) Membuat peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan ketertiban tenaga kerja

(39)

2) Integrasi

Perusahaan dapat mengintegrasikan Sistem Manajemen K3 ke dalam sistem manajemen perusahaan yang ada. Dalam pengintegrasian tersebut dapat terjadi pertentangan antara tujuan dan prioritas perusahaan, maka:

a) Tujuan dan prioritas Sistem Manajemen K3 harus diutamakan

b) Pernyataan Sistem Manajemen K3 dengan sistem manajemen perusahaan dilakukan secara selaras dan seimbang.

3) Tanggung Jawab dan Pertanggungjawaban

Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila seluruh pihak dalam perusahaan didorong berperan serta dalam penerapan pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan hal-hal berikut:

a) Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan, dan mengkomunikasikan tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja serta wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk seluruh tingkatan manajemen, tenaga kerja, kontraktor, dan pengunjung

b) Memiliki prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab yang berpengaruh terhadap sistem dan program keselamatan dan kesehatan kerja

(40)

Tanggung jawab pengurus terhadap keselamatan dan kesehatan kerja meliputi:

a) Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa Sistem Manajemen K3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan

b) Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan Sistem Manajemen K3.

4) Konsultasi, Motivasi, dan Kesadaran

Pengurus harus menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja melalui konsultasi dan dengan melibatkan tenaga kerja maupun pihak lain yang terkait dalam penerapan, pengembangan, dan pemeliharaan Sistem Manajemen K3, sehingga seluruh pihak merasa memiliki dan merasakan hasilnya.

Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3, dan perlu disadarkan terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomi, radiasi, biologis, dan psikologis yang mungkin dapat mencederai dan melukai tenaga kerja pada saat bekerja serta harus memahami sumber bahaya tersebut. Dengan demikian, dapat dikenali dan dicegah tindakan yang akan menimbulkan insiden.

5) Pelatihan dan Kompetisi Kerja

(41)

mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. Proses untuk melakukan identifikasi standar kompetisi kerja dan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia.

Standar kompetisi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan dengan:

a) menggunakan standar kompetisi keselamatan dan kesehatan kerja yang ada b) memeriksa uraian tugas dan jabatan

c) menganalisis tugas kerja

d) menganalisis inspeksi dan audit e) meninjau ulang laporan insiden.

Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetisi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya harus ditetapkan. Kompetisi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi, penilaian kinerja tenaga kerja, serta pelatihan.

b. Kegiatan pendukung 1) Komunikasi

(42)

Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menjamin bahwa informasi keselamatan dan kesehatan kerja terbaru dikomunikasikan ke seluruh pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan untuk hal-hal berikut:

a) Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, pemantauan, audit, dan tinjauan ulang manajemen pada seluruh pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki kontribusi dalam kinerja perusahaan

b) Melakukan identifikasi dan menerima informasi keselamatan dan kesehatan kierja yang terkait dari luar perusahaan

c) Menjamin bahwa informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan yang membutuhkannya.

2) Pelaporan

Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa Sistem Manajemen K3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.

Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani: a) Pelaporan terjadinya insiden

b) Pelaporan ketidaksesuaian

c) Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja d) Pelaporan identifikasi sumber bahaya.

Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani: a) Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan

(43)

3) Pendokumentasian

Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan didokumentasikan serta diperbarui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif.

Pendokumentasian Sistem Manajemen K3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja serta evaluasi terhadap sistem dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur Sistem Manajemen K3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian Sistem Manajemen K3 harus dintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada.

Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:

a) Menyatukan secara sistemik kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja

b) Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja

c) Mendokumentasikan peran, tanggung jawab, dan prosedur

(44)

e) Menunjukkan bahwa unsur-unsur Sistem Manajemen K3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

4) Pengendalian Dokumen

Perusahaan harus menjamin bahwa:

a) Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan

b) Dokumen harus ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan dapat direvisi

c) Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personel yang berwenang

d) Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu e) Seluruh dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan

f) Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat, dan mudah dipahami. 5) Pencatatan dan Manajemen Informasi

Pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3 dan harus mencakup:

a) Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

b) Izin kerja

c) Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin, pesawat, alat kerja, peralatan lain, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi

(45)

e) Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharaan f) Pemantauan data

g) Rincian insiden, keluhan, dan tindak lanjut h) Identifikasi produk termasuk komposisinya i) Informasi mengenai pemasok dan kontraktor j) Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3

c. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian, dan Pengenalan Risiko

Sumber daya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko.

1) Identifikasi Sumber Bahaya

Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan: a) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

b) Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat dicapai. 2) Penilaian risiko

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

3) Tindakan Pengendalian

(46)

prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode:

a) Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi

b) Pendidikan dan pelatihan

c) Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan, dan motivasi diri

d) Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden, dan etiologi e) Penegakan hukum

4) Desain dan Rekayasa

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahap desain dan perencanaan. Setiap tahap dari siklus desain meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang, validasi, dan penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian, dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Personel yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang serta tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan Sistem Manajemen K3.

5) Pengendalaian Alternatif

(47)

tahapan. Desain dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses, atau bahan baku yang digunakan.

6) Tinjauan Ulang Kontrak

Pengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditentukan.

7) Pembelian

Sistem pembelian barang dan jasa termasuk prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada seluruh pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

8) Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat dan Bencana

(48)

Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang memiliki bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang.

9) Prosedur Menghadapi Insiden

Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden perusahaan harus memiliki prosedur yang meliputi:

a) Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medis

b) Proses perawatan lanjutan.

10)Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat

Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.

2.5.3. Manfaat Penerapan SMK3

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan SMK3 adalah sebagai berikut :

1. Melindungi Pekerja

(49)

2. Patuh terhadap peraturan dan Undang-undang

Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya terlihat lebih sehat. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri.

3. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok mereka untuk menerapkan SMK3. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih baik karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif.

4. Membuat sistem manajemen yang efektif

Dengan menerapkan SMK3, maka sistem manajemen keselamatan akan tertata dengan baik dan efektif karena didalam SMK3 dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan secara konsisten.

(50)

tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang, umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang efektif (Anonim, 2010).

2.5.4. Faktor Penghambat dan Keberhasilan Penerapan SMK3

Dalam penelitian Marpaung (2005) PT Sucofindo (Persero) dalam Seminar Nasional K3 di Medan tahun 2005 mengungkapkan beberapa faktor penghambat dan keberhasilan penerapan SMK3. Faktor-faktor penghambat antara lain:

a. Belum adanya persyaratan dari konsumen mengenai pembuktian penerapan SMK3

b. Dampak krisis ekonomi

c. Tidak terdapatnya konsekuensi bagi perusahaan yang menunda dan menolak pelaksanaan audit SMK3

d. Kekurangsiapan perusahaan dikarenakan ketidaktaatan perusahaan untuk menerapkan SMK3

e. Biaya audit yang dianggap memberatkan perusahaan

f. Frame koordinasi pelaksanaan audit dengan Departemen Teknis lain belum terwujud.

Sedangkan menurut Gallagher dalam Ismail (2010) menyampaikan beberapa kendala atau hambatan dalam penerapan perusahaan sehingga tujuan penerapan sistem ini tidak tercapai, yaitu:

(51)

2. Lemahnya manajemen tersebut.

3. Kurangnya keterlibatan pekerja dalam perencanaan dan penerapan.

4. Audit tool yang digunakan tidak sesuai serta kemampuan auditor yang tidak memadai.

Faktor-faktor keberhasilan penerapan SMK3 antara lain:

a. Telah diterapkannya beberapa sistem manajemen yang mendukung penerapan SMK3

b. Tingginya komitmen K3 dari manajemen puncak atau perusahaan induknya c. Melakukan studi banding

d. Adanya tenaga ahli di bidang K3

e. Adanya departemen atau bagian yang khusus menangani K3 f. Telah diperolehnya penghargaan di bidang K3 dari institusi asing

g. Telah dimilikinya Safety Committee yang berperan aktif dalam pelaksanaan K3

h. Terdapatnya tuntutan dari pihak konsumen kepada perusahaan untuk menerapkan SMK3 yang tersertifikasi

i. Terpacunya suatu perusahaan dalam sektornya karena perusahaan lain telah berhasil menerapkan SMK3

(52)

2.6. Kerangka Konsep

Pekerja

1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan

Penerapan Sistem

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja pada bagian produksi mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea. Jenis penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi atau gambaran mengenai fenomena atau suatu keadaan (Satroasmoro dan Ismael, 2007).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian produksi yaitu di mill operation yang terdiri dari departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline dan departemen

engineering dan maintenance serta Technical/Enviroment & Q-EMS di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea.

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena belum pernah dilakukan penelitian yang sama dan juga pihak manajemen mengatakan bahwa di bagian produksi sangat perlu diterapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

3.2.2. Waktu Penelitian

(54)

3.3. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pekerja pada bagian produksi yaitu di mill operation dan Technical/Environement & Q-EMS di PT. Toba Pulp Lestari yang berjumlah 374 orang.

Mill Operation terdiri dari departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline, dan departemen engineering dan maintenance. Departemen

engineering dan maintenance terdiri dari 8 seksi yaitu automation, chemical & workshop maintenance, civil maintenance, combined service, electrical, engineering & maintenance, fiberline maintenance dan power plant maintenance.

Tabel 3.1. Jumlah Pekerja Bagian Produksi di PT. Toba Pulp Lestari

No Departemen Jumlah (orang)

1 Chemical 66

2 Energy 61

3 Fiberline 56

4 Engineering & Maintenance 152

5 Technical 39

Total 374

3.2.2. Sampel

(55)

n= N.Zc2×p(1−p)

Zc= Nilai derajat kepercayaan = 95% = 1,96 p= Proporsi dari populasi, ditetapkan p = 0,5 G= Galat pendugaan = 0,1

Dari rumus di atas, diperoleh besar sampel minimum sebanyak 76 orang dan besar minimum tersebut menjadi 80 orang untuk menghindari kekurangan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja tetap pada bagian proses produksi di PT. Toba Pulp Lestari Porsea.

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proportional random sampling.

Dari besar sampel yang telah ditentukan yaitu 80 orang, maka didapatkan jumlah perwakilan sampel dari tiap departemen sebagai berikut:

(56)

4. Eng&Maint = 152

374× 80 = 32,51≈33 orang

5. Technical = 39

374× 80 = 8,34≈8 orang

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari pekerja dengan menggunakan kuesioner pada aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pelaksanaan pengambilan data primer akan dilakukan langsung oleh peneliti dengan bimbingan dari pihak manajemen di bagian Loss Prevention and Control PT. Toba Pulp Lestari. Peneliti yang akan membagikan kuesioner, membimbing pengisian jawaban dan mengumpulkan kembali dari para pekerja. Kuesioner disusun dengan modifikasi dari kuesioner penelitian Zulliyanti (2011) dan berdasarkan pedoman keselamatan kerja PT. Toba Pulp Lestari. 3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari PT Toba Pulp Lestari bagian LP&C (Loss Prevention and Control Department) dan bagian L&D (Learning and Development)

yang meliputi gambaran umum perusahaan, data jumlah pekerja, laporan tentang penerapan SMK3, dan data-data lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian.

3.6. Definisi Operasional

1. Pekerja adalah para karyawan tetap yang bekerja di bagian produksi mill PT Toba Pulp Lestari, Porsea.

(57)

3. Sikap adalah tanggapan atau respon pekerja yang masih tertutup. Dengan kata lain sikap adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi upaya atau kegiatan dalam penerapan SMK3.

4. Tindakan adalah kegiatan atau perbuatan nyata pekerja yang berkaitan dengan penerapan SMK3.

5. Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah pemenuhan pelaksanaan aspek-aspek Sistem Manajemen K3 yaitu (1) Jaminan kemampuan yang ditunjukkan dengan menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana dan dana yang memadai sesuai dengan sistem manajemen K3 yang diterapkan, (2) Kegiatan pendukung yang ditunjukkan dengan membangun komunikasi yang efektif sehingga mampu menjamin informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan, mendokumentasikan dan mencatat semua pelaksanaan kegiatan K3, (3) melakukan identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengenalan risiko.

3.7. Aspek Pengukuran

1. Penilaian variabel pengetahuan dinyatakan dalam bentuk skala pengukuran ordinal dengan tiga kategori pengukuran (Pratomo dan Sudarti yang dikutip oleh Silaen, 2005). Jumlah skor dikumpulkan dari semua pertanyaan dengan jawaban benar diberi skor 1 apabila pernyataan positif dijawab “Benar” dan pernyataan negatif dijawab “Salah” dan jawaban salah diberi skor 0 apabila pernyataan positif dijawab “Salah” dan pernyataan negatif dijawab “Benar”.

(58)

Nilai baik, jika responden menjawab pernyataan dengan benar yaitu pernyataan positif dijawab “Benar” (B) dan pernyataan negatif dijawab “Salah” (S) di atas 75% dari nilai maksimum 30 (>22,5).

Nilai Cukup, jika responden menjawab pernyataan dengan benar yaitu pernyataan positif dijawab “Benar” (B) dan pernyataan negatif dijawab “Salah” (S) antara 40% - 75% dari nilai maksimum 30 (12 – 22,5).

Nilai buruk, jika responden menjawab pernyataan dengan benar yaitu pernyataan positif dijawab “Benar” (B) dan pernyataan negatif dijawab “Salah” (S) kurang dari 40% dari nilai maksimum 30 (< 12).

2. Penilaian variabel sikap dinyatakan dalam bentuk skala pengukuran ordinal dengan menggunakan skala Guttman, yaitu skala yang digunakan untuk mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan konsisten terhadap permasalahan yang ditanyakan (Riduwan, 2005).

Jumlah skor dihitung dari semua pernyataan dengan skor 1 diberikan apabila responden “setuju” dengan pernyataan positif dan “tidak setuju” dengan pernyataan negatif dan skor 0 apabila responden “tidak setuju” dengan pernyataan positif dan “setuju” dengan pernyataan negatif.

Kategori pengukuran sikap (Berkowitz dalam Azwar, 2000) sebagai berikut : Mendukung, jika responden menjawab pernyataan dengan benar, dengan

skor 15-30

(59)

3. Penilaian variabel tindakan dinyatakan dalam bentuk pengukuran nominal dengan tiga kategori pengukuran yaitu (Pratomo dan Sudarti yang dikutip oleh Silaen, 2005). Jumlah skor dikumpulkan dari semua pernyataan dengan skor 1 diberikan apabila pernyataan positif dijawab dengan “Ya” dan pernyataan negatif dijawab dengan “Tidak” dan skor 0 diberikan apabila pernyataan positif dijawab dengan “Tidak” dan pernyataan negatif dijawab dengan “Ya”.

Kategori pengukuran sebagai berikut :

Nilai baik, jika responden menjawab pernyataan positif dengan “Ya” dan pernyataan negatif dengan “Tidak” di atas 75% dari nilai maksimum 15 (> 11,25).

Nilai cukup, jika responden menjawab pernyataan positif dengan “Ya” dan pernyataan negatif dengan “Tidak” antara 40% - 75% dari nilai maksimum 15 (6 – 11,25).

Nilai buruk, jika responden menjawab pernyataan positif dengan “Ya” dan pernyataan negatif dengan “Tidak” kurang dari 40% dari nilai maksimum 15 (< 6).

3.8. Teknik Analisis Data

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Profil Perusahaan

PT. Toba Pulp Lestari adalah industridi bidang produksi pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon. Pabrik ini merupakan salah satu industri strategis penghasil devisa di antara 5.935 unit pabrik sejenis yang terdapat di dunia dengan kapasitas produksi terpasang 210.459.000 ton pulp per tahun. Dari jumlah tersebut di atas, 5.258 unit terdapat di Asia.

Lokasi pabrik terletak di Desa Sosorladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pabrik ini berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. SK/681/M/BPPT/XI/1986 dan No.KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986.

(61)

Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai pada tahun 1989, dimana produksi sekitar 70% diekspor ke mancanegara, sisanya untuk kebutuhan pasar domestik. Kapasitas produksi terpasang pabrik adalah 240.000 ton pulp per tahun.

Dalam upaya mendukung kegiatan produksi, PT. Toba Pulp Lestari mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) yang didasari Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992 tanggal 01 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada Perusahaan, seluas 269.060 Ha.

(62)

4.1.2. STRUKTUR ORGANISASI MANAJEMEN MILL PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

(Sumber : Learning and Development PT. Toba Pulp Lestari, Porsea)

B.U. Head

Mill Operation. GM

Energy Dept. Head Fiberline Dept. Head

(63)

4.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea Manajemen PT. Toba Pulp Lestari memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan dan penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sebagai suatu kebijakan keselamatan kerja, Managing Director menegaskan kepada seluruh karyawan, kontraktor dan pengunjung/tamu bahwa keselamatan kerja memiliki peran penting dalam seluruh aspek operasional PT. Toba Pulp Lestari.

PT. Toba Pulp Lestari percaya bahwa :

1. Kecelakaan dapat dicegah dan pekerjaan dapat dilakukan dengan aman

2. Tidak ada pekerjaan sangat penting yang mengharuskan karyawan ataupun kontraktor terluka karena pekerjaan dilakukan dengan tergesa-gesa

3. Lini manajer bertanggung jawab terhadap keseluruhan fungsi keselamatan kerja tetapi setiap orang harus bertanggung jawab secara pribadi

4. Setiap orang memiliki hak dan tanggung jawab untuk bekerja secara aman dalam lingkungan yang sehat dan mendorong rekan kerjanya untuk melakukan hal sama. PT. Toba Pulp Lestari memiliki kebijakan yaitu untuk :

1. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan kerja yang sehat dan aman

2. Menciptakan dan mempertahankan prosedur dan tata laksana kerja yang sehat dan aman

3. Memberikan pendidikan dan pelatihan serta peralatan keselamatan dan kesehatan kerja yang diperlukan kepada semua karyawan

Gambar

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen Chemical
Tabel (lanjutan)
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen Energy
Tabel (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait