DAMPAK PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN
TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT
(Studi Kasus : Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan
Medan Tuntungan)
SKRIPSI
Oleh:
KHAIRU UMASA SIREGAR
080304054
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAMPAK PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN
TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT
(Studi Kasus : Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan
Medan Tuntungan)
SKRIPSI
Oleh:
KHAIRU UMASA SIREGAR
080304054
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
( Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec ) (
NIP. 1963 04021 9970 31 001 NIP. 1972 11181 9980 22 001 Emalisa, SP, M.Si )
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
KHAIRU UMASA SIREGAR : Dampak Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus: Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan, Kota Medan), dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Emalisa, SP, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk, (1) Mengetahui mekanisme penentuan penerimaan program Demapan di Kelurahan Ladang Bambu. (2) Mengetahui perkembangan program Demapan di Kelurahan Ladang Bambu. (3) Mengetahui dampak program Demapan pada tingkat pendapatan masyarakat di Kelurahan Ladang Bambu.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji T berpasangan (Paired T-Test) untuk mengidentifikasi dampak program Desa Mandiri Pangan (Demapan) terhadap pendapatan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa program Desa Mandiri Pangan (Demapan) berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
RIWAYAT HIDUP
KHAIRU UMASA SIREGAR lahir di Perbaungan pada tanggal 17 Juni 1990.
Anak pertama dari 4 bersaudara dari Bapak Syahrial Effendi Siregar dan Ibu
Murita.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah tahun 1995-1996 TK Ade Irma
Suryani Kebun Adolina PTPN IV, tahun 1996-2002 SD Inpres Kebun Mayang
PTPN IV, tahun 2002-2005 SMP SWASTA TENERA Langkat, tahun 2005-2008
SMA Negeri 5 Medan, dan pada tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa di
program studi Agribisnis, Unuversitas Sumatera Utara melalui jalur Mitra
Mandiri. Pada masa pendidikan penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan dan pernah menjabat sabagai anggota divisi Olahraga IMASEP
periode 2011-2012. Tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Desa Rawang Pasar 6, Kecamatan Rawang Panca Arga,
Kabupaten Asahan mulai 5 Juli hingga 31 Juli 2012.
Pada akhir masa studi penulis melakukan penelitian lapangan dengan topic
penelitian “Dampak Program Mandiri Pangan Terhadap Tingkat Pendapatan
Masyarakat”, yang kemudian topic tersebut menjadi judul skripsi dibawah
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mencurahkan nikmat dan karunia-Nya serta kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lengkap. Skripsi berjudul “Dampak
Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat” ini
dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Emalisa, SP,
M.Si.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing, Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Emalisa, SP, M.Si,
yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir dalam penyusunan skripsi
ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, yakni, Ayahanda
Syahrial Effendi Siregar dan Ibunda Murita, serta kepada saudara kandung
penulis, Aghib Ritaldi Siregar dan Salsabila Anggi Siregar yang telah
memberikan dukungan, semangat, materi, dan doa kepada penulis.
Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini
dapat berguna bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis pribadi.
Medan, Desember 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 7
Tujuan Penelitian ... 7
Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
Tinjauan Pustaka ... 9
Landasan Teori ... 18
Kerangka Pemikiran ... 21
Hipotesis Penelitian ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25
Metode Penentuan Sampel ... 25
Metode Pengambilan Data ... 25
Metode Analisis Data ... 27
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH ... 30
Gambaran Umum Wilayah Kota Medan ... 30
Kelurahan Ladang Bambu ... 31
Letak Geografis ... 31
Keadaan Penduduk ... 31
Sarana dan Prasarana ... 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
Mekanisme Penyaluran Demapan di Ladang Bambu ... 37
Perkembangan Program Demapan di Ladang Bambu ... 39
Dampak Program Demapan Terhadap Tingkat Pendapatan ... 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
Kesimpulan ... 47
Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Demapan 17
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007
2
2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999 – Maret 2009
5
3 Daftar data dan sumbernya 26
4 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kel.
Ladang Bambu, Tahun 2011 32
5 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kel. Ladang Bambu, Tahun 2011
32
6 Distribusi Penduduk Menurut Umur di Kel. Ladang
Bambu, Tahun 2011
33
7 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
34
8 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kel. Ladang Bambu, Kec.
Medan Tuntungan
34
9 Banyaknya Penduduk Pelanggan PDAM dan Non PDAM
di Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
35
10 Banyaknya Penduduk Pelanggan PLN dan Non PLN di
Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
35
11 Banyaknya Penduduk Pengguna Jamban Umum dan
Sendiri di Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
36
12 Perkembangan Program Demapan di Kelurahan Ladang
Bambu
39
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan
1 Karakteristik Sampel Anggota Demapan
2 Tingkat Pendapatan Sebelum Demapan
3 Tingkat Pendapatan Sesudah Demapan
4 Tingkat Pendapatan Sebelum dan Sesudah Demapan
5 Output SPSS 17 untuk Dampak Program Desa Mandiri Pangan
ABSTRAK
KHAIRU UMASA SIREGAR : Dampak Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus: Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan, Kota Medan), dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Emalisa, SP, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk, (1) Mengetahui mekanisme penentuan penerimaan program Demapan di Kelurahan Ladang Bambu. (2) Mengetahui perkembangan program Demapan di Kelurahan Ladang Bambu. (3) Mengetahui dampak program Demapan pada tingkat pendapatan masyarakat di Kelurahan Ladang Bambu.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji T berpasangan (Paired T-Test) untuk mengidentifikasi dampak program Desa Mandiri Pangan (Demapan) terhadap pendapatan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa program Desa Mandiri Pangan (Demapan) berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mewujudkan harapan pada persoalan kemiskinan dan ketahanan
pangan nasional dapat dimulai dari pemenuhan pangan dipedesaan sebagai basis
kegiatan pertanian nasional. Oleh karenanya, desa dapat menjadi awal dari
masuknya berbagai program terkait dengan pendukungan akan terwujudnya
ketahanan pangan pada level rumah tangga, yang secara agregat akan
mewujudkan ketahanan pangan di tingkat Kab/Kota, Provinsi, dan akhirnya
Nasional.
Dewasa ini program peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin kerap
digalakkan mulai dari program beras bersubsidi (raskin) atau pemberian dana
PKH (Program Keluarga Harapan), Program Desa Mandiri Pangan (Demapan)
dan program yang lainnya. Pembangunan ketahanan pangan diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil
dan merata berdasarkan kemandirian, dan tidak bertentangan dengan keyakinan
masyarakat.
Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga,
diantaranya adalah: Bappenas (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi
serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan
karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
Faturochman dan Molo (1994) mendefinisikan kemiskinan adalah
ketidakmampuan individu dan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial, dan politik.
Kemiskinan adalah kurangnya kemampuan untuk mengakumulasi asset-aset
produktif, organisasi social, dan politik, informasi, pendidikan, dan teknologi
(Wahyuni, 2000).
Dari data persentase penduduk miskin Indonesia menurut daerah tahun
2001-2007, penduduk miskin lebih besar terdapat di perdesaan dibanding dengan
perkotaan. Sesuai dengan kesempatan kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian
sehingga terlihat sinkronisasi antara kesempatan kerja terbanyak dengan
penduduk miskin, artinya penduduk miskin banyak yang bekerja di sektor
pertanian khususnya di Desa. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di
Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1
menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di
desa terus berfluktuatif. Pada periode yang sama tahun 2001-2007 dapat terlihat
bahwa jumlah penduduk miskin lebih banyak di daerah perdesaan dari pada di
perkotaan.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta) Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Ini membuktikan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Dilihat
pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri Pertanian pada suatu
kesempatan bahwa 70 persen masyarakat miskin Indonesia adalah petani,
terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap
kemiskinan (Deptan, 2008).
Adapun studi ini menitikberatkan pada peran pemerintah dalam
pengentasan kemiskinan dengan program-program penguatan kapasitas manusia
seperti perhatian pada sector pendidikan dan kesehatan, pembukaan akses
pelayanan bagi masyarakat terhadap pasar, sumber keuangan, jaringan sosial dan
sumberdaya dengan peningkatan pelayanan umum serta pembukaan keterisoliran
dan keterkaitan ekonomi dan sosial dengan pembangunan infrastruktur seperti
jalan, listrik, Koran dan jaringan telpon serta terbukanya dan majunya struktur
lembaga sosial.
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang sangat
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, karena pengertian umum dari kemiskinan
yaitu ketidakmampuan untuk mengakses kebutuhan dasar yaitu salah satunya
adalaha pangan. Terganggunya akses pangan tentu ketidakmampuan suatu
individu/kelompok untuk memenuhi ketahanan pangan. Disinilah peran
pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan yang secara tidaklangsung juga
akan meningkatkan kekuatan untuk ketahanan pangan masyarakat.
Upaya pembangunan ketahanan pangan dilakukan secara bertahap melalui
proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya,
mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah, serta mampu untuk mengelola
dan memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.
dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan di
perdesaan. Strategi yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat miskin
dilakukan melalui jalur ganda/twin track strategy, yaitu: (1) membangun ekonomi
berbasis pertanian dan perdesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan
pendapatan; dan (2) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin di
daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan pemberian bantuan langsung.
Sejak tahun 2006, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kedua strategi
tersebut melalui Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan). Kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam
pengembangan usaha produktif berbasis sumber daya lokal, peningkatan
ketersediaan pangan, peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga,
sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi rumah tangga, yang akhirnya
berdampak terhadap penurunan kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di
perdesaan, sejalan dengan salah satu tujuan Millenium Development Goals
(MDGs), yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di dunia
sampai setengahnya di tahun 2015 (BKP, 2012).
Program Desa Mandiri Pangan memiliki tujuan untuk meningkatkan
keberdayaan masyarakat miskin pedesaan dalam mengelola dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki atau dikuasainya secara optimal, dalam mencapai
kemandirian pangan rumah tangga dan masyarakat dengan sasaran yaitu rumah
tangga miskin di desa rawan pangan. Berdasarkan data susenas 2008 jumlah
penduduk miskin Sumatera Utara cenderung menurun akibat adanya guliran dana
bantuan pemerintah sejak jaman orde baru dan salah satunya adalah program
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada
bulan 2008 yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
miskin di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung menurun. Melihat
tahun 2008 sampai dengan 2009 dimana pada tahun ini program Demapan telah
berjalan kondisi jumlah kemiskinan Sumatera Utara juga menurun, hal ini
mengindikasikan program yang diberikan pemerintah sangat berpengaruh
signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara sebanyak
1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen. Kondisi ini masih lebih baik jika
dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak
1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin
sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999 – Maret 2009
Tahun Jumlah (Ribu Jiwa) Persentase
Februari 1999 1 972,7 16,74
Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan
bahwa diduga dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh
Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di Sumatera
Utara. Pada tahun 2008 pemerintah kembali melakukan program bantuan kepada
seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Desa Mandiri Pangan
(Demapan). Dari program pemerintah tersebut diharapkan masyarakat dapat
terbantu dalam masalah yang dihadapi.
Melalui program aksi Demapan, diharapkan masyarakat desa mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat
menjalani hidup sehat dan produktif dari hari ke hari secara berkelanjutan yang
diwujudkan secara nyata dalam peningkatan pendapatannya yang. Akan tetapi,
dengan begitu banyaknya berbagai macam program yang terkait dengan
peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, masih
perlu suatu kajian untuk melihat efektifitas program-program yang dimaksud
khususnya kajian yang lebih nyata contohnya dalam hal pendapatan masyarakat.
Kegiatan difokuskan di daerah sasaran keluarga miskin di suatu
desa/kelurahan dimana tingkat keluarga miskin di desa tersebut >30%. Kegiatan
Demapan dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu: persiapan, penumbuhan,
pengembangan, dan kemandirian. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan
pendekatan pemberdayaan masyarakat miskin, penguatan kelembagaan
masyarakat dan pemerintah desa, pengembangan sistem ketahanan pangan, dan
peningkatan koordinasi lintas 2 subsektor dan sektor untuk mendukung
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perdesaan (BKP, 2012).
Sampai dengan 2011 kegiatan Demapan telah dilaksanakan di 33 provinsi,
399 kabupaten/kota pada 2.851 desa. Pada tahun 2012 dialokasikan 563 desa baru,
sehingga secara komulatif, jumlah desa yang dibina menjadi 3.414 desa, di 410
kabupaten/kota, pada 33 provinsi, terdiri dari tahap: persiapan 563 desa
desa mandiri. Namun dibalik hal tersebut sangat penting untuk diketahui seberapa
besar efektifitas program tersebut terhadap masyarakat yang mengikuti
program-program yang diberikan pemerintah. Dan hal tersebut merupakan alasan mengapa
penulis tertarik untuk meneliti dampak program Demapan terhadap pendapatan
masyarakat di Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme penentuan penerima program Demapan di daerah
penelitian?
2. Bagaimana perkembangan program Demapan di daerah penelitian?
3. Bagaimana dampak program Demapan terhadap tingkat pendapatan
masyarakat di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui mekanisme penentuan penerimaan program Demapan di
daerah penelitian.
2. Mengetahui perkembangan program Demapan di daerah penelitian.
3. Mengetahui dampak program Demapan pada tingkat pendapatan
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam upaya menentukan
program kedepan yang lebih tepat.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang
berhubungan dengan substansi penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal
(BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan
produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan
peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program
BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan
modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan
(Hasan, 1979 dalam Lubis 2005).
Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit
Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS,
dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD.
Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui
kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit.
Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari
pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP
diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT.
Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman
pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan
Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan
kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha
berupa program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM
ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal
untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan
prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan
pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial
ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan
proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan
kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan
sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial
ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).
Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka
dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi
kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan
kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang
pokok-pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
atau pembagian hasil keuntungan.
Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi (output).
Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input
atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun
penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal.
Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan
modal.
Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal
pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit,
maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan.
Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam
untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit
konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana membiayai
konsumsi keluarga.
Menurut Suyatno (2006), dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur
kredit, yaitu:
1. Kepercayaan
Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan
datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit
kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan
disalurkan.
2. Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam
unsur waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada
sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali
pada masa yang akan datang.
3. Degree of Risk
Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu
yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang
akan diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka
panjang waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang
dihadapinya, karena dalam waktu tersebut terdapat juga unsur
ketidakpastian yang tidak diperhitungkan. Keadaan inilah yang
menyebabkan timbulnya unsur resiko. Oleh karena itu, dalam pemberian
kredit timbul adanya jaminan.
4. Prestasi atau Objek Kredit
Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat
diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan
bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah
Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di
pemerintahan, maka kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pun
berubah untuk lebih baik. Tahun 2006, pemerintah melalui Departemen Pertanian
RI mencanangkan program baru yang diberi nama Program Desa Mandiri Pangan.
2.1.1 Program Desa Mandiri Pangan
Kegiatan Demapan merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin
di desa rawan pangan, dengan karakteristik: kualitas sumberdaya masyarakat
rendah, sumber daya modal terbatas, akses teknologi rendah, dan infrastruktur
perdesaan terbatas. Komponen kegiatan Demapan meliputi: (1) pemberdayaan
masyarakat; (2) penguatan kelembagaan; (3) pengembangan Sistem Ketahanan
Pangan; dan (4) integrasi program sub sektor dan lintas sektor dalam menjalin
dukungan pengembangan sarana prasarana perdesaan.
Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui: (1) pelatihan; (2)
pendampingan; dan (3) peningkatan akses untuk pengembangan kerjasama
partisipasi inklusif, kapasitas individu, kapasitas kelembagaan masyarakat, sosial
dan ekonomi, serta ketahanan pangan. Sasaran pemberdayaan ditujukan untuk
mengembangkan kelembagaan aparat, kelembagaan masyarakat, dan
kelembagaan pelayanan di perdesaan. Sehingga diharapkan terjadi perubahan
dinamika masyarakat dalam perencanaan dan berkelompok untuk menanggulangi
kerawanan pangan di desanya, serta penumbuhan kelembagaan di desa yang
dikelola oleh masyarakat untuk penguatan modal dan sosial.
Melalui fasilitasi pemerintah, kelembagaan dibangun untuk mampu
mengoptimalkan input: sumber daya alam, sumber daya manusia, dana, teknologi,
subsistem ketersediaan pangan dalam peningkatan produksi dan cadangan pangan
masyarakat; (2) subsistem distribusi yang menjamin kemudahan akses fisik,
peningkatan daya beli, serta menjamin stabilisasi pasokan; dan (3) subsistem
konsumsi untuk peningkatan kualitas pangan dan pengembangan diversifikasi
pangan. Sehingga diharapkan LKD sudah berfungsi sebagai layanan modal;
posyandu bersama kader gizi dan PKK sudah aktif; sistem ketahanan pangan
dalam aspek ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan sudah bekerja; serta
koordinasi program lintas subsektor dan sektor sudah dirintis untuk rencana
pembangunan sarana prasarana perdesaan yang mendukung ketahanan pangan.
Upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui berbagai
fasilitasi tersebut, memerlukan dukungan koordinasi dan integrasi subsektor dan
lintas sektor, yang diimplementasikan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat
miskin dan pembangunan sarana prasarana perdesaan. Bekerjanya mekanisme
tersebut, diharapkan dapat mencapai output yang diinginkan, antara lain: (1)
terbentuknya kelompok-kelompok afinitas; (2) terbentuknya (LKD); dan (3)
tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif. Sehingga diharapkan terdapat
kemajuan sumber pendapatan, peningkatan daya beli, gerakan tabungan
masyarakat, peningkatan ketahanan pangan rumah tangga, peningakatan pola pikir
masyarakat, serta peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat.
1. Ruang lingkup
Kegiatan Demapan dilaksanakan dalam empat tahap: persiapan,
penumbuhan, pengembangan, dan kemandirian. Pelaksanaan kegiatan dilakukan
masyarakat dan pemerintah desa, pengembangan sistem ketahanan pangan, dan
peningkatan koordinasi lintas 2 subsektor dan sektor untuk mendukung
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perdesaan.
2. Tujuan
Program Desa Mandiri Pangan memiliki tujuan untuk meningkatkan
keberdayaan masyarakat miskin pedesaan dalam mengelola dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki atau dikuasainya secara optimal, dalam mencapai
kemandirian pangan rumah tangga dan
3. Sasaran
Sasaran kegiatan Demapan adalah Rumah tangga miskin di desa rawan
pangan untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan masyarakat.
4. Indikator keberhasilan
Mengingat sasaran akhir kegiatan Demapan untuk mewujudkan
kemandirian pangan masyarakat miskin di desa rawan pangan, maka indikator
keberhasilannya berada pada perwujudan kemandirian pangan tingkat desa dan
masyarakat sebagai berikut:
1. Output
a. Terbentuknya kelompok-kelompok afinitas;
b. Terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD);
c. Tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif;
2. Outcome
a. Terbentuknya kelompok usaha produktif;
b. Berperannya lembaga permodalan;
3. Benefit
Meningkatnya pendapatan, daya beli, dan akses pangan masyarakat
4. Impact
Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat
5. Kegiatan Umum Desa Mandiri Pangan
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam Kegiatan Demapan, dirancang
selama empat tahun dalam empat tahap, meliputi tahap: persiapan,
penumbuhan,pengembangan, dan kemandirian. Kegiatan yang dilakukan adalah:
seleksi lokasi desa dan penyusunan data dasar desa, sosialisasi kegiatan,
penumbuhan kelembagaan, pendampingan, pelatihan, pencairan dan pemanfaatan
dana Bansos, serta monitoring, evaluasi dan pelaporan.
6. Kegiatan Demapan per Tahapan
Kegiatan Demapan dilakukan selama empat tahap, dengan rincian seperti
Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Demapan
TAHAPAN KEGIATAN
Persiapan
Seleksi Lokasi Sasaran, Penetapan Pendamping, Penetapan Koordinator Pendamping, Penyusunan Data Dasar Desa, Penetapan kelompok, Penetapan TPD, penumbuhan LKD, Sosialisasi Kegiatan, Pendampingan, Penyusunan RPWD, Pelatihan, Penyaluran Bansos.
• Pemberdayaan masyarakat melalui: pelatihan, peningkatan aksessibilitas masyarakat, dan penguatan kelembagaan;
• Pengembangan sistem ketahanan pangan untuk pembangunan sarana cadangan pangan, dan penguatan dasa wisma dalam penganekaragaman konsumsi.
• Koordinasi lintas sektor untuk dukungan sarana dan prasarana perdesaan.
• Pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan keterampilan dan akses permodalan;
• Pengembangan sistem ketahanan pangan dengan penumbuhan cadangan pangan dan pemanfaatan sumberdaya pangan.
• Dukungan lintas sektor untuk dukungan pembangunan sarana dan prasarana perdesaan.
• Pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan layanan dan jaringan usaha
• Pengembangan sistem ketahanan pangan untuk pengembangan diversifikasi produksi, pengembangan akses pangan, pengembangan jaringan pemasaran, dan penganekaragaman konsumsi;
• Pemanfaatan, pemeliharaan sarana dan prasarana perdesaan. Penumbuhan
Pengembangan
2.2 Landasan Teori
Sejak pemerintahan dijaman orde baru telah meluncurkan kredit program
yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani.
Dari waktu ke waktu model program kredit pertanian ini telah mengalami
perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk
kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah juga
memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
atau dana bergulir, maupun subsidi bunga. Bantuan yang selama ini sudah
berjalan adalah; (1) Bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan
Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP);
(4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP);
(5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program
pemerintah tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh
oleh masing-masing yaitu; (1) Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007); (3) Lubis(2005);
(4) Sume (2008); (5) Perdana (2007).
Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa alat analisis yang digunakan
dalam mengukur keberhasilan program bantuan permodalan petani yaitu ; (1) uji t;
(2) uji regresi logistik; (3) analisis pendapatan usaha tani. Untuk uji t terdapat
pada penelitian kasmadi (2005) yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan
dampak BLM terhadap kemandirian petani ternak di kelompok tani ternak Desa
Tambun Jaya dan Tambun Raya Kecamatan Barasang. Uji t yang digunakan
berfungsi untuk melihat apakah apakah ada perbedaan pendapatan setelah adanya
yang diberikan kepada kelompok tani sangat bermanfaat dan berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani.
Untuk uji regresi logistik terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh
Filtra (2007). Uji regresi logistik yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah
ada pengaruh dari pinjaman kredit pemerintah terhadap pertambahan pendapatan
petani. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program BPLM di
Kabupaten Agam di nilai berhasil sehingga layak uuntuk dilanjutkan. Kemudian
untuk alat analisis pendapatan usahatani terdapat pada penelitian Lubis (2005),
Sume (2008), Perdana (2007). Analisis pendapatan usahatani ini dipakai peneliti
untuk melihat bahwa dengan adanya bantuan permodalan berupa kredit yang
diberikan kepada petani akan mengakibatkan petambahan pendapatan, kemudahan
dalam mendapatkan saprodi, pasar dan yang lainnya. Dengan terbantunya petani
dalam pengadaan saprodi dan pemasaran maka mengakibatkan pertambahan
pendapatan yang baik dari sebelum adanya program bantuan tersebut.
Menurut Didik (2010) pengertian dampak secara umum adalah segala
sesuatu yang ditimbulkan akibat adanya ‘sesuatu’. Dampak itu sendiri juga bisa
berarti konsekuensi sebelum dan sesudah adanya ‘sesuatu’. Dampak dapat
mengakibatkan sesuatu hal yang positif dan yang negatife dari adanya ‘sesuatu’
tersebut.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004), kata “income diartikan
sebagai penghasilan dan kata revenue sebagai pendapatan, penghasilan (income)
meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain”).
Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas usaha yang
bunga, dividen, royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang
berbeda dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas,
income meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan
maupun yang berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan
penghasil dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari setiap
transaksi yang terjadi.
Pengertian pendapatan dikemukakan oleh Dyckman (2002) bahwa
pendapatan adalah “arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva sebuah
entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama satu
periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa, atau aktivitas lain
yang merupakan operasi utama atau sentral entitas yang sedang berlangsung”.
Pendapatan dapat dihitung dengan rumus :
I = TR – TC
Keterangan :
I = Income/Pendapatan
TR = Total penerimaan yang akan diperoleh seorang produsen apabila
memproduksi sejumlah unit barang tertentu.
TC = Biaya total yang merupakan jumlah dari biaya tetap dengan biaya
2.3 Kerangka Pemikiran
Program Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan program yang
dilakukan pemerintah melalui pemanfaatannya untuk mengurangi tingkat
kemiskinan di desa/kelurahan tertinggal.
Melalui Badan Ketahan Pangan (BKP) program ini memiliki sasaran yaitu
desa dengan jumlah kepala keluarga (KK) miskin yaitu diatas 30%. Dengan
memberikan bantuan diharapkan masyarakat mampu memperbaiki taraf hidup
serta kemampuan ekonomi keluarganya.
Masing-masing desa/kelurahan akan diberikan dana bantuan sosial sebagai
dana abadi desa. Dana inilah yang akan dipergunakan/dimanfaatkan oleh
masyarakat miskin desa peserta program Demapan melalui pembentukan
kelompok afinitas dan didampingi oleh pembina masing-masing desa dan diawasi
oleh Badan Ketahanan Pangan. Kelompok dibentuk berdasarkan visi, tujuan dan
kesamaan motivasi masyarakat.
Program Demapan dilaksanakan melalui tahapan-tahapan yaitu persiapan,
penumbuhan, pengembangan, dan kemandirian. Pada masing-masing tahap
memiliki kegiatan yaitu sbb; Tahap Persiapan: (1) Lokasi desa pelaksana
kegiatan; (2) Pemahaman masyarakat tentang kegiatan Demapan; (3) Penyediaan
data base dan profil Desa Mandiri Pangan; (4) Pembentukan Pokja di setiap
tingkatan; (5) Penumbuhan TPD dan LKD; (6) Penumbuhan kelompok-kelompok
afinitas di lokasi sasaran; (7) Pemilihan dan penetapan tenaga pendamping; (8)
Pelaksanaan pelatihan bagi aparat provinsi, kabupaten, desa, pendamping, dan
masyarakat pelaksana kegiatan; (9) Penyusunan Rencana Pembangunan Wilayah
lembaga pangan dan gizi di desa (PKK dan Posyandu), lembaga pelayanan
permodalan, dan lembaga lainnya; (2) Pengelolaan dan penambahan modal usaha
kelompok; (3) Keberhasilan diversifikasi produksi pangan; (4) Perkembangan
intensifikasi usaha; (5) Keberadaan lumbung pangan masyarakat; (6) Keberadaan
dan perkembangan usaha-usaha perdagangan bahan pangan oleh anggota
kelompok dan kelompok lainnya di desa; (7) Usaha-usaha pemasaran hasil secara
kolektif di desa; (8) Keberadaan lembaga pemasaran (pasar) di desa dan wilayah
yang lebih luas untuk menampung hasil-hasil produksi masyarakat; (9)
Keberadaan sistem informasi pasar (harga dan jenis komoditi) sebagai dasar
perencanaan usaha kelompok; (10) Keberhasilan penganekaragaman konsumsi
pangan berbasis sumberdaya wilayah; (11) Penyediaan teknologi pengolahan dan
produk pangan; (12) Tingkat keterampilan masyarakat dalam mengolah pangan;
(13) Tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pangan yang
beragam, bergizi, berimbang, dan aman; dan (14) Perbaikan sarana dan prasarana
prioritas. Tahap Pengembangan: (1) Tingkat keterampilan teknis anggota
kelompok; (2) Kemampuan kelompok dalam mengakses permodalan dan
pemasaran; (3) Perkembangan usaha kelompok dalam meningkatkan pendapatan;
(4) Pemanfaatan dan pengelolaan lumbung pangan untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat; (5) Perubahan pola konsumsi masyarakat yang beragam,
bergizi berimbang, dan aman; (6) Pelaksanaan kegiatan pengembangan sistem
pemantauan, deteksi, dan respon dini kerawanan pangan; (7) Penyediaan sarana
dan prasarana irigasi, jalan usahatani yang memadai, penyediaan sarana air bersih,
dan penyediaan sarana kesehatan. Tahap Kemandirian: (1) Efektifitas peran
(2) Perkembangan usahausaha produktif yang dikelola kelompok afinitas dan
masyarakat desa; (3) Keberadaan jaringan usaha dan pemasaran produk lokal
dengan mitra usaha/koperasi/investor, dan lainnya; (4) Peran masyarakat dalam
penyediaan dan distribusi pangan; (5) Penyediaan dan distribusi pangan; (6)
Kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan; (7) Perkembangan usaha
produktif; (8) Pola konsumsi pangan 3B dan aman; (9) Penyelesaian masalah
pangan wilayah; (10)Pelayanan masyarakat dalam: akses permodalan, kesehatan,
dan sarana usaha; dan (11) Keberadaan fungsi prasarana pengairan, jalan desa,
jalan usaha tani, sarana penerangan, dan air bersih.
Setelah program berjalan setelah empat tahun dan memasuki tahun kelima
barulah dapat dilihat bagaimana perkembangan program Demapan di kelurahan
tersebut dan untuk lebih spesifik maka dilihatlah perbedaan pendapatan para
anggota kelompok afinitas sebelum dan sesudah program Demapan sebagai tujuan
Secara sistematik kerangka pemikiran dapat dituliskan sbb:
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan Gambar :
: Menyatakan Hubungan
: Menyatakan Dampak
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Program Desa Mandiri Pangan berdampak positif terhadap pendapatan
masyarakat Desa Ladang Bambu
Program Desa Mandiri Pangan: 1. Persiapan
2. Penumbuhan
3. Pengembangan
4. Kemandirian
Perkembangan Desa Mandiri Pangan
Pendapatan Masyarakat Sebelum Program Demapan
Pendapatan Masyarakat Setelah Program Demapan Badan Ketahanan Pangan
Mekanisme Penentuan Desa Mandiri Pangan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja yaitu
di Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara. Adapun daerah ini dipilih karena merupakan
daerah/desa pemenang penghargaan ketahanan pangan tingkat Provinsi Sumatera
Utara.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini sampel penelitian ditentukan dengan pengambilan
sampel secara acak sederhana (simple random sampling). Subjek penelitian yang
akan dijadikan sebagai sampel yaitu masyarakat miskin yang tergabung sebagai
anggota kelompok afinitas yang telah menerima bantuan Demapan.
Menurut Wirarta (2006) menyatakan bahwa 30% dari jumlah populasi
sudah dapat mewakili jumlah sampel penelitian. Sampel ditarik dari kelompok
populasi, tetapi tidak semua anggota kelompok populasi menjadi anggota sampel.
Dimana tiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dimasukkan ke
dalam sampel (Nazir, 2003).
3.3 Metode Pengambilan Data
Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni dengan
metode wawancara langsung terhadap pihak-pihak terkait, penyebaran kuesioner
responden dengan harapan agar peneliti memperoleh informasi secara langsung
mengenai karakteristik responden, karakteristik usaha, pendapatan usaha serta
tanggapan respon terhadap program Demapan. Pengumpulan data dengan cara ini
akan dibantu menggunakan kuesioner yang berisikan daftar-daftar pertanyaan
yang relevan dengan tujuan penelitian. Penggunaan kuesioner bermanfaat sebagai
pemandu agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih terarah dan sesuai
dengan tujuan penelitian di Desa Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan, Kota
Medan, Prov. Sumatera Utara.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi perkembangan pelaksanaan
program Demapan, mekanisme proses penyaluran Demapan dan lain sebagainya
yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu, juga dikumpulkan data-data
penunjang seperti gambaran umum lembaga di daerah. Tabel 3 menunjukkan
data-data yang akan dikumpulkan beserta sumbernya:
Tabel 3. Daftar data dan sumbernya
No. Objektif/Tujuan Data Sumber
1. Mekanisme penentuan desa dan peserta program
− Mekanisme
penentuan desa
− Kriteria desa
− Data rumah tangga miskin
− BKP
2. Perkembangan program Tahapan kegiatan
− Persiapan
3. Dampak program − Tingkat pendapatan
peserta program
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis
kuantitatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat,
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif ini digunakan
untuk menjelaskan gambaran secara umum tentang Demapan, syarat-syarat
penyaluran dana bansos serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh
bantuan dikeluarkan oleh pemerintah.
Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini akan digunakan untuk melihat
pengaruh program Demapan terhadap tingkat pendapatan petani. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software SPSS dan diolah
dengan Microsoft Excel.
Untuk hipotesis (1), diuji untuk mengetahui dampak Program Demapan di
Desa Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan. Untuk menganalisisnya
digunakan analisis uji-t berpasangan (Paired T-Test)
Uji-t berpasangan (paired T-test) adalah salah satu metode pengujian
hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang
paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek
penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan
individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data
dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Perlakuan pertama
mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali
terhadap objek penelitian. Uji Ini akan digunakan untuk membuktikan semua
Data yang digunakan adalah data pendapatan para anggota kelompok
afinitas yang telah menerima pinjaman.
Hipotesis 1 : Program Demapan berdampak positif terhadap pendapan
masyarakat
Ho : Program Demapan tidak berdampak positif terhadap pendapatan
masyarakat.
H₁ : Program Demapan berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat
Ho ditolak dan H₁ diterima, jika t hitung ≥ t tabel; α=0,05
Ho diterima dan H₁ ditolak, jika t hitung ≥ t tabel; α=0,05
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuatlah
definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Definisi
1. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah rumah tangga sasaran yang
ditetapkan melalui survei DDRT dengan 13 indikator kemiskinan: tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan, konsumsi pangan,
konsumsi non pangan, modal (lahan, tabungan, hewan ternak), sarana
transportasi, perabotan rumah tangga, luas tempat tinggal, kondisi tempat
tinggal, sumber air minum, sumber penerangan, asupan gizi, dan porsi
pangan antar anggota rumah tangga.
2. Kemandirian Pangan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009
adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung
kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam
jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung
oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman
lokal.
3. Ketahanan Pangan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau.
4. Desa Mandiri Pangan adalah desa/kelurahan yang masyarakatnya
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi
melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan
subsistem konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat
secara berkelanjutan.
5. Kelompok Afinitas adalah kelompok yang tumbuh atas dasar ikatan
kebersamaan dan kecocokan antar anggota yang mempunyai kesamaan
visi dan misi dengan memperhatikan sosial budaya setempat.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan untuk melihat dampak program Demapan terhadap
perkembangan desa dan pendapatan masyarakat.
2. Sampel penelitian merupakan masyarakat miskin yang mengikuti program
Demapan.
3. Daerah penelitian adalah Desa/Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan
Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Medan
Kota Medan merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara. Kota
Medan terletak antara 2.27’-2.47’ LU dan 98.35’-98.44’ BT dan pada ketinggian
2.75-37.5 meter diatas permukaan laut. Kota Medan merupakan pusat
pemerintahan daerah Tingkat I Sumatera Utara yang mempunyai luas 26.510 Ha,
yang terdiri dari 21 kecamatan, 151 kelurahan. Sebagian besar wilayah Kota
Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai
penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli. Kota Medan berbatasan dengan
Kabupaten Deli Serdang pada bagian utara, barat, selatan serta bagian timur
berbatasan dengan Selat Malaka.
Jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 2011 sebesar 1.036.926 jiwa
yang terdiri dari jiwa penduduk laki-laki (49,43%) dan jiwa penduduk perempuan
(50,57%). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan di
Kota Medan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Usia non-produktif (0-14
tahun) yang terdiri dari bayi, balita, anak-anak dan remaja berjumlah 574.129 jiwa
(27,37%), dan jumlah usia produktif (15-54 tahun) yaitu orang dewasa sebesar
1.337.435 jiwa (63,76%), serta jumlah manula (≥55 tahun) sebesar 186.046 jiwa
(8,87%). Mata pencharian penduduk terbesar adalah sebagai tenaga kerja lain-lain
yaitu gabunan dari berbagai macam pekerjaan yang tidak dapat disebutkan satu
pegawai negeri 18.619 orang (4,04%), pegawai swasta 14.512 orang (3,15%),
TNI/POLRI 13.554 orang (2,94%) dan tenaga kesehatan 2.415 orang (0,52%).
Kota Medan memiliki iklim tropis dengan temperatur siang 31,1oC dan
malam hari 24,1oC, rata-rata curah hujan per bulan 175,17 mm dengan rata-rata
hari hujan 17,33 hh. Kelembapan udara Kota Medan 84%, kecepatan angin
rata-rata 0,45 m/sec sedangkan laju penguapan tiap bulannya 111,26 mm. Kota Medan
memiliki topografi datar dengan ketinggian 7-25 dpl dengan jenis tanah alluvial.
4.2 Kelurahan Ladang Bambu
4.2.1 Letak Geografis
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan yang terletak di
Kelurahan Ladang Bambu. Kelurahan Ladang Bambu ini memiliki letak geografis
sebagai berikut:
− Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah,
− Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang,
− Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang,
− Sebelah barat berbatasan dengan DAS Sungai Belawan.
Kelurahan Ladang Bambu memiliki area seluas 135 ha yang terdiri dari 70
ha dataran rendah, 35 ha dataran sedang, dan 30 ha dataran tinggi. Curah hujan
rata-rata yaitu 1600-2500 mm/tahun. Dengan jarak ke kota kecamatan ± 4 km, ke
kota kabupaten ± 20 km, dan ke kota provinsi ± 17 km.
4.2.2 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kel. Ladang Bambu sekitar 3846 jiwa dengan jumlah
pencaharian penduduk Kelurahan Ladang Bambu bervariasi jenisnya ada yang
bekerja sebagai pegawai negeri, wirausaha, petani, PNS, buruh, dan sebagainya.
Untuk mengetahui lebih jelasmengenai pencaharian penduduk Kel. Ladang
Bambu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kel. Ladang
Bambu, Tahun 2011
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Laki-laki 1623 49,42
Perempuan 1661 50,58
Jumlah 3284 100
Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011.
Dilihat dari tabel bahwa jumlah penduduk sebagian besar adalah
perempuan yakni 1.661 jiwa sedangkan jumlah penduduk laki-laki ialah 1.623
jiwa.
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kel.
Ladang Bambu, Tahun 2011
No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase
1 Pegawai Negeri 106 8,95
Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011.
Tabel 5 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk terbesar adalah
sebagai petani yaitu sebesar 498 orang (42,09%), pegawai negeri 106 (8,95%),
wiraswasta 210 (17,73%), pegawai swasta 216 (18,24%), buruh 103 (8,69%), dan
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Umur di Kel. Ladang Bambu,
Tahun 2011
Umur (tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah
Persen Laki-laki Persen Perempuan
0-5 2,77 45 3,49 58 103
Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011.
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kel. Ladang Bambu pada
tahun 2011 sebesar 3.284 jiwa yang terdiri dari 1623 jiwa penduduk laki-laki
(49,42%) dan 1661 jiwa penduduk perempuan (51,58%). Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan di Kel. Ladang Bambu lebih banyak
daripada penduduk laki-laki.
Dari tabel menunjukkan bahwa usia non-produktif (0-15 tahun) yang
terdiri dari bayi, balita, anak-anak dan remaja berjumlah 455 jiwa (13,85%), dan
jumlah usia produktif (15-54 tahun) yaitu orang dewasa sebesar 2.524 jiwa
4.2.3 Sarana dan Prasarana
Untuk jumlah fasilitas dan tenaga kesehatan dapat dilihat pada tabel 7 dan
table 8, yaitu sebagai berikut:
Table 7. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kel. Ladang Bambu, Kec.
Medan Tuntungan
No. Fasilitas Kesehatan Jumlah
1. Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011
Berdasarkan tabel 7 terdapat 3 buah rumah bersalin, 1 poliklinik, 3 praktek
bidan, 4 posyandu/polindes, dan 1 pelayanan KB. Sedangkan untuk rumah sakit,
puskemas, praktek dokter, dan apotik tidak terdapat satupun.
Table 8. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kel. Ladang Bambu, Kec.
Medan Tuntungan
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011
4.2.4 Pengguna Listrik, Air dan Jamban
Untuk persebaran penduduk yang menggunakan sumber air bersih dan
listrik dapat dilihat pada tabel 9 dan 10, sedangkan untuk penggunaan jamban
dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 9. Banyaknya Penduduk Pelanggan PDAM dan Non PDAM di
Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011
Berdasarkan tabel 9 mayoritas masyarakat Ladang Bambu menggunakan
sumur sebagai sumber air bersih yaitu sebesar 90,28% dan sisanya sebesar 9,72%
menggunakan PDAM.
Tabel 10. Banyaknya Penduduk Pelanggan PLN dan Non PLN di Kel.
Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011
Berdasarkan tabel 10 seluruh rumah di Kel. Ladang Bambu sudah
menggunakan sumber listrik yang berasal dari PLN.
Tabel 11. Banyaknya Penduduk Pengguna Jamban Umum dan Sendiri
di Kel. Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan
No. Tenaga Kesehatan Jumlah Persentase
1.
No. Tenaga Kesehatan Jumlah Persentase
1.
Sumber: Profil Kelurahan Mandiri Pangan Kota Medan, 2011
Berdasarkan tabel 11 seluruh rumah di Kel. Ladang Bambu sudah
menggunakan jamban sendiri dimasing-masing rumah. 1.
2. 3.
Bersama/Umum Sendiri
Lainnya
- 739
-
- 100%
-
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Mekanisme Penyaluran Demapan di Ladang Bambu
Program Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan bantuan yang
diberikan pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) kepada masyarakat
miskin di pedesaan/kelurahan. Program ini bertujuan meningkatkan keberdayaan
masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki
atau dikuasainya secara optimal, dalam mencapai kemandirian pangan rumah
tangga dan masyarakat.
Tidak semua desa/kelurahan dapat dikategorikan untuk mendapatkan
program Demapan. Ada beberapa kriteria/syarat untuk suatu desa/kelurahan agar
mendapatkan bantuan sosial Demapan yaitu: (1) memiliki jumlah kepala keluarga
(KK) miskin diatas 30% dari total seluruh KK di desa/kelurahan, (2) mempunyai
sumber daya alam (SDA) yang bisa dikembangkan, dan (3) mempunyai perangkat
desa/kelurahan yang kooperatif.
Dana bansos yang diberikan langsung diterima melalui perangkat desa
yaitu sebesar 100 juta rupiah yang merupakan dana abadi desa dengan
pengawasan oleh BKP. Dalam penyaluran di lapangan, perangkat desa langsung
memberikan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman berjangka
waktu 15 bulan dengan bunga sekitar 1%. Bunga 1% yang dibayarkan setiap
bulannya bukan juga merupakan bunga tetapi memiliki rincian yaitu; 0,5%
sebagai jasa untuk pengurus, 0,3% sebagai iuran, dan 0,2% merupakan simpanan
keluar dari kelompok afinitas. Bantuan pinjaman ini sangat membantu masyarakat
karena berbunga sangat rendah yaitu sekitar 1% sehingga masyarakat terhindar
dari para tengkulak
KK miskin yang akan menerima bantuan ditentukan berdasarkan penerima
raskin dengan persyaratan masyarakat harus membuat kelompok afinitas yang
terdiri dari anggota-anggota masyarakat miskin dan menunjuk satu orang sebagai
pendamping program yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Pembentukan
kelompok afinitas ditentukan oleh masyarakat berdasarkan kesamaan tujuan dan
keputusan. Setelah dibentuk masing-masing kelompok afinitas membuat
permohonan bantuan untuk jumlah dana yang akan diajukan. Pembagian bantuan
untuk masing-masing kelompok dilakukan secara musyawarah dan disepakati
bersama, disaksikan oleh perangkat desa dan diawasi oleh BKP.
Apabila seluruh pihak telah setuju maka dana akan disalurkan dalam
bentuk pinjaman berbunga rendah. Sebelum diberikan dilakukan beberapa
tahapan, bagi masyarakat yang belum memiliki usaha maka akan terlebih dahulu
diberikan pelatihan usaha apa yang ingin dibentuk berdasarkan kelompok afinitas
dan keadaan sumber daya yang ada di desa/kelurahan. Bagi masyarakat yang telah
memiliki usaha maka akan dibimbing bagaimana mengembangkan usaha yang
telah ada menjadi lebih besar lagi.
Sampai dengan tahun 2012 telah terdapat 121 desa/kelurahan Program
Demapan di Sumatera Utara yang tersebar di 24 kabupaten/kota. Untuk
desa/kelurahan replika (percontohan) terdapat 18 desa dan salah satunya adalah
Kelurahan Ladang Bambu dan sekaligus merupakan juara 1 lomba Adikarya
ditingkat mikro sebagai program dalam mengurangi angka kemiskinan di
pedesaan/kelurahan. Pengurangan angka kemiskinan ditingkat desa/kelurahan
(mikro) tentu secara agregat akan mengurangi angka kemiskinan ditingkat
nasional (makro).
5.2 Perkembangan Program Demapan Di Ladang Bambu
Program Demapan pertama kali dilaksanakan di Kel. Ladang Bambu pada
tahun 2008. Program Demapan memiliki tahapan-tahapan ditiap tahunnya yg
ingin dicapai dan akan berakhir ditahun keempat. Tahapan tersebut yaitu
persiapan, penumbuhan, pengembangan, dan terakhir di tahap kemandirian.
Untuk perkembangan program Demapan di Kelurahan Ladang Bambu
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 12. Perkembangan Program Demapan di Kelurahan Ladang
Bambu
Tahap Tahun Jumlah Kelompok
Afinitas
Pada tahun pertama (2008) yaitu tahap Persiapan, mula-mula dilakukan
pendataan keluarga miskin berdasarkan data penerima raskin. Lalu dibentuklah
kelompok-kelompok afinitas dimana dana bansos akan diberikan melalui
kelompok. Awal kegiatan Demapan di Ladang Bambu terdapat tiga kelompok
afinitas yang dibentuk yaitu 1) kelompok afinitas Bhineka yang berjumlah 22
orang, 2) kelompok afinitas Anggrek berjumlah 10 orang, 3) kelompok afinitas
orang. Pembentukan kelompok afinitas bisa berdasarkan kesamaan profesi seperti
kelompok Anggrek yang umumnya beranggotakan para keluarga penjual tape,
bisa juga dibentuk berdasarkan tempat tinggal seperti tantik yang beranggotakan
ibu-ibu yang tempat tinggalnya tidak berjauhan untuk memudahkan koordinasi
dan komunikasi.
Pada awal tahun kedua (2009) yaitu ditahap Penumbuhan disinilah dana
disalurkan kepada masing-masing anggota dari tiap kelompok untuk menerima
bantuan berupa pinjaman dengan bunga rendah. Dana bansos diberikan dalam 2x
pencairan, yaitu pencairan pertama 80% dan kedua 20%. Untuk dana awal yang
dapat disalurkan sebesar 80% yaitu sekitar Rp 80.000.000. Besarnya dana untuk
masing-masing kelompok ditentukan berdasarkan musyawarah seluruh anggota
program dan telah disepakati bersama. Untuk kelompok Bhineka dana yang
diterima yaitu sebesar Rp 34.475.000, kelompok Anggrek Rp 15.025.000, dan
Tantik sebesar Rp 30.500.000. Ditahap Penumbuhan ini setiap bulan dana yang
telah dibagikan akan dievaluasi untuk bagaimana perkembangan pengembalian
apakah terhambat atau tidak, apabila terhambat maka akan dibahas apa yang
membuat individu tersebut untuk tidak mengembalikan dan dicari jalan keluarnya
bersama-sama. Karena dilihat program berjalan dengan baik maka pada akhir
tahun 2009 dibentuk satu kelompok lagi yaitu kelompok Maju Bersama yang
beranggotakan 13 orang sehingga pada tahun 2009 tercatat anggota sebanyak 63
orang dan menerima sisa bantuan yaitu berjumlah Rp 20.000.000.
Pada tahun ketiga (2010) yaitu tahap Pengembangan selain dilakukan
kegiatan untuk mengembangkan pendapatan para anggota afinitas juga dilakukan
mensosialisasikan masyarakat lain disekitar lingkungan Ladang Bambu untuk
bergabung dalam program Demapan untuk memperbaiki perekonomian rumah
tangganya. Diakhir tahun 2010 jumlah anggota keseluruhan dari kelompok
afinitas meningkat 2x lipat dari jumlah awal yaitu dari 63 orang menjadi 126
orang.
Pada tahun terakhir (2011) dari program Demapan yaitu tahap
Kemandirian diharapakan masyarakat mampu mandiri dan memberi dampak baik
terhadap lingkungan sekitar serta diluar Kelurahan Ladang Bambu. Telah terjadi
perkembangan lagi dari anggota-anggota kelompok yang semula berjumlah 126
orang menjadi 177 orang dan dibentuk lagi satu kelompok yaitu kelompok afinitas
Mawar sehingga pada saat ini jumlah kelompok afinitas sudah menjadi 5
kelompok. Pada tahap ini masyarakat harus mampu mengembangkan dana yang
telah diberikan untuk meningkatkan pendapatannya agar dapat meningkatkan taraf
hidupnya dan juga diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik tidak
hanya kepada masyarakat sekitar Ladang Bambu tapi ke masyarakat disekitar
Ladang Bambu. Dan berkat kesuksesan program yang berjalan pada tahun 2011
menjadikan Kel. Ladang Bambu juara 1 Adikarya Pangan Nusantara tingkat
Sumatera Utara. Sampai sekarang jumlah anggota kelompok afinitas terus
bertambah dan saat ini telah berjumlah 194 orang.
Dengan sikap dan perilaku masyarakat Ladang Bambu yang baik dan
kooperatif membuat pemerintah melalui BKP semakin gencar untuk melakukan
program-program untuk membantu masyarakat Kel. Ladang Bambu seperti
program P2KPG (Program Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi) yang
dan juga memberikan bantuan sarana dan prasarana seperti untuk kelompok para
penjual tape mendapatkan bantuan dandang untuk memudahkan produksi tapenya
serta bantuan oven untuk kelompok penjual kue/roti. Perbaikan jalan dan
jembatan penghubung juga dilakukan untuk kelancaran dan kemudahan akses
antar kelurahan.
5.3 Dampak Program Demapan Terhadap Pendapatan Masyarakat
Suatu program akan menjadi sarana apabila dilakukan dengan tepat, baik
tepat waktu, tepat sasaran, tepat perencanaan maupun tepat prosedur. Hal tersebut
searah dengan program Demapan yang mengedepankan efektifitas dalam
pelaksanaannya. Efektif dalam arti diberikan pada orang yang tepat, dalam jumlah
yang tepat, dan pemanfaatan yang tepat. Apabila pemberiaan dana tersebut tidak
tepat pada sasarannya maka akan berdampak negatif bagi keberlanjutan program
tersebut dan program-program lain yang akan berjalan.
Berdasarkan pengamatan, masyarakat yang memperoleh pinjaman
sebagian besar adalah ibu-ibu yang mewakili kepala keluarga dan sebagian besar
juga memanfaatkan dana tersebut untuk menambah modal usahanya. Menurut
para responden yang telah diwawancara, dengan adanya pinjaman ini sangat
mempermudah dalam penambahan modal usaha dikarenakan bunga yang sangat
rendah sekitar 1%, ini cukup jauh dengan bunga apabila mereka meminjam
kepada bank.
Untuk melihat berhasil atau tidaknya suatu program tentu saja pada
umumnya berorientasi terhadap pendapatan. Pendapatan yang digunakan dalam
analisis adalah pendapatan usaha rata-rata, yaitu total penerimaan usaha dikurangi
I = TR – TC
Keterangan:
I = Income/Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total Biaya
Untuk dapat melihat dampaknya terhadap pendapatan masyarakat yaitu
dengan membandingkan pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah/sedang
berjalannya program tersebut.
A. Analisis dan interpretasi output Paired Samples Statistics
Tabel di atas merupakan ringkasan perbandingan statistik pada setiap
kelompok sampel. Dapat dilihat bahwa pendapatan masyarakat sebelum menerima
program Demapan meliki rata-rata sebesar Rp 2.931.900,- dengan standar deviasi
sebesar 1.30541 dan rata error sebesar 2.38335. Dapat dilihat juga pendapatan
masyarakat sesudah menerima program Demapan memiliki rata-rata sebesar Rp
4.469.500, dengan standar deviasi sebesar 1.35971 dan rata-rata error sebesar
2.48248.
Berdasarkan analisis ini, maka dapat dilihat kecenderungan kenaikan
rata-Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 PendapatanSebelum 2.9319E6 30 1.30541E5 2.38335E5
sesudah menerima program, tetapi masih memerlukan pengujian lanjut apakah
perbedaan tersebut signifikan pada taraf kepercayaan 95%.
B. Analisis dan interpretasi Paired Samples Correlation
Dapat dilihat hasil korelasi antara pendapatan masyarakat sebelum dan
sesudah menerima program Demapan adalah r 0,850 dengan nilai probabilitas
atau tampak pada kolom sig. 0,000. Hal ini menunjukkan korelasi antara
pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah menerima program Demapan adalah
sangat kuat karena r mendekati 1, dan korelasi ini signifikan pada taraf
kepercayaan 95% atau probabilitas < 0,05.
C. Analisis dan interpretasi output Paired Samples Test
Berdasarkan output di atas, dapat diuji perbedaan rata-rata pendapatan
sebelum dan sesudah menerima program Demapan pada taraf kepercayaan 95%
dengan menyusun hipotesis yang dirumuskan untuk pengujian dengan
menggunakan mean atau rata-rata hitung, yaitu:
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 PendapatanSebelum & PendapatanSesudah
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 PendapatanSebelum - PendapatanSesudah