FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA
PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK KANAK
GALILEA HOSANA KIDS MEDAN
TESIS
SINTA DIANA MARTAULINA
NIM:097009034/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FUNCTION OF SPEECH ACT
PRE SCHOOL KIDS IN GALILEA HOSANA
KIDS KINDERGARTEN MEDAN
TESIS
SINTA DIANA MARTAULINA
NIM:097009034/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS, MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SINTA DIANA MARTAULINA 097009034/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK
USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS, MEDAN
Nama Mahasiswa : Sinta Diana Martaulina Nomor Pokok : 097009034
Program Studi : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP) (Dr. Sri Minda Murni, M.S. Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang.,MSIE)
Tanggal 18 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Anggota : 1. Dr. Sri Minda Murni, M.S.
FUNGSI TINDAK TUTUR ANAK USIA PRASEKOLAH PERNYATAAN
DI TAMAN KANAK-KANAK GALILEA HOSANA KIDS MEDAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari
hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Teis ini
bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan pandangan yang berlaku.
Medan, Agustus 2011
BUKTI PENGESAHAN PERBAIKAN TESIS
Judul tesis : Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak
Galilea Hosana Kids Medan
Nama : Sinta Diana Martaulina No.Registrasi : 097009034
Program Studi : Linguistik
NO NAMA TANDA TANGAN TANGGAL
1 Direktur:
Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE 2 Ketua Program Studi :
Prof.T.Silvana Sinar,Ph.D. 3 Pembimbing I :
Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP 4 Pembimbing II :
Dr. Sri Minda Murni, M.S. 5 Penguji :
Prof.T.Silvana Sinar,Ph.D 6 Penguji :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat,
kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
“Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak
Galilea Hosana Kids Medan” merupakan sebagian persyaratan untuk memperoleh
gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Tesis ini menjelaskan tentang pendahuluan tesis;
konsep, landasan teori dan kajian pustaka, serta metode penelitian.
Dari hasil penulisan tesis ini diharapkan dapat diberikan manfaat ilmu
pengetahuan yang berharga, terutama dalam perkembangan linguistik dan
peningkatan dunia pendidikan anak.
Penulis menyadari bahwa tesis ini memiliki keterbatasan dan kekurangan
yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk menunbuhkan minat penelitian linguistik, selanjutnya,
khususnya kajian pragmatik dalam segala aspek kehidupan berbahasa.
Medan, Agustus 2011
Penulis
NIM 097009034 Sinta Diana Martaulina
Segala pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang
telah melimpahkan kasih, berkat, dan anugerah-Nya, bahwasanya Tuhan itu baik.
Dengan kebaikan-Nya juga sehingga penulis dimampukan menyelesaikan tesis
yang berjudul “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman
Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan.
Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya dan hormat atas segala doa, perhatian,
bimbingan, arahan serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis:
1. Kementerian Pendidikan Nasinaonal Republik Indonesia yang telah
memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk dapat mengikuti
serta menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara;
2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara;
4. Prof. T. Silvana Sinar,MA, Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara;
5. Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP dan Dr. Sri Minda Murni, M.S. selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II, yang setulus hati meluangkan waktunya
6. Para dosen, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis
selama perkuliahan di Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara;
7. Pimpinan, seluruh guru, anak-anak, serta PG/TK Galilea Hosana Kids, Jalan
Bunga Terompet No. 30 Medan;
8. Orangtua tercinta: L.S.M. Sitoroes, S.H. dan T.M. br Siahaan dan Keluarga
Besar Op. Ester yang berada di Pematang Siantar dan Cirebon;
9. Ibu Mertua : Op. Magdalena Tampubolon br. Napitupulu, yang selalu
mendoakan dan mendukung penulis agar dapat meyelesaikan perkuliahan ini;
10.Khusus :Suami tercinta Ir. Kohler Tampubolon dan dua bidadari cantik ;
Angelica dan Ruth yang selalu berdoa agar penulis maju dan pantang
menyerah;
11.Bapak Direktur, Para Pembantu Direktur, Staff Pengajar, dan Pegawai di
lingkungan Politeknik Mandiri Bina Prestasi Medan;
12.Serta semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan, yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Kiranya Tuhan yang Mahakasih yang mampu membalas segala doa dan
kebaikan yang telah diberikan kepada penuls. Akhir kata, kiranya tesis ini
bermanfaat kita semua dalam memajukan pengetahuan kita, khususnya kajian
pragmatik.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
ABSTRACT
The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, meununjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Sinta Diana Martaulina
Tempat dan Tgl.Lahir : Cirebon, 31 Maret 1966
Alamat : Jln. Sembada XI Ujung No. 28 , PB Selayang II
Medan 20131
Status : Menikah
Pekerjaan : Dosen Yayasan Politeknik Mandiri Bina Prestasi
Medan.
No Telp / Hp : 081375806558
PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN Pegambiran 1, Cirebon 1976 - 1981
2. SMP N 2 Cirebon 1981 - 1983
3. SMA N 1 Cirebon 1983 - 1985
4. S1 FS Bahasa dan Sastra Indonesia USU 1985 – 1989
5. Pendidikan Akta IV, Unimed 2001 - 2002
KATA PENGANTAR
Segala pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang
telah melimpahkan kasih, berkat, dan anugerah-Nya, bahwasanya Tuhan itu baik.
Dengan kebaikan-Nya juga penulis dimampukan menyelesaikan tesis yang
berjudul “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak
Galilea Hosana Kids, Medan, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister
Humaniora pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara. Tesis ini menjelaskan tentang pendahuluan tesis; konsep,
landasan teori dan kajian pustaka, serta metode penelitian yang digunakan.
Dari hasil penulisan tesis ini diharapkan manfaat ilmu pengetahuan yang
berharga, terutama dalam perkembangan linguistik dan peningkatan dunia
pendidikan anak. Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini memiliki keterbatasan
dan kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk menumbuhkan minat penelitian linguistic
selanjutnya, khususnya kajian pragmatik dalam segala aspek kehidupan
berbahasa. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan hormat dan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa, perhatian, bimbingan,
arahan serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis:
13.Kementerian Pendidikan Nasinaonal Republik Indonesia yang telah
memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk dapat mengikuti
serta menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
14.Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara;
15.Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara;
16.Prof. T. Silvana Sinar,MA, Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara;
17.Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP dan Dr. Sri Minda Murni, M.S. selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II, yang setulus hati meluangkan waktunya
untuk membimbing dan mengarahkan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
18.Para dosen, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis
selama perkuliahan di Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara;
19. Pimpinan, seluruh guru, anak-anak, serta PG/TK Galilea Hosana Kids, Jalan
Bunga Terompet No. 30 Medan;
20.Orangtua tercinta: L.S.M. Sitoroes, S.H. dan T.M. br Siahaan dan Keluarga
Besar Op. Ester yang berada di Pematang Siantar dan Cirebon;
21.Ibu Mertua : Op. Magdalena Tampubolon br. Napitupulu, yang selalu
mendoakan dan mendukung penulis agar dapat meyelesaikan perkuliahan ini;
22.Khusus :Suami tercinta Ir. Kohler Tampubolon dan dua bidadari cantik ;
Angelica dan Ruth yang selalu berdoa agar penulis maju dan pantang
menyerah;
23.Bapak Direktur, Para Pembantu Direktur, Staff Pengajar, dan Pegawai di
24.Serta semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan, yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Hanya Tuhan yang Mahakasih, yang mampu membalas segala doa dan
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, kiranya tesis ini
bermanfaat bagi kita semua dalam memajukan pengetahuan kita, khususnya
kajian pragmatik.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
b. Teori Genetik ... 34
c. Teori Sosiokultural ... 34
2.2.5 Pemerolehan Pragmatik ... 35
2.2.5 Anak Usia Prasekolah ... 37
3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... 46
3.3 Data dan Sumber Data ... 48
3.4 Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data ... 49
3.5 Teknik Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
4.1 Realisasi Tindak Tutur dalam Modus oleh Anak Usia 54
Prasekolah 4.1.1 Tindak Tutur Asertif/Representatif ... 54
4.1.2 Tindak Tutur Direktif ... 56
4.1.3 Analisis Fungsi Ekspresif ... 61
4.1.4 Analisis Fungsi Komisif ... 63
4.3 Tindak Tutur Direalisasikan dalam Modus ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
5.1 Kesimpulan ... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1.Hasil Penelitian Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah ... 43
4.1.Realisasi Tindak Tutur dalam Modus oleh Anak TK Galilea Hosana Kids,
Medan ... 66
4.2a.Tindak Tutur Anak yang Direalisasikan dalam Modus... 79
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor JUDUL
1 Biodata Anak Perempuan
2 Biodata Anak Laki-laki
3 Lembar Kuisioner
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, menunjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.
ABSTRACT
The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.
ABSTRACT
The research is aimed at describing kindergarten students'speech acts, identifying the types of moods, and explaining the choices of the moods. The research was a longitudinal study and conducted under descriptive qualitative methods. The sources of data were 10 kindergarten students which consists of 5 boys and 5 girls which was taken under purposive sampling technique. The data were collected through formal observation on students conversation during school hours. The data were analysed by using pragmatic theory. The results show that the children's speech act is relised in three moods: declarative, interrogative, and imperative. The speech functions covers assertive, directive, expresive, commisive It is concluded that children's speech acts include marked and unmarked utterances.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak, mengidentifikasi jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak, dan alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa teori seperti teori modus, teori tindak tutur, dan teori pemerolehan bahasa dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan studi longitudinal. Penelitian ini melibatkan informan kelompok usia 4-5 tahun, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan secara informal di lapangan. Data yang dimaksud merupakan bentuk percakapan/tindak tutur. Selanjutnya peneliti menganalisis data dengan padan pragmatis, yaitu metode yang menggunakan informan sebagai penentunya. Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur anak usia prasekolah direalisasikan dalam tiga modus tindak tutur : deklaratif, interogatif, imperatif. Dengan demikian, fungsi tindak tutur anak TK Galilea Hosana Kids, Medan, meununjukkan yang lazim maupun yang tidak lazim (dalam bentuk metafora) menyebabkan tindak tutur direalisasikan dalam modus.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya (Simanjuntak:1987:157). Ketika anak memperoleh bahasa pertamanya,
ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.
Proses kompentensi ini menjadi syarat untuk proses performansi. Kompetensi itu
meliputi komponen fonologi, komponen sintaksis dan komponen semantis, yang
tidak berdiri terpisah, tetapi berlangsung secara beriringan sesuai dengan
perkembangan usia anak (Pateda,1990:21). Sesuai dengan pemikiran tersebut,
dapatlah dikatakan bahwa dalam perkembangan usianya dalam memperoleh
kemampuaan berbahasanya, anak melampaui tahap-tahap; yang masing-masing
tahapan meliputi ketiga komponen tersebut.
Selanjutnya, proses performasi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses
pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat.
Pada proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat
yang didengar, sedangkan dalam proses penerbitan melibatkan kemampuan
mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini
selanjutnya menjadi kompentensi linguistik kanak-kanak (Chaer 2003: 168).
Anak-anak menggunakan bahasa yang telah diperolehnya melalui interaksi
dengan orang dewasa di sekitarnya.1
Dalam kajian pragmatik yang dipelopori Austin (1969) disebutkan bahwa
ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya mengucapkan sebuah ujaran saja, tetapi
ia juga melakukan tindakan dengan ujarannya tersebut. Pandangan ini disebut
dengan Speech Act ( tindak tutur/tindak ujar) yang terdiri atas lokusi, ilokusi, dan
perlokusi. Ketika seseorang berujar atau mengeluarkan ujaran (speech), ia
memiliki maksud-maksud tertentu yang berdampak pada lawan tuturnya.
Selanjutnya Searle (murid Austin) mengklasifikasikan tindak tutur di atas menjadi
lima jenis tindak tutur: representatives, directives, expressives, commisives, dan
declaration. Kaitannya dengan anak-anak, mitra tutur adalah hubungan antara ia
dengan orang lain, yang berinteraksi dan berkomunikasi dengannya. Di samping
itu, tujuan kanak-kanak sebagai tujuan tutur terjadi saat mengucapkan sesuatu dan
tindak tutur adalah produk ujaran yang diproduksi oleh kanak-kanak. Pada masa
ini, mereka sudah dapat membuat pernyataan (kalimat tanya, kalimat berita) dan
berbagai bentuk kalimat atau konstruksi lain.
Dalam penggunaannya, secara tidak
langsung anak-anak juga mempelajari norma dan budaya yang berlaku di
sekitarnya dalam menggunakan bahasa tersebut. Dardjowijoyo (2000:275)
menyebutnya dengan pemakaian bahasa (language usage) dan penggunaan
bahasa (language use). Dengan demikian, anak-anak juga harus menguasai
kemampuan pragmatik.
2
1
Lihat Dardjowidjojo(2000:275) Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada apa yang saya namakan pemakaian bahasa (language usage) tetapi juga penggunaan bahasa (language use). Dengan kata lain anak harus pula menguasai kemampuan pragmatik.
2
Ketika memasuki taman kanak-kanak, anak sudah menguasai hampir semua
kaidah dasar gramatikal bahasanya. Mereka juga memiliki perbendaharaan kata
atau memahami kosakata lebih banyak lagi. Mereka pun sudah dapat
menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang bermacam-macam. Mereka dapat
bergurau, bertengkar dengan teman-teman sebayanya dan berbicara dengan santun
kepada orang tua dan guru mereka.
Pada anak usia prasekolah (3-6 tahun), kompetensi dan performansinya
terhadap tindak tutur tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Perkembangan
pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah berlangsung seiring
dengan perkembangan pralinguistiknya. Dardjowijoyo (2005:57) menambahkan
bahwa anak memiliki tahapan-tahapan tersendiri dalam memeroleh bahasanya,
termasuk di dalamnya kemampuan pragmatik (tentu saja dengan tindak tuturnya).
Perkembangan linguistiknya ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang
tua, khususnya ibu dan anak. Dalam masa perkembangan linguistiknya, anak
mengembangkan konsep dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta
hubungan dengan objek, dan tindakan pada tahap satu kata, anak terus-menerus
berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang yang dijumpai. Hal itu
menjadi perbendaharaan kata mereka interogatif/pertanyaan, perkembangan
penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi. Jadi, melalui kompetensi
dan perfomansinya anak-anak telah memeroleh kemampuan pragmatik melalui
tuturan.
Masa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan
bahasa. Masa ini sering juga disebut masa golden age. Pada usia itu, anak sangat
motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa.3
Anak-anak Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan (TK GHK
Medan) yang berusia 4-5 tahun telah mampu mengembangkan ketrampilan
berbicara melalui percakapan sederhana yang dapat memikat orang lain. Tanpa
pengembangan bahasa, anak prasekolah di TK GHK Medan akan sulit untuk
menerima materi pelajaran yang diberikan gurunya, termasuk
mengkomunikasikan bahasa dengan lingkungan di sekitarnya. Biasanya mereka
menggunakan bahasa melalui berbagai cara, seperti bernyanyi, bertanya, atau
kegiatan interaksi lainnya (seperti dialog dengan guru maupun teman-temannya).
Hal ini mengisyaratkan bahwa anak TK GHK Medan telah menggunakan bahasa
sebagai alat penghubung sosial yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan untuk
merapatkan hubungan seseorang dengan orang lain.
Perkembangan awal lebih
penting daripada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat
dipengaruhi oleh belajar dan pengalaman. Peran guru sangat dibutuhkan dalam
mengembangkan bahasa anak terutama di Taman Kanak-Kanak (TK). Mengingat
hal tersebut, guru berusaha mengembangkan bahasa anak melalui bercerita,
bernyanyi, dan berdialog. Diharapkan dengan bercerita , berdialog, dan bernyanyi
akan menambah kosa kata anak yang dapat digunakan dalam mengembangkan
bahasa mereka untuk berkomunikasi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kajian ini beranggapan bahwa
penelitian “Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak
3
Galilea Hosana Kids Medan” menarik untuk diteliti secara mendalam sehingga
lebih komprehensibilitas (Darjowijojo,2000:6).4
1. anak TK GHK Medan secara umum dapat dikelompokkan sebagai komunitas
pengguna bahasa yang aktif dan produktif;
Apalagi :
2. perkembangan bahasa anak usia prasekolah akan berkembang secara optimal
melalui interaksi dan kontak dengan lingkungan di sekitarnya, termasuk di
lingkungan TK GHK Medan.
Setiap kajian bahasa didasarkan pada suatu pendekatan (approach). Ini
berarti tidak ada kajian bahasa yang bebas dari nilai atau anggapan dasar
(Halliday, 1994;xvii dalam Saragih hal 1). Dengan kata lain, bahasa tidak terlepas
dari konteks sosial. Bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas arti, bentuk dan
ekpresi. Hubungan ketiganya ini dapat dinyatakan sebagai arti yang direalisasikan
dalam bentuk hingga akhirnya dikodekan dengan ekspresi. Dengan kata lain,
bahasa dalam sistematik terdiri dari semantik, tata bahasa, dan fonologi/grafologi.
Kerelevanan tatabahasa berdasarkan sistemik, secara spesifik menurut Halliday
salah satunya adalah memahami perkembangan bahasa anak dan perkembangan
bahasa manusia (Saragih, 2010:7-8).
Tindak tutur anak di sekolah ini merupakan bagian dari perilaku berbahasa
yang diamati dalam penelitian anak usia prasekolah di taman kanak-kanak ini
dalam mengembangkan kemampuan tindak tuturnya. Dalam menuturkan
pengalamannya, anak usia prasekolah di TK GHK Medan menggunakan fungsi
ujar dalam tindak tutur ilokusinya yang berbentuk pertanyaan, pernyataan,
perintah. Melalui komunikasi dalam percakapan pada tingkat tatabahasanya,
4
secara teknik linguistik disebut mood/mode. Mood inilah yang kelak disebut
modus.5
1. Miss Ina sudah datang.(intonasi turun)
Berkaitan dengan anak-anak di TK GHK Medan, berdasarkan sistem
pilihan peran itulah, mereka membedakan kalimat menurut modusnya. Misalnya
saja deklaratif (yang mengacu ke kalimat pernyataan), interogatif (yang mengacu
ke kalimat pertanyaan), dan imperative (yang mengacu ke kalimat perintah).
Kalimat deklaratif direalisasikan dengan suara datar, sedangkan kalimat
interogatif diujudkan oleh suara (sedikit) naik. Dan yang terakhir, imperative
ditunjukkan oleh suara datar dengan suara tinggi di awal klausa. Jadi, suara
penutur dapat bervariasi dalam menggunakan fungsi ujar apakah dengan intonasi
datar, naik, turun, naik-turun, turun-naik dan lain sebagainya, seperti percakapan
anak tersebut berikut.
2. Minta sama Miss Ina! (intonasi naik turun)
3. Datangkah Miss Ina? (intonasi turun naik)
Ketika tindak ujar terjadi, anak usia prasekolah di taman kanak-kanak
bertindak sebagai penutur dan petutur diposisikan sebagai peran pembicara yang
berbeda melalui penggunaan modus: apakah memberikan informasi atau
menanyakan informasi; modus tuturan yang diproduksi anak di taman
kanak-kanak apakah sudah meliputi (1) modus berita, (2) modus bertanya, (3) modus
perintah.
Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan pemerolehan pragmatik
anak usia prasekolah memerlukan waktu yang lama dan panjang serta melalui
fase-fase yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Pertumbuhan dan perkembangan
5
merupakan fase yang memerlukan perhatian. Inilah sebabnya fase prasekolah
merupakan awal penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia pada fase
selanjutnya. Ada berbagai aspek pendidikan bahasa yang sangat mendesak untuk
mendapat perhatian. Salah satunya adalah pemerolehan pragmatik anak usia
prasekolah. Karena penelitian pragmatik anak usia prasekolah masih minim
hingga saat ini teori-teori yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa dan
pragmatik masih menggunakan teori-teori yang dikemukakan para ahli yang
berasal dari barat. Maka, penelitian tentang pemerolehan bahasa anak secara
longitudinal telah dilakukan oleh Dardjowidjojo6
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penelitian fungsi tindak tutur pada anak
usia prasekolah tentang pertumbuhan dan perkembangan awal merupakan fase
yang perlu mendapat perhatian. Apalagi subjek penelitiannya adalah anak taman
kanak-kanak yang berusia 4-5 tahun dapat diidentifikasikan dan dirumuskan. perlu diterapkan dalam
penelitian ini dengan waktu yang digunakan.
1.2Identifikasi Masalah
Merujuk pada uraian di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. tindak tutur yang direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman
kanak-kanak;
b. tindak tutur anak usia taman kanak-kanak dapat dikaji berdasarkan jenis dan
fungsi tindak tutur, yang dilakukan secara longitudinal.7
6
op.cit:6 Dardjowidjojo,op.cit,p.14.
c. alasaan tindak tutur anak usia kanak-kanak dapat direalisasikan dalam modus.
1.3Rumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini :
1. Bagaimanakah tindak tutur direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman
kanak-kanak?
2. Jenistindak tutur apakah yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak?
3. Mengapa tindak tutur direalisasikan dalam modus itu?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah penelitian yang telah
diungkapkan, kajian ini bertujuan memperoleh pemerian yang sahih dan objektif
berdasarkan empiris. Melalui pengamatan langsung terhadap tindak tutur anak
usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Jalan Bunga
Terompet Raya No. 30, PB Selayang II Medan, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui:
a. tindak tutur direalisasikan dalam modus oleh anak usia taman kanak-kanak ;
b. jenis tindak tutur yang terjadi pada anak usia taman kanak-kanak ;
c. alasan tindak tutur direalisasikan dalam modus itu.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian pasti mempunyai maksud atau harapan agar hasil
pengetahuan itu sendiri. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini
meliputi:
a. Manfaat Teoretis
1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khasanah
pengetahuan dalam ilmu bahasa, khususnya kajian pragmatik
2. Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti yang lain apabila ingin
meneliti pemerolehan bahasa anak .
b. Manfaat Praktis
1. Memberika masukan bagi para orang tua terhadap perkembangan tindak tutur
anak usia prasekolah yang diperolehnya selama di taman kanak-kanak ;
2. Dengan adanya penelitian ini, kajian diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan bagi para pendidik atau pengasuh dalam Proses
Belajar Mengajar (PBM) sehingga dapat melakukan strategi-strategi yang
mudah dicerna dan dipahami oleh anak usia prasekolah di taman kanak-kanak
dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, khususnya dalam
pemerolehan dan kemampuan tindak tutur ;
3. Penelitian yang relevan dapat mendukung usaha Pemerintah dalam
menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
1.4.3Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merujuk pada anak yang berkomunikasi dengan guru atau
teman dalam satu sekolah menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pertama merupakan media yang dapat dipergunakan sang anak
dengan globalisasi zaman, PBM di dalam lingkungan sekolah telah disisipi bahasa
asing (Inggris) untuk menambah pengetahuan anak. Adapun penelitian ini juga
memiliki ruang lingkup yang terbatas.
a. Penelitian dibatasi pada anak Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Jalan
Bunga Terompet No. 30, Kelurahan PB Selayang II, Medan;
b. Fokus penelitian hanya pada modus, jenis dan fungsi tindak tutur pada anak
usia taman kanak-kanak;
c. Usia 4 – 5 tahun;
d. Tidak meneliti bahasa apa yang mereka peroleh sebelumnya;
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada
di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
(KBBI 2005:588). Dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana 2008: 132), konsep
adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa,
dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya. Untuk
memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa
konsep. Konsep dalam penelitian ini adalah pengertian modus, tindak tutur, jenis
tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan pengertian anak usia prasekolah yang
dijabarkan berdasarkan landasan teori.
2.2 Landasan Teori
Dalam sebuah penelitian perlu adanya landasan teori yang mendasarinya.
Landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang
digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Teori
yang akan digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah teori
modus, teori tindak tutur, tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung serta
teori anak usia prasekolah. Teori modus yang dikaitkan berdasarkan Pendekatan
Sistemik M.A.K. Halliday. Teori tindak tutur diambil dari buku-buku kajian
pragmatik. Teori pemerolehan bahasa anak dan anak usia prasekolah diambil dari
2.2.1 Teori Modus
Kata mood atau mode dalam bahasa Inggris atau modus dan juga
modalitas dalam bahasa Indonesia, memiliki definisi yang variatif dalam sejumlah
literatur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:750) dinyatakan modus
bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan
perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yang diungkapkannya. Dalam
Kamus Linguistik, modus adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba yang
mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara, atau
sikap pembicara tentang apa yang diucapkan (Kridalaksana,2008:156). Secara
lebih spesifik, mood adalah pandangan, pertimbangan atau pendapat pribadi
pemakai bahasa terhadap makna paparan pengalaman dalam bentuk klausa yang
disampaikan dalam interaksi8
a. Mood adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba ;
. Dari penjelasan di atas, secara linguistik modus
dapat didefinisikan sejumlah konsep sebagai berikut.
b. Mood mengungkapkan suasana psikologis perbuatan ;
c. Mood adalah sikap pembicara terhadap bahasa yang digunakan ;
d. Mood berkaitan dengan makna paparan pengalaman linguistik ;
e. Mood berbentuk klausa.
Pemahaman terhadap mood menggunakan landasan teori Linguistik
Sistemik Fungsional (LSF).9
8
Saragih,Amrin.Linguistik,Sistemik Fungsional.Pasca Sarjana USU,2010).h.54.
Teori ini dikembangkan oleh M.A.K Halliday,
9
Catatan Kuliah (Prodi Linguistik 2010)
a. teori ini menganalisis bahasa sebagaimana bahasa itu apa adanya ;
b. menganalisis makna dari suatu unit bahasa dari segi ideasional, interpersonal, tekstual secara simultan;
seorang sarjana kelahiran Inggris tahun 1925. Teori ini adalah pengembangan dari
teori Struktural Ferdinand de Saussure yang lebih menitikberatkan pada
pengakuan terhadap ekspresi dan situasi (Verhaar, 1970:14). Ekspresi berkaitan
dengan tata bahasa, sedangkan situasi berkaitan dengan konteks situasi atau
konteks sosial. Hubungan antara sistem bahasa dengan konteks situasi inilah yang
menentukan pilihan bentuk dan makna dalam metafungsi bahasa dan sekaligus
menentukan sistem dan struktur mood dalam fungsi berbicara (speech function).
Seperti dalam menyampaikan pernyataan (statement), mengajukan pertanyaan
(question), memberikan perintah (command) serta menyampaikan penawaran
(offer).
Karya-karya dalam linguistik kritis banyak dipengaruhi oleh pandangan
Halliday. Beliau berpandangan bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik
sebagai tindakan. Konteks tuturan itu sendiri sebuah konstruksi semiotis yang
memiliki sebuah bentuk yang memungkinkan partisipan memprediksikan
fitur-fitur register yang berlaku untuk memahami orang lain. Melalui tindakan
pemaknaan (act of meaning) sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial,
menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan
mentransmisikan sistem nilai dan pengetahuan yang dibagi. Jadi, penggunaan
bahasa tidak pernah lepas dari konteks sosial. Penggunaan unsur-unsur bahasa
sangat ditentukan oleh konteks sosial untuk terjadinya tindak ujar dalam
komunikasi. Pilihan unsur bahasa seperti kalimat deklaratif, imperatif, dan
sebagainya oleh penutur dan petutur senantiasa berdasarkan konteks sosial.
Bahasa merupakan sistem semiotik yang kompleks yang terdiri dari banyak
yang dalam konteks fungsional sistemik disebut dengan leksikogramatika.
(Halliday, 1985:15). Leksikogramatika dalam makna antarpersona adalah modus,
di mana di dalam modus inilah terealisasi Subjek (sebagai partisipan terpenting)
dan Finite (sebagai bagian proses klausa agar dapat bernegosiasi tentang
partisipan Subyeknya). Modus, seperti dikatakan sebelumnya, berhubungan
dengan fungsi ujaran dengan jaringannya yang dapat terbentuk. Kajian bahasa
secara fungsional menjelaskan bentuk bahasa yang disebut kalimat sebagai tindak
tutur (speech act). Dengan demikian, kalimat dibedakan berdasarkan maksud
ujaran penuturnya (untuk apa ujaran itu dilontarkan).
Dalam berbagai tulisannya, Halliday (1985) selalu menegaskan bahwa
bahasa adalah produk proses sosial. Seorang anak yang belajar bahasa dalam
waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa, yakni membangun
gambaran realitas di sekitar dan di dalamnya. Tidak ada fenomena bahasa yang
vakum sosial, tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial.
Dengan demikian, modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana
psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang
apa yang diungkapkannya.
Modus adalah sistem pilihan peranan kepada penutur dan pendengarnya. 10
10
Lihat Kamus Linguistik (Kridalaksana,2008:156). Modus(mood,mode) : kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkan.
Modus kalimat adalah cara bagaimana kalimat itu diekspresikan kepada mitra
bicara. Terdapat tiga cara, yakni (i) deklaratif, (ii) pertanyaan gramatis, dan (iii)
imperatif. Tiga modus tersebut menempatkan subjek secara berbeda. Penempatan
ini mengakibatkan pembagian modus antar partisipan menjadi penunjuk dari
“posisi kekuasaan”. Bertanya dapat menjadi “tindakan” atau “informasi”, dan
dapat juga sebagai pemberi informasi. Bertanya selain berarti permintaan
informasi juga dapat bernilai perintah; modus pertanyaan memiliki nilai
menawarkan tindakan; modus deklaratif memiliki nilai permintaan untuk
informasi; deklaratif selain berarti pemberian informasi dapat juga berarti
perintah; modus imperatif dapat menjadi sebuah saran atau anjuran. Jadi, yang
menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah
modus.
2.2.2 Teori Tindak Tutur
Yule ( 1996:3) mengatakan bahwa “Pragmatics is the is the studi of
contextual meaning” , ‘pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual’. Studi
ini akan melakukan penginterpretasian makna sebuah tuturan dengan
memperhatikan konteks pemakaiannya dan bagaimana konteks itu itu
memengaruhi penutur dalam menentukan suatu tuturan. Pragmatik adalah disiplin
ilmu bahasa yang memelajari makna satuan kebahasaan dikomunikasikan.
Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat Parker (dalam Wijana,1996:2) yang
mengemukakan bahwa “Pragmatiks is distinct from grammar, which is the study
of the internal structure of language . Pragmatiks is the study of how language is
used to communicate”. Pragmatik berbeda dengan gramatika yang memelajari
struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa
untuk berkomunikasi. Oleh karena yang dikaji adalah makna bahasa, pragmatik
dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Namun, diantara keduanya terdapat
relasi dua segi (dyadic), sedangkan pragmatik menelaah makna sebagai relasi tiga
segi (triadic). Kedua jenis relasi ini secara berurutan dirumuskan oleh Leech
(1993:8) ke dalam dua kalimat berikut.
1) What does X mean? (Apa artinya X?)
2) What did you mean by X? (Apa maksudmu dengan X?)
Berdasarkan kedua rumusan di atas, dapat dilihat bahwa makna dalam semantik
semata-mata sebagai hubungan satuan lingual dalam bahasa tertentu yang terlepas
dari situasi penutur (context independent). Berbeda dengan makna semantik,
makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur yang terikat pada situasi
(context dependent). Lebih lanjut Leech (1993:19-21) mengungkapkan bahwa
situasi ujar/tutur terdiri atas beberapa aspek.
a. Penutur dan Lawan tutur.
Aspek-aspek yang perlu dicermati dari penutur dan lawan tutur adalah jenis
kelamin, daerah, asal, tingkat keakraban, dan latar belakang sosial budaya
lainnya yang dapat menjadi penentu hadirnya makna sebuah tuturan.
b. Konteks Aturan
Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan
seting sosial yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat fisik
disebut koteks (cotext), sedangkan konteks sosial sering disebut konteks.
Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang
pengetahuan yang diasumsikan/dimiliki dan dipahami untuk
c. Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan
tujuan tertentu. Dengan kata lain, penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu
kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk
tuturan dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam.
Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan akan dapat diwujudkan dengan
bentuk tuturan yang berbeda-beda.
d. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan
Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret
dibandingkan dengan gramatika. Tuturan disebut sebagai suatu tindakan
konkret (tindak tutur) dalam suasana tertentu. Segala hal yang berkaitan
dengannya, seperti jati diri penutur dan lawan tutur yang terlibat, waktu, dan
tempat dapat diketahui secara jelas.
e. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan pada dasarnya adalah hasil tindak verbal dalam aktivitas bertutur
sapa. Oleh sebab itu, tuturan dibedakan dengan kalimat. Kalimat adalah
entitas produk struktural, sedangkan tuturan adalah produk dari suatu tindak
verbal yang muncul dari suatu pertuturan.
Makna yang dikaji semantik adalah makna linguistik (semantik meaning)
atau makna semantik (semantik sence), sedangkan makna yang dikaji
pragmatik adalah maksud penutur (speaker meaning) atau (speaker sense).11
1) “Kuenya sudah habis”.
Analisis tuturan di bawah ini mengilustrasikan pernyataan tersebut.
11
2) “Merpin, bolanya di mana?”
Dalam bentuk struktural, kedua tuturan itu merupakan tuturan deklaratif (berita)
dan tutuan interogatif (bertanya). Secara semantik, tuturan( 1) bermakna ‘anak
yang kehabisan kue’ dan tuturan (2) bermakna ‘bolanya berada di mana’.
Tuturan (1) menginformasikan sesuatu kepada lawan tutur sedangkan penutur
dalam tuturan (2) ingin mendapatkan informasi dari lawan tuturnya.
Kedua tuturan di atas, bila dianalisis secara pragmatis dengan mencermati
konteks pemakaiannya akan didapatkan hasil yang berbeda. Misalnya saja, tuturan
(1) dituturkan oleh seorang anak taman kanak-kanak kepada temannya yang
sama-sama membawa bekal saat istirahat tiba. Tuturan tersebut, bukan
semata-mata untuk menginformasikan sesuatu, tetapi dimaksudkan untuk meminta kue
milik temannya. Demikian pula bila tuturan (2) dituturkan seorang anak kepada
temannya, tuturan tidak dimaksudkan untuk mendapat informasi dari lawan tutur,
melainkan untuk menyuruh lawan tuturnya mengambilkan bola. Berdasarkan
penjelasan-penjelasan ini, konteks dapat dikatakan sebagai dasar pijakan dalam
analisis bahasa secara pragmatik. Tindak tutur merupakan analisis pragmatik,
yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya.
Tindak tutur (speech act) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan
pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Lebih lanjut
Chaer (2004 : 16) memaparkan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa
si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jadi, dalam tindak tutur lebih
Teori tindak tutur sendiri berangkat dari ceramah filsuf berkebangsaan
Inggris Jhon L. Austin pada tahun 1955 (1911-1960) yang kemudian diterbitkan
pada tahun 1962 dengan judul How to Do Things With Words. Beliau menyatakan
bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga
melakukan sesuatu.12 Seperti yang telah diuraikan sebelumya, tuturan tersebut
dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja
performatif. Tindak tutur merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu yang
disebut dengan tindakan performatif. Tuturan juga tidak dapat dikatakan benar
atau salah, melainkan sahih (valid/felicitous) atau tidak. Sahih (invalid/felicitous)
sebuah tuturan performatif bergantung pada persyaratan kesahihan (Felicity
Condition).13
Tuturan merupakan produk penggunaan bahasa dalam bentuk lisan
maupun tulisan melalui struktur linguistik yang berhubungan atau tidak pada
kalimat. Adapun tindakan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara
aktif. Searle (1974:16) mengemukakan bahwa “ more precisely, the production
or issuance of a sentence token under certain conditions is a speech act, and
speech act (of certain kinds to be explained later) are the basic or minimal units
of linguistik communication”
Yang merupakan syarat-syarat kesahihan diantaranya, yaitu (a)
orang yang mengutarakan dan situasi penuturan tuturan itu harus sesuai; (b)
tindakan tersebut harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan mitra
tutur, dan (c) penutur dan mitra tutur harus memilik niat yang sungguh-sungguh
untuk melakukan tindakan (Wijana 1996:24).
12
Lihat kembali uraian pada hal 19 dalam tesis ini.
13
Lihat (Saeed. Semantics.1997)h.208 ; (Nadar,2009:11-12). Menurut Austin(1962) …ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam tuturan-tuturan performatif yang harus dipenuhi, yang disebut
‘Lebih tepatnya, produksi atau pengeluaran suatu kalimat di bawah
kondisi-kondisi tertentu adalah tindak tutur, dan tindak tutur (dengan jenis tertentu untuk
dijelaskan kemudian) adalah dasar atau unit minimal linguistik komunikasi’.
Dalam linguistik komunikasi, bahasa bukan sekadar simbol, kata, atau kalimat,
melainkan sebuah produk dari simbol, kata, atau kalimat dalam kondisi atau
konteks tertentu dan terwujud sebagai tindak tutur.
2.2.3 Jenis- Jenis Tindak Tutur
Austin (1968:94-107)14 membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan
dengan ujaran. Ketiganya adalah 1) tindak tutur lokusi (locutionary act), yakni
tuturan yang menyatakan sesuatu; 2) tindak tutur ilokusi (illocutionary act), yakni
tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan; dan 3) tindak tutur
perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh
terhadap petutur untuk melakukan sesuatu. Ketiganya dapat dirinci sebagai
berikut.
a. Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusioner atau lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan
sesuatu hal; tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna
kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu. Jadi, makna yang terdapat
dalam kamus dan makna sintaksis kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya ( the
act of saying something);
14
Austin(1968:108) : “…we summed up by saying we perform a locutionary act,
which is roughly equivalent to uttering a certain sentence with a certain sense
and reference, which again is roughly equivalent to ‘meaning’ in the
traditional sense”
‘Kami menyimpulkan bahwa dengan mengatakan kami melakukan tindak
lokusi, yang secara kasar setara dengan menuturkan sebuah kalimat dengan
arti dan referen tertentu, yang sekali lagi setara dengan ‘makna’ dalam arti
tradisional’ .
Tindak tutur lokusi mempermasahkan makna harfiah sebuah kalimat yang
dituturkan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tindak lokusi harus
didasarkan pada tatabahasa, leksikon, semantik, dan fonologi suatu bahasa.
(a) Mobilku inopa!
(b) Abi punya dua(mobil).
Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk
menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi
untuk mempengaruhi lawan tuturnya (misalnya) untuk bersaing. Tindak tutur
lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi karena dalam
pengidentifikasian tindak tutur lokusi tidak memperhitungkan konteks
tuturannya. Biasanya tindak tutur lokusioner kurang penting dalam kajian
tindak tutur.15
15
b. Tindak Tutur Ilokusi
Tindak tutur ilokusioner atau tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang
berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan
untuk melakukan sesuatu (the act of doing something). Berbeda dengan tindak
tutur lokusioner, tindak tutur ilokusioner merupakan tindak melakukan
sesuatu/maksud. Dengan kata lain, tindak tutur ilokusioner adalah apa yang ingin
dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan suatu dan dapat merupakan
tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan,
memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, hal ini merupakan
tindak bahasa yang dilihat dari pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji,
pertanyaan,dan sebagainya Austin (1968:99) mengatakan bahwa”…an illocunary
act, i.e. performance of act in saying something as opposed to performance of an
act of saying something”.
‘…suatu tindak ilokusi adalah melakukan tindakan dalam mengatakan Sesuatu
yang berlawanan dengan melakukan tindakan mengadakan sesuatu’.
Tindak ini berbeda dengan lokusi karena memiliki daya (force), misalnya
melapor, memerintah, dan mengancam. Ketiga hal ini dinamakan daya ilokusi
(illocutionary force)
(c) Intan sudah ke Medan Mall kemarin.
(d) Mama lagi sakit.
Kalimat (c) jika diucapkan murid kepada gurunya, bukan hanya sekadar
memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan
informasi agar lawan bicaranya (teman/guru) untuk mengunjungi tempat/lokasi
perihal ibunya yang tidak mendampinginya, berarti bukan saja sebagai informasi
tetapi juga untuk memohon agar menjenguk ibunya. Tindak tutur ilokusi sangat
sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur
dan lawan tuturnya. Tindak tutur ilokusioner merupakan bagian sentral dalam
kajian tindak tutur.
Untuk itu, Searle kemudian mengajukan taksonomi dengan menggunakan
klasifikasi yang berbeda dari Austin. Dalam bukunya Speech Acts : An Essay in
the Philosophy of language Searle (1969) menguraikan tindak tutur ilokusiner
yang merupakan bagian sentral dalam kajian tindak tutur dibagi menjadi lima
kelompok: representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.16
a) Tindak Tutur Asertif/Representatif
Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan
kebenaran, atas apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut
juga tindak tutur asertif. Berikut ini adalah tuturan asertif/representatif.
(1) Semua sudah habis.
Dalam tuturan itu, penutur memberi pernyataan bahwa semua yang dicarinya
tidak ada (sudah habis). Tuturan yang memberikan pernyataan atau menyatakan
termasuk tuturan asertif/representatif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur
asertif/representatif adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui,
melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi
dan sebagainya. Dalam tuturan itu, penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi
16
tuturannya. Penutur, dalam hal ini,memberi pernyataan bahwa segala sesuatu yang
dicarinya tidak ada karena sudah habis.
b) Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Jenis tindak
tutur ini disebut juga tindak tutur impositif. Tuturan berikut ini merupakan tuturan
direktif.
(2) Harap tenang, ada rapat!
Dalam tuturan ‘Harap tenang, ada rapat!’, penutur meminta mitra tuturnya untuk
melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ada dalam tuturannya, dalam hal ini
adalah jangan membuat kegaduhan/keributan. Tuturan yang meminta mitra tutur
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dituturkan oleh penuturnya
dinamakan tindak tutur direktif. Tuturan-tuturan memaksa, mengajak, meminta,
menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah,
memberikan aba-aba, dan menantang termasuk ke dalam tindak tutur direktif.
c) Tindak Tutur Ekspresif
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan
itu. Tindak tutur ekspresif ini disebut juga sebagai tindak tutur evaluatif (Nadar :
2009). Tuturan berikut ini merupakan tuturan evaluatif.
Dalam tuturan itu, penutur memberikan evaluasi tentang hal yang ada dalam
tuturannya, yaitu kedatangan mitra tuturnya. Dengan mengucapkan terima kasih
atas kedatangan mitra tuturnya, penutur memberikan evaluasi terhadap
kedatangan mitra tuturnya itu. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik,
mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam
jenis tindak tutur ekspresif atau evaluatif ini.
d) Tindak Tutur Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan berikut ini
termasuk ke dalam tindak tutur komisif.
(4) Besok Papa belikan lagi, nak!
Dalam tuturan ‘Besok papa belikan lagi, nak!’, penutur terikat untuk melakukan
atau melaksanakan apa yang ada dalam tuturannya. Dalam tuturan itu, penutur
terikat untuk membelikan sesuatu pada keesokan harinya. Tindak tutur yang
mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang dituturkan termasuk ke dalam
jenis tindak tutur komisif. Dengan demikian, ujaran Besok Papa belikan lagi,nak!
termasuk ke dalam tindak tutur komisif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur
komisif adalah tuturan-tuturan berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan
e) Tindak Tutur Deklarasi
Deklarasi17
(5) Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri.
adalah kategori tindak ujar yang sangat khusus (declrarations are
a very special category of speech acts), misalnya tindak ujar memberi nama
kepada sebuah kapal, mengucapkan kaul, menjatuhkan hukuman kepada penjahat,
atau melakukan tawar menawar dalam pelelangan: bila kita tahu adat kebiasaan
yang melatari tindak ujar itu, pada umumnya kita dapat mengetahui dengan pasti
bilamana tindak ujar semacam itu betul-betul dilakukan atau tidak. Jadi, dengan
mengucapkan sesuatu, yang diucapkan terjadi. (Leech dalam Oka, 1993:285)
Dalam tuturan itu, penutur menciptakan keadaan atau status baru karena apa yang
dituturkannya. Dengan mengatakan ‘Hari ini saya resmikan kalian menjadi
pasangan suami-istri, penutur mengubah status seorang perempuan menjadi istri
dari seorang laki-laki dan sebaliknya. Adanya perubahan status atau keadaan
merupakan ciri dari tindak tutur isi hati atau deklarasi ini. Oleh karena itu, tuturan
“Hari ini saya resmikan kalian menjadi pasangan suami-istri” termasuk tindak
tutur deklarasi karena tuturan ini dimaksudkan oleh pewicara untuk menciptakan
hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud
mengesahkan,memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan,
mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan termasuk ke dalam
tindak tutur deklarasi dalam bentuk langsung dan tak langsung.
f) Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tak Langsung
17
Tindak tutur langsung dapat dibedakan atas tindak tutur tak langsung melalui
struktur kalimat (Yule, 1996: 54-55). Tindak tutur langsung disebut juga tindak
tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudkan sama
dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sebaliknya tindak tutur tidak
langsung / tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya
tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya seperti
dalam kalimat no. 5. (Wijana,1996:36). Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.
1. Inopaku bagus.
2. Papa beli inopa.
3. Siapa mamanya?
4. Bukakan sepatuku!
5. Suaramu merdu sekali kawan
Kalimat di atas ( no. 1,2,3,4) merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat
berita, tanya, dan perintah.
Secara umum kalimat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan
modusnya (Wijana,1996:30). Kalimat dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat perintah (imperative).
Penggunaan ketiga macam kalimat itu secara konvensional akan menandai
kelangsungan suatu tindak tutur. Dengan demikian , kesesuaian antara modus
kalimat dan fungsinya secara konvensional itu merupakan tindak tutur langsung
(direct speech act).
Lebih lanjut (Nadar, 2009:19) mempertegas bahwa tindak tutur tak langsung
adalah tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya maka maksud dari tindak
lain, ketidaksesuaian antara modus kalimat dan fungsinya menandai adanya tindak
tutur tak langsung (indirect speech act) terlihat pada kalimat (no. 5). Dalam
kalimat itu dituturkan bahwa ibu guru bermaksud mengatakan bahwa suara
muridnya jelek (karena kelas menjadi ribut dan bising). Jadi, jika tuturan
deklaratif digunakan untuk bertanya atau memerintah atau tuturan yang bermodus
lain yang digunakan secara tidak konvensional, tuturan itu merupakan tindak tutur
tak langsung / tak literal (indirect speech act). Tindakan ini dilakukan dengan
memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak
merasa dirinya diperintah. Misalnya, seorang ibu guru menyuruh muridnya
mengambil tugasnya, diungkapkan dengan: Abi, bukunya di mana?” Kalimat
tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah muridnya untuk
menyelesaikankan tugas.
Dari uraian tindak tutur tidak langsung, kalimat berita, kalimat tanya, dan
kalimat perintah tidak selalu merupakan tindak tutur langsung. (Nadar, 2009:69)
a) Kalimat Berita
Kalimat berita (deklaratif) merupakan kalimat yang isinya memberitahukan
sesuatu kepada pendengar. Berdasarkan bentuknya, kalimat berita dapat
diuraikan atas kalimat aktif, kalimat pasif, dan kalimat inversi. Bentuk tulisan
diakhiri dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan, kalimat berita ditandai dengan
nada suara penutur berakhir dengan nada turun. Namun, dalam kenyataan
sehari-hari kalimat berita dapat dipergunakan untuk memerintah. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan kesopanan bahasa:
Kalimat itu jika diucapkan murid kepada gurunya bukan saja
menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya
2. “Bajumu bersih, kok”.
Kalimat ini sebenarnya ingin menjelaskan / memberitahukan bahwa baju
temannya agak kotor.
b) Kalimat Tanya
Kalimat Tanya (interrogative) merupakan kalimat yang menyatakan sesuatu
atau seseorang untuk memberikan jawaban tentang suatu masalah atau
keadaan. Biasanya kalimat tanya dilakukan dengan intonasi dengan nada naik
serta memakai kata tanya, partikel -kah dan tanda tanya (?), yakni siapa(kah),
apa(kah), di mana(kah), dan sebagainya. Sama halnya dalam kalimat berita,
kalimat tanya juga dapat digunakan untuk memerintah:
3. “Siapakah yang mau membantu Ibu?”
4. “Di mana tadi diletakkan pensilnya?”
Dua kalimat tanya ini selain menginginkan jawaban/informasi juga ada
maksud menyuruh. Dalam kalimat (3) kalimat tanya ini memerintahkan
seseorang agar dapat membantu ibu. Kalimat (4) selain menanyakan tempat
juga memerintahkan orang lain untuk mencari pensil.
c) Kalimat Perintah
Kalimat perintah (imperative) adalah kalimat yang maknanya memerintah atau
si pembicara menginginkan suatu tindakan/aksi. Dalam bentuk lisan, kalimat
tanya ini diikuti oleh nada yang sedikit naik sedangkan dalam raga tulisan
memohon, mengajak, mengizinkan, menganjurkan, meminta izin,
membujuk,anjuran, desakan.
5. “Sampahnya jangan dilihatin saja !”
6. “Maafkan saya, teman !”
7. “Boleh ke luar sebentar!”
8. “Silakan Anda di luar !”
9. “Sebaiknya Anda beristirahat dulu !”
10.“Kita makan apa adanya, ya !”
11.“Boleh minta satu, Miss !”
12.“Ayo, tendang ke sini !”
c. Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur perlokusioner adalah tindak tutur yang pengutaraannya
dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur (the act of affecting). Sebuah
tuturan yang diutarakan seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh
(perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul ini
bisa sengaja maupun tidak sengaja. Menurut Austin, tindak ujaran ini mengacu ke
efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu Sebagai contoh dapat
dilihat pada kalimat berikut:
(e) Kemarin mama sakit.
(f) Abi boleh minum minuman ibu.
Kalimat (e) diucapkan oleh murid yang tidak dapat masuk sekolah kepada
gurunya maka tindak tutur ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan tindak
diucapkan seorang guru kepada muridnya makatindak tutur ilokusinya adalah
meminta agar teman-temannya tidak iri, dan tindak tutur perlokusinya adalah agar
teman-temannya memaklumi keadaan Abi yang tidak membawa minuman atau
mungkin botol minumnya hilang. Tindak tutur perlokusi juga sulit dideteksi
karena harus melibatkan konteks tuturnya.
Dapat ditegaskan bahwa setiap tutur dari seorang penutur memungkinkan
sekali mengandung tindak tutur lokusi saja, dan tindak tutur perlokusi saja.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau
ketiganya sekaligus. Tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur
perlokusi dapat ditafsirkan sebagai sebuah hierarki.18 Artinya, satu tindak tutur
adalah mata rantai dalam serangkaian kejadian yang akan membentuk satu tindak
tutur lagi pada tangga hierarki yang lebih tinggi. Mata rantai hierarki dimulai dari
tindak tutur ilokusi, tindak tutur ilokusi, dan diakhiri tindak perlokusi. Oleh
karena itu, efek perlokusi dihasilkan dari pemahaman terhadap tindak tutur lokusi
dan tindak tutur ilokusi yang membangunnya. Demikian pula tindak tutur ilokusi
dihasilkan dari pemahaman terhadap tindak tutur lokusi yang membangunnya.
Searle (1969)19 mengkritik taksonomi atau klasifikasi tindak tutur yang dibuat
Austin. Menurutnya, dalam taksonomi Austin terdapat hal yang membingungkan
antara verba dan tindakan, terlalu banyak tumpang tindih dalam kategori, terlalu
banyak heterogenitas dalam kategori, dan yang paling penting adalah tidak adanya
prinsip klasifikasi yang konsisten.20
18
20 Leech, op.cit, p.317.
19
17 ibid .,hh. 281-283
20
2.2.4 Pemerolehan Bahasa
Para psikolinguis lebih suka memakai istilah pemerolehan bahasa
(language acquisition) daripada pembelajaran bahasa (language learning).21
Dilihat dari kaidah bahasa, pemerolehan bahasa itu dapat berupa
komponen ketatabahasaan, yakni komponen fonologi, komponen sintaksis, dan
komponen semantik (Simanjuntak, 1990: 2). Namun, pemerolehan bahasa tidak
hanya terletak pada kepatuhan aturan gramatikal, tetapi juga kepatuhan aturan
pragmatik. Anak harus bisa menguasai tindak ujaran ilokusioner (illocutionary
speech act) secara apik bagaimana dia menyatakan sesuatu, menanyakan sesuatu,
meminta sesuatu, dan lain-lain. Karena pragmatik merupakan bagian dari perilaku
berbahasa maka penelitian tentang pemerolehan bahasa perlu pula menelusuri,
paling tidak mengamati, bagaimana anak mengembangkan kemampuan
pragmatiknya. Seperti disarankan oleh Nino dan Snow, paling tidak kita perlu
mempelajari :
Pemerolehan bahasa adalah proses penghasilan bahasa pada manusia melalui
beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh. Pemerolehan bahasa
merupakan suatu proses yang digunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan
serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit atau teori-teori yang masih
terpendam, yang mungkin terjadi dengan ucapan dengan ucapan orang tuanya
sampai dia memilih ukuran penilaian tatabahasa yang terbaik dan sederhana dari
bahasanya (Simanjuntak, 1987:157). Lebih khusus lagi, bahwa pemerolehan
bahasa merupakan proses yang terjadi dalam otak kanak-kanak (bayi) sewaktu
memperoleh bahasa ibunya.
21