• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN

GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN

LABUHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

ELMINA TAMPUBOLON

077032001/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN

LABUHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2008

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELMINA TAMPUBOLON 077032001/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

SURAT PERNYATAAN

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN LABUHAN

TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2009

(Elmina Tampubolon)

(4)

Judul Tesis : ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM

PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN LABUHAN TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Elmina Tampubolon

Nomor Induk Mahasiswa : 077032001

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi

(6)

ABSTRAK

Penanggulangan gizi buruk di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1974 tetapi persentase balita gizi buruk khususnya di kota Medan masih termasuk dalam kategori tinggi. Puskesmas di kota Medan yang memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar pada tahun 2007 ialah Puskesmas Medan Labuhan yaitu sebanyak 32 orang balita. Dalam kaitan itu, dilakukan analisis program penanggulangan gizi buruk yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem kesehatan.

Jenis penelitian yaitu survei deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan suatu program. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan pada bulan February-Mei 2009. Informan dalam penelitian adalah pimpinan puskesmas, petugas gizi dan 25 orang ketua kader posyandu.

Hasil analisis program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan tahun 2008 menunjukkan bahwa masih banyak ditemukan kekurangan baik dari input, proses maupun keluaran. Dari segi input, kurangnya tenaga gizi, banyaknya kader yang tidak aktif dan terampil, dan sarana prasarana yang minim. Dari segi proses, mulai dari pemantauan pertumbuhan, pemberian kapsul vitamin A, pemberian tablet Fe pada bumil, pemberian MP-ASI pada bayi, perawatan balita gizi buruk masih belum sesuai dengan target yang ingin dicapai. Begitu juga dengan cakupan ASI Eksklusif yang masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pola asuh anak dan kurangnya partisipasi kader dalam kegiatan di posyandu seperti memberikan penyuluhan atau konseling kepada masyarakat.

Saran yang diajukan kepada pimpinan dan petugas gizi di Puskesmas Medan Labuhan, agar mengawasi dengan benar pelaksanaan kegiatan di posyandu. Perlunya pelatihan dan penyegaran bagi tenaga kesehatan khususnya petugas gizi dan juga kader agar dapat memberikan informasi ataupun konseling bagi masyarakat. Disarankan juga kepada pemerintah pusat dan daerah, untuk : 1) menambah tenaga gizi di puskesmas agar dapat memberikan pelayanan gizi yang terbaik kepada masyarakat; 2) peningkatan insentif bagi kader dan; 3) melengkapi sarana prasarana sehingga partisipasi kader dapat ditingkatkan.

(7)

ABSTRACT

Malnutrition improvement in Indonesia actually has been done since 1974 but percentage of malnutrition especially in Medan city is still in high category. The health centre in Medan which has the highest of malnutrition in 2007 was Medan Labuhan Health centre as 32 child. Therefore the improvement programme of malnutrition is needed to analysis by using health system approach.

This research is descriptive survey with qualitative approach. It’s purpose is to analysis the implementation of this programme. This research was held in the working area of Medan Labuhan Health centre on February-May 2009. The informans were the head of Medan Labuhan Health centre, nutritionist and 25 cadre leaders of Posyandu.

The result of the research showed that they were still found lack of input, process or output. Base on the input, it was because of lack of nutritionist, although they were many cadres but they were inactive and unskill, and the lack of supporting facilities and infrastructure. Base on the process, starting from the covering of the child growth, providing of vitamin A capsule, providing of iron tablet to pregnant women, providing of solid food for babies, the nursing of under nutrition child was not reaching the target. So that the covering of exclusive breast feeding that was still low. These problems were caused by the low of community knowledge and awareness about the child care pattern and the lack of cadres participation in Posyandu in giving information and counselling to the community.

It is suggested to Medan Labuhan Health centre staff to supervise the implementation of activities in Posyandu. It is important for training and refreshing the health officer especially the nutritionist and cadres so that they can give information and counseling to the community regularly. It is also suggested to centre and regional government, to : 1) add the nutritionist in Health centre so that the best care nutrition service can be presented to the community; 2) increase the incentive to the cadres and; 3) support facilities and infrastructure so that the cadres participation can be increased.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “ Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008”.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi dan Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberi masukan berupa saran dan kritikan demi peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini.

5. dr. Marchiani Ginting, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Medan Labuhan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.

6. Secara khusus buat keluarga besar Tampubolon, Ayahanda Drs. R. Tampubolon, Ibunda tercinta D.F. Silaban, kakak-kakak, abang, adik (dr. Piola Tampubolon, Listeria Tampubolon, SE.Ak, Risma Tampubolon Hauklien, STP, Apgan Tampubolon, Mega Tampubolon, SE.Ak), abang ipar (Ir. P. Panjaitan, T. Simanjuntak, SE, Ivar Hauklien) yang penulis sangat sayangi, terima kasih atas doa, perhatian, semangat, dukungan material dan moral yang tidak terbalaskan, semoga Tuhan yang membalas semuanya dengan kebahagiaan dan sukacita.

7. Suamiku tercinta drg. Ferdinan Pasaribu dan keluarga besar Pasaribu di Delitua, terima kasih atas doa, perhatian, kasih sayang, serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.

8. Rekan-rekan satu stambuk di PPS-AKGm USU 2007 (Fatma Deri, Hendro, Saifuddin, Sri Lestari, dan Syaifullah) terimakasih atas semangat kebersamaan selama menjalani perkuliahan dan juga terimakasih buat rekan-rekan PPS-AKKm/Epidemiologi USU 2007.

(10)

10.Buat rekan-rekan kerja STIKes DELI HUSADA Delitua (terutama Ns. Lindawati F. Tampubolon, M.Kep; Tedty R. Tinambunan, SS; Savitri Gemini, S.Kep, Ns), terimakasih atas dukungan dan bantuan yang banyak diterima oleh penulis.

11. Semua pihak termasuk informan yang sudah bersedia diwawancarai, terimakasih atas informasi dan kerjasama yang baik selama di lapangan.

Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis juga sangat terbuka pada saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan kualitas penelitian ini. Salam sejahtera dan Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Medan, September 2009 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Elmina Tampubolon, lahir pada tanggal 01 Januari 1977 di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, anak ke lima dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. R. Tampubolon dan Ibunda D.F. Silaban.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Nasrani Kota Medan pada tahun 1983 dan diselesaikan pada tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 Kota Medan pada tahun 1989 dan diselesaikan pada tahun 1992, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kota Medan pada tahun 1992 dan diselesaikan pada tahun 1995, Strata Satu (S-1) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2000, Strata Dua (S-2) di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2009.

(12)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Buruk ... 7

2.1.1... Definisi dan Penanggulangan Gizi Buruk ... 7

2.1.2... Penyebab Gizi Buruk ...10

2.2. Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk ... 12

2.2.1. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gizi Buruk 12

2.2.2. Program Penanggulangan Gizi Buruk ...15

2.3. Landasan Teori ...27

2.4. Kerangka Pikir ...29

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ...31

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...31

3.3. Pemilihan Informan ...31

3.4. Metode Pengumpulan Data ...32

3.5. Metode Analisis Data ...32

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...38

4.1.1. Geografis...38

4.1.2. Demografis...39

4.1.3. Pelayanan Kesehatan Dasar ...40

4.2. Gambaran Karakteristik Informan ...40

(13)

4.3.1. Pendapat Informan tentang SDM...41

4.3.2. Pendapat Informan tentang Dana ...43

4.3.3. Pendapat Informan tentang Sarana Prasarana...44

4.4. Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan ...45

4.4.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu 4.4.1.1. Pendapat Petugas Gizi tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu ...45

4.4.1.2. Pendapat Kader tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu ...47

4.4.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A...50

4.4.3. Pelaksanaan Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil ...52

4.4.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari Keluarga Miskin ...53

4.4.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan 55 4.4.6. Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif...55

4.5. Jumlah Balita Gizi Buruk pada Akhir Tahun 2008 ...56

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Pelaksanaan Kegiatan Program Penanggulangan Gizi Buruk ..58

5.1.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu...58

5.1.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A ...62

5.1.3. Pelaksanaan Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil ...64

5.1.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari Keluarga Miskin ...66

5.1.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan ....68

5.1.6. Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif ...69

5.2. Sumber Daya dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk...70

5.2.1.Sumber Daya Manusia dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ...70

5.2.2.Dana dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ...73

5.2.3.Sarana Prasarana dalam Program Penanggulangan Gizi Buruk ...74

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ...76

6.2. Saran ...78

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 82

2. Print Out Komputer Program EZ-TEXT versi 3.06c ... 89

3. Foto-Foto Saat Penelitian di Lapangan ... 146

4. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 150

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan lanjut usia. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007).

Masalah gizi bukan sekadar kurangnya asupan kalori dan protein. Banyak faktor penyebab mengapa masalah gizi muncul. Masalah gizi juga bukan sekadar masalah kesehatan saja, tetapi cermin masalah daya beli, ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, dan faktor sosio-budaya (Khomsan, 2008). Problem gizi buruk masyarakat adalah akumulasi dari berbagai persoalan sosial di masyarakat, seperti malnutrisi, korupsi, kemiskinan, pengangguran, pengalokasian dana yang tidak responsif, gender, dan orientasi kebijakan pembangunan yang monokultur serta penataan konsumsi yang berorientasi pasar. (Mulia, 2007).

Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang masih menghadapi masalah gizi. Prevalensi gizi anak balita dapat menggambarkan mengenai kondisi gizi masyarakat

di suatu daerah. Menurut Atmawikarta (2008) yang dikutip oleh Tamburian (2008), dari data

(16)

tahun 1989 yang mencapai 31% sebenarnya sudah terjadi penurunan. Pada tahun 2005 Propinsi NTT yang terbesar status gizi buruknya yaitu 13,4%, Maluku 15,16% dan Gorontalo 15,04%.

Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2007, gambaran mengenai status gizi di Sumatera Utara adalah sebagai berikut, tahun 2000 gizi kurang terdapat 17,3 % dan gizi buruk terdapat 9,16 %, tahun 2003 terjadi peningkatan menjadi gizi kurang 18,59% dan gizi buruk 12,3%, tahun 2005 terjadi penurunan gizi kurang menjadi 15,78 % dan gizi buruk 8,82 %, pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita dengan gizi buruk sebesar 1,02% sehingga menjadi 7,8%, tetapi persentase balita gizi kurang meningkat sebesar 4,72% sehingga menjadi 20,5%. Prevalensi balita gizi kurang dan buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi.

Berdasarkan kabupaten/kota, prevalensi balita dengan gizi kurang dan buruk yang tertinggi adalah Kabupaten Nias Selatan (66,10%) dan terendah adalah Kota Pematang Siantar (5,68%), sedangkan Kota Medan memiliki balita dengan gizi buruk dan kurang sebesar 26,94% (Profil Kesehatan Propinsi Sumut, 2007).

Menurut Laporan balita Gizi Buruk tahun 2007 Dinas Kesehatan Kota Medan diketahui bahwa wilayah kerja Puskesmas yang memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar adalah Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan yaitu 15 orang untuk kelompok umur 6-23 bulan dan 17 orang untuk kelompok umur 24-59 bulan.

(17)

Presiden Soeharto pernah mencanangkan Gerakan Sadar Pangan dan Gizi.Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) berhasil menjadi gerakan nasional yang menggema di Tanah Air. Hasilnya, posyandu sempat menyebar di desa-desa atau di kampung-kampung (Khomsan, 2008).

Upaya-upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% Infeksi Saluran Pernafasan Akut, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain (Depkes RI, 2007).

(18)

Thailand, Tiongkok dan Malaysia diperlukan peta jalan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Masing-masing diarahkan memenuhi persediaan pelayanan dan menumbuhkan kebutuhan atau permintaan akan pelayanan (Soekirman, 2007).

Dalam penanggulangan masalah gizi diperlukan kemauan politik yang dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat, khususnya dalam hal keefektifan dana. Hal itu dicapai dengan menyusun program perbaikan gizi yang dilandasi konsep dan data ilmiah yang bersifat universal, yang menjadi bagian integral dari kebijakan dan rencana pembangunan sosial ekonomi jangka pendek dan panjang, nasional maupun daerah. Karena dana pembangunan negara miskin pada umumnya terbatas, harus dicari program yang berbiaya relatif kecil dengan dampak besar terhadap kesejahteraan rakyat (Soekirman, 2007).

Dalam pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk, diperlukan pengelolaan atau manajemen operasional yang baik untuk menurunkan prevalensi gizi buruk. Kegiatan penilaian dan evaluasi merupakan bagian integral dari fungsi manajemen yang didasarkan pada sistem informasi manajemen dan dilaksanakan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program penanggulangan gizi buruk terhadap tujuan yang telah ditetapkan dengan maksud untuk mendapatkan relevan informasi guna pengambilan keputusan.

(19)

program penanggulangan gizi buruk yang dilakukan dengan menggunakan kerangka alur pikir atau pendekatan sistem kesehatan, untuk mengetahui penyebab dari masih banyaknya ditemukan kasus gizi buruk di Indonesia khususnya di Medan Labuhan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah menganalisis implementasi program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan masukan bagi pengelola program gizi di Puskesmas Medan Labuhan dalam menyusun perencanaan program penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.

(20)

peneliti-peneliti selanjutnya dalam menganalisis suatu program dalam bidang kesehatan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi Buruk

2.1.1. Definisi dan Penanggulangan Gizi Buruk

(21)

Anak penderita kwashiorkor kelihatan gemuk, tetapi tidak sehat, mukanya gemuk seperti bulan, kakinya bengkak karena edema (berisi cairan), lekukan bekas tinggal jika jari kita ditekankan padanya. Perut anak itu agak buncit, tetapi bahu dan lengan bagian atas jelas kurus. Kulitnya mudah terkelupas, rambutnya pucat dan mudah rontok. Anak itu kelihatan muram dan berdiam diri dalam gendongan ibu, tetapi cengeng dan tidak ingin bermain-main. Kurang protein pangan adalah penyebab utama kwashiorkor, sedang zat pangan pemberi tenaga mungkin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan.

Marasmus berarti kelaparan atau anak tak cukup mendapat makanan jenis zat pangan mana pun, baik protein maupun zat pemberi tenaga. Mempunyai ciri-ciri: muka kurus seperti muka orang tua, kepala tampak besar karena badannya kurus kecil. Tangan dan kakinya seperti tongkat kurusnya dan rusuk-rusuk kelihatan nyata (Adisasmito, 2008). Penderita gizi buruk mudah dikenali karena terlihat secara kasat mata dari kondisi tubuh anak. Sebaliknya, penderita gizi kurang tidak mudah diketahui atau dikenali oleh masyarakat umum. Akibatnya, meskipun jumlahnya lebih banyak, namun mereka kurang mendapatkan perhatian, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarkat. Penderita gizi kurang sangat berpotensi menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, apabila tidak dilakukan upaya-upaya pemulihan dan pengobatan secara cepat dan tepat.

(22)

mereka tetap akan menderita kelemahan mental, terhambat pertumbuhan fisiknya dan rentan terhadap penyakit. Mereka dengan demikian akan menjadi apa yang disebut dengan “goblok permanen” dan kondisi ini tentu amat memprihatinkan. Sementara itu, keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak.

Dengan ungkapan lain, anak-anak penderita kurang gizi yang menurun status gizinya menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, tidak akan bisa dipulihkan kembali menjadi anak yang tumbuh normal. Mereka akan menghadapi dua kemungkinan kondisi yang sama buruknya, yaitu: meninggal dunia atau bertahan hidup dalam kondisi lemah (retardasi) mental. Sebab gizi buruk atau busung lapar bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan masa depan negeri ini apabila 5 juta anak yang terancam kekurangan gizi itu tak terselamatkan dan jatuh dalam kondisi busung lapar. Indonesia akan menghadapi masalah hilangnya sebuah generasi atau bahkan akan kehilangan masa depannya sendiri (Mulia, 2007).

(23)

Tahun 2005 sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) / NGO yang peduli pada upaya-upaya penanggulangan busung lapar di tanah air secara spontan menggagas suatu jaringan yang disebut Jaringan Penanggulangan Busung Lapar. Jaringan ini muncul sebagai respon konkret terhadap meningkatnya kasus busung lapar atau gizi buruk, bahkan telah menjadi ancaman serius terhadap masa depan negeri ini. Data Departemen Kesehatan pada tahun 2004 menunjukkan, sekitar 5 juta anak balita terancam kekurangan gizi, 3,6 juta anak balita menderita kurang gizi dan 1,5 juta anak balita menderita gizi buruk. Data tersebut sejatinya hanyalah fenomena “Gunung Es.” Artinya, yang terjadi sesungguhnya jauh lebih parah dan lebih memprihatinkan.

Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan Pembangunan Nasional. Untuk memperoleh dampak program yang optimal, pendekatan upaya perbaikan gizi masyarakat didasarkan pada pendekatan siklus hidup manusia, yaitu sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, usia sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia.

2.1.2. Penyebab Gizi Buruk

Berdasarkan Kerangka Pikir Penyebab masalah gizi (Unicef, 1990), gizi kurang dan gizi buruk disebabkan oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung (Dinkes prov. Sumut, 2006).

1. Penyebab langsung

(24)

menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung

Ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dan demikian juga sebaliknya.

(25)

13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak jelek (Adisasmito, 2008).

2.2. Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk

2.2.1. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gizi Buruk

Menurut Soekirman (2003), masalah gizi yang pada beberapa waktu ini mulai sering muncul terkait dengan tidak adanya kebijakan pembangunan yang jelas tentang arah perbaikan gizi.

Kebijakan yang diperlukan meliputi lima hal. Pertama, pelayanan gizi dan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang dilaksanakan tahun 1970-1990an, penimbangan balita di Posyandu dengan KMS. Kedua, pemberian suplemen zat gizi mikro seperti pil besi kepada ibu hamil, kapsul vitamin A kepada balita dan ibu nifas. Ketiga, bantuan pangan kepada anak gizi kurang dari keluarga miskin. Keempat, fortifikasi bahan pangan seperti fortifikasi garam dengan yodium, fortifikasi terigu dengan zat besi, seng, asam folat, vitamin B1 dan B2. Kelima, biofortifikasi, suatu teknologi budi daya tanaman pangan yang dapat menemukan varietas padi yang mengandung kadar zat besi tinggi dengan nilai biologi tinggi pula sebagai contoh (Soekirman, 2007).

(26)

1. Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah Indonesia dan dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk merupakan program nasional sehingga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antar pusat dan daerah.

2. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan komprehensif dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan yang didukung upaya pengobatan dan upaya pemulihan.

3. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus-menerus dengan koordinasi lintas instansi/sektor atau dinas dan organisasi masyarakat.

4. Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demokratis dan transparan melalui kemitraan di tingkat kabupaten atau kota antara pemerintahan daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

5. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku/pelaksana, melakukan advokasi, dan melakukan pemantauan untuk peningkatan pelayanan publik.

(27)

1. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah. 2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi

masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi posyandu.

3. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas.

4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI, dan makanan tambahan.

5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat. 6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta atau dunia

usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.

(28)

(D)itimbang setiap bulan, dan berat badan (N)aik, data penyakit dan data pendukung lainnya.

2.2.2. Program Penanggulangan Gizi Buruk

Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan yaitu pelayanan perorangan dalam rangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk dan pelayanan masyarakat, yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat.

Program-program penanggulangan gizi buruk sesuai Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat (Depkes RI, 2005) adalah sebagai berikut:

1. Pemantauan Pertumbuhan

1. Balita yang Naik Berat Badannya a. Pengertian

(29)

b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus

Balita yang naik berat badannya =

2. Pembilang

Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut

Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu di satu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu yang sama.

4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 80%

2. Balita Bawah Garis Merah a. Pengertian

(30)

b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus

Balita bawah garis merah =

2. Pembilang

Jumlah balita BGM di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3. Penyebut

Jumlah seluruh balita yang ditimbang di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.

4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 5%

2. Pelayanan Gizi

1.Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2 kali per tahun a. Pengertian

(31)

2) Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang diberikan kepada anak umur 12- 59 bulan.

b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus

Cakupan Balita mendapat kapsul vitamin A =

2. Pembilang

Jumlah Balita mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3. Penyebut

Jumlah Balita yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4. Ukuran/Konstanta

Persentase (%) c. Target 2010: 90%

(32)

1) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III. 2) Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi

Besi yang diberikan kepada ibu hamil. b. Cara Perhitungan/Rumus

1. Rumus

Cakupan Ibu Hamil mendapat 90 tablet =

2. Pembilang

Jumlah ibu hamil yang mendapat tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3. Penyebut

Jumlah ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4. Ukuran/Konstanta

Persentase (%) c. Target 2010: 90%

3. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin.

(33)

1). Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.

2). Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan Gakin yang disepakati.

3). MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral.

b. Pemberian MP-ASI

1. Lama dan jumlah MP-ASI yang diberikan:

1. Setiap sasaran yang berumur 6-11 bulan akan mendapat MP-ASI bubur sebanyak 100 gr/hari yang diberikan dalam 3 kali penyajian selama 90 hari 2. MP-ASI bubur dikemas dalam ukuran 200 gr. Setiap satu kemasan diberikan

kepada bayi untuk dikonsumsi selama 2 hari, sehingga perlu disimpan dengan baik

3. Setiap sasaran yang berumur 12-24 bulan akan mendapat MP-ASI biskuit sebanyak 120 gr/hari selama 90 hari

(34)

5. Apabila jumlah sasaran lebih banyak dari ketersediaan MP-ASI, sebaiknya diseleksi berdasarkan status gizi

2. Cara menghidangkan MP-ASI sebagai berikut: a. MP-ASI Bubur

1. Cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu 2. Persiapkan alat-alat bersih

3. Tuangkan air matang hangat (kurang lebih 100 ml) dalam mangkuk kering dan bersih, lalu campurkan ± 30 gr MP-ASI atau sekitar 3 sendok makan

4. Aduk hingga rata

5. Setiap hidangan untuk satu kali makan

6. Jika terdapat makanan sisa, jangan diberikan pada waktu makan berikutnya (dibuang)

7. Sisa MP-ASI yang masih ada pada kemasan (sachet), harus ditutup, diikat lalu simpan dalam wadah yang kering dan bersih (kaleng, stoples, atau lainnya)

b. MP-ASI Biskuit

1. Cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu

(35)

3. Setiap 120 gr biskuit harus dihabiskan dalam sehari, waktu dan jumlah MP-ASI biskuit yang diberikan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak

4. Jika terdapat makanan sisa, jangan diberikan pada waktu makan berikutnya

5. Sisa MP-ASI yang masih ada pada kemasan harus ditutup, diikat lalu simpan dalam wadah yang kering dan bersih (Depkes RI, 2004)

c. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus

Cakupan Pemberian MP-ASI =

2. Pembilang

Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3. Penyebut

Jumlah seluruh bayi usia 6-11 BGM bulan dari Gakin di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.

(36)

d. Target 2010: 100%

4. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan a. Pengertian

1) Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4 tahun 11 bulan), yang ada di kabupaten/kota.

2) Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score < −3, dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor).

3) Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup : a) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan

hipotermi;

b) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB;

c) Pemberian larutan elektrolit dan multi-micronutrient serta memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi;

d) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta;

(37)

f) Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak.

b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus

Balita gizi buruk mendapat perawatan =

2. Pembilang

Jumlah balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan kesehatan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3. Penyebut

Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.

4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 100%

(38)

ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman.

b. Cara Perhitungan/Rumus 1. Rumus

Cakupan ASI Eksklusif =

2. Pembilang

Jumlah bayi yang mendapat hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu .

3. Penyebut

Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.

4. Ukuran/Konstanta Persentase (%) c. Target 2010: 80%

2.3. Landasan Teori

(39)

yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.

Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat khususnya balita di masa datang perlu dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Keadaan ini diharapkan dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global dalam menetapkan program penanggulangan gizi buruk yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Selain itu, diperlukan berbagai kajian lapangan untuk memperoleh hasil yang maksimal yakni penurunan angka gizi buruk.

Penanggulangan gizi buruk yang ada merupakan suatu proses dalam sistem kesehatan yang ada. Melalui pendekatan sistem kesehatan sebagai sistem sosial, landasan teori digambarkan dalam bagan sebagai berikut.

(40)

Gambar 1. Skema Landasan Teori

2.4. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian, sebagai berikut:

SUMBER DAYA

1. Petugas gizi dan kader Posyandu

(41)

PELAKSANAAN PROGRAM 1. Pemantauan Pertumbuhan:

a. Balita yang naik berat badannya

b. Balita bawah garis merah 2. Pelayanan gizi:

a. Balita mendapat kapsul vitamin A

b. Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

c. Pemberian MP-ASI pada bayi BGM dari keluarga miskin

d. Balita gizi buruk mendapat perawatan

HASIL PELAKSANAAN

PROGRAM Prevalensi gizi buruk

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, dapat dijabarkan definisi konsep sebagai berikut: 1. Sumber daya adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan

(42)

2. Pelaksanaan program adalah pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan untuk menanggulangi masalah gizi buruk yang ada di Kec. Medan Labuhan yaitu: Pemantauan pertumbuhan dan pelayanan gizi.

3. Hasil pelaksanaan program adalah hasil yang dicapai dari dilaksanakannya suatu program. Indikator penilaian yang dapat dilihat sebagai pencapaian hasil pelaksanaan program ialah menurunnya prevalensi gizi buruk.

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

(43)

deskriptif memberikan informasi yang mendalam dan holistik tentang fenomena yang ada, sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih mendasar.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan karena berdasarkan Laporan Balita Gizi Buruk tahun 2007 Dinas Kesehatan kota Medan diketahui bahwa Puskesmas Medan Labuhan memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar yaitu 15 orang untuk kelompok umur 6-23 bulan dan 17 orang untuk kelompok umur 24-59 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan February sampai dengan Mei tahun 2009.

3.3. Pemilihan Informan

Informan dalam penelitian ini yaitu pimpinan puskesmas, satu orang petugas gizi dan 25 orang kader dari 25 posyandu (posyandu Mawar I sampai dengan Mawar XVIII dan Posyandu Sri Bulan I sampai dengan Sri Bulan VII) di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan di Kecamatan Medan Labuhan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

(44)

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan kota Medan dan Puskesmas di Kecamatan Medan Labuhan yang dapat melengkapi data primer. Data yang diambil adalah data pelaksanaan program selama satu tahun (Januari-Desember 2008).

3.5. Metode Analisis Data

Data kualitatif yang berasal dari indepth interview diolah dengan menggunakan EZ-Text dan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Tetap (constant comparative method) atau yang sering dikenal dengan Grounded Research. Analisis dengan menggunakan metode Grounded Research mencakup : reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja. Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisa data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna (Moleong, 2006).

Menurut Moleong (2006) analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilaksanakan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian. Analisis data kualitatif terletak pada tiga proses yang berkaitan yaitu : mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan lainnya berkaitan.

(45)

1. Petugas gizi dan kader posyandu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program penanggulangan gizi yang ada di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.

2. Dana adalah biaya yang dianggarkan untuk pelaksanaaan program

penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.

3. Pemantauan Pertumbuhan adalah kegiatan yang ditujukan untuk mendeteksi

secara dini kasus gizi buruk pada balita, dilakukan dengan cara yaitu melakukan penimbangan terhadap balita untuk mengetahui balita yang naik berat badannya (N) dan balita bawah garis merah (BGM).

4. Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang (D) di

Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan.

5. Balita Bawah Garis Merah adalah balita yang berat badannya di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS) yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Labuhan pada kurun waktu tertentu.

(46)

7. Balita mendapat Kapsul vitamin A 2 kali per tahun adalah pemberian kapsul vitamin A pada bayi usia 6-11 bulan sebanyak satu kali dan pada anak usia 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi sebanyak dua kali per tahun di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.

8. Ibu hamil yang mendapat 90 Tablet Fe adalah pemberian 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilannya di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.

9. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari

keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari

selama 90 hari kepada bayi bawah garis merah (BGM) dari keluarga miskin. 10. Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani

di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu tertentu.

11. Prevalensi gizi buruk adalah proporsi balita yang menderita gizi buruk pada waktu tertentu.

Metode pengukuran variabel yang diteliti adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Metode Pengukuran

Variabel Metode Hasil Ukur

1 2 3

Petugas gizi wawancara 1. Sesuai dengan rasio antara jumlah petugas dengan jumlah masyarakat yang dilayani (target 2010: 22 per 100.000 penduduk)

(47)

benar

Kader wawancara Setiap posyandu memiliki 5 kader terlatih

Dana Wawancara 1. Sesuai berdasarkan program

2. Sesuai berdasarkan kondisi di lapangan

Balita yang naik berat badannya (N)

Pencatatan dari laporan

1. Jumlah balita yang naik berat badannya

2. Penimbangan dilakukan oleh minimal 2 orang kader yang terampil

3. Melakukan penimbangan dengan timbangan dacin 25 kg

4. Adanya buku register penimbangan, KMS Balita, Formulir rujukan ke puskesmas, meja dan alat tulis

5. Adanya Media Konseling/penyuluhan 6. Faktor-faktor yang mendukung dan

menghambat pelaksanaan kegiatan

Lanjutan Tabel 3.1.

Variabel Metode Hasil Ukur

1 2 3

2.Penimbangan dilakukan oleh minimal 2 orang kader yang terampil

3.Melakukan penimbangan dengan timbangan dacin 25 kg

4.Adanya buku register

penimbangan, KMS Balita, Formulir rujukan ke puskesmas, meja dan alat tulis

5.Adanya Media

Konseling/penyuluhan

6.Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan penimbangan balita

Balita mendapat Kapsul vitamin A 2 kali per tahun

Pencatatan dari laporan

(48)

yang mendapat kapsul vitamin A berwarna merah sebanyak 2 kali per tahun

3.Jumlah balita yang tidak mendapatkan kapsul vitamin A

4.Proses pengadaan dan

pendistribusian kapsul vitamin A 5.Faktor-faktor yang mendukung dan

menghambat pelaksanaan kegiatan pemberian kapsul vitamin A

Ibu hamil yang mendapat 90 Tablet Fe

Pencatatan dari laporan

1.Jumlah ibu hamil yang mendapat 90 Tablet Fe

2.Jumlah ibu hamil yang tidak mendapatkan tablet Fe

3.Proses pengadaan dan

pendistribusian tablet Fe

4.Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan pemberian tablet Fe

Lanjutan Tabel 3.1.

Variabel Metode Hasil Ukur

1 2 3

1.Jumlah pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari keluarga miskin 2.Adanya sosialisasi program

MP-ASI

3.Proses pendistribusian MP-ASI 4.Faktor-faktor yang mendukung dan

menghambat pelaksanaan pemberian MP-ASI pada bayi

BGM dari keluarga miskin Balita gizi buruk

mendapat perawatan

Pencatatan dari laporan

1.Jumlah balita gizi buruk yang mendapat perawatan sesuai standar 2.Jumlah balita gizi buruk yang

mengalami pemulihan dari kondisi gizi buruk

3.Perawatan balita gizi buruk yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terampil

4.Faktor-faktor yang mendukung dan

(49)

perawatan balita gizi buruk Prevalensi gizi buruk Pencatatan

dari laporan

Prevalensi gizi buruk

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografis

Kecamatan Medan Labuhan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatra Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Labuhan berbatasan dengan Medan Marelan di sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, Medan Deli dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, dan Medan Belawan di sebelah utara.

(50)

utara, Kelurahan Besar di sebelah selatan, Kelurahan Rengas Pulau di sebelah barat dan Kelurahan Nelayan Indah di sebelah timur.

Puskesmas Medan Labuhan memiliki luas wilayah kerja 1160,5 HA, terdiri dari dua kelurahan, yaitu:

1. Kelurahan Sei Mati, terdiri dari 18 lingkungan yaitu Lingkungan I sampai dengan Lingkungan XVIII

2. Kelurahan Martubung, terdiri dari 7 lingkungan yaitu Lingkungan I sampai dengan Lingkungan VII

4.1.2. Demografis

Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Medan Labuhan sebesar 32.865 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 4699 KK. Adapun jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu 16.552 laki-laki dan 16.313 perempuan. Sedangkan distribusi penduduk berdasarkan kategori kelompok dan mata pencaharian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Jumlah Bayi, Balita, Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Medan LabuhanTahun 2008

No Kategori Kelompok Jumlah

1 Bayi 329

2 Balita 3483

3 Bumil 723

4 Ibu Menyusui 690

Sumber: Laporan Evaluasi Kerja Puskesmas Medan Labuhan, 2008

(51)

No Mata Pencaharian Jumlah %

10 Mata Pencaharian Lainnya 6485 26,8

Sumber: Laporan Evaluasi Kerja Puskesmas Medan Labuhan, 2008

4.1.3. Pelayanan Kesehatan Dasar

Tabel 4.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008

Sumber: Laporan Evaluasi Kerja Puskesmas Medan Labuhan, 2008

4.2. Gambaran Karakteristik Informan

(52)

Dari karakteristik informan diketahui bahwa informan berumur antara 34 sampai dengan 60 tahun dan semuanya adalah wanita. Informan yang pertama ialah pelaksana gizi di Puskesmas Medan Labuhan berlatar pendidikan DIII Keperawatan dan DI Gizi dengan pengalaman kerja 10 tahun. Informan yang pertama sering mengikuti pelatihan atau seminar tentang gizi, KB, imunisasi, Demam Berdarah Dengue dan lain-lain. Informan yang ke-2 s/d 19 adalah ketua kader posyandu Mawar I s/d posyandu Mawar 18 dari kelurahan Sei Mati sedangkan informan yang ke-20 s/d 26 adalah ketua kader posyandu Sri Bulan I s/d posyandu Sri Bulan VII. Latar belakang pendidikan informan yang ke-2 sampai dengan ke-26 ialah SD sebanyak 4 orang, SMP sebanyak 10 orang, SMA sebanyak 9 orang dan SPG sebanyak 2 orang. Pengalaman kerja informan sebagai kader mulai dari 8 bulan sampai dengan 25 tahun. Semua informan sudah pernah mendapat pelatihan tentang tugas dan tanggung jawab kader, gizi, KB, imunisasi, dan Demam Berdarah.

Informan yang ke-27 ialah Kepala Puskesmas Medan Labuhan, berlatar pendidikan S2 Kesehatan dengan pengalaman kerja selama 5 tahun. Kepala Puskesmas sering mengikuti pelatihan misalnya pelatihan tentang Manajemen Puskesmas, Jamkesmas dsb.

4.3. Pendapat Informan tentang Sumber Daya

4.3.1. Pendapat Informan tentang Sumber Daya Manusia

(53)

Diantara enam petugas tersebut, hanya satu orang yang berlatar belakang pendidikan gizi dan DIII Keperawatan (informan no.1).

Informan yang pertama mengatakan bahwa jumlah petugas gizi di satu puskesmas tidaklah cukup. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

“Jumlah petugas gizi hanya 1 orang, saya sendiri. Jumlah ini sebenarnya tidak memadai. Seharusnya minimal 2 orang, mengingat luas wilayah kerja yang terdiri dari 2 kelurahan”

Sedangkan informan no.27 berpendapat bahwa jumlah petugas gizi sudah cukup. Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

“Petugas gizi hanya ada satu orang yaitu ibu Lolo. Jumlah ini sudah cukup karena untuk kegiatan posyandu selalu ada petugas puskesmas yang lain untuk membantu sebagai juru imunisasi di posyandu”

Permasalahan tentang berapa jumlah ideal petugas pengelola program penanggulangan gizi di sebuah puskesmas tersebut perlu mendapat perhatian, mengingat kenyataan bahwa sebagian besar petugas yang turun ke posyandu adalah petugas yang tidak berlatar belakang pendidikan gizi. Semua petugas puskesmas yang turun ke posyandu telah memperoleh pelatihan berupa pelatihan teknis dan pelaksanaan programnya. Latar belakang pendidikan petugas puskesmas yang turun ke posyandu adalah keperawatan dan kebidanan.

(54)

yang diberikan setiap enam bulan sekali. Besarnya uang insentif yang diterima tidak tetap karena bergantung pada besarnya sisa dana proyek yang ada.

Mengenai jumlah kader setiap posyandu ada sebanyak 5 orang, jumlah ini sebenarnya sudah ideal kalau semua kader aktif di setiap kegiatan posyandu. Namun pada kenyataannya di lapangan ada tujuh posyandu di kelurahan Sei Mati yang kadernya ada satu atau lebih yang tidak aktif. Seharusnya jumlah kader ada lima orang di tiap posyandu, tetapi di Posyandu Mawar IV, Mawar IX, Mawar XI, Mawar XII, Mawar XIV, Mawar XVI hanya empat orang kadernya yang aktif dan hanya dua orang kader yang aktif di Posyandu Mawar XVIII. Sedangkan di kelurahan Martubung (disebut Posyandu Sri Bulan), semua kadernya aktif. Setiap kader mendapatkan uang jasa dari pemerintah daerah sebesar Rp. 15.000,-/bulan, yang diberikan melalui puskesmas setiap enam bulan sekali.

Masa kerja dan lama tugas informan sebagai kader cukup bervariasi, mulai dari masa tugas 8 bulan sampai dengan 25 tahun dan semua informan pernah mendapat pelatihan tentang gizi.

4.3.2. Pendapat Informan tentang Dana

(55)

balita gizi buruk yang ada di wilayah kerja puskesmas. Ada juga diterima bantuan berupa PMT dari LSM atau donatur.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa dana untuk program penanggulangan gizi buruk berasal dari puskesmas dan donatur seperti pemberian PMT ataupun MP-ASI. Biasanya, program bantuan yang berasal donatur seperti pemberian PMT kepada bayi dan balita gizi buruk selama 3 bulan berturut-turut, para kader akan mendapat insentif yang cukup banyak untuk transport yaitu mencapai Rp.60.000,-/kader, sedangkan kalau dari puskesmas hanya uang insentif per bulan sebanyak Rp.15.000,-.

4.3.3. Pendapat Informan tentang Sarana Prasarana

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa semua posyandu yang ada di wilayah kerja puskesmas aktif setiap bulannya. Jadwal posyandu tetap setiap bulannya tetapi bila jadwal posyandu bertepatan dengan hari libur atau hari minggu maka posyandu menjadi sehari sebelum atau sehari sesudah jadwal posyandu yang sebenarnya. Semua posyandu yang ada di kelurahan Sei Mati belum 5 meja dan hampir semuanya juga belum memakai timbangan yang sesuai dengan Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita. Tidak semua kader mengetahui cara pengisian KMS sehingga yang mengisi KMS adalah petugas puskesmas.

(56)

jika masyarakat tidak sempat ke posyandu. Sedangkan untuk perawatan balita gizi buruk di Puskesmas Medan Labuhan, menurut pengamatan belum sesuai dengan standar karena:

1. Pengukuran antropometri seharusnya menggunakan parameter BB dan TB sedangkan petugas gizi di puskesmas menggunakan parameter BB dan umur

2. Penimbangan balita setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-score -1, hal ini belum dapat berjalan dengan baik karena para ibu tidak membawa balitanya yang gizi buruk setiap minggu ke puskesmas

Jika balita gizi buruk tidak dapat ditangani di puskesmas maka puskesmas merujuk ke RS pemerintah terdekat

4.4. Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan

4.4.1. Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu

4.4.1.1.Pendapat Petugas Gizi tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu

Hasil survei awal dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 diketahui bahwa

Puskesmas Medan Labuhan memiliki jumlah balita gizi buruk paling besar dari seluruh puskesmas yang ada di kota Medan yaitu 15 orang untuk kelompok umur 6-23 bulan dan 17 orang untuk kelompok umur 24-59 bulan sehingga total balita gizi buruk sebanyak 32 balita.

(57)

Cakupan balita dibawah garis merah (BGM) mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 0,04% (bulan January) sampai dengan 0,11 (bulan November). Cakupan balita BGM bulan Desember sekitar 0,10%. Hal ini sesuai dengan target balita BGM yaitu tidak melebihi dari 5%.

Cakupan balita yang naik berat badannya (N/D) mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 34,58% (bulan Desember) sampai dengan 69,35% (bulan January). Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 80% balita yang naik berat badannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang pertama, diketahui bahwa tidak semua atau hanya sedikit ibu yang rutin membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang di posyandu karena mereka malas datang jika hanya untuk menimbang bayi dan balitanya di posyandu. Informan juga mengatakan bahwa kenaikan berat badan bayi dan balita setiap bulan tidak dapat dipantau karena banyak ibu yang tidak teratur datang ke posyandu untuk menimbang bayi dan balitanya.

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

(58)

pernah datang ke posyandu. Ada beberapa balita yang berada di garis merah atau di bawah garis merah (BGM). Kenaikan berat badan setiap bulan tidak dapat dipantau karena banyak bayi dan balita yang tidak teratur datang ke posyandu untuk ditimbang

4.4.1.2.Pendapat Kader tentang Pelaksanaan Penimbangan Balita di Posyandu

Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh kader, diketahui bahwa tugas kader adalah menimbang dan mencatat hasil penimbangan ke dalam buku catatan kader sedangkan petugas puskesmas bertugas sebagai juru imunisasi. Hasil penimbangan juga dicatat oleh petugas puskesmas ke dalam Buku register penimbangan.

Menurut informan no.2, 3, 6-18, dan 20-26, mengatakan bahwa tidak semua atau hanya sedikit ibu yang rutin membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang setiap bulannya di posyandu. Alasannya menurut informan karena para ibu sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci pakaian), bekerja mencari uang dan anak sedang sakit atau sedang tidur. Hanya 3 orang informan saja yaitu informan no. 4, 5, dan 19 yang mengatakan bahwa para ibu rajin membawa balitanya ke posyandu untuk ditimbang karena adanya program PKH (Program Keluarga harapan) yaitu suatu program bantuan berupa uang kepada masyarakat khususnya ibu hamil/menyusui dan ibu yang memiliki balita. Syarat untuk mengikuti program tersebut adalah setiap ibu harus memiliki KMS yang diisi oleh petugas atau kader setiap bulan.

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no. 4, 5, dan 19.

(59)

“Masyarakat rajin datang membawa bayi dan balitanya ke posyandu karena adanya Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2008, dimana setiap ibu yang memiliki balita mendapatkan Rp. 800.000/tahun dan ibu hamil/menyusui mendapatkan Rp. 600.000/tahun. Syarat untuk mengikuti program tersebut adalah semua balita harus memiliki KMS yang diisi setiap bulan. Oleh karena itu mereka rajin datang setiap bulan ke posyandu”

“Jumlah balita seluruhnya 38 orang, yang membawa balitanya untuk ditimbang setiap bulannya lebih dari 20 balita. Ini banyak karena adanya PKH (Program Keluarga Harapan) yaitu program bantuan uang untuk ibu hamil dan menyusui dan yang memiliki balita dari keluarga kurang mampu. Salah satu syarat untuk mendapat bantuan PKH yaitu punya KMS yang rutin diisi setiap bulannya”

Semua informan juga mengatakan bahwa bila ada sesuatu yang diberikan kepada ibu secara gratis (cuma-cuma) atau bayinya akan diimunisasi, para ibu mau datang membawa balitanya ke posyandu. Semua balita juga sudah memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS).

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

“Biasanya kalau ada pembagian susu atau bubur instant para ibu datang membawa bayinya ke posyandu”

“Semua punya KMS, paling yang ga ada KMS karena mereka tidak datang ke posyandu”

“Mereka tidak setiap bulan datang membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang tetapi jika untuk imunisasi mereka datang”

(60)

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

“Kenaikan berat badan setiap bulan tidak dapat dipantau karena banyak bayi dan balita yang tidak teratur datang ke posyandu untuk ditimbang”

“Mereka tidak setiap bulan datang membawa bayi dan balitanya untuk ditimbang”

Hanya informan no.21 yang mengatakan bahwa pada tahun 2008 tidak ada balita yang berada di bawah garis merah (BGM) pada KMS sedangkan informan lain mengatakan bahwa tahun 2008 ada beberapa anak balita yang BGM, bahkan beberapa diantaranya adalah anak dari kader sendiri yaitu informan no. 5 dan no. 19.

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no. 5 dan no.19.

“Tahun 2008 ada 3 orang balita yang gizi kurang, tetapi sudah dirawat di puskesmas dan satu orang balita gizi buruk yaitu Anisah berumur tiga tahun (anak salah satu kader) yang akhirnya meninggal di awal tahun 2009”

“Balita yang gizi buruk & gizi kurang pada tahun lalu berjumlah 5 orang, salah satunya adalah anak saya sendiri yang bernama Cindy Juniarni (usia 5 tahun, berat badan 13 kg) yang memang sakit-sakitan”

4.4.2. Pelaksanaan Pemberian Kapsul Vitamin A

Kapsul vitamin A diberikan dua kali setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Bulan pemberian kapsul vitamin A disebut oleh informan sebagai bulan vitamin A.

(61)

Agustus adalah 89,98%. Pemberian kapsul vitamin A khusus untuk bulan Agustus sesuai dengan target yaitu 90% tetapi di bulan Februari tidak mencapai target.

Dari hasil wawancara dengan seluruh informan, kapsul vitamin A dibawa oleh petugas puskesmas ke posyandu dan kemudian kapsul vitamin A diberikan langsung oleh petugas dan kader posyandu kepada balita. Tetapi kalau ada balita tidak datang maka informan (kader) akan memberikannya langsung ke rumah-rumah penduduk kecuali informan (kader) no. 13, 14, dan 24, yang memberikan kapsul vitamin A pada posyandu berikutnya (bulan berikutnya) bagi yang tidak datang pada bulan vitamin A.

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan no. 13, 14, dan 24.

“Kalau tidak datang pada saat bulan vitamin A maka kami yang mengantarkannya ke rumah penduduk yang ada di daftar kader. Mereka senang menerimanya karena mereka sudah tahu manfaat vitamin A untuk kesehatan mata. Tetapi ada juga beberapa orang, kami berikan pada posyandu berikutnya (bulan berikutnya) karena tidak sempat mengantarkannya ke rumah penduduk”

“Vitamin A diberikan kader atau petugas kepada balita pada waktu posyandu. Bila balita tidak datang ke posyandu maka kami yang membagikannya ke rumah penduduk. Atau kami berikan pada saat posyandu berikutnya kalau ga sempat ke rumah mereka”

“Kalau masyarakat tidak datang pada saat pemberian vitamin A maka akan diberikan pada bulan berikutnya (posyandu berikutnya)”

Dari seluruh informan yang mengatakan bahwa vitamin A akan dibagikan ke rumah jika ibu yang memiliki bayi dan balita tidak datang ke posyandu pada saat bulan vitamin A, hanya informan no. 4 dan no. 12 yang bisa memastikan bahwa kapsul vitamin A diberikan langsung oleh petugas (kader) ke mulut bayi dan balita.

(62)

“Kapsul vitamin A diberikan kepada bayi dan balita di posyandu dua kali setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Yang membagikan adalah kader dan petugas. Jika ada yang tidak datang ke posyandu maka kami yang meberikan kerumahnya langsung. Semuanya mau menerima dan bisa dipastikan para ibu langsung memberikan kepada bayi dan balitanya untuk diminum”

“Vitamin A diberikan oleh kader dan petugas ke bayi dan balita yang datang ke posyandu setiap bulan Februari dan Agustus. Bila tidak datang pada saat posyandu, maka kami yang mengantar ke rumah penduduk dan kami yang langsung memberikan ke bayi dan balita. Biasanya masyarakat ada juga yang memberikan sesuatu berupa makanan atau uang sekedarnya (kalau ada, tidak ditetapkan) sebagai ucapan terima kasih kepada kader yang sudah capek mengantarkan kapsul vitamin A ke rumah mereka”

4.4.3. Pelaksanaan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil

Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe mulai dari bulan January sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 3,59% sampai dengan 10,51%. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 90%.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa yang memberikan tablet Fe (tablet besi) kepada ibu hamil adalah petugas puskesmas dan kader posyandu. Kalau ibu hamil/menyusui tidak datang maka kader akan memberikan langsung ke rumahnya atau ibu hamil/menyusui dapat mengambilnya ke puskesmas jika tidak sempat datang saat posyandu.

(63)

diberikan kepada ibu menyusui. Tablet zat besi diberikan satu bungkus yang berisi 30 butir untuk satu bulan.

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

“Tablet besi diberikan oleh kader dan petugas kepada ibu hamil satu bungkus setiap bulan. Terkadang diberikan juga kepada ibu menyusui jika ibu menyusui kurang darah atau anemia”

“Yang memberikan tablet besi kepada ibu hamil adalah kami atau petugas. Tablet besi diberikan satu bungkus setiap bulan. Ibu menyusui juga diberikan tablet besi jika mengalami anemia”

“Yang memberikan tablet besi ialah kami atau petugas. Tablet besi diberikan kepada ibu hamil, melahirkan dan menyusui setiap bulan pada waktu posyandu. Tablet besi diberikan satu bungkus yang berisi 30 butir untuk satu bulan”

“Tablet besi diberikan oleh kader atau petugas kepada ibu hamil dan menyusui yang anemia. Tablet besi diberikan pada ibu hamil satu bungkus setiap bulannya”

4.4.4. Pelaksanaan Pemberian MP-ASI pada Bayi BGM dari keluarga miskin

Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin pada bulan Desember 2007 s/d February 2008 42,31%. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 100%.

(64)

yang gizi kurang atau gizi buruk tetapi ada 14 informan yang mengatakan bahwa MP-ASI diberikan pada semua balita yang datang ke posyandu yaitu informan no. 3, 4, 5, 10, 11, 12, 15, 18, 20, 22, 23, 24, 25, dan 26, sehingga jumlah MP-ASI yang seharusnya diberikan selama 3 bulan menjadi satu atau dua bulan saja. Menurut informan, mereka membagikan MP-ASI ke semua balita karena banyak ibu yang datang ke posyandu, menuntut untuk mendapat MP-ASI walaupun bayi dan balitanya mereka sehat. Jika tidak diberikan, informan khawatir kalau para ibu tidak akan datang lagi ke posyandu. Informan juga tidak merasa perlu untuk mendatangi rumah ibu yang memiliki bayi dan balita yang BGM karena sebelum hari posyandu, informan sudah memberitahukan kepada para ibu yang memiliki bayi dan balita yang BGM bahwa ada pembagian MP-ASI di posyandu.

Berikut adalah cuplikan hasil wawancara dengan informan.

“Biasanya MP-ASI ada sekali setahun, kami dan petugas yang memberikan ke ibu-ibu yang memiliki bayi dan balita. Tahun 2008 diberikan roti dan bubur SUN. Semua balita yang datang ke posyandu dapat, supaya masyarakat juga rajin datang ke posyandu, kalau sisa diberikan lagi bulan berikutnya di posyandu”

“MP-ASI diberikan oleh kader dan petugas dari puskesmas pada saat posyandu. Biasanya setiap tahun sedikitnya satu kali ada diberikan MP-ASI. Tahun lalu (2008) ada diberikan bubur dan biskuit. Bubur diberikan ke semua balita sedangkan biskuit diberikan untuk balita yang gizi buruk yang diberikan 3 kali berturut-turut”

(65)

Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena MP-ASI sebenarnya diberikan untuk bayi yang berada di bawah garis merah (BGM) dari keluarga miskin atau tidak mampu.

4.4.5. Jumlah Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan

Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan tahun 2008 belum mencapai 100% karena tidak semua balita gizi buruk yang datang ke puskesmas untuk mendapat perawatan. Ada beberapa ibu yang tidak datang ke puskesmas membawa balitanya yang gizi buruk karena merasa bahwa anaknya tidak mungkin gizi buruk. Sebahagian ibu lagi tidak membawa balitanya secara teratur ke puskesmas sehingga petugas tidak dapat memantau perkembangan balitanya apakah sudah berstatus gizi baik atau normal.

4.4.6. Jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif

Berdasarkan data tahun 2008 di puskesmas Medan Labuhan, cakupan bayi yang mendapat ASI Eksklusif mulai dari bulan January s/d November 2008 berkisar antara 1,45% s/d 6,36% sedangkan di bulan Desember tidak ada ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Hal ini menunjukkan tidak tercapainya target yaitu 80%.

Gambar

Gambar 1. Skema Landasan Teori
Tabel 4.2.  Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008
Tabel 4.3.  Distribusi Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

KESATU : Membentuk Tim Penyelenggara Ujian Nasional SMA/MA/SMK dan Pendidikan Kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C Tahun Pelajaran 2015/2016, dengan susunan

Tindakan dokter gigi tentang standard precaution di ruangan praktek dokter gigi termasuk dalam kategori baik yaitu &gt;80% dalam hal melakukan sterilisasi instrumen sebelum

Pada kondisi ini, kepentingan pengguna jasa berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan berada pada tingkat tinggi (dianggap penting), sedangkan dari sisi

adalah diperoleh peramalan jumlah produksi yang akan diproduksi agar jumlah yang diproduksi mendekati jumlah permintaan, order quantity untuk setiap DC sehingga

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Tri

Jika perusahaan memperoleh laba yang tinggi maka tingkat Return on Investment (ROI) yang dihasilkan perusahaan pun akan tinggi sehingga banyak investor yang akan menanamkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dijiwai oleh sila pertama- Ke-empat, tersebut jelas bahwa Negara harus mewujudkan keadilan bagi warga negaranya,

Achmad Almuhram Gaffar ( 2014 : 77 ) dalam skripsinya yang berjudul &#34;Pengaruh Pengetahuan Konsumen Terhadap Keputusan Nasabah Dalam Memilih Bank Syariah&#34;