• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI OKSIDASI-REDUKSI DENGAN MODEL PROBLEM SOLVING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI OKSIDASI-REDUKSI DENGAN MODEL PROBLEM SOLVING"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI OKSIDASI-REDUKSI DENGAN MODEL

PROBLEM SOLVING

Oleh

ECA OKTADARMAFINA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan

dan inferensi pada materi oksidasi-reduksi dengan model problem solving untuk kelompok siswa kategori tinggi, sedang dan rendah. Subyek penelitian ini adalah

siswa kelas X 4 SMA Negeri 4 Kotabumi. Penelitian ini menggunakan metode

pre-eksperimen, desain one shot case study, dan analisis data statistik deskriptif. Hasil penelitian analisis pembelajaran materi oksidasi-reduksi dengan model

pembelajaran problem solving menunjukkan bahwa : (1) keterampilan

mengelompokkan diperoleh kelompok tinggi 50% berkriteria sangat baik, 50%

berkriteria baik; kelompok sedang 20% berkriteria sangat baik, 53% berkriteria

baik dan 27% berkriteria cukup; kelompok rendah 11% berkriteria sangat baik,

11% berkriteria baik, 45% berkriteria cukup, dan 33% berkriteria kurang.

(2) Pada keterampilan inferensi diperoleh kelompok tinggi 83% berkriteria sangat

(2)

berkriteria baik, dan 33% berkriteria cukup; kelompok rendah 33% berkriteria

baik, 45% berkriteria cukup, dan 22% berkriteria kurang.

Kata kunci : Problem Solving, keterampilan mengelompokkan, keterampilan inferensi, oksidasi-reduksi

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara pada tanggal 9 Oktober 1991

sebagai putri ke-lima dari enam bersaudara buah hati Almarhum Bapak Rochmani

dan Ibu Yulida. Pendidikan formal diawali di TK Xaverius Kotabumi dan selesai

pada tahun 1997. Pada tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Dasar Xaverius

Kotabumi, dan menyelesaikan studi pada tahun 2003, lalu melanjutkan jenjang

pendidikan menengah pertama di SMP Kemala Bhayangkari Kotabumi dan lulus

pada tahun 2006. Selanjutnya, menjalani pendidikan menengah atas di SMA

Binatama Sleman dan menyelesaikan masa pendidikan tersebut pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 terdaftar sebagai Mahasiswi Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung melalui jalur UM. Tahun

2013 mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN K-Terintegrasi) di SMP Negeri 3

Liwa, Desa Serdang Dalem, kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit,

(8)

MOTO

Tidak akan ada penantian yang sia-sia karena Allah akan selalu

merencakan yang terbaik untuk kita.

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan-NYA kepadaku

Dengan kerendahan hati dan rasa sayang yang tulus, kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini untuk :

Ayah dan Ibu...

Yang tiada henti memberikan kasih sayangnya kepadaku. Semoga Tuhan menempatkan Ayah di surga-Nya dan selalu melidungi serta menuntun Ibu dalam

setiap langkahnya. Amiiiinnn...

Kakak-kakak dan keluargaku yang selalu memberi dukungan dan doanya.

Perhatian, doa, dan kasih sayang kalian adalah motivasi dan penyemangat dalam hidupku.

Sahabat-sahabatku...

Perhatian dan kebersamaan yang telah kalian berikan adalah suatu hal yang sangat

berarti bagiku..

(10)

SANWACANA

Alhamdulillah puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan cinta kasih-Nya, hingga diselesaikannya skripsi yang berjudul “Analisis

Keterampilan Mengelompokkan dan Inferensi pada Materi Oksidasi-Reduksi Dengan

Model Problem Solving”. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurah pada

Rasullulah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya yang senantiasa

istiqomah di jalan-Nya.

Disadari sepenuhnya bahwa dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas, maka

adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu dalam

penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini terima kasih diucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia.

4. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si., selaku Pembimbing I, atas kesediannya untuk

memberikan motivasi, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian

kuliah dan penyusunan skripsi.

5. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Pembimbing II atas segala bimbingan, saran dan kritik yang diberikan dalam

(11)

6. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si selaku Pembahas atas segala bimbingan,

saran dan kritik yang diberikan dalam memperbaiki penulisan skripsi ini.

7. Ibu Hj. Erlina Muslim selaku kepala sekolah, Bapak Elisak WD. selaku waka

kurikulum SMA Negeri 4 Kotabumi Kabupaten Lampung Utara dan Ibu Yulva

Yudha N. selaku guru mitra atas kerja sama dan bimbingannya.

8. Kakak-kakak, dan keluargaku atas dukungan dan doanya.

9. Sahabat seperjuangan di P.Kimia, sri, mbak pipit, dan mbak rosma, dan

teman-teman lainnya yang tidak dapat ditulis satu persatu, atas dukungan, doa,

semangat dan kerjasamanya.

Akhirnya penulis menghaturkan maaf atas segala ucapan dan tingkah laku yang

kurang berkenan. Semoga Allah S.W.T. selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2014

Penulis,

(12)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8

B. Keterampilan Proses Sains ... ... 10

C. Model Pembelajaran Problem Solving... 14

D. Kemampuan Kognitif ... 18

E. Analisis Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi ... 19

F. Kerangka Pemikiran ... 25

G. Anggapan Dasar ... 26

H. Hipotesis Umum ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

(13)

vi

B. Metode dan Desain Penelitian ... 27

C. Data Penelitian ... 28

D. Instrumen Penelitian ... 28

E. Validasi Instrumen Penelitian ... 29

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

G. Teknik Pengelompokkan ... 32

H. Analisis Data ... 34

1. Pengolahan data posttest ... 34

2. Pengolahan data kuesioner (angket) ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36 A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 40

1. Model pembelajaran problem solving ... 2. Indikator keterampilan mengelompokkan dan inferensi ... 40 47 3. Kendala selama penelitian ... 50

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA 54 LAMPIRAN 1. Pemetaan SK / KD ... 57

2. Silabus ... 60

3. RPP ... 68

4. Lembar Kerja Siswa 1 ... 85

5. Lembar Kerja Siswa 2 ... 94

6. Lembar Kerja Siswa 3 ... 100

7. Lembar Kerja Siswa 4 ... 111

8. Kisi-kisi Tes ... 116

9. Soal Tes... 117

(14)

vii

10. Kisi-kisi soal Posttest ... 123

11. Soal Posttest ... 126

12. Kunci Jawaban Posttest ... 128

13. Rubrik Posttest ... 130

14. Kuesioner (angket) ... 134

15. Data Kuesioner ... 135

16. Penentuan Kelompok Siswa ... 137

15. Hasil Posttest Berbasis keterampilan Proses Sains ... 140

16. Penentuan Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa ... 141

18. Lembar Observasi Guru ... 143

19. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 151

(15)

viii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Keterampilan proses sains ... 11

2. Indikator keterampilan proses sains dasar ... 11

3. Analisis konsep materi reaksi redoks ... 21

4. Kriteria pengelompokkan siswa ... 33

5. Hasil pengelompokkan siswa ... 33

6. Kriteria tingkat kemampuan siswa ... 34

(16)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prosedur pelaksanaan penelitian ... 32

2. Rata-rata nilai setiap kelompok ... 36

3. Persentase siswa setiap kelompok kognitif pada keterampilan

mengelompokkan ... 37

4. Persentase siswa setiap kelompok kognitif pada keterampilan

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang

di-ajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau di Madrasah Aliyah (MA). Ilmu

kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai susunan, struktur, sifat, perubahan

materi, serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Hakikat ilmu kimia

men-cakup dua hal yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk dan kimia

seba-gai proses. Kimia sebaseba-gai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri

dari fakta-fakta, konsep-konsep, hukum-hukum, dan prinsip-prinsip kimia.

Sedangkan kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan dan

sikap-sikap ilmiah yang digunakan untuk memperoleh dan mengembangkan

pengeta-huan kimia (Tim Penyusun, 2006).

Berdasarkan hal tersebut maka pembelajaran kimia harus lebih diarahkan pada

proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk memperoleh berbagai

keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu

bentuk dari keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

dan harus dimiliki oleh siswa setelah mengalami pembelajaran kimia adalah

(18)

2

KPS adalah kegiatan dalam mengajarkan sains yang berhubungan dengan

menga-mati, mengklasifikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan dan

mengko-munikasikan yang merupakan bagian dari pengajaran sains. KPS meliputi

kete-rampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Kemampuan yang

melibat-kan pengetahuan dan pengembangan intelektual atau berpikir siswa disebut

ke-mampuan kognitif (Winarni, 20006). Keke-mampuan kognitif dikelompokkan

menjadi tiga yaitu kemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Kemampuan

kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa. Siswa berkemampuan kognitif tinggi, cenderung memiliki prestasi belajar

yang tinggi dibandingkan kemampuan kognitif sedang dan rendah (Nasution,

2000).

Pada kurikulum KTSP dalam proses pembelajarannya menempatkan siswa

seba-gai pusat pembelajaran. Guru hanya berperan sebaseba-gai fasilitator dan motivator.

KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata

pelajaran setelah proses pembelajaran dilakukan.

Namun, fakta yang terdapat di lapangan pembelajaran kimia di sekolah belum

me-ngarah pada proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran di sekolah cenderung

hanya memberikan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja tanpa

memberikan pengalaman secara langsung proses ditemukannya konsep, hukum,

dan teori tersebut, dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini,

mengaki-batkan siswa tidak dapat merasakan manfaat dari pembelajaran karena tidak

(19)

3

Hal ini diperkuat dengan hasil obervasi yang dilakukan di SMAN 4 Kotabumi

Lam-pung Utara. Proses pembelajaran yang diterapkan masih menggunakan

pembe-lajaran konvensional yaitu masih dominan ceramah, guru memberi catatan,

dan pemberian tugas rumah (PR) sehingga membuat siswa tidak aktif dalam

pembe-lajaran kimia. Pada proses pembelajaran siswa hanya mengikuti instruksi

dari guru, sebagian besar konsep langsung diberikan oleh guru dan guru tidak

mela-kukan praktikum sehingga guru tidak terbiasa membimbing siswa untuk

membangun konsep. Sedangkan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas

X semester genap adalah menjelaskan perkembangan konsep reaksi oksidasi

reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya.

Pembelajaran reaksi redoks terdapat fenomena dalam kehidupan sehari-hari

misalnya paku yang berkarat, pisau dan gunting yang berkarat dan pagar besi

yang berkarat sehingga tidak indah dipandang mata. Hal ini dikarenakan paku,

pisau, gunting, dan pagar besi bereaksi dengan oksigen (O2) atau udara yang

menyebabkan perkaratan.

Pada materi redoks ini KPS yang dapat dikembangkan adalah keterampilan

me-ngelompokkan dan inferensi. Keterampilan meme-ngelompokkan menuntut siswa

untuk mengindentifikasi perbedaan dan persamaan (membandingkan), serta

mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan. Keterampilan inferensi

menuntut siswa agar mampu menarik sebuah kesimpulan berdasarkan fakta yang

ditemui.

Hasil penelitian Sulastri (2012) menunjukkan bahwa keterampilan mengamati,

(20)

mengguna-4

kan alat dan bahan, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan, dan

mengkomu-nikasikan hasil penelitian pada materi hidrolisis garam melalui penerapan model

problem solving untuk kelompok tinggi memiliki tingkat kemampuan berkriteria sangat baik (82,4%), kelompok sedang berkriteria baik (70,9%), dan kelompok

rendah berkriteria cukup (58,9%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model

pembelajaran problem solving dapat mengembangkan KPS siswa kelompok ting-gi, sedang, dan rendah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam materi redoks adalah

model pembelajaran problem solving. Keberhasilan penerapan model pembelaja-ran problem solving dibuktikan dengan hasil penelitian Basori (2011) pada siswa SMP Negeri 12 Bandung, menunjukkan bahwa model kegiatan laboratorium

ber-basis problem solving dapat meningkatkan KPS pada pembelajaran pembiasan ca-haya. Penelitian lainnya yang mengkaji tentang penerapan pembelajaran model

problem solving dapatmeningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah hasil penelitian Utari (2012), yang dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1

Pring-sewu, menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving pada materi laru-tan elektrolit–nonelektrolit serta redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan

mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa. Selanjutnya hasil penelitian Sari

(2013) yang dilakukan pada siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung,

me-nunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan

(21)

5

Model problem solving adalah model yang menyajikan materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan

melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah

yang diberikan, menganalisis dan merumuskan masalah, mencari data atau

infor-masi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, menetapkan jawaban

sementara (hipotesis), menguji kebenaran hipotesis dan menarik kesimpulan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian ini dengan judul Analisis

Keterampilan Mengelompokkan dan Inferensi pada Materi Oksidasi-Reduksi

Dengan Model Problem Solving”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterampilan mengelompokkan pada materi reaksi redoks dengan

model pembelajaran problem solving untuk kelompok siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah ?

2. Bagaimana keterampilan inferensi pada materi reaksi redoks dengan model

pembelajaran problem solving untuk kelompok siswa kategori tinggi, sedang , dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

(22)

6

redoks dengan model pembelajaran Problem Solving untuk kelompok siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa:

Melalui penerapan model pembelajaran problem solving dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa dan melatih keterampilan

mengelompokkan dan inferensi pada materi reaksi redoks.

2. Bagi guru dan calon guru:

Penerapan model pembelajaran problem solving dapat dijadikan salah satu alternatif yang dapat digunakan pada materi reaksi redoks dan melatih

keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa kelas X.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah

2. Keterampilan mengelompokkan merupakan keterampilan proses dasar yang

terdapat dalam KPS . Pada penelitian ini keterampilan mengelompokkan

yang diukur meliputi kemampuan mengindentifikasi perbedaan dan

persamaan (membandingkan), serta mencari dasar pengelompokkan atau

(23)

7

3. Keterampilan inferensi merupakan keterampilan proses dasar yang terdapat

dalam KPS. Pada penelitian ini keterampilan inferensi yang diukur adalah

kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan dari fakta yang ditemui

4. Materi pokok penelitian ini adalah reaksi oksidasi reduksi

5. Model problem solving adalah model pembelajaran yang terdiri: (1) mengo-rientasikan masalah dan merumuskan masalah, (2) mencari data atau

kete-rangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, (3) menetapkan

jawaban sementara dari masalah, (4) menguji kebenaran jawaban sementara,

dan (5) menarik kesimpulan

6. Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok siswa

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Proses pendidikan yang paling utama adalah belajar. Para ahli psikologi

pedidi-kan telah banyak mengemukapedidi-kan pengertian dari belajar. Anthony Robbins

(Trianto, 2007) menyatakan bahwa dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu:

(1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3)

sesuatu (pengetahuan) yang baru. Makna belajar ini merupakan keterkaitan dari

dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru.

Slavin (Trianto, 2007) mengemukakan belajar merupakan suatu perubahan pada

individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau

perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Bahwa antara

belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Kemudian dilanjutkan lagi

Slavin (Nurhadi dan Senduk, 2002) yang mengemukakan bahwa teori-teori baru

dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran

konstruk-tivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bah-wa sisbah-wa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila

aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Siswa diharapkan agar benar-benar memahami

(25)

9

menemukan sendiri sesuatu pengetahuan untuk dirinya, berusaha dengan ide-ide.

Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan

infor-masi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah

bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.

Menu-rut Nur (Trianto, 2007) siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam

be-naknya. Guru dapat memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau

me-nerapkan ide-ide mereka sendiri dan juga guru secara sadar mengajar siswa

meng-gunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan

6. Guru adalah fasilitator.

Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

(2001), kemampuan yang diperlukan siswa agar mampu mengkonstruksi

pengetahuan adalah:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali peng-alaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan memban-dingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjut-nya membuat klasifikasi dan mengkons-truksi pengetahuannya.

(26)

10

muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

B. Keterampilan Proses Sains

Hartono (Fitriani, 2009) mengemukakan:

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pem-belajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya pro-ses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berka-itan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

Menurut Dimyati dan Moedjiono (2002), keterampilan proses merupakan

kete-rampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang pada dasarnya telah ada

dalam diri setiap siswa, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara

memandang anak didik dalam kegiatan belajar mengajar, memperhatikan

pengem-bangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Keterampilan-keterampilan

dasar dalam pembelajaran IPA tersebut adalah keterampilan proses sain (KPS).

Keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar

(basic skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi atau terpadu (integrated skills). Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni: mengamati (mengobservasi), mengklasifikasi, mengukur, memprediksi,

menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti

(27)

11

Tabel 1. Keterampilan proses sains

Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu

Mengamati (observasi)

Hartono (2007) menyusun indikator keterampilan proses sains dasar seperti pada

Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan

Dasar Indikator

Mengamati (observing)

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk

mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Inferensi (inferring)

Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi.

Klasifikasi (classifying)

Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Menafsirkan

(predicting)

Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk

menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan. Meramalkan

(prediksi)

Menggunakan pola/pola hasil pengamatan,

mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

Berkomunikasi (Communicating)

(28)

12

Menurut Rustaman (Rachmania,2012), KPS melibatkan

keterampilan-keteram-pilan kognitif (intelektual), manual, dan sosial. Keteramketerampilan-keteram-pilan kognitif

(inte-lektual) terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses, siswa

menggu-nakan pikirannya dalam melaksamenggu-nakan kegiatan belajar mengajar. Keterampilan

manual sudah jelas terlibat karena tentu siswa melibatkan penggunaan alat dan

bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Sedangkan keterampilan

sosial dimaksudkan bahwa siswa dapat berinteraksi dengan sesamanya dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil

penga-matan dan mengerjakan tugas kelompok.

Tahapan-tahapan yang terdapat dalam pembelajaran keterampilan proses sains

menurut Dimyati dan Mudjiono (2002):

Keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penam-pilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan

pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5) siswa mengisi lembar kerja. (6) guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.

Penerapan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan siswa untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah dimiliki

oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):

“Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan

pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya ke-terampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa. “

Hariwibowo dalam Aisah (2013) mengemukakan bahwa terdapat empat alasan

mengapa keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar

(29)

13

(1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin ce-pat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa. (2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami kon-sep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret. (3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif. (4) Dalam proses belajar menga-jar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Keterampilan proses merupakan konsep yang luas, sehingga para ahli banyak

yang mencoba menjabarkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih

rinci. Lanjut menurut Nur dalam Aisah (2013) keterampilan proses terdiri dari:

Keterampilan proses tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi,

mengkla-sifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan

keterampilan proses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun

tabel data, membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data,

menganalisis, penyelidikan, menyususn hipotesis, menentukan variabel,

meren-canakan penyelidikan, dan bereksperimen.

Mengelompokkan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek

peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga di dapatkan golongan/

kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang

menampakkan keterampilan mengelompokkan antara lain: mengelompokkan cat

berdasarkan warna, mengelompokkan binatang menjadi binatang beranak dan

bertelur dan kegiatan lain yang sejenis (Dimyati dan Mudjiono 2002).

Indikator keterampilan mengelompokkan adalah mampu menentukan perbedaan,

mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan

(30)

14

memilah obyek berdasarkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan. Ini merupakan

langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang obyek yang berbeda

dari gejala alam. Mengelompokkan adalah proses yang digunakan ilmuan untuk

mengadakan penyusunan atau pengelompokkan atas obyek-obyek atau

kejadian-kejadian. Keterampilan mengelompokkan dapat dikuasai apabila siswa dapat

melakukan dua keterampilan berikut ini:

a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari

seke-lompok obyek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeseke-lompokkan.

b. Menyusun mengelompokkan dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan

sifat-sifat obyek.

Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan,

dan hubungan timbal baliknya (Cartono, 2007).

Inferensi dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan

suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui

(Lidiawati, 2011). Inferensi merupakan suatu pernyataan yang ditarik

berdasar-kan fakta hasil serangkaian hasil observasi. Dengan demikian inferensi harus

ber-dasarkan observasi langsung. Jika observasi merupakan pengalaman yang

dipe-roleh melalui satu atau lebih panca indera, maka inferensi merupakan penjelasan

terhadap hasil observasi (Soetardjo dan soejitno, 1998).

C. Model Pembelajaran Problem Solving

(31)

merupa-15

kan pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik

secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran siswa

harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Pada

umumnya masalah merupakan bagian dalam kehidupan sehari-hari. Masalah pada

hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban. Suatu

pertanya-an mempunyai pelupertanya-ang tertentu untuk dijawab dengpertanya-an tepat, bila pertpertanya-anyapertanya-an itu

dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah

menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan

ma-salah tersebut.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam

menemu-kan suatu masalah dan memecahmenemu-kannya berdasarmenemu-kan data dan informasi yang

akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses

pe-mecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam

mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi

konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah

menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu

(Hidayati, 2006).

Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi : 1. Mengorientasikan siswa pada masalah.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap ke-dua di atas.

(32)

se-16

mentara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan model model lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan ter-akhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Langkah-langkah pemecahan masalah (problem solving) dalam proses pembelajaran menurut Hamalik (2001) yaitu:

1. Menyadari dan merumuskan masalah

2. Mengajukan berbagai alternatif jawaban (hipotesis)

3. Mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai sumber 4. Mengetes kemungkinan-kemungkinan jawaban dengan

keterangan-keterangan yang telah dikumpulkan 5. Menarik suatu kesimpulan

Lanjut menurut Sanjaya (2010) Langkah-langkah model pembelajaran problem solving yaitu meliputi :

1. Menyadari masalah

Pada tahap ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenja-ngan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkukesenja-ngan sosial. Kemampuan yang harus dicapai siswa pada tahap ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.

2. Merumuskan masalah

Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji, merinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.

3. Merumuskan hipotesis

Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesai-kan. Melalui analisis sebab akibat inilah pada akhirnya siswa diharapkan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.

4. Mengumpulkan data

(33)

17

hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada. Dalam hal ini, siswa didorong untuk mengumpulkan data dan memilah data.

5. Menguji hipotesis

Berdasarkan data atau informasi yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.

Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahap ini adalah kecakapan dalam menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat

hubungannya dengan masalah yang dikaji.

6. Menentukan Pilihan Penyelesaian

Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses pembelajaran strategi pembelajaran problem solving.

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan pembelajaran problem solving

a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan

kehidupan.

b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara

terampil.

c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan

berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses

belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi

dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan pembelajaran problem solving

a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat

penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam

(34)

18

pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan

melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran.

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran

problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak

langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana

masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir

untuk menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua

itu berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar

masing-masing siswa.

Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi

yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan

ma-salah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi

kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumsumber belajar ini bisa didapat dari

ber-bagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa

ha-nya mempuha-nyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan

tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

D. Kemampuan Kognitif

Salah satu cara untuk membedakan siswa satu dengan yang lainnya dapat dilihat

dari kemampuan kognitifnya. Kemampuan kognitif dapat menjadi salah satu

fak-tor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa

(35)

ma-19

teri pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau

modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka

dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006). Nasution (2000)

mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa

bervariasi. Kemampuan kognitif siswa dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu,

kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Usman

dalam Winarni (2006), apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif

berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman

konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil

belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami

materi yang dipelajari.

Siswa berkemampuan tinggi adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal

lebih tinggi dari rata-rata kelas. Sedangkan siswa yang berkemampuan rendah

adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal lebih rendah atau sama

de-ngan rata-rata kelas. Siswa berkemampuan tinggi memiliki keadaan awal lebih

baik daripada siswa berkemampuan awal rendah. Hal ini menyebabkan siswa

ber-kemampuan tinggi memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan

siswa yang berkemampuan rendah.

E. Analisis Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi

Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan

pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep

(36)

20

antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses

mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan

generalisasi-generalisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita

dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep

lain yang berhubungan.

Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu

yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat

me-ngungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang

memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan

de-ngan konsep-konsep lain yang berhubude-ngan.

Lebih lanjut lagi, Herron et al. (Fadiawati, 2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru

da-lam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur

ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk.

Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau

label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi

(37)

21

21 Tabel 3. Analisis konsep materi reaksi redoks.

No Label

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh Kritis Variabel Superordin

at Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) suatu zat dengan oksigen Reaksi antara

(38)

22

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh Kritis Variabel Superordin

at Koordinat Subordinat

(39)

23

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh Kritis Variabel Superordin

at Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

reduksi) menjadi 0

(40)

24

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh Kritis Variabel Superordin

at Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Zn bertindak sebagai reduktor

Suatu tata nama yang

(41)

25

25

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan meneliti bagaimana keterampilan siswa dalam

mengelompok-kan dan meng-inferensi pada materi rekaksi redoks untuk kelompok siswa

kate-gori tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang menempuh pendidikan kelas X di

SMAN 4 Kotabumi Lampung Utara pada umumnya memiliki kemampuan

aka-demik yang berbeda. Dengan berpikir apabila diberikan tes tertulis yang berbasis

KPS, siswa dapat dianalisis keterampilan proses sainsnya. Penelitian ini hanya

menggunakan satu kelas yang diberi perlakuan dengan pembelajaran

mengguna-kan pembelajaran problem solving.

Pada saat proses pembelajaran siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok

yang heterogen berdasarkan kemapuan kognitif mereka. Dalam satu kelompok

terdapat anak berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah.

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam tinjauan pustaka, terdapat

tahapan-tahapan dalam pembelajaran menggunakan model Problem Solving. Tahapan pertama yaitu merumuskan masalah, siswa diharapkan untuk

mendefinisikan masalah yang mereka hadapi. Tahapan selanjutnya mencari data

untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam tahapan ini guru dapat membimbing

siswa untuk mencari solusi dalam pemecahan masalah tersebut. Tahapan ketiga

yaitu merumuskan hipotesis. Pada tahapan ini siswa diharapkan dapat menentukan

hipotesis sementara mengenai pemecahan dari masalah yang telah dirumuskan

sebelumnya. Pada tahap berikutnya yaitu menguji kebenaran hipotesis, guru

(42)

26

26 meraka buat. Tahapan yang terakhir, siswa diharapkan dapat menarik kesimpulan

dari permasalahan yang telah dirumuskan tersebut.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem solving ini memberi-kan kesempatan kepadasiswa untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki

yaitu keterampilan mengelompokkan dan inferensi. Selain itu, melalui penerapan

model pembelajaran ini, siswa yang memilikitingkat kemampuan kognitif tinggi

akan memiliki keterampilan mengelompokkan dan inferensi yang sangat baik.

G.Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas X 4,SMAN 4 Kotabumi

Kabupaten Lampung Utara tahun pelajaran 2013/2014 yang menjadi subyek

penelitian mempunyai tingkat kemampuan kognitif yang heterogen.

H.Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat kemampuan

kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula kemampuan siswa dalam

(43)

27

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Jumlah kelas X di SMAN 4 Kotabumi lampung Utara adalah 8 kelas,

masing-masing kelas terdiri dari 30 siswa. Pengambilan subyek penelitian berdasarkan

pertimbangan kelas yang memiliki kemampuan kognitif heterogen, maka dipilih

siswa kelas X 4 SMAN 4 Kotabumi lampung Utara Tahun Ajaran 2013/2014

sebagai subyek penelitian.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain

penelitian yang digunakan adalah one shot case study. Pada desain ini hanya di-beri suatu perlakuan kemudian diobservasi. Dengan desain sebagai di-berikut

(Creswell, 1997) :

Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan

O = Posttest

(44)

28

C. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data hasil tes materi elektrolit-nonelektrolit digunakan untuk mengelompokkan

siswa sesuai kelompok kognitifnya.

2. Data kinerja guru.

3. Data aktivitas siswa.

4. Data hasil tes setelah pembelajaran (posttest) mengenai materi reaksi redoks. 5. Data keterlaksanaan proses pembelajaran reaksi redoks dengan model

pembelajaran problem solving.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Silabus dan RPP

2. Lembar Kerja Siswa yang digunakan berjumlah 4 buah yaitu LKS 1 mengenai

konsep reaksi redoks berdasarkan penglepasan dan penggabungan oksigen

melalui percobaan, LKS 2 mengenai konsep reaksi redoks berdasarkan

penglepasan dan penerimaan elektron, LKS 3 mengenai konsep reaksi redoks

berdasarkan perubahan bilangan oksidasi, dan LKS 4 mengenai tata nama

senyawa menurut IUPAC.

3. Tes Tertulis yang digunakan yaitu

(a) tes materi elektrolit-nonelektrolit yang terdiri dari 20 soal dalam

bentuk pilihan jamak yang digunakan untuk mengelompokkan siswa

(45)

29

(b) posttest materi reaksi redoks yang terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian yang sesuai untuk mengukur keterampilan mengelompokkan

dan inferensi.

4. Lembar observasi yang digunakan terdiri dari lembar aktivitas siswa dan

lembar kinerja guru. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara

memberi tanda check list pada kolom yang telah disediakan.

5. Kuesioner (Angket) yang diberikan bertujuan untuk memperoleh informasi

mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi reaksi redoks melalui

penerapan model pembelajaran problem solving. Daftar pertanyaan bersifat tertutup, yaitu alternatif jawaban telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

E. Validasi Instrumen Penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk itu,

perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian

instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas

isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan de-ngan mede-nganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran,

indika-tor, kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan

untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

(46)

30

peneliti meminta bantuan kepada Dra. Ila Rosilawati, M.Si. dan Dra. Nina

Kadaritna, M.Si. selaku dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada kepala SMA Negeri 4 Kotabumi Lampung Utara

untuk melaksanakan penelitian.

b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan

infor-masi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, cara mengajar guru

kimia di kelas, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat

diguna-kan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Tahap persiapan

1) Menentukan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada materi

pokok reaksi redoks berdasarkan keterampilan inferensi dan

mengelompokkan yang ingin dikembangkan.

2) Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan

karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia.

3) Membuat instrumen penelitian yang akan digunakan untuk mengumpulkan

data mengenai keterampilan inferensi dan mengelompokkan siswa melalui

(47)

31

4) Melakukan validasi instrumen sebelum digunakan dalam penelitian.

b. Tahap pelaksanaan penelitian

1) Melaksanakan proses pembelajaran materi reaksi redoks pada subyek

pene-litian melalui penerapan model pembelajaran problem solving. 2) Memberikan posttest kepada subyek penelitian.

3) Memberikan kuesioner (angket) kepada subyek penelitian setelah

pem-belajaran materi reaksi redoks.

c. Tahap analisis data

1) Menganalisis data berupa jawaban posttest siswa untuk memperoleh infor-masi mengenai keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa.

2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.

3) Menarik kesimpulan

Alur prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut

(48)

32

Gambar 1. prosedur pelaksanaan penelitian

G. Teknik Pengelompokan Siswa

Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke dalam tiga

kelom-pok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelomkelom-pok ini berdasarkan hasil

nilai pretes mengenai materi elektrolit-nonelektrolit.

Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan kognitifnya, dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil untuk menentukan rentang.

Perbaikan Perbaikan

T

Posttest Kuesioner

Pembelajaran Problem Solving

Membuat instrumen penelitian

Validasi instrumen penelitian

Analisis Data

Simpulan Pembahasan

(49)

33

b. Menentukan banyak kelas interval menggunakan rumus:

n = banyak data

c. Membagi rentang dengan banyak kelas untuk menentukan panjang interval.

d. Menentukan mean menggunakan rumus:

∑ ∑

Keterangan:

Mx = Mean

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah ∑ = Jumlah frekuensi siswa

e. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus menurut Sudjana (2002).

√∑

Keterangan:

SDx = Standar Deviasi

∑ = Jumlah frekuensi siswa

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah

∑ = Jumlah frekuensi siswa dikali kuadrat nilai tengah

f. Menghitung mean + SD dan mean – SD

g. Mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam kategori tinggi, sedang

dan rendah menurut Sudijono (2008).

Tabel 4. Kriteria pengelompokkan siswa

Kriteria pengelompokkan Kelompok

Nilai ≥ mean + SD Tinggi

Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang

Nilai < mean – SD Rendah

(50)

34

Tabel 5. Hasil pengelompokkan siswa

Kriteria Kelompok Jumlah Siswa

Nilai ≥ 68,7 Tinggi 6

45,4 ≤ Nilai < 68,7 Sedang 15

Nilai < 45,4 Rendah 9

H. Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Pengolahan data posttest

Untuk menganalisis data yang berasal dari posttest berupa soal uraian, dilakukan dengan cara:

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada posttest berbentuk uraian ber-dasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.

b. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator

kemam-puan inferensi berdasarkan fakta.

c. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:

d. Menghitung nilai rata-rata siswa untuk kemampuan inferensi berasarkan fakta

pada kelompok tinggi, sedang dan rendah

̅ ∑

e. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai rata-rata yang

dida-pat pada poin d berdasarkan skala kriteria tingkat kemampuan siswa seperti

(51)

35

Tabel 6. Kriteria tingkat kemampuan siswa

Nilai Kriteria

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat kurang

f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai siswa pada

kemam-puan inferensi berdasarkan fakta menurut Tabel 6.

g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk

setiap kriteria tingkat kemampuan.

h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk

setiap kriteria tingkat kemampuan.

2. Pengolahan data kuesioner (angket)

Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor dengan kriteria skor 1 untuk jawaban

“ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”.

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap

per-tanyaan.

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan

dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002).

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban siswa

∑S = Jumlah siswa yang menjawab ya

(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis pembelajaran materi oksidasi-reduksi dengan

model pembelajaran problem solving menunjukkan bahwa :

1. Keterampilan mengelompokkan diperoleh kelompok tinggi 50% berkriteria

sangat baik, 50% berkriteria baik; kelompok sedang 20% berkriteria sangat

baik, 53% berkriteria baik dan 27% berkriteria cukup; kelompok rendah 11%

berkriteria sangat baik, 11% berkriteria baik, 45% berkriteria cukup, dan 33%

berkriteria kurang.

2. Pada keterampilan inferensi diperoleh kelompok tinggi 83% berkriteria

sangat baik, 17% berkriteria baik; kelompok sedang 20% berkriteria sangat

baik, 47% berkriteria baik, dan 33% berkriteria cukup; kelompok rendah 33%

berkriteria baik, 45% berkriteria cukup, dan 22% berkriteria kurang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :

1. Bagi calon peneliti lain agar dapat melakukan uji validitas dan reabilitas

ter-hadap soal tes yang akan digunakan, sehingga dapat digunakan untuk

(53)

53

2. Bagi calon peneliti agar melakukan test lebih dari satu kali, sehingga dapat

mengetahui kemampuan siswa yang sesungguhnya.

3. Menggunakan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran kimia, karena dapat melatihkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi

(54)

54

DAFTAR PUSTAKA

Aeniah, R. 2012. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving.

Skripsi. Diakses pada tanggal 28 November 2012 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807110.pdf

Aisah,S. 2013. Analisis Keterampilan Prediksi Dan Mengkomunikasikan Pada Materi Asam-Basa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving

Siswa Xi Ipa4 Man 1 Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.

Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Amelia, D. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Inferensi SiswaPada materi koloid. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Arikunto, S. 2004. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. Basori, H. 2011. Penelitian Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan IPA

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, Volume 5 nomor 3,3 November 2011. Bandung.

Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative

Approaches. Sage Publications. London.

Dahar, R. W. 1996. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi IV). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono . 2002. Belajar dan Pembelajaran.Rineka Cipta.Jakarta. Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

(55)

55

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. (Disertasi). SPs-UPI Bandung. Bandung.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kalor dan Perpindahannya pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Model Problem Solving Dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.

Nurhadi, B.Y. dan Senduk, A.G. 2002. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang. Malang.

Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: Dikti.

Rachmania, O.S. 2012. Analisis PhET Sugar And Salt Solutions Dalam

membangun Konsep Larutan elektrolit dan Nonelektrolit Serta Keterampilan Proses Sains Siswa SMA. Skripsi. Diakses tanggal 9 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807602.pdf

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

(56)

56

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Allymand Bacon. London. .

Soetardjo dan Soejitno P. O. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Sudijono, A. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika.Tarsito. Bandung.

Sulastri. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Reaksi Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan Dan Menarik Kesimpulan Serta Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Sulastri, O. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving.

Skripsi. FKIP UPI. Bandung. Diakses tnggal 18 Oktober 2012 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807604.pdf

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Utari, H. R. 2012. Efektivitas Model Problem Solving Pada Materi Larutan

Nonelektrolit dan Elektrolit Serta Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas

Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Winarni, E.W. 2006. Inovasi dalam Pembelajaran IPA. FKIP Press. Bengkulu Diakses tanggal 2 Maret.2013 dari

Gambar

Tabel
Tabel 1.  Keterampilan proses sains
Tabel 3.  Analisis konsep materi reaksi redoks.
Gambar 1. prosedur pelaksanaan penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari data gain ternormalisasi tersebut akan terlihat deskripsi efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi

Model pembelajaran problem solving terdiri dari 5 fase, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah (fase 1), mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk

Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Asam-basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi Siswa SMAN Terbanggi Besar. Pengantar

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan efektivitas pembelajaran model problem solving dalam meningkatkan keterampilan menge- lompokkan dan mengkomunikasikan pada materi

Dengan diterapkannya Model Problem Solving dalam kegiatan belajar menga- jar maka akan memberi pengalaman baru bagi siswa dalam memecahkan ma- salah dalam materi pelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses Sains siswa kelas X IPA 4 SMA Negeri 5 Surakarta dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi reaksi redoks dengan model pembelajaran problem solving untuk kelompok

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan generik sains siswa yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran creative problem solving