HUBUNGAN ANTARA RESISTENSI INSULIN
DENGAN JUMLAH CAIRAN KETUBAN
PADA KEHAMILAN 28 – 40 MINGGU
T E S I S
OLEH
Muhammad Jusuf Rachmatsyah
DEPARTEMEN OBSTERI DAN GINEKOLOGI
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM – 5
Pembimbing : Dr. Makmur Sitepu, SpOG (K)
Dr. Letta Sari Lintang, SpOG
Penyanggah : Dr. Yusuf R. Surbakti, Sp.OG (K)
Dr. Syamsul A. Nasution, Sp.OG (K)
Dr. Deri Edianto, Sp.OG (K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam bidang
HALAMAN PENGESAHAN
Penelitian ini telah disetujui oleh Tim-5
Pembimbing :
Dr. Makmur Sitepu, SpOG (K) ... Pembimbing I Tgl. Maret 2011
Dr. Letta Sari Lintang, SpOG ... Pembimbing II Tgl. Maret 2011
Penyanggah :
Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG (K) ... Sub.Divisi Fetomaternal Tgl. Maret 2011
Dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG (K) ... Sub.Div.Fertilitas & Endokrinologi Reproduksi Tgl. Maret 2011
“
Teruntuk keluargaku yang terkasih dan tercinta
istriku Dr. Ratna Inganta Sembiring dan para buah hatiku
Mirza Suranta Hanafiah dan Karina Saniya Yusuf
Penyejuk Pandangan dan Penenang Hatiku
“
”
Keberhasilan adalah buah usaha yang ditentukan oleh takdir
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan
Yang Maha Esa, Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, berkat bimbingan dan
Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan program adaptasi pendidikan Spesialis
Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa
tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun
demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat
bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya
tentang :
HUBUNGAN ANTARA RESISTENSI INSULIN DENGAN JUMLAH CAIRAN KETUBAN PADA KEHAMILAN 28 – 40 MINGGU
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.DR.Dr. Syahril Pasaribu, MSc
(CTM), DTM&H, Sp.A (K). dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH, yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Pendidikan
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran
USU Medan.
Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan; Prof. Dr. M.Jusuf Hanafiah, Sp.OG (K), Prof. Dr. Djaffar Siddik,
Sp.OG (K) , Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, Sp.OG(K) , Prof DR. dr. M.
Thamrin Tanjung SpOG (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, Sp.OG (K),
Prof. Dr. T.M. Hanafiah, Sp.OG (K), Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K),
Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, Sp.OG (K), dan, Prof.Dr. M Fauzie Sahil,
SpOG (K), yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan.
3. Dr. Makmur Sitepu, SpOG (K) dan Dr. Letta S. Lintang, SpOG,
selaku pembimbing dan nara sumber yang dengan penuh kesabaran
telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing,
memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.
4. Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG (K), Dr. Syamsul A. Nasution, SpOG (K)
dan Dr. Deri Edianto, SpOG (K) selaku tim penyanggah dan nara sumber
dalam penulisan tesis ini, yang telah banyak memberikan bimbingan dan
masukan dalam perbaikan tesis ini.
5. Kepada Dr. Suryadharma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
6. Dr. Indra Z. Hasibuan, Sp.OG, selaku pembimbing mini refarat Feto
Maternal saya yang berjudul “Perubahan Endokrinologi Dalam
Kehamilan”, kepada Dr. Binarwan Halim, Sp.OG (K), selaku pembimbing mini refarat Fertilisasi Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul
“Laparaskopi Total Abdominal Histerektomi” dan kepada Dr. John S. Khoman, SpOG (K) selaku pembimbing mini refarat Onkologi saya yang
berjudul “Resistensi Kemoterapi Pada Kanker Ovarium”
7. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/
langsung maupun tidak langsung telah banyak membimbing dan
mendidik saya sejak awal hingga akhir program pendidikan saya. Semoga
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas kebaikan budi guru –
guru saya tersebut.
8. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan
dan sarana untuk bekerja sama selama masa pendidikan saya.
9. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama masa pendidikan
saya.
10. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Illah, SpOG
dan Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG(K) beserta staf yang telah
memberi kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian
tersebut.
11. Direktur RS Haji Mina Medan dan kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RS
Haji Mina Medan, beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan
sarana untuk bekerja sama selama masa pendidikan saya.
12. Direktur RSU Sundari dan Dr. H.M. Haidir, MHA, SpOG beserta staf yang
telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama
masa pendidikan saya.
13. Ka. Rumkit TK. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF
Obstetri dan Ginekologi Rumkit TK. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dr.
Gunawan Rusuldi, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan
SpOG.
15. Kepada rekan – rekan PPDS, Dr. Elvira Muthia Sungkar, Dr. Yudha Sudewo,
Dr. Eka Handayani, Dr. Nureliani Amni, Dr. Muhammad Dezarino,
Dr. Hamimah N. A, Dr. Meifi Elfira
16. Teman sejawat asisten ahli, dokter muda, bidan, paramedis,
karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan
bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan Spesialis Obstetri dan
Ginekologi .
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya
sampaikan kepada kedua orang tua saya yang tercinta, Ayahanda (Alm)
Drs.M.Kasim Hidayat dan Ibunda (Alm) Salmah Siregar, yang t elah
membesarkan, m embim bing, mendoakan, serta mendidik saya dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang.
Kepada yang terhormat Bapak mertua (Alm) T. Sembiring dan lbu mertua
N. Br. Sebayang yang telah membantu, memberikan dorongan, nasehat
dan perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada istri saya Dr. Ratna Inganta Sembiring dan anak – anak saya yang
sangat saya kasihi dan cintai : Mirza Suranta Hanafiah dan Karina Saniya
Yusuf, terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan dan diiringi
permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya karena kesibukan
menyelesaikan tugas-tugas selama masa pendidikan ini, tugas saya
sebagai suami dan ayah sedikit terabaikan. Tanpa pengorbanan, doa dan
dukungan dari kalian, tidak mungkin tugas-tugas ini dapat saya selesaikan.
Kepada Kila Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, MSc (CTM), DTM&H, Sp.A (K)
mengucapkan banyak terimakasih atas segala dukungan dan bantuannya
selama masa pendidikan ini.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besamya. Semoga ALLAH SWT. senantiasa
memberikan berkah-Nya kepada kita semua.
Medan, Maret 2011
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ………..1
1.1. Latar Belakang ………....………...1
1.2. Identifikasi Masalah …...3
1.3. Hipotesa Penelitian ...3
1.4. Tujuan Penelitian ………....………....3
1.5. Manfaat Penelitian ………....……….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5
2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume cairan ketuban...19
2.10. Pengukuran cairan ketuban ...21
2.11. Kerangka konsep ...23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...24
3.1. Rancangan Penelitian ...24
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...24
3.3. Populasi dan Sampel penelitian ...24
3.5. Etika Penelitian ...26
3.6. Bahan dan Cara Penelitian ...26
3.7. Kerangka Kerja Penelitian ...27
3.8. Batasan Operasional ...28
3.9. Pengolahan Data ... ...29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……..………..30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...40
5.1. Kesimpulan...40
5.2. Saran ...40
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran karakteristik dan klinis kelompok wanita hamil resistensi insulin dan
wanita hamil non resistensi insulin………30
Tabel 2. Hubungan antara umur dengan resistensi insulin ...32
Tabel 3. Hubungan antara jumlah gravida dengan resistensi insulin...33
Tabel 4. Hubungan anatara riwayat keluarga menderita diabetes melitus dengan
Resistensi insulin...34
Tabel 5. Hubungan antara indeks massa tubuh dengan resistensi insulin ...35
Tabel 6. Parameter laboratorium,antropometri dan ultrasonografi pada wanita hamil
Resistensi insulin dan non resistensi insulin...35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kovalen insulin...5
Gambar 2. Struktur proinsulin...7
Gambar 3. Biosintesis dan sekresi insulin...8
Gambar 4. Hubungan reseptor insulin dengan kerja insulin...14
Gambar 5. Mekanisme molekuler resistensi insulin...18
Gambar 6. Polihidramnios...20
Gambar 7. Pengukuran indeks cairan amnion...22
ABSTRAK
Tujuan Penelitian : Untuk mencari hubungan antara resistensi insulin dengan jumlah cairan ketuban pada kehamilan 28-40 minggu.
Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan suatu penelitian survey analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional study.
Hasil Penelitian : Diperoleh 40 peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok wanita hamil resistensi insulin sebanyak 20 orang dan kelompok wanita hamil non resistensi insulin sebanyak 20 orang. Pada kelompok resistensi insulin usia terbanyak yaitu 20-35 tahun sebanyak 17 orang (85%) dan pada kelompok non resistensi insulin usia terbanyak yaitu 20-35 tahun sebanyak 16 orang (80%). Jumlah gravida pada kedua kelompok sama yaitu primigravida, kelompok resistensi insulin sebanyak 15 orang (75%) dan kelompok non resistensi insulin sebanyak 8 orang (40%). Riwayat keluarga menderita diabetes dijumpai pada kelompok resistensi insulin sebanyak 11 orang (55%) sedangkan pada kelompok non resistensi insulin tidak dijumpai riwayat keluarga menderita diabetes mellitus sebanyak 16 orang (80%). Obesitas terbanyak dijumpai pada kelompok resistensi insulin yaitu sebanyak 11 orang (55%) sedangkan pada kelompok non resistensi insulin terbanyak dijumpai indeks massa tubuh yang normal yaitu 15 orang (75%). Dijumpai hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga menderita diabetes mellitus dengan resistensi insulin dengan nilai p = 0,024. Dijumpai hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan resistensi insulin (p = 0,002). Dijumpai hubungan yang bermakna antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban (p = 0,001) juga dijumpai korelasi positif antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban (r = 0,4)
Kesimpulan : Dijumpai hubungan yang bermakna antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban pada kehamilan 28-40 minggu.
ABSTRAK
Tujuan Penelitian : Untuk mencari hubungan antara resistensi insulin dengan jumlah cairan ketuban pada kehamilan 28-40 minggu.
Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan suatu penelitian survey analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional study.
Hasil Penelitian : Diperoleh 40 peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok wanita hamil resistensi insulin sebanyak 20 orang dan kelompok wanita hamil non resistensi insulin sebanyak 20 orang. Pada kelompok resistensi insulin usia terbanyak yaitu 20-35 tahun sebanyak 17 orang (85%) dan pada kelompok non resistensi insulin usia terbanyak yaitu 20-35 tahun sebanyak 16 orang (80%). Jumlah gravida pada kedua kelompok sama yaitu primigravida, kelompok resistensi insulin sebanyak 15 orang (75%) dan kelompok non resistensi insulin sebanyak 8 orang (40%). Riwayat keluarga menderita diabetes dijumpai pada kelompok resistensi insulin sebanyak 11 orang (55%) sedangkan pada kelompok non resistensi insulin tidak dijumpai riwayat keluarga menderita diabetes mellitus sebanyak 16 orang (80%). Obesitas terbanyak dijumpai pada kelompok resistensi insulin yaitu sebanyak 11 orang (55%) sedangkan pada kelompok non resistensi insulin terbanyak dijumpai indeks massa tubuh yang normal yaitu 15 orang (75%). Dijumpai hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga menderita diabetes mellitus dengan resistensi insulin dengan nilai p = 0,024. Dijumpai hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan resistensi insulin (p = 0,002). Dijumpai hubungan yang bermakna antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban (p = 0,001) juga dijumpai korelasi positif antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban (r = 0,4)
Kesimpulan : Dijumpai hubungan yang bermakna antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban pada kehamilan 28-40 minggu.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Metabolisme ibu ditujukan langsung untuk persediaan nutrisi yang adekwat bagi janin.
Dalam kehamilan normal, resistensi insulin menghasilkan dan membantu dalam
penyediaan zat energi untuk janin. Resistensi insulin ini berperan penting terhadap kadar
glukosa dan asam lemak bebas yang lebih tinggi, diakibatkan oleh peningkatan sekresi
insulin ibu. Pada 2-4% orang, respon insulin pankreas tidak adekwat dan terjadi diabetes
gestasional.1
Kehamilan dihubungkan dengan penurunan fosforilasi substrat reseptor insulin 1, pada
diabetes gestasional ditambah dengan kerusakan pada fosforilasi subunit β reseptor
insulin. Selama perubahan kerja insulin memberi kesan bahwa penyebab hormonal untuk
resistensi insulin. Hormon-hormon yang disangka sebagai penyebab resistensi insulin
adalah human plasental laktogen, human plasental growth hormon, progesteron, kortisol
dan prolaktin. Tentunya, semua muncul pada kehamilan lanjut menyebabkan resistensi
insulin dan menghilang pada waktu post partum. Peningkatan asam lemak bebas dan
reseptor aktifasi proliferasi peroxisom yang mengatur hormon-hormon tersebut mungkin
juga berperan. Tumor nekrosis faktor α dan leptin telah dilibatkan dalam resistensi insulin
pada kehamilan. Resistensi insulin dalam kehamilan menyediakan lebih banyak nutrisi
untuk janin dan kemungkinan uji skrining fisiologi dari fungsi sel β sehingga mengenali
wanita yang kemungkinan akan menghasilkan diabetes type 2.1
Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion terdapat cairan ketuban (likuor amnii). Cairan ketuban merupakan komponen
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal
kehamilan cairan ketuban berasal dari ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua
cairan ketuban terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga
mencerminkan komposisi plasma janin. Setelah 20 minggu kornifikasi kulit janin
menghambat difusi ini sehingga cairan ketuban terutama terdiri dari urin janin. Pada
dapat digunakan di jaringan otot sehingga glukosa tersebut masuk ke aliran darah janin
melalui plasenta. Pasokan glukosa yang berasal dari ibu akan meningkatkan kadar
glukosa janin, kadar glukosa janin yang tinggi akan meningkatkan volume urin janin
sehingga menyebabkan peningkatan jumlah cairan ketuban.2
Secara klinik cairan ketuban akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan
kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu. Jumlah cairan ketuban
yang terlalu banyak disebut polihidramnios (>2 liter) disebut juga hidramnios yang
mungkin berkaitan dengan diabetes atau trisomi 18. Pada sebagian besar kasus yang
terjadi adalah polihidramnios kronik yaitu peningkatan cairan berlebihan secara bertahap.
Pada polihidramnios akut uterus mungkin mengalami peregangan mencolok dalaam
beberapa hari. Sebaliknya, jumlah cairan ketuban yang kurang disebut oligohidramnios
yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13 dan hipoksia janin.3
Mengetahui kelainan volume cairan ketuban sebelum persalinan dapat menyadarkan
klinisi pada situasi yang berpotensi risiko tinggi perinatal. Chamberlain dkk, pada tahun
1984 mengobservasi angka mortalitas perinatal 4,12/1.000 pada kehamilan dengan
polihidramnios dibandingkan dengan angka mortalitas perinatal 1,97/1.000 pada
kehamilan dengan cairan ketuban normal.4
Komplikasi kehamilan oleh jumlah cairan ketuban yang ekstrim juga mengalami
peningkatan morbiditas maternal dan neonatal. Selama kehamilan, polihidramnios
dihubungkan dengan letak janin abnormal, persalinan operatif dan solusio plasenta.
Varma dkk, pada tahun 1988 meneliti persalinan preterm terjadi dalam 11,1% pada
pasien-pasien dengan polihidramnios dibanding dengan 6,7% pada kontrol dengan cairan
ketuban normal. Fetal distres, Apgar skor yang rendah, makrosomia dan perawatan
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Resistensi insulin dalam kehamilan diperlukan untuk membantu penyediaan nutrisi dan
zat energi bagi janin. Insidensi resistensi insulin ditemukan sebesar 25%. Pada awal
trimester kedua cairan ketuban terdiri dari cairan ekstrasel janin yang berdifusi melalui
kulit janin, setelah kehamilan 20 minggu cairan ketuban terutama terdiri dari urin janin.
Pada resistensi insulin sebanyak 40% glukosa yang berada di dalam plasma ibu tidak
digunakan di jaringan otot sehingga glukosa tersebut masuk ke dalam darah janin yang
akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa janin. Kadar glukosa janin yang tinggi
akan meningkatkan volume urin janin sehingga menyebabkan peningkatan jumlah cairan
ketuban. Kadar glukosa janin yang tinggi menyebabkan peningkatan insulin janin yang
pada akhirnya menyebabkan makrosomia. Peningkatan jumlah cairan ketuban lebih dari
normal (polihidramnios) akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas janin
termasuk kelahiran preterm.
1.3. HIPOTESA PENELITIAN
Ada hubungan antara resistensi insulin dengan jumlah cairan ketuban pada kehamilan
usia 28-40 minggu.
1.4. TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. TUJUAN UMUM
Mencari hubungan antara resistensi insulin dengan jumlah cairan ketuban.
1.4.2. TUJUAN KHUSUS
1. Melakukan pemeriksaan indeks cairan ketuban ibu dengan resistensi insulin 2. Melakukan pemeriksaan indeks cairan ketuban ibu tanpa resistensi insulin
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui resistensi insulin dan
hubungannya dengan jumlah cairan ketuban sehingga dapat dicari penanganan
2. Diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai skrining terhadap kasus-kasus
resistensi insulin.
3. Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur, biosintesis dan sekresi insulin
Insulin merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai asam amino, yaitu rantai A dan
B yang saling dihubungkan oleh jembatan-jembatan disulfida antar rantai (interchain)
yang menghubungkan A7 dengan B7 dan A20 dengan B19. Jembatan disulfida dalam
rantai (intrachain) ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 dari rantai A. Lokasi ketiga
jembatan disulfida ini selalu tetap. Rantai A dan B masing-masing mempunyai 21 dan 30
asam amino. Struktur kovalen insulin manusia (massa molekul 5,734 kDa) dilukiskan
dalam gambar 1. Substitusi terjadi pada banyak posisi di dalam kedua rantai tanpa
mempengaruhi bioaktifitas dan umumnya pada posisi 8,9 serta 10 dari rantai A, jadi
daerah ini tidak penting untuk bioaktifitas. Walaupun demikian beberapa posisi dan regio
sangat dipelihara, termasuk (1) posisi tiga ikatan disulfida , (2) residu hidrofobik pada
regio C (karboksi) terminal dari rantai B dan (3) regio N (amino) terminal serta C
(karboksi) terminal dari rantai A. Modifikasi kimia atau pun substitusi asam amino yang
spesifik pada regio ini telah memungkinkan para penyelidik untuk merumuskan regio
gabungan yang aktif. Regio karboksi terminal yang hidrofobik pada rantai B juga terlibat
dalam proses dimerisasi insulin.7,8
Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan
merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul prekursor yang lebih
besar. Rangkaian pra atau rangkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam
amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan
kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul
9.000 Dalton yang memberikan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan
disulfida yang sempurna. Seperti terlihat dalam gambar 2, susunan proinsulin yang
dimulai dari bagian terminal amino adalah rantai B-peptida C (penghubung)-rantai A
Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida yang spesifik letaknya
sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C dengan jumlah ekuimolar.7,8
Proinsulin mempunyai panjang yang bervariasi dari 78 hingga 86 asam amino, dengan
variasi yang terdapat pada panjang regio peptida C. Proinsulin memiliki daya kelarutan
dan titik isoelektrik yang sama seperti insulin, prekursor ini juga membentuk heksamer
dengan kristal seng dan bereaksi kuat dengan antiserum insulin. Proinsulin memiliki
bioaktifitas yang kurang dari 5% bioaktifitas insulin, sehingga menunjukkan bahwa
kebanyakan tempat aktif pada insulin terhalang di dalam molekul prekursornya. Sebagian
proinsulin dilepas bersama insulin dan pada keadaan tertentu (misalnya tumor sel pulau
Langerhans) dengan jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Karena waktu paruh
proinsulin dalam plasma secara bermakna lebih panjang dari pada waktu paruh insulin
dan karena proinsulin bisa bereaksi silang secara kuat dengan antiserum insulin maka
pemeriksaan radioimmuno assay untuk menentukan kadar insulin kadang-kadang
memperkirakan secara berlebihan bioaktivitas insulin dalam plasma. Pepida C tidak
mempunyai aktivitas biologik yang dikenal. Unsur ini merupakan molekul yang berbeda
bila dilihat dari sudut pandang sifat antigeniknya. Karena itu pemeriksaan immunoassay
terhadap peptida C dapat membedakan insulin yang disekresikan dari dalam dengan
Gambar 2. Struktur proinsulin. Molekul-molekul insulin dan peptida C dihubungkan pada
2 tempat oleh ikatan dipeptida.
Insulin dibentuk dalam retikulum endoplasma sel β, kemudian diangkut ke kompleks
golgi dan akan dibungkus dalam granula berselaput. Granula-granula ini bergerak ke
dinding sel oleh proses yang tampaknya menyertakan mikrotubulus dan selaputnya
bersatu dengan membran sel, membuang insulin keluar secara eksositosis. Insulin ini
kemudian harus menyeberangi lamina-lamina basalis sel β, kapiler yang berdekatan serta
endotel kapiler yang bercelah untuk mencapai aliran darah. Molekul insulin dibentuk
sebagai rantai tunggal yang disebut preproinsulin. Setelah 23 asam amino yang
memimpin rangkaian dilepaskan dari terminal C peptida ini, akan dilipat dalam sel β dan
dibentuklah ikatan-ikatan disulfida. Molekul besar sebagai hasilnya yang disebut
proinsulin akan disekresi oleh adanya rangsangan yang berlangsung lama dan oleh
beberapa tumor pulau Langerhans tetapi hubungan antara rantai A dan B dalam granula,
normal akan dilepaskan sebelum sekresi. Polipeptida yang tetap ada selain insulin setelah
hubungan yang kuat dinamakan connecting peptide (C peptida). C peptida mengandung
31 residu asam amino dan mempunyai sekitar 10% aktifitas biologik insulin, masuk ke
diukur secara radioimmuno assay dan kadarnya merupakan indeks fungsi sel β pada
penderita yang memperoleh insulin dari luar. Kalikrein jaringan memegang peranan
dalam perubahan proinsulin menjadi insulin. Endopeptidase ini ditemukan dalam pulau
Langerhans pankreas dan penyebarannya sejajar dengan penyebaran insulin.7,8
Gambar 3. Biosintesa dan sekresi insulin. Insulin dibentuk dalam endoplasmik retikulum
kasar, lalu dipindahkan ke badan golgi dimana akan dibentuk granula B. Granula-granula
bersatu dengan dinding sel dan isinya keluar melalui lamina basalis sel B (C), lamina
basalis kapiler (CA) dan endotel kapiler yang bercelah, kemudian masuk ke dalam darah.
Pankreas manusia mensekresi 40-50 unit insulin perhari, yang menggambarkan kira-kira
15-20% hormon yang disimpan dalam kelenjar. Sekresi insulin adalah proses yang
A. Glukosa: Peningkatan konsentrasi glukosa dalam plasma merupakan faktor
fisiologik paling penting yang mengatur sekresi insulin. Konsentrasi ambang bagi
sekresi tersebut adalah kadar glukosa puasa plasma (80-100 mg/dl) dan respon
maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dari 300 hingga 500 mg/dl.
Dua buah mekanisme yang berbeda pernah dikemukakan untuk menjelaskan
bagaimana glukosa mengatur sekresi insulin. Salah satu hipotesis mengatakan
bahwa pengikatan glukosa dengan reseptor yang kemungkinan terletak pada
membran sel β akan mengaktifkan mekanisme pelepasan. Hipotesis kedua
mengemukakan bahwa metabolit intrasel atau kecepatan aliran metabolit lewat
suatu lintasan seperti jalan pintas pentosa fosfat, siklus asam sitrat atau pun
lintasan glikolisis turut terlibat. Ada bukti lewat eksperimen yang mendukung
kedua posisi.
B. Faktor hormonal: Sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat
agonis α adrenergik, khususnya epinefrin menghambat pelepasan insulin, bahkan
setelah proses pelepasan ini dirangsang oleh glukosa. Preparat agonis β
adrenergik merangsang pelepasan insulin, yang mungkin dengan cara
meningkatkan cAMP intrasel. Pajanan yang terus menerus dengan hormon
pertumbuhan, kortisol, laktogen plasenta, estrogen dan progestin dalam jumlah
yang berlebihan juga akan meningkatkan sekresi insulin. Karena itu, sekresi
insulin meningkat jelas selama trimester terakhir kehamilan.
C. Preparat farmakologi: Banyak obat merangsang sekresi insulin, tetapi senyawa
sulfonilurea digunakan paling sering untuk pengobatan pada manusia.
Insulin disekresikan dalam sel β normal sebagai reaksi terhadap stimulus glukosa
dengan mode bifasik dengan lonjakan dini (fase awal) yang diikuti dengan
peningkatan sekresi insulin secara progresif (fase kedua) sepanjang ada stimulus
hiperglikemik. Dengan keberadaan resistensi insulin, sekresi insulin sel β pankreas
meningkat dengan cara kompensasi dan DM tipe 2 berkembang bila peningkatan
Tabel 2.1 Pengaturan pelepasan insulin pada manusia
Penguat ( amplifier) pelepasan insulin yang diinduksi glukosa
Hormon-hormon usus
Gastrin inhibitory polypeptide Kolesistokinin, glukagon Sekretin,gastrin
Penguat saraf ( neural amplifier ) Agonis β-adrenergik
Agonis α-adrenergik dari katekolamin Antagonis β-adrenergik
Humoral inhibitor Somatostatin Obat-obatan
Diazoxide, fenitoin, vinblastin, kolkisin, tiazid Analog gula
2-Deoksiglukosa, manoheptulosa
2.2. Metabolisme dan efek fisiologis insulin 2.2.1. Metabolisme insulin
banyak jaringan tetapi konsentrasi tertinggi ditemukan dalam hati, ginjal dan plasenta.
Protease ini sudah berhasil dimurnikan dari otot rangka dan dikenal sebagai enzim yang
tergantung pada gugus sulfhidril serta bekerja aktif dalam suasana pH fisiologik.
Mekanisme yang kedua meliputi enzim glutation-insulin transhidrogenase hati, enzim ini
mereduksi ikatan disulfida dan kemudian masing-masing rantai A dan B didegradasi
dengan cepat.7,8
2.2.2. Efek insulin pada transportasi membran.
Konsentrasi glukosa bebas dalam sel sangat rendah dibanding dengan di luar sel.
Kecepatan transpor glukosa melintasi membran plasma sel otot dan sel lemak
menentukan kecepatan fosforilasi glukosa dan metabolisme selanjutnya kalau kadar
glukosa serta insulinnya normal. Kalau kadar glukosa atau insulin meninggi seperti yang
terjadi sesudah makan, reaksi fosforilasi akan berhenti sendiri. Glukosa memasuki sel
dengan difusi yang dipermudah melalui perantaraan pengangkut, proses yang ditambah
dalam banyak sel oleh insulin. Insulin juga menambah masuknya asam amino ke dalam
sel, khusus dalam otot dan meningkatkan perpindahan kalium, natrium, nukleosida dan
fosfat anorganik. Efek ini tidak tergantung pada kerja insulin terhadap pemasukan
glukosa.7,8
2.2.3. Efek pada penggunaan glukosa.
Pada orang normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan akan diubah menjadi
energi lewat lintasan glikolisis dan sekitar separuh lagi disimpan sebagai lemak atau
glikogen. Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan proses anabolik
glikogenesis serta lipogenesis akan terhalang. Insulin meningkatkan glikolisis hati dengan
meningkatkan aktifitas dan jumlah enzim glukokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya
glikolisis akan meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak
langsung menurunkan pelepasan glukosa ke dalam plasma. Insulin merangsang
lipogenesis dalam jaringan lemak dengan menyediakan asetil KoA dan NADPH untuk
sintesis asam lemak dan menyediakan gliserol yang terlibat dalam sintesis triasilgliserol.
Pada keadaan defisiensi insulin, semua ini akan menurun; dengan demikian lipogenesis
insulin adalah pelepasan asam lemak dalam jumlah besar akibat pengaruh beberapa
hormon yang tidak dilawan oleh insulin; pelepasan asam lemak ini akan menimbulkan
hambatan umpan balik terhadap proses sintesisnya sendiri lewat penghambatan enzim
asetil-KoA karboksilase. Dengan demikian efek netto insulin terhadap lemak bersifat
anabolik. Dalam hati dan otot, insulin merangsang konversi glukosa menjadi glukosa 6
fosfat (masing-masing dengan kerja enzim glukokinase dan heksokinase II), yang
kemudian mengalami isomerisasi menjadi glukosa 1-fosfat dan disatukan ke dalam
glikogen oleh enzim glikogen sintase yang aktivitasnya dirangsang oleh insulin. Insulin
menurunkan kadar cAMP dengan mengaktifkan fosfodiesterase. Karena fosforilasi yang
tergantung pada cAMP meniadakan keaktifan enzim glikogen sintase, kadar nukleotida
yang rendah ini memungkinkan enzim tersebut untuk tetap berada dalam bentuk aktif.
Insulin juga mengaktifkan enzim fosfatase yang melaksanakan reaksi defosforilasi
glikogen sintase mengakibatkan aktivasi enzim ini. Akhirnya, insulin menghambat
fosforilase dengan suatu mekanisme yang melibatkan cAMP dan fosfatase, hal ini
mengurangi pembebasan glukosa dari glikogen.7,8
2.2.4. Efek terhadap produksi glukosa (glukoneogenesis)
Kerja insulin pada transport glukosa, glikolisis dan glikogenesis terjadi dalam beberapa
detik atau menit karena kejadian-kejadian ini terutama meliputi aktivasi dan inaktivasi
enzim dengan fosforilasi atau defosforilasi. Efek yang berlangsung lebih lama terhadap
glukosa plasma meliputi inhibisi glukoneogenesis oleh insulin. Pembentukan glukosa dari
prekursor non karbohidrat melibatkan serangkaian tahap enzimatik yang banyak
diantaranya dirangsang oleh glukagon (bekerja lewat cAMP), hormon glukokortikoid dan
jumlah yang lebih sedikit oleh preparat α serta β adrenergik, yaitu angiotensin II dan
vasopresin. Insulin menghambat tahap yang sama ini. Enzim glukoneogenik yang
menjadi kunci yang terdapat di dalam hati adalah fosfoenolpiruvat karboksikinase
2.2.5. Efek terhadap terhadap metabolisme glukosa, lipid dan protein
Kerja netto semua efek insulin di atas adalah menurunkan kadar glukosa darah. Dalam
kerja ini, insulin berdiri sendiri dalam menghadapi sekelompok hormon yang berupaya
untuk melawan pengaruh insulin tersebut. Insulin juga merupakan inhibitor kuat proses
lipolisis dalam hati serta jaringan adiposaa dan dengan demikian memiliki efek anabolik
tak langsung. Hal ini sebagian disebabkan oleh kemampuan insulin untuk menurunkan
kadar cAMP (yang dalam jaringan ini ditingkatkan oleh hormon lipolitik glukagon dan
epinefrin) tetapi juga oleh kenyataan bahwa insulin juga menghambat aktivitas enzim
lipase yang peka terhadap kerja hormon. Karena itu, insulin menurunkan kadar asam
lemak bebas yang beredar. Pada pasien defisiensi insulin akan terjadi peningkatan
aktivitas enzim lipase yang mengakibatkan penggalakan lipolisis dan peningkatan
konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma serta hati. Insulin umumnya mempunyai
efek anabolik terhadap metabolisme protein, yaitu merangsang sintesis protein dan
menghambat proses penguraian protein. Insulin menstimulasi pengambilan amino netral
oleh otot, yaitu suatu efek yang tidak berkaitan dengan pengambilan glukosa atau dengan
penyatuan selanjutnya asam amino ke dalam protein. Efek protein terhadap sintesis
protein yang umum di dalam otot rangka serta jantung dan di dalam hati diperkirakan
terjadi pada tingkat translasi mRNA.7,8
Di dalam plasenta insulin mempunyai efek stimulasi sintesis protein. Janin mampu
mensintesis protein dari asam amino yang dipasok lewat plasenta. Asam amino masuk
melalui plasenta dan ternyata kadarnya lebih tinggi daripada kadar di dalam darah ibu.3,9
2.3. Mekanisme kerja insulin dan patofisiologi
Kerja insulin dimulai ketika hormon berikatan dengan reseptor glikoprotein spesifik pada
permukaan sel sasaran. Kerja hormon yang beraneka dapat terjadi dalam beberapa detik
atau menit (transport, fosforilasi protein, aktivasi dan penghambatan enzim) atau sesudah
beberapa jam (sintesis protein dan RNA, sintesis DNA dan pertumbuhan sel). Reseptor
insulin terus disintesis dan didegradasi, waktu paruhnya 7-12 jam. Reseptor itu disintesis
sebagai peptida berantai tunggal dalam retikulum endoplasma kasar dan dengan cepat
beberapa kejadian (1) perubahan penyesuaian reseptor; (2) reseptor-reseptor berhubungan
silang dan membentuk kelompok kecil sumbatan; (3) reseptor masuk (internalisasi) dan
(4) satu sinyal dibangkitkan. Dalam keadaan dimana kadar insulin plasma tinggi,
misalnya obesitas jumlah reseptor insulin diturunkan dan jaringan sasaran menjadi
kurang sensitif terhadap insulin. Regulasi ke bawah ini berasal dari hilangnya reseptor
dengan internalisasi, proses dimana kompleks insulin-reseptor memasuki sel melalui
endositosis dalam vesikel-vesikeel berlapis. Regulasi ke bawah menerangkan sebagian
resistensi insulin dalam obesitas dan diabetes melitus tipe II.
Gambar 4. Hubungan reseptor insulin dengan kerja insulin. Insulin terikat dengan
reseptor membran dan interaksi ini menghasilkan satu atau lebih sinyal transmembran.
(BBLR), massa otot berkurang, lemak subkutan berkurang, muka peri (elfin facies),
resistensi terhadap insulin dengan peningkatan nyata kadar plasma insulin yang aktif
biologik dan kematian dini. Beberapa individu dengan leprechaunisme terlihat
kekurangan reseptor insulin atau mempunyai reseptor cacat.2,7,8
2.4. Metabolisme karbohidrat pada kehamilan
Kehamilan normal ditandai dengan hipoglikemi ringan akibat puasa, hiperglikemia
postprandial dan hiperinsulinemia. Konsentrasi glukosa puasa dalam plasma turun tanpa
diketahui penyebabnya, diduga akibat meningkatnya kadar insulin plasma. Hal ini tidak
dapat dijelaskan oleh suatu perubahan dalam metabolisme insulin karena waktu paruh
insulin tidak mengalami perubahan. Meningkatnya kadar insulin basal dalam plasma
yang ditemui pada kehamilan normal berhubungan dengan beberapa respons unik
terhadap ingesti glukosa. Sebagai contoh, setelah makan glukosa peroral terjadi baik
hiperglikemi maupun hiperinsulinemia ysng memanjang pada wanita hamil yang disertai
supresi yang lebih besar terhadap glukagon. Tujuan dari mekanisme seperti ini
kemungkinan adalah untuk memastikan suplai glukosa postprandial ke janin yang terus
menerus atau dipertahankan. Respons ini sejalan dengan suatu keadaan ketahanan perifer
terhadap insulin yang diinduksi kehamilan, respons ini dicurigai berdasarkan tiga
pengamatan :
1. Meningkatnya respons insulin terhadap glukosa
2. Berkurangnya asupan glukosa perifer.
3. Tertekannya respons glukagon.
Mekanisme-mekanisme yang bertanggung jawab terhadap resistensi insulin tidak
dipahami sepenuhnya. Progesteron dan estrogen mungkin berperan secara langsung
maupun tidak langsung untuk memperantarai resistensi ini. Kadar plasma laktogen
plasenta meningkat pada kehamilan dan hormon protein ini ditandai dengan kerjanya
yang menyerupai hormon pertumbuhan yang dapat mengakibatkan peningkatan lipolisis
disertai pembebasan asam-asam lemak bebas. Konsentrasi asam lemak bebas sirkulasi
Mekanisme tersebut di atas menjamin tersedianya suplai glukosa terus menerus untuk
ditransfer ke janin. Tetapi wanita hamil dengan cepat berubah dari status postprandial
yang ditandai dengan kadar glukosa yang tinggi dan menetap ke status puasa yang
ditandai dengan menurunnya glukosa plasma dan asam amino seperti alanin. Terdapat
juga konsentrasi asam lemak bebas, trigliserida dan kolesterol plasma yang lebih tinggi
pada wanita hamil tersebut selama puasa. Freinkel dan rekan (1985) menyebut pergeseran
bahan bakar dari glukosa ke lipid yang diinduksi kehamilan ini sebagai kelaparan yang
dipercepat. Tentu saja jika puasa pada wanita hamil terjadi berkepanjangan,
perubahan-perubahan ini bertambah berat dan dengan cepat akan terlihat ketonemia.1,9
Hornners dan Kuhl (1980) mengukur respons glukagon dan insulin terhadap rangsang
glukosa standar pada akhir kehamilan normal dan diulangi lagi pada wanita yang sama
postpartum. Respon puncak insulin terhadap infus glukosa meningkat sebanyak empat
kali lipat pada kehamilan lanjut.Sebaliknya konsentrasi glukagon plasma ditekan dan
derajatnya sama antara kehamilan lanjut dan masa nifas. Hasil-hasil ini konsisten dengan
pandangan bahwa sensitifitas sel β terhadap suatu tantangan glukosa jelas meningkat
pada wanita hamil normal tetapi sensitifitas sel α terhadap rangsangan glukosa tidak
berubah selama kehamilan.9
2.5. Defenisi resistensi insulin
Resistensi insulin didefenisikan sebagai berkurangnya kemampuan sel untuk merespon
kerja insulin dalam transport glukosa dari aliran darah ke dalam otot dan jaringan lain.
Insulin merupakan hormon polipeptida yang disekresikan oleh sel β pankreas memegang
peranan utama dalam memelihara homeostasis glukosa. Jaringan target klasiknya
meliputi hati, otot dan lemak. Insulin menstimulasi pengambilan glukosa perifer pada
otot dan jaringan lemak dan memicu sintesa protein, pertumbuhan dan diferensiasi sel.
normal. Ini membuat bertambahnya sekresi insulin oleh sel β dan keadaan
hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia dapat juga terjadi akibat dari penurunan clearence
insulin.10
2.6. Mekanisme molekuler resistensi insulin
Tindakan insulin terpicu bila insulin mengikat diri pada reseptor permukaan selnya.
Reseptor insulin termasuk famili reseptor protein tyrosine kinase yang mencakup IGF-I,
faktor pertumbuhan epidermal, faktor pertumbuhan fibroblast, faktor pertumbuhan
berasal dari platelet, faktor pertumbuhan stimulasi koloni I dan juga beberapa reseptor
sitokin. Reseptor insulin adalah suatu heterotetramer yang terbentuk dari dua dimer α dan
β yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Subunit α adalah ekstrasel dan mengandung domain pengikat ligand, sementara subunit β membentangi membran dan mengandung
aktifitas protein tyrosine kinase intrinsik. Setelah insulin terikat pada reseptor dan
mengaktifkan reseptornya, kompleks ligand-reseptor terinternalisasi melalui endositosis.
Kemudian insulin terdegradasi dan sebagian besar reseptor kembali ke permukaan sel.
Tindakan ini mungkin bertanggung jawab atas pengaturan penurunan reseptor insulin
yang ditemukan pada hiperinsulinemia. Pengikatan ligand memicu autofosforilasi dari
reseptor insulin atas residu tyrosine spesifik dan meningkatkan aktifitas tyrosine kinase
intrinsik dari subunit β. Kemudian reseptor insulin yang teraktifkan memfosforilasi
substrat-substrat intrasel untuk memicu traansduksi signal. Selama beberapa tahun
terakhir, beberapa substrat ini dipastikan sifat-sifatnya seperti domain spessifik
phosphatidylinositol 3-kinase (PI 3 kinase), suatu tahap yang perlu dalam inisialisasi
pengangkutan glukosa. Insulin Receptor Substrate 1 (IRS-1) dibutuhkan untuk translokasi
insulin dari kumpulan intrasel glukose transporter (GLUT-4) ke permukaan sel dan
dengan demikian meningkatkan pengambilaan glukosa sebagai reaksi terhadap insulin.
IRS-2 merupakan perantara metabolic pathway. Mekanisme dengan mana signal insulin
diakhiri belum dipahami sepenuhnya. Reseptor mediated endocytocis dan daur ulang
2.7. Obesitas dengan resistensi insulin.
Obesitas dan hubungannya dengan patologi metabolik sangat sering dan menyebabkan
penyakit metabolik, mempengaruhi lebih dari 50% populasi dewasa dan ini akan secara
keseluruhan di dunia pada dekade berikutnya dipengaruhi oleh faktor genetik, gaya hidup
(lifestyle) dan makanan yang berlebihan. Obesitas berhubungan yang tinggi dengan
komplikasi, khususnya resistensi insulin. Keadaan-keadaan ini dihubungkan dengan
respon inflamasi kronik yang dikarakteristikkan oleh produksi sitokin yang abnormal,
peningkatan reaktan fase akut dan aktifasi jalur sinyal inflamasi.
2.8. Proses pembentukan cairan ketuban
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ketujuh atau
kedelapan perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah.
Karena semakin membesar amnion secara bertahap menekan mudigah yang sedang
tumbuh yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion. Pada awal embriogenesis
amnion merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan disana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan ketuban. Pada usia kehamilan 8 minggu terbentuk uretra dan
ginjal janin mulai memproduksi urin. Ekskresi dari urin, sistem pernafasan, sistem
pencernaan, tali pusat dan permukaan plasenta menjadi sumber cairan ketuban. Pada awal
trimester kedua cairan ketuban terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit
janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Pada kehamilan 20 minggu
kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini sehingga ginjal janin mengambil alih peran
tersebut dalam memproduksi cairan ketuban.4,9
Volume cairan ketuban pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum
volume bertambah 10 ml perminggu pada minggu kedelapan usia kehamilan dan
meningkat menjadi 60 ml perminggu pada usia kehamilan 21 minggu. Pada usia
kehamilan 10 minggu rata-rata volume cairan ketuban adalah 30 ml, usia kehamilan 20
minggu sebanyak 300 ml dan usia kehamilan 30 minggu sebanyak 600 ml. Pada usia
kehamilan aterm jumlah cairan ketuban sekitar 800 ml dalam keadaan normal.
2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume cairan ketuban
Produksi cairan ketuban
Urin janin adalah sumber terbesar cairan ketuban setelah ginjal janin mulai berfungsi
pada kehamilan 10-12 minggu. Penelitian pada manusia menggunakan pengukuran
Pertimbangan bahwa volume cairan ketuban sekitar 800 ml pada usia kehamilan aterm,
ini dimungkinkan bahwa pergantian seluruh volume cairan ketuban janin normal kurang
dari 24 jam. Perubahan kecepatan aliran urin janin dapat disangka mempunyai pengaruh
yang besar pada volume cairan ketuban. Bagaimanapun, pada saat ini situasi klinis
dimana volume cairan ketuban dipengaruhi oleh perubahan fungsi ginjal. Evaluasi klinis
oligohidramnios atau polihidramnios harus mempertimbangkan anatomi ginjal janin dan
fungsinya sebagai faktor kunci. Cairan paru janin menyumbang sedikit volume cairan
ketuban. Cairan paru janin sebagai penyumbang cairan ketuban mungkin kurang
bermakna.12
Pergerakan cairan ketuban
Proses menelan janin adalah jalur yang utama dimana cairan bergerak dari rongga
amnion. Pritchards mengukur proses menelan janin menggunakan eritrosit yang
diradiolabel diinjeksikan kedalam rongga amnion, menunjukkan angka menelan janin
sekitar 500 ml perhari. Jalur mekanisme yang lain yang mungkin membantu
menyeimbangkan kelebihan cairan yang masuk rongga amnion termasuk pergerakan
transmembran (melewati membran kedalam sirkulasi ibu) dan pergerakan intra membran
2.10. Pengukuran cairan ketuban
Cairan ketuban menyediakan perlindungan bagi janin dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Tanpa cairan ketuban, uterus akan berkontraksi dan
menekan janin. Pada dasarnya, volume cairan ketuban adalah jumlah cairan yang masuk
dan keluar ke dalam ruang amnion dan mencerminkan keseimbangan cairan janin.
Keadaan cairan ketuban juga mencerminkan hidrasi ibu sebab cairan bergeser secara
bebas melewati plasenta, terutama pada respon terhadap gradien osmotik. Penilaian klinis
volume cairan ketuban termasuk palpasi bimanual dan pengukuran tinggi fundus-symfisis
tidak dapat diandalkan walaupun kegunaannya lebih besar untuk hidramnios dari pada
oligohidramnios. Ketika hidramnios atau oligohidramnios disangka secara klinis, tidak
normalnya volume cairan ketuban biasanya berat. Pengukuran langsung cairan ketuban
melalui larutan zat warna dapat digambarkan tetapi jarang digunakan sebab ini
membutuhkan dua amniosentesis dengan risiko yang menyertai dan mengandalkan
asumsi yang meragukan. Pada pemeriksaan yang lain perkiraan ultrasonik volume cairan
ketuban berhubungan langsung dengan perubahan volume yang diukur pada prosedur
amnioreduksi dan amnioinfus. Jadi, definisi peningkatan dan penurunan volume cairan
ketuban berdasarkan pada kriteria sonografi. Prevalensi hidramnios dan oligohidramnios
bermacam-macam sesuai dengan kriteria diagnostik yang digunakan, jumlah janin,
apakah kasus rujukan atau populasi di rumah sakit. Metode semikwantitatif termasuk
perkiraan pool vertikal terdalam (DP) dan indeks cairan ketuban (ICA). Indeks cairan
ketuban dimana penjumlahan DP pada setiap empat quadran adalah perkiraan volume
Gambar 7. Pengukuran ICA
Indeks cairan ketuban (Amniotic Fluid Index) pertama kali dilukiskan oleh Phelan dkk
pada tahun 1987, metode ini meliputi jumlah masing-masing kantung vertikal maksimum
dari empat kwadran uterus. Penelitian semula, yang diikuti 197 pasien usia kehamilan
12-42 minggu menunjukkan bahwa rata-rata indeks cairan ketuban meningkat dari 7 cm – 20
cm sampai usia kehamilan 26 minggu kemudian stabil sekitar 16 cm selama sisa usia
kehamilan. Penelitian yang berikutnya menetapkan cut off untuk indeks cairan ketuban.
Oligohidramnios < 5 cm, borderline 5,1-8 cm, normal 8,1-18 cm, polihidramnios > 18
cm. Walaupun diperoleh dari populasi risiko tinggi, cutoff ICA memberikan manfaat
penentuan cairan ketuban normal (ICA 8-18 cm). Pasien dengan nilai ICA < 5 cm
mempunyai risiko yang lebih tinggi yaitu denyut jantung janin abnormal, pengeluaran
mekonium dan persalinan sesarea. Para peneliti merekomendasikan bahwa induksi
persalinan dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan oligohidramnios (ICA < 5 cm)
Gambar 8. Cara pengukuran cairan ketuban yang benar
- IMT
- PCOS
- Riwayat keluarga DM
- Acanthosis nigricans
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian survey analitik dengan menggunakan
rancangan cross sectional study.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H.Adam Malik,
RS Dr.Pirngadi, RS jejaring dan Klinik swasta di Medan mulai bulan Nopember 2010
sampai jumlah sampel terpenuhi.
3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita hamil usia kehamilan 28-40
minggu yang datang untuk memeriksakan kehamilannya di RSUP.H.Adam Malik,
RS Dr.Pirngadi Medan, RS jejaring dan Klinik swasta di Medan.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah wanita hamil usia kehamilan 28-40 minggu yang memenuhi
kriteria penerimaan dan bersedia ikut dalam penelitian. Penentuan sampel dilakukan
secara consecutive sampling.
Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus :
n
( Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 +P2Q2) 2
(P1 –
=
Zβ = nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada nilai β yang
Dengan pembulatan diperoleh besar sampel 20
Dengan demikian besar sampel untuk tiap kelompok adalah 20.
3.4. KRITERIA SAMPEL 3.4.1. Kriteria Penerimaan
a. Wanita hamil usia kehamilan 28-40 minggu.
b. Wanita hamil dengan janin tunggal.
c. Wanita hamil dengan janin hidup.
d. Tidak menderita diabetes melitus, preeklamsi ringan-berat atau eklamsi.
e. Tidak mengalami ketuban pecah dini.
3.4.2. Kriteria Penolakan
a. Subjek tidak bersedia berpartisipasi selama penelitian berjalan.
b. Pada saat penelitian terjadi sesuatu yang tidak diinginkan sehingga mengganggu
hasil seperti laboratorium bermasalah atau puasa tidak sesuai waktu
c. Janin dengan kelainan kongenital mayor.
.
3.5. ETIKA PENELITIAN
Penelitian ini akan diajukan ke Komisi Etika Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara untuk mendapatkan ethical clearence. Sebelum penelitian dilakukan
subjek penelitian diberitahu mengenai latar belakang, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian. Jika subjek menyetujui untuk ikut penelitian ini maka subjek penelitian
diminta menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
3.6. BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Bahan untuk penelitian adalah darah yang berasal dari vena mediana cubiti wanita
hamil dengan usia kehamilan 28 - 40 minggu yang datang untuk ante natal care ke
poli ibu hamil RSUP.H.Adam Malik, RS.Dr.Pirngadi, RS.jejaring dan Klinik swasta
yang berpuasa selama 10-12 jam sebelumnya. Subjek setiap kelompok penelitian
dibuat matching.
Cara kerja :
a. Anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan obstetri.
b. Pemeriksaan ultrasonografi obstetri.
c. Subjek penelitian diminta untuk berpuasa selama 10-12 jam pada malam hari
sebelum darah diambil untuk sampel penelitian. Darah subjek penelitian diambil
3.7. KERANGKA KERJA PENELITIAN
Wanita hamil usia kehamilan 28-40
minggu
Diambil darah 5 cc
(puasa 10-12 jam)
Resistensi
insulin
Non resistensi
insulin
Pemeriksaan Index Cairan Amnion
3.8. BATASAN OPERASIONAL
1. Wanita hamil usia kehamilan 28-40 minggu ditentukan dengan pemeriksaan obstetri
dan ultrasonografi.
2. Resistensi insulin adalah suatu keadaan dari sel atau jaringan dimana dibutuhkan
jumlah insulin lebih dari normal untuk memperoleh respon yang normal. Ditentukan
menggunakan homeostasis model assessment (HOMA) yaitu insulin puasa (mU/l) x
kadar gula darah puasa (mmol/l) / 22,5. Cut off resistensi insulin adalah > 1.
3. Kadar gula darah puasa adalah kadar gula darah yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
laboratorium dimana subjek penelitian berpuasa selama 10-12 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan. Ditentukan dengan satuan mmol/l
4. Kadar insulin puasa adalah kadar insulin dalam darah vena yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan laboratorium dimana subjek penelitian berpuasa selama 10-12 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan. Ditentukan dengan satuan mU/l
5. Indeks massa tubuh (IMT) dihitung berdasarkan berat badan dalam kg dibagi dengan
tinggi badan kwadrat dalam meter. Ditentukan dengan satuan kg/m2.
6. Kriteria penggolongan IMT: rendah < 19,8 ; normal 19,8-26 ; tinggi 26-29 ;
obesitas >29.
7. Jumlah cairan ketuban adalah besarnya volume cairan ketuban yang ditentukan melalui
pemeriksaan ultrasonografi dengan mengukur indeks cairan ketuban (ICA). Indeks cairan
3.9. PENGOLAHAN DATA
Data penelitian dicatat dan disimpan sebagai berkas data komputer dan selanjutnya
dianalisa dengan program komputer. Data disajikan dalam tabel distribusi, untuk
menganalisa hubungan antar variabel digunakan uji statistik Chi Square, dengan tingkat
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dari bulan Nopember 2010 sampai dengan Februari 2011 di
RSUP.H.Adam Malik, RS.Dr.Pirngadi Medan, RS.Jejaring dan Klinik swasta di Medan
diperoleh 40 orang wanita hamil usia kehamilan 28-40 minggu sebagai subjek penelitian.
Subjek ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok wanita hamil resistensi insulin
sebanyak 20 orang dan kelompok wanita hamil non resistensi insulin sebanyak 20 orang.
Tabel 1. Sebaran karakteristik dan klinis kelompok wanita hamil resistensi insulin dan wanita hamil non resistensi insulin.
Karakteristik
Wanita hamil resistensi
insulin % Wanita hamil Non resistensi insulin %
IMT
Pada Tabel 1 menyajikan sebaran karakteristik dari 2 kelompok penelitian meliputi
karakteristik umur peserta, gravida, tingkat pendidikan, riwayat keluarga menderita
diabetes mellitus dan indeks massa tubuh. Usia peserta penelitian pada kelompok wanita
hamil resistensi insulin yang terbanyak yaitu antara usia 20–35 tahun sebanyak 17 orang (
85% ) dan usia peserta penelitian pada kelompok wanita hamil non resistensi insulin yang
terbanyak yaitu antara usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 16 orang (80%).
Sebaran karakteristik jumlah gravida peserta penelitian pada kelompok wanita hamil
resistensi insulin yang terbanyak pada gravida 1 atau primigravida yaitu sebanyak 15
orang (75%) dan sebaran jumlah gravida yang terbanyak pada kelompok wanita hamil
non resistensi insulin yaitu pada primigravida sebanyak 8 orang (40%).
Sebaran karakteristik tingkat pendidikan peserta penelitian pada kelompok wanita hamil
resistensi insulin terbanyak dijumpai tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 9 orang
(45%) sedangkan sebaran tingkat pendidikan peserta penelitian pada kelompok wanita
hamil non resistensi insulin terbanyak dijumpai tingkat pendidikan sarjana yaitu sebanyak
11 orang (55%).
Sebaran karakteristik riwayat keluarga menderita diabetes mellitus peserta penelitian
pada kelompok wanita hamil resistensi insulin terbayak dijumpai adanya riwayat
keluarga menderita diabetes mellitus yaitu sebanyak 11 orang (55%) sedangkan sebaran
riwayat keluarga menderita diabetes mellitus pada kelompok wanita hamil non resistensi
insulin terbanyak dijumpai pada tidak adanya riwayat keluarga menderita diabetes
Sebaran karakteristik indeks massa tubuh peserta penelitian pada kelompok wanita hamil
resistensi insulin terbanyak dijumpai obesitas yaitu sebanyak 11 orang (55%)
sedangkan sebaran karakteristik indeks massa tubuh pada kelompok wanita hamil non
resistensi insulin terbanyak dijumpai pada yang normal yaitu sebanyak 15 orang (75%).
DeFronzo R dan Farranni E, 1991, melaporkan bahwa obesitas terutama adipositas sentral menyebabkan resistensi insulin. Beberapa penelitiannya menunjukkan bahwa
sensitifitas insulin menurun 30%-40% pada peningkatan berat badan melebihi 35%-40%
dari berat badan ideal.23
Peterson dkk, 2004, meneliti obesitas dan resistensi insulin dimana terjadi peningkatan indeks massa tubuh terhadap terjadinya derajat intoleransi glukosa.24
Tabel 2. Hubungan antara umur dengan resistensi insulin
Umur (tahun)
Wanita hamil
resistensi insulin %
Wanita hamil
Non resistensi insulin % P
Tabel 2 memperlihatkan hubungan umur dengan terjadinya resistensi insulin. Pada
kelompok wanita hamil resistensi insulin terbanyak dijumpai pada usia usia 20-35 tahun
Rodiguez-Moran dkk, 2003, menyimpulkan hasil penelitiannya menunjukkan hubungan bebas antara umur dengan resistensi insulin.25
Tabel 3. Hubungan antara jumlah gravida dengan resistensi insulin
Gravida
Wanita hamil resistensi
insulin %
Wanita hamil
Non resistensi insulin %
P
Tabel 3 memperlihatkan hubungan antara jumlah gravida dengan resistensi insulin. Pada
kelompok wanita hamil dengan resistensi insulin terbanyak dijumpai pada primigravida
sebanyak 15 orang ( 75% ). Dengan menggunakan uji statistik Fisher’s exact test
diperoleh nilai p = 0,17, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah
kehamilan dengan resistensi insulin.
Tabel 4. Hubungan antara riwayat keluarga menderita diabetes mellitus dengan resistensi insulin.
Non resistensi insulin %
Dari tabel 4 memperlihatkan hubungan antara riwayat keluarga menderita diabetes
mellitus dengan resistensi insulin. Pada kelompok wanita hamil dengan resistensi insulin
terbanyak dijumpai adanya riwayat keluarga menderita diabetes mellitus sebanyak 11
orang ( 55%). Dengan uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,024. Dapat
disimpulkan adanya hubungan bermakna antara adanya riwayat keluarga menderita
diabetes mellitus dengan resistensi insulin.
Menik HL dkk, 2005, meneliti riwayat keluarga diabetes mellitus pada resistensi insulin sebesar 92%. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa hubungan antara riwayat
keluarga diabetes mellitus dengan resistensi insulin secara statistik bermakna melalui uji
Chi Square (p < 0,05).26
Tabel 5. Hubungan antara indeks massa tubuh dengan resistensi insulin.
IMT
Wanita hamil
resistensi insulin %
Wanita hamil
Non resistensi insulin %
P
Dari tabel 5 diatas diperoleh pada kelompok wanita hamil dengan resistensi insulin
terbanyak pada obesitas sebanyak 11 orang ( 55% ). Analisis statistik menggunakan uji
Chi Square diperoleh nilai p = 0,002. Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang
Tabel 6. Parameter Laboratorium, Antropometri dan Ultrasonografi
Pada Wanita Hamil Resistensi Insulin dan Wanita Hamil Non Resistensi Insulin
Wanita Hamil Resistensi
Usia Kehamilan (minggu) 31,3 31,3
Pada tabel 6 menyajikan nilai rata-rata dari parameter laboratorium, antropometri dan ultrasonografi dari peserta penelitian. Pada kelompok wanita hamil resistensi insulin dijumpai kadar insulin puasa rata-rata sebesar 12,5 mU/l dan indeks massa tubuh sebesar 29,6 kg/m2
Garvey WT dkk, 1998, melaporkan rata-rata kadar glukosa darah puasa pada resistensi insulin sebesar 5,0 mmol/l, rata kadar insulin puasa sebesar 14 mU/l dan
rata-rata IMT sebesar 26 kg/m2. 32.
Kirwan JP dkk, 2002, melaporkan rata-rata kadar glukosa darah puasa pada resistensi insulin sebesar 4,5 mmol/l dan rata-rata kadar insulin puasa sebesar 11,9 mU/l.33
Cioffi FJ, dkk, 1997, dalam penelitiannya melaporkan rata-rata kadar glukosa darah puasa pada resistensi insulin sebesar 4,2 mmol/l, kadar insulin puasa rata-rata
sebesar 22,7 mU/l dan indeks massa tubuh rata-rata sebesar 26,97 kg/m2.38
Di dalam penelitian yang dilakukan Saad dkk, 1991, didapatkan umur subjek rata-rata adalah 30 tahun dan indeks massa tubuh rata-rata sebesar 32,9 kg/m2
Simon CS, dkk, 2002, dalam penelitiannya menemukan kadar insulin rata-rata pada wanita hamil resistensi insulin sebesar 15,5 mU/l, rata-rata indeks massa tubuh
Tabel 7. Hubungan antara resistensi insulin dengan indeks cairan amnion( ICA )
Indeks cairan amnion (ICA)
Resistensi
insulin %
Non resistensi
insulin % P
5-18 cm 2 10 20 100
> 18 cm 18 90 0 0
Total 20 100 20 100
0,001
Dari tabel 7 memperlihatkan hubungan antara resistensi insulin dengan indeks cairan
amnion. Pada kelompok resistensi insulin dijumpai indeks cairan amnion terbanyak
> 18 cm (polihidramnios) sebanyak 18 orang (90%). Analisis statistik menggunakan uji
Chi Square diperoleh p = 0,001. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
homair
40.00 30.00
20.00 10.00
0.00 35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
afi
Grafik korelasi resistensi insulin (HOMA IR) dengan indeks cairan amnion.
Memperlihatkan korelasi antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan
ketuban. Dengan uji statistk Pearson correlation diperoleh r = 0,4. Dapat disimpulkan
terdapat hubungan yang positif antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban pada kehamilan usia 28-40
minggu.
Resistensi insulin terbanyak dijumpai pada wanita hamil dengan riwayat keluarga
menderita diabetes melitus sebesar 55%.
Pada wanita hamil dengan resistensi insulin dijumpai adanya obesitas sebesar 55%.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan kadar insulin puasa pada
wanita hamil yang mengalami obesitas dan adanya riwayat keluarga menderita Diabetes
DAFTAR PUSTAKA
1. Ryan EA. Hormones and insulin resistance during pregnancy. The Lancet. 2003.
362:1777-1778.
2. Barbour LA, Mc Curdy CE, Hernandez TL, et al Cellular Mechanism for Insulin
Resistance in Normal Pregnancy and Gestational Diabetes.
Diabetes Care.2007. (2) 30: 112 - 119
3. Wiknjosastro GH. Plasenta dan cairan amnion. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2008. 4:154-156
4. Chamberlain MB, Manning FA, Morrison L, et al. Ultrasound evaluation of amniotic
fluid. The relationship of increased amniotic fluid volume to perinatal outcome. Am J.
Obstet Gynecol. 1984;150:250-254.
5. Varma TR, Bateman S, Patel RH, et al. The relationship of increased amniotic fluid
volume to perinatal outcome. Int. J. Gynaecol Obstet. 1988;27:327-333.
6. Golan A, Lin G, Evron S, et al. Oligohidramnios: maternal complications and fetal
outcome in 145 cases. Gynecol Obstet Invest.1994;37:91-95.
7. Ganong WF. Fungsi endokrin pankreas dalam Medical physiology.Appleton and
Lange,1987.10:289-301
8. Granner DK. Hormon pancreas dalam. Harper’s Biochemistry. Appleton and Lange.
1996.24:598-612.
9. Cunningham FG, et al. Adaptasi ibu terhadap kehamilan. Williams Obstetric. The
McGraw-Hill Companies, 2004.21:188-190.
10. Cheatham B, Kahn CR. Insulin action and the insulin signaling network. Endocr Rev.
1995. 16(2): 117-142.
11. Schwartz NS, Clutter WE, Shah SD, Cryer PE. Glycemic thresholds for activation of
glucose counter regulatory systems are higher than the threshold for symptoms. Clin
Invest. 1987. 79(3): 777-781.
12. Moore TR. Clinical assessment of amniotic fluid. Clinical Obstetrics and Gynecology.
1997. 40(2): 303-313.
13. Pritchard JA. Deglutition by normal and anencephalic fetuses. Obstet Gynecol. 1985; 25:
289-297.
14. Taylor MF, Fisk NM. Hidramnios and oligohidramnios. High risk pregnancy. 2006. 3 (1).
15. Phelan JP, Ahn MJ, Smith CV, et al. Amniotic fluid index measurements during
pregnancy. J. Reprod Med. 1987; 32: 601-604.
16. Stuebe AM, et al. Second trimester insulin resistance, early pregnancy body mass index
and gestational weight gain. Maternal child health journal.2010.14:254-260.
17. Anna RD, et al. Adiponectin and insulin resistance in early and late onset pre-eclampsia.
International Journal Obstetrics and Gynaecology.2006.1264-1269.
18. Cseh K, et al. Plasma adiponectin pregnancy induced insulin resistance. Diabetes care.
2004;27:274-5.
19. Kaaja R, et al. Evidence of a state of increased insulin resistance in preeclampsia.
Metabolism 1999.;48:892-6.
20. Wolf M. First trimester insulin resistance and subsequent preeclampsia : aprospective
study. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:1563-8.
21. Guilherme A, et al.(2008). Adipocyte dysfunctions linking obesity to insulin resisteance
and type 2 diabetes. Nature Reviews.Molecular Cell Biology, 9(5): 367-377.
22. Innes KE, Wimsatt JH. Pregnancy-induced hypertention and insulin resistance: evidence
for a connection. Acta Obstet Gynecol Scand 1999;78:263-284.
23. DeFronzo,Farranni E. Insulin resistance. Diabetes care 1991.; 14: 175-94.
24. Peterson Herrero P, et al. Effect of obesity and insulin resistance on substrate
metabolism. Circulation .2004; 109:2191-96.
25. Rodriguez-Moran et al. Insulin resistance is independently related to age in Mexican
women. J Endocrinol Invest. 2003;26(1):42-48.
26. Menik HL et al. Genetic association between insulin resistance and total cholesterol in
type 2 diabetes mellitus. JHAS.2005;1:4.
27. Reaven GM. Role of insulin resistance in human disease. Diabetes 1988; 37:1495-607.
28. Ryan E, Enns L. Role of gestational hormones in the induction of insulin resistance. J
Clin Endocrinol Metab 1991; 67(2):341-7.
29. Catalano PM, et al. Longitudinal changes in insulin release and insulin resistance in
nonobese pregnant women. Am J Obstet Gynecol 1991; 1667-72.
30. Gomez AB, et al. Adipokines and insulin resistance during pregnancy. Diabetes Research
33. Kirwan JP, et al. TNF-alpha is a predictor of insulin resistance in human pregnancy,
Diabetes 51 (2002) 2207-2213.
34. Grimble RF. Inflammaatory status and insulin resitance, Curr Opin.Clin.Nutr.Metab.Care
5 (2002) 551-559.
35. Kubota N, et al. Disruption of adiponectin causes insulin resistance and neointimal
formation, J.Biol.Chem. 277 (2002) 25863-25866.
36. Melczer Zs, et al. Role of tumour necrosis factor-α in insulin resitance during normal
pregnancy. European J.Obstet Gynecol and Reprod Biol 105 (2002) 7-10.
37. Winkler G, et al. Tumor necrosis factor system in insulin resistance in gestational
diabetes. Diabetes Research and Clinical Practise 56 (2002) 93-99.
38. Cioffi FJ, et al. Relationship of insulin resistance and hyperinsulinemia to blood pressure
during pregnancy. The Journal of Maternal-Fetal Medicine 6 (1997) 174-179.
39. Shields BM, et al. Paternal insulin resistance and its association with umbilical cord
insulin concentrations. Diabetologia (2006) 49: 2668-2674.
40. Simon CS, et al. Regional body fat distribution and insulin resistance during adolescent
pregnancy. Journal of American Dietetic Association 563-565.
41. Radaeli T, et al. Estimates of insulin sensitivity using glucose and C-peptide from the
hyperglycemia and adverse pregnancy outcome glucose tolerance test. Diabetes care ;