• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA

MASYARAKAT ETNIS SIMALUNGUN DI KECAMATAN

SIPISPIS

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

SRI SAMRATUL MUNAWWARAH

107030004

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA

MASYARAKAT ETNIS SIMALUNGUN DI KECAMATAN

SIPISPIS KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi pada Program

Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI SAMRATUL MUNAWWARAH

107030004

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ETNIS SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIPISPIS KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : SRI SAMRATUL MUNAWWARAH Nomor Induk Mahasiswa : 107030004

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ETNIS SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIPISPIS

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Oktober 2012

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sri Samratul Munawwarah NIM : 107030004

Progran Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan , menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juli 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Sri Samratul Munawwarah S.Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 1 Maret !975

Alamat Rumah : Jl. Raja Inal Siregar Gg. Amal No. 2 Padangsidimpuan

No. Hp : 08116251999

e-mail : srisamratul@yahoo.com

Instansi Tempat bekerja : SMAN 2 Kota Padangsidimpuan Alamat Kantor : Jl. Merdeka No. 186 Padangsidimpuan

Telepon : 0634-21184

DATA PENDIDIKAN

SD SD INPRES 102071 Kec. Dolok Masihul Tamat : 1987

SMP SMPN-1 Kec. Dolok Masihul Tamat : 1990

SMA SMAN-3 Tebing Tinggi Tamat : 1993

(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sutarman M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed, Sekretaris Program Studi Dr. Suci Rahayu, M.Si beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pasca Sarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Pembimbing I yang telah penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, demikian juga kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing saya hingga selesainya penelitian ini.

Kepada Ayahanda H. Abdul Munar Barus (alm) dan Ibunda Hj. Tabat Sinuraya serta Suami tercinta Sofyan Suri Siregar, S.Sos, MM, dan anak-anakku terkasih Yana Sofia Putri, Miftahul Khoir, Akhira Ramadhani dan Nazwa Namira, serta teman-teman seperjuangan yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril ataupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

(8)

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ETNIS SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIPISPIS

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

(9)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Etnobotani 5

2.2. Metoda Dalam Etnobotani 6

2.3. Tanaman Obat 7

2.4. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional 7

2.5. Asal-Usul Suku Simalungun 14

BAB III METODE PENELITIAN 16

3.1. Deskripsi Area 16

3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian 17

3.3. Alat dan Bahan 17

3.4. Survei Etnobotani 17

3.5. Jumlah Sampel 18

3.6. Pengumpulan Data 19

3.7. Analisa Data 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24

4.1. Nilai Guna dan Nilai Guna Relatif Tanaman Obat 24

4.2. Index of Cultural Significance (ICS) 27

4.3. Degradasi Pengetahuan 31

4.4. Deskripsi Tanaman Obat 39

4.5. Pemanfaatan Tumbuhan Untuk Obat-Obatan 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 70

DAFTAR PUSTAKA 72

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 3.1 4.1 4.2 4.3

Jenis-Jenis Tanaman Obat, Kandungan Kimia dan Khasiatnya. Jumlah Penduduk Etnis Simalungun dan Sampel Tiap Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai Nilai Guna, Nilai Guna Relatif dan Index Cultural of Significance Tanaman Obat

Degradasi Pengetahuan Masyarakat Etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis

Jenis – jenis Tanaman Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Simalungun di Kecamatan Sipispis Beserta Kandungan Kimia dan Khasiatnya

(11)
(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Biodata dan wawancara pemanfaatan tumbuhan obat oleh responden

Contoh Perhitungan Nilai Guna dan Nilai Guna Relatif Tumbuhan

Tingkat Pendidikan Masyarakat Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai

Nilai Guna dan Nilai Guna Relatif Index Cultural of Significance

Index Cultural of Significance Kelompok Umur A Index Cultural of Significance Kelompok Umur B Index Cultural of Significance Kelompok Umur C

Kategorisasi yang menggambarkan tentang intensitas penggunaan (intensity of “use”) jenis tumbuhan berguna

(14)

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ETNIS SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIPISPIS

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki areal pertanian dan perkebunan yang luas serta pekarangan yang dapat ditanami tumbuhan obat. Hutan Indonesia yang begitu luas banyak menyimpan kekayaan alam yang begitu besar, diantaranya berpeluang sebagai sumber obat tradisional. Hingga saat ini di Indonesia terdapat 1.036 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri, terdiri dari 129 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 907 Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT). Banyaknya lembaga penelitian obat-obatan bahan alami merupakan kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat tradisional (Depkes, 2007).

Jauh sebelum penjajahan Belanda, bangsa Indonesia telah mengenal pengobatan secara tradisional, misalnya dengan tumbuhan, hewan, mineral, doa dan pijat. Sayangnya, cara-cara ini tidak dicatat dengan baik karena teknik pengobatannya diajarkan secara lisan. Dalam perkembangannya banyak teknik pengobatan kuno yang hilang atau terlupakan. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan obat dan penggunaannya harus dilestarikan oleh generasi penerusnya. Hal tersebut disebabkan pengetahuan tentang cara penyembuhan terhadap penyakit yang dilakukan oleh nenek moyang zaman dahulu sebenarnya sangat bermanfaat dan aman bagi kesehatan (Hariana, 2008).

(16)

tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional (Djauharia & Hernani, 2004).

Prospek pengembangan produksi tanaman obat semakin pesat saja mengingat perkembangan industri obat modern dan obat tradisional terus meningkat. Kondisi ini turut dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang semakin meningkat tentang manfaat tanaman sebagai obat. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan obat-obat alami. Banyak masyarakat yang meningkatkan derajat kesehatannya dengan mengkonsumsi produk dari bahan alami (Djauhariya & Hernani, 2004).

Suku Simalungun, seperti suku lain yang ada di Indonesia termasuk suku yang telah lama mengenal sistem pengobatan tradisional, seperti penggunaan bunga raya (Hibiscus rosa-sinensis). Menurut Omtatok (2011), bagi masyarakat Simalungun, daun, akar dan bunganya digunakan dalam berbagai pengobatan tradisional, pelengkap adat dan sesembahan. Bunga Raya yang dikeringkan juga diminum layaknya teh. Untuk panganan tradisi, Suku Simalungun menjadikan bunga raya untuk berbagai fungsi, diantaranya sebagai garnish yang sekaligus bisa dimakan seperti pada nitak yaitu makanan khas Simalungun yang terbuat dari tepung beras dan gula aren, dayok nabinatur yaitu ayam kampung jantan yang dipotong sedemikian rupa sehingga membentuk posisi ayam ketika hidup (dayok nabinatur adalah makanan adat yang diberikan sebagai syukuran atas suatu pernikahan, pekerjaan maupun syukuran karena lolos dari kecelakaan), atau pada gulei namarbunga-bunga (gulai yang berbunga-bunga).

(17)

mengobati beberapa jenis penyakit. Selain itu sebahagian tumbuhan obat juga digunakan untuk upacara-upacara adat suku Simalungun. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk dapat menggali dan mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Simalungun dalam upaya pelestarian budaya bangsa dan tumbuhan obat itu sendiri.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian mengenai kekayaan flora dan pemanfaatanya oleh masyarakat lokal di beberapa kawasan di propinsi Sumatera Utara telah banyak dilakukan, namun kajian pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai belum pernah dilakukan.

Perumusan masalah dari penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengetahuan masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis terhadap pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional.

2. Jenis-jenis tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai obat-obatan tradisional oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis.

3. Bagian tumbuhan yang mana yang digunakan sebagai obat-obatan tradisional oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data tentang :

1. Pengetahuan masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis terhadap pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat-obatan tradisional.

2. Jenis-jenis tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis.

(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan:

1. Informasi pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku atau bahan obat-obatan secara alami, yang memberikan dampak negatif yang sangat kecil bagi kerusakan atau keracunan pada tubuh dibanding dengan obat kimia.

2. Informasi tentang jenis-jenis tumbuhan yang di gunakan sebagai obat oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai 3. Bahan literatur tambahan dalam pengobatan suatu penyakit bagi masyarakat.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnobotani

Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah studi yang mempelajari tentang hubungan antara tumbuhan dengan manusia. Etnobotani, sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuwan bernama Dr.J.W Harshberger pada 1985.

Menurut Tamin dan Arbain (1995) ada lima kategori pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari yaitu: a) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan makanan (pangan), b) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan (papan), c) Pemanfaatan tumbuhan untuk obat-obatan, d) Pemanfaatan tumbuhan untuk upacara adat, dan e) Pemanfaatan tumbuhan untuk perkakas rumah tangga.

Hubungan antara manusia dan ketergantungan hidupnya kepada alam serta lingkungannya, menyebabkan manusia memiliki daya cipta, rasa, dan karsa dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memudahkan pengadaptasian dirinya terhadap alam serta lingkungannya (Walujo et al, 1992). Indonesia yang dikenal memiliki kurang lebih 350 etnis dapat memberikan gambaran adanya hubungan antara kelompok etnis dengan berbagai jenis tumbuhan, lewat pemanfaatannya dalam berbagai kegiatan atau upacara adat (Kartiwa dan Wahyono, 1992).

(20)

atau memilih tumbuhan spesifik, contohnya cara perkembangbiakan beberapa jenis tumbuhan liar untuk dibudidayakan (Purba, 2011)

2.2. Metode Dalam Etnobotani

Menurut Santhyami dan Sulistyawati (2008) ada dua metode yang digunakan dalam penelitian etnobotani, yaitu:

a. Metode Observatif

Metoda ini melibatkan masyarakat sebagai pemandu dan informan kunci. Pengambilan data di lapangan menggunakan petak-petak permanen yang biasa dibuat dalam penelitian ekologi. Selanjutnya informan diminta untuk menginventarisasi seluruh jenis tanaman yang mereka kenal memiliki kegunaan. Setiap jenis yang mereka kenal diambil contoh herbarium atau “voucher spesiment” untuk identifikasi nama ilmiahnya. Dari data yang diperoleh kita menentukan nilai guna suatu jenis sumber daya, dilakukan dengan dua cara yaitu :

a) Merancang kepentingan atau manfaat suatu sumberdaya sebagai manfaat utama atau tambahan.

b) Membagi sumberdaya ke dalam kategori manfaat yang dikenal oleh masyarakat setempat di mana penelitian dilakukan.

b. Survei Eksploratif

(21)

2.3. Tanaman Obat

Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia untuk tujuan pengobatan maupun perawatan kesehatan. Jika ada anggota keluarga atau masyarakat yang sedang menderita suatu penyakit, sebagian masyarakat berinisiatif untuk memanfaatkan tanaman obat yang terdapat disekitar lingkungannya untuk mereka gunakan dalam pengobatan. Pemanfaatan tanaman berkhasiat obat di masyarakat terus berkembang dan diwariskan ke generasi selanjutnya. Perkembangan obat tradisional ini dimulai dari ramuan-ramuan tradisional yang berkembang di tengah masyarakat, yang kemudian berkembang menjadi suatu ramuan yang diyakini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh manusia (Wasito, 2011).

Studi tanaman obat merupakan ilmu yang kompleks, dan dalam pelaksanaanya memerlukan pendekatan yang terpadu dari beberapa disiplin ilmu antara lain Taksonomi, Ekologi, Geografi Tumbuhan, Pertanian, Sejarah, dan Antropologi (Tamin dan Arbain, 1995). Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali penggunaan obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Sebagai langkah awal yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat obat adalah dari pengetahuan masyarakat tradisional secara turun – menurun. Pada era milenium ini, kecendrungan gaya hidup masyarakat dunia adalah back to nature. Hal ini mengakibatkan penggunaan metode tradisional tidak akan ketinggalan zaman (Dianawati dan Irawan, 2001).

2.4. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional

(22)

tanaman obat sangat membantu dalam penggunaan obat tradisional. Penelitian ditunjang dengan pengalaman empiris semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional (Sukmono,2009).

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat. Menurut Kumala (2006), Sukmono (2009) dan Ilyas (2010) ketepatan penggunaan obat tradisional meliputi beberapa hal yaitu:

a. Kebenaran Bahan

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai contoh lempuyung di pasaran ada beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyung emprit (Zingeber amaricans) memiliki bentuk yang relatif lebih kecil, bewarna kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyung gajah (Zingiber zerumbet) yang memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyung sebelumnya (Zingiber americans dan Zingiber zerumbet), jenis ini memiliki khasiat sebagai pelangsing.

Contoh yang lain daun tapak dara (Catha ranthus roseus) yang mengandung alkaloid. Daun ini tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan diabetes, tetapi juga dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga 30 %. Daun tapak dara mengandung vincristin dan vinblastin yang menyebabkan penderitanya menjadi rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga leukosit mengalami penurunan. Sementara itu, karena pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga daun tapak dara menjadi tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes dan lebih tepat digunakan untuk pengobatan leukemia.

b. Ketepatan Dosis

(23)

mahkota dewa (Phaleria marcocarpa) misalnya, hanya bisa dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam tiga gelas air, sedangkan daun min baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air tertentu. Batu ginjal dapat diobati dengan keji beling (Strobilis cripsus), tetapi jika melebihi 2 gram serbuk (sekali minum) dapat menyebakan iritasi saluran kemih. Gambir (Uncaria gambir) kurang dari ibu jari sehingga dapat mengurangi diare, kalau pemakaiannya lebih maka menyulitkan si pemakai buang air besar selama berhari-hari, sedangkan penggunaan minyak jarak (Oleum recini) untuk cuci perut yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisisonal tidak memiliki efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman di konsumsi walapun gejala sakit sudah hilang adalah keliru.

Efek samping tanaman obat dapat digambarkan dalam tanaman dringo (Acorus calamus), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Tumbuhan ini memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron. Senyawa ini punya struktur kimia mirip gologan amfetamin dan ekstasi. Dalam dosis rendah, dringo memang dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat. Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif).

(24)

c. Ketepatan Waktu Penggunaan

Kunyit (Curcuma domestica) diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan sudah turun temurun di konsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang sangat baik dikonsumsi saat datang bulan. Akan tetapi jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan keguguran. Jika sejak gadis penggunaan jamu sari rapet sampai berumah tangga bisa menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi wanita yang kurang subur karena adanya kemungkinan dapat memperkecil peranakan. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

d.Ketepatan Cara Penggunaan

Suatu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung (Datura metel) jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan/mabuk. Selain itu, tanaman obat dan obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan tanaman obat dan obat tradisional tersebut. Contohnya, jamu pelancar datang bulan yang sering disalahgunakan untuk menggugurkan kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi terlahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi pada rahim, atau bahkan kematian.

e. Ketepatan Pemilihan Bahan

(25)

sebagai “ kunir putih “ yang sempat mencuat ke permukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker.

f. Ketepatan Telaah Informasi

Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup sering kali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan. Contohnya, informasi di media massa menyebutkan bahwa biji jarak (Jatropha curcas ) mengandung risin yang jika dimodifikasi dapat digunakan sebagai antikanker. Risin sendiri bersifat toksik / racun sehingga jika biji jarak dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan keracunan dan diare. Contoh lainnya adalah tentang pare, pare yang sering digunakan sebagai lalapan ternyata mengandung khasiat lebih bagi kesehatan. Pare alias paria (Momordica charantia) kaya mineral nabati kalsium dan fosfor, juga karotenoid. digunakan sebagai lalapan ternyata bermanfaat bagi kesehatan. Pare juga mengandung alpha – momorcharin, beta-momorchorin, dan MAP30 (momordica antiviral protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIV (Human Immunodeficiency Virus/AIDS (Acquired Immuno deficiency Syndrome). Namun, biji pare juga mengandung triterpenoid yang beraktivitas sebagai anti spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria.

(26)

g. Tanpa Penyalahgunaan

Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut, contoh:

1) Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk pengguguran kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi bahkan kematian

2) Mengisap kecubung sebagai psikotropika 3) Penambahan bahan kimia obat

Bahan-bahan kimia obat yang biasa dicampurkan itu adalah parasetamol, coffein, piroksikam, theophylin, deksbutason, CTM (Chlorpheniramin Maleat), serta bahan kimia penahan rasa sakit seperti antalgin dan fenilbutazon. Bahan-bahan kimia obat tersebut dapat menimbulkan efek negatif di dalam tubuh pemakainya jika digunakan dalam jumlah banyak. Bahan kimia seperti antalgin misalnya, dapat mengakibatkan kerusakan pada organ pencernaan, berupa penipisan dinding usus hingga menyebabkan pendarahan. Fenilbutazon dapat menyebabkan pemakainya menjadi gemuk pada bagian pipi, namun hanya berisi cairan yang di kenal dengan istilah moonface, dan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan osteoporosis.

h. Ketepatan pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu

(27)

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional.

Berikut ini adalah tabel beberapa jenis tanaman obat beserta kandungan kimia yang ada di dalamnya (Widyaningrum et al, 2011):

Tabel 2. 1. Jenis-Jenis tanaman obat, Kandungan Kimia dan Khasiatnya.

No. Nama Ilmiah Nama lokal Kandungan Kimia Khasiat

1 Imperata cylindrica Ilalang Arundoin, fernenol, isoarborinol,

2 Amaranthus caudatus bayam Saponin, flavonoida,

5 Syzygium aromaticum Cengkeh Eugenol, asam oleanolat, asam

(28)

gatal.

2.5. Asal-usul Suku Simalungun

Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar “lungun” yang memiliki makna “sunyi” atau “sedih”. Menurut Naibaho (2 ), terdapat berbagai sumber mengenai asal-usul suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang suku Simalungun berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam dua gelombang:

1) Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan Pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dan raja Dinasti Damanik. 2) Gelombang kedua (Deutero Simalungun) datang dari suku-suku di sekitar

Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

Pada gelombang Proto Simalungun diceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan empat raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan

(29)

tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.

Masih menurut Naibaho (2011), terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsa han na legan, rup mangimbang munssuh), keempat raja itu adalah :

1) Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).

2) Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Sima da Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

3) Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

4) Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab gempa dan tanah longsor.

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Deskripsi Area

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah Kecamatan Sipispis adalah salah satu dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang jaraknya sekitar 51 km dari ibukota Kabupaten di Sei Rampah. Wilayah Kecamatan Sipispis mempunyai luas ± 145.259 Km2. Jumlah penduduk 34.594 jiwa, dengan kepadatan penduduk 238 jiwa/Km2. Batas-batas Kecamatan Sipispis adalah:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Dolok Masihul dan Kecamatan Tebing Tinggi

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Dolok Merawan dan Kecamatan Tebing Tinggi

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.

(31)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari – April 2012. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara, dengan penduduk etnis Simalungun sebagai objek penelitian.

3.3. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian terbagi dalam 2 bagian yaitu peralatan untuk wawancara dan peralatan untuk pengumpulan data taksonomi. Peralatan untuk wawancara antara lain alat perekam suara, alat tulis dan kamera digital. Alat-alat untuk pengumpulan data taksonomi antara lain kantong plastik berbagai ukuran, penggaris, parang, gunting stek, buku-buku Identifikasi tumbuhan obat, buku lapangan, pensil. Bahan-bahan yang digunakan antara lain daftar kuesioner.

3.4. Survei Etnobotani

Secara garis besar metode yang dilakukan pada penelitian ini merupakan gabungan metode penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Metode penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei melalui cara menyebar kuisioner (angket) yang telah diuji validitas dan reliabilitas dan dilanjutkan dengan penelitian kualitatif. Pada tahap ini juga dilakukan wawancara terbuka. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam observasi awal ini adalah metode purposive sampling. Teknik pemilihan informan dengan pertimbangan tertentu, dalam hal ini orang yang dianggap paling tahu tentang tumbuhan obat (Sugiyono, 2008). Tokoh yang dipilih melalui metode ini untuk diwawancarai adalah tabib dan dukun beranak. Dari observasi awal ini diketahui data-data calon informan untuk tahap selanjutnya yang layak diwawancarai berdasarkan rekomendasi tabib dan dukun beranak.

3.5. Jumlah sampel

(32)

penduduk suku Simalungun di kecamatan Sipispis sebanyak 12.620 jiwa, dengan menggunakan tingkat kesalahan 5 % maka menurut Sugiyono (2008) jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 340 jiwa, sedangkan untuk masing-masing desa/kelurahan diambil sampel sebagai berikut :

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai

No .

Desa/Keluraha n

Penduduk Perhitungan Sampel

(33)

3.6. Pengumpulan data

Untuk mengetahui data tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional di lokasi penelitian dilakukan dengan cara :

1. Mencari data tentang informan kunci dan jumlah masyarakat suku Simalungun sebagai langkah pertama dalam pengambilan sampel di Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Wawancara dan kuesioner (Angket). Wawancara ditujukan kepada penduduk setempat antara lain: tabib, dukun, masyarakat/keluarga yang mengetahui dan menggunakan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari dan penjaja ramuan tumbuhan obat di pasar-pasar tradisional di lokasi penelitian, dan sampel sebagai responden dari jumlah populasi masyarakat suku Simalungun dengan taraf kesalahan 5%, dari setiap desa di Kecamatan Sipispis. Wawancara dilakukan pada masyarakat dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabelitas. Wawancara pertama untuk mendapatkan data tumbuhan sebagai tumbuhan obat tradisional dan kegunaannya berasal dari informan kunci, selanjutnya wawancara dilakukan terhadap masyarakat suku Simalungun yang dibagi kedalam 3 kelompok umur dengan pembagian sebagai berikut, kelompok A dengan rentang umur 15 sampai 29 tahun, kelompok B dengan rentang umur 30-49 tahun, kelompok C dengan rentang umur > 50 tahun, hal ini dilakukan untuk menggali pengetahuan mereka tentang obat-obatan tradisional.

(34)

3.7. Analisis Data A. Pendekatan kuantitatif

Data yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai guna pemanfaatan setiap jenis tumbuhan (UVis) dan nilai guna relatif setiap nara sumber (RUV) (Rugayah, 2004), Degradasi pengetahuan (D) yang terjadi (Maturbongs et al, 2001), suatu kelompok masyarakat atau etnik (Cotton, 1996) serta indeks Kepentingan Budaya atau indekx of Cultural Significance (ICS) (Rugayah et al, 2004) dengan analisis data sebagai berikut :

a. Nilai Guna

Dimana : UVs = jumlah nilai total dari suatu jenis

UVis= jumlah nilai guna jenis s yang diberikan oleh informan i is = jumlah total informan yang diwawancarai untuk nilai guna jenis s

b. Nilai guna relatif (Relative-Use Value = RUV)

n

UV = nilai guna total setiap jenis lokal s dalam penelitian ini

n

(35)

c. Index Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance )

 

n

i

ni

qxixe

ICS

1

Dimana :untuk penggunaan n, q = nilai kualitas, i = nilai intensitas, e = nilai ekslusivitas .

Sedangkan mengenai perhitungan nilai dari suatu jenis tumbuhan dihitung para meternya sebagai berikut:

Nilai q = nilai kualitas (Quality value), dihitung dengan menggunakan cara memberikan skor atau nilai terhadap kualitas dari suatu jenis tumbuhan, sebagai contohnya: 5 = makanan pokok, 4 = makanan sekunder / tambahan + material primer, 3 = bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat-obatan, 2 = ritual, mitologi, rekreasi, etc; 1 = more recognition.

Nilai i = nilai intensitas (intensity value), yaitu menggambarkan intensitas pemanfaatan dari suatu jenis berguna dengan memberikan nilai, misalnya: nilai 5 = untuk sangat tinggi intensitasnya, nilai 4 = secara moderat tinggi intensitasnya, nilai 3 = medium intensitas penggunaannya, nilai 2 = rendah intensitas penggunaannya, dan nilai 1 = intensitas penggunaannya sangat jarang (minimal)

(36)

d. Penghitungan Degradasi Pengetahuan (D)

Dimana : D (1,2,3,) = Degradasi Pengetahuan

∑ A = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur A (15-29 tahun)

∑ B = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur B (30-49 tahun)

∑ C = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur C (> 50 tahun )

A. Pendekatan Kualitatif Koleksi spesimen herbarium

(37)

1. Pemanfaatan Spesimen Herbarium.

Secara umum koleksi herbarium dibuat berganda dan disimpan di berbagai herbarium di seluruh dunia. Walaupun pembuatan voucher spesimen herbarium berperan penting dalam penelitian etnobotani dan juga penting untuk menjaga kemungkinan tidak dapat melakukan identifikasi di lapangan, koleksi herbarium juga penting artinya untuk identifikasi in-situ bila diinginkan. Jenis-jenis tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya, diambil contohnya, dibuat herbariumnya untuk diidentifikasi di laboratorium MIPA USU. Identifikasi jenis – jenis tumbuhan dimulai setelah spesimen kering dengan menggunakan buku acuan Flora Malesiana (Steenis, 1967).

2. Studi Taksonomi: Identifikasi Tumbuhan

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai guna dan Nilai Guna Relatif Tanaman Obat

Dari hasil penelitian mengenai pemanfaatan tanaman obat yang telah dilakukan pada masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai, telah diperoleh angka nilai guna, nilai guna relatif dan Index of Cultural Significance tanaman obat yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Guna, Nilai Guna Relatif dan Index of Cultural significance

4 Acanthaceae Graptophyllum pictum 963 2,832 6,1825 33 5 Amaryllidaceae Hymenocallis litthoralis 910 2,676 6,1829 31,5

6 Apiaceae Apium graveolus 1177 3,461 6,1831 36

15 Cucurbitaceae Cucuribita hispida 573 1,685 6,1828 24

(39)

22 Lamiaceae Orthosipo stamineus 1389 4,079 6,1824 39 34 Pandanaceae Pandanus amaryllifolius 521 1,532 6,1832 25,5

35 Piperaceae Piper betle 2114 6,217 6,1824 63

(40)

(Allium fistulosum) yaitu sebesar 0,935. Nilai guna relatif (RUVs) yang tertinggi dimiliki oleh jahe merah (Zingiber officinale) yaitu 6,1858 dan yang terendah adalah serai (Andropogon nardus) yaitu 6,1810.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa tanaman jahe merah (Zingiber officinale) merupakan tanaman yang paling banyak dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit oleh masyarakat etnis Simalungun di kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang bedagai. Tanaman jahe merah bukan hanya digunakan oleh para tabib atau dukun kampung untuk mengobati berbagai penyakit tetapi masyarakat juga telah lama mengetahui manfaat tumbuhan ini untuk kesehatan dan sering menggunakannya untuk keseharian mereka seperti untuk bumbu masakan juga untuk mengobati berbagai macam penyakit misalnya batuk, demam, penyakit perut, luka, penyakit kulit, sakit kepala, salesma dan lain-lain.

Menurut Wasito (2011), salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat tradisional Indonesia adalah jahe merah (Zingiber officinale). Tanaman ini merupakan tanaman obat utama yang sedang dikembangkan

oleh pemerintah yakni oleh Badan POM yang bekerjasama dengan berbagai perguruan tinggi dan klinisi pada dekade saat ini (Wasito, 2011). Jahe merah mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada rimpangnya, memiliki aroma yang sangat tajam dan rasa yang sangat pedas, berbeda dengan jahe biasa sehingga banyak digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit (Santhyami dan Sulistyawati, 2008).

(41)

Menurut Widyaningrum et al. (2011), daun dan akar tumbuhan bawang batak (Allium fistulosum) mengandung saponin, tanin, dan minyak atsiri. Khasiatnya adalah sebagai obat perut kembung dan peluruh angin perut.

Nilai guna relatif yang tertinggi terdapat pada jenis tanaman jahe merah (Zingiber officinale). Nilai tersebut mengevaluasi seluruh pengetahuan penggunaan jenis tumbuhan setiap narasumber dibandingkan dengan narasumber-narasumber lainnya (Rugayah et al, 2004). Masyarakat etnis Simalungun yang berada di Kecamatan Sipispis mengatakan bahwa mereka menggunakan tumbuhan ini untuk obat batuk, demam, rematik, sakit perut, luka, masuk angin, memperlancar ASI, dan sariawan. Menurut Dalimartha (2004) kandungan dari jahe merah adalah gingerol, oleoresin, minyak atsiri.

Dari data penelitian di lapangan diperoleh nilai guna relatif yang paling rendah terdapat pada tanaman serai (Andropogon nardus). Masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis biasanya memanfaatkan serai selain sebagai bumbu dapur juga untuk mengobati masuk angin, batuk dan demam. Kandungan kimia serai adalah minyak atsiri sitronelol, geranial, geranil butirat, limonene, eugenol, sitral, metileugenol (Agoes, 2010).

Menurut Widyaningrum et al. (2011), akar serai (Andropogon na rdus) digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak, obat batuk, bahan untuk kumur dan penghangat badan. Sedangkan daunnya digunakan untuk peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca melahirkan, penurun panas, dan pereda kejang.

4.2. Index of Cultural Significance (ICS)

(42)

mengukur Index of Cultural Significance (ICS). Index of Cultural Significance (ICS) merupakan hasil analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan nilai kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan berguna yang didasarkan kepada keperluan masyarakat, di mana angka ICS menunjukkan tingkat kepentingan tiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat.

Dari hasil penelitian pada Tabel 4.1. nilai Index of Cultural Significance (ICS) masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis yang tertinggi ditempati oleh jahe merah (Zingiber officinale) dengan nilai 67,5 sedangkan yang terendah adalah tanaman kemangi (Ocimum basilicum) dengan nilai 16,5.

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh diketahui bahwa jahe merah (Zingiber officinale) mempunyai nilai kepentingan yang paling tinggi bagi masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis karena tumbuhan ini paling sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat , biasanya mereka senantiasa menyediakan jahe merah (Zingiber officinale) di rumah bila dibutuhkan sewaktu-waktu. Dari pengetahuan yang telah

turun-temurun dan masih terjaga hingga saat ini mereka percaya bahwa tanaman ini mampu mengobati penyakit batuk, sakit perut, membangkitkan nafsu makan, perut kembung, terkilir, asam urat, luka, gatal-gatal, sakit kepala dan salesma.

(43)

Menurut Turner (1988) dalam Rugayah et al (2004) perhitungan ICS memiliki tujuan dan fungsi untuk mengevaluasi atau mengukur kepentingan sebuah jenis tumbuhan bagi kehidupan masyarakat. Hasil perhitungan ICS ini dapat berubah pada perjalanan waktunya karena bervariasi dalam hal kualitas, intensitas dan eksklusivitas dari jenis tumbuhan berguna tersebut.

Berdasarkan Tabel 4.1. nilai Index of Cultural Significance tumbuhan yang paling disukai dan lebih banyak digunakan oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis adalah jahe merah (Zingiber officinale), bawang putih (Allium sativum), Sonduk-sonduk (Plantago mayor), sirih (Piper betle) dan kencur (Kaempferia galanga). Tumbuhan tersebut paling banyak dan sering digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti demam, penyakit perut, gangguan tulang dan sendi, darah tinggi, antiseptik, diabetes dan lain-lain.

Jahe merah (Zingiber officinale) memiliki kandungan senyawa kimia yang sangat tinggi dalam rimpangnya berupa zat gingerol,oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi. Rimpang jahe berwarna merah hingga jingga muda, memiliki aroma yang lebih tajam dan rasanya sangat pedas. Kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada rimpangnya berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalnya mencret, sakit kepala, demam, pencahar, masuk angin dan pegal-pegal (Hapsoh, 2008).

Bawang putih (Allium sativum) mengandung minyak atsiri, aliin, kalium, sulfur, saltivine, diallysulfide (Arisandi dan Andriani, 2008). Masyarakat Simalungun di Kecamatan Sipispis percaya dan biasa menggunakan tanaman tersebut untuk mengobati darah tinggi, sakit kepala, masuk angin, batuk, sakit mata, bisul, bengkak, borok, dan luka terkena benda tajam.

(44)

2003) Kandungan kimia herba ini adalah plantagin, aukubin, asam ursolik, Beta si-tosterol, n-hentriakontan dan plantagluside yang terdiri dari methyl D-galakturonat, D-galaktosa, L-arabinosa dan L-rhammosa. Juga mengandung tanin, kalium dan vitamin (B1, C, A). Kegunaan herba ini dapat menyembuhkan gangguan saluran kencing, batu empedu, batu ginjal, kencing manis, hepatitis akut, cacingan, keputihan, nyeri otot, gangguan pencernaan, perangsang birahi, mata merah, batuk, beri-beri, hipertensi, dan sakit kuning (Widyaningrum et al, 2011)

Sirih (Piper betle) termasuk ke dalam famili Piperaceae. Khasiat tanaman tersebut dapat mengobati sakit mata, eksim, bau mulut, kulit gatal, menghilangkan jerawat, pendarahan gusi, mimisan, batuk, sariawan, luka, keputihan, sakit jantung, biduran, diare, dan sakit gigi (Widyaningrum et al, 2011). Bagi masyarakat etnis Simalungun yang ada di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai, selain sebagai obat sirih (demban) biasanya dicampur dengan gambir, pinang, dan kapur sirih, kemudian dikunyah sampai halus. Hal ini menjadi kebiasaan terutama bagi para orang tua usia lanjut, dan manfaatnya pada umumnya gigi mereka jarang yang sakit atau tetap utuh walaupun usia mereka sudah lanjut.

Kencur (Kaempferia galanga) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), rimpang tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang bermanfaat sebagai stimulan. Kandungan minyak atsiri kencur berupa sineol, asam metil kanil, pentadekaan, asam sinamat, kamphene, alkaloid dan gom (Dalimartha, 2005). Bagi masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis rimpang kencur biasa digunakan untuk mengobati batuk, radang lambung, masuk angin, sakit kepala, membersihkan darah kotor, memperlancar haid, dan keseleo.

(45)

4.3. Degradasi Pengetahuan (D)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai degradasi pengetahuan masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis tentang pemanfaatan tanaman obat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 2. Degradasi Pengetahuan Masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis

No. Kelompok Umur ∑ Responden ICS Degradasi Pengetahuan (D) %

Dari Tabel 4.2. dapat diketahui bahwa pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tanaman obat mengalami degradasi dimana kelompok umur A (15-29 thn) mengalami degradasi pengetahuan sebesar 24,14%, kelompok umur B (30-49 thn) mengalami degradasi pengetahuan sebesar 11,97%, sedangkan kelompok umur C mengalami degradasi pengetahuan sebesar 12,17%.

(46)

Faktor penyebab lain adalah sulitnya menemukan tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat, karena letak Kecamatan Sipispis umumnya berada di sekitar daerah perkebunan , di mana tanaman perkebunan tersebut didominasi oleh karet dan kelapa sawit. Hal ini tentu saja menyebabkan keberadaan hutan yang di dalamnya banyak terdapat tanaman obat hampir tidak ada. Menurut Rahayu (2003) jumlah tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat lebih banyak ditemukan di hutan dibandingkan dengan keanekaragaman jenis obat di kebun campuran.

Penyebab lain adalah telah tersedianya sarana publik ( balai pengobatan dan puskesmas) dan tenaga kesehatan di pusat kota kecamatan. Dengan tersedianya sarana transportasi umum menyebabkan masyarakat yang berada di desa-desa menjadi lebih mudah untuk ke ibu kota kecamatan bila ingin berobat. Juga saat ini dengan adanya program pemerintah yaitu bidan desa dan bidan Pegawai Tidak Tetap ( PTT) memungkinkan masyarakat untuk berobat langsung pada tenaga medis ini bila sedang sakit. Untuk desa-desa yang jauh dari ibukota kecamatan dengan sarana transportasi yang sulit, sebagian besar msyarakatnya masih memanfaatkan tanaman obat yang tumbuh di pekarangan rumah mereka untuk mengobati suatu penyakit.

Menurut Maturbongs et al. (2001) faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat degradasi ini adalah lama berdomisili di desa. Lamanya berdomisili akan menyebabkan seseorang menguasai alam sekitarnya lebih baik dibandingkan dengan waktu domisili lebih singkat. Minat seseorang untuk mengetahui alam sekitar termasuk minat untuk mempelajari pemanfaatan jenis tumbuh-tumbuhan juga berpangaruh terhadap tingkat pengetahuan.

(47)

dianggap lebih praktis sehingga akibatnya keinginan untuk menggunakan dan memanfaatkan tumbuhan yang berkhasiat obat semakin berkurang.

Penyebab lain adalah tersedianya layanan PUSTU (Puskesmas Pembantu) yang sudah sampai ke desa-desa. Biasanya pada puskesmas pembantu ini telah tersedia berbagai obat-obatan untuk berbagai penyakit, sehingga mengurangi minat masyarakat usia muda untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat-obatan.

Faktor penyebab lain yang berpengaruh terhadap tingkat degradasi pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan tanaman obat adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana teknologi informasi dewasa ini maju pesat. Televisi misalnya sudah masuk ke kampung-kampung dan desa-desa terpencil di Kecamatan Sipispis yang memberikan informasi tentang salah satunya penggunaan obat-obatan kimiawi melalui iklan televisi. Hal ini tentu saja menjadi alternatif yang banyak diminati masyarakat untuk mengobati penyakit dibandingkan dengan menggunakan obat tradisional yang terkesan kurang praktis.

(48)

Berdasarkan Tabel 4. 3. ditemukan 55 jenis tumbuhan dalam 29 famili yang digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis . Dari 55 jenis tumbuhan obat yang digunakan famili Zingiberaceae adalah yang terbanyak yaitu 9 jenis, diikuti oleh famili Euphorbiaceae (5 jenis), Arecaceae, Poaceae, Alliaceae, Lamiaceae (masing-masing 3 jenis), Malvaceae, Asteraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Piperaceae, Cucurbitaceae (masing-masing 2 jenis), Lauraceae, Amaryllidaceae, Oxalidaceae, Lythraceae, Araceae, Solanaceae, Meliaceae, Rubiaceae, Bromelliaceae, Myristicaceae, Caricaceae, Sapindaceae, Apiaceae, Acanthaceae, Plantaginaceae, Verbenaceae, dan Pandanaceae (masing-masing 1 jenis).

Dari hasil penelitian tentang pemanfaatan tanaman obat oleh masyarakat Simalungun menunjukkan bahwa dalam mengobati suatu penyakit biasanya mereka menggunakan lebih dari satu jenis tumbuhan untuk diramu menjadi obat-obatan. Penggunaan obat tradisional masih sering kita lihat sampai sekarang, terutama bagi mereka yang tinggal di desa-desa yang jaraknya jauh dari ibukota kecamatan. Biasanya penyakit-penyakit yang menggunakan obat obatan tradisional adalah jenis penyakit yang tergolong ringan seperti demam, batuk, sakit kulit, sakit perut, sakit gigi, sakit mata, rematik, memperlancar haid dan ASI.

(49)

Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan, walaupun para tabib atau dukun kampung tersebut menggunakan cara-cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit, tetapi pemerintah setempat tetap memperhatikan mereka dengan cara memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang penggunaan obat-obat tradisional agar tidak salah dalam memberikan pengobatan kepada masyarakat. Misalnya dalam hal ketepatan dalam pemilihan bahan, ketepatan cara penggunaan, dan ketepatan dosis. Hal ini tentu saja sangat bermanfaat bagi para tabib dan dukun kampung, selain menambah wawasan mereka juga menjamin keamanan bagi para pengguna jasa mereka yaitu masyarakat Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai.

4.4. Deskripsi Tanaman Obat

Acorus calamus L.

Terna, tinggi kurang lebih 75 cm. Rimpang basah, pendek, warna putih kotor. Daun tunggal, lanset, ujung runcing, pangkal memeluk batang, tepi rata, pertulangan sejajar, panjang ± 60 cm, lebar ± 5 cm, hijau. Bunga majemuk, bentuk bongkol, ujung meruncing, panjang ± 2,75 cm, putih. Nama daerah: jeringo. Gambar 4. 1. Acorus calamus

Ageratum conyzoides L.

Herba teresterial, batang lunak, bulat, berambut, hijau. Daun tunggal, tipis berbulu halus, bentuk bulat telur, agak bundar, ujung runcing, pangkal membulat, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 2-5 cm, lebar 1-3 cm, hijau. Bunga majemuk, berwarna ungu keputihan. Nama daerah: daun ratus.

(50)

Aleurites moluccana (L. ) Will.

Pohon, tinggi 10 – 40 m. Daun bertangkai panjang, helaian daun bulat telur sampai lanset, pangkal bertulang daun menjari, dengan bintik yang transparan dan tidak sama. Bunga dalam malai di ujung, bercabang melebar. Buah batu, bentuk telur bola yang lebar. Nama daerah: gambiri.

Allium cepa L.

Herba tahunan, batang semu, terbentuk dari susunan pelepah daun, bulat, hijau. Daun tunggal, berseling, bentuk pita, ujung runcing, panjang10-25 cm. Bunga majemuk, berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga, bunga sempurna. Biji agak pipih. Umbi terdiri dari sejumlah siung, terbungkus kulit tipis, ungu. Nama daerah: bawang merah.

Allium fistulosum L.

Herba semusim, tinggi 60-70 cm. Batang semu, beralur, tidak bercabang, hijau muda. Daun tunggal, berupa roset akar, lanset, tepi rata, ujung runcing, panjang ± 30 cm, lebar ± 5 mm, pertulangan sejajar, daging daun tipis, rata, hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, putih. Nama daerah: bawang batak.

Gambar 4. 4. Allium cepa

Gambar 4. 5. Allium Gambar 4. 3. Aleurites

(51)

Allium sativum L.

Herba tahunan, tinggi 30-75 cm, batang semu, terbentuk dari pelepah - pelepah daun. Helaian daun mirip pita, berbentuk pipih, memanjang. Akar terdiri dari serabut- serabut kecil, berjumlah banyak. Umbi terdiri dari sejumlah anak bawang (siung), setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Nama daerah: bawang putih.

Alpinia galanga (L.) Willd.

Terna, tinggi batang 2 – 2,5 m. Batang terdiri dari susunan pelepah – pelepah daun. Daun berbentuk bulat panjang Bunga terminal, warna putih kehijauan. Rimpang berwarna pucat kemerahan, dengan garis – garis melintang berwarna cokelat kemerahan, berbentuk seperti cincin kecil. Bagian dalam pucat kemerahan, keras, berkayu. Nama daerah: halawas.

Ananas comosus (L.) Merr.

Herba menahun, dengan daun yang banyak, lebih kurang 30 helai, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal. Bunga majemuk, di ujung, bunga bersifat hermaprodit. Nama daerah: nanas.

Gambar 4. 8. Ananas comosus Gambar 4. 6. Allium sativum

(52)

Andropogon nardus L.

Herba tahunan, batang tidak berkayu, putih kotor. Daun tunggal bentuk lanset, berpelepah, pangkal pelepah memeluk batang, warna hijau. Perbungaan bentuk malai, karangan bunga berselubung, warna kuning keputihan. Nama daerah: sangge-sangge.

Gambar 4. 9. Andropogon nardus

Apium graveolus L.

Herba, tinggi sekitar 50 cm. Batang tidak berkayu, bersegi, beralur, bercabang, tegak dan berwarna hijau pucat. Berdaun majemuk, menyirip ganjil, pangkal dan ujung daun berbentuk runcing, serta tepi beringgit. Anak daun berjumlah 3 – 7 helai dengan panjang 2 – 7,5 cm dan lebar 2 – 5 cm, warna hijau keputih – putihan atau hijau., Nama daerah: daun sop.

Areca catechu L.

Pohon, berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10 – 30 m, diameter 15 – 20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1 – 1,8 m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi. Tongkol bunga dengan serudang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun. Nama daerah: pining.

Gambar 4. 10. Apium graveolus

(53)

Arenga pinnata (Wurmb) Merrill.

Palma, tinggi ±25 m, berdiameter hingga 65 cm, kokoh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal dengan ijuk. Daun majemuk menyirip, helaian daun panjangnya sampai 5 m, hijau tua. Buah bulat, tersusun bergerombol pada tandan buah, hijau tua. Nama daerah: nira.

Gambar 4. 12. Arenga pinnata

Averrhoa blimbi L.

Tinggi tanaman 5-10 m. Batang berkayu, bercabang, bulat, kecoklatan. Daun majemuk, anak daun bulat telur atau memanjang, hijau. Malai bunga menggantung panjang 5-20 cm. Bunga berwarna semuanya dengan panjang tangkai putik yang sama. Buah buni persegi membulat tumpul, kuning hijau, panjang 4-6,5 cm. Nama daerah: belimbing bosi.

Gambar 4.13. Averrhoa blimbi

Carica Papaya L.

Semak, berbatang tegak dan basah, bagian atas bercabang atau tidak, tinggi 8-10 cm. Daun tunggal, tersebar, menyirip 3, tangkai daun panjang, berlubang di tengah, hijau. Bunga berwarna putih, berkelamin satu atau berumah dua. Buah buni, bulat telur memanjang. Biji bulat, hitam. Nama daerah: botik.

(54)

Citrus aurantifolia Swingle.

Perdu, berkayu liat, keras, bercabang banyak, berduri. Daun tunggal, bulat telur memanjang, agak kaku, panjang 4-6 cm, tepi beringgit, ujung meruncing, tangkai daun ke arah ujung kadang-kadang bersayap sedikit, hijau. Buah bentuk bola, permukaan agak kasar, berwarna hijau atau kuning. Nama daerah: unte nipis.

Citrus histryx D. C.

Perdu, ranting berduri. Daun majemuk menyirip beranak daun satu, helai daun bulat telur sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing, tepi beringgit, panjang 8-15 cm, lebar 2-6 cm, permukaan licin dengan bintik kecil berwarna jernih, jika diremas baunya harum. Bunga bentuk bintang, putih kemerahan atau putih kekuningan. Buah bulat telur, kulit hijau berkerut, berbenjol-benjol, asam agak pahit. Nama daerah: unte mukkur.

Cocos nucifera L.

Batang berdiri tegak, tidak bercabang, tinggi 10-14 m. Daun berpelepah, panjang 3-4 m dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian. Buah bulat terbungkus serabut, dengan batok yang sangat kuat. Nama daerah: harambir.

Gambar 4. 17. Cocos nucifera Gambar 4. 15. Citrus

aurantifolia

(55)

Coleus amboinicus Lour.

Batang lunak, sering agak berkayu, beruas-ruas. Daun tunggal, tebal, berdaging, letak berhadapan, bentuk bulat telur agak bundar, ujung runcing, pangkal membulat, tepi bergerigi sampai beringgit, pertulangan menyirip dan bercabang-cabang seperti jala, panjang daun 5-7 cm, lebar 4-6 cm. Nama daerah: bangun-bangun.

Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore.

Terna, tinggi hingga 1 m, berbau harum, berbatang lunak beralur – alur dangkal, helaian daun jorong memanjang atau bundar telur terbalik. Bunga majemuk berupa bongkol – bongkol yang tersusun dalam malai, letak terminal. Bongkol hijau dengan ujung jingga coklat hingga merah bata. Nama daerah: poyonbaru.

Cucurbita hispida (Thunb) Cogn.

Herba semusim, panjang 3-5 m. Batang memanjat atau menjalar, bersegi, memiliki alat pembelit, hijau. Daun tunggal, tersebar, tangkai bulat, panjang 3-8 cm, hijau, helaian daun membulat dengan tepi berlekuk dalam, ujung runcing, panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 8 cm, pertulangan menjari, permukaan kasar, hijau. Bunga tunggal, di ketiak daun. Buah buni, bulat panjang, hijau berkapur. Nama daerah: gundur.

Gambar 4. 18. Coleus

Gambar 4. 19. Crassocephalum

(56)

Cucurbita moschata Durch.

Batang merambat, basah, tidak berkayu, mempunyai kait seperti spiral, hijau, berbulu halus, panjang 3-6 m. Daun tunggal, tersebar, bentuk jantung, bertangkai, pertulangan menjari. Buah pipih, lonjong, atau panjang, beralur 15-30 alur, warna hijau sampai kuning kecoklatan. Biji pipih, bundar telur sampai bundar memanjang, bagian ujung membulat, pangkal meruncing, warna buram, licin. Nama daerah: jilok.

Curcuma domestica Val.

Semak perenial, dengan tinggi 40-100 cm, batang semu, tersusun dari pelepah daun yang agak lunak. Daun bulat telur memanjang, lebar daun sekitar 7-8 cm, hijau, bibir daun lurik kekuningan. Bunga berwarna putih. Nama daerah: huning.

Gambar 4. 22. Curcuma domestica

Curcuma xanthoriza Roxb.

Terna, tinggi mencapai 2,5 m. Batang terdiri dari pelepah daun yang tegak saling bertumpang tindih, hijau sampai cokelat gelap. Daun bundar memanjang sampai lanset, 2-9 helai, hijau sampai cokelat keunguan. Bunga kuning tua, bergerombol, lateral. Rimpang luar berwarna kuning muda, bagian dalam berwarna kuning, berbau tajam dan rasanya pahit. Nama daerah: temu lawak.

Gambar 4. 21. Cucurbita moschata

(57)

Datura metel L.

Perdu berkayu, banyak cabang, tinggi kurang dari 2 m. Daun berbentuk bulat telur, tepinya berlekuk tajam, berhadap-hadapan. Bunga menyerupai terompet, berwarna putih. Buahnya hampir bulat, salah satu ujungnya didukung oleh tangkai tandan yang pendek, melekat kuat, bagian luar dihiasi duri – duri, dan dalamnya berisi biji – biji kecil berwarna kuning kecoklatan. Nama daerah: tuyung pungar.

Etlingera elatior L.

Terna tahunan, tinggi mencapai 5 m. Batang semu bulat gilig, membesar di pangkalnya, tumbuh tegak dan banyak, berdekat-dekatan membentuk rumpun. Rimpang tegak, krem. Daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris, berseling di batang semu. Bunga dalam karangan gasing, warna merah jambu. Buah berjejalan dalam bongkol, merah kehijauan. Nama daerah: asam siala.

Graptophyllum pictum (L.) Griff.

Perdu berkayu, batang tegak, ukurannya kecil dan tingginya hanya dapat mencapai 3 m. Batangnya berwarna ungu, penampang batangnya berbentuk mendekati segitiga tumpul. Posisi daun letaknya berhadap – hadapan. Bunga bersusun dalam satu rangkaian tandan yang berwarna merah tua. Nama daerah: silattom.

Gambar 4. 24. Datura metel

Gambar 4. 25. Etlingera elator

(58)

Hibiscus rosa-sinensis L.

Perdu, tinggi 1-4 m. Daun bertangkai, bulat telur, meruncing, kebanyakan berlekuk, bergerigi kasar, dengan ujung runcing dan pangkal bertulang daun menjari, tangkai daun beruas. Bunga di ketiak, kelopak bentuk lanset, bercangkap 5, daun mahkota bulat telur terbalik, panjang 5,5-8,5 cm, merah dengan noda tua pada pangkal. Bakal buah beruang 5. Nama daerah: bunga-bunga.

Hymenocallis lithoralis (Jaqc.) Salisb.

Terna tak berbatang, berumbi lapis, tinggi 0,5-1 m. Daun tunggal, roset akar bentuk garis atau pita, tebal, ujung runcing, pangkal rata, tepi rata, panjang 30- 80 cm, lebar 4-8 cm, pertulangan sejajar, permukaan licin, hijau mengkilap. Bunga majemuk, di ketiak daun, bentuk payung, bunga sempurna, putih. Nama daerah: hatomba.

Imperata cylindrica (L.) Beauv

(59)

Jatropha curcas L.

Perdu tahunan dengan tinggi 1 – 2 m. Berbatang tegak, berkayu, bulat, bekas menempel daun tampak jelas, percabangan simpodial, berwarna hijau. Daun tunggal, tersebar, lonjong, tepi bertoreh, ujung runcing, pangkal membulat, lebar 20 – 26 cm, panjang 25– 30 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk karang, berkelamin dua, Buah kendaga. Biji keras berbentuk ginjal, berwarna putih kehijauan. Nama daerah: lamua.

Kaempferia galanga L.

Terna kecil dengan rimpang lunak, tidak berserat. Daun tunggal, berhadapan, oval, panjang 5-10 cm, lebar 4-8 cm, hijau. Bunga tersusun setengah duduk, mahkota bunga 4-12 buah, bibir bunga berwarna lembayung dengan warna putih lebih dominan. Nama daerah: hasohor.

Lawsonia inermis L.

Batang perdu, tegak, bercabang, berkayu, cokelat. Daun tunggal, berhadapan, berbentuk jorong, atau jorong lanset, panjang 1,5-5 cm, tepi rata, ujung runcing, permukaan licin, hijau. Perbungaan berupa malai, keluar dari ujung cabang atau ketiak daun, panjang 4-20 cm, kuning muda, merah jambu, atau merah, harum. Buah kotak, bulat atau bulat pipih, berdiameter 0,5 cm. Nama daerah: pirangga.

Gambar 4.32. Lawsonia inermis Gambar 4. 30.

Jatropha curcas

(60)

Manihot esculenta Crautz

Perdu tidak bercabang atau bercabang sedikit, tinggi 2 – 7 m. Batang dengan tanda berkas daun yang bertonjolan, bagian tengah bergabus. Helaian daun menyerupai telapak tangan, pertulangan menjari, warna hijau, tangkai daun panjang, berwarna hijau kemerahan. Umbi akar besar, memanjang dengan kulit berwarna coklat suram, bagian dalam berwarna putih. Nama daerah: gadung hayu.

Morinda citrifolia L.

Perdu atau pohon kecil, tinggi 3 – 8 m, cabang kaku, kasar, kulit batang berwarna coklat. Daun bertangkai, hijau tua, letak bersilang berhadapan, helai daun bulat telur lebar sampai elips, panjang 10 - 40 cm, lebar 5 - 17 cm, tebal, mengkilat, tepi daun rata, ujung meruncing, dengan pangkal daun menyempit, tulang daun menyirip. Bunga berbentuk bonggol, keluar dari ketiak daun, berbentuk tabung atau terompet, putih. Buah buni majemuk. Nama daerah: mengkudu.

Myristica fragrans Houtt.

Pohon, tinggi 5 – 19 m, daun bulat telur atau elips memanjang, pangkal runcing, ujung meruncing, sisi bawah hijau kebiruan atau hijau tua. Bunga kuning pada pangkal dengan daun pelindung yang membulat. Buah bentuk bulat, kuning kecoklatan. Biji bergaris – garis, harum, dibungkus oleh selubung biji merah. Nama daerah: pala.

Gambar 4. 35. Myristica fragrens Gambar 4. 33. Manihot esculenta

(61)

Nephelium lappaceum L.

Pohon, tinggi 15 – 25 m, mempunyai banyak cabang. Daun majemuk menyirip letaknya berseling, dengan anak daun 2 – 4 pasang. Bunga tersusun pada tandan di ujung ranting, harum, kecil – kecil, warnanya hijau muda. Bunga jantan dan bunga betina terpisah dalam satu pohon. Buah bentuk bulat lonjong, panjang 4 – 5 cm, dengan duri tempel yang bengkok, lemas sampai kaku. Nama daerah: rambutan.

Ocimum basilicum L.

Herba tegak, tinggi 0,3 – 0,6 m. helaian daun bulat telur, elips atau memanjang, tangkai 0,5-2 cm. Karangan semu berbunga 6, berkumpul menjadi tandan ujung. Tangkai dari kelopak buah tegak, tertekan pada sumbu dari karangan bunga dengan ujung bentuk kait melingkar. Kelompok buah 6 – 9 mm panjangnya. Buah keras, coklat tua, gundul. Nama daerah: layam.

Orthosiphon aristatus (Blume) Mig.

Terna tegak, bagian bawah berakar pada buku – bukunya, tinggi 1 – 2 m. Batang segi empat, agak beralur, berbulu pendek. Daun tunggal, bundar telur lonjong. Bunga berupa tandan, keluar pada ujung cabang, berwarna ungu pucat, berwarna coklat gelap. Nama daerah: kumis kucing.

Gambar 4. 38. Orthosiphon aristatus Gambar 4. 36.

Nephelium lappaceum

Gambar

Tabel 2. 1. Jenis-Jenis tanaman obat, Kandungan Kimia dan Khasiatnya.
Tabel 2.1. lanjutan Aegle marmelos
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai
Tabel 4.1. Nilai  Guna,  Nilai   Guna  Relatif   dan  Index  of  Cultural  significance tanaman Obat
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

1 Siti Marfiatun B.211.12.1055 Cucian Motor Dari tiga pesaing ternyata jasa cuci motor tidak menyediakan bisnis pendamping seperti scotlate dan stiker motor.Harga yang

[r]

Kabupaten Lombok Utara menyimpan potensi yang besar antara lain pada sektor-. sektor sebagai

Hasil display varietas yang dilakukan di Desa Kuning II, dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jagung dengan menggunakan beberapa varietas unggul

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk menguji efektivitas daya bunuh dari produk pembersih lantai yang digunakan oleh masyarakat Indonesia terhadap bakteri

(2018) tingginya penambahan tepung ikan teri dalam formulasi biskuit, menghasilkan nilai rata-rata hedonik terhadap rasa semakin rendah; Pitunani, et al