• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Perspektif Model Dan Pemodelan Pada Pembelajaran Matematika Dan Problem Solving Di Sekolah Menengah Atas (SMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dasar Perspektif Model Dan Pemodelan Pada Pembelajaran Matematika Dan Problem Solving Di Sekolah Menengah Atas (SMA)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR PERSPEKTIF MODEL DAN PEMODELAN

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN

PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH

MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

Oleh

ROSMARTINA 087021065/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

(2)

DASAR PERSPEKTIF MODEL DAN PEMODELAN

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN

PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH

MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSMARTINA

087021065/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

(3)

Judul Tesis : DASAR PERSPEKTIF MODEL DAN PEMODELAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DAN PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Nama Mahasiswa : Rosmartina Nomor Pokok : 087021065 Program Studi : Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Saib Suwilo, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Prof.Dr.Eddy Marlianto,M.Sc)

Tanggal lulus: 17 Mei 2010

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 17 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang Anggota : 1. Dr. Saib Suwilo, M.Sc

2. Dr. Tulus, M.Si

3. Dra. Mardiningsih, M.Si

(5)

ABSTRAK

Pemodelan matematika adalah sebuah aktifitas matematika yang kompleks, dalam pengajaran dan pembelajaran dari pemodelan dan aplikasinya, melibatkan banyak aspek dari pemikiran matematika dan pembelajaran. Model matematika tidak hanya digunakan dalam pelajaran matematika dan ilmu alam (seperti Fisika, Biologi, Ilmu Bumi, Meteorologi, dan Tehnik) tetapi juga dalam ilmu sosial (seperti Ekonomi, Pisikologi, Sosiologi, dan Ilmu Politik). Pembuatan model matematika pada pembe-lajaran matematika dan problem solving melibatkan pemikiran matematika dan relasi dengan ilmu pengatahuan lain untuk menemukan penyelesaian masalah dalam kehidu-pan sehari-hari. Jadi diperlukan strategi pemodelan.Pada tesis ini membicarakan ten-tang pemodelan dan strateginya pada pembelajaran matematika danproblem solving

di SMA.

Kata kunci : Pemodelan matematika,problem solving untuk siswa SMA

i

(6)

ABSTRACT

Mathematical modeling is a complex mathematical activity, the teaching and learn-ing of modellearn-ing and applications involves many aspects, of mathematical thinklearn-ing and learning. Mathematical model is not use only in mathematics learning and natural sci-ences (such as physics, biology, earth science, meteorology and engineering) but also in the social sciences (such as economic, psychology, sociology and political science). Mathematical modeling in mathematical learning and problem solving involve math-ematical thinking and relations with other knowledge to find out the problem solving in reality. So it needs a strategy of modeling. In this thesis talks about strategy and modeling in learning mathematical and problem solving on Senior High School.

Keywords : mathematical modeling, problem solving for senior high School student.

ii

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Tuhan yang maha pengasih dan penyayang, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Tesis merupakan persyaratan akhir pada Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-tahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada Program Studi Magister Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Sumatera Utara (USU). Tesis ini berjudul ”Dasar Perspektif Model dan Pemodelan pada Pem-belajaran Matematika dan Problem Solving di Sekolah Menengah Atas (SMA)”.

Dari hasil penelitian literatur ini penulis mengharapkan memperoleh sebuah strategi pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving di tingkat sekolah menengah atas. Tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis, para pembaca dan peneliti-peneliti berikutnya, terutama penelitian di bidang pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving di tingkat Sekolah Menengah Atas. Penulis juga berharap saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada; Kepala Bappeda Propinsi Suma-tera Utara beserta stafnya yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk mengikuti perkuli-ahan Program Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara, Ibu DRa. Hj. Rebekka Girsang selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Medan yang telah memberi kesempatan dan semangat dari awal hingga selesai masa perkuliahan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM),SpA(K), Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Matematika Prof. Dr. Herman Mawengkang, Sekretaris Program Studi Magister Matematika Dr. Saib Suwilo, M.Sc, yang telah membantu penulis dalam mengikuti Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara Medan.

iii

(8)

Terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Her-man Mawengkang dan Dr.Saib Suwilo, M.Sc, atas bimbingan, bantuan dan perhatian yang diberikan selama penulisan dan penyelesaian tesis ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih setulusnya dari lubuk hati yang paling dalam, penulis sampaikan kepada para dosen : Prof. Dr. Herman Mawengkang, Dr. Saib Suwilo M.Sc., Dr. Sutarman M.Sc, Prof. Opim Salim Sitompul,M.Sc, Prof. Dr. Irianto M.Si, Dr. Tulus M.Sc, Drs. Open Darnius, M.Sc, Drs. Marwan Harahap, M.Eng, Drs. Sawaluddin, M.I.T, Dra. Mardiningsih, M.Si, Drs. Marihat Situmorang, M.Sc, Drs.Suwarno Ariswoyo,M.Si, yang telah banyak menyumbangkan ilmu penge-tahuannya kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Misiani, S.Si, se-laku staf administrasi program studi Magister Matematika yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis.

Terimakasih yang tiada terhingga kepada ayahanda almarhum Purnawirawan H.M.Sagala dan ibunda yang tercinta Dra.Hj.Nurhayani Sitompul yang telah mem-besarkan, mendidik dan menyekolahkan penulis sehingga berkesempatan mengikuti program studi Magister Matematika pada FMIPA USU Medan. Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih kepada suami tercinta Beny Sinaga yang telah memberi dukungan moral dan spiritual selama penulis mengikuti masa perkuliahan.

Akhirnya penulis hanya dapat memohon kehadirat Allah yang Maha Penga-sih dan Penyayang, agar jasa semua pihak yang telah membantu penulis mendapat balasan yang baik, amin, amin ya Rabbal Alamin.

Kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang turut membantu perkuliahan dan penulisan tesis ini hingga selesai.

Medan, Mei 2010

Rosmartina

iv

(9)

RIWAYAT HIDUP

Rosmartina Sagala lahir di Binjai pada tanggal 19 Maret 1969, terlahir sebagai anak ke empat dari sepuluh orang bersaudara yaitu; Dra.Masdelina Sagala, M.Pd, Dra.Tiur Marondang Sagala, M.Pd, Yusria Sundari Sagala, S.Pd, Rosmartina Sagala,S.Pd, Dr.Khalid Huda Sagala,Sp.PD, Dra.Swastati Sagala, Serma Khaidir Kamil Saifullah Sagala, Ratna Dilliana Sagala,S.KM, M.P.H, Ns. Susilawati Sagala, S.Kep, Jalaluddin Abidinsyah Sagala, S.P dari seorang ayah yang bernama Alm.Purn. H.M. Sagala dan seorang ibu Dra.Hj. Nurhayani Sitompul.

Masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 104183 Binjai tahun 1976 dan tamat tahun 1982, tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Binjai tahun 1985, dan Seko-lah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Binjai jurusan Biologi tamat tahun 1988. Tahun 1988 memasuki masa kuliah di program studi D3 Matematika pada Fakultas Mate-matika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, memperoleh ijazah diploma tiga dan akta tiga pada tahun 1991, tahun 1992 diangkat sebagai guru Pegawai Negeri Sipil di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Baktiya Kabupaten Aceh Utara propinsi Daerah Istimewa (Dista) Aceh yang sekarang menjadi Nanggro Aceh Darussalam (NAD). Pada tahun 1998 atas permintaan sendiri mutasi ke SMA Negeri 1 Medan hingga sampai sekarang. Pada tahun 1999 melan-jutkan studi strata satu program Pendidikan Dasar dan Menengah (DikDasMen) di Universitas Negeri Medan (UniMed) jurusan Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dan akta empat pada tahun 2001.

Pada tanggal 24 Juli 1996 menikah dengan seorang pemuda yang bernama Benny Sinaga dan dikaruniai empat orang anak yaitu Fazar Arrizal Hakim Sinaga lahir di Binjai tanggal 8 Juni 1998, Fathur Rahman Sidiq Sinaga lahir di Binjai tanggal 26 April 2000, Fathonah Fasya Salsabilla br Sinaga lahir di Binjai tanggal 1 September 2004 dan Fadel Ahmad Tamam Sinaga lahir di Binjai 18 Februari 2007.

Pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan program studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

v

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Metodologi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Model dan Pemodelan Matematika sebagai Aktivitas Problem

Solving 5

2.2 Proses Berpikir Secara Matematika (Mathematical Thinking) 7

2.3 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika 8

2.3.1 Penilaian dalam Model matematika 11

2.3.2 Proses Pemodelan dalam Problem Solving 11

2.3.3 Model Matematika 14

2.3.4 Karakteristik Kegiatan Pemodelan 15

2.3.5 Jenis Kegiatan Pemodelan 17

2.3.6 Prinsip Kegiatan Pemodelan 18

vi

(11)

2.3.7 Kepatutan, Kegunaan dan Manfaat Kegiatan Pemodelan. 20

BAB 3 LANDASAN TEORITIS 21

3.1 Pembelajaran Matematika 21

3.2 Problem Solving 22

3.2.1 Strategi Problem solving 22

3.2.2 Proses Problem Solving 23

BAB 4 PEMBAHASAN 25

4.1 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika 25

4.2 Strategi Pemodelan pada Pembelajaran Matematika dan Problem

solving 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 33

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

vii

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Proses pemodelan matematika Blum, 1996 13

2.2 Lingkaran pemodelan oleh Blum, 1996 13

2.3 Pembentukan model matematika sebagai alat belajar matematika (Voskoglou,

2006) 14

3.1 Diagram alur proses problem solving oleh Lora K.Kaiser 2003 23

4.1 Proses pemodelan oleh Galbraith & Stillman, 2006 26

viii

(13)

ABSTRAK

Pemodelan matematika adalah sebuah aktifitas matematika yang kompleks, dalam pengajaran dan pembelajaran dari pemodelan dan aplikasinya, melibatkan banyak aspek dari pemikiran matematika dan pembelajaran. Model matematika tidak hanya digunakan dalam pelajaran matematika dan ilmu alam (seperti Fisika, Biologi, Ilmu Bumi, Meteorologi, dan Tehnik) tetapi juga dalam ilmu sosial (seperti Ekonomi, Pisikologi, Sosiologi, dan Ilmu Politik). Pembuatan model matematika pada pembe-lajaran matematika dan problem solving melibatkan pemikiran matematika dan relasi dengan ilmu pengatahuan lain untuk menemukan penyelesaian masalah dalam kehidu-pan sehari-hari. Jadi diperlukan strategi pemodelan.Pada tesis ini membicarakan ten-tang pemodelan dan strateginya pada pembelajaran matematika danproblem solving

di SMA.

Kata kunci : Pemodelan matematika,problem solving untuk siswa SMA

i

(14)

ABSTRACT

Mathematical modeling is a complex mathematical activity, the teaching and learn-ing of modellearn-ing and applications involves many aspects, of mathematical thinklearn-ing and learning. Mathematical model is not use only in mathematics learning and natural sci-ences (such as physics, biology, earth science, meteorology and engineering) but also in the social sciences (such as economic, psychology, sociology and political science). Mathematical modeling in mathematical learning and problem solving involve math-ematical thinking and relations with other knowledge to find out the problem solving in reality. So it needs a strategy of modeling. In this thesis talks about strategy and modeling in learning mathematical and problem solving on Senior High School.

Keywords : mathematical modeling, problem solving for senior high School student.

ii

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengoptimalkan siswa me-nguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis, sistematis dan terstruktur. Hal ini tertuang pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) mengenai tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut:

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbe-daan, konsistensi dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan pe-nemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasi-kan gagasan secara matematis antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Berdasarkan kutipan di atas, dalam pembelajaran matematika guru dituntut agar melatih siswa cara berpikir dan bernalar, mengembangkan kemampuan me-mecahkan masalah, menarik kesimpulan, mengembangkan aktifitas kreatif, mengem-bangkan kemampuan menyampaikan informasi secara matematis.

Pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003: 4-6) tertulis bahwa; belajar akan bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk mengkron-truksi atau membangun sendiri pengetahuannya. Selanjutnya dikatakan, guru diha-rapkan dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika dimulai dengan penge-nalan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata (contextual problem). Dengan mengajukan masalah-masalah yang kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing un-tuk menguasai konsep-konsep matematika. Dalam pembelajaran matematika, guru dapat mengkombinasikan berbagai strategi belajar mengajar di dalam kelas.

(16)

2

Salah satu metode mengajar matematika yang dapat diterapkan untuk mewu-judkan tujuan pendidikan matematika sesuai yang tertuang dalam kurikulum 2004 antara lain adalah model pembelajaran matematika problem solving (penyelesaian masalah). Problem solving adalah suatu model pembelajaran yang berfokus pada siswa melalui penciptaan suasana belajar yang aktif dalam proses inkuiri, investigasi dan mencari pemecahan masalah terhadap masalah yang autentik, bermakna, dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Dasar pandangan dalam model dan pemodelan pada pembelajaran matema-tika dan problem solving merupakan pandangan dari beberapa peneliti tentang mo-del dan pemomo-delan. Munculnya momo-del-momo-del baru dari momo-del dan momo-del perspektif dari macam-macam risetproblem solvingmelalui sebuah sintesis dalam literatur yang masih ada.

Sejumlah peneliti pendidikan telah memulai memfokuskan upaya penelitian ter-hadap pemodelan matematika di berbagai tingkatan sekolah. Bagaimana siswa dapat bekerja dengan masalahmasalah yang kurang jelas berhubungan dengan matematika sekolah dan menuntut siswa untuk menangani situasi yang tidak biasa untuk berpikir fleksibel dan kreatif (Lesh dan Doerr, 2003a, 2003b).

Penggunaan problem solvingpada matematika sekolah sangat penting, ide dari model matematika yang terdiri dari struktur matematika realita dengan pengertian matematika (Freudenthal, 1991). Siswa bekerja dengan tipe dariproblem solvingyaitu heuristik dan strategi matematika dan hasil rata-rata dari mekanikel dan penyelesaian tengah (Greer, 1997).

Perspektif yang sangat penting dari model matematika adalah membantu perkem-bangan pendidikan matematika kritis. Dengan kata lain, model pembelajaran ma-tematika problem solving dalam dunia nyata dapat juga digunakan dalam literatur matematika kritis. Literatur matematika kritis berperan dalam tujuan dari pembela-jaran matematika dan pelapembela-jaran ini tidak gampang.

(17)

3

Pemilihan model pembelajaran matematikaproblem solvingadalah kemampuan yang melibatkan beberapa karakteristik dan tehnik pemecahan masalah dalam per-spektif pemodelan, pemikiran matematika (mathematical thinking) dan relasinya de-ngan ilmu pengetahuan lain.

Para ahli berbeda pendapat penggunaan pemecahan masalah (problem solving) secara tradisional di dalam pembentukan model matematika (mathematical modeling). Freudental, (1991) menyatakan bahwa ”praktek problem solving secara tradisional dalam matematika sekolah, sangat tidak cocok dengan ide pemikiran pemodelan ma-tematika dan matematisasi, sebagaimana pembuatan model mama-tematika merupakan strukturisasi realita dengan menggunakan bantuan matematika, dimana jenisproblem solvingtidak mengandung strategi heuristik matematika”.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam tesis ini adalah bagaimana membuat model dan pemo-delan dalam pembelajaran matematika dan problem solving di Sekolah Menengah Atas (SMA).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengajukan suatu strategi pemodelan pada pembela-jaran matematika danproblem solving.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dengan menggunakan model dan pemodelan pada pem-belajaran matematika dan problem solvingdapat meningkatkan proses pembelajaran dalam bidang matematika.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat pengkajian literatur dengan mengumpulkan bahan-bahan dari

(18)

4

model-model pada pembelajaran matematika diadaptasikan dengan kompetensi dasar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal yang utama dalam penelitian ini adalah pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving.

Langkah awal meninjau hal-hal yang berhubungan dengan model dan pemodelan yang bersifat umum. Kemudian ditinjau model pada pembelajaran matematika di tingkat siswa SMA. Langkah berikutnya meninjau pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving di SMA. Langkah selanjutnya membahas strategi pembelajaran pemodelan matematika yang dipadukan dengan problem solving yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model dan Pemodelan Matematika sebagai Aktivitas Problem Solving

Perhimpunan guru-guru matematika nasional di Amerika yaitu National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) menekankan ”bahwa program pengajaran haruslah memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuan melalui problem sol-ving. Problem solving muncul dalam matematika dan konteks lain, berlaku dan di-sesuaikan untuk berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, monitor dan refleksi atas proses problem solving”.

Sejumlah peneliti memunculkan pertanyaan tentang ketepatan pembelajaran sekarang ini dalam mengajarkan matematika secara umum dan problem solving se-cara khusus. ”Ketidaktepatanproblem solvingsecara tradisional justru menghasilkan yang lebih buruk lagi dalam kasus pekerjaan siswa, dengan masalahmasalah yang ku-rang jelas berhubungan dengan matematika sekolah dan yang menuntut siswa untuk mengatasi situasi yang belum biasa” (Lesh dan Doerr, 2003).

Polya (1962) menerangkan bahwa: ”dalam istilah problem solvingdengan men-ciptakan kesamaan-kesamaan atau persamaan, siswa akan menerjemahkan situasi nyata ke dalam istilah matematika, siswa memiliki kesempatan untuk mengalami bahwa konsep matematika dapat berhubungan dengan kenyataan. Akan tetapi hu-bungan itu harus diselidiki dengan cermat”. Lebih lanjut Polya (1973) mengajukan empat tahapan pemecahan masalah (problem solving) yaitu; pemahaman masalah (understand and explore the problem), membuat rencana pemecahan masalah (find a strategy), melaksanakan rencana pemecahan masalah (use the strategy to solve the problem), dan mengevaluasi kembali penyelesaian yang ditemukan (look back and re-flection the solution).

(20)

6

Menurut Lesh dan Sriraman (2005) yang berisikan tentang matematika dan sains:

a. Model adalah dasar tentang maksud gambaran, keterangan atau konsep (kuan-tifikasi, dimensional, koordinasi, atau matematika umum), komputasi dan proses deduksi yang berkaitan.

b. Model untuk desain atau seni dari sistem yang kompleks dari dalam diri sendiri.

Urutan perspektif sejalan dengan pendapat modern dari Piaget dan Vygotsky dan juga prakmatis Amerika seperti Jhon Dewey, George Hebert Mead dan Charles Sanders Pierce. Filosofi perspektif ini menurut Les dan Sriraman berdasarkan pada pernyataan:

a. Sistem konseptual merupakan buatan manusia, dan juga merupakan dasar sosial alamiah.

b. Makna dari konstruksi cenderung didistribusikan sebanyak pariasi perwakilan media (dari bahasa ucapan, bahasa tulisan, diagram dan grafik, model kongkrit ke metafora berdasarkan pengalaman).

c. Pengetahuan berdasarkan pengalaman sebanyak abstraksi dan cara berpikir yang memerlukan pemahaman proses pengambilan keputusan kompleks yang realistis harus mengintegrasikan ide dari disiplin tunggal atau area topic text-book atau teori utama.

d. Seputar pengalaman yang harus dipahami dan dijelaskan oleh manusia adalah tidak tetap, hal ini merupakan sebagian besar hasil dari kreatifitas manusia. Jadi terus menerus berubah dan juga pengetahuan diperlukan manusia sebagai pembentuknya.

Perspektif model dan pemodelan mengadaptasi prinsip-prinsip instruksional Zol-tan Deines yang mendesain model aktifitas. Dari Lesh, et.al, (2003) ada enam prinsip instruksional yaitu;

1. Prinsip realitas (situasi terjamin dan menyambungkan pengetahuan sebelum-nya/ pengalaman).

2. Prinsip kontruksi (situasi yang memerlukan perkembangan atau menyaring, modifikasi, atau memperluas) sebuah kontruksi penting dalam matematika.

(21)

7

3. Prinsip evaluasi diri (situasi yang mewajibkan penilaian diri).

4. Prinsip dokumentasi kontruksi (situasi yang mewajibkan siswa untuk membuka pikiran tentang situasi).

5. Prinsip konstruksi umum (model umum yang mendekati situasi yang mirip).

6. Prinsip sederhana (apakah situasi penyelesaian masalahnya sederhana).

Pembentukan model luas membatasi situasi penyelesaian masalah dengan struk-tur matematika, model matematika sebagai proses penyelesaian masalah dari situasi yang ada. Contoh nyata dari kegiatan pemodelan luas didasari pada prinsip desain Deines. Suatu usaha untuk meninjau literatur terkait pada makalah dibagi dalam 3 topik diskusi utama. Topik utama pertama memposisikan pemodelan matema-tika sebagai kegiatanproblem solving, topik utama kedua memaparkan prinsip dasar dalam mendesain kegiatan pemodelan dan topik terahir mendiskusikan keuntungan bagi siswa dan guru dalam bekerja dengan pemikiran pemodelan yang nyata.

2.2 Proses Berpikir Secara Matematika (Mathematical Thinking)

Schoenfeld, (1992) mendefinisikan berpikir matematis sebagai berikut: ”pengem-bangan sudut pandang matematika, penilaian proses matematisasi dan abstraksi dan memiliki predileksi untuk menggunakannya dan pengembangan kompetensi dengan menggunakan alat-alat teknologi yang diperdagangkan dan menggunakan alat ini un-tuk mencapai tujuan pemahaman struktur”.

Menurut Ma’moon (2005) berpikir deduktif adalah berhubungan dengan bukti matematika, karena berpikir deduktif berhubungan untuk berbagai pola yang meng-gunakan induksi matematika yang ada. Lebih lanjut Mamoon menyebutkan as-pek berpikir matematis terdapat enam skala yaitu; generalisasi, induksi, deduksi, penggunaan simbol, berpikir logika dan bukti matematis. ”Berpikir induktif adalah berhubungan dengan generalisasi sebagai bagian yang melibatkan pencarian untuk pola dari kasus yang khusus, digunakan untuk mengidentifikasi pola sehingga dite-mukan aturan-aturan yang bersifat umum”.

Proses pemikiran matematika yang digaris bawahi sebagai dasar pemikiran ma-tematika oleh Mason, et.al. (1991) adalah:

1. spesialisasi

(22)

8

2. generalisasi

3. konjektur (penduga, penerka)

4. kepercayaan

Berbagai pendakatan untuk mengembangkan perpikir matematika menurut Ma-son, et.al. (1991) mendasri pendekatan pada lima asumsi yang penting.

1. Anda dapat berpikir secara matematika

2. Berpikir matematika dapat diperbaiki melalui pertanyaan dan praktek dengan repleksi

3. Berpikir matematika dapat dipropokasi oleh kejutan, ketegangan dan kontradiksi

4. Suasana yang meragukan, menantang dan repleksi

5. Berpikir matematika adalah sangat membantu dan meningkatkan pemahaman dunia

Ben-zev, (1996) berpendapat bahwa proses pemikiran matematika mengacu kepada tipe berpikir induktif sebagai berpikir analogi. Pendapat ini didukung oleh (Butler, et.al 1970, Dreyfus dan Esenberg, 1996). Dengan cara yang berbeda (Howard dan Sonia, 2002) menekankan pengembangan berpikir matematika dengan pemodelan matematika dan belajar secara metakognitip lebih efektip dari pada berpikir secara analogi.

2.3 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika

”Model” sebagai kata benda merupakan gambaran miniatur dari sesuatu, pola se-suatu yang dibuat, contoh untuk meniru atau emulasi, uraian atau analogi yang digunakan untuk membantu memvisualisasi segala sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung. Menurut Lesh dan Doerr (2003) model merupakan suatu sistem konseptual internal plus representasi eksternal dari sistem yang dipergunakan untuk menginterpretasikan sistem lainnya yang lebih komplek. Lebih lanjut Lesh da n Do-err (2003) menyatakan bahwa definisi model hanya dipergunakan sebagai referensi terhadap pemikiran dan proses belajar siswa atau guru. Sedangkan untuk tingkat peneliti dilaksanakan desain eksperimen dari model-model dan persfektif pemodelan.

(23)

9

Dym (2004) mendefinisikan pemodelan adalah sebuah pekerjaan, aktivitas kog-nitif dimana kita berpikir tentang membuat model dan berpikir tentang menjelaskan bagaimana alat atau objek itu ada. Menurut English (2006) pemodelan matema-tika adalah suatu studi tentang konsep dan operasi matemamatema-tika dalam konteks dunia

real dan pembentukan model-model dalam menggali dan memahami situasi masalah kompleks yang sesungguhnya. Salah satu fokus utama dalam proses pemodelan adalah kompetensi pemodelan. Akan tetapi untuk sementara konsep kompetensi pemodelan belum dapat dideskripsikan dalam bentuk yang komprehensif. Untuk kepentingan penelitian Maas (2006) mendefinisikan kompetensi pemodelan adalah ketrampilan dan kemampuan untuk melaksanakan proses penciptaan model secara tepat dan berorentasi tujuan dan juga sebagai keinginan untuk mewujudkannya ke dalam tindakan. Voskogluo (2006) memaparkan bahwa fokus pada pemodelan ma-tematika adalah mentransformasikan dari situasi dunia real ke masalah matematika melalui penggunaan rangkaian simbol matematika, hubungan dan fungsi. Menurut Mousoulides, et,al (2007) proses pemodelan dalamproblem solving, bahwa tidak ada prosedur tunggal yang kuat diantara tujuan dan sejumlah strategi untuk mengatasi setiap kesulitan dalam prosedur.

Proses pemodelan merupakan suatu jenis tugas yang dikaitkan dengan realita. Karena terdapat sejumlah variasi tugas yang berkaitan dengan realita, perlu diper-lihatkan suatu klasifikasi dari persoalan ini. Salah satu fokus utama dalam proses pemodelan adalah kompetensi pemodelan. Akan tetapi untuk sementara konsep kom-petensi pemodelan belum dapat dideskripsikan dalam bentuk yang komprehensif. Hal ini terbukti dari pertanyaan yang diajukan dalam dokumen diskusi untuk ICMI-Study di Dormund, Blum & Kaiser (Maas, 2006). Pertanyaan yang muncul antara lain; Apakah kemampuan pemodelan dan konsep kompetensi pemodelan berbeda? Dapat-kah sub ketrampilan dan sub kompetensi dari kompetensi pemodelan diidentifikasi? Apa karekteristik dari aktifitas siswa yang memiliki sedikit pengalaman tentang pe-modelan?

Untuk kepentingan penelitian (Maas, 2006) mendefinisikan kompetensi pemo-delan adalah ”keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan proses penciptaan model secara tepat dan berorientasi tujuan dan juga sebagai keinginan untuk mewu-judkannya ke dalam tindakan”.

Frey (Maas, 2006) mendefinisikan kompetensi secara umum. Bahwa ”kom-petensi adalah kemauan seseorang untuk memeriksa dan menilai kebenaran fakta masing-masing, dari edukasi pernyataan dan tugas-tugas secara personal dan untuk

(24)

10

mewujudkannya ke dalam tindakan”. Niss (2004) merincikan kompetensi matematika yang berarti kemampuan untuk memahami, menilai, melakukan, menggunakan ilmu matematika dalam berbagai konteks dan situasi baik intra maupun ekstra matematika dimana ilmu matematika memainkan atau dapat memainkan suatu peran.

2.3.1 Penilaian dalam Model matematika

(1987) menunjukkan bahwa penilaian pemodelan sukar, karena pemodelan ada-lah proses penyelesaian masaada-lah ruwet, apalagi dalam ujian sebagai alat evaluasi tra-disional. Niss (1993) menjelaskan lebih lanjut penilaian yang membutuhkan waktu dan tidak bisa distandardisasi. Ini tidak berarti bahwa penilaian tidak dapat dilak-sanakan di atas dasar suara refleksi dan penalaran dan mengartikulasikan kriteria dan tunduk pada komunikasi yang jelas.

Sejumlah jenis penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi pemodelan siswa adalah kemampuan dan pemahaman model ditemukan dalam sebuah tinjauan pus-taka.

Crouch dan Haines (2004) menggunakan format pilihan ganda, dalam pengem-bangan beberapa pertanyaan yang terkait dengan tes pemodelan, sementara Bell dan koleganya (1992) dan Hjalmarson (2005) mengusulkan penggunaan skala penilaian analitis, dengan menetapkan nilai-nilai titik berbagai dimensi kerja pemodelan.

2.3.2 Proses Pemodelan dalam Problem Solving

Pendekatan pemodelan problem solving menunjukkan bahwa tidak ada satupun prosedur yang kuat antara strategi dan tujuan dalam satu set ”strategi” untuk me-ngatasi kesulitan dalam prosedur ini. Memang, pendekatan pemodelan menunjukkan sejumlah prosedur persidangan antara strategi dan tujuan agar sebuah solusi suk-ses. Problem solving merupakan sejumlah dari siklus berulang-ulang, di mana siswa berpindah dari strategi ke tujuan, kembali dan kembali bergerak menuju tujuan un-tuk menguji hipotesis, mempersempit hasil dan unun-tuk meningkatkan solusi (Lesh & Doerr, 2003).

Sejumlah karya yang relevan (Lesh et al, 2003; Blum & Niss, 1991) telah men-dokumentasikan proses yang berbeda yang terlibat dalam model matematika sebagai aktivitas problem solving. Diharapkan, siswa terlibat dalam proses berikut:

(25)

11

a. Memahami dan menyederhanakan masalah. Ini termasuk pemahaman teks, diagram, formula atau tabular informasi dan menarik kesimpulan dari mereka; menunjukkan pemahaman konsep-konsep yang relevan dan menggunakan infor-masi dari siswa, latar belakang pengetahuan untuk memahami inforinfor-masi yang diberikan.

b. Memanipulasi masalah dan mengembangkan model matematika. Proses ini ter-masuk mengidentifikasi variabel dan hubungannya dalam masalah, membuat keputusan mengenai variabel relevansi, membangun hipotesis dan pengambi-lan, mengorganisir, mengingat dan kritis kontekstual, mengevaluasi informasi; menggunakan strategi dan heuristik untuk secara matematis menguraikan mo-del.

c. Menafsirkan penyelesaian masalah. Ini termasuk membuat keputusan, meng-analisis sistem atau merancang sebuah sistem untuk memenuhi tujuan tertentu, dan mendiagnosis kerusakan dan mengusulkan sebuah pemecahan.

d. Verifikasi, memvalidasi dan mencerminkan solusi masalah. Ini termasuk mem-bangun dan menerapkan cara-cara yang berbeda representasi untukproblem sol-ving; generalisasi dan solusi berkomunikasi; mengevaluasi solusi dari perspektif yang berbeda dalam upaya untuk merestrukturisasi solusi dan membuat mereka lebih sosial atau secara teknis dapat diterima, kritis memeriksa dan mereflek-sikan pada solusi dan secara umum model pertanyaan (Blum & Kaiser, 1997; Lesh & Doerr, 2003).

(26)

12

Gambar 2.1 Proses pemodelan matematika Blum, 1996

Gambar 2.2 Lingkaran pemodelan oleh Blum, 1996

(27)

13

Pembentukan model matematika sebagai alat belajar matematika oleh Vokoglou (2006)

Gambar 2.3 Pembentukan model matematika sebagai alat belajar matematika (Voskoglou, 2006)

State 1 (S1) : analisis permasalahan (pemahaman pernyataan dan pengenalan pem-batasan dan kebutuhan sistem real)

State 2 (S2) : matematisasi yang meliputi formulasi dari situasirealdalam suatu cara yang untuk perlakuan matematika dan konstruksi model.

State 3 (S3) : Solusi model yang dicapai oleh manipulasi matematika yang sesuai. State 4 (S4) : Validasi (kontrol model, yang kemudian dicapai dengan memperke-nalkan model, perilaku sistemreal di bawah kondisi yang ada sebelum solusi model) State 5 (S5): Memahami hasil matematika dan implementasinya pada sistemreal un-tuk memberikan jawaban terhadap permasalahan dunia real yang dimaksud.

2.3.3 Model Matematika

Sebuah model adalah sistem konseptual internal ditambah representasi ekster-nal dari sistem yang digunakan untuk menafsirkan sistem kompleks lainnya (Lesh & Doerr, 2003; Lesh, Doerr, Carmona & Hjalmarson, 2003). Biasanya, definisi model ini hanya digunakan dalam referensi untuk siswa dan guru untuk berpikir dan belajar (Doerr & Lesh, 2003).

(28)

14

berkomunikasi secara efektif dan menggambarkan situasi dengan menggunakan berba-gai bentuk representasi.

Tingkat guru-model untuk mengajar matematika termasuk tidak hanya kom-ponen matematika, komkom-ponen model siswa, tetapi juga unsur-unsur paedagogi dan metodologis untuk membantu siswa mengembangkan model matematika mereka sen-diri (Doerr & Lesh, 2003). Seperti model siswa, model guru tersen-diri dari dua bagian: internal dan eksternal sistem konseptual. Namun, dari perspektif model, tidak ada pemisahan antara eksternal dan sistem konseptual. Melainkan keduanya saling terkait dalam satu model. Seperti model matematika siswa, perubahan eksternal, perubahan internal sistem konseptual dan sebaliknya (Lesh & Doerr, 2003).

Prinsip-prinsip dan asumsi-asumsi tentang tingkat siswa dan guru pada pembe-lajaran matematika harus juga berlaku untuk tingkat peneliti pemodelan. Satu asumsi adalah bahwa desain peneliti mengembangkan bersama berbagai dimensi seperti mo-del siswa mengembangkan sepanjang beberapa dimensi (Lesh, 2002). Sebagai contoh, model-model siswa dapat berpindah dari tidak stabil ke stabil atau dari yang seder-hana sampai yang kompleks. Sebagai peneliti mempelajari desain, tidak stabil awal asumsi yang berulang kali diuji dan menjadi lebih berkembang dengan baik dan stabil. Beberapa asumsi-asumsi atau artefak dapat direvisi pada seluruh studi dan akhirnya dapat menstabilkan pada beberapa poin untuk situasi tertentu. Ketika asumsi yang diangkut ke situasi lain, mereka mungkin menjadi tidak stabil lagi. Model siswa mungkin sangat sederhana pada awalnya.

2.3.4 Karakteristik Kegiatan Pemodelan

Alat-alat yang berbeda yang dirancang dan dibuat untuk memfasilitasi siswa dan guru, eksternalisasi pemikiran mereka dan situasi masalah pemahaman bertu-juan untuk mereka berpikir dan dengan demikian peneliti mengacu pada alat-alat ini sebagai model yang menggambarkan kegiatan (Lesh et al., 2003; Lesh & English, 2005; Lesh & Sriraman, 2005). Di antara karakteristik pusat kegiatan ini adalah:

a. Untuk mengembangkan sebuah model yang menggambarkan situasi kehidupan nyata,

b. Model untuk mendorong solver untuk menggambarkan, merevisi, dan memper-baiki ide-ide mereka, dan

(29)

15

men) sistem konseptual.

Kegiatan model dapat dirancang untuk mengarah pada bentuk-bentuk yang signifikan karena melibatkan matematis oleh kuantifikasi, dimensionis, koordinasi, menggolongkan, aljabar, dan sistematisasi objek yang relevan, hubungan, tindakan, pola, dan keteraturan. Contoh model kegiatan bagi siswa untuk mengungkap cara siswa berpikir tentang situasi kehidupan nyata yang dapat dimodelkan melalui mate-matika. Solusi model matematis untuk digunakan oleh klien diidentifikasi yang perlu untuk mengimplementasikan model memadai. Akibatnya, siswa harus jelas menggam-barkan proses pemikiran mereka dan tidak membenarkan solusi tunggal, melainkan semua (atau sebagian besar) optimal dan solusi yang tepat (English, 2003). Keter-libatan siswa dengan hasil tugas matematika dalam mengembangkan konsep-konsep matematika melalui kebutuhan untuk mengembangkan ide-ide matematika untuk me-mecahkan masalah. Dengan demikian, mereka diberikan suatu tujuan akhir. Menu-rut English & Lesh, (2003) untuk mengembangkan sebuah model matematika adalah menjelaskan, memprediksi, atau memanipulasi jenis situasi kehidupan nyata yang disajikan kepada mereka. Dengan cara ini, kegiatan pemodelan memungkinkan siswa untuk mendokumentasikan pemikiran mereka sendiri dan pengembangan pembela-jaran.

Tujuan dari kegiatan pemodelan masalah termasuk spesifikasi dan validasi, ter-libat dalam pemodelan penggunaan kritis, partisipasi dan kemampuan komunikasi; kreatif dan pemecahan masalah sikap, aktivitas, kompetensi; memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan praktek matematika yang mereka perlukan sebagai in-dividu dalam masyarakat; untuk berkontribusi gambaran matematika yang seimbang; untuk membantu dalam memperoleh dan pemahaman konsep matematika (Battye & Challis, 1997).

2.3.5 Jenis Kegiatan Pemodelan

Kegiatan memunculkan model meliputi tiga jenis produk: alat-alat, konstruksi dan masalah.

(1) Produk sebagai alat. Peralatan memenuhi fungsional atau peran operasional dan mereka meliputi: (a) Model. Model digunakan untuk peringkat item, orang dan tempat; menentukan pembayaran pinjaman dan mungkin membentuk sis-tem berbasis kompleks seperti operasi keuangan perusahaan, (b) Deskripsi dan

(30)

16

penjelasan. Deskripsi dan penjelasan menggambarkan dan membuktikan hasil dari suatu eksperimen atau penyelidikan atau mungkin menjelaskan mengapa sesuatu yang muncul secara matematis dangkal benar adalah tidak benar, (c) Desain dan rencana. Digunakan di semua lapisan masyarakat, desain dan ren-cana harus memenuhi kriteria yang rinci dan rumit dan harus dimasukkan sesuai aturan matematika dan sistem representasi, dan (d) Penilaian instru-men. Mereka digunakan dalam berbagai konteks seperti menilai kemajuan be-lajar, dan memilih staf dengan ketat, biasanya mengalami perkembangan yang menggabungkan siklus pengujian, memperbaiki dan menerapkan (Lesh & Doerr, 2003).

(2) Produk sebagai sebuah konstruksi. Sebuah konstruksi biasanya membutuhkan siswa untuk menggunakan kriteria yang diberikan untuk mengembangkan item matematika. Sebuah konstruksi dapat berupa: (a) Tata ruang konstruksi, (b) Asumsi kompleks. Kriteria untuk desain mereka sering berfokus pada defisit di Wikipedia atau pada anggapan adanya asumsi kebutuhan masyarakat, (c) Kasus. Kasus menggunakan wacana persuasif untuk mengadopsi sikap pada masalah, untuk merekomendasikan salah satu tindakan terhadap yang lain, atau untuk menyorot suatu masalah yang membutuhkan perhatian. Kasus terutama efektif ketika mereka memanfaatkan data matematika untuk mendukung klaim mereka dan (d) Penilaian. Mereka adalah produk dari penilaian penerapan alat. Produk tersebut dapat melayani beberapa tujuan dan biasanya menyarankan atau tindakan menyiratkan (Lesh & Doerr, 2003).

(3) Soal sebagai produk. Kemampuan untuk mengajukan masalah ini menjadi se-makin penting dalam akademis dan konteks kejuruan. Selama siklus pemodelan, model yang terlibat dalam memunculkan kegiatan masalah siswa yaitu; mereka berulang kali merevisi atau menyempurnakan tentang konsep mengenai soal yang diberikan. Selama kegiatan memunculkan model, siswa menemukan cara untuk menilai kekuatan dan kelemahan dari alternatif cara berpikir dan apakah respon yang diberikan sesuai dan cukup baik (Lesh & Doerr, 2003; English & Lesh, 2003).

2.3.6 Prinsip Kegiatan Pemodelan

Salah satu ciri khas dari desain eksperimen adalah bahwa para peneliti mem-buat, menguji, dan memodifikasi desain dalam penggunaan konteks (Design-Based

(31)

17

Research Collective, 2003). Sebagai contoh, peneliti mungkin menguji kurikulum yang baru atau metode pengajaran di kelas (misalnya, Erickson & Lehrer, 1998; Ver-schaffel et al., 1997). Karakteristik ini konsisten dengan model-kegiatan yang meminta siswa untuk mengembangkan model matematika untuk menjelaskan situasi kehidupan nyata. Itu pengembangan desain atau model juga sering siklik (Lesh & Lehrer, 2003).

Dalam rangkaian khas siklus, siswa mengungkapkan pikiran dalam beberapa asumsi atau produk, uji asumsi, dan kemudian merevisi asumsi. Sebagai contoh, seorang siswa menciptakan sebuah panduan konsumen untuk membeli mobil me-ngembangkan spreadsheet untuk penilaian karakteristik mobil, meminta anggota lain dari kelompok atau kelas mereka untuk menguji ketepatan penilaian mereka sebagai pemandu (untuk menguji produk), dan kemudian direvisi produk didasarkan pada hasil pengujian untuk meningkatkan solusi mereka (memperbaiki produk) (Hjalmar-son, 2005). Revisi siswa dipandu oleh suatu tujuan (end-in-view) yang menggam-barkan fungsi terakhir produk harus mampu mereka lakukan (English & Lesh, 2003). Demikianpula, untuk model desain eksperimen, peneliti harus memiliki tujuan (akhir-dalam-pandangan) untuk produk dalam pengembangan. Tujuan (akhir - dalam - pan-dangan) peneliti harus memandu pengambilan keputusan tentang revisi yang dibuat untuk produk dari siklus penelitian.

Sebuah peringatan penting adalah bahwa untuk desain eksperimen menggu-nakan model dan pemodelan perspektif, asumsi dan pemahaman guru (dan peneliti) dapat berubah sepanjang studi. Sangat penting untuk mendokumentasikan perubahan-perubahan seperti yang dibuat (Lesh & Sriraman, 2005).

Sering kali, para peneliti tertarik pada pengembangan tanggapan siswa atau bagaimana perubahan di dalam sesi atau antara pemodelan sesi. Jadi, ketimbang be-lajar konstruksi atau memeriksa foto-foto konstruksi secara terpisah, para peneliti dapat mempelajari perubahan dalam konstruksi sepanjang waktu dan di seluruh masalah dan individu. Menangkap perubahan dan efek perubahan dapat menjadi tujuan desain eksperimen dengan model dan pemodelan perspektif. Jadi, baik kompo-nen desain (asumsi teoritis dan artefak) akan berubah sama seperti bagi model siswa, kedua sistem konseptual internal dan eksternal perubahan gambaran. Ini karakteris-tik lain bagaimana tingkat peneliti desain eksperimen harus konsisten dengan tingkat siswa.

(32)

18

berpikir adalah ”buruk” atau ”baik”, dan membantu mereka dalam tujuan (akhir-dalam-pandangan) dalam konteks yang nyata kepada para siswa (English & Lesh, 2003). Konteks menempatkan kegunaan desain dan bantuan pembangunan sejak produk akhir akan berguna dalam konteks itu (Design - Based Research Collective, 2003). Namun, hal ini tidak menunjukkan bahwa produk - produk yang tidak dige-neralisasikan ke situasi lain (atau konteks). Seperti dengan memunculkan kegiatan pemodelan di mana siswa mengembangkan produk untuk klien tertentu yang digene-ralisasikan ke situasi lain (sama terstruktur), desain juga harus digenedigene-ralisasikan ke situasi pendidikan lainnya. Syarat ini berarti bahwa peneliti perlu menggariskan tepat kondisi di mana desain digunakan dan modifikasi yang mungkin perlu dibuat untuk desain yang sesuai untuk situasi yang berbeda (Design-Based Research Collective, 2003).

Kolaborasi juga merupakan komponen eksperimen model desain mengikuti per-spektif bahwa asumsi paralel tentang belajar siswa. Kolaborator dapat meliputi peneliti, guru dan siswa melanjutkan sepanjang beberapa tingkat perkembangan yang mirip dengan percobaan multi mengajar (Kelly & Lesh, 2000; Lesh & Kelly, 2000; Schorr & Lesh, 2003).

Peneliti perlu guru untuk membantu merancang, menguji dan mengimplemen-tasikan produk. Produk harus dikembangkan oleh pertanyaan guru tentang praktek mereka sendiri dalam pikiran (misalnya pribadi kebermaknaan), dan peneliti dapat memberikan bantuan sumber daya untuk pengembangan guru (Design-Based Re-search Collective, 2003). Mungkin juga ada beberapa guru atau peneliti terlibat dalam pengembangan produk. Karakteristik ini dapat membantu triangulasi dari penafsiran tentang hasil dan generalisasi hasil jika produk telah diuji di beberapa konteks.

Kolaborasi juga membantu dokumentasi hasil dengan mengharuskan bahwa strategi atau peralatan yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain untuk komentar (misalnya, individu guru mengembangkan cara berpikir lembaran atau peta konsep untuk berbagi dengan kelompok) (Koellner-Clark & Lesh, 2003).

2.3.7 Kepatutan, Kegunaan dan Manfaat Kegiatan Pemodelan.

Untuk penelitian sangat penting bahwa pendidik mengambil siswa di luar ru-ang kelas tradisional, di mana jarru-ang meluas pemikiran pemecahan masalah atau kemampuan matematika mereka. Ada kebutuhan yang kuat untuk menerapkan

(33)

19

del berharga dari pengalaman di SD dan sekolah menengah, jika guru membuat model matematika dengan cara yang sukses dalam pemecahan masalah bagi siswa (Blum & Niss, 1991).

Kegiatan pemodelan telah ditemukan tepat untuk meningkatkan kapasitas siswa dan guru untuk terlibat dalam pemecahan masalah, dengan demikian meletakkan dasar untuk menjelajahi sistem kompleks (Lesh et al, 2003). Kegiatan-kegiatan ini sangat inovatif untuk pengalaman belajar (English, 2003). Sejumlah fitur terkait telah muncul, menunjukkan sejumlah manfaat.

(34)

BAB 3

LANDASAN TEORITIS

3.1 Pembelajaran Matematika

Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membentuk pola pikir logis, sistema-tis, analitis dan kreatif. Untuk mencapai tujuan ini, inovasi pembelajaran matematika berperan untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika di sekolah menengah dengan mempertimbangkan kebutuhan realistik siswa di lingkungan hidup sehari-hari.

Teori-teori pembelajaran matematika yang trend saat ini adalah pembelajaran konstektual dan telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di Belanda berkembangRealistic Mathematics of Education(RME), menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang Constekstual of Teaching and Learning (CTL), yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.

Di Michigan berkembangBonnected Mathematics Project (MP) yang bertujuan mengintregasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang dapat dipelajarinya dengan baik dan mudah. Para peneliti menganjurkan pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia adalah pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL).

Terdapat tujuh prinsip pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2006) yaitu; mem-bangun pemahaman (kontrukvism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment). Meskipun demikian pendekatan pem-belajaran matematika dengan metode kontekstual bukan salah satu jalan ke luar untuk diterapkan setiap sekolah.

Metode pembelajaran bersifat independent. Guru diberikan kebebasan memi-lihnya, tetapi perlu pertimbangan tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaannya. Khususnya pembelajaran pemodelan matematika. Kaiser, et.al, (2006) menyatakan bahwa; ”teori belajar mengajar model matematika sangat jauh dari lengkap. Kita akan mengklaim dan harus mengembangkan teori global untuk belajar mengajar mo-del matematika, dalam pengertian sistem dari sudut pandang yang berhubungan dengan tingkat didaktik; tujuan belajar, alasan fundamental untuk pengembangan

(35)

21

tujuan pada level yang berbeda dari sistem pendidikan, ide yang diujikan tentang bagaimana mendukung implementasi tujuan belajar guru dan juga tantangan didak-tik dan dilema yang berhubungan dengan cara pengorganisasian pengajaran, anali-tis berbau teorianali-tis ide tentang mengakses alat/sarana belajar dalam aktifitas pemo-delan”.

3.2 Problem Solving

Problem solvingadalah suatu model pembelajaran yang berfokus pada siswa melalui penciptaan suasana belajar yang aktif dalam proses inkuiri, investigasi dan mencari pemecahan masalah terhadap masalah yang autentik, bermakna, dan berkaitan de-ngan kehidupan sehari-hari.

3.2.1 Strategi Problem solving

Bagaimana siswa dapat bekerja dengan masalah-masalah yang kurang jelas berkaitan dengan matematika sekolah dan mengharuskan siswa untuk berurusan dengan situasi asing dengan berpikir fleksibel dan kreatif (Lesh & Doerr, 2003).

Bagaimana cara kita dalamproblem solving ?

1. Yang pertama dan langkah paling penting dalam memecahkan masalah ada-lah memahami tujuan dari masaada-lah. Kemudian menyelesaikan masaada-lah, yaitu menemukan persamaan yang menggambarkan hubungan antara variabel, untuk menemukan atau menyelesaikan (pastikan anda membaca seluruh masalah) dan juga suatu persamaan yang menjelaskan tujuan dari masalah.

2. Selanjutnya Anda harus menyusun sebuah rencana, yaitu, mengidentifikasi ke-terampilan. Selesaikan soal matematika, menggunakan keterampilan apapun dan pertanyaan yang didasarkan pada bahan dan contoh-contoh di kelas dan juga pada strategi yang telah anda pelajari dapat diterapkan untuk memecah-kan masalah yang dihadapi, strategi yang anda butuhmemecah-kan (merujuk pada proses empat langkah Polyas).

3. Melaksanakan rencana. Sebagai langkah terakhir, anda harus mengubah jawa-ban soal matematika anda kembali

(36)

22

beberapa masalah sebelum waktu habis di kelas. Mengantisipasi apa masalah dan metode solusi sehingga anda akan dapat lebih mudah menyelesaikannya. Langkah berikutnya. mengenali dan memecahkan masalah yang sama, untuk bacaan lebih lanjut.

Beberapa strategi problem solving: menggunakan satu atau lebih variabel lengkap George Polya (1973).

3.2.2 Proses Problem Solving

Problem solving merupakan suatu proses aktif yang mencakup pemahaman semua aspek dari persoalan yang ada. Salah satu cara untuk memperoleh pemahaman ada-lah mengajukan pertanyaan (seperti apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa) kemudian diuji serta dianalisa kemudian dibandingkan sehingga tercapai sasaran.

Gambar 3.1 Diagram alur proses problem solving oleh Lora K.Kaiser 2003

Berikut ini dalam menganalisa diagram, mulailah dengan tetapkan. Sebuah proses pemecahan masalah sebenarnya tidak hanya akan bergerak dari panah biru, melalui panah merah, dengan panah hitam; hal itu mungkin membuat banyak revo-lusi melalui siklus sebelum menemukan apa yang dicari, problem solving yang pasti melibatkan pertanyaan dan jawaban. Mulai dengan tetapkan tujuan dariproblem sol-vingdengan cara bertanya (apa, kapan, di mana) lalu uji (yang telah ditetapkan diuji dengan bertanya bagaimana) kemudian dianalisa dengan mengapa dan dibandingkan dengan apalagi berikutnya jika sudah tidak ada lagi maka tercapailah tujuan dari masalah.

(37)

23

transfer spesifik pengetahuan yang berhubungan dengan domain (matematika) dan juga masalah yang lebih umum dan solusi-keterampilan yang terkait. Rekomendasi mereka adalah dasar desain instruksional pada problem solving dalam situasi luar sekolah, bukan penerapan modelpada problem solving.

(38)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan siswa. Upaya yang dimaksud ada-lah aktifitas guru memberi bantuan, memfasilitasi, menciptakan kondisi yang me-mungkinkan siswa dapat memiliki kecakapan, ketrampilan, dan sikap. Pembelajaran matematika adalah suatu upaya merancang dan menyediakan sumber belajar, mem-bantu atau membimbing, memotifasi, mengarahkan dalam membelajarkan siswa un-tuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yaitu; belajar bernalar secara mate-matis, penguasaan konsep dan terampil memecahkan masalah, belajar memiliki dan menghargai matematika sebagai bagian dari budaya, menjadi percaya diri dengan kemampuan sendiri, dan belajar berkomunikasi secara matematis.

Kaiser, et.al, (2006) menyatakan bahwa ”teori belajar mengajar model mate-matika sangat jauh dari lengkap, perlu mengklaim dan mengembangkan teori global untuk belajar mengajar model matematika, dalam pengertian sistem dari sudut pan-dang yang berhubungan dengan tingkat didaktik; tujuan belajar, alasan fundamental untuk pengembangan tujuan pada level yang berbeda dari sistem pendidikan, ide yang diujikan tentang bagaimana mendukung implementasi tujuan belajar guru dan juga tantangan didaktik dan dilema yang berhubungan dengan cara pengorganisasian pengajaran, analisis berbasis teoritis dan empiris dari kesulitan yang diarahkan pada pemodelan dan ide tentang mengakses belajar dalam aktifitas pemodelan”.

Menurut Kaiser, et.al, (2006) bahwa teori belajar mengajar model matematika sampai saat ini sangat jauh dari lengkap. Perlu diklaim dan harus mengembangkan teori-teori belajar secara umum untuk belajar dan mengajarkan pemodelan matema-tika. Memang sangat sulit merumuskan teori belajar mengajar pemodelan yang baku, apalagi ditinjau dari semua aspek pendidikan.

Model matematika adalah interpretasi (penafsiran) suatu permasalahan dari dunia nyata atau kondisireal yang dinyatakan dalam simbol atau rumus matematika.

(39)

25

Maka untuk memudahkan menjelaskan proses pemodelan tersebut penulis menetap-kan kajian yang dibuat oleh Galbraith & Stillman (2006)

Gambar 4.1 Proses pemodelan oleh Galbraith & Stillman, 2006

Dari skema proses pemodelan yang dibuat oleh Galbrait & Stilllman ini penulis dapat mendeskripsikan pembelajaran pemodelan matematika seperti dalam tabel berikut:

Tabel 4.1 Aktivitas pembelajaran pemodelan matematika

No Tahap Pemodelan Aktifitas siswa dalam pemodelan

1 A → B Pengidentifikasian Memahami informasi, mengidenti-fikasi masalah, mengasumsikan masalah, menyeder-hanakan masalah

2 B →C Matematisasi Memberi notasi dan variabel, mengasumsikan hu-bungan variabel, memberi kuantitas, membuat gam-bar, grafik, tabel, merumuskan secara matematika 3 C → D Solusi

mate-matika

Menyelesaikan model matematika dengan penge-tahuan matematika dan ilmu lain yang berhubungan 4 D → E Interpretasi

hasil

Hasil solusi matematika diartikan ke dalam dunia nyata

5 E → F Evaluasi / validasi

Memeriksa, mereflesikan, menerima solusi dengan mengkaji ulang masalah atau sebagian model mate-matika

6 F →G Pelaporan membuat laporan model secara umum dengan meng-komunikasikan, mempublikasikan, mendokumenkan

(40)

26

4.2 Strategi Pemodelan pada Pembelajaran Matematika danProblem sol-ving

Problem solving adalah pemikiran yang berujung kepada solusi masalah, dimana masalah tidak lain pemisah kinerja yang diinginkan dengan kenyataan. Target utama

problem solvingadalah menyelesaikan persoalan.

Problem solving merupakan suatu proses aktif yang mencakup pemahaman se-mua aspek dari persoalan yang ada. Salah satu cara untuk memperoleh pema-haman adalah mengajukan pertanyaan (seperti apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa) kemudian diuji serta dianalisa kemudian dibandingkan sehingga tercapai sasaran. Problem solvingyang pasti melibatkan pertanyaan dan jawaban.

Problem solving merupakan aktifitas tangan dan pikiran, memerlukan pengem-bangan model nyata yang dapat dimanisfestasi dan membutuhkan pemikiran aktif tentang suatu persoalan dan kemungkinan penyelesaiannya. Problem solving mem-butuhkan strategi dalam menyelesaikannya yang melibatkan model dan pemodelan matematika. Kemampuan problem solving melibatkan beberapa karakteristik dan strategi. Karakteristik manusia dalam problem solving mencakup kesabaran, penga-matan, dan pengalaman serta penalaran.

Menurut penulis dari pengalaman mengajar, kegagalan siswa dalam pemodelan dapat diakibatkan antara lain; karena siswa tidak memahami karakteristik dari suatu masalah, tidak mampu menghubungkan data dari persoalan dengan kaidah-kaidah matematika sehingga diperoleh model matematika, dan tidak mampu menyelesaikan model matematika yang ditemukan. Berdasarkan hal itu penulis mengajukan suatu strategi pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving. Jadi untuk menyelesaikan masalah dari kondisireal (nyata) dapat dilakukan strategi pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memahami karakteristik dari suatu masalah, dengan cara membaca soal dengan baik, sehingga diketahui tujuan dari permasalahan.

2. Menentukan besaran yang dirancang sebagai variabel. Langkah 1 dan langkah 2 dilakukan dengan memperhatikan secara cermat masalah yang akan disele-saikan. Karena dari masalah yang akan diselesaikan ini yang dirancang sebagai variable dan menentukan hubungan antara variabel.

3. Membuat tabel untuk memudahkan atau membantu dalam membuat model

(41)

27

matematika.

4. Merumuskanmodelmatematika. Langkah ini dilakukan dengan mengubah data atau informasi yang ada ke dalam bahasa matematika.

5. Menentukan penyelesaian darimodelmatematika. Langkah ini dilakukan melalui pemilihan dan penerapan metode matematika dan ilmu yang terkait dengan mo-del matematika tersebut.

6. Lihat apakah penyelesaian dari model matematika apakah sudah masuk akal.

7. Memberikan tafsiran terhadap penyelesaian dari model matematika. Langkah ini dilakukan dengan memahami arti dan akibat dari penyelesaian matematika dari masalah semula.

Dari langkah-langkah di atas dapat dikatakan bahwa langkah 1 sampai langkah 3 adalah usaha untuk merancangmodel, tetapi dalam langkah 3 ada yang ingin praktis kadangkala tidak dilakukan, padahal langkah 3 ini untuk membantu dalam membuat model matematika, langkah 4 membuat model matematika, langkah 5 usaha untuk menyelesaikan model, langkah 6 melihat apakah penyelesaian sudah tampak masuk akal, misalkan penyelesaian dalam bentuk pecahan bukan bilangan bulat padahal problem membuat meja, tidak mungkin meja dibuat 1/2, jadi kita ambil bilangan bu-lat yang dekat dengan penyelesaian yang berada pada daerah penyelesaian, sedangkan langkah 7 adalah usaha untuk menafsirkan kembali ke dalam dunia nyata sesuai de-ngan permasalahannya.

Contoh :

Toni ingin membuat 2 jenis baju. Baju olahraga memerlukan 2 meter bahan kaos dan 50 centimeter bahan katun. Baju santai memerlukan 1 meter bahan kaos dan 150 centimeter bahan katun. Toni ingin menjual baju tersebut dengan harga baju olahraga Rp 150.000 dan baju santai Rp 200.000. Jika bahan kaos yang tersedia 50 meter dan bahan katun 30 meter. Berapakah banyak baju olah raga dan baju santai yang harus dibuat agar Toni mendapat harga penjualan yang maksimum?

Penyelesaian:

Langkah 1: memahami karakteristik dari suatu masalah

(42)

28

bahan katun, bahan kaos yang tersedia 50 meter dan bahan katun 30 meter dan dapat diketahui Toni bertujuan menjual dengan harga baju olahraga Rp 150.000 dan baju santai Rp 200.000. Dapat diketahui bahwa karakteristik dari soal adalah pertidak-samaan linier atau program linier. Ini diketahui dari kata bahan yang tersedia berarti tidak dapat melebihi atau kurang dari atau sama dengan dari yang tersedia.

Langkah 2: menentukan besaran yang dirancang sebagai variabel.

Besaran yang dirancang sebagai variabel adalah banyaknya baju olahraga sebagai x dan banyaknya baju santai sebagai y. Jadi pertidaksamaan linier dua variabel. Langkah 3: membuat tabel

Masalah tersebut dapat disajikan dalam sebuah tabel sebagai berikut:

Baju Bahan kaos (cm) Bahan katun (cm) Harga (Rp)

Olahraga (x) 200 50 150.000

Santai (y) 100 150 200.000

Tersedia 5000 3000

Langkah 4: merumuskan model matematika

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh model matematikanya adalah

Baju olahraga sebagai x dan baju santai sebagai y boleh ada atau tidak ada x ≥ 0, y ≥0; karena bahan tersedia berarti harus kurang dari atau sama dengan (≤) Fungsi tujuannya : 150.000x+ 200.000y

Dengan syarat ; 200x+ 100y≤5000 50x+ 150y≤3000 x≥0

y≥0

(43)

29

x≥0 y≥0

Kemudian digambar garis 2x+y ≤50;x+ 3y ≤60;x≥0;y ≥0

Titik B adalah titik potong garis 2x+y= 50 dan garisx+ 3y= 60 titik potong kedua garis tersebut dapat diperoleh sebagai berikut:

2x+y = 50 | kalikan 3 | 6x+ 3y= 150 x+ 3y = 60 | kalikan 1 | x+ 3y= 60

-5x= 90 x= 18

x= 18 maka 2.18 +y= 50

36 +y= 50

y= 50−36

y= 14

B (18, 14)

Titik-titik kritis atau ekstrimnya adalah A (0, 20); B (18, 14) ; C (25, 0) Nilaiz pada titik-titik kritis

A (0, 20)→z = (3.0 + 4.20)50000 = 4000000 B (18, 14)z = (3.18 + 4.14)50000 = 5500000 C (25, 0) z = (3.25 + 4.0)50000 = 3750000

Nilaiz maksimum terletak pada titik B (18, 14) yaitu 5500000

Dengan garis selidik Tampak titik yang paling atas mengenai titik B (18 , 24) jadi nilai maksimumnya pada titik B (18 , 24) ? z = ( 3. 18 + 4. 14 ) 50000 = 5500000

(44)

30

Langkah 6: melihat penyelesaian apakah sudah tampak masuk akal

Penyelesaian sudah tampak masuk akal. Langkah 7: memberikan tafsiran terhadap penyelesaian model matematika

Karena nilai maksimum didapat dari titik B (18, 14) berarti Toni harus membuat baju olahraga sebanyak 18 buah dan baju santai sebanyak 14 buah agar dia mendapat harga penjualan maksimum sebanyak Rp 5.500.000

Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa dalam langkah 1: memahami karak-teristik masalah dengan cara kita baca soal tersebut dengan baik dan berulang. langkah 2: menentukan besaran yang dirancang sebagai variabel, kita harus teliti sebab penentuan variabel ini nanti yang akan mempengaruhi pembuatan model ma-tematika. Siswa sering salah dalam langkah ini, sebagai petunjuk dalam menentukan besaran yang dirancang sebagai variabel perhatikan tujuan yang ingin dicapai dalam soal, misal dalam contoh Toni ingin menjual baju olahraga dan baju santai, jadi baju olahraga dan baju santai yang dijadikan variabel. Langkah 3: membuat tabel, tujuan pembuatan tabel untuk mempermudah dalam membuat model matematika. Langkah 4: membuat model matematika. Langkah 5: kemudian menyelesaikan model mate-matikanya menggunakan ilmu matematika ataupun ilmu yang berkaitan. Langkah 6: lihat apakah penyelesaian dari model matematika sudah tampak masuk akal, jika belum maka tentukan penyelesaian yang masuk akal yang berada dalam daerah penye-lesaian, misalkan pada contoh kita memperoleh penyelesaiannya x = 181

3 sedangkan

xadalah baju olah raga, tidak mungkin Toni membuat baju olahraga sebanyak 181 3.

Jadi yang masuk akal Toni membuat baju olahraga sebanyak 18 buah dan 18 berada dalam daerah penyelesaian. Langkah 7: memberikan tafsiran terhadap penyelesaian dari model matematika, kita kembalikan penyelesaian itu kedalam soal awal. Mak-sudnya nilai variabel kita kembalikan ke yang diubahnya, misalnya pada soal variabel x adalah peubah dari baju olahraga, jika x= 18 berarti baju olah raga sebanyak 18 buah.

Demikianlah hasil pembahasan penulis mengenai strategi pemodelan pada pem-belajaran matematika daan problem solving di Sekolah Menengah Atas (SMA).

(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Diperlukan strategi pemodelan dalam pembelajaran matematika dan problem solving, salah satu fokus pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah, dengan ke-biasaan berpikir dan bertindak memecahkan masalah bagi siswa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) agar siswa dapat memecahkan masalah (problem solving) dan dapat mengembangkan pola pikir matematis yang kritis dan analitis. Strategi pem-belajaran matematika dan problem solving di SMA dengan menggunakan perspektif

model dan pemodelan. Jadi secara rinci strategi pemodelan pada pembelajaran ma-tematika danproblem solvingadalah dengan selalu atau sering mengerjakan soal-soal dengan langkah-langkah:

1. Memahami karakteristik dari suatu masalah.

2. Menentukan besaran yang dirancang sebagai variabel.

3. Membuat tabel

4. Merumuskan model matematika.

5. Menentukan penyelesaian dari model matematika.

6. Melihat penyelesaian apakah sudah tampak masuk akal.

7. Memberikan tafsiran dari penyelesaian model matematika.

5.2 Saran

Dalam menghadapi era globalisasi, disarankan bagi guru SMA, pembelajaran ma-tematika sekarang ini dengan pendekatan kontrukvis yang dikenal dengan pembe-lajaran kontekstual atauContekstual Teaching Learning (CTL) ataupun matematika realistik (Realistic Mathematics of Educationatau RME). Terutama dalammodeldan pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Battye,A & Challis,M. (1997). Derriving learning outcomes for mathematical modeling units within an undergraduate programme. In S.Houstton, W.Blum, I.Huntley & N.Neill (Eds), Teaching and learning mathematical modeling- innovation, in-vestigation and applications (Ch.11). Chichester: Ellis Horwood.

Bell,A., Burkhardt,H. & Swan,M.(1992). Balanced assessment of mathematical per-formance. In R.Lesh & S.Lamon (Eds.),Assessment of authentic performance in shool mathematics (pp. 119-144), Washington,DC: American Associaton for the Advancement of Science.

Ben-zev,T. (1996). When erroneous mathematical thinking is just as correct : The oxymoron of rationalerrors. In Sternberg,R. & Ben-Zev, T.The Nature of math-ematical thinking. (55-79). Mahwah, Nj. Lawrence Erlbaum Associates.

Blum,W. & Kaiser,G. (1997).Vergleichende emprische Untersucungen zu mathematis-chen Anwedungsfahigkeiten von englishmathematis-chen und deutsmathematis-chen Lernenden. Unpub-lished application to Deutsche Forschungsgesellschaft.

Blum,W. & Niss, M. (1991). Applied mathematical problem solving, modeling ap-plications, and link to other subjects-state, trends, and issues in mathematics instruction.Education studies in mathematics, 22(1), 37-68.

Bohl,J. (1998). Problem that matter : teaching mathematics as critical engagement. Humanistic mathematics. New York Journal 17, 23-31.

Burkhardt, H. & Pollak, H. (2006). Modeling in mathematics classrooms, Zentralblatt fur Didaktik der mathematic, 38(2), 178-195.

Butler, C. Wren,F. & Branks, J. (1970).The teaching of secondary mathematics. New York, Mc.Graw-Hill.

Christou,C., Mousoulides,N., Pittalis,M., Pitta-Pantazi,D. & Sriraman,B (2005). An empirical taxonomy of problem posing processes. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik, 37(3), 149-158.

Crouch,R. & Haines,C. (2004). Mathematical modeling: transitions between the real world and the mathematical model. International Journal of Mathematics Edu-cation in Science and Technology, 35(2), 197-206.

De Lange , J. (1987) .Mathematics, insight and meaning-teaching, learning and testing of mathematics for the life and social sciences. Utrecht University.

Depdiknas, (2003). Kurikulum Pendidikan 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen, Dikdasmen,Depdiknas. Jakarta.

Depdiknas, (2006). Pengembangan Model Pembelajaran yang efektif. Direktorat Pem-binaan SMP. Dirjen. Manajemen Pendidikan Dasar dan menengah. Jakarta

Design-Based Research Collective (2003). Design-based research: An emerging paradigm for educational inquiry.Educational Researcher, 32(1), 5-8.

Doerr,H.M & English,L. (2003). A Modeling perspective on students mathematical reasoning about data. Journal of Research in Mathematics Education, 34(2), 110-136.

Doerr,H.M. & Lesh,R., (2003). A modeling perspective on teacher development. In R.Lesh & H.M.Doerr (Eds.) Beyond constructivism models and modeling per-spective on mathematics problem solving, learning and teaching (pp.125-140). Hillsdale,NJ: Lawrence Erlbaum.

(47)

33

Dreyfus, T. & Eisenberg, T. (1996). On differences facts of mathematical thinking. In Sternberg,R. & Ben-Zev, T. The nature of mathematical thinking (253-284).Mahwah, Nj. Lawrence Erlbaum Associates.

Dym, C.L. (2004) .The Principles of mathematical modeling. (Eds,2) Claremont, Cal-ifornia.

English,I.D. (2003). Reconciling theory, research, and practice: a models and modeling perspective.Educational Studies in Mathematics. 54(2-3), 225-248.

English,I. & Lesh,R. (2003). Ends-in-view problems. In R.Lesh & H,M.Doerr (Eds.).

Beyond constructivism: models and modeling perspectives on mathematics prob-lem solving, learning and teaching(pp.297-316). Hillsdale,NJ: Lawrence Erlbaum.

English,I,D . (2006) Mathematical modeling in Primary School. Educations studies in mathematics, 63(3), 303-323.

Erickson,J. & Lehrer,R. (1998). The evolution of critical standards as students design hypermedia documents. The Journal of the Learning Sciences. 7(3-4), 351-386.

Freudenthal,H. (1991). Revisiting mathematics education. China lectures . Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Galbraith,P. Stillman,G. (2006). A Framework for Identifying Student Blockages dur-ing Transitions in the Modeldur-ing Process. Zentralblatt fur Didaktik der Mathe-matik -Classifications: C70-M10. Vol. 38(2). The University of Quensland and the University of Melbourne.

Greer,B. (1997). Modeling reality in mathematics classroom: the case of word prob-lems. Learning and instruction, 7(4), 293-307.

Hiebert,J,. Thomas P., Carpenter,E,. Fennema,K., Fusson,P.,et.al. (1996). Problem solving as a bassis for reform in curriculum and instruction: the case of mathe-matics.Educational Researcher. 25(4), 12-21.

Hjalmarson (2005). Designing presentation tools: a window into teacher practice. Un-published doctoral dissertation. Purdue University.

Howard,T; Sonia,J. (2002). Assessing Children Mathematical Thinking in Practical modeling situations.Teaching mathematics and applications. 21(4), 145-159.

Kaiser, G . Blomhoj,M. Sriraman,B. (2006). Towards a didactical theory for mathe-matical modeling. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik, 38(2), 82-85.

Kelly,A. & Lesh,R. (Eds.) (2000). Handbook of research design in mathematics and science education. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.

Koellner Clark,K. & Lesh,R., (2003). A modeling approach to describe teacher knowl-edge: In R.Lesh & H.M.Doerr (Eds.),Beyond constructivism: models and mod-eling perspectives on mathematics problem solving, learning and teaching (pp. 159-173). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.

Lesh,R. & Doerr,H,M. (2000). Symbolizing,communicating and mathematizing: key components of models and modeling . In P.Cobb, E.Yackel & K.McClain (Eds.),

Symbolizing and communicating in mathematics classrooms: perspectives on dis-cource, tools and instructional design. Hillsdale,NJ: Lawrence Erlbaum.

Lesh,R. & Doerr,H.M. (2003a). Beyond constructivism: models and modeling per-spectives on mathematics problem solving, learning and teaching . Mahwah,NJ: Lawrence Erlbaum.

Gambar

Tabel 4.1Aktivitas pembelajaran pemodelan matematika

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan indikator tingkat kesehatan bank untuk CAR Bank Gunung Arjuno ≥ 12 % menduduki peringkat 1 yang mencerminkan bahwa Bank tergolong mampu mengatasi

Berdasarkan hasil uji pH yogurt, kadar asam laktat, dan jumlah mikroba total, diperoleh data bahwa terdapat pengaruh jenis bahan dasar susu dengan perubahan pH yogurt,

Sesuai hasil Evaluasi Prakualifikasi Kelompok Kerja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun Anggaran 2011 Bidang

pemangku kepentingan dan instansi terkait lainnya serta akun lain yang diperlukan seperti belanja sewa, belanja barang non operasional lainnya. Selain itu, pada tahap ini juga

Departemen Agama RI, Terjemahan Al-quran Al-Karim dalam Bahasa Indonesia, (Madinah: Komplek Percetakan Al-Quran raja Fahad), h.. dalam hal kebajikan.” Dari dua aya t ini

Hasil penelitian adalah sebuah aplikasi sistem pencarian dan pemesanan pemandu wisata berbasis web yang menampilkan daftar seluruh pemandu wisata yang terdaftar sebagai

KONTRIBUSI TINGKAT KEBUGARAN JASMANI TERHADAP KARAKTER DISIPLIN SISWA DI SMA NEGERI 3 PANDEGLANG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Yaitu suatu metode yang berusaha menggambarkan, menganalisa dan menilai materi yang menjadi fokus penelitian. Materi tersebut berupa manajemen harta dalam perspektif