• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA)

SKRIPSI

OLEH

YANTIKA ROMAULI SIMATUPANG

100805072

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KEANEKARAGAMAN GENETIK MARKISA

(Passiflora

spp.

) DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN

PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH

YANTIKA ROMAULI SIMATUPANG

100805072

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

Judul : Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passifloraspp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified PolymorphicDNA)

Kategori : Skripsi

Nama : Yantika Romauli Simatupang Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Nomor Induk Mahasiswa : 100805072

Fakultas : Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Mei 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Suci Rahayu, M.Si. Dr. Saleha Hannum, M.Si.

NIP: 196506291992032002 NIP:197108312000122001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua

(4)

ii

PERNYATAAN

ANALISIS KEANEKARAGAMAN GENETIK MARKISA (Passiflora

spp.

) DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN PENANDA RAPD

(Random Amplified Polymorphic

DNA)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2015

(5)

iii

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora

spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified

Polymorphic DNA)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains di

Departemen Biologi FMIPA USU Medan.

Ucapan terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, ayahanda dan Alm. ibunda tercinta, Syarifuddin Simatupang dan Alm. Remida Silalahi, S.Pd yang selalu memberikan do’a, dukungan, semangat,

pengorbanan serta kasih sayangnya yang besar kepada penulis. Kepada seluruh keluarga besarku atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis baik moril maupun materil.

Terimakasih penulis sampaikan kepada ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si. selaku pembimbing 1 dan ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si. selaku pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi dan waktu selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ibu Dra. Elimasni, M.Si. dan bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc. selaku ketua Departemen Biologi serta semua staf yang bekerja di Departemen Biologi.

Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada rekan mahasiswa/i Biologi. Kepada ‘ma gizibe’ AnitaDoris, Santa Lusia, Chrestina Sidabutar yang selalu menemani dan menerima kegilaanku. Kepada sahabatku Norton, Edwardman, Doni, Yuli, Nurhayati, Anisa Rilla, Nurfithri apriani, Nova, Maria, Bobby Hutabarat, Ilham buat waktu dan tamparan kalimat yang membuat penulis sadar dan termotivasi. Terimakasih kepada motivator dan guruku bang Imam Aulia dan kak ai atas waktu dan ilmu praktek serta teori yang diberikan. Tak terlupakan teman-teman stambuk 2010 ‘BioRev’ yang namanya

tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih sudah membuatku dewasa dan berjiwa sosial. Kepada rekan asisten genetika Vahnoni, Sandi, bang Tombak, Jordan, Nasir, Wilda, Nolo dan lainnya. Semuanya yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, terimakasih atas kerjasamanya selama di bangku perkuliahan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan YME membalas semua kebaikan dengan balasan yang setimpal.

Medan, Mei 2015

(6)

iv

ANALISIS KEANEKARAGAMAN GENETIK MARKISA (Passifloraspp.)

DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN PENANDA RAPD

(Random Amplified PolymorphicDNA)

ABSTRAK

Penelitian keanekaragaman genetik markisa (Passiflora spp.) di Sumatera Utara berdasarkan penanda RAPD telah dilakukan di Laboratorium Genetika dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakteristik keanekaragaman genetik markisa (Passiflora sp.) berdasarkan penanda RAPD. Analisis RAPD dilakukan terhadap 31 aksesi markisa yang dikoleksi dari 4 kabupaten yaitu kabupaten HUMBAHAS, Tapanuli Utara, Simalungun, dan Karo yang mewakili 4 spesies (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) dari genus Passiflora dengan menggunakan 4 primer acak (diseleksi dari 7 primer acak). Hasil elektroforesis menunjukkan 73 pita polimorfik (98%) yang berukuran dari 250 bp sampai 2500 bp. Koefisien kemiripan genetik berkisar antara 0,80 sampai 0,97 berdasarkan analisis data biner dari pita RAPD dengan metode UPGMA (Unweight Pair- Group Method Arithmatic) melalui program NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.11a. Hasil ini mengungkapkan bahwa tingkat variasi dalam dan antara spesies tinggi. Analisis cluster menunjukkan bahwa pengelompokan markisa terjadi berdasarkan wilayah pengkoleksian sampelnya Kedekatan jarak geografis wilayah pengkoleksian dan kesamaan jenis markisa berdasarkan warna buah tidak menjamin kedekatan hubungan genetik markisa berdasarkan penanda RAPD.

(7)

v

ABSTRACT

The research about Genetic diversity analysis of the passion fruit (Passifloraspp.) in north Sumatera based on RAPD markers has been done in Genetic Laboratory and Integrated Laboratory, University of North Sumatera. The objective of this study was to characterize the genetic diversity of Passiflora sp. collection by RAPD marker. RAPD analysis was done to 31 passion fruit (Passiflora sp.) accessions that collected from 4 regional is region HUMBAHAS, North Tapanuli, Simalungun, and Karo that represented 4 species (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) from genus of Passiflora using 4 random primers (selected from 7 random primers). The result of electrophoresis showed 73 reproducible polymorphic bands (98%) are ranging in size from 250 bp to 2500 bp. The genetic similarity showed coefficients ranged from 0,8 to 0,97 based on Unweight Pair- Group Method Aritchmatic and Numerical Taxonomy (UPGMA) and Multivariate System (NTSYS) version 2.11a computer program,. The result revealed high levels of variation within and among species. Cluster analysis showed that grouping of passion fruit occurs by area collecting of the sample. Geographical proximity and similarity of the area where passion fruit had been collecting and based on the color of the fruit do not guarantee the genetic relationship of passion fruit by RAPD.

(8)

vi 2.2. Morfologi dan Syarat Tumbuh Markisa 6 2.2.1. Morfologi Markisa 6

3.3.3. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA 13 3.3.4. Amplifikasi DNA 13

3.4. Analisis Data 15

(9)

vii

4.2. Analisis Profil Pita RAPD 17 4.3. Analisis Keanekaragaman Genetik Tanaman Markisa 21

4.3.1. Analisis Hubungan Genetik Markisa Ungu (P. edulis)

21

4.3.2. Analisis Hubungan Genetik Markisa (Passifloraspp.)

23

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 27

5.2. Saran 27

Daftar Pustaka 28

(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

(11)

ix

No. Gambar Judul Halaman

3.1. Pola Terjemahan Pita DNA 15 4.1. Hasil elektoforesis DNA genom dari 9 sampel

markisa menggunakan gel agarose 0,8%

16

4.2. Profil Pita RAPD pada primer Akansha 19 4.3. Dendogram kemiripan genetik markisa ungu

(Passiflora edulis) berdasarkan 4 primer RAPD

22

4.4. Dendogram kemiripan genetik markisa (Passiflora

spp.) berdasarkan 4 primer RAPD

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1.ole Koleksi 31 Aksesi Tanaman Markisa di Sumatera Utara 32 Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kuantitas DNA dengan

Menggunakan Nanophotometer

33

Lampiran 3 Gambar Hasil Amplifikasi DNA Markisa berdasarkan Teknik RAPD

34

(13)

iv

ABSTRAK

Penelitian keanekaragaman genetik markisa (Passiflora spp.) di Sumatera Utara berdasarkan penanda RAPD telah dilakukan di Laboratorium Genetika dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakteristik keanekaragaman genetik markisa (Passiflora sp.) berdasarkan penanda RAPD. Analisis RAPD dilakukan terhadap 31 aksesi markisa yang dikoleksi dari 4 kabupaten yaitu kabupaten HUMBAHAS, Tapanuli Utara, Simalungun, dan Karo yang mewakili 4 spesies (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) dari genus Passiflora dengan menggunakan 4 primer acak (diseleksi dari 7 primer acak). Hasil elektroforesis menunjukkan 73 pita polimorfik (98%) yang berukuran dari 250 bp sampai 2500 bp. Koefisien kemiripan genetik berkisar antara 0,80 sampai 0,97 berdasarkan analisis data biner dari pita RAPD dengan metode UPGMA (Unweight Pair- Group Method Arithmatic) melalui program NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.11a. Hasil ini mengungkapkan bahwa tingkat variasi dalam dan antara spesies tinggi. Analisis cluster menunjukkan bahwa pengelompokan markisa terjadi berdasarkan wilayah pengkoleksian sampelnya Kedekatan jarak geografis wilayah pengkoleksian dan kesamaan jenis markisa berdasarkan warna buah tidak menjamin kedekatan hubungan genetik markisa berdasarkan penanda RAPD.

(14)

v

GENETIC DIVERSITY ANALYSIS OF THE PASSION FRUIT (Passifloraspp.)IN NORTH SUMATERA BASED ON RAPD MARKERS

(Random Amplified PolymorphicDNA)

ABSTRACT

The research about Genetic diversity analysis of the passion fruit (Passifloraspp.) in north Sumatera based on RAPD markers has been done in Genetic Laboratory and Integrated Laboratory, University of North Sumatera. The objective of this study was to characterize the genetic diversity of Passiflora sp. collection by RAPD marker. RAPD analysis was done to 31 passion fruit (Passiflora sp.) accessions that collected from 4 regional is region HUMBAHAS, North Tapanuli, Simalungun, and Karo that represented 4 species (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) from genus of Passiflora using 4 random primers (selected from 7 random primers). The result of electrophoresis showed 73 reproducible polymorphic bands (98%) are ranging in size from 250 bp to 2500 bp. The genetic similarity showed coefficients ranged from 0,8 to 0,97 based on Unweight Pair- Group Method Aritchmatic and Numerical Taxonomy (UPGMA) and Multivariate System (NTSYS) version 2.11a computer program,. The result revealed high levels of variation within and among species. Cluster analysis showed that grouping of passion fruit occurs by area collecting of the sample. Geographical proximity and similarity of the area where passion fruit had been collecting and based on the color of the fruit do not guarantee the genetic relationship of passion fruit by RAPD.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Markisa (Passiflora sp.) merupakan salah satu jenis buah hortikultura yang

berpotensi besar dalam perdagangan buah di pasar dunia. Buah dari genus

Passiflora ini memiliki hal-hal yang menarik seperti memiliki bentuk dan warna

yang eksotis dan memiliki aroma yang khas (Ashari, 1995), selain itu memiliki

penarik di bidang farmatik seperti sebagai obat penenang, antipasmodik dan

antibakterial serta insektisida (Fajardoet al., 1998). Markisa merupakan tanaman

penting baik secara ekonomi maupun sosial, dan telah banyak dilakukan

penelitian untuk mengembangkan varietas yang adaptif terhadap sistem tanam dan

kondisi iklim yang berbeda (Nasutionet al.,2011).

Tanaman markisa bukanlah tanaman asli Indonesia, tetapi merupakan

tanaman yang berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil, yang menyebar sampai

ke Indonesia. Di negara asalnya markisa tumbuh liar di hutan-hutan basah yang

mempunyai ratusan spesies. Di Indonesia, markisa mulai dibudidayakan sejak

tahun 2003, karena sebelum tahun 2003 keberadaan dan manfaatnya belum bagitu

disadari masyarakat Indonesia. Ada beberapa provinsi di Indonesia yang

membudidayakan markisa yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung dan

Sulawesi Selatan, namun yang menjadi sentra terbesar produksi markisa adalah

Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan (BPPHP, 2004).

Jenis markisa yang dikembangkan di Sumatera Utara pada umumnya

adalah markisa ungu (P. edulis) yang akan diolah menjadi minuman berupa jus

ataupun sirup, namun ada juga markisa yang dibudidayakan untuk konsumsi

langsung yang sering juga disebut buah meja yaitu markisa konyal (P. ligularis)

(Karmila, 2013). Di Indonesia ada 3 jenis markisa yang telah dibudidayakan,

meliputi markisa asam dengan kulit buah berwarna ungu (Passiflora edulis f.

edulis Sims.), markisa asam dengan kulit buah kuning (P. edulis f. flavicarva

(16)

2

ada 4 varietas unggul markisa yang sudah dilepas yaitu markisa asam varietas

Malino dari Sulawesi Selatan tahun 2000, markisa asam varietas Berastagi tahun

2000, markisa manis varietas Super Solinda dan Gumanti tahun 2001 yang

merupakan hasil seleksi indigenos, sedangkan kegiatan pemuliaan tanaman

markisa untuk mendapatkan varietas unggul belum banyak dilakukan

(Karsinahet al.,2007).

Ketersediaan varietas unggul merupakan syarat yang harus dipenuhi pada

era industrialis pertaniaan dan liberalis perdagangan. Varietas unggul dapat dirakit

jika tersedia plasma nutfah atau sumberdaya genetik yang mempunyai karakter

sesuai dengan yang dikehendaki (Karsinah et al.,2007). Salah satu kendala dalam

perbaikan mutu tanaman adalah terbatasnya koleksi plasma nutfah dan informasi

genetik tanaman (Langga et al., 2012), oleh karena itu diperlukan

langkah-langkah dalam upaya penyediaan materi genetik dalam memperbaiki tanaman

dengan cara eksplorasi, konservasi dan evaluasi (Karsinahet al.,2007). Salah satu

usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu markisa adalah dengan

menganalisis sumberdaya genetik markisa secara molekuler (Langgaet al.,2012).

Informasi berdasarkan analisis molekuler diharapkan mampu menjawab

permasalahan dalam karakterisasi tanaman markisa yang ada di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian genetik markisa dengan menggunakan

penanda molekuler perlu dilakukan. Penanda molekuler yang dapat digunakan

adalah penanda DNA yang berupa fragmen/pita-pita DNA. Penelitian penanda

DNA lebih akurat karena tidak dipengaruhi lingkungan (Yasminingsih, 2009).

Penanda Random amplified polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah

satu penanda DNA berbasis PCR yang banyak digunakan dalam mengidentifikasi

keanekaragaman pada tingkat intraspesies maupun antarspesies

(Fajardo et al., 1998). Teknik ini mendeteksi polimorfisme ruas nukleotida pada

DNA dengan menggunakan sebuah primer tunggal yang memiliki rangkaian

nukleotida acak. Marka RAPD bersifat lebih sederhana dibandingkan marka

lainnya seperti mikrosatelit atau simple sequence repeat (SSR), restriction length

polymorphism (RLFP), ataupun amplified length polymorphism (AFLP)

(Bardakchi, 2001). Hal ini dikarenakan teknik RAPD tidak memerlukan informasi

(17)

memerlukan probe DNA yang spesifik.

Studi keanekaragaman genetik dari genusPassifloradengan menggunakan

penanda RAPD telah dilakukan (Fajardo et al., 1998; Crochemore et al., 2003;

Viana et al., 2003).Di Indonesia, studi keanekaragaman genetik Passiflora telah

dilakukan dengan menggunakan penanda ISSR (Nasution et al., 2011) yang

meneliti 13 aksesi markisa yang berasal dari kebun petani markisa yang ada di

Sulawesi Selatan. Studi keanekaragaman genetik Passiflora yang terdapat di

Sumatera Utara dengan menggunakan penanda RAPD sampai saat ini belum ada

informasi, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui

keanekaragaman genetik markisa yang terdapat di Sumatera Utara.

1.2. Permasalahan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keanekaragaman

genetik markisa (Passiflora sp.) yang terdapat di Sumatera Utara berdasarkan

penanda molekular RAPD?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

keanekaragaman genetik markisa (Passiflorasp.) yang terdapat di Sumatera Utara

dengan menggunakan analisis RAPD dan mengelompokkannya berdasarkan pola

pita yang tampak pada analisis RAPD.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah tingginya keanekaragaman genetik markisa

yang terdapat dari Sumatera Utara berdasarkan analisis RAPD.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data molekuler markisa yang

terdapat dari Sumatera Utara dengan menggunakan analisis RAPD yang

(18)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Markisa

Markisa mula-mula disebut passion fruit. Menurut sejarah, tanaman markisa

berasal dari daerah tropis Amerika Selatan, tepatnya di daerah Brazil, Venezuela,

Kolumbia, dan Peru. Di Indonesia, markisa banyak ditanam di dataran tinggi di

Goa, Malino, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara (Sunarjono, 1997). Buah

markisa yang pertama kali dikenal ditempat asalnya adalah markisa kuning dan

markisa ungu (Rukmana, 2003).

Klasifikasi botani tanaman markisa adalah sebagai berikut (Sharma, 1993):

Kingdom :Plantae

Divisio :Spermatophyte

Sub divisi :Angiospermae

Kelas :Dicotiledoneae

Ordo :Paretales

Famili :Passifloraceae

Genus :Passiflora

Spesies :Passiflorasp.

Di Indonesia terdapat empat jenis markisa yang dibudidayakan, yaitu

markisa ungu (Passiflora edulis),markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa),

markisa erbis (Passiflora quadrangularis), dan markisa konyal (Passiflora

ligularis).

2.1.1. Markisa Asam (Siuh)

Markisa asam (Passiflora edulis Sims.) mempunyai nama umum granadillaatau.

Passion fruit yang termasuk dalam famili Passifloraceae. Diperkirakan ada 500

spesies Passiflora dalam famili ini, diantara ciri-ciri tersebut P. edulis Sims.

memiliki ciri-ciri spesifik markisa. Menurut LITBANG (2010), dalam spesies ini

(19)

a. Forma edulis atau forma ungu dikenal dengan markisa ungu. Yang termasuk

dalam forma ini adalah markisa asam dengan kulit buah berwarna ungu (purple),

merah (red), dan hitam (black granadilla) disebut juga siuh atau purple passion

fruit (P. edulis f. edulis Sims.). Markisa ini merupakan bahan baku utama industri

pengolahan sari buah markisa dan sirup konsentrat.

b. Forma flavicarpa atau forma kuning dikenal dengan markisa kuning, yaitu

markisa asam dengan kulit buah berwarna kuning disebut juga rola atau yellow

passion fruit (P. edulisSimsf. flavicarpaDeg.).

Markisa ungu berasal dari Brazil bagian Selatan yaitu Paraguay hingga

Argentina bagian Utara, sedangkan asal markisa kuning tidak diketahui mungkin

berasal dari Amazon wilayah Brazil, hibrid antara P. edulis dan P. ligularis,

namun studi secara sitologi tidak menunjukkan teori hibrid. Pendapat lain

menyatakan bahwa markisa kuning berasal dari Australia. Pada tahun 1930-1950

markisa ungu dan kuning telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Di sebagian

besar negara-negara penghasil markisa, kultivar-kultivar markisa kuning yang

umumnya dibudidayakan. Di Indonesia markisa asam yang telah dibudidayakan

secara komersial adalah markisa ungu. (LITBANG, 2010).

2.1.2. Markisa Manis (Konyal)

Selain markisa asam, di Indonesia juga terdapat markisa manis yang sering

disebut pula dengan markisa konyal (Passiflora ligularis). Markisa konyal

merupakan spesies umum yang berasal dari Brazil dan menyebar ke daerah tropis

dan subtropis, termasuk Indonesia. Markisa konyal banyak dijualbelikan sebagai

buah segar di tempat-tempat tertentu karena rasanya manis walaupun aromanya

relatif tidak ada. Sentra produksi markisa ini adalah di Kabupaten Solok,

Sumatera Barat dengan lahan 2.710 ha dan produksi sebanyak l2.710 ton pada

tahun 1997 (Karmila, 2013).

2.1.3. MarkisaGiant(Erbis)

Di Indonesia terdapat markisa dengan ukuran besar yang disebut juga

dengan erbis (Passiflora quadrangularis L.) atau markisa sayur. Buah erbis ini

(20)

6

dan buahnya hanya untuk sari buah segar (Sunarjono, 1997).

2.2. Morfologi dan Syarat Tumbuh Markisa

2.2.1. Morfologi Markisa

Markisa merupakan tumbuhan semak atau pohon yang hidup menahun (perennial)

dan bersifat merambat atau menjalar hingga sepanjang 20 meter atau lebih.

Batang tanaman berkayu tipis, bersulur dan memiliki banyak percabangan yang

kadang-kadang tumbuh timpang tindih, Pada stadium muda, cabang tanaman

berwama hijau dan setelah tua berubah menjadi hijau kecoklatan. Daur, tanaman

sangat rimbun, tumbuh secara bergantian pada batang atau cabang. Tiap helai

daun bercaping tiga dan bergerigi, berwarna hijau mengkilap (Rukmana, 2003).

Semua jenis markisa termasuk penyerbuk silang melalui lebah madu. Meskipun

demikian, penyerbukan sendiri masih dapat berlangsung baik (Sunarjono, 1997).

Tanaman markisa yang berasal dari buah mulai berbuah setelah umur 9-10

bulan, sedangkan yang berasal dari stek, mulai berbuah dari awal, yaitu sekitar 7

bulan. Buah markisa digolongkan kedalam buah klimaterik karena pola respirasi

markisa meningkat seiring dengan perubahan pigmen warna dan gas volatile

tertentu. Respirasi dan produk etilen akan menurun saat buah mencapai tingkat

kematangan penuh dan mulai mengalami pembusukan (Karmila, 2013).

2.2.2. Syarat Tumbuh Markisa

Menurut Danarto et al. (2012), untuk dapat tumbuh dan berproduktivitas baik,

tanaman markisa mempunyai kekhususan persyaratan tumbuh. Faktor yang

terpenting dalam menentukan pertumbuhan markisa adalah sebagai berikut:

a. Lokasi

Tanaman markisa merupakan tanaman subtropis, sehingga jika ditanam di

Indonesia harus di daerah-daerah yang mempunyai ketinggian antara 800-1.500 m

dpl dengan curah hujan minimal 1.200 mm/tahun, kelembaban nisbi antara

80-90%, suhu lingkungan antara 20-30 °C, dan tidak banyak angin.

b. Tanah

Tanaman markisa dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, terutama pada yang

(21)

berdrainase baik dengan ketinggian tanah antara 600-1.500 m dpl. Jika markisa

ditanam pada ketinggian di bawah 600 dpl maka produktifitas tanaman markisa

akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan daerah dengan ketinggian

tersebut lama penyinaran matahari lebih rendah, serta suhu lingkungan juga

kurang mendukung sehingga menghambat pembungaan.

2.3. Marka Molekuler

Variasi teknik molekuler sangat beragam tergantung cara pelaksanaan untuk

mendapatkan data maupun tingkatan target data yang diinginkan. Salah satu cara

untuk mendapatkan data yang sering digunakan pada saat ini adalah dengan

menggunakan marka/penanda. Dari sejarah perkembangannya, penanda/marka ini

dapat dikelompokkan sebagai penanda morfologi, penanda sitologi, dan penanda

molekular. Penanda molekular dapat dibedakan menjadi penanda isozim dan

penanda DNA (Nuraida, 2012). Penggunaan penanda molekuler berupa DNA

digunakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang biologi

molekuler. Penanda ini telah digunakan sejak tahun 1980-an, merupakan

pendekatan untuk lebih meningkatkan informasi genetik yang belum dapat

diperoleh dengan penanda protein (Langga et al., 2012). Marka molekuler yang

berbasis DNA jenisnya sangat banyak dan mempunyai variabilitas yang besar,

sedangkan marka yang berbasis protein memiliki keragaman yang lebih rendah

(Warta Biogen, 2008). Marka molekuler yang pertama kali dikenal adalah marka

protein yang secara genetik dikenal sebagai marka isozim. (Yasminingsih, 2009).

Menurut Nuraida (2012), suatu penanda (marker) adalah suatu karakter

atau sifat yang dapat diturunkan atau diwariskan pada keturunannya dan dapat

digunakan untuk mengkarakteristik/mendeteksi genotip tertentu. Penanda

molekular merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah

diaplikasi secara luas dalam program pemuliaan tanaman. Pemanfaatan marka

DNA sebagai alat bantu seleksi Marker Assisted Selection (MAS) lebih

menguntungkan dibandingkan dengan seleksi secara fenotipik. Seleksi dengan

bantuan marka molekular didasarkan pada sifat genetik tanaman saja, tidak

dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Azrai, 2005). Pemilihan jenis marka

(22)

8

kesesuaiannya dengan fasilitas dan materi yang dimiliki untuk melakukan seleksi.

Penyiapan atau purifikasi gen target juga sangat menentukan keberhasilan dari

seleksi yang dilakukan (Syafaruddin & Santoso, 2011).

Jenis marka molekular pada tanaman ada dua yaitu penanda mendasarkan

teknik PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR. Penanda molekular yang

mendasarkan teknik PCR antara lain RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan SSR (Simple

Sequence Repeats) yang lebih mendasarkan pada sequencing DNA. Sedangkan

penanda molekuler yang tidak mendasarkan teknik PCR hanya ada satu jenis yaitu

RLFP (Restriction Fragment Length Polymorphism) (Azrai, 2005). Setiap

penanda molekuler memiliki teknik yang berbeda-beda baik dalam hal jumlah

DNA yang dibutuhkan, dana, waktu, prosedur pelaksanaan, tingkatan

polimorfisme dan pengujian secara statistik. Penanda tersebut masing-masing

mempunyai kelebihan dan kelemahan, oleh karena itu kombinasi beberapa teknik

akan memberikan data yang lebih komprehensif dan akurat. Penentuan teknik

yang digunakan sangat penting untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang

diinginkan. Umumnya strategi pemilihan teknik berdasarkan pada tujuan studi,

ketersediaan dana dan fasilitas serta kemampuan sumber daya manusia

(Afifah, 2012).

2.4. Penanda Molekuler RAPD

Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan salah satu

metode yang dapat digunakan dalam analisis DNA tanaman dengan menggunakan

alat Polymerase Chain Reaction (PCR). Alat ini berguna mengamplifikasi DNA

hasil ekstraksi dalam jumlah kecil dan waktu singkat. Penanda molekular RAPD

dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in vitro dengan PCR

(Williamet al.,1990).

Dasar polimorfisme DNA berdasarkan Polymerase Chain Reaction (PCR)

menggunakan primer tunggal dari urutan nukleotida acak dan terdeteksi sebagai

produk amplifikasi segmen DNA acak. Polimorfisme, disebut juga dengan

random amplified polymorphic DNA (RAPD marker) yang membedakan antara

(23)

berdasarkan untaian primer (Javornik & Kump, 1993). Menurut Syafaruddin &

Santoso (2011), RAPD adalah penanda berbasis PCR dengan menggunakan 10

basa primer acak. Teknik RAPD tidak memerlukan informasi awal tentang urutan

basa suatu spesies. Yang diperlukan adalah DNA yang relatif murni dan dalam

jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan RFLP. Oleh karenanya RAPD

dapat diterapkan pada hampir semua jenis tanaman. DNA sebagai pembawa

informasi genetik terdapat dalam sel khususnya di dalam inti sel dan untuk

mendapatkannya dapat dilakukan dengan proses ekstraksi, sehingga, memudahkan

untuk mengidentifikasi DNA yang disebut isolasi DNA (Langgaet al.,2012).

Metode RAPD merupakan pengembangan teknik PCR untuk mendeteksi

keanekaragaman genetik atau mengidentifikasi potongan DNA spesifik yang

berkomplementer dengan DNA cetakan. RAPD bertujuan untuk menghasilkan

banyak copy dari DNA eetakan. Potongan-potongan acak yang umumnya

berukuran antara 250-2000 pasangan basa (bp) diamplifikasi menggunakan PCR

dengan primer tunggal, yang pada umumnya berukuran 10 pasang basa. Reaksi

RAPD umumnya menghasilkan 3-10 potongan DNA. Produk amplifikasi

biasanya dianalisis dengan elektroforesis pada gel agarosa yang dilanjutkan

pengecatan denganethidium bromide(Yasminingsih, 2009).

PCR adalah suatu metode untuk melipat gandakan suatu pita DNA secara

in vitro. Metode PCR dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1986

(Irawan, 2008). Proses terjadinya reaksi amplifikasi melalui tiga tahapan yaitu, (a)

denaturasi, merupakan proses awal yang dilakukan dengan pemanasan hingga

96°C selama 30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi

utas tunggal, (b) annealing, setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturunkan

ke kisaran 40-60°C selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi

primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan

sekuen primer, (c) ekstension/elongasi, merupakan proses akhir dimana dilakukan

dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase,

biasanya 70-72°C. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP

yang sesuai pada pasangannya. Jika basa pada template adalah A, maka akan

dipasang dNTP T, begitu seterusnya (pasangan A adalah T, dan C dengan G).

(24)

10

ekstensi bergantung pada panjangnya daerah yang akan diamplifikasi, secara

umumnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp (Erlich, 1989). Tiga langkah

tersebut merupakan satu siklus PCR. Proses ini disebut chain reactionatau reaksi

berantai sebab hasil dari langkah ke tiga, yaitu dua pita ganda, masing-masing

akan menjalani siklus PCR, mengalami denaturasi, annealing, dan pemanjangan

lagi dan demikian seterusnya. Karena setiap hasil daur selalu melakukan reaksi

ulang yang sama inilah maka disebut reaksi berantai (Irawan, 2008).

Prosedur penggunaan RAPD ini mempunyai keutungan seperti sederhana,

mudah dalam hal preparasi, dapat dilakukan secara maksimal untuk sampel dalam

jumlah banyak, jumlah DNA yang diperlukan relatif sedikit, dan pengerjaannya

tidak menggunakan senyawa radioaktif (Syafaruddin & Santoro, 2011). Menurut

Anggraeni (2008), penanda RAPD memiliki beberapa kelebihan, diantaranya

tidak membutuhkan latar belakang pengetahuan genom yang akan dianalisis,

primer universal dapat digunakan untuk organisme prokariotik maupun eukariotik,

mampu menghasilkan karakter yang relatif lebih murah, mudah dalam preparasi,

dan memberikan hasil lebih cepat dibandingkan dengan analisis keragaman

molekulernya. Kelebihan lain yang lebih spesifik adalah teknik RAPD lebih

sederhana, yaitu: (1) DNA tidak perlu dipotong dengan enzim restrikasi, (2)

sampel DNA yang diperlukan relatif sedikit, (3) tidak perlu memindahkan DNA

ke membran nilon, (4) tidak memerlukan hibridisasi DNA dan (5) tidak

memerlukan prosedurlabeling.

Penanda RAPD telah berhasil digunakan untuk tujuan dalam bidang

pemuliaan tanaman antara lain: (1) penyusunan peta genetik, (2) analisis struktur

genetik populasi, (3) sidik jari individu, (4) pemetaan sifat-sifat, dan (5) penanda

khas pada bagian genom (Yasminingsih, 2009). Penanda RAPD telah banyak

digunakan untuk mempelajari keanekaragaman genetik seperti, jeruk (Karsinahet

al., 2002), jarak pagar (Yasminingsih, 2009), mentimun (Julisaniah et al., 2008)

dan kelapa (Roslim, 2003).

(25)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014 hingga Februari 2015 di

Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Genetika, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah water bath, shaker, spin down,

nanophotometer, UV transluminator, PCR (Polymerase Chain Reaction),

elektroforesis, sentrifugasi, freezer, pipet mikro, tip, mortar dan porselin, hot

plate, autoklaf, neraca analitik, tabung ependorf, erlenmeyer, alumunium foil,

gunting, kertas label.

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk daun

markisa. Bahan kimia yang digunakan adalah buffer ekstraksi CTAB (100 mM

Tris HCL, 4M Nacl, 20 mM EDTA, 3% CTAB, 6% PVP dan 0,2% β

-merkaptoetanol), Kloroform, Isoamilalkohol, Isopropanol, Alkohol 70%, 5 M

NaCl, sodium asetat, Fenol, Buffer TE, TAE 1X, Agarose, Promega GoTaq®

Green Master Mix, ddH20 steril, primer RAPD (Tabel 3.1.),Ethium bromide1%,

Loading dye6X, RNA-se, Proteinase-K.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengkoleksian Sampel

Sampel tanaman markisa dikoleksi dari 4 kabupaten di Sumatera Utara

yaitu kabupaten Karo, kabupaten Simalungun, kabupaten HUMBAHAS

(Humbang Hasundutan) dan kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah

pembudidaya tanaman markisa secara komersial. Jenis markisa yang dikoleksi

(26)

12

(Passiflora edulis f. flavicarpa Deg.), markisa asam merah (Passiflora edulis f.

edulis Sims.), markisa konyal (Passiflora ligularis L.), markisa erbis (Passiflora

quadrangularis), F1 (markisa ungu besar hasil persilangan antara markisa ungu

dengan markisa merah) dan markisa liar (Passiflora foetida) (Lampiran 1.).

3.3.2. Isolasi DNA

DNA diisolasi dari bagian daun yang masih muda (bagian pucuk) dengan

menggunakan metode CTAB (Doyle & Doyle, 1990) yang dimodifikasi oleh Lade

et al. (2014), Sebanyak 0,5 g daun muda digerus dalam cawan porselin dengan

menambahkan 1 ml buffer CTAB (100 mM Tris HCL, 4M Nacl, 20 mM EDTA,

3% CTAB, 6% PVP dan 0,2% β-merkaptoetanol) tanpa menggunakan nitrogen

cair. Hasil gerusan dipindahkan kedalam tabung eppendorf 2 ml. Ditambahkan

RNase 1 µl dari 10 mg/ml kemudian inverted dan diinkubasi pada suhu 37 oC

selama 15 menit. Kemudian ditambahkan 10 µl Proteinase-K (1 mg/ml) dan

diinkubasi dalam waterbath pada suhu 65 oC selama 1 jam (inverted 15 menit

sekali), setelah itu didiamkan di suhu ruang.

Proses pemurnian diawali dengan penambahan klorofom: isoamilalkohol

(24:1) hingga mencapai 1 kali volume sampel, kemudian dihomogenkan dengan

dibolak-balik (inverted) kemudian disentrifuse (eppendorf centrifuge 5430R)

dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 °C. Supernatan

diambil dengan pipet mikro dan dipindahkan ke eppendorf baru yang steril.

Ditambahkan 5 M NaCl sebanyak setengah volume supernatan dan diinkubasi di

es selama 15 menit. Sodium asetat ditambahkan sebanyak 1/10 volume supernatan

dan isopropanol dingin sampai tube penuh (inverted secara perlahan, dilihat

adanya benang-benang halus dari DNA).Selanjutnya larutan tersebut diendapkan

dengan cara diinkubasi pada suhu -20 °C selama 1 jam. Larutan disentrifuse

(eppendorf centrifuge 5430R)dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada

suhu 4 °C, dan cairan dibuang hingga terlihat endapan DNA berupa pelet pada

ujung eppendorf. Endapan yang merupakan DNA dicuci dengan alkohol/EtOH

70%, kemudian disentrifuse (eppendorf centrifuge 5430R) kembali dengan

kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C. Alkohol/EtOH dibuang

(27)

telah kering dilarutkan dengan ddH20 steril.

3.3.3. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA

Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan untuk melihat konsentrasi dan

kemurniannya dengan menggunakan nanophotometer (IMPLEN P-360

NanoPhotometer P-Class) dan elektroforesis (C.B.S. Scientific EPS-300 X)

dengan menggunakan gel agarose 0,8%. Dilakukan dengan menimbang 0,32 g

bubuk agarose dan menambahkan 40 ml TAE 1X kemudian dipanaskan dengan

hot plate sampai mendidih/ warna larutan menjadi bening. Larutan agarose

didinginkan sampai suhu ± 60 °C, kemudian dituangkan kedalam cetakan

elektroforesis yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai memadat. Selanjutnya,

larutan TAE 1X dimasukkan kedalam bak elektroforesis sampai gel agarose

terendam. Sampel DNA yang akan diuji diambil sebanyak 5 µl dan ditambahkan

loading dye 6X sebanyak 1 µl, selanjutnya sampel yang telah disiapkan

dimasukkan dalam sumur gel dan dielektroforesis selama 30 menit pada voltase

70 V dan 100 mA. Hasil elektroforesis tersebut diwarnai dengan melakukan

perendaman pada larutan ethidium bromide (EtBR 1%) selama 15 menit

kemudian direndam dalam aquades selama 10 menit. Kualitas DNA hasil

elektroforesis diamati di bawah UV transluminator (G.BOX SYNGENE) dan

didokumentasikan dengan alatKodak gel logicdengansoftware.

Uji kuantitas DNA dilakukan dengan pengukuran Kemurnian dan

konsentrasi DNA dapat dihitung melalui perbandingan A260 nm dan A280 nm

menggunakan nanophotometer (IMPLEN P-360 NanoPhotometer P-Class).

3.3.4. Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPD

Amplifikasi DNA genom markisa dilakukan jika sampel DNA sudah

memenuhi kualitas dan kuantitas yang baik. Amplifikasi dilakukan dalam mesin

PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan 7 primer acak (Tabel 3.1.).

(28)

14

Tabel 3.1. Primer acak yang digunakan untuk analisis RAPD

No. Nama Primer Sekuen Primer

5’---3’ Referensi

1. Akansha 7 CCTGGGTTCC Aukaret al., 2003 2. OPA 04 AATCGGGCTG Crochemoreet al.,2003 3. OPB 08 GTCCACACGG Crochemoreet al.,2003 4. OPB 18 CCACAGCAGT Crochemoreet al.,2003 5. OPB 20 GGACCCTTAC Crochemoreet al.,2003 6. OPB 19 ACCCCCGAAG Crochemoreet al.,2003 7. AB11 GTGCGCAATG Fajardoet al.,1998

Reaksi amplifikasi selanjutnya dilakukan dengan memasukkan tabung yang telah

berisi bahan untuk reaksi PCR ke dalam blok mesin PCR(ependorf vapo protect)

dengan waktu yang digunakan adalah: inisiasi denaturasi 95 °C selama 30 detik,

selanjutnya denaturasi 95 °C selama 1 menit, annealing (suhu optimum primer)

34oC selama 30 detik, dan ekstension pada suhu 72 °C selama 1 menit, diikuti

ekstension akhir pada suhu 72 °C selama 5 menit, pendinginan setelah siklus

selesai pada suhu 4 oC. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 40 siklus. Hasil reaksi

PCR dielektroforesis pada 1,2% gel agarose. Elektroforesis dilakukan selama 90

menit pada tegangan 70 V, 500 mA pada suhu ruang. Pewarnaan hasil

elektroforesis dilakukan dengan merendam agarose dalam larutan ethidium

bromide (EtBR 1%) selama 10 menit. Gel yang telah diwarnai kembali direndam

dalam aquades steril selama 3 menit dan dilanjutkan pengamatan pita hasil

amplifikasi dengan menggunakan uv transiluminator (G.BOX SYNGENE).

Tabel 3.2. Bahan untuk satu kali reaksi PCR

No. Komponen PCR Volume

1. GoTaq® Green Master Mix, 2X 10 µl

2. DNA template (<250 ng) 2 µl

3. Primer (10 pmol/µl) 1 µl

4. Nuclease free water 7 µl

(29)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Pita Polimorfik DNA

DNA hasil PCR diterjemahkan kedalam data biner berdasarkan ada

tidaknya pita, dengan ketentuan nilai 0 (nol) untuk tidak ada pita, dan nilai 1

(satu) untuk adanya pita pada suatu posisi yang sama dari setiap individu yang

dibandingkan. Cara pemberian nilai dapat dilihat pada Gambar 3.1.

No A B C D E No A B C D E

Gambar 3.1. Pola Terjemahan Pita DNA

3.4.2. Analisis Similaritas

Data biner pita DNA diproses dengan bantuan program Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System(NTSYS) ver. 2.11a.Hasil analisis ini

disajikan dalam bentuk pohon dendogram.

(30)

16

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Pita Hasil Isolasi DNA Tanaman Markisa

Hasil isolasi DNA genom dari 31 sampel markisa dielektroforesis pada gel

agarose 0,8%. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kualitas pita DNA yang

diperoleh sehingga dapat digunakan untuk proses PCR. Hasil elektroforesis DNA

genom menunjukkan adanya satu pita utuh pada setiap sumur gel.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

M 16 17 18 19 20 21 2 2 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Gambar 4.1. Hasil elektoforesis DNA genom dari 30 sampel markisa menggunakan gel agarose 0,8%. Nomor 1-30 = aksesi markisa (Lampiran 1.)

Pita utuh DNA genom ini ditandai dengan tidak adanyasmear(DNA tidak

terdegradasi dan terkontaminasi). Ukuran pita DNA genom yang didapat adalah

diatas 10000 bp. Menurut Aulia (2014), ciri DNA yang utuh pada elektroforesis

adalah DNA dapat bermigrasi pada pori-pori agarose dalam buffer pada arus

tertentu dan tidak tercacah (smear). Menurut Syafaruddin & Santoso (2011), DNA

yang utuh ditandai dengan tidak adanyasmearDNA yang dielektroforesis. Hal ini

10000 bp

(31)

menjadi penting karena pada proses PCR, DNA yang masih utuh akan lebih

memberikan hasil yang relatif lebih akurat.

Hasil pengukuran kuantitas dan kemurnian dari 31 DNA genom markisa

dengan nanofotometer (IMPLEN P-360 NanoPhotometer P-Class) menunjukkan

kemurnian DNA yang baik dan kuantitasnya yang cukup (Lampiran 2).

Kemurnian yang diperoleh berkisar antara 1,368-2,112. Menurut Sambrook &

Russel (1989), batas kemurnian yang biasa digunakan dalam analisis molekuler

pada rasio A260 /A280adalah 1,8-2,0. Kemurnian yang diperoleh tidak semuanya

memenuhi batas kriteria untuk dapat digunakan dalam analisis molekuler (<1,8),

namun pada penelitian yang telah dilakukan oleh Minarsihet al., (2011), terhadap

keragaman genetik Ganoderma spp., nilai kemurnian 1,069 merupakan nilai

terendah tetapi sudah dapat digunakan untuk proses PCR-RAPD. Selain itu pada

penelitian yang telah dilakukan oleh Bayzura (2014) & Aulia (2014) terhadap

tanaman kelapa sawit, nilai kemurnian 1,5 - 1,7 sudah dapat digunakan untuk

melakukan proses PCR-RAPD. Rendahnya nilai rasio A260/A280 (<1,8), dapat

disebabkan oleh kontaminasi protein dan bahan organik lainnya sebaliknya

kontaminasi fenol ditandai dengan tingginya nilai rasio tersebut (>2,0) (Linacero

et al.,1998).

Konsentrasi DNA genom markisa yang diperoleh berkisar antara 42,5

sampai 2552 ng/µl. Konsentarsi DNA yang biasanya digunakan dalam proses

PCR adalah 0,5-50 ng/µl, maka konsentrasi yang didapatkan pada penelitian ini

sudah cukup memenuhi syarat dalam melakukan RAPD. Menurut Haris et al.

(2003), konsentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil

amplifikasi. Konsentrasi DNA yang rendah akan menghasilkan fragmen yang

tipis, sebaliknya konsentrasi DNA yang tinggi akan menyebabkan fragmen

terlihat tebal sehingga sulit membedakan antar fragmen.

4.2. Analisis Profil Pita RAPD Tanaman Markisa

Amplifikasi dengan menggunakan primer RAPD yang dilakukan terhadap DNA

genom markisa menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskor,

(32)

18

dapat mengamplifikasi DNA genom dan menghasilkan pita DNA polimorfik,

sedangkan primer lainnya tidak menghasilkan pita.

Primer yang dapat mengamplifikasi DNA genom pada 31 aksesi yaitu

primer Akansha 7, OPA 04, OPB 08, dan OPB 18 sedangkan primer OPB 19,

OPB 20 dan AB 11 tidak dapat mengamplifikasi pita DNA genom. Menurut

Kumar et al. (2011), ketidakcocokan antara primer dengan template DNA dapat

mengakibatkan ketiadaan total produk PCR. Keempat primer yang menghasilkan

pita DNA polimorfik selanjutnya digunakan untuk mengamplifikasi DNA genom

dari 31 aksesi markisa (Lampiran 3.).

Primer yang digunakan dalam analisis RAPD adalah sintetis

oligonukleotida pendek (10 pasang basa) dengan sekuens acak untuk

mengamplifikasi kuantitas nanogram dari total genomik DNA

(Kumar et al., 2011). Menurut Hannum (2001), RAPD merupakan hasil

berpasangnya nukleotida primer dengan nukleotida genom tanaman, semakin

banyak primer yang digunakan akan semakin terwakili bagian-bagian genom,

sehingga semakin tergambar keadaan genom tanaman yang sesungguhnya.

Perbedaan jumlah dan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan dari setiap primer

menggambarkan kekompleksan genom tanaman yang diamati

(Grattapagliaet al, 1992).

Profil pita DNA pada primer Akansha 7 terhadap 31 aksesi markisa

(Gambar 4.2.) menunjukkan pola pita yang berbeda antar aksesi dengan total pola

pita yang dihasilkan sebanyak 25 pola dengan ukuran475–2279bp.

Hasil amplifikasi menyatakan bahwa dengan penggunaan primer Akansha

7 pada 31 aksesi markisa menghasilkan profil pita yang baik dengan keadaan pita

jelas. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi DNA hasil ekstraksi yang menunjukkan

adanya kesamaan sekuens antara DNA cetakan dengan primer. Menurut Langga

(2012), semakin banyak sekuens yang dapat dikenali oleh primer pada sebuah

(33)

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

M 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

M 25 26 27 28 29 30 31

Gambar 4.2. Profil Pita RAPD tanaman markisa dengan primer Akansha. M= Marker 1kb, nomor 1-31 = aksesi markisa (Lampiran 1.)

Jumlah dan intensitas pita DNA yang dihasilkan setelah amplifikasi

DNA dengan PCR sangat tergantung bagaimana primer mengenal urutan DNA

komplementernya pada cetakan DNA. Hasil amplifikasi DNA tidak selalu

memperoleh pita dan intensitas yang sama. Intensitas pita DNA produk PCR pada

setiap primer sangat dipengaruhi oleh kemurnian dan konsentrasi cetakan DNA.

Cetakan DNA yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan

senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan

pita DNA amplifikasi yang redup atau tidak jelas (Weeden et al., 1992 dalam

Harahap, 2014). Menurut Hannum (2001), jumlah pita DNA yang dihasilkan oleh

setiap primer bergantung pada sebaran situs yang homolog dengan sekuen primer

pada genom.

Keempat primer yang digunakan memperlihatkan bahwa jumlah pita yang

dihasilkan pada setiap primer berbeda. Dari keempat primer tersebut

(34)

20

yang dihasilkan bervariasi yaitu 229-2279 bp. Persentase pita polimorfik sebesar

100% (akansha 7, OPA 04, OPB 08) dan 94% pada primer OPB 18.

Tabel 4.1. Persentase Pita Polimorfik pada 4 primer

No. Nama

Jumlah dan ukuran pita tertinggi terdapat pada primer Akansha 7 yang berjumlah

25 pita pada ukuran sekitar lebih dari 2279 bp, sedangkan jumlah dan ukuran pita

terendah terdapat pada primer OPB 18 dengan jumlah 13 pita pada ukuran 229 bp

Primer Akansha 7 menghasilkan 25 pita DNA dengan persentase

polimorfik sebesar 100%, pada penelitian Lade et al. (2014), dari 10 primer Akansha yang dioptimasi untuk mengamplifikasi DNA markisa liar (P. foetida),

primer Akansha 7 merupakan primer dengan angka amplifikasi tertinggi yaitu 9

pita fragmen.

Primer OPA 04, OPB 08, dan OPB 18 menghasilkan pita berturut-turut

adalah 19, 13 dan 17 pita. Dari ketiga primer tersebut dapat dibandingkan bahwa

primer OPA 04 merupakan primer yang dapat menghasilkan pita terbanyak. Hal

ini juga ditunjukkan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Crochemoreet al.

(2003), tentang keanekaragaman genetik passion fruit (Passiflora spp.) dengan

penggunaan primer yang sama yaitu primer OPA 04 memperlihatkan angka

amplifikasi tertinggi sebanyak 33 pita, primer OPB 18 mengamplifikasi sebanyak

(35)

4.3. Analisis Keanekaragaman Genetik Tanaman Markisa

4.3.1. Analisis Hubungan Genetik Markisa Ungu (Passiflora edulis)

Hubungan genetik setiap populasi tanaman markisa ungu dalam penelitian ini

dapat ditentukan berdasarkan kemiripan genetik antar individu tanaman dalam

populasi yang sama dan antar populasi yang berbeda dengan cara membandingkan

pita RAPD dari setiap individu tanaman.

Hasil analisis pengelompokan aksesi markisa ungu yang dikoleksi dari 3

kabupaten berdasarkan penanda RAPD dengan 4 primer yang terseleksi, dibuat

matriks kemiripan genetik berdasarkan Coefficient Dice antar individu markisa

ungu (Lampiran 4). Koefisien kemiripan genetik pada aksesi markisa ungu

berkisar antara 0,97-0,58. Kemiripan genetik tertinggi terdapat pada kabupaten

HUMBAHAS antara aksesi MUH1 dengan MUH2 sebesar 0,97 (97%). Hal ini

menunjukkan bahwa aksesi MUH1 dengan MUH2 berkerabat dekat.

Berdasarkan kemiripan genetik secara grafik yang diperlihatkan dalam

bentuk dendogram (Gambar 4.3.) dapat dilihat bahwa aksesi markisa ungu

mengelompok berdasarkan wilayah pengkoleksiannya. Hal ini mengindikasikan

bahwa markisa ungu pada wilayah yang sama memiliki latar belakang genetik

yang cukup dekat.

Aksesi markisa ungu dari kabupaten Simalungun mengelompok pada

kemiripan genetik yang lebih tinggi dibandingkan dua kabupaten lainnya yaitu

90,5%, hal ini mencermikan bahwa hubungan genetik antar individu pada

kabupaten tersebut lebih dekat. Pada kemiripan genetik 82,5% aksesi markisa

ungu dari kabupaten HUMBAHAS dan Simalungun mengelompok, dan pada

akhirnya bergabung dengan markisa ungu dari kabupaten Karo pada kemiripan

genetik 80%. Hal ini menunjukkan bahwa markisa ungu dari kabupaten

HUMBAHAS mempunyai hubungan genetik yang lebih dekat dengan markisa

(36)

22

Gambar 4.3. Dendogram kemiripan genetik markisa ungu (Passiflora edulis) berdasarkan 4 primer RAPD. MU = markisa ungu; MW= markisa liar. H= HUMBAHAS; S= Simalungun; K= Karo.

Analisis pengelompokkan pada aksesi markisa ungu ini memperlihatkan

bahwa setiap individu mengelompok berdasarkan wilayah pengkoleksiannya. Hal

ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan lingkungan tempat tumbuh

pada setiap wilayah pengkoleksian, sehingga dapat mempengaruhi genetik dari

markisa tersebut. Menurut Viana et al. (2006), dalam penelitiannya tentang

keanekaragaman genetik markisa kuning yang dikoleksi dari tiga lokasi yang

berbeda menunjukkan bahwa markisa kuning mengelompok pada setiap

populasinya. Individu pada populasi yang sama, bekerja dan

bersaing/berkompetisi, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya

tumbuh, sehingga menunjukkan kesamaan genetik antar individu. Dari hasil

penelitian yang dicapai, markisa kuning pada satu populasi mempunyai

heritabilitas sekitar 92% untuk jumlah sifat dari buah pada populasi yang sama.

Menurut Falconer (1987)dalam Vianaet al.(2006), satu genotip yang dievaluasi

dari lingkungan yang berbeda akan membentuk kelompok yang berbeda sesuai

lingkungannya. Perbedaan lingkungan menunjukkan adanya perbedaan respon

(37)

markisa pada penelitian ini mengelompok pada koefisien kemiripan genetik 80%

kemudian terpisah berdasarkan masing-masing kabupaten.

Pengelompokkan individu-individu tanaman markisa berdasarkan

kemiripan genetik, tidak bisa hanya dari kesamaan warna buahmya saja. Seperti

yang telah dilakukan dalam penelitian Hannum (2001), terhadap hubungan

genetik kelapa genjah yang berwarna buah hijau (populasi kelapa genjah GHJ dan

GHN) memperlihatkan bahwa masing-masing individu populasi kelapa

mengelompok pada populasi masing-masing pada kemiripan genetik 83%, kedua

populasi itu hanya mempunyai kemiripan genetik 69%.

Keanekaragaman genetik pada satu spesies dari suatu populasi dipengaruhi

oleh sejumlah faktor evolusi, termasuk sistem persilangan, penyebaran biji, aliran

gen, seleksi alam, dan jangkauan geografis (Hamrick & Godt, 1989), sehingga

keanekaragaman genetik Passiflora cukup luas karena adanya penyebaran

geografis dari setiap genusnya. Menurut Lopes (1991), hal ini disebabkan karena

dalam kebanyakan kasus, produsen markisa memproduksi sendiri bibit baik dari

biji yang dikumpulkan dilingkungan mereka atau dari buah-buahan segar yang

dibeli dipasar yang tidak diketahui asalnya. Akibatnya hubungan genetik yang

dekat dapat diamati diantara aksesi markisa yang plasma nutfahnya dikoleksi dari

lokasi yang sama atau origin (pedigree) yang sama tetapi dari lahan yang berbeda.

4.3.2. Analisis Hubungan Genetik Markisa (Passiflora spp.) dari Sumatera Utara

Hasil analisis pengelompokan 31 markisa (markisa asam ungu (Passiflora edulis),

markisa asam kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa Deg.),markisa asam merah

(Passiflora edulis f. edulis Sims.), markisa konyal (Passiflora ligularis),markisa

erbis (Passiflora quadrangularis), F1 (markisa ungu besar hasil persilangan antara

markisa merah dengan markisa ungu) dan markisa liar (Passiflora foetida L.))

yang dikoleksi dari 4 kabupaten berdasarkan penanda RAPD dengan 4 primer

acak ditampilkan dalam bentuk dendogram (Gambar 4.4.).

Keseluruhan markisa pada penelitian ini mengelompok pada koefisien

kemiripan genetik 80% kemudian terpisah berdasarkan masing-masing kabupaten.

Markisa asal kabupaten Karo terpisah dari 2 kabupaten lainnya dan mengelompok

(38)

24

Tapanuli Utara membentuk satu kelompok pada kemiripan genetik 82,3%

kemudian memisah pada kemiripan 86,8%.

Gambar 4.4. Dendogram kemiripan genetik markisa (Passiflora sp.) berdasarkan 4 primer RAPD. MU = markisa ungu; MK= markisa kuning, MM= markisa merah; ML= markisa konyal; MG= markisa giant/erbis; MW= markisa liar; dan MF= markisa F1. H= HUMBAHAS; T= Tapanuli Utara; S= Simalungun; K= Karo. = markisa kuning;

= markisa merah; = markisa beda spesies (markisa giant/erbis & markisa konyal); = markisa ungu

Markisa asal kabupaten Simalungun mempunyai hubungan genetik yang

lebih dekat dengan markisa asal kabupaten Humbahas dan Tapanuli Utara,

dibandingkan dengan markisa asal kabupaten Karo. Populasi markisa yang jarak

geografisnya lebih dekat (markisa dari kabupaten Simalungun dengan kabupaten

Karo) ternyata mempunyai hubungan genetik yang lebih jauh dibandingkan

markisa yang jarak geografisnya lebih jauh (kabupaten Simalungun dengan

kabupaten HUMBAHAS dan Tapanuli Utara). Menururt Hannum (2001), dalam

penelitian mengenai hubungan genetik kelapa genjah, menyatakan bahwa jauh

dekatnya daerah asal tidak menjamin jauh dekatnya hubungan genetik kelapa

genjah. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Pandin (2000) dalam Hannum

(39)

(2001), yang diamati pada kelapa Dalam Mapanget (DMT) dan Dalam Tenga

(DTA) yang jarak geografis daerah asalnya lebih dekat dari pada daerah asal

kelapa Dalam Palu (DPU), ternyata mempunyai kemiripan genetik yang lebih

rendah dibandingkan dengan kemiripan genetik antar DMT dan DPU, dan antar

DTA dan DPU berdasarkan primer acak RAPD.

Pada dendogram dapat dilihat bahwa pada kabupaten HUMBAHAS dan

Tapanuli Utara, markisa konyal (MLH1) dan markisa asam (MUH1, MUH2,

MUH3, MUH4, MFT1, MKT1, MKT2, MKT3, dan MMT1) memiliki kemiripan

genetik 86,5%. Keseluruhan markisa asam pada kabupaten ini mengelompok dan

memiliki kemiripan genetik 90,5%, tetapi markisa ungu (MUH4) dan markisa

persilangan (MFT1) membentuk satu kelompok dan memisah dari markisa asam

lainnya pada kemiripan genetik 91,9%. Kemiripan genetik markisa tertinggi pada

kabupaten ini adalah 97% yaitu antara markisa asam ungu (MUH1 dan MUH2)

dan markisa asam kuning (MUKT1 dan MUKT2).

Markisa liar (Passiflora foetida L), aksesi MW1, mengelompok bersama

markisa dari kabupaten Simalungun pada kemiripan genetik 88%, tetapi markisa

liar ini memisah dengan aksesi lain yang mengelompok pada kemiripan genetik

90,5% yang mana merupakan jenis dari markisa ungu (Passiflora edulis Sims.).

Hubungan genetik markisa dari kabupaten Simalungun mempunyai kekerabatan

yang cukup tinggi antar individunya.

Pada kabupaten Karo dapat dilihat bahwa pada koefisien kemiripan

genetik 83,9%, markisa (Passiflora sp.) membentuk 3 kelompok yaitu kelompok

markisa asam (MUK, MKK, MMK, MFK), kelompok markisa konyal (MLK1)

dan kelompok markisa giant/erbis (MGK1). Kelompok markisa asam ini memisah

dari 2 kelompok lainnya dan berkelompok pada kemiripan genetik 85,1% dengan

membentuk kembali 3 kelompok yang berbeda yaitu kelompok markisa ungu

(MUK) yang akan membentuk satu kelompok pada koefisien kemiripan 86,4%,

kelompok markisa kuning (MKK), dan kelompok markisa merah (MMK) yang

akan bergabung dengan markisa persilangan (MFK) pada kemiripan genetik

91,9%.

Markisa konyal (Passiflora ligularis) dan markisa giant/erbis (Passiflora

(40)

26

markisa asam (Passiflora edulis), sehingga pada dendogram dapat dilihat adanya

pemisahan koefisien kemiripan genetik diantara ketiganya. Sedangkan markisa

asam dengan spesies yang sama tetapi forma berbeda yaitu markisa merah

(Passiflora edulisf.edulisSIMS), markisa kuning (Passiflora edulisf.flavicarpa)

dan markisa F1 (hasil persilangan antara markisa merah (Passiflora edulif. edulis

Sims.) dengan markisa ungu (Passiflora edulis Sims.) mempunyai kemiripan

genetik sebesar 85,1% - 97% (pada ketiga kabupaten).

Menurut Bellon et al. (2007), pada penelitiannya, aksesi markisa asam

(Passiflora edulis Sims.) ini menunjukkan variabilitas genetik yang tinggi.

Variabilitas yang tinggi ini menunjukkan meskipun taksonomi berasal dari spesies

yang sama (markisa ungu dengan markisa kuning) namun secara genetik berbeda.

Passiflora edulis f. flavicarpa merupakan populasi dari Passiflora edulis yang

diperoleh dari hasil mutasi Passiflora edulis dan bukan dari hasil persilangan

antaraP. edulis dengan spesies lainnya, sehingga pada sistem klasifikasi tanaman

ini didasarkan pada kemiripan morfologi dan genetik (Pope & Degener dalam

Martin & Naksone, 1970).

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Halimas (2014) tentang studi

morfologi dan anatomi markisa, ketiga markisa asam ini memperlihatkan

beberapa ciri kesamaan. Dari analisis kemiripan morfologi yang dilakukan antara

markisa asam merah dan asam kuning didapatkan tingkat kemiripan morfologi

sebesar 69%, sedangkan kemiripan morfologi antara kedua markisa ini dengan

markisa konyal memiliki tingkat kemiripan morfologi sebesar 31 %. Suranto

(2002) menjelaskan bahwa jarak genetik atau hubungan kekerabatan diantara

varieras dapat menggambarkan perbedaan genetik antar varietas. Dalam penelitian

ini juga diketahui bahwa markisa F1 yang merupakan hasil persilangan antara

markisa ungu (P.edulis) dengan markisa merah (P.edulis f. edulis) memiki

(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Analisis RAPD dengan menggunakan 4 primer acak terseleksi pada 31

aksesi markisa dari Sumatera Utara menghasilkan polimorfisme yang cukup tinggi

yaitu 73 pita polimorfik (98%). Markisa (Passiflora spp.) mengelompok pada

masing-masing wilayah pengkoleksiannya. Koefisien kemiripan genetik markisa

berkisar antara 0,80 sampai 0,97. Markisa dengan spesies yang sama tetapi forma

berbeda (P. edulis f.) membentuk satu kelompok yang berbeda dan terpisah

dengan spesies lainnya (P. lingularis dan P. quadrangularis). Hubungan genetik

markisa antara kabupaten HUMBAHAS dan kabupaten Simalungun relatif lebih

dekat dibandingkan kabupaten Karo. Kedekatan jarak geografis wilayah

pengkoleksian dan kesamaan jenis markisa (warna buah) tidak menjamin

kedekatan hubungan genetik antar wilayah markisa ungu berdasarkan penanda

RAPD. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap spesies dalam genus yang sama

memiliki genetik yang berbeda. Dengan demikian adanya variasi genetik yang

tinggi pada setiap tanaman markisa yang diuji memiliki potensi untuk

dilakukannya program pemuliaan markisa demi mendapatkan markisa yang lebih

berkualitas.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keanekaragaman

genetik tanaman markisa dengan menggunakan primer yang berbeda atau dengan

(42)

28

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E,N. 2012. Penggunaan Penanda Molekuler Untuk Mempercepat Dan Mempermudah Perbaikan Kualitas Tanaman Teh(Camellia sinensis (L.)

O. Kuntze). Makalah Seminar Budidaya Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Anggereini, E. 2008. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Suatu Metode Analisis DNA Dalam Menjelaskan Berbagai Fenomena Biologi.

Biospecies.1(2): 73-76.

Ashari, S. 1995. Hortikultur Aspek Budidaya. UI-press. Jakarta.

Aulia, I. 2014. Pengaruh Pemberian 2,4-D dan Frekuensi Subkultur Terhadap Perubahan Genetik Kalus dari Bunga Betina Kelapa Sawit (Elaeis guineensisJacq.). [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Azrai, M. 2005. Ulasan Pemanfaatan Marka Molekuler dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman.Jurnal Agro Biogen. 1(1): 26-37.

Bardakci, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers.

Turk J Biol.25: 185-196.

Bellon G, Faleiro F.G, Junqueira K.P, Junqueira N.T.V. 2007. Genetic Variability of Wild and Commercial Passion Fruit (Passiflora edulis

Sims.) Accessions Using RAPD Markers.Rev. Bras. Frutic Jaboticabal. 29: 124-127.

Anonim. 2004. [BPPHP] Buletin Teknopro Hortikultura Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura. Edisi 70.

Crochemore, M.L., Molinari, H. B. C., and Vieira, L. G. E. 2003. Genetic Diversity in Passion Fruit (Passiflora spp.) Evaluated by RAPD Markers.An International Journal.46:521-524.

Danarto, S., Affianto, A., Bantara, J., Adi, N.J., Sanyoto, R. 2012. Produksi Agroforesty. Indonesia Foresty and Governance Institute. pp 21-28.

Doyle, J.J., and Doyle J.L. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue.

Focus12:13-15.

Erlich, H.A. 1989. Polymerase Chain Reaction. Journal of Clinical Imunology.

9(6):34-47.

Fajardo, D., Angel. F., Grum, M., Tohme, J., and Lobo, M. 1998. Genetic Variation Analysis of The Genus Passiflora L. Using RAPD Markers.

(43)

Grattapaglia, D., J. Chaparro, P. Wilcox., S. McCord, D. Werner., H. Amerson.,

S. McKeand, F. Bridgwater., R. Whetten., D.O’Malley, and R. Sederoff.

1992. Mapping in Woody Plants with RAPD markers; Application to Breeding in Forestry and Horticulture. In, Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant breeding Symposia Society of America, Madison, WI.

Halimas, A.W. 2014. Studi Morfologi dan Anatomi Beberapa Aksesi Markisa Koleksi Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Berastagi Sumatera Utara. [Skripsi]. Medan; Universitas Sumatera Utara.

Hamrick JL, Godt MJW. 1989. Allozyme Diversity in Plant Species. In: Brown AHD, Clegg MT, Kahler AL, Weir BS .(eds). Plant Population Genetics, Breeding, and Germplasm. Resources. Sinauer Associates, Sunderland. pp 43–63.

Hannum, S. 2001. Hubungan Genetik Empat Populasi Kelapa Genjah Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Harahap, A.S. 2014. Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Brdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Haris, T.N. 1994. Development and Germination Studies of The Sugar Palm (Arenga pinnata Merr) Seed. [Disertasi]. Malaysia: Universitas Putra Malaysia.

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Air Langga University Press. Surabaya.

Javornik, B., and Kump, B. 1993. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers in Buckwheat.Fagopyrum.13:35-39.

Julisaniah, N. I., Sulistyowati, L., and Sugiharto, A.N. 2008. Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Metode RAPD-PCR dan Isozim.Biodiversitas.9(2):99-102.

Karmila. 2013. Analisis Kelayakan Financial Usaha Tani Markisa Konyal

(Passiflora ligularis) di Desa Arosuka Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. [Skripsi]. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Karsinah, Silalahi. F.H., and Mashur, A. 2007. Eksplorasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Tanaman Markisa.J. Hort. 17(4)-.297-306.

Kumar, N.S., and Gurusubramanian G., 2011. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers and Its Application.Journal Sci Vis.11 (3): 116-124.

Gambar

Tabel 3.2. Bahan untuk satu kali reaksi PCR
Gambar 3.1. Pola Terjemahan Pita DNA
Gambar 4.1. Hasilelektoforesis DNA genomdari30sampelmarkisamenggunakan gel agarose 0,8%
Gambar 4.2. Profil Pita RAPD tanaman markisa dengan primer Akansha. M=Marker 1kb, nomor 1-31 = aksesi markisa (Lampiran 1.)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nilai PCoA (faktorial analisis) keragaman molekuler yang dapat dinyatakan oleh aksis 1 dan 2 pada 10 primer RAPD dengan 30 aksesi sampel sebesar 38.11%.. Aksesi Lkt1 dan Lkt6

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Aplikasi Penanda 5 Primer RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA) Untuk Analisis Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara”

oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui keanekaragaman genetik dari tanaman andaliman Sumatera Utara dengan menggunakan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD),

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 sifat agrobotani- agromorfologi diperoleh keanekaragaman aksesi yang terlihat dari nilai CV (koefisien keanekaragaman),

AYU OSHIN YAP SINAGA: Analisis Keragaman Genetik Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Di Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic

AYU OSHIN YAP SINAGA: Analisis Keragaman Genetik Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Di Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic

Genetic variability analysis on apomictic mangosteen (Garcinia mangostana) in Indonesia and its close related spesies by using RAPD Markers.. Sinaga S, Sobir, Poerwanto R,

Nilai PCoA (faktorial analisis) keragaman molekuler yang dapat dinyatakan oleh aksis 1 dan 2 pada 10 primer RAPD dengan 30 aksesi sampel sebesar 38.11%.. Aksesi Lkt1 dan Lkt6