• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA

PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK KANAK

GALILEA HOSANA KIDS MEDAN

TESIS

SINTA DIANA MARTAULINA

NIM:097009034/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FUNCTION OF SPEECH ACT

PRE SCHOOL KIDS IN GALILEA HOSANA

KIDS KINDERGARTEN MEDAN

TESIS

SINTA DIANA MARTAULINA

NIM:097009034/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS, MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SINTA DIANA MARTAULINA 097009034/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul Tesis : FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK

USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS, MEDAN

Nama Mahasiswa : Sinta Diana Martaulina Nomor Pokok : 097009034

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP) (Dr. Sri Minda Murni, M.S. Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang.,MSIE)

(5)

Tanggal 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Anggota : 1. Dr. Sri Minda Murni, M.S.

(6)

FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA PRASEKOLAH PERNYATAAN

DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari

hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya

secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Teis ini

bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan pandangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2011

(7)

BUKTI PENGESAHAN PERBAIKAN TESIS

Judul tesis : Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak

Galilea Hosana Kids Medan

Nama : Sinta Diana Martaulina No.Registrasi : 097009034

Program Studi : Linguistik

NO NAMA TANDA TANGAN TANGGAL

1 Direktur:

Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE 2 Ketua Program Studi :

Prof.T.Silvana Sinar,Ph.D. 3 Pembimbing I :

Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP 4 Pembimbing II :

Dr. Sri Minda Murni, M.S. 5 Penguji :

Prof.T.Silvana Sinar,Ph.D 6 Penguji :

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat,

kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik.

“Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak

Galilea Hosana Kids Medan” merupakan sebagian persyaratan untuk memperoleh

gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara. Tesis ini menjelaskan tentang pendahuluan tesis;

konsep, landasan teori dan kajian pustaka, serta metode penelitian.

Dari hasil penulisan tesis ini diharapkan dapat diberikan manfaat ilmu

pengetahuan yang berharga, terutama dalam perkembangan linguistik dan

peningkatan dunia pendidikan anak.

Penulis menyadari bahwa tesis ini memiliki keterbatasan dan kekurangan

yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

sangat diharapkan untuk menunbuhkan minat penelitian linguistik, selanjutnya,

khususnya kajian pragmatik dalam segala aspek kehidupan berbahasa.

Medan, Agustus 2011

Penulis

NIM 097009034 Sinta Diana Martaulina

(9)

Segala pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang

telah melimpahkan kasih, berkat, dan anugerah-Nya, bahwasanya Tuhan itu baik.

Dengan kebaikan-Nya juga sehingga penulis dimampukan menyelesaikan tesis

yang berjudul “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman

Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan.

Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya dan hormat atas segala doa, perhatian,

bimbingan, arahan serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis:

1. Kementerian Pendidikan Nasinaonal Republik Indonesia yang telah

memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk dapat mengikuti

serta menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara;

2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara;

4. Prof. T. Silvana Sinar,MA, Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara;

5. Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP dan Dr. Sri Minda Murni, M.S. selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II, yang setulus hati meluangkan waktunya

(10)

6. Para dosen, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis

selama perkuliahan di Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara;

7. Pimpinan, seluruh guru, anak-anak, serta PG/TK Galilea Hosana Kids, Jalan

Bunga Terompet No. 30 Medan;

8. Orangtua tercinta: L.S.M. Sitoroes, S.H. dan T.M. br Siahaan dan Keluarga

Besar Op. Ester yang berada di Pematang Siantar dan Cirebon;

9. Ibu Mertua : Op. Magdalena Tampubolon br. Napitupulu, yang selalu

mendoakan dan mendukung penulis agar dapat meyelesaikan perkuliahan ini;

10.Khusus :Suami tercinta Ir. Kohler Tampubolon dan dua bidadari cantik ;

Angelica dan Ruth yang selalu berdoa agar penulis maju dan pantang

menyerah;

11.Bapak Direktur, Para Pembantu Direktur, Staff Pengajar, dan Pegawai di

lingkungan Politeknik Mandiri Bina Prestasi Medan;

12.Serta semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan, yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Kiranya Tuhan yang Mahakasih yang mampu membalas segala doa dan

kebaikan yang telah diberikan kepada penuls. Akhir kata, kiranya tesis ini

bermanfaat kita semua dalam memajukan pengetahuan kita, khususnya kajian

pragmatik.

Medan, Agustus 2011

Penulis,

(11)

ABSTRACT

The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, meununjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Sinta Diana Martaulina

Tempat dan Tgl.Lahir : Cirebon, 31 Maret 1966

Alamat : Jln. Sembada XI Ujung No. 28 , PB Selayang II

Medan 20131

Status : Menikah

Pekerjaan : Dosen Yayasan Politeknik Mandiri Bina Prestasi

Medan.

No Telp / Hp : 081375806558

PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN Pegambiran 1, Cirebon 1976 - 1981

2. SMP N 2 Cirebon 1981 - 1983

3. SMA N 1 Cirebon 1983 - 1985

4. S1 FS Bahasa dan Sastra Indonesia USU 1985 – 1989

5. Pendidikan Akta IV, Unimed 2001 - 2002

(14)

KATA PENGANTAR

Segala pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang

telah melimpahkan kasih, berkat, dan anugerah-Nya, bahwasanya Tuhan itu baik.

Dengan kebaikan-Nya juga penulis dimampukan menyelesaikan tesis yang

berjudul “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak

Galilea Hosana Kids, Medan, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister

Humaniora pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara. Tesis ini menjelaskan tentang pendahuluan tesis; konsep,

landasan teori dan kajian pustaka, serta metode penelitian yang digunakan.

Dari hasil penulisan tesis ini diharapkan manfaat ilmu pengetahuan yang

berharga, terutama dalam perkembangan linguistik dan peningkatan dunia

pendidikan anak. Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini memiliki keterbatasan

dan kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan untuk menumbuhkan minat penelitian linguistic

selanjutnya, khususnya kajian pragmatik dalam segala aspek kehidupan

berbahasa. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan hormat dan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa, perhatian, bimbingan,

arahan serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis:

13.Kementerian Pendidikan Nasinaonal Republik Indonesia yang telah

memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk dapat mengikuti

serta menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

(15)

14.Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara;

15.Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara;

16.Prof. T. Silvana Sinar,MA, Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara;

17.Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP dan Dr. Sri Minda Murni, M.S. selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II, yang setulus hati meluangkan waktunya

untuk membimbing dan mengarahkan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

18.Para dosen, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis

selama perkuliahan di Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara;

19. Pimpinan, seluruh guru, anak-anak, serta PG/TK Galilea Hosana Kids, Jalan

Bunga Terompet No. 30 Medan;

20.Orangtua tercinta: L.S.M. Sitoroes, S.H. dan T.M. br Siahaan dan Keluarga

Besar Op. Ester yang berada di Pematang Siantar dan Cirebon;

21.Ibu Mertua : Op. Magdalena Tampubolon br. Napitupulu, yang selalu

mendoakan dan mendukung penulis agar dapat meyelesaikan perkuliahan ini;

22.Khusus :Suami tercinta Ir. Kohler Tampubolon dan dua bidadari cantik ;

Angelica dan Ruth yang selalu berdoa agar penulis maju dan pantang

menyerah;

23.Bapak Direktur, Para Pembantu Direktur, Staff Pengajar, dan Pegawai di

(16)

24.Serta semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan, yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Hanya Tuhan yang Mahakasih, yang mampu membalas segala doa dan

kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, kiranya tesis ini

bermanfaat bagi kita semua dalam memajukan pengetahuan kita, khususnya

kajian pragmatik.

Medan, Agustus 2011

Penulis,

(17)

DAFTAR ISI

(18)

b. Teori Genetik ... 34

c. Teori Sosiokultural ... 34

2.2.5 Pemerolehan Pragmatik ... 35

2.2.5 Anak Usia Prasekolah ... 37

3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... 46

3.3 Data dan Sumber Data ... 48

3.4 Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Realisasi Tindak Tutur dalam Modus oleh Anak Usia 54

Prasekolah 4.1.1 Tindak Tutur Asertif/Representatif ... 54

4.1.2 Tindak Tutur Direktif ... 56

4.1.3 Analisis Fungsi Ekspresif ... 61

4.1.4 Analisis Fungsi Komisif ... 63

4.3 Tindak Tutur Direalisasikan dalam Modus ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90

(19)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1.Hasil Penelitian Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah ... 43

4.1.Realisasi Tindak Tutur dalam Modus oleh Anak TK Galilea Hosana Kids,

Medan ... 66

4.2a.Tindak Tutur Anak yang Direalisasikan dalam Modus... 79

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor JUDUL

1 Biodata Anak Perempuan

2 Biodata Anak Laki-laki

3 Lembar Kuisioner

(22)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, menunjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.

(23)

ABSTRACT

The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.

(24)

ABSTRACT

The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.

(25)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, meununjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.

(26)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di

dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa

ibunya (Simanjuntak:1987:157). Ketika anak memperoleh bahasa pertamanya,

ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

Proses kompentensi ini menjadi syarat untuk proses performansi. Kompetensi itu

meliputi komponen fonologi, komponen sintaksis dan komponen semantis, yang

tidak berdiri terpisah, tetapi berlangsung secara beriringan sesuai dengan

perkembangan usia anak (Pateda,1990:21). Sesuai dengan pemikiran tersebut,

dapatlah dikatakan bahwa dalam perkembangan usianya dalam memperoleh

kemampuaan berbahasanya, anak melampaui tahap-tahap; yang masing-masing

tahapan meliputi ketiga komponen tersebut.

Selanjutnya, proses performasi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses

pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat.

Pada proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat

yang didengar, sedangkan dalam proses penerbitan melibatkan kemampuan

mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini

selanjutnya menjadi kompentensi linguistik kanak-kanak (Chaer 2003: 168).

Anak-anak menggunakan bahasa yang telah diperolehnya melalui interaksi

(27)

dengan orang dewasa di sekitarnya.1

Dalam kajian pragmatik yang dipelopori Austin (1969) disebutkan bahwa

ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya mengucapkan sebuah ujaran saja, tetapi

ia juga melakukan tindakan dengan ujarannya tersebut. Pandangan ini disebut

dengan Speech Act ( tindak tutur/tindak ujar) yang terdiri atas lokusi, ilokusi, dan

perlokusi. Ketika seseorang berujar atau mengeluarkan ujaran (speech), ia

memiliki maksud-maksud tertentu yang berdampak pada lawan tuturnya.

Selanjutnya Searle (murid Austin) mengklasifikasikan tindak tutur di atas menjadi

lima jenis tindak tutur: representatives, directives, expressives, commisives, dan

declaration. Kaitannya dengan anak-anak, mitra tutur adalah hubungan antara ia

dengan orang lain, yang berinteraksi dan berkomunikasi dengannya. Di samping

itu, tujuan kanak-kanak sebagai tujuan tutur terjadi saat mengucapkan sesuatu dan

tindak tutur adalah produk ujaran yang diproduksi oleh kanak-kanak. Pada masa

ini, mereka sudah dapat membuat pernyataan (kalimat tanya, kalimat berita) dan

berbagai bentuk kalimat atau konstruksi lain.

Dalam penggunaannya, secara tidak

langsung anak-anak juga mempelajari norma dan budaya yang berlaku di

sekitarnya dalam menggunakan bahasa tersebut. Dardjowijoyo (2000:275)

menyebutnya dengan pemakaian bahasa (language usage) dan penggunaan

bahasa (language use). Dengan demikian, anak-anak juga harus menguasai

kemampuan pragmatik.

2

1

Lihat Dardjowidjojo(2000:275) Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada apa yang saya namakan pemakaian bahasa (language usage) tetapi juga penggunaan bahasa (language use). Dengan kata lain anak harus pula menguasai kemampuan pragmatik.

2

(28)

Ketika memasuki taman kanak-kanak, anak sudah menguasai hampir semua

kaidah dasar gramatikal bahasanya. Mereka juga memiliki perbendaharaan kata

atau memahami kosakata lebih banyak lagi. Mereka pun sudah dapat

menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang bermacam-macam. Mereka dapat

bergurau, bertengkar dengan teman-teman sebayanya dan berbicara dengan santun

kepada orang tua dan guru mereka.

Pada anak usia prasekolah (3-6 tahun), kompetensi dan performansinya

terhadap tindak tutur tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Perkembangan

pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah berlangsung seiring

dengan perkembangan pralinguistiknya. Dardjowijoyo (2005:57) menambahkan

bahwa anak memiliki tahapan-tahapan tersendiri dalam memeroleh bahasanya,

termasuk di dalamnya kemampuan pragmatik (tentu saja dengan tindak tuturnya).

Perkembangan linguistiknya ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang

tua, khususnya ibu dan anak. Dalam masa perkembangan linguistiknya, anak

mengembangkan konsep dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta

hubungan dengan objek, dan tindakan pada tahap satu kata, anak terus-menerus

berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang yang dijumpai. Hal itu

menjadi perbendaharaan kata mereka interogatif/pertanyaan, perkembangan

penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi. Jadi, melalui kompetensi

dan perfomansinya anak-anak telah memeroleh kemampuan pragmatik melalui

tuturan.

Masa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan

bahasa. Masa ini sering juga disebut masa golden age. Pada usia itu, anak sangat

(29)

motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa.3

Anak-anak Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan (TK GHK

Medan) yang berusia 4-5 tahun telah mampu mengembangkan ketrampilan

berbicara melalui percakapan sederhana yang dapat memikat orang lain. Tanpa

pengembangan bahasa, anak prasekolah di TK GHK Medan akan sulit untuk

menerima materi pelajaran yang diberikan gurunya, termasuk

mengkomunikasikan bahasa dengan lingkungan di sekitarnya. Biasanya mereka

menggunakan bahasa melalui berbagai cara, seperti bernyanyi, bertanya, atau

kegiatan interaksi lainnya (seperti dialog dengan guru maupun teman-temannya).

Hal ini mengisyaratkan bahwa anak TK GHK Medan telah menggunakan bahasa

sebagai alat penghubung sosial yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan untuk

merapatkan hubungan seseorang dengan orang lain.

Perkembangan awal lebih

penting daripada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat

dipengaruhi oleh belajar dan pengalaman. Peran guru sangat dibutuhkan dalam

mengembangkan bahasa anak terutama di Taman Kanak-Kanak (TK). Mengingat

hal tersebut, guru berusaha mengembangkan bahasa anak melalui bercerita,

bernyanyi, dan berdialog. Diharapkan dengan bercerita , berdialog, dan bernyanyi

akan menambah kosa kata anak yang dapat digunakan dalam mengembangkan

bahasa mereka untuk berkomunikasi.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kajian ini beranggapan bahwa

penelitian “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak

3

(30)

Galilea Hosana Kids Medan” menarik untuk diteliti secara mendalam sehingga

lebih komprehensibilitas (Darjowijojo,2000:6).4

1. anak TK GHK Medan secara umum dapat dikelompokkan sebagai komunitas

pengguna bahasa yang aktif dan produktif;

Apalagi :

2. perkembangan bahasa anak usia prasekolah akan berkembang secara optimal

melalui interaksi dan kontak dengan lingkungan di sekitarnya, termasuk di

lingkungan TK GHK Medan.

Setiap kajian bahasa didasarkan pada suatu pendekatan (approach). Ini

berarti tidak ada kajian bahasa yang bebas dari nilai atau anggapan dasar

(Halliday, 1994;xvii dalam Saragih hal 1). Dengan kata lain, bahasa tidak terlepas

dari konteks sosial. Bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas arti, bentuk dan

ekpresi. Hubungan ketiganya ini dapat dinyatakan sebagai arti yang direalisasikan

dalam bentuk hingga akhirnya dikodekan dengan ekspresi. Dengan kata lain,

bahasa dalam sistematik terdiri dari semantik, tata bahasa, dan fonologi/grafologi.

Kerelevanan tatabahasa berdasarkan sistemik, secara spesifik menurut Halliday

salah satunya adalah memahami perkembangan bahasa anak dan perkembangan

bahasa manusia (Saragih, 2010:7-8).

Tindak tutur anak di sekolah ini merupakan bagian dari perilaku berbahasa

yang diamati dalam penelitian anak usia prasekolah di taman kanak-kanak ini

dalam mengembangkan kemampuan tindak tuturnya. Dalam menuturkan

pengalamannya, anak usia prasekolah di TK GHK Medan menggunakan fungsi

ujar dalam tindak tutur ilokusinya yang berbentuk pertanyaan, pernyataan,

perintah. Melalui komunikasi dalam percakapan pada tingkat tatabahasanya,

4

(31)

secara teknik linguistik disebut mood/mode. Mood inilah yang kelak disebut

modus.5

1. Miss Ina sudah datang.(intonasi turun)

Berkaitan dengan anak-anak di TK GHK Medan, berdasarkan sistem

pilihan peran itulah, mereka membedakan kalimat menurut modusnya. Misalnya

saja deklaratif (yang mengacu ke kalimat pernyataan), interogatif (yang mengacu

ke kalimat pertanyaan), dan imperative (yang mengacu ke kalimat perintah).

Kalimat deklaratif direalisasikan dengan suara datar, sedangkan kalimat

interogatif diujudkan oleh suara (sedikit) naik. Dan yang terakhir, imperative

ditunjukkan oleh suara datar dengan suara tinggi di awal klausa. Jadi, suara

penutur dapat bervariasi dalam menggunakan fungsi ujar apakah dengan intonasi

datar, naik, turun, naik-turun, turun-naik dan lain sebagainya, seperti percakapan

anak tersebut berikut.

2. Minta sama Miss Ina! (intonasi naik turun)

3. Datangkah Miss Ina? (intonasi turun naik)

Ketika tindak ujar terjadi, anak usia prasekolah di taman kanak-kanak

bertindak sebagai penutur dan petutur diposisikan sebagai peran pembicara yang

berbeda melalui penggunaan modus: apakah memberikan informasi atau

menanyakan informasi; modus tuturan yang diproduksi anak di taman

kanak-kanak apakah sudah meliputi (1) modus berita, (2) modus bertanya, (3) modus

perintah.

Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan pemerolehan pragmatik

anak usia prasekolah memerlukan waktu yang lama dan panjang serta melalui

fase-fase yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Pertumbuhan dan perkembangan

5

(32)

merupakan fase yang memerlukan perhatian. Inilah sebabnya fase prasekolah

merupakan awal penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia pada fase

selanjutnya. Ada berbagai aspek pendidikan bahasa yang sangat mendesak untuk

mendapat perhatian. Salah satunya adalah pemerolehan pragmatik anak usia

prasekolah. Karena penelitian pragmatik anak usia prasekolah masih minim

hingga saat ini teori-teori yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa dan

pragmatik masih menggunakan teori-teori yang dikemukakan para ahli yang

berasal dari barat. Maka, penelitian tentang pemerolehan bahasa anak secara

longitudinal telah dilakukan oleh Dardjowidjojo6

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penelitian fungsi tindak tutur pada anak

usia prasekolah tentang pertumbuhan dan perkembangan awal merupakan fase

yang perlu mendapat perhatian. Apalagi subjek penelitiannya adalah anak taman

kanak-kanak yang berusia 4-5 tahun dapat diidentifikasikan dan dirumuskan. perlu diterapkan dalam

penelitian ini dengan waktu yang digunakan.

1.2Identifikasi Masalah

Merujuk pada uraian di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini

dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman

kanak-kanak;

b. tindak tutur anak usia taman kanak-kanak dapat dikaji berdasarkan jenis dan

fungsi tindak tutur, yang dilakukan secara longitudinal.7

6

op.cit:6 Dardjowidjojo,op.cit,p.14.

(33)

c. alasaan tindak tutur anak usia kanak-kanak dapat direalisasikan dalam modus.

1.3Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini :

1. Bagaimanakah tindak tutur direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman

kanak-kanak?

2. Jenistindak tutur apakah yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak?

3. Mengapa tindak tutur direalisasikan dalam modus itu?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah penelitian yang telah

diungkapkan, kajian ini bertujuan memperoleh pemerian yang sahih dan objektif

berdasarkan empiris. Melalui pengamatan langsung terhadap tindak tutur anak

usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Jalan Bunga

Terompet Raya No. 30, PB Selayang II Medan, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:

a. tindak tutur direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak ;

b. jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak ;

c. alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai maksud atau harapan agar hasil

(34)

pengetahuan itu sendiri. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini

meliputi:

a. Manfaat Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khasanah

pengetahuan dalam ilmu bahasa, khususnya kajian pragmatik

2. Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti yang lain apabila ingin

meneliti pemerolehan bahasa anak .

b. Manfaat Praktis

1. Memberika masukan bagi para orang tua terhadap perkembangan tindak tutur

anak usia prasekolah yang diperolehnya selama di taman kanak-kanak ;

2. Dengan adanya penelitian ini, kajian diharapkan dapat memberikan

sumbangan pengetahuan bagi para pendidik atau pengasuh dalam Proses

Belajar Mengajar (PBM) sehingga dapat melakukan strategi-strategi yang

mudah dicerna dan dipahami oleh anak usia prasekolah di taman kanak-kanak

dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, khususnya dalam

pemerolehan dan kemampuan tindak tutur ;

3. Penelitian yang relevan dapat mendukung usaha Pemerintah dalam

menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

1.4.3Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merujuk pada anak yang berkomunikasi dengan guru atau

teman dalam satu sekolah menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia

sebagai bahasa pertama merupakan media yang dapat dipergunakan sang anak

(35)

dengan globalisasi zaman, PBM di dalam lingkungan sekolah telah disisipi bahasa

asing (Inggris) untuk menambah pengetahuan anak. Adapun penelitian ini juga

memiliki ruang lingkup yang terbatas.

a. Penelitian dibatasi pada anak Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Jalan

Bunga Terompet No. 30, Kelurahan PB Selayang II, Medan;

b. Fokus penelitian hanya pada modus, jenis dan fungsi tindak tutur pada anak

usia taman kanak-kanak;

c. Usia 4 – 5 tahun;

d. Tidak meneliti bahasa apa yang mereka peroleh sebelumnya;

(36)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada

di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

(KBBI 2005:588). Dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana 2008: 132), konsep

adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa,

dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya. Untuk

memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa

konsep. Konsep dalam penelitian ini adalah pengertian modus, tindak tutur, jenis

tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan pengertian anak usia prasekolah yang

dijabarkan berdasarkan landasan teori.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian perlu adanya landasan teori yang mendasarinya.

Landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang

digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Teori

yang akan digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah teori

modus, teori tindak tutur, tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung serta

teori anak usia prasekolah. Teori modus yang dikaitkan berdasarkan Pendekatan

Sistemik M.A.K. Halliday. Teori tindak tutur diambil dari buku-buku kajian

pragmatik. Teori pemerolehan bahasa anak dan anak usia prasekolah diambil dari

(37)

2.2.1 Teori Modus

Kata mood atau mode dalam bahasa Inggris atau modus dan juga

modalitas dalam bahasa Indonesia, memiliki definisi yang variatif dalam sejumlah

literatur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:750) dinyatakan modus

bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan

perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yang diungkapkannya. Dalam

Kamus Linguistik, modus adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba yang

mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara, atau

sikap pembicara tentang apa yang diucapkan (Kridalaksana,2008:156). Secara

lebih spesifik, mood adalah pandangan, pertimbangan atau pendapat pribadi

pemakai bahasa terhadap makna paparan pengalaman dalam bentuk klausa yang

disampaikan dalam interaksi8

a. Mood adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba ;

. Dari penjelasan di atas, secara linguistik modus

dapat didefinisikan sejumlah konsep sebagai berikut.

b. Mood mengungkapkan suasana psikologis perbuatan ;

c. Mood adalah sikap pembicara terhadap bahasa yang digunakan ;

d. Mood berkaitan dengan makna paparan pengalaman linguistik ;

e. Mood berbentuk klausa.

Pemahaman terhadap mood menggunakan landasan teori Linguistik

Sistemik Fungsional (LSF).9

8

Saragih,Amrin.Linguistik,Sistemik Fungsional.Pasca Sarjana USU,2010).h.54.

Teori ini dikembangkan oleh M.A.K Halliday,

9

Catatan Kuliah (Prodi Linguistik 2010)

a. teori ini menganalisis bahasa sebagaimana bahasa itu apa adanya ;

b. menganalisis makna dari suatu unit bahasa dari segi ideasional, interpersonal, tekstual secara simultan;

(38)

seorang sarjana kelahiran Inggris tahun 1925. Teori ini adalah pengembangan dari

teori Struktural Ferdinand de Saussure yang lebih menitikberatkan pada

pengakuan terhadap ekspresi dan situasi (Verhaar, 1970:14). Ekspresi berkaitan

dengan tata bahasa, sedangkan situasi berkaitan dengan konteks situasi atau

konteks sosial. Hubungan antara sistem bahasa dengan konteks situasi inilah yang

menentukan pilihan bentuk dan makna dalam metafungsi bahasa dan sekaligus

menentukan sistem dan struktur mood dalam fungsi berbicara (speech function).

Seperti dalam menyampaikan pernyataan (statement), mengajukan pertanyaan

(question), memberikan perintah (command) serta menyampaikan penawaran

(offer).

Karya-karya dalam linguistik kritis banyak dipengaruhi oleh pandangan

Halliday. Beliau berpandangan bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik

sebagai tindakan. Konteks tuturan itu sendiri sebuah konstruksi semiotis yang

memiliki sebuah bentuk yang memungkinkan partisipan memprediksikan

fitur-fitur register yang berlaku untuk memahami orang lain. Melalui tindakan

pemaknaan (act of meaning) sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial,

menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan

mentransmisikan sistem nilai dan pengetahuan yang dibagi. Jadi, penggunaan

bahasa tidak pernah lepas dari konteks sosial. Penggunaan unsur-unsur bahasa

sangat ditentukan oleh konteks sosial untuk terjadinya tindak ujar dalam

komunikasi. Pilihan unsur bahasa seperti kalimat deklaratif, imperatif, dan

sebagainya oleh penutur dan petutur senantiasa berdasarkan konteks sosial.

Bahasa merupakan sistem semiotik yang kompleks yang terdiri dari banyak

(39)

yang dalam konteks fungsional sistemik disebut dengan leksikogramatika.

(Halliday, 1985:15). Leksikogramatika dalam makna antarpersona adalah modus,

di mana di dalam modus inilah terealisasi Subjek (sebagai partisipan terpenting)

dan Finite (sebagai bagian proses klausa agar dapat bernegosiasi tentang

partisipan Subyeknya). Modus, seperti dikatakan sebelumnya, berhubungan

dengan fungsi ujaran dengan jaringannya yang dapat terbentuk. Kajian bahasa

secara fungsional menjelaskan bentuk bahasa yang disebut kalimat sebagai tindak

tutur (speech act). Dengan demikian, kalimat dibedakan berdasarkan maksud

ujaran penuturnya (untuk apa ujaran itu dilontarkan).

Dalam berbagai tulisannya, Halliday (1985) selalu menegaskan bahwa

bahasa adalah produk proses sosial. Seorang anak yang belajar bahasa dalam

waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa, yakni membangun

gambaran realitas di sekitar dan di dalamnya. Tidak ada fenomena bahasa yang

vakum sosial, tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial.

Dengan demikian, modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana

psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang

apa yang diungkapkannya.

Modus adalah sistem pilihan peranan kepada penutur dan pendengarnya. 10

10

Lihat Kamus Linguistik (Kridalaksana,2008:156). Modus(mood,mode) : kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkan.

Modus kalimat adalah cara bagaimana kalimat itu diekspresikan kepada mitra

bicara. Terdapat tiga cara, yakni (i) deklaratif, (ii) pertanyaan gramatis, dan (iii)

imperatif. Tiga modus tersebut menempatkan subjek secara berbeda. Penempatan

ini mengakibatkan pembagian modus antar partisipan menjadi penunjuk dari

(40)

“posisi kekuasaan”. Bertanya dapat menjadi “tindakan” atau “informasi”, dan

dapat juga sebagai pemberi informasi. Bertanya selain berarti permintaan

informasi juga dapat bernilai perintah; modus pertanyaan memiliki nilai

menawarkan tindakan; modus deklaratif memiliki nilai permintaan untuk

informasi; deklaratif selain berarti pemberian informasi dapat juga berarti

perintah; modus imperatif dapat menjadi sebuah saran atau anjuran. Jadi, yang

menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah

modus.

2.2.2 Teori Tindak Tutur

Yule ( 1996:3) mengatakan bahwa “Pragmatics is the is the studi of

contextual meaning” , ‘pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual’. Studi

ini akan melakukan penginterpretasian makna sebuah tuturan dengan

memperhatikan konteks pemakaiannya dan bagaimana konteks itu itu

memengaruhi penutur dalam menentukan suatu tuturan. Pragmatik adalah disiplin

ilmu bahasa yang memelajari makna satuan kebahasaan dikomunikasikan.

Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat Parker (dalam Wijana,1996:2) yang

mengemukakan bahwa “Pragmatiks is distinct from grammar, which is the study

of the internal structure of language . Pragmatiks is the study of how language is

used to communicate”. Pragmatik berbeda dengan gramatika yang memelajari

struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa

untuk berkomunikasi. Oleh karena yang dikaji adalah makna bahasa, pragmatik

dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Namun, diantara keduanya terdapat

(41)

relasi dua segi (dyadic), sedangkan pragmatik menelaah makna sebagai relasi tiga

segi (triadic). Kedua jenis relasi ini secara berurutan dirumuskan oleh Leech

(1993:8) ke dalam dua kalimat berikut.

1) What does X mean? (Apa artinya X?)

2) What did you mean by X? (Apa maksudmu dengan X?)

Berdasarkan kedua rumusan di atas, dapat dilihat bahwa makna dalam semantik

semata-mata sebagai hubungan satuan lingual dalam bahasa tertentu yang terlepas

dari situasi penutur (context independent). Berbeda dengan makna semantik,

makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur yang terikat pada situasi

(context dependent). Lebih lanjut Leech (1993:19-21) mengungkapkan bahwa

situasi ujar/tutur terdiri atas beberapa aspek.

a. Penutur dan Lawan tutur.

Aspek-aspek yang perlu dicermati dari penutur dan lawan tutur adalah jenis

kelamin, daerah, asal, tingkat keakraban, dan latar belakang sosial budaya

lainnya yang dapat menjadi penentu hadirnya makna sebuah tuturan.

b. Konteks Aturan

Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan

seting sosial yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat fisik

disebut koteks (cotext), sedangkan konteks sosial sering disebut konteks.

Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang

pengetahuan yang diasumsikan/dimiliki dan dipahami untuk

(42)

c. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan

tujuan tertentu. Dengan kata lain, penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu

kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk

tuturan dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam.

Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan akan dapat diwujudkan dengan

bentuk tuturan yang berbeda-beda.

d. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan

Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret

dibandingkan dengan gramatika. Tuturan disebut sebagai suatu tindakan

konkret (tindak tutur) dalam suasana tertentu. Segala hal yang berkaitan

dengannya, seperti jati diri penutur dan lawan tutur yang terlibat, waktu, dan

tempat dapat diketahui secara jelas.

e. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan pada dasarnya adalah hasil tindak verbal dalam aktivitas bertutur

sapa. Oleh sebab itu, tuturan dibedakan dengan kalimat. Kalimat adalah

entitas produk struktural, sedangkan tuturan adalah produk dari suatu tindak

verbal yang muncul dari suatu pertuturan.

Makna yang dikaji semantik adalah makna linguistik (semantik meaning)

atau makna semantik (semantik sence), sedangkan makna yang dikaji

pragmatik adalah maksud penutur (speaker meaning) atau (speaker sense).11

1) “Kuenya sudah habis”.

Analisis tuturan di bawah ini mengilustrasikan pernyataan tersebut.

11

(43)

2) “Merpin, bolanya di mana?”

Dalam bentuk struktural, kedua tuturan itu merupakan tuturan deklaratif (berita)

dan tutuan interogatif (bertanya). Secara semantik, tuturan( 1) bermakna ‘anak

yang kehabisan kue’ dan tuturan (2) bermakna ‘bolanya berada di mana’.

Tuturan (1) menginformasikan sesuatu kepada lawan tutur sedangkan penutur

dalam tuturan (2) ingin mendapatkan informasi dari lawan tuturnya.

Kedua tuturan di atas, bila dianalisis secara pragmatis dengan mencermati

konteks pemakaiannya akan didapatkan hasil yang berbeda. Misalnya saja, tuturan

(1) dituturkan oleh seorang anak taman kanak-kanak kepada temannya yang

sama-sama membawa bekal saat istirahat tiba. Tuturan tersebut, bukan

semata-mata untuk menginformasikan sesuatu, tetapi dimaksudkan untuk meminta kue

milik temannya. Demikian pula bila tuturan (2) dituturkan seorang anak kepada

temannya, tuturan tidak dimaksudkan untuk mendapat informasi dari lawan tutur,

melainkan untuk menyuruh lawan tuturnya mengambilkan bola. Berdasarkan

penjelasan-penjelasan ini, konteks dapat dikatakan sebagai dasar pijakan dalam

analisis bahasa secara pragmatik. Tindak tutur merupakan analisis pragmatik,

yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya.

Tindak tutur (speech act) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan

pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Lebih lanjut

Chaer (2004 : 16) memaparkan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual,

bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa

si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jadi, dalam tindak tutur lebih

(44)

Teori tindak tutur sendiri berangkat dari ceramah filsuf berkebangsaan

Inggris Jhon L. Austin pada tahun 1955 (1911-1960) yang kemudian diterbitkan

pada tahun 1962 dengan judul How to Do Things With Words. Beliau menyatakan

bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga

melakukan sesuatu.12 Seperti yang telah diuraikan sebelumya, tuturan tersebut

dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja

performatif. Tindak tutur merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu yang

disebut dengan tindakan performatif. Tuturan juga tidak dapat dikatakan benar

atau salah, melainkan sahih (valid/felicitous) atau tidak. Sahih (invalid/felicitous)

sebuah tuturan performatif bergantung pada persyaratan kesahihan (Felicity

Condition).13

Tuturan merupakan produk penggunaan bahasa dalam bentuk lisan

maupun tulisan melalui struktur linguistik yang berhubungan atau tidak pada

kalimat. Adapun tindakan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara

aktif. Searle (1974:16) mengemukakan bahwa “ more precisely, the production

or issuance of a sentence token under certain conditions is a speech act, and

speech act (of certain kinds to be explained later) are the basic or minimal units

of linguistik communication”

Yang merupakan syarat-syarat kesahihan diantaranya, yaitu (a)

orang yang mengutarakan dan situasi penuturan tuturan itu harus sesuai; (b)

tindakan tersebut harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan mitra

tutur, dan (c) penutur dan mitra tutur harus memilik niat yang sungguh-sungguh

untuk melakukan tindakan (Wijana 1996:24).

12

Lihat kembali uraian pada hal 19 dalam tesis ini.

13

Lihat (Saeed. Semantics.1997)h.208 ; (Nadar,2009:11-12). Menurut Austin(1962) …ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam tuturan-tuturan performatif yang harus dipenuhi, yang disebut

(45)

‘Lebih tepatnya, produksi atau pengeluaran suatu kalimat di bawah

kondisi-kondisi tertentu adalah tindak tutur, dan tindak tutur (dengan jenis tertentu untuk

dijelaskan kemudian) adalah dasar atau unit minimal linguistik komunikasi’.

Dalam linguistik komunikasi, bahasa bukan sekadar simbol, kata, atau kalimat,

melainkan sebuah produk dari simbol, kata, atau kalimat dalam kondisi atau

konteks tertentu dan terwujud sebagai tindak tutur.

2.2.3 Jenis- Jenis Tindak Tutur

Austin (1968:94-107)14 membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan

dengan ujaran. Ketiganya adalah 1) tindak tutur lokusi (locutionary act), yakni

tuturan yang menyatakan sesuatu; 2) tindak tutur ilokusi (illocutionary act), yakni

tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan; dan 3) tindak tutur

perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh

terhadap petutur untuk melakukan sesuatu. Ketiganya dapat dirinci sebagai

berikut.

a. Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusioner atau lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan

sesuatu hal; tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna

kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu. Jadi, makna yang terdapat

dalam kamus dan makna sintaksis kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya ( the

act of saying something);

14

(46)

Austin(1968:108) : “…we summed up by saying we perform a locutionary act,

which is roughly equivalent to uttering a certain sentence with a certain sense

and reference, which again is roughly equivalent to ‘meaning’ in the

traditional sense”

‘Kami menyimpulkan bahwa dengan mengatakan kami melakukan tindak

lokusi, yang secara kasar setara dengan menuturkan sebuah kalimat dengan

arti dan referen tertentu, yang sekali lagi setara dengan ‘makna’ dalam arti

tradisional’ .

Tindak tutur lokusi mempermasahkan makna harfiah sebuah kalimat yang

dituturkan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tindak lokusi harus

didasarkan pada tatabahasa, leksikon, semantik, dan fonologi suatu bahasa.

(a) Mobilku inopa!

(b) Abi punya dua(mobil).

Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk

menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi

untuk mempengaruhi lawan tuturnya (misalnya) untuk bersaing. Tindak tutur

lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi karena dalam

pengidentifikasian tindak tutur lokusi tidak memperhitungkan konteks

tuturannya. Biasanya tindak tutur lokusioner kurang penting dalam kajian

tindak tutur.15

15

(47)

b. Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusioner atau tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang

berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan

untuk melakukan sesuatu (the act of doing something). Berbeda dengan tindak

tutur lokusioner, tindak tutur ilokusioner merupakan tindak melakukan

sesuatu/maksud. Dengan kata lain, tindak tutur ilokusioner adalah apa yang ingin

dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan suatu dan dapat merupakan

tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan,

memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, hal ini merupakan

tindak bahasa yang dilihat dari pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji,

pertanyaan,dan sebagainya Austin (1968:99) mengatakan bahwa”…an illocunary

act, i.e. performance of act in saying something as opposed to performance of an

act of saying something”.

‘…suatu tindak ilokusi adalah melakukan tindakan dalam mengatakan Sesuatu

yang berlawanan dengan melakukan tindakan mengadakan sesuatu’.

Tindak ini berbeda dengan lokusi karena memiliki daya (force), misalnya

melapor, memerintah, dan mengancam. Ketiga hal ini dinamakan daya ilokusi

(illocutionary force)

(c) Intan sudah ke Medan Mall kemarin.

(d) Mama lagi sakit.

Kalimat (c) jika diucapkan murid kepada gurunya, bukan hanya sekadar

memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan

informasi agar lawan bicaranya (teman/guru) untuk mengunjungi tempat/lokasi

(48)

perihal ibunya yang tidak mendampinginya, berarti bukan saja sebagai informasi

tetapi juga untuk memohon agar menjenguk ibunya. Tindak tutur ilokusi sangat

sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur

dan lawan tuturnya. Tindak tutur ilokusioner merupakan bagian sentral dalam

kajian tindak tutur.

Untuk itu, Searle kemudian mengajukan taksonomi dengan menggunakan

klasifikasi yang berbeda dari Austin. Dalam bukunya Speech Acts : An Essay in

the Philosophy of language Searle (1969) menguraikan tindak tutur ilokusiner

yang merupakan bagian sentral dalam kajian tindak tutur dibagi menjadi lima

kelompok: representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.16

a) Tindak Tutur Asertif/Representatif

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan

kebenaran, atas apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut

juga tindak tutur asertif. Berikut ini adalah tuturan asertif/representatif.

(1) Semua sudah habis.

Dalam tuturan itu, penutur memberi pernyataan bahwa semua yang dicarinya

tidak ada (sudah habis). Tuturan yang memberikan pernyataan atau menyatakan

termasuk tuturan asertif/representatif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur

asertif/representatif adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui,

melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi

dan sebagainya. Dalam tuturan itu, penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi

16

(49)

tuturannya. Penutur, dalam hal ini,memberi pernyataan bahwa segala sesuatu yang

dicarinya tidak ada karena sudah habis.

b) Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar

mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Jenis tindak

tutur ini disebut juga tindak tutur impositif. Tuturan berikut ini merupakan tuturan

direktif.

(2) Harap tenang, ada rapat!

Dalam tuturan ‘Harap tenang, ada rapat!’, penutur meminta mitra tuturnya untuk

melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ada dalam tuturannya, dalam hal ini

adalah jangan membuat kegaduhan/keributan. Tuturan yang meminta mitra tutur

untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dituturkan oleh penuturnya

dinamakan tindak tutur direktif. Tuturan-tuturan memaksa, mengajak, meminta,

menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah,

memberikan aba-aba, dan menantang termasuk ke dalam tindak tutur direktif.

c) Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar

ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan

itu. Tindak tutur ekspresif ini disebut juga sebagai tindak tutur evaluatif (Nadar :

2009). Tuturan berikut ini merupakan tuturan evaluatif.

(50)

Dalam tuturan itu, penutur memberikan evaluasi tentang hal yang ada dalam

tuturannya, yaitu kedatangan mitra tuturnya. Dengan mengucapkan terima kasih

atas kedatangan mitra tuturnya, penutur memberikan evaluasi terhadap

kedatangan mitra tuturnya itu. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik,

mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam

jenis tindak tutur ekspresif atau evaluatif ini.

d) Tindak Tutur Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk

melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan berikut ini

termasuk ke dalam tindak tutur komisif.

(4) Besok Papa belikan lagi, nak!

Dalam tuturan ‘Besok papa belikan lagi, nak!’, penutur terikat untuk melakukan

atau melaksanakan apa yang ada dalam tuturannya. Dalam tuturan itu, penutur

terikat untuk membelikan sesuatu pada keesokan harinya. Tindak tutur yang

mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang dituturkan termasuk ke dalam

jenis tindak tutur komisif. Dengan demikian, ujaran Besok Papa belikan lagi,nak!

termasuk ke dalam tindak tutur komisif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur

komisif adalah tuturan-tuturan berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan

(51)

e) Tindak Tutur Deklarasi

Deklarasi17

(5) Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri.

adalah kategori tindak ujar yang sangat khusus (declrarations are

a very special category of speech acts), misalnya tindak ujar memberi nama

kepada sebuah kapal, mengucapkan kaul, menjatuhkan hukuman kepada penjahat,

atau melakukan tawar menawar dalam pelelangan: bila kita tahu adat kebiasaan

yang melatari tindak ujar itu, pada umumnya kita dapat mengetahui dengan pasti

bilamana tindak ujar semacam itu betul-betul dilakukan atau tidak. Jadi, dengan

mengucapkan sesuatu, yang diucapkan terjadi. (Leech dalam Oka, 1993:285)

Dalam tuturan itu, penutur menciptakan keadaan atau status baru karena apa yang

dituturkannya. Dengan mengatakan ‘Hari ini saya resmikan kalian menjadi

pasangan suami-istri, penutur mengubah status seorang perempuan menjadi istri

dari seorang laki-laki dan sebaliknya. Adanya perubahan status atau keadaan

merupakan ciri dari tindak tutur isi hati atau deklarasi ini. Oleh karena itu, tuturan

Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri” termasuk tindak

tutur deklarasi karena tuturan ini dimaksudkan oleh pewicara untuk menciptakan

hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud

mengesahkan,memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan,

mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan termasuk ke dalam

tindak tutur deklarasi dalam bentuk langsung dan tak langsung.

f) Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tak Langsung

17

(52)

Tindak tutur langsung dapat dibedakan atas tindak tutur tak langsung melalui

struktur kalimat (Yule, 1996: 54-55). Tindak tutur langsung disebut juga tindak

tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudkan sama

dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sebaliknya tindak tutur tidak

langsung / tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya

tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya seperti

dalam kalimat no. 5. (Wijana,1996:36). Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

1. Inopaku bagus.

2. Papa beli inopa.

3. Siapa mamanya?

4. Bukakan sepatuku!

5. Suaramu merdu sekali kawan

Kalimat di atas ( no. 1,2,3,4) merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat

berita, tanya, dan perintah.

Secara umum kalimat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan

modusnya (Wijana,1996:30). Kalimat dibedakan menjadi kalimat berita

(deklaratif), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat perintah (imperative).

Penggunaan ketiga macam kalimat itu secara konvensional akan menandai

kelangsungan suatu tindak tutur. Dengan demikian , kesesuaian antara modus

kalimat dan fungsinya secara konvensional itu merupakan tindak tutur langsung

(direct speech act).

Lebih lanjut (Nadar, 2009:19) mempertegas bahwa tindak tutur tak langsung

adalah tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya maka maksud dari tindak

(53)

lain, ketidaksesuaian antara modus kalimat dan fungsinya menandai adanya tindak

tutur tak langsung (indirect speech act) terlihat pada kalimat (no. 5). Dalam

kalimat itu dituturkan bahwa ibu guru bermaksud mengatakan bahwa suara

muridnya jelek (karena kelas menjadi ribut dan bising). Jadi, jika tuturan

deklaratif digunakan untuk bertanya atau memerintah atau tuturan yang bermodus

lain yang digunakan secara tidak konvensional, tuturan itu merupakan tindak tutur

tak langsung / tak literal (indirect speech act). Tindakan ini dilakukan dengan

memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak

merasa dirinya diperintah. Misalnya, seorang ibu guru menyuruh muridnya

mengambil tugasnya, diungkapkan dengan: Abi, bukunya di mana?” Kalimat

tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah muridnya untuk

menyelesaikankan tugas.

Dari uraian tindak tutur tidak langsung, kalimat berita, kalimat tanya, dan

kalimat perintah tidak selalu merupakan tindak tutur langsung. (Nadar, 2009:69)

a) Kalimat Berita

Kalimat berita (deklaratif) merupakan kalimat yang isinya memberitahukan

sesuatu kepada pendengar. Berdasarkan bentuknya, kalimat berita dapat

diuraikan atas kalimat aktif, kalimat pasif, dan kalimat inversi. Bentuk tulisan

diakhiri dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan, kalimat berita ditandai dengan

nada suara penutur berakhir dengan nada turun. Namun, dalam kenyataan

sehari-hari kalimat berita dapat dipergunakan untuk memerintah. Hal ini

dilakukan dengan pertimbangan kesopanan bahasa:

(54)

Kalimat itu jika diucapkan murid kepada gurunya bukan saja

menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya

2. “Bajumu bersih, kok”.

Kalimat ini sebenarnya ingin menjelaskan / memberitahukan bahwa baju

temannya agak kotor.

b) Kalimat Tanya

Kalimat Tanya (interrogative) merupakan kalimat yang menyatakan sesuatu

atau seseorang untuk memberikan jawaban tentang suatu masalah atau

keadaan. Biasanya kalimat tanya dilakukan dengan intonasi dengan nada naik

serta memakai kata tanya, partikel -kah dan tanda tanya (?), yakni siapa(kah),

apa(kah), di mana(kah), dan sebagainya. Sama halnya dalam kalimat berita,

kalimat tanya juga dapat digunakan untuk memerintah:

3. “Siapakah yang mau membantu Ibu?”

4. “Di mana tadi diletakkan pensilnya?”

Dua kalimat tanya ini selain menginginkan jawaban/informasi juga ada

maksud menyuruh. Dalam kalimat (3) kalimat tanya ini memerintahkan

seseorang agar dapat membantu ibu. Kalimat (4) selain menanyakan tempat

juga memerintahkan orang lain untuk mencari pensil.

c) Kalimat Perintah

Kalimat perintah (imperative) adalah kalimat yang maknanya memerintah atau

si pembicara menginginkan suatu tindakan/aksi. Dalam bentuk lisan, kalimat

tanya ini diikuti oleh nada yang sedikit naik sedangkan dalam raga tulisan

(55)

memohon, mengajak, mengizinkan, menganjurkan, meminta izin,

membujuk,anjuran, desakan.

5. “Sampahnya jangan dilihatin saja !”

6. “Maafkan saya, teman !”

7. “Boleh ke luar sebentar!”

8. “Silakan Anda di luar !”

9. “Sebaiknya Anda beristirahat dulu !”

10.“Kita makan apa adanya, ya !”

11.“Boleh minta satu, Miss !”

12.“Ayo, tendang ke sini !”

c. Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusioner adalah tindak tutur yang pengutaraannya

dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur (the act of affecting). Sebuah

tuturan yang diutarakan seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh

(perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul ini

bisa sengaja maupun tidak sengaja. Menurut Austin, tindak ujaran ini mengacu ke

efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu Sebagai contoh dapat

dilihat pada kalimat berikut:

(e) Kemarin mama sakit.

(f) Abi boleh minum minuman ibu.

Kalimat (e) diucapkan oleh murid yang tidak dapat masuk sekolah kepada

gurunya maka tindak tutur ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan tindak

(56)

diucapkan seorang guru kepada muridnya makatindak tutur ilokusinya adalah

meminta agar teman-temannya tidak iri, dan tindak tutur perlokusinya adalah agar

teman-temannya memaklumi keadaan Abi yang tidak membawa minuman atau

mungkin botol minumnya hilang. Tindak tutur perlokusi juga sulit dideteksi

karena harus melibatkan konteks tuturnya.

Dapat ditegaskan bahwa setiap tutur dari seorang penutur memungkinkan

sekali mengandung tindak tutur lokusi saja, dan tindak tutur perlokusi saja.

Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau

ketiganya sekaligus. Tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur

perlokusi dapat ditafsirkan sebagai sebuah hierarki.18 Artinya, satu tindak tutur

adalah mata rantai dalam serangkaian kejadian yang akan membentuk satu tindak

tutur lagi pada tangga hierarki yang lebih tinggi. Mata rantai hierarki dimulai dari

tindak tutur ilokusi, tindak tutur ilokusi, dan diakhiri tindak perlokusi. Oleh

karena itu, efek perlokusi dihasilkan dari pemahaman terhadap tindak tutur lokusi

dan tindak tutur ilokusi yang membangunnya. Demikian pula tindak tutur ilokusi

dihasilkan dari pemahaman terhadap tindak tutur lokusi yang membangunnya.

Searle (1969)19 mengkritik taksonomi atau klasifikasi tindak tutur yang dibuat

Austin. Menurutnya, dalam taksonomi Austin terdapat hal yang membingungkan

antara verba dan tindakan, terlalu banyak tumpang tindih dalam kategori, terlalu

banyak heterogenitas dalam kategori, dan yang paling penting adalah tidak adanya

prinsip klasifikasi yang konsisten.20

18

20 Leech, op.cit, p.317.

19

17 ibid .,hh. 281-283

20

(57)

2.2.4 Pemerolehan Bahasa

Para psikolinguis lebih suka memakai istilah pemerolehan bahasa

(language acquisition) daripada pembelajaran bahasa (language learning).21

Dilihat dari kaidah bahasa, pemerolehan bahasa itu dapat berupa

komponen ketatabahasaan, yakni komponen fonologi, komponen sintaksis, dan

komponen semantik (Simanjuntak, 1990: 2). Namun, pemerolehan bahasa tidak

hanya terletak pada kepatuhan aturan gramatikal, tetapi juga kepatuhan aturan

pragmatik. Anak harus bisa menguasai tindak ujaran ilokusioner (illocutionary

speech act) secara apik bagaimana dia menyatakan sesuatu, menanyakan sesuatu,

meminta sesuatu, dan lain-lain. Karena pragmatik merupakan bagian dari perilaku

berbahasa maka penelitian tentang pemerolehan bahasa perlu pula menelusuri,

paling tidak mengamati, bagaimana anak mengembangkan kemampuan

pragmatiknya. Seperti disarankan oleh Nino dan Snow, paling tidak kita perlu

mempelajari :

Pemerolehan bahasa adalah proses penghasilan bahasa pada manusia melalui

beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh. Pemerolehan bahasa

merupakan suatu proses yang digunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan

serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit atau teori-teori yang masih

terpendam, yang mungkin terjadi dengan ucapan dengan ucapan orang tuanya

sampai dia memilih ukuran penilaian tatabahasa yang terbaik dan sederhana dari

bahasanya (Simanjuntak, 1987:157). Lebih khusus lagi, bahwa pemerolehan

bahasa merupakan proses yang terjadi dalam otak kanak-kanak (bayi) sewaktu

memperoleh bahasa ibunya.

21

Gambar

Gambar 3.1 Ancangan Analisis  Data Penelitian
Tabel 4.1
Tabel 4.2a

Referensi

Dokumen terkait

Untuk peralatan USB kecepatan penuh, tahanan tersebut dihubungkan pada saluran D+, sehingga dalam keadaan tidak ada pengiriman data saluran ini dalam keadaan ‘1’.. •

Arah pergerakan tanah akibat gravity loading pada stage retaining walls and piles construction .... Bidang runtuh akibat gravity loading pada stage retaining walls and piles

[r]

Hasil penelitian menyatakan bahwa (1) Pada jenis kesalahan membaca siswa melakukan kesalahan yang disebabkan ketika siswa tidak bisa membaca soal secara benar

Di atas atap kamar operasi, terangkai sistem ducting untuk mengalirkan udara bersih dan bertekanan yang disaring oleh sistem hepafilter utama (outlet tepat pada area

(2) Tahap pengambilan keputusan pembelian konsumen menunjukkan bahwa pada tahap pengenalan kebutuhan, yang menjadi motivasi utama pembelian gula pasir curah adalah

“ Boerhavia diffusa (Punarnava) Root Extract as green Corrosion Inhibitor for Mild Steel in Hydrochloric Acid Solution: Theoritical and Electrochemical Studies.”

LAMPIRAN PROGRAM DAN HASIL PEMGOLAHAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS.