• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infeksi Virus Pada Kulit Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Infeksi Virus Pada Kulit Manusia"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

INFEKSI VIRUS PADA KULIT MANUSIA

DISUSUN OLEH :

Dr. SRI AMELIA, M.Kes

NIP. 197409132003122001

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

Pox virus ... 1

Moluskum kontagiosum ... 8

Virus Rubella ... 9

Morbili Virus ... 14

Virus Varisela-Zoster ... 19

Virus Herpes Simpleks ... 25

Human Papiloma Virus ... 28

Kesimpulan ... 33

(3)

INFEKSI VIRUS PADA KULIT MANUSIA

I. POX VIRUS

Poxvirus adalah virus yang terbesar dan paling kompleks. Famili Poxvirus

meliputi suatu kelompok besar penyebab infeksi yang morfologinya mirip dan memiliki

antigen nukleoprotein yang sama. Infeksi yang disebabkan pox virus umumnya ditandai

dengan adanya ruam, walaupun lesi yang diinduksi oleh beberapa anggota famili

Poxvirus ini sangat proliferatif. Virus variola, penyebab penyakit cacar, masuk ke dalam

kelompok ini. Dahulu penyakit ini banyak menyerang manusia, namun penyakit ini telah

berhasil diberantas dari muka bumi sejak tahun 1977 setelah kampanye intensif yang

dikoordinasikan oleh WHO.

Klasifikasi Pox virus

Famili Poxviridae terdiri dari dua subfamili yaitu Chordopoxvirinae, dengan

delapan genus yang menginfeksi mamalia dan burung, dan Entomopoxvirinae dengan

tiga genus yang hanya menginfeksi serangga. Umumnya virus-virus ini tidak menginfeksi

manusia. Ada empat genus yang menginfeksi manusia yaitu Orthopoxvirus,

Parapoxvirus, Yatapoxvirus dan Molluscipoxvirus.

Tabel 1. Poxvirus yang menginfeksi manusia

Genus Virus Inang Infeksi pada manusia

Orthopoxvirus Variola Yatapoxvirus Tanapox Monyet Lesi vesicular pada kulit

dan demam

(4)

Morfologi Poxvirus

Poxvirus adalah virus terbesar dari semua kelompok virus. Orthopoxvirus

berbentuk seperti bata, sedang Orf dan Molluscum cenderung berbentuk elips. Berukuran

sekitar 230 x 270 nm. Poxvirus memiliki struktur yang kompleks, tidak mempunyai

konformasi ikosahedral atau heliks seperti virus lain. Bagian luar partikel mengandung

lekukan. Terdapat selaput luar lipoprotein atau envelope, yang menutupi inti dan dua

badan lateral. Pada inti terdapat genom virus yang besar dari 186 kbp (variola) sampai

220 kbp (cowpox) dengan DNA untai-ganda linear. Genom ini mengkode lebih dari 100

polipeptida, termasuk DNA-dependent RNA polimerase dan enzim lain. DNA

mengandung inverted terminal repeats dengan panjang bervariasi, dan untai DNA

dihubungkan pada ujung-ujungnya oleh hairpin loop. DNA Poxvirus kaya akan basa

adenine dan timin.

Komposisi kimia Poxvirus mirip dengan bakteri. Virus vaksinia sebagian besar

terdiri atas protein (90%), lemak (5%) dan DNA (3%). Lebih dari 100 polipeptida

struktural terdeteksi. Beberapa protein mengalami glikosilasi atau fosforilasi. Lemak

yang terkandung dalam virus ini berupa kolesterol dan fosfolipid.

(5)

Replikasi Poxvirus

Tidak seperti kebanyakan virus DNA, Poxvirus hanya melakukan replikasi di

sitoplasma, dan dapat bereplikasi di dalam sel tanpa nukleus. Virus ini dibedakan lagi

dari semua virus hewan yang lain karena langkah pelepasan selubung memerlukan suatu

protein yang baru disintesis dan disandikan oleh virus.

A. Perlekatan virus, penetrasi dan pelepasan selubung

Partikel virus mengadakan kontak dengan permukaan sel dan kemudian

mengadakan endositosis. Pelepasan pertama terjadi dengan menggunakan enzim

hidrolisis yang kemudian melepaskan inti virus ke dalam sitoplasma. Di antara beberapa

enzim di dalam partikel Poxvirus, terdapat suatu polimerase RNA virus yang

mentranskripsikan sekitar setengah dari genom virus ke dalam mRNA dini, transkripsi ini

berlangsung di dalam inti virus, yang kemudian dilepaskan ke dalam sitoplasma. Protein

“pelepasan” yang bekerja pada inti merupakan satu diantara lebih dari 50 polipeptida

yang dibuat pada awal infeksi. Langkah kedua proses pelepasan adalah membebaskan

DNA virus dari inti, proses ini memerlukan RNA dan síntesis protein. Pada tahap ini

síntesis makromolekul sel inang dihambat.

B. Replikasi DNA virus dan síntesis protein.

Replikasi DNA virus dimulai setelah pelepasan DNA virus pada tahap kedua.

Proses ini terjadi 2-6 jam setelah infeksi pada daerah-daerah tertentu sitoplasma, yang

terlihat sebagai “pabrik” atau badan inklusi pada mikograf elektrón.

(6)

Badan inklusi dapat terbentuk dimana saja dalam sitoplasma. Jumlah yang terlihat

pada sitoplasma sebanding dengan penggandaan infeksi, hal ini menunjukkan bahwa

masing-masing partikel yang menginfeksi dapat menginduksi sebuah badan inklusi.

Pola ekspresi gen virus berubah secara nyata dengan terjadinya replikasi DNA

virus. Sintesis dari banyak protein dini dihambat. mRNA virus akhir diterjemahkan

menjadi banyak protein struktural dan sejumlah kecil protein virus lain dan enzim.

Replikasi DNA kemudian terhenti.

C. Pematangan

Poxvirus bersifat unik dalam hal terjadinya pembentukan selaput virus. Virion

matang terlihat pada mikograf elektron sebagai inti ber-DNA yang diselubungi oleh

selaput ganda, dikelilingi oleh protein, dan semuanya terdapat di dalam dua selaput

terluar. Beberapa partikel virus dilepaskan dari sel melalui proses pertunasan dan

memperoleh selubung yang berhubungan dengan sel. Selubung kedua tidak diperlukan

untuk menginfeksi. Tetapi sebagian besar partikel Poxvirus tetap berada dalam sel inang.

Dari setiap sel dihasilkan sekitar 10.000 partikel virus.

INFEKSI POXVIRUS PADA MANUSIA : VARIOLA & VAKSINIA

Pengendalian cacar melalui infeksi yang disengaja dalam bentuk penyakit yang

ringan telah dilakukan selama berabad-abad. Proses ini disebut variolasi, proses ini

berbahaya, namun dapat mengurangi kejadian-kejadian epidemi sehingga dapat

menurunkan angka kematian penyakit cacar dari 25% menjadi 1%. Jenner

memperkenalkan vaksinasi dengan virus vaksinia hidup pada tahun 1798.

Pada tahun 1967, WHO melakukan kampanye pemberantasan cacar ke seluruh

dunia. Ciri epidemiologi penyakit ini memungkinkan untuk dilakukan pembasmian total.

Saat itu terdapat 33 negara yang terjangkit cacar endemik dengan 10-15 juta kasus terjadi

setiap tahunnya. Kasus terakhir di Asia terjadi di Bangladesh pada tahun 1975, dan

korban terakhir yang didiagnosis dengan cacar ditemukan di Somalia pada tahun 1977.

Alasan utama mengapa penyakit cacar ini dapat dieradikasi adalah 1) vaksinnya mudah

dibuat, stabil dan aman; 2) vaksin dapat langsung diberikan oleh petugas lapangan; 3)

(7)

Perbandingan virus vaksinia & variola

Virus vaksinia adalah virus yang digunakan untuk vaksinasi cacar. Virus vaksinia

merupakan spesies Orthopoxvirus yang berbeda, yang diduga merupakan hasil

rekombinasi genetik.

Beberapa perbedaan antara variola dan vaksinia adalah variola mempunyai

rentang inang yang terbatas hanya manusia, sedangkan vaksinia mempunyai rentang

inang yang luas sampai mencakup mencit dan kelinci. Virus variola dan vaksinia

sama-sama dapat tumbuh pada selaput korioalantois embrio ayam yang berusia 10-12 hari,

namun virus variola menimbulkan bopeng yang jauh lebih kecil. Urutan nukleotida

variola 186 kbp dan vaksinia 192 kbp bersifat mirip, dengan penyebaran terbanyak pada

daerah ujung genom. Vaksinia dan variola berbeda satu sama lain hanya pada satu

antigen virus saja.

Patogenesis

Pintu masuk virus variola adalah selaput lendir saluran nafas bagian atas. Setelah

virus masuk, kemudian terjadi perkembangbiakan primer dalam jaringan limfoid yang

berhubungan dengan tempat masuk, lalu terjadi viremia sementara dan infeksi sel

retikuloendotelial di seluruh tubuh. Fase sekunder perkembangbiakan dalam sel

menyebabkan viremia sekunder yang lebih hebat, dan akhirnya menimbulkan manifestasi

klinis.

Lesi pada kulit disebabkan oleh lokalisasi virus dalam epidermis dari aliran darah.

Virus dapat diisolasi dari darah pada hari-hari pertama terjadinya penyakit. Vesikel yang

terdapat pada kulit mengandung banyak sekali virion. Walaupun variola merupakan virus

dermotropik, namun organ lain dapat terlibat pada infeksi virus ini dan pada kasus yang

berat dapat menimbulkan komplikasi berupa keratitis, artritis, bronkitis dan pneumonitis,

enteritis dan encepalitis.

Vesikel pada kulit dapat terkontaminasi oleh bakteri, biasanya oleh Stafilokokus,

(8)

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi variola sekitar 12 hari. Timbulnya penyakit biasanya bersifat

mendadak. Selama satu sampai lima hari setelah terinfeksi timbul demam dan lesu,

kemudian muncul eksantema, yang berubah menjadi papula selama 1-4 hari, vesikula

selama 1-4 hari dan pustula selama 2-6 hari, membentuk plaque yang kemudian lepas

setelah 2-4 minggu setelah lesi awal muncul dan akhirnya meninggalkan parut berwarna

merah muda yang lambat laun memudar.

Ruam pada kulit menunjukkan penyebaran yang khas, yaitu sentrifugal dimana

lesi terbanyak di muka dan ekstremitas daripada di badan. Ciri khas ruam ini dapat

dibedakan dengan chickenpox, penyebaran ruam sentripetal, dimana ruam lebih banyak di

badan daripada di ekstremitas. Sifat dan tingkat ruam menunjukkan keparahan penyakit.

Terdapat dua kelompok variola, variola mayor dan variola minor. Pada variola

mayor menyebabkan ruam yang parah dan kadang-kadang bersifat hemoragik, angka

kematian berkisar 30%. Sedang variola minor menyebabkan penyakit ringan,

kadang-kadang ditemukan demam tanpa ruam pada kulit, sering terjadi pada orang yang telah

divaksinasi, angka kematian dibawah 1%.

Diagnosa Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium bergantung pada pemeriksaan mikroskopik langsung

pada bahan lesi kulit, penemuan virus dari penderita, pengenalan antigen virus dari lesi

dan terlihatnya antibodi di dalam darah.

Lesi kulit adalah bahan yang paling banyak dipilih untuk isolasi virus. Kelompok

Poxvirus bersifat stabil dan dapat tetap hidup dalam bahan selama beberapa minggu,

sekalipun tanpa pendinginan. Pemeriksaan bahan klinis secara langsung menggunakan

mikroskop elektron digunakan untuk pengenalan partikel virus secara cepat dan untuk

membedakannya dengan cacar air.

Isolasi virus diperlukan untuk pengenalan infeksi Poxvirus secara cepat dan tepat.

Isolasi virus dilakukan dengan menyuntikkan cairan vesikel pada selaput korioalantois

embrio ayam. Cara ini merupakan tes laboratorium yang paling dapat diandalkan, dan

merupakan cara yang paling mudah untuk membedakan kasus variola dengan vaksinia,

(9)

bopeng vaksinia besar dengan nekrosis pada daerah tengah, sedang bopeng variola

berukuran lebih kecil. Pada virus Moluskum kontagiosum virus tidak tumbuh pada

selaput.

Biakan sel juga dapat digunakan untuk isolasi virus. Orthopoxvirus berkembang

dengan baik pada biakan sel. Namun Moluskum kontagiosum tidak dapat dibiakkan pada

biakan sel. Antigen virus dapat dideteksi dengan presipitasi gel agar dalam bahan yang

dikumpulkan dari lesi kulit, tes ini merupakan tes pengganti bila tidak ada mikroskop

elektron. Sediaan apus bahan lesi di masa lalu digunakan untuk melihat badan inklusi

Poxvirus.

Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memastikan diagnosis. Antibodi

muncul pada minggu pertama infeksi dan dapat dideteksi dengan HI, Nt, ELISA, RIA

atau tes imunofluoresensi.

Pengobatan

Metisazon (Marboran) adalah satu-satunya senyawa kemoterapi yang dapat

melawan Poxvirus. Metisazon efektif sebagai profilaksis, namun tidak berguna untuk

mengobati penyakit yang telah ada. Eradikasi variola berhasil dilakukan dengan

menggunakan vaksin dari virus vaksinia dan suatu serangan cacar dapat memberikan

perlindungan lengkap terhadap infeksi ulang.

Epidemiologi

Variola adalah penyakit yang sangat menular. Virus ini sangat stabil dalam

lingkungan ekstraseluler. Penderita dapat menjadi penular cacar selama dalam masa

inkubasi. Penularan paling sering melalui droplet pernapasan dan lesi kulit.

Ciri epidemiologi yang memungkinkan cacar dapat diberantas secara total adalah

tidak adanya sumber non-manusia yang diketahui, hanya ada satu serotipe yang stabil,

ada vaksin yang efektif, kasus menular yang subklinis tidak terjadi, pembawa kronis yang

asimptomatis tidak terdapat.

WHO berhasil memberantas cacar dengan menggunakan program

pengawasan-penangkalan. Sumber tiap wabah ditentukan dan semua kontak yang rentan dikenali dan

(10)

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

Moluskum kontagiosum adalah suatu tumor epidermis jinak yang hanya

menginfeksi manusia. Virus penyebabnya dari genus Molluscipoxvirus. Virus ini belum

dapat dibiakkan pada jaringan. Virus berbentuk lonjong atau berbentuk batu bata dan

berukuran 230 x 330 nm, menyerupai vaksinia.

Lesi Moluskum kontagiosum memiliki karakteristik berupa lesi noduler kecil

yang sangat banyak, berwarna merah muda, mirip dengan kutil yang terdapat pada muka,

lengan, punggung dan pinggul. Lesi jarang ditemukan pada telapak tangan, telapak kaki

dan selaput lendir. Masa inkubasi berlangsung sampai 6 bulan. Lesi mungkin terasa gatal,

sehingga menyebabkan autoinokulasi. Lesi dapat bertahan sampai 2 tahun, tetapi

akhirnya akan sembuh secara spontan. Virus ini merupakan imunogen yang lemah,

sepertiga penderita tidak memproduksi antibodi terhadap virus ini, sehingga serangan

kedua sering terjadi.

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dalam bentuk sporadis maupun epidemi,

dan lebih sering ditemukan pada anak-anak dibanding orang dewasa. Penyakit ini

ditularkan melalui kontak langsung dan tak langsung misalnya melalui penggunaan

handuk secara bersama, kolam renang, oleh pemotong rambut atau alat cukur.

Moluskum kontagiosum juga dapat ditularkan secara seksual, terutama pada

orang muda. Hal ini terlihat pada penderita AIDS. Lesi khasnya berupa suatu papula

berbentuk kawah pada daerah genital. Lesi moluskum pada kelopak mata sering

menimbulkan konjungtivitis dan keratitis.

(11)

Diagnosa moluskum kontagiosum biasanya dilakukan secara klinik, dengan

melihat gambaran dari lesi. Bahan setengah padat yang mirip keju yang dikeluarkan dari

lesi dapat digunakan untuk diagnosis laboratorium. Mikroskop elektron dapat dengan

cepat mendeteksi badan moluskum yang diwarnai dengan Giemsa atau iodin lugol dan

partikel-partikel poxvirus. Walaupun virus Moluskum kontagiosum belum dapat

dibiakkan dalam biakan sel, namun infeksi virus ini akan menimbulkan efek sitopatik

sementara yang khas. Perubahan seluler yang terjadi dapat disangka HSV. Pada tahun

1985, pada penelitian terhadap 137 bahan yang dibiakkan untuk HSV, 49 diantaranya

mengandung HSV, sedang 6 spesimen menunjukkan efek sitopatik namun antigen

HSV-nya negatif. Penggunaan mikroskop elektron dapat memastikan adaHSV-nya virus moluskum

kontagiosum pada bahan yang bersifat HSV negatif namun memiliki efek sitopatik.

Gambar 4. Lesi Moluskum kontagiosum

Pada moluskum kontagiosum, prinsip pengobatannya adalah mengeluarkan

massa yang mengandung bahan moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo,

jarum suntik atau kuret. Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku

dengan CO2, N2 atau dengan menggunakan zat yang bersifat membakar seperti fenol.

VIRUS RUBELA (CAMPAK JERMAN. GERMAN MEASLES)

Rubela (campak Jerman atau campak 3 hari) adalah penyakit demam akut yang

(12)

mengenai anak-anak dan dewasa muda. Penyakit ini memberikan manifestasi klinis yang

paling ringan dari semua virus yang menyebabkan infeksi pada kulit. Namun infeksi

rubela pada ibu hamil dapat menyebabkan malformasi kongenital dan retardasi mental

yang disebut dengan rubela kongenital.

Klasifikasi virus

Virus Rubela masuk dalam famili Togaviridae, genus Rubivirus. Genus Rubivirus

merupakan satu-satunya Togavirus yang tidak ditularkan melalui artropoda.

Morfologi

Gambaran virus rubela hampir sama dengan anggota Togavirus lainnya. Virus

berbentuk sferis, mempunyai envelop dan berdiameter 40-90 nm. Genom mengandung

RNA tunggal, positive-sense, ukuran 11-12 kb. Virus ini terdiri dari protein E1 dan E2

yang terdapat pada spike, protein C yang terdapat pada kapsid, dan protein NS (protein

non-struktural). Virus rubela hanya memiliki satu serotipe dan tidak menginfeksi spesies

lain selain manusia.

Replikasi

Virus melekat pada reseptor sel inang, dan masuk ke sel inang dengan cara

endositosis, kemudian genom dilepaskan ke dalam sitoplasma yang tergantung pada pH

fagolisosom yang rendah. Umumnya genom ujung 5’ ditranslasi secara langsung

membentuk poliprotein yang kemudian dipecah menjadi empat protein virus

non-struktural yaitu RNA polimerase, metilasi dan enzim protease serta enzim helikase.

Kemudian untaian genom positive stranded ditranskripsi, sebagai tambahan subgenomik

RNA disintesis, terutama genom dari ujung 3’ untuk membentuk protein struktural yaitu

protein nukleokapsid (C), glikoprotein spike (E1 dan E2) dan protein transmembran.

Pembentukan virion terjadi di sitoplasma dan dilengkapi oleh kumpulan lipid

pada plasma membran untuk membentuk glikoprotein spike virus. Virion berbentuk sferis

dan berenvelop, berukuran diameter 40-90 nm. Nukleokapsid berbentuk kubus simetri

dan mengandung molekul RNA positive sense, tunggal.

(13)

Patogenesis

Infeksi terjadi melalui mukosa saluran pernapasan bagian atas. Replikasi virus

mulanya terjadi di saluran pernapasan, diikuti dengan perkembangbiakan virus pada

kelenjar getah bening servikal. Viremia berlangsung setelah 5-7 hari dan berlangsung

hingga timbul antibodi sekitar hari ke-13 hingga ke-15. Timbulnya antibodi bersamaan

dengan timbulnya ruam. Setelah ruam timbul, virus hanya dapat dideteksi dalam

nasofaring, disini virus dapat menetap sampai berminggu-minggu.

Manifestasi Klinis

Rubela diawali dengan malaise, demam ringan, dan timbulnya ruam bentuk

morbili pada hari yang sama. Gejala sistemik dapat mendahului ruam selama 1 atau 2

hari, atau ruam timbul tanpa adanya gejala sistemik. Ruam dimulai dari wajah, meluas

sampai ke badan dan ekstremitas, dan jarang berlangsung sampai 3 hari. Ditemukan

limfadenopati aurikuler dan suboksipital. Pada wanita sering menyebabkan artralgia dan

artritis. Komplikasi yang jarang terjadi adalah purpura trombositopenik dan ensefalitis.

Imunitas

Antibodi rubela tampak dalam serum pasien ketika ruam menghilang, dan titer

antibodi meningkat dengan cepat dalam 1-3 minggu berikutnya. Antibodi IgM yang

ditemukan 2 minggu setelah ruam menandakan adanya infeksi baru rubela. Antibodi IgG

rubela biasanya menetap seumur hidup. Satu serangan penyakit akan memberikan

kekebalan seumur hidup, karena hanya terdapat satu tipe antigenik dari virus rubella.

Diagnosis Laboratorium

Diagnosis bergantung pada pemeriksaan laboratorium spesifik, olehkarena

diagnosis klinis sukar ditegakkan sebab banyaknya infeksi virus yang menyerang kulit.

Bahan pemeriksaan diambil dari usap nasofaring atau tenggorokan, yang diambil

3-4 hari setelah timbulnya gejala. Bahan pemeriksaan ini kemudian dibiakkan pada sel

biakan jaringan kera (BSC-1, vero) atau kelinci (RIK-13, SIRC) atau biakan ginjal kera

hijau Afrika. Identifikasi absolut dari isolat memerlukan netralisasi spesifik dengan

(14)

Uji HI merupakan uji serologi standard untuk rubela. Uji ELISA memiliki

kepekaan yang sama dengan uji HI.

Gambar 5. Rubela virus di bawah mikroskop elektron

Pengobatan

Rubela merupakan penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri dan tidak

memerlukan pengobatan spesifik. Pemberian gloulin imun USP yang disuntikkan pada

ibu tidak dapat melindungi janin terhadap infeksi rubela

Pencegahan dan Pengendalian

Vaksin rubela hidup yang dilemahkan telah ada sejak tahun 1969, Vaksinnya

adalah HPV 77 yang diolah dalam embrio bebek, tahun 1979 vaksin diganti dengan

RA27/3, yang ditumbuhkan pada sel diploid manusia. Vaksin ini memberikan titer

antibodi yang jauh lebih tinggi dan imunitas yang lebih bertahan dan lebih kuat dibanding

vaksin HPV 77, vaksin ini juga bermanfaat untuk mencegah superinfeksi subklinik

dengan virus liar. Vaksin juga dapat menghasilkan IgA dalam saluran pernapasan untuk

menghambat infeksi oleh virus liar. Vaksin tersedia sebagai antigen tunggal atau

kombinasi dengan vaksin campak dan gondongan (MMR).

Epidemiologi

Rubela menyebar secar luas di dunia. Infeksi dapat terjadi sepanjang tahun,

dengan puncaknya di musim semi. Rubela tidak menular seperti campak. Penggunaan

(15)

Sindroma Rubela Kongenital

Patogenesis

Viremia yang terjadi pada ibu hamil dapat menimbulkan infeksi plasenta dan

janin. Walaupun virus tidak merusak sel, kecepatan pertumbuhan sel yang terinfeksi akan

menurun, sehingga pada saat lahir janin memiliki sel yang lebih sedikit. Sehingga infeksi

rubela dapat menyebabkan perkembangan organ yang hipoplastik dan terganggu,

menghasilkan anomali struktural pada neonatus. Selain menimbulkan anomali, rubela

juga dapat menyebabkan kematian bayi dan keguguran spontan. Semakin dini terjadinya

infeksi pada kehamilan, maka semakin luas efek kerusakan pada janin. Infeksi pada

trimester pertama kehamilan merupakan masa yang paling kritis.

Pada waktu lahir virus mudah dideteksi dalam sekresi faring, berbagai organ,

cairan serebrospinal, urin dan usap rektal. Ekskresi virus dapat berlangsung selama 12-18

bulan setelah lahir.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis sindroma rubela kongenital dikelompokkan dalam tiga kategori

yaitu :

1. Efek sementara pada bayi.

2. Manifestasi menetap yang tampak pada bayi baru lahir atau baru dikenali selama

satu tahun pertama.

3. Kelainan perkembangan yang timbul dan berkembang selama masa kanak-kanak

dan remaja.

Cacat menetap yang paling lazim adalah penyakit jantung kongenital (duktus

arteriosus paten, stenosis aorta dan pulmonalis, stenosis katup pulmoner, dan cacat

septum atrium atau ventrikel), buta total atau sebagian (katarak, glaukoma, korioretinitis)

dan tuli saraf. Bayi juga menunjukkan gejala retardasi pertumbuhan sementara,

kegagalan pertumbuhan, hepatosplenomegali, purpura trombositopenik, anemia, osteitis,

dan meningoensefalitis. Pada anak-anak prasekolah dapat menimbulkan gejala adanya

(16)

Imunitas

Secara normal, antibodi rubela ibu dalam bentuk IgG dipindahkan kepada bayi

dan secara berangsur-angsur hilang dalam waktu 6 bulan. Pada bayi yang terinfeksi in

utero, virus rubela akan menetap dan menghasilkan peningkatan titer IgM spesifik rubela

dan peningkatan kadar IgG spesifik yang menetap lama setelah penurunan IgG ibu.

Diagnosis Laboratorium

Bayi yang terinfeksi in utero melepaskan sejumlah besar virus dalam sekresi

faring dan cairan tubuh lain hingga berumur 18 bulan. Terlihat antibodi rubela IgM

merupakan diagnostik rubela kongenital. Antibodi IgM tidak melewati plasenta, sehingga

keberadaannya menunjukkan bahwa antibodi ini telah disintesis oleh bayi sewaktu dalam

rahim.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan spesifik. Banyak kelainan yang timbul dapat dikoreksi

melalui pembedahan atau terapi medis.

Pencegahan dan Pengendalian

Untuk membasmi rubela dan sindroma rubela kongenital, perlu dilakukan

imunisasi terhadap wanita usia produktif dan juga anak-anak usia sekolah. Disarankan

vaksinasi wanita menjadi bagian rutin dari pemeriksaan kesehatan dan ginekologi rutin.

Epidemiologi

Pada tahun 1964, lebih dari 20.000 bayi lahir dengan manifestasi berat rubela

kongenital. Angka kematian beragam, bergantung pada infeksi ibu dan cacat kongenital

tertentu.

MORBILI VIRUS = MEASLES VIRUS = RUBEOLA = CAMPAK

Morbilivirus termasuk ke dalam anggota keluarga Paramyxoviridae.

Paramyxoviridae terdiri dari dua subfamili, subfamili pertama adalah Paramyxovirinae

(17)

yang kedua adalah Pneumovirinae dengan satu genus yaitu Pneumovirus. Morbilivirus

berbeda dengan anggota Paramyxovirinae lainnya karena tidak memiliki neuraminidase.

Morbilivirus menyebabkan infeksi yang bermanifestasi di kulit yang lebih dikenal dengan

campak. Campak merupakan infeksi akut yang sangat menular ditandai adanya ruam

makulopapular, demam dan gejala pernafasan.

Morfologi

Morbili virus merupakan virus yang memiliki envelop, virus ssRNA

negative-stranded, dengan diameter 150-200 nm dan nukleokapsid berbentuk simetris helikal.

Bentuk envelop dari morbili virus sangat rapuh sehingga bila dilihat di bawah mikroskop

elektron, akan terlihat virus menjadi rusak dan pecah dengan nukleoprotein keluar dari

sisi virion.

Pada morbili virus terdapat enam protein struktural. Tiga protein struktural

bersama-sama dengan RNA virus membentuk nukleokapsid heliks yaitu nukleoprotein

(NP atau N), protein ini merupakan protein internal utama dan dua protein besar lainnya

( P dan L) kemungkinan terlibat dalam aktivitas polimerase virus yang berfungsi dalam

transkripsi dan replikasi RNA. Tiga protein lagi ikut dalam pembentukan envelop virus,

yaitu protein matriks (M) mendasari envelop virus, protein ini mempunyai afinitas

terhadap NP dan glikoprotein permukaan virus serta penting dalam perakitan virus.

Glikoprotein hemaglutinin yang berperan dalam perlekatan ke sel inang dan

Glikoprotein F (fusion) yang memperantarai penyatuan selaput dan aktivitas hemolisin.2

Replikasi

Strategi replikasi morbili virus hampir sama dengan virus RNA untai negatif

lainnya. Virus melekat pada sel inang melalui reseptor glikoprotein hemaglutinin (HN),

yang kemudian selubung menyatu (fusion) dengan selaput sel melalui kerja dari produk

pembelahan F1. Jika prekursor F0 tidak dibelah, maka tidak ada aktivitas penyatuan

sehingga tidak terjadi penetrasi virion dan partikel virus tidak mampu memulai infeksi.

Setelah terjadi penyatuan dengan sel inang, genom virus kemudian dilepas ke dalam

(18)

Genom virus untai-negatif kemudian mengalami transkripsi oleh RNA

transkriptase virus yang menghasilkan 6-10 subgenom, dan merupakan monocistronic

(dimana hanya satu protein yang dikode oleh satu mRNA tunggal). Setelah ditranskripsi

virus kemudian mengalami replikasi dimana untai negatif RNA bertindak sebagai

template dari replikasi RNA. Untai negatif RNA yang baru terbentuk berinteraksi dengan

nukleoprotein dan transkriptase virion serta protein M virus membentuk struktur

nukleokapsid yang baru. Tonjolan virus yang sudah matang siap untuk diinsersikan ke

dalam plasma membran sel yang akan berinteraksi dengan protein M. Kemudian virus

dilepaskan dari sel melalui pertunasan dari permukaan sel.

Patogenesis

Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun

kera, anjing, dan tikus, dapat terinfeksi secara in vitro. Virus masuk ke dalam tubuh

manusia melalui saluran pernapasan, dan membelah diri secara setempat, kemudian

infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dan di tempat ini terjadi

perkembangbiakan virus. Viremia primer menyebarkan virus, yang kemudian

berreplikasi di dalam sistem retikuloendotelial dan menimbulkan viremia sekunder yang

tersebar di permukaan epitel tubuh, termasuk kulit, saluran pernapasan, dan konjungtiva,

dimana terjadi replikasi fokal. Campak dapat bereplikasi dalam limfosit, sehingga

membantu penyebaran virus ke seluruh tubuh.

Masa inkubasi berlangsung 9-11 hari dan pada orangtua masa inkubasi mencapai

3 minggu.

Manifestasi Klinis

Gejala penyakit biasanya timbul mendadak ditandai adanya demam, bersin, pilek,

batuk, mata merah, bercak koplik di dalam mulut dan limfopenia. Bercak koplit

merupakan ciri khas caampak, dimana terdapat ulkus kecil berwarna putih kebiruan pada

mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak koplit mengandung sel datia,

antigen virus dan nukleokapsid virus. Demam dan batuk menetap hingga timbul ruam

dan kemudian menghilang dalam 1-2 hari. Ruam dimulai dari kepala, muka dan

(19)

berupa makulopapuler berwarna merah muda terang, berbatas tegas. Ruam akan berubah

menjadi warna kecoklatan dalam 5-10 hari. Ruam yang memudar hilang dengan

deskuamasi.

Selama fase prodromal yang berlangsung 2-14 hari, virus dapat dijumpai pada air

mata, sekresi hidung dan tenggorokan, urin dan darah. Ruam makulopapular yang khas

timbul sekitar 14 hari tepat saat antibodi yang beredar dapat terdeteksi. Ruam timbul

akibat reaksi sel T imun dengan sel yang terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil.

Bila viremia sekunder menghilang, maka demam akan turun.

Keterlibatan sistem saraf sering terjadi pada campak, namun virus jarang

ditemukan di susunan saraf pusat. Hal ini diduga akibat reaksi autoimun. Pada penderita

imunokompromis, dapat terjadi multiplikasi virus di dalam otak dan hal ini biasanya

dapat berakibat fatal.

Sindroma campak atipik adalah sindroma yang timbul pada anak-anak yang

diimunisasi dengan vaksin campak yang telah diinaktifasi, yang kemudian terpapar

dengan virus campak alamiah. Campak atipik, saat ini kadang-kadang menyerang dewasa

muda. Sindrom campak atipik ditandai dengan demam tinggi, pneumonitis, edema

ekstremitas, dan ruam yang tidak biasa berupa papula, urtikaria dan perdarahan kecil

pada kulit, terutama di daerah ekstremitas. Tidak ditemukan bercak koplik.

Imunitas

Hanya terdapat satu tipe virus campak antigenik. Infeksi akan memberikan

kekebalan seumur hidup.

Diagnosis Laboratorium

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan

laboratorium. Bahan pemeriksaan diambil dari usap nasofaring dan darah yang diambil

dari seorang pasien selama masa demam campak. Bahan pemeriksaan ini kemudian

diinokulasikan ke dalam sel ginjal kera atau manusia atau sel amnion manusia untuk

mendapatkan isolasi virus. Virus campak tumbuh dengan lambat sekitar 7-10 hari dengan

(20)

badan inklusi intranuklir maupun intrasitoplasma. Pemeriksaan antigen campak dalam

biakan dapat menggunakan tehnik imunofluoresensi atau hemadsorpsi.

Pemeriksaan serologia dengan melihat adanya peningkatan titer antibodi empat

kali lipat antara fase akut dan fase konvalesen atau dengan melihat adanya antibodi IgM

spesifik-campak dalam bahan serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu setelah

timbul ruam. Uji HI, HF dan Nt, dapat digunakan untuk mengukur antibodi campak, uji

HI merupakan metode yang paling praktis.

Pengobatan

Tidak ada obat antivirus yang efektif untuk campak atau komplikasinya. Campak

dapat dicegah atau dipengaruhi dengan pemberian antibodi secara dini pada masa

inkubasi. Pemberian imun globulin dosis tinggi dengan segera dapat mencegah infeksi.

Imunisasi pasif merupakan indikasi pada neonatus, wanita hamil yang rentan, dan pasien

dengan imunokompromis. Jika terjadi penyakit campak, maka akan memberikan

kekebalan sepanjang hidup.

Pencegahan dan pengendalian

Pemberian vaksin virus campak yang dilemahkan sangat efektif dan aman.

Efektifitasnya mencapai lebih 95%. Vaksin ini dapat mengurangi angka kejadian campak

secara signifikan. Setiap anak harus mendapatkan dua dosis campak, yang pertama umur

15 bulan dan yang kedua tepat sebelum masuk sekolah. Kedua dosis sebaiknya diberikan

dalam bentuk kombinasi vaksin campak-gondongan-rubela (MMR). Jika anak tinggal di

daerah rentan, umur 12 bulan harus sudah divaksinasi

Vaksin campak sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil, penderita demam,

penderita yang alergi terhadap telur, atau pada penderita dengan cacat imun.

Epidemiologi

Ciri epidemiologi virus campak adalah virus sangat menular, hanya terdapat satu

tipe antigenik virus campak, tidak terdapat reservoir hewan, infeksi subklinis jarang

(21)

Campak bersifat endemik di seluruh dunia. Pada umumnya, secara teratur epidemi

kambuh tiap 2-3 tahun. Angka kekambuhan tersebut tergantung dari banyaknya individu

yang rentan. Campak jarang menyebabkan kematian di negara maju. Namun di negara

berkembang campak masih menunjukkan angka kematian yang tinggi karena banyaknya

anak-anak yan malnutrisi dan tidak lengkapnya fasilitas kesehatan.

VIRUS VARISELA-ZOSTER

Varisela (cacar air) merupakan penyakit ringan, sangat menular, terutama terjadi

pada anak-anak, yang ditandai adanya erupsi vesikular pada kulit dan selaput lendir. Pada

orang dewasa dan anak-anak dengan imunokompromis, gejala penyakit dapat lebih berat.

Zoster (shingles) adalah suatu penyakit sporadik, yang banyak ditemui pada orang

dewasa atau orang-orang dengan gangguan fungsi imun. Penyakit ini ditandai adanya

ruam yang terbatas penyebarannya pada kulit, yang diinervasi oleh ganglion sensorik

tunggal. Lesi dari zoster mirip dengan lesi varisela.

Kedua penyakit diatas disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus

varisela-zoster. Varisela adalah penyakit akut yang terjadi setelah kontak pertama dengan virus

varisela-zoster, sedangkan zoster merupakan respon sebagian imun inang terhadap

pengaktiifan kembali virus varisella-zoster yang terdapat dalam bentuk laten pada

ganglia sensorik.

Klasifikasi

Virus varisela-zoster masuk ke dalam famili herpesviridae. Herpesviridae terdiri

atas 3 subfamili yaitu alphaherpesvirinae, betaherpesvirinae dan gammaherpesvirinae.

Virus varisela-zoster masuk ke dalam subfamili alphaherpesvirinae.

Tabel 1. Klasifikasi famili herpesviridae

Subfamili Penamaan Kode

Alphaherpesvirinae Herpes simpleks tipe-1 Herpes simpleks tipe-2 Varisela-zoster (VZV) Herpesvirus B (herpes simiae virus)

HHV-1 HHV-2 HHV-3

(22)

Betaherpesvirinae

Gammaherpesvirinae

Cytomegalovirus (CMV) Human herpesvirus 6 (HHV-6) Human herpesviruus 7 (HHV-7)

Epstein-Barr virus (EBV)

Herpesvirus adalah virus yang besar. Anggota kelompok yang berbeda memiliki

ciri arsitektur yang sama sehingga tidak dapat dibedakan di bawah mikroskop elektron.

Virus varisela-zoster memiliki inti DNA untai ganda, dalam bentuk toroid, yang

dikelilingi oleh lapisan protein yang menunjukkan ikosahedral dan mempunyai 162

kapsomer. Nukleokapsid dikelilingi oleh suatu selubung yang dihasilkan dari membran

inti dari sel yang terinfeksi dan mengandung glikoprotein virus berbentuk paku dengan

panjang kurang lebih 8 nm. Struktur yang tidak berbentuk, kadang-kadang asimetrik di

antara kapsid dan selubung membentuk tegument. Virion yang tidak memiliki selubung

berdiameter 100 nm, sedang virus yang berselubung berdiameter 120-200 nm.

Genom DNA untai-ganda, dengan berat molekul berkisar antara 125-229 kbp,

berbentuk linear. Genom herpesvirus memiliki terminal dan urutan berulang yang intern.

Genome ini sangat infeksius. Diantara subfamili, terdapat variasi pada gen yang

mengkode glikoprotein permukaan virion. Pada semua herpesvirus terdapat gen gB, gH,

gI, dan gM, pada varisela-zoster tidak terdapat tiga protein tersebut, sedang pada

sitomegalovirus memiliki deretan gen glikoprotein yang sangat panjang.

Genome yang besar mengkode 80-100 polipeptida, yang kebanyakan adalah

protein non-struktural, termasuk ke dalamnya DNA polimerase yang penting dalam

proses replikasi. HSV-1, HSV-2, dan VZV mengkode enzim fosforilase yaitu timidin

kinase yang penting dalam aktivasi obat antivirus. Struktur protein ditemukan di

(23)

Gambar 6. Herpesvirus di bawah mikroskop elektron

Replikasi

Virus memasuki sel melalui peleburan dengan selaput sel setelah berikatan

dengan reseptor sel khusus melalui glikoprotein selubung. Kemudian kapsid dibawa ke

inti melalui sitoplasma, kemudian DNA linear dilepaskan dan masuk ke dalam inti sel

inang dan disana terjadi proses transkripsi, replikasi DNA virus dan pembentukan kapsid.

Virus menyebabkan menurunnya sintesa asam nukleat dan protein inang.

Awalnya proses transkripsi berasal dari gen awal dari virus. Gen alfa segera

timbul setelah infeksi. Gen ini ditranskripsikan pada keadaan tidak adanya sintesis

protein virus dan merupakan permulaan replikasi. Gen beta timbul kemudian,

membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk ekspresinya, yaitu kebanyakan berupa

enzim dan protein replikasi. Ekspresi gen beta bertepatan dengan penurunan transkripsi

gen alfa dan penghentian sintesis protein sel inang yang irreversibel dan dikatakan

sebagai kematian sel. Hasil gen gama yang kemudian dihasilkan dan mencakup sebagian

besar protein struktural.

Virus DNA yang baru disintesis dengan mekanisme roda berputar akan saling

berlekatan dan berkumpul di dalam nukleokapsid, kemudian menuju membran inti dan

bergabung dengan protein tegumen virus dan protein selubung. Virus yang baru keluar

melintasi membran inti dan diselubungi di dalam retikulum endoplasma sebelum

dilepaskan keluar sel

(24)

Patogenesis

a.Varisela = chickenpox

Jalur infeksi varisela melalui saluran napas bagian atas atau konjungtiva. Virus

berkembang di dalam darah, melakukan perkembangbiakan dan kemudian menetap di

kulit. Lesi fokal pada kulit dan mukosa diawali oleh infeksi virus pada sel-sel kapiler

endotelial. Pembengkakan sel epitel, degenerasi balon, dan akumulasi cairan jaringan

menyebabkan timbulnya gelembung . Badan inklusi eosiofilik ditemukan pada inti sel

yang terinfeksi.

b. Herpes Zoster

Lesi zoster pada kulit secara histopatologi sama dengan varisela. Didapatkan juga

peradangan akut pada saraf dan ganglia sensorik, biasanya hanya ganglion tunggal yang

terkena. Penyebaran lesi pada kulit berkaitan erat dengan daerah inervasi dari ganglion

akar dorsal seseorang.

Tidak jelas apa yang menjadi pemicu pengaktifan kembali infeksi virus

varisela-zoster laten pada ganglia. Penurunan imunitas memudahkan terjadinya

perkembangbiakan virus di ganglion, sehingga menimbulkan peradangan dan nyeri yang

hebat. Virus berjalan melalui saraf menuju kulit dan memicu pembentukan vesikel.

Imunitas seluler merupakan pertahanan inang yang paling berperan dalam menghadapi

virus varisela-zoster.

Manifestasi Klinis a. Varisela

Masa inkubasi berlangsung 14-21 hari. Gejala diawali dengan demam dan lesu,

kemudian diikuti oleh ruam yang muncul pada punggung, kemudian muka, anggota

badan, dan mukosa pipi serta faring dalam mulut. Vesikel segar berturut-turut muncul

dalam crops dalam 2-4 hari. Stadium makula, papula, vesikel, dan kerak dapat terlihat

pada satu waktu. Demam menetap selama lesi baru masih muncul, dan sebanding dengan

luasnya ruam.

Jarang terjadi komplikasi pada anak-anak normal, angka kematian sangat rendah.

Infeksi varisela pada neonatal dapat didapat dari ibu baik sebelum atau sesudah kelahiran.

(25)

menimbulkan komplikasi Ensefalitis varisela. Pneumonia varisela merupakan komplikasi

dari varisela yang paling sering pada orang dewasa. Angka kematian berkisar 10-40%.

Pasien dengan gangguan imunitas juga memiliki resiko terhadap berbagai komplikasi

varisela.

b. Herpes Zoster

Penyakit diawali dengan nyeri hebat di daerah kulit atau mukosa yang dimasuki

oleh satu atau lebih kelompok saraf sensorik dan ganglia. Dalam beberapa hari kemudian

muncul vesikel di kulit yang dihasilkan oleh saraf yang terkena infeksi, dapat terjadi

erupsi biasanya pada satu sisi. Daerah yang paling sering terkena punggung, kepala dan

leher. Lama dan keparahan erupsi umumnya sebanding dengan umur penderita. Sering

terjadi zoster pada mata dari saraf trigeminal.

Komplikasi yang tersering dari zoster pada orang usia lanjut adalah neuralgia

pascaherpes. Rasa nyeri menetap selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan,

khususnya pada zoster mata. Zoster akan semakin berat bila terdapat suatu penyakit yang

mendasarinya, terutama pada pasien kanker, penderita Hodgkin, pasien dengan cacat

imun, dan pasien yang menggunakan obat-obat imunosupresi.

Imunitas

Infeksi varisela sebelumnya diyakini menimbulkan imunitas sepanjang hidup

terhadap varisela. Sedang zoster terjadi pada individu yang memiliki antibodi netralisasi

yang relatif tinggi terhadap varisela. Imunitas seluler sangat penting dalam penyembuhan

infeksi virus varisela-zoster. Adanya interferon yang timbul selama munculnya lesi juga

membantu penyembuhan.

Diagnosis Laboratorium

Sediaan apus dari kerokan atau usapan dari dasar vesikel, akan memperlihatkan

adanya sel raksasa berinti ganda. Gambaran ini tidak dijumpai pada vesikel non-herpetik.

Isolasi virus dapat dilakukan dari biakan sel manusia yang menggunakan cairan

vesikel dalam 3-7 hari. Virus varisela-zoster dalam cairan vesikel bersifat sangat labil,

(26)

dan telur. Virus yang telah diisolasi kemudian diidentifikasi dengan tes imunofluoresensi

atau tes imunologik lainnya dengan antiserum yang khusus.

Kenaikan titer antibodi dapat dideteksi melalui berbagai tes, antara lain, ikatan

komplemen, Nt, imunofluoresensi tak langsung, dan dengan radioimunoassai enzim.

Deteksi IgM dengan radioimunoassay berguna untuk deteksi cepat.

Pengobatan

Varisela pada anak normal merupakan penyakit ringan dan tidak memerlukan

pengobatan. Sebaliknya varisela pada neonatus, penderita gangguan imun berpotensi

menjadi fatal dan memerlukan pengobatan.

Tiga senyawa antivirus yang efektif untuk melawan varisela, antara lain

vidarabin, asiklovir da interferon leukosit. Vidarabin digunakan untuk orang dewasa yang

menderita pneumonia varisela yang berat, anak-anak yang imunokompromis yang

terinfeksi varisela, dan orang dewasa dengan zoster yang tersebar luas. Asiklovir

digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit sistemik pada anak-anak yang

imunokompromis. Asiklovir dosis tinggi yang diberikan selama fase prodromal akan

menurunkan kearahan infeksi varisela, namun obat ini tidak efektif untuk menurunkan

insidensi nyeri pasca herpes zoster. Interferon lekosit bermanfaat untuk melawan varisela

pada anak-anak penderita kanker yang terinfeksi varisela.

Pencegahan dan Pengendalian

Tidak ada cara pencegahan atau pengendalian varisela dan zoster untuk

masyarakat umum. Pada anak-anak yang imunokompromis, varisela dapat menimbulkan

komplikasi serius seperti, pneumonia, ensefalitis, atau kematian , oleh karena itu sedapat

mungkin dihindari kontak dengan penderita varisela. Globulin imun varisela-zoster dapat

digunakan untuk meringankan penyakit pada anak-anak yang imunokompromis.

Vaksin varisela hidup yang dilemahkan, saat ini telah dikembangkan dan berhasil

diuji pada anak-anak di rumah sakit dengan imunokompromis yang menderita varisela.

Vaksin tersebut juga berguna untuk mencegah penyebaran varisela pada anak-anak yang

(27)

Epidemiologi

Varisela dan zoster dapat terjadi di seluruh dunia. Penyakit ini lebih sering terjadi

pada musim dingin dan musim semi daripada musim panas. Varisela merupakan penyakit

epidemi pada anak-anak, terutama usia 2-6 tahun. Hampir 200.000 kasus terjadi tiap

tahunnya di Amerika Serikat. Zoster terjadi secara sporadik, terutama pada orang dewasa

dan tanpa prevalensi musim. Sepuluh sampai 20% orang dewasa akan mengalami zoster

sedikitnya sekali sepanjang hidupnya.

Varisela paling mudah menyebar, diduga penyebarannya melalui droplet dan

melalui kontak dengan lesi kulit. Penderita varisela dapat menularkan penyakitnya pada

orang lain sejak awal terinfeksi sampai kurang lebih 5 hari kemudian.

VIRUS HERPES SIMPLEKS (HSV)

HSV masuk ke dalam famili herpesviridae dan subfamili alphaherpesvirinae,

sama seperti virus varisela-zoster. Terdapat dua tipe HSV yang berbeda yaitu HSV-1 dan

HSV-2. Kedua tipe ini erbeda dalam hal cara penularan; HSV-1 menyebar melalui

kontak, biasanya melibatkan air liur yang terinfeksi, sedang HSV-2 ditularkan secara

seksual atau penularan dari ibu ke anaknya melalui jalan lahir.

Siklus pertumbuhan HSV berlangsung dengan cepat, memakan waktu 8-16 jam

sampai selesai. Gen alfa segera timbul setelah infeksi. Gen ini ditranskripsikan pada

keadaan tidak adanya sintesis protein virus dan merupakan permulaan replikasi. Gen beta

timbul kemudian, membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk ekspresinya, yaitu

kebanyakan berupa enzim dan protein replikasi. Ekspresi gen beta bertepatan dengan

penurunan transkripsi gen alfa dan penghentian sintesis protein sel inang yang

irreversibel dan dikatakan sebagai kematian sel. Hasil gen gama yang kemudian

dihasilkan dan mencakup sebagian besar protein struktural.

Sedikitnya telah dibuat 4 glikoprotein virus ; 1) glikoprotein D (gD) sebagai

pemicu antibodi netralisasi yang paling kuat, 2) glikoprotein C adalah protein terikat

komplemen (C3b), 3) gE adalah reseptor Fc, mengikat bagian Fc dari IgG, 4) gG adalah

(28)

(gG-2). Genom HSV besar (BM sekitar 100 juta dan dapat menyandi sedikitnya 70

polipeptida.

Patogenesis

Lesi yang dicetuskan di kulit dan selaput mukosa oleh HSV-1 dan HSV-2 sama

dan mirip dengan virus varisela-zoster. Perubahan histopatologi yang khas mencakup

pembengkakan sel-sel yang terinfeksi, pembentukan badan inklusi dalam inti Cowdry

tipe A, dan pembentukan sel-sel raksasa berinti banyak.

Cairan edema menumpuk diantara lapisan epidermis dan dermis. Cairan vesikuler

mengandung sejumlah besar sel yang bebas virus , sisa-sisa sel dan sel-sel peradangan.

Di kulit, cairan tersebut kemudian diabsorpsi, membentuk keropeng dan lesi menyembuh

tanpa jaringan parut. Pada selaput mukosa, vesikel pecah secara cepat dan membentuk

ulkus yang dangkal.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis HSV berlangsung dalam tiga tingkatan yaitu infeksi primer,

fase laten dan infeksi rekuren.

Infeksi primer

HSV mampu menimbulkan infeksi, jika virus menembus permukaan mukosa atau

kulit yang terluka. Perkembangan virus terjadi pertama kali di tempat infeksi. Kemudian

virus memasuki ujung saraf setempat dan dibawa melalui akson retrogard ke akar ganglia

dorsalis, tempat perkembangbiakan selanjutnya, dan bersifat laten. Infeksi orofaring

HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal, sedang HSV-2 genital

menimbulkan infeksi laten di ganglia sakral. Tempat predileksi HSV-1 di daerah

pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai dari anak-anak.

Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi,

atau pada orang yang suka menggigit jari (herpetic whitlow). Tempat predileksi HSV-2

di daerah pinggang ke bawah , terutama di daerah genital. Daerah predileksi ini dapat

menjadi kacau karena adanya cara hubungan seksual orogenital, sehingga herpes yang

terdapat di daaerah genital kadang-kadang disebabkan HSV-1, sedang yang di mulut

(29)

minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia,

dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang

dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosus,

berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen dan menjadi krusta dan

kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.

Fase laten

Fase laten berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, namun HSV dapat

ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.

Infeksi rekuren

Infeksi rekuren berarti HSV pada ganglion dorsalis yang tidak aktif akan menjadi

aktif kembali dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Hal ini dapat

disebabkan akibat trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual dan

sebagainya) dan trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi). Gejala klinis yang

timbul lebih ringan dari infeksi primer dan berlangsung 7-10 hari. Sering ditemukan

gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa panas, gatal dan nyeri. Infeksi

rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya.

(30)

Diagnosis Laboratorium

Deteksi langsung dengan menggunakan mikroskop elektron untuk melihat

partikel HSV dari cairan vesikel. Kultur virus dengan menggunakan spesimen yang

berasal dari aspirasi cairan lesi atau inokulasi langsung dari lesi kulit pada HeLa sel,

Hep-2, Human embryonic fibroblast, dan sel ginjal kelinci. Virus hanya dapat dideteksi dalam

3 hari. Serologi hanya berguna untuk mendiagnosa HSV primer dan studi epidemiologi.

Pengobatan

HSV mengkode beberapa enzim yang menjadi target obat antivirus. Beberapa

obat anti herpes dapat berupa analog nuklrotida, inhibitor DNA polimerase virus

merupakan enzim yang penting dalam replikasi virus. Obat-obatan anti HSV antara lain,

asiklovir, valsiklovir, pensiklovir, dan famsiklovir. Asiklovir merupakan obat yang paling

sering digunakan dan diekskresikan melalui urin.

HUMAN PAPILOMAVIRUS (HPV)

HPV masuk dalam famili Papovaviridae. Papovaviridae terdiri dari dua genus

yaitu, Papillomavirus dan Polyomavirus. HPV dapat menyebabkan kutil dan beberapa

genotipnya dapat menyebabkan kanker, misalnya karsinoma serviks.

Morfologi

HPV merupakan virus kecil dengan diameter 55 nm, memiliki genom DNA

untai-ganda yang bulat, dan mengandung 5-8 pasangan kilobasa. HPV berbentuk simetri

ikosahedral dan tidak memiliki envelop. HPV memiliki dua protein struktural yang

membentuk 72 kapsomer. Kira-kira terdapat 80 tipe HPV yang sudah diidentifikasi, dan

menyebabkan penyakit hanya di kulit dan membran mukosa, oleh karena itu dibedakan

menjadi HPV kutaneus dan HPV mukosal. Virus dalam grup yang sama akan

(31)

Replikasi

Replikasi DNA HPV berlangsung di dalam nukleus sel inang. Dimulai dengan

masuknya HPV ke lapisan basal sel pada kulit. Setelah virus masuk dan mengalami

uncoating, kemudian virus mengalami proses transkripsi, replikasi DNA, dan

pembentukan virus baru di dalam nukleus. Early gene dari virus akan menstimulasi

pertumbuhan sel dan menyebabkan replikasi genom virus dengan menggunakan DNA

polimerase sel inang ketika membelah. Virus yang merangsang pertumbuhan

menyebabkan stratum basal dan stratum spinosum menebal. Ketika sel basal

berdiferensiasi, faktor nuklear spesifik pada lapisan kulit dan mukosa yang berbeda akan

menyebabkan transkripsi gen virus. Late gene mengkode protein struktural yang

diperlihatkan hanya pada diferensiasi terminal lapisan atas dan merusak keratin kemudian

virus dilepaskan bersama dengan sel mati dari lapisan atas. Papilomavirus hanya dapat

bermultiplikasi pada epitel skuamosa berlapis dan tidak dapat tumbuh dalam kultur sel,

sedang polyomavirus dapat dikultur.

Patogenesis

HPV bereplikasi pada epitel skuamosa kulit (kutil) dan membran mukosa

(papiloma genital, oral dan konjungtiva) dan menginduksi proliferasi epitel. Tipe HPV

tergantung jaringan spesifiknya dan menyebabkan manifestasi penyakit yang berbeda.

Kutil berkembang sebagai hasil stimulasi virus terhadap pertumbuhan sel dan penebalan

stratum basal serta lapisan prickle (stratum spinosum). Koilosit sebagai karakteristik

infeksi HPV memperbesar keratinosit dengan halo yang jernih disekeliling inti yang

berkerut. Butuh waktu sekitar 3-4 bulan bagi kutil untuk berkembangbiak. Infeksi virus

biasanya hilang spontan, tetapi sering terjadi rekurensi.

HPV ada yang bersifat potensial onkogenik dan pernah ditemukan pada tumor

jinak dan ganas, terutama papiloma mukosa. HPV 16 dan HPV 18 dapat menyebabkan

karsinoma serviks dan displasia.

Mekanisme papiloma menghilang belum diketahui. Tetapi yang jelas imunitas

seluler mempunyai peran penting, oleh karena pada penderita imunokompromis lebih

sering terjadi rekurensi dengan manifestasi infeksi HPV dan papovavirus lain yang lebih

(32)

Manifestasi Klinis

Sedikitnya 80 tipe HPV sudah diidentifikasi dan kesemua tipe tersebut hanya

menginfeksi kulit dan membran mukosa, dengan gambaran lesi berupa kutil. Biasanya

kutil ini jinak, namun dapat menjadi ganas tergantung tipe HPV, dan lokasi dari lesi.

Tabel 2. Penyakit yang ditimbulkan oleh HPV

Lesi Lokasi Tipe HPV

Lesi jinak

Veruka vulgaris

Veruka telapak kaki dan telapak

tangan

Veruka butchers’

Veruka plana

Veruka genital (kondiloma

akuminata)

Papiloma laring Juvenil

(33)

Gambar 8. Veruka plantar

Veruka vulgaris

Kutil ini memiliki karakteristik permukaan kulit kasar, berbenjol-benjol dengan

diameter beberapa milimeter dan dalam jumlah yang banyak, terutama di tangan,

lutut dan kaki. Biasanya tidak menimbulkan gangguan, hanya menimbulkan keluhan

secara kosmetik saja. Namun kutil pada telapak kaki dapat menimbulkan rasa sakit,

karena tertekan oleh beban tubuh, dan memerlukan terapi dengan segera.

Veruka plana

Kutil jenis ini lebih tumpul dan halus, Biasanya dijumpai pada anak-anak.

Veruka butchers’

Kutil ini disebabkan oleh HPV tipe 7, kutil ini berhubungan dengan pekerjaan

pemotong daging.

Veruka genital / Kondiloma akuminata

Kondiloma akuminata termasuk salah satu penyakit yang ditularkan melalui kontak

seksual, dan sering terjadi bersamaan dengan gonore atau infeksi klamidia.

Kondiloma akuminata dapat terjadi pada pria dan wanita. Insiden tertinggi pada

dewasa muda.

Kondiloma akuminata pada pria, biasanya dijumpai pada daerah penis (di sekeliling

gland penis dan preputium), di dalam uretra/meatus uretra, di sekeliling anus dan di

dalam rektum, terutama pada kaum homoseksual atau seksual peranal. Pada keadaan

(34)

Pada wanita sering dijumpai pada vulva, vagina, serviks, disekeliling anus dan di

perineum.

Bowenoid papulosis

Sindrom yang bermanifestasi berupa papul yang multipel pada penis atau vulva.

Biasanya dijumpai pada dewasa muda. Walaupun bersifat jinak, namun dapat

berlanjut menjadi ganas.

Pre-malignant intraepitelial displasia.

Histologi berupa gambaran epitel yang ireguler pada penis atau vulva, vagina ,

serviks.

Diagnosis Laboratorium

Kutil dapat dikenali dari karakteristik histologinya, yaitu hiperplasi sel prickle dan

hiperkeratosis. Infeksi HPV dapat dideteksi dengan papanicolau smears dengan

ditemukannya koilositosis (sitoplasma bervakuola) sel epitel skuamosa. DNA molecular

probes dan PCR merupakan cara terbaik untuk menegakkan diagnosis infeksi HPV

melalui pemeriksaan spesimen jaringan.

Gambar 9. HPV di bawah mikroskop elektron.

Pengobatan

Kutil dapat hilang spontan tetapi butuh waktu beberapa bulan sampai tahunan.

Kutil diobati karena rasa sakit yang ditimbulkannya, alasan kosmetik dan mencegah

(35)

dengan cryoterapi, elektrokauter atau dengan podophyllin meskipun rekurensi sering

terjadi. Penyuntikan interferon dinilai bermanfaat. Penggunaan kondom dapat mencegah

transmisi HPV secara seksual.

Epidemiologi

Beberapa dekade terakhir terjadi peningkatan kejadian infeksi HPV genital,

sehingga meningkatkan prevalensi karsinoma serviks dan penis. Infeksi HPV pada

veruka telapak kaki dan butchers’ disebabkan karena rusaknya permukaan kulit.

KESIMPULAN

• Beberapa virus penyebab infeksi pada kulit adalah Poxvirus, Rubella virus, Morbili virus, Virus Varisela-Zoster, Virus Herpes Simpleks dan Human

Papiloma virus.

• Kesemua virus tersebut menyebabkan manifestasi ruam kulit berupa makula, papula, vesikula, pustula dan kutil.

• Penularan penyakit melalui droplet pernapasan, kontak langsung dan hubungan seksual.

• Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan langsung partikel virus menggunakan mikroskop elektron dari bahan lesi, kultur sel dan serologi.

• Umumnya dapat sembuh sendiri, namun ada pula yang memerlukan pengobatan.

• Pencegahan umumnya dengan mencegah kontak dengan penderita dan vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ryan, Ray. Sherris Medical Microbiology. 4th edition. The McGraw Hill companies. 2004.

2. Brooks, Butel, Morse. Jawetz, Melnick & Adelberg Medical Microbiology. Twenty second edition. Appleton & Lange. 2002.

3. Collier, Oxford. Human Virology. Second Edition. Oxford University Press. 2000.

Gambar

Gambar 1. Morfologi Poxvirus
Gambar 2. Repliksi Poxvirus
Gambar 3. Moluskum kontagiosum di bawah mikroskop elektron
Gambar 4. Lesi Moluskum kontagiosum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan atau kesalahan penggunaan antibiotik dalam bidang klinik, penggunaan antibiotik dalam bidang molekular, dan penambahan antibiotik pada pakan ternak

Analisis dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang di lapangan mencakup pengelompokan jenis tanah, geomorfologi, kemantapan lereng jalan di daerah yang

Untuk menghapus menu satu persatu gunakan tombol , jika ingin menghapus beberapa data pilih terlebih dahulu data yang akan dihapus kemudian klik tombol. 

Dalam Hukum Islam sanksi yang dijatuhkan adalah hukuman hudud yaitu hukuman mati atau diperangi, dalam Hukum Positif yang memberikan pidana mati kepada pelaku tindak

Selain itu, dokumen LKjIP juga menyajikan dokumen perencanan dan kinerja lain seperti Rencana Strategis (Renstra), Indikator Kinerja Utama (IKU), Rencana Kinerja Tahunan

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (SW-MI) PADA MATERI FLUIDA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMA/MA Abstrak

AJE Indonesia dalam kegiatan customer relations dengan pengecer dilakukan melalui kegiatan-kegiatan komunikasi perusahaan kepada pengecer, misalnya: melalui acara gathering dan

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematikan IPA, 2011