• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

KELAS XI PADA PEMBELAJARAN SISTEM LAJU REAKSI

MENGGUNAKAN MODEL

PROBLEM SOLVING

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

HUSNA DIATUL HASANAH

108016200001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS

ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving

Pembelajaran sains saat ini kurang mengindahkan Keterampilan Proses Sains (KPS), padahal aspek keterampilan proses sains merupakan dasar utama dalam pembelajaran sains di laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas keterampilan proses sains siswa dan keterampilan proses sains yang dominan muncul pada kegiatan pembelajaran dan praktikum

menggunakan model problem solving. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 30

orang. Untuk mengukur keterampilan proses sains siswa, digunakan instrumen berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan lembar observasi sebagai data primer serta wawancara sebagai data pendukung. Penelitian ini dilakukan dengan metodologi deskriptif kuantitatif. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa aspek yang memiliki nilai tertinggi dan paling dominan muncul adalah aspek observasi dengan persentase rata-rata 84,25%, sedangkan aspek yang memiliki nilai terendah adalah aspek menyusun hipotesis dengan persenatse rata-rata 67,63%. Berdasarkan hasil tersebut, untuk meningkatkan aspek yang memiliki nilai rendah atau cukup, seorang guru perlu menanamkan pemahaman dasar ketika diawal pembelajaran. Upaya tersebut dilakukan agar siswa dapat mengembangkan ide-ide kreatif pada pada kegiatan pembelajaran maupun praktikum.

Kata kunci : Keterampilan Proses Sains (KPS), problem solving

Husna Diatul Hasanah (P. IPA KIMIA)

(6)

Presently The Learning of science is inattentive on the process science skill, whereas the aspect of process science skill is the main basic on the learning of science in laboratory. The aim of this research is to identify the quality of

students’ process science skill that dominantly arises on learning process and

practicum program through problem solving. The subject of this research is 30

students. To measure students’ process science skill, it is used an instrument in the

form of students worksheet and observational sheet as the primer data and interview as the supporting data. This research used method quantitative descriptive. Based on the obtained data, it show that the aspect which gain the highest score and most dominant arise is observation with average percentage 84,25%, while the aspect which gain the lowest score is on constructing hypothesis with average percentage 67,63%. Based on the result above, to improve the aspect that gains the lowest score, teacher should give basic understanding in the beginning of learning process. This attempt is carried out; in order students are able to develop a creative idea on learning process or even on practicum program.

Keyword: Process Science Skill, Problem Solving

Husna Diatul Hasanah (P. IPA KIMIA)

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sangat

sempurna dan memberikan ilmu pengetahuan lebih dari makhluk lain. Syukur

Alhamdulillah, penulis panjatkan atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang tiada

putus dan henti-hentinya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem

Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving

Shalawat serta salam semoga selalu teriringkan kepada Nabi Muhammad

SAW sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia, juga kepada keluarga dan

sahabat yang selalu istiqomah dalam menjalankan sunnah-nya.

Apresiasi dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta wakil

dan para stafnya.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., Ketua Program Studi pendidikan Kimia Jurusan

Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan sekaligus validator yang telah memberikan saran

dan masukan kepada peneliti dalam memperbaiki instrumen penelitian.

4. Bapak Tonih Feronika, M.Pd., Dosen pembimbing I sekaligus dosen

pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan, masukan serta

pengarahannya kepada penulis.

5. Ibu Salamah Agung, M.A, Ph.D., Dosen Pembimbing II yang selalu

memberikan bimbingan, arahan dan semangat kepada penulis.

6. Seluruh dosen jurusan pendidikan IPA, khususnya prodi kimia, terima kasih

atas bimbingannya selama menempuh pendidikan di kampus tercinta ini.

(8)

7. Bapak Drs. Watoni, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 8 Ciputat, yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Miftah S.Pd., Guru bidang studi mata pelajaran kimia SMA 8

Muhammadiyah Ciputat, yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada

penulis selama melakukan penelitian.

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta Hasanudin dan Nurbaenah yang selalu

mencurahkan kasih sayangnya, memanjatkan do’a yang tiada henti-hentinya,

bagaikan oase di padang pasir yang memberikan kesegaran di saat

kekeringan, dan selalu memberikan senyuman ketenangan dikala datang

kegelisahan. Semoga Allah selalu menyayanginya sebagaimana ia

menyayangi penulis.

10. Kakak-kakakku tercinta khususnya Husnul Khotimah, Olih Tin Kholishoh

dan adek-adekku Dede Nasrudin, Huldun Nafilah yang sabar menuntun dan

memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini, serta keponakan-

keponakanku terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini baik secara

moril maupun materil.

11. Eka Agustini, S.Pd., Winda Mawardah, S.Pd., Lis Isma Ismaya, S.Pd.,

Halimah, S.Pd., Irzaqotul Inayah S.Pd., Yefiana Yanita Sari, S.Pd., Arif

Soleh, S.Pd., dan rekan-rekan mahasiswa Pendidikan kimia 48 yang sedang

berjuang meraih kesuksesannya, terima kasih telah mengobarkan api

semangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar Racana Fatahillah-Nyi Mas Gandasarai UKM pramuka UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama angkatan Manja Scout Arie Hidayat,

Siti Usniyah, S.Pd.I., M. Kadafi, S.Pd.I., Rini Suhartini, S.Pd., Septiani

Resmalasari S.Pd., Siti Humairoh, S.Pd., Zakiyah, A. Irfan Setiawan, A.

Zaky, M. Aminudin, Achy Tri Mahathir, Puteri Marjanul Jannah, Alaena

Tsaroya yang tak henti-hentinya memotivasi penulis untuk menyelsaikan

tugas akhir ini.

13. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Banten, Ikatan Mahasiswa Lebak,

HMI Komisariat Tarbiyah dan Cabang Ciputat, terima kasih atas do’a dan

dukungannya.

(9)

14. Keluarga Besar Unit Kegiatan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Himpunan Qori-Qori’ah Mahasiswa, RANITA, KMF Kalacitra dan UKM

yang lainnya, terima kasih do’a dan dukungannya.

15. Sahabat-sahabatku, kosan biru Yusnita, Ade Nihayatul Barokah, S.Pd,

Nurhasanah S.Pd, Nurmayasofa, S.Pd., Eka Retnaningrum, S.Pd., Siti

Nurlela, Wiwin Winingsih S.Pd., terima kasih untuk do’a dan semangatnya

selama ini.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis persembahkan semuanya.

Ditengah-tengah khasanah ilmu pengetahuan yang sangat luas, penyusun tetap

berharap semoga karya ini dapat menjadi sumbangsih dan bermanfaat bagi adik-

adik jurusan pendidika IPA khususnya program studi kimia. Semoga Allah SWT.

membalas semuanya.

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak terlepas dari ketebatasan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya

semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Jakarta, 03 Desember 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRAC ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II DESKRIPSI TEORITIS A. Landasan Teori... 11

1. Keterampilan Proses Sains ... 11

2. Model Pembelajaran Problem solving... 22

3. Keterkaitan antara KPS dan pembelajaran Problem Solving 28

4. Konsep materi Laju Reaksi ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 35

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

(11)

C. Metode dan Desain Penelitian... 38

D. Instrumen Penelitian ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Kalibrasi Instrumen Penelitian ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 47

H. Alur Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

1. Hasil Pengamatan KPS Berdasarkan Lembar Observasi ... 51

2. Hasil pengamatan KPS Berdasarkan LKS ... 53

3. Hasil Pengamatan KPS Berdasarkan LO dan LKS ... 54

4. Hasil Wawancara ... 55

5. Data Catatan Lapangan ... 59

B. Pembahasan ... 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(12)
[image:12.612.104.520.155.668.2]

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator ... 20

Tabel 2.2 Hubungan Aspek KPS dengan Tahapan Model Problem Solving 29 Tabel 3.1 Perhitungan Skala Pengukuran ... 48

Tabel 4.1 KPS Siswa Berdasarkan Lembar Observasi ... 51

Tabel 4.2 KPS Siswa Berdasarkan LKS ... 53

Tabel 4.3 KPS Siswa Berdasarkan Lembar Observasi dan LKS ... 54

(13)
[image:13.612.121.518.249.654.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ... 35

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 50

[image:13.612.178.440.259.538.2]
(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Cara perhitungan Hasil Keterampilan Proses sains ... 74

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Lembar Observasi ... 75

Lampiran 3 Hasil Perhitungan LKS ... 76

Lampiran 4 Hasil Perhitungan LKS dan lembar Observasi ... 77

Lampiran 5 Jawaban Hasil Wawancara ... 78

Lampiran 6 Lembar Observasi ... 82

Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa ... 85

Lampiran 8 Format Lembar Wawancara ... 92

Lampiran 9 Lembar Catatan lapangan... 93

Lampiran 10 Rubrik Lembar Observasi ... 94

Lampiran 11 Standar Penilain LKS ... 104

Lampiran 12 Saran dan masukan dari validator... 113

Lampiran 13 RPP Pembelajaran ... 115

Lampiran 14 Foto-foto selama kegiatan Penelitian... 129

Lampiran 15 Lembar Uji Referensi... 130

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa

perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai

permasalahan tidak mudah dipecahkan kecuali dengan penguasaan dan

peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu berperan dalam

persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan

meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM).

Berbicara mengenai kualitas SDM, pendidikan memegang peran

yang sangat penting. Pendidikan secara umum menurut Undang-undang

sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 dapat dimengerti bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Hal ini senada dengan fungsi pendidikan nasional dalam Undang-

undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan

bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan

bertanggung jawab.2

1

Inherent Dikti, UUD RI No. 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional, dapat diakses di www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, 05/01/2013 . 10.00 WIB. h. 1

2

Ibid., h. 3.

(16)

Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut,

pendidikan ditujukan untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik

serta keterampilan yang dapat siswa kembangkan dalam menjalani hidup di

masyarakat, bangsa dan negara, dimana salah satu keterampilan yang

diharapkan adalah keterampilan proses sains.

Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk

mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan berfikir,

kecerdasan emosional, berwatak dan keterampilan untuk siap hidup di tengah

masyarakat. Proses dalam pendidikan adalah kejadian berubahnya peserta

didik dari belum terdidik menjadi peserta terdidik.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam

usaha mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya. Belajar

adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,

meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan

kepribadian.3 Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan baik dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan

hidup karena kehidupan yang selalu berubah.

Keberhasilan sebuah proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas

dari peran seorang guru sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang

Dasar Republik Indonesia telah dijelaskan No. 20 pasal 40 ayat 2 tahun 2003,

tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi :

Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban : (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. (2) mempunyai komitmen yang profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan (3) memberi tauladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan

kepercayaan yang diberikan kepadanya. 4

Dari undang-undang tersebut jelas bahwa peran seorang guru sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan siswa. Guru harus mampu melakukan

3

Suyono, dkk., Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Konsep Belajar, (Bandung: Rosda, 2001), h. 9.

4

(17)

pembelajaran yang menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan sehingga

mereka dapat menangkap informasi yang diberikan guru dengan baik.

Dalam suasana belajar mengajar disekolah, sering kita jumpai

beberapa masalah diantaranya siswa memiliki sejumlah ilmu pengetahuan,

namun banyak pengetahuan itu diterima dari guru sebagai sebuah informasi

saja, sedangkan mereka sendiri tidak dibiasakan untuk mencoba menemukan

sendiri pengetahuan atau informasi itu.5 Sehingga informasi tersebut hanyalah

bersifat hafalan belaka, tidak bermakna dalam kehidupan sehari-hari dan

cepat terlupakan. Hal inilah yang menyebabkan proses belajar mengajar

kurang efektif. Guru kini tidak lagi hanya sekedar “transfer of knowledge”

(mengajarkan pengetahuan yang dimilikinya saja) tetapi juga harus mampu

sebagai pendidik sekaligus pembimbing dengan memberikan pengarahan

(transfer of value) sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan

pembelajaran.

Selama ini pembelajaran dan pengukuran hasil belajar hanya terpaut

pada aspek kognitif saja, sehingga guru yang mengajarnya pun hanya sekedar

mengejar target nilai aspek kognitif yang telah ditetapkan oleh sistem

pendidikan tanpa berusaha untuk mengembangkan dan mengukur

keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para peserta didik.

Keterampilan proses sains merupakan salah satu hasil belajar siswa, yaitu

termasuk kedalam kategori aspek psikomotorik. Sehingga guru seharusnya

wajib untuk mengevaluasi dan mengembangkan keterampilan proses sains

sesuai dengan UU No. 3 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Salah satu dari cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu kimia.

Pelajaran kimia merupakan salah satu pelajaran dalam rumpun sains yang

merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

farmasi, dan lain-lain. Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan

menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan

h. 6

(18)

manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan

seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, mengakui hakikat materi dan perubahannya,

menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam

mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan serta ketelitian kerja.

Pembelajaran kimia dibangun melalui penekanan pada pemberian

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan

keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa diharapkan menemukan fakta-

fakta, membangun konsep, teori dan sikap ilmiah. Meskipun begitu, bagi

sebagian siswa kimia dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit karena

didalamnya terdapat konsep-konsep yang abstrak sehingga siswa kurang

mampu untuk memahaminya.

Untuk dapat mengkonstruk pengetahuan siswa dengan baik, maka

tugas seorang guru adalah menyampaikan materi dengan merancang

pembelajaran yang efektif, mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan,

serta membuat instrumen pembelajaran yang diperlukan.

Pendekatan ketrampilan proses dapat digunakan sebagai salah satu

pendekatan pada pembelajaran kimia karena selain menguasai konsep-konsep

kimia, siswa juga diharapkan memiliki keterampilan-keterampilan proses

yang digunakan para ahli dalam memperoleh dan mengembangkan

kurikulum. Pendekatan ketrampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan

atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan

fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada

prinsipnya telah ada dalam diri siswa6.

“Pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang

memberikan kesempatan pada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan

138 6

(19)

atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.”7

Pendekatan proses dikenal juga dengan keterampilan proses, dengan

mengembangkan kemampan fisik dan mental, siswa akan mampu

menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, serta menumbuhkan

dan mengembangkan sikap dan nilai yang di tuntut.

Dari batasan pendekatan keterampilan proses tersebut, kita

memperoleh suatu gambaran bahwa pendekatan ketrampilan proses bukanlah

suatu tindakan instruksional yang berada di luar kemampuan siswa, justru

dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki

oleh siswa, sehingga melalui keterampilan proses yang diperoleh siswa akan

lebih bermakna karena keterampilan berpikir siswa akan lebih berkembang.

“Keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan

mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk

mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri dalam memproses

perolehan belajarnya.”8 Dengan mengembangkan kemampuan fisik dan

mental, siswa akan mampu menemukan dan menggambarkan sendiri fakta,

konsep, serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang

dituntut. Keterampilan-keterampilan proses sains tersebut harus ditumbuhkan

dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya.

Dengan demikian, keterampilan proses menjadi roda penggerak penemuan

dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan

sikap, wawasan, dan nilai.

Jadi, keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam

pembelajaran, dimana siswa memperoleh kesempatan untuk melaksanakan

suatu interaksi dengan objek konkret sampai pada penemuan konsep.

Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan

berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah,

7

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet. I, h. 93

8

(20)

penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan

kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.9 Pembelajaran IPA

menekankan pada pembelajaran langsung untuk mengembangkan kompetensi

agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari

tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu siswa untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam.10 Proses mencari tahu ini dapat meliputi

menemukan peristiwa, mengamati dan mengolahnya, sedangkan berbuat

melakukan proses di mana melakukan kegiatan penemuan atau juga disebut

dengan penelitian.

Pada dasarnya siswa memiliki keterampilan dalam belajar, misalnya

keterampilan bertanya, hipotesis, investigasi, observasi, klasifikasi, prediksi,

interpretasi dan komunikasi. Namun keterampilan-keterampilan tersebut

terkadang tidak muncul, maka diperlukan metode dan model pembelajaran

yang membangkitkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan tersebut

dapat dikembangkan dalam pembelajaran dengan cara mengaitkan materi

kimia yang akan dipelajari dengan fenomena alam yang sering dijumpai oleh

siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pendidikan sains, siswa harus menguasai keterampilan dasar

praktikum. Keterampilan ini akan dapat dikuasai oleh siswa melalui kegiatan

pembelajaran dengan model pembelajaran yang sesuai. Melalui kegiatan

praktikum, siswa dapat mempelajari sains dengan pengamatan langsung

terhadap gejala-gejala maupun proses-proses sains, dapat melatih

keterampilan berpikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap

ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui

metode ilmiah dan lain sebagainya. Selain itu praktikum dapat membantu

pemahaman siswa terhadap pelajaran. Kegiatan praktikum dapat ditingkatkan

kualitasnya dengan menggunakan pengunaan model pembelajaran problem

solving.

(21)

Laju reaksi merupakan salah satu materi yang dapat diterapkan

dalam proses pemecahan masalah. Materi di dalamnya merupakan materi

yang abstrak dan biasanya materi tersebut diajarkan hanya untuk pemahaman

konsep saja maka siswa kurang mengetahui manfaat dari mempelajari materi

ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, model pembelajaran problem

solving dapat mengaitkan konsep laju reaksi dengan proses pemecahan

masalah. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan siswa

dalam menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan serta

mengembangkan KPS siswa disamping terciptanya pembelajaran yang aktif,

menarik, inspiratif dan menyenangkan. Model Problem Solving merupakan

model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan pada materi ini, karena

pada pebelajarannya siswa dihadapkan pada suatu permasalahan nyata yang

harus dipecahkan dengan menerapkan konsep-konsep kimia yang relevan.

Kemampuan memecahkan masalah merupakan keterampilan dasar

yang dibutuhkan oleh pelajar pada saat ini. Problem solving adalah proses di

mana pola penalaran digabungkan, dihaluskan, diperluas dan diciptakan.

Problem solving sebagai model pembelajaran telah dikembangkan beberapa

ahli, diantaranya Brandsford and Stein dan Mothes. Brandsford juga telah

mengembangkan model ini pada pembelajaran sains. Menurut Brandsford,

pembelajaran problem solving mencakup 5 tahapan, yaitu: identifikasi

masalah, mendefinisikan masalah, mencari solusi, melaksanakan strategi dan

mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruhnya.11

Karakteristik sains sangat unik dimana melibatkan produk dan

prosesnya. Karenanya, pendidikan sains memiliki tugas untuk memberikan

proporsi yang seimbang baik aspek produk maupun proses dalam membentuk

komunitas yang melek sains. Oleh karena itu, untuk memberi masukan dan

perbaikan terhadap pembelajaran sains khususnya kimia, peneliti

menganalisis keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan

(22)

pendekatan yang menekankan pada aktivitas siswa salah satunya adalah

model problem solving, dengan harapan aspek-aspek keterampilan proses

sains siswa dapat terungkap, sehingga siswa mampu mengembangkan

pengetahuan dan memiliki sikap positif.

Pada kesempatan kali ini, peneliti mencoba melakukan penelitian

untuk mengetahui bagaimana kualitas keterampilan proses sains yang dimiliki

siswa kelas XI IPA 1 di SMA 8 Muhammadiyah Ciputat dalam melakukan

kegiatan pembelajaran dan praktikum menggunakan model problem solving.

Sehingga peneliti mengambil judul “Analisis Keterampilan Proses Sains

Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan

Model Problem Solving”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah

yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Adanya konsep-konsep yang abstrak sehingga menjadikan kimia sebagai

mata pelajaran yang sulit.

2. Lemahnya peran guru dalam mengaplikasikan model, metode atau

strategi pembelajaran untuk menunjang keberhasilan kegiatan

pembelajaran.

3. Pembelajaran kimia tidak melibatkan siswa secara aktif dalam

menemukan pengetahuan atau pemahaman sendiri.

4. Pembelajaran kimia belum melatih siswa mengembangkan keterampilan

proses sains dalam memecahkan masalah.

5. Pembelajaran kimia lebih banyak menggunakan konsep-konsep materi

transfer informasi dan pemberian contoh-contoh yang cenderung di hafal

(23)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar lebih terarah pada ruang

lingkup penelitian ini perlu dibatasi. Adapun batasan-batasan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan siswa yang diteliti adalah keterampilan proses sains siswa

mengobservasi, mengklasifikasi, interpretasi, memprediksi, mengajukan

pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan

alat/bahan, menerapkan konsep dan berkomunikasi.

2. Penggunaan model pembelajaran problem solving pada mata pelajaran

kimia dengan pokok bahasan laju reaksi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang

telah diuraikan diatas, maka dapatlah dirumuskan dalam penelitian ini :

Bagaimana kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa

kelas XI IPA 1 SMA Muhammadiyah 8 Ciputat pada pembelajaran sistem

laju reaksi menggunakan model problem solving”.

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas

keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPA 1SMA 8

Muhammadiyah Ciputat dan mengetahui keterampilan prooses sains yang

lebih dominan dimiliki oleh siswa SMA 8 Muhammadiyah Ciputat pda

kegiatan pembelajaran model problem solving dan praktikum.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi siswa, dapat membangun pengalamannya sendiri melalui

kegiatan penyelidikan atau proses ilmiah. Dan dapat meningkatkan

(24)

b. Bagi guru, dapat dijadikan alternatif pembelajaran sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sains.

c. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan agar

peneliti lebih terampil dalam menggunakan model-model

pembelajaran yang ada.

d. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan bahan informasi

tentang penggunaan model problem solving untuk kepentingan

(25)

BAB II DESKRIPSI

TEORITIS

A. Landasan Teori

1. Keterampilan Proses Sains (KPS)

Keterampilan adalah kemampuan menggunakan fikiran, nalar dan

perbuatan secara efesien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu,

termasuk kreatifitas. Keterampilan proses dapat diartikan sebagai: (1)

wahana dan pengembangan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan

bagi diri siswa, (2) memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu

pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan, siswa berperan pula

menunjang perkembangan keterampilan proses dari diri siswa, dan (3)

interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep

serta prinsip ilmu pengetahuan yang pada akhirnya akan mengembangan

sikap dan nilai ilmuwan dari siswa.1 BSNP menyatakan bahwa ilmu

kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung

melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses sains dan

sikap ilmiah.2

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan

yang biasa dilakukan ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan.3 Dengan

menggunakan keterampilan-keterampilan proses, siswa akan mampu

menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Senada

dengan Amalia dan ketut yang menjelaskan bahwa “keterampilan proses

menekankan pada fakta yang ditemukan dalam kegiatan pengujian yang

139 1

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 2

BSNP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. ( Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 459 3

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet. I, h. 51

(26)

dilakukan oleh seorang ilmuwan.”4 Gagne menjelaskan pengertian

keterampilan proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam yaitu

pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip dapat diperoleh

bila dia memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu, yaitu

keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains.5

Jadi, Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah keterampilan-keterampilan

yang diperlukan untuk melakukan suatu interaksi dengan objek konkret

sampai pada penemuan konsep.

Keterampilan proses sains sangat diperlukan dalam pendidikan

dasar dan menengah, hal ini dikarenakan keterampilan ini bermanfaat

dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, keterampilan tersebut dapat memberikan bekal kepada siswa

untuk membentuk konsep sendiri dan cara bagaimana mempelajari

sesuatu temuan, mengembangkan kemampuan diri siswa, membantu

berfikir konkret serta mengembangkan kreatifitas siswa. Berdasarkan

pengertian diatas dapat diketahui bahwa keterampilan proses sains siswa

akan mampu menemukan dan memahami konsep materi yang diajarkan.

Keterampilan proses sains dianggap sangat penting untuk

pembelajaran sains. Hal tersebut dikemukakan oleh Semiawan (salah

seorang ahli pendidikan) bahwa alasan yang melandasi perlunya

pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran, yaitu: 6

a. Dengan begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, tidak

mungkin lagi para guru untuk mengajar semua fakta dan konsep

kepada siswa.

b. Pada dasarnya siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep

yang rumit dan abstark jika disertai dengan contoh-contoh yang

4

Amalia Sapriati, dkk., Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), cet. 6, h. 4.1

5 Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 149- 150

6 Conny Semiawa, dkk,. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan

(27)

konkrit, wajar dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan

mempraktekan sendiri upaya penemuan konsep melalui kegaiatan

fisik dan mental.

c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat

relatif.

d. Dalam pembelajaran, pengembangan konsep sebaiknya tidak terlepas

dari pengembangan sikap dan pengembangan diri anak didik.

Keterampilan proses sains dapat dikembangkan dengan

menggunakan pendekatan keterampilan proses sains di dalam

pembelajaran. Nuryani Rustaman mengutip Science A process Approach

(SAPA) “Pendekatan keterampilan proses sains adalah pendekatan yang

berorientasi pada proses IPA, Namun dalam tujuan dan pelaksanaanya

terdapat perbedaan. SAPA tidak mementingkan konsep, selain itu SAPA

menuntut pengembangan pendekatan proses secara utuh yaitu metode

ilmiah dalam setiap pelaksanannya”.7

Pendekatan keterampilan proses sains merupakan pendekatan

pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan

fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang

lebih tinggi pada diri siswa.8 Dengam mengembangkan kemampuan fisik

dan mental, siswa akan mampu menemukan dan menggambarkan sendiri

fakta, konsep, serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan

demikian keterampilan proses menjadi roda penggerak penemuan dan

pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan

sikap dan nilai. Jadi, pendekatan keterampilan proses sains adalah suatu

pendekatan dalam pembelajaran, dimana siswa memperoleh kesempatan

untuk melakukan suatu interaksi dengan objek konkret sampai pada

penemuan konsep.

7

Nuryani Y. Rustaman, dkk.,Strategi Belajar Mengajar Biologi. (Malang: UNM Press, 2005) h. 78

(28)

Tujuan pengajaran sains adalah sebagai proses yakni untuk

meningkatkan keterampilan berfikir siswa, sehingga siswa dapat

mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada

kemampuan memandang dan bergaul menurut cara-cara seperti yang

dilakukan oleh ilmuan.

Keterampilan Proses Sains (KPS) dibangun dari tiga keterampilan

kognitif atau intelektual, manual, dan sosial.9 Keterampilan kognitif atau

intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses sains

siswa menggunakan fikirannya, keterampilan manual terlibat dalam

penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat.

Keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan

sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan

keterampilan proses.10

Sesuai dengan karakteristik sains yang berhubungan dengan cara

mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya fakta, konsep,

prinsip saja namun menekankan pada penemuan. Kemampuan siswa

dalam menemukan kosep perlu dibekalkan dengan kegiatan pembelajaran

sanis.11 Terlatihnya siswa menggunakan keterampilan proses ini akan

memudahkannya dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan

sehari-hari (pemecahan masalah). Peran guru dengan demikian adalah

sebagai fasilitator.

Menurut Funk keterampilan proses terbagi menjadi dua kategori

yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi.12 Keterampilan

proses dasar dan terintegrasi dapat dikembangkan melalui latihan-latihan

atau kegiatan-kegiatan praktikum, karena semua keterampilan proses

tersebut akan di pakai dalam melakukan kegiatan praktikum.

Keteranpilan terintegrasi merupakan keterampilan yang terintegrasi dari

9

Zulfiani, dkk., op. cit., h. 52 10

Rustaman, dkk., op. cit., h. 78 11 BSNP, op. ci.t, h. 459 12

(29)

kemampuan dasar dan juga merupakan pengembangan dari keterampilan-

keterampilan dasar. Keterampilan dasar sangat penting, baik secara

individu maupun ketika berkelompok karena dapat digunakan dalam

urutan peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa.

Funk menyebutkan ada enam keterampilan proses dasar dan tiga

belas keterampilan proses terintegrasi.13 Menurut Harlen dan Rustaman

sepuluh keterampilan proses sains antara lain: 1) melakukan observasi, 2)

mengklasifikasi, 3) interpretasi, 4) prediksi/ meramalkan, 5) mengajukan

pertanyaan, 6) berhipotesis, 7) merencanakan percobaan, 8)

menggunakan alat dan bahan, 9) menerapkan konsep, dan 10)

berkomunikasi.14

Keterampilan proses sains yang satu memiliki hubungan dengan

keterampilan proses yang lain. Penggunaan salah satu keterampilan

proses akan mempengaruhi perkembangan keterampilan proses yang

lain. Hal ini dikemukakan oleh Funk yang menyatakan bahwa masing-

masing keterampilan proses saling bergantung satu sama lain.15 Adapun

penjelasan mengenai beberapa keterampilan proses sains siswa adalah

sebagai berikut :

a. Melakukan pengamatan (observasi)

Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam

proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta mengetahui hal

terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses

yang lain.16 Observasi atau pengamatan adalah salah satu

keterampilan ilmiah yang mendasar. Mengobservasi atau mengamati

tidak sama dengan melihat.17 Mengobservasi atau mengamati objek-

objek dan fenomena alam dengan pancaindera: penglihatan,

13

Ibid., h. 140 14

Rustaman, dkk., op. cit., h. 86-87 15 Dimyati dan Mudjiono, op. cit., hal. 141 16

Ibid., h. 142

(30)

pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/ pengecap. 18 Dalam

kegiatan ilmiah mengamati berarti menyeleksi fakta-fakta yang

relevan dan memadai dari hal-hal yang diamati.

b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

Kemampuan menginterpretasi atau menafsirkan data adalah salah

satu keterampilan penting yang umumnya dikuasai oleh para

ilmuan.19 Interpretasi meliputi keterampilan mencatat hasil

pengamatan dengan bentuk angka-angka, menghubung-hubungkan

hasil pengmatan, menemukan pola keteraturan dari satu seri

pengamatan hingga memperoleh kesimpulan. Sedangkan inferensi

adalah kesimpulan sementara terhadap data hasil observasi, bahkan.

merupakan penjelasan sederhana terhadap hasil observasi.20

c. Mengelompokkan (klasifikasi)

Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah

berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga

didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang

dimaksud.21 Dasar keterampilan mengklasifikasikan adalah

kemampuan mengidentifkasi perbedaan dan persamaan antara

berbagai obyek yang diamati. Termasuk jenis keterampilan ini adalah

menggolong-golongkan, membandingkan, mengkontraskan dan

mengurutkan. Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar

klasifikasi, misalnya menurut suatu ciri khusus, tujuan atau

kepentingan tertentu.22

Dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti

mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan,

membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.

18

Dimyati dan Mudjiono, loc. cit., h. 141 19

Conny, S., op. cit., h. 29 20

Zulfiani, dkk., op. cit., h. 53

21 Dimyati dan Mudjiono, op. cit., h. 143 22

(31)

d. Meramalkan (prediksi)

Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat

ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang.

Berdasarkan pemikiran pada pola atau kecenderungan tertentu atau

hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.23

Keterampilan meramalkan atau memprediksi mencakup keterampilan

mengajukan perkiraaan tentang sesuatu yang belum terjadi

berdasarkan suatu kecenderungan atau pola data yang sudah ada. Para

ilmuwa sering membuat ramalan atau prediksi berdasarkan hasil

observasi, pengukuran atau penelitian yang memperlihatkan

kecenderungan gejala tertentu.24

e. Berkomunikasi

Menginformasikan hasil pengamatan hasil prediksi atau hasil

percobaan kepada orang lain termasuk keterampilan berkomunikasi.

“The skill of communication must be included in the early stages of teaching and studying of science”.25 Mengkomunikasikan dapat

diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan

prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara

visual. Menginformasikan hasil pengamatan, hasil prediksi atau hasil

percobaan kepada orang lain termasuk keterampilan berkomunikasi.

Bentuk komunikasi bisa dalam bentuk lisan, tulisan, grafik, tabel,

diagram, atau gambar. Jenis komunikasi dapat berupa paparan

sistematik (laporan) atau transformasi parsial.

23

Dimyati dan Mudjiono, op. cit., h. 144 24

Conny S., op. cit., h. 31 25

(32)

f. Berhipotesis

Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan

untuk menyatakan “dugaan yang dianggap benar” mengenai adanya

suatu faktor yang terdapat dalam suatu situasi, maka akan ada akibat

tertentu yang dapat diduga akan timbul. Keterampilan menyusun

hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat pernyataan.26

Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel atau mengajukan

perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Bila prediksi, inferensi dan

interpreatsi didasarkan pada data atau pola data dan kecenderungan

dengan metode induktif, maka hipotesis didasarkan pada penemuan

suatu teori atau konsep dengan metode deduktif.

g. Merencanakan percobaan atau penyelidikan

Merencanakan penelitian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk

mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan direspon

dalam penelitian secara operasional. Kemungkinan dikontrolnya

variabel hipotesis yang diuji dan cara mengujinya, serta hasil yang

diharapkan dari penelitian yang akan dilaksanakan.27 Keterampilan

menentukan alat dan bahan yang diperlukan untuk menguji atau

menyelidiki sesuatu dan merencanakan percobaan dalam Lembar

Kerja Siswa (LKS) tidak dicantumkan secara khusus alat-alat dan

bahan yang diperlukan. Keterampilan ini membantu siswa dalam

memproses informasi yang diperoleh dari objek atau peristiwa

disekitarnya, membantu mendekati masalah secara umum dan

membantu siswa memikirkan kembali gagasannya. Dengan demikian

kemampuan siswa dalam mendekati masalah akan berkembang.

h. Menerapkan konsep atau prinsip

Keterampilan menggunakan kosenp-konsep yang telah dipahami

untuk menjelaskan peristiwa baru, menerapkan konsep yang dikuasai

(33)

pada situasi baru atau menerapkan rumus-rumus pada pemecahan

soal-soal baru. Keterampilan ini menjadi penunjang dalam

memantapkan dan mengembangkan konsep atau prinsip yang telah

dimiliki siswa, megembangkan kemampuan intelektual siswa dan

merangsang siswa untuk lebih banyak mempelajari Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA).

i. Mengujukan pertanyaan

Keterampilan ini merupakan keterampilan mendasar yang harus

dimiliki siswa sebelum mempelajari suatu masalah lebih lanjut.

Keterampilan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan apa yang ingin diketahuinya, baik yang bersifat

penyelidikan maupun yang tidak secara langsung bersifat

penyelidikan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mencerminkan

cara berfikir dan dapat pula dikatakan bahwa kualitas pertanyaan

yang diajukan menunjukan tinggi rendahnya tingkat berfikir siswa.

Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa,

mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis.

j. Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk

memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta,

konsep, dan prinsip yang diketahui.28 Keterampilan-keterampilan

proses yang dipaparan diatas menjadi kurang begitu bermakna bagi

hasil belajar siswa, terutama dalam hal penguasaan konsep apabila

tidak ditunjang dengan keterampilan menarik suatu generalisasi dari

serangkaian hasil kegiatan percobaan atau penyelidikan.

28

(34)

Berikut tabel keterampilan proses sains dan indikatornya menurut

[image:34.612.98.521.170.668.2]

Rustaman :29

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator

No. Keterampilan Proses Sains Indikator

1. Mengamati a. Menggunakan sebanyak mungkin

indera

b. Menggunakan atau mengumpulkan fakta relevan

2. Klasifikasi a. Mencatat setiap pengamatan secara

terpisah

b. Mencari perbedaan atau persamaan c. Mengkontraskan cirri-ciri

d. Membandingkan

e. Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan

f. Menghubugkan hasil-hasil pengamatan

3. Interpretasi a. Menghubungkan hasil-hasil

pengamatan

b. Menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan

c. Menarik kesimpulan

4. Prediksi a. Menggunakan pola-pola/ hasil

pengamatan

b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati

5. Mengajukan

Pertanyaan

a. Bertanya apa, bagaimana dan mengapa

b. Bertanya untuk meminta penjelasan c. Mengajukan pertanyaan yang

berlatar belakang hipotesis

6. Berhipotesis a. Mengetahui bahwa ada lebih dari

satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian

b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti

29

(35)

7. Merencanakan Percobaan

a. Menentukan alat, bahan dan sumber yang digunakan dalam penelitian b. Menentukan variabel atau faktor

penentu

c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat

d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja

8. Menggunakan

Alat dan Bahan

a. Menggunakan alat/bahan b. Mengetahui alasan mengapa

menggunakan alat/ bahan c. Mengetahui bagaimana

menggunakan alat/bahan

9. Menerapkan

Konsep

a. Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

b. Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

10. Berkomunikasi a. Mengubah bentuk penyajian

b. Memberikan data empiris hasil

percobaan dengan tabel/grafik/

diagram

c. Menyampaikan laporan sistematis d. Menjelaskan hasil percobaan e. Membaca grafik, tabel dan diagram f. Mendiskusikan hasil kegiatan

Keterampilan-keterampilan yang telah dipaparkan merupakan

keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Dengan

mengembangkan beberapa keterampilan tersebut, akan mengubah

pandangan bahwa kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat kepada guru

tetapi guru berperan sebagai fasilitator. Selain itu, evaluasi tidak lagi pada

kemampuan kognitif saja, melainkan pada keterampilan siswa yang

mendasari kemampuan intelektual yang harus dimiliki siswa.

Seperti telah dijelaskan diatas, dengan mengembangkan

keterampilan proses sains, siswa dituntut untuk mengembangkan

kemampuan mereka. Dengan demikian, siswa akan mampu menemukan

[image:35.612.158.517.107.597.2]
(36)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan-

keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan

fakta dan konsep serta dapat menumbuhkembangkan sikap serta nilai,

sehingga seluruh tindakan dalam proses belajar-mengajar seperti ini akan

menciptakan kondisi belajar siswa aktif, dan itulah tujuan dari pendekatan

keterampilan proses.

2. Model Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan Masalah)

Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu

bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada pembelajaran

kontruktivisme. Pada pembelajran problem solving aktivitasnya

bertumpu kepada masalah dengan penyelesainnya dilandaskan atas

konsep-konsep atau konsep dasar bidang ilmu.

Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Menurut

Jhon Dewey, “masalah adalah sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang

belum pasti.”30 Sedangkan menurut Vessen “suatu masalah adalah

ketidaksamaan antara dua pertanyaan atau lebih yang disampaikan

kepada siswa pada waktu proses belajar mengajar berlangsung.”31

Kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah pada dasarnya

merupakan tujuan utama proses pendidikan.32

Pemecahan masalah adalah keterampilan kognitif tingkat tinggi

yang menuntut banyak kemampuan, sehingga membutuhkan banyak

usaha dari siswa sendiri untuk berlatih, berkreativitas, berfikir lateral

serta pengetahuan formal.33 Menurut Anthony J. Nitko dan Susan M. B

h. 121 30

Mulyati Arifin, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung: UPI, 2000) h. 95 31

Ibid., h. 97

32 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011) 33 Liberato Cardellini, Fostering Creative Problem Solving In Chemistry Through Group

(37)

yang disebut dengan “problem solving adalah pemecahan masalah yang

menggunakan satu atau lebih proses pemikiran yang tinggi.”34

Dalam problem solving, pembelajaran tidak terlepas dari adanya

suatu masalah. Masalah dapat diartikan sebagai “a situasion where at

present the answer or goal is not known”35. Menurut Koschmann, Myers, Feltovich, dan Barrows dalam Rosbiono masalah yang layak di

angkat sebagai landasan pembelajaran harus memiliki 5 kriteria, yaitu:

(1) memerlukan banyak informasi, (2) tidak memerlukan waktu

penyesuaian terlalu lama, (3) bersifat fleksibel dalam penyediaan sarana

sumber penyelesaian, (4) membuka peluang untuk diperbaiki atau

dikembangkan, dan (5) mengintegrasikan antara tuntutan keterampilan

pemecahan masalah dan belajar konten.36

Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan yang tidak hanya

membutuhkan informasi dari bidang subjek saja tetapi juga

menggunakan metode yang tepat. Pemecahan masalah, minat

keingintahuan dan rasa penasaran adalah elemen dasar yang

mempermudah pembelajaran. Problem solving mengembangkan

kemampuan untuk menggunakan informasi teoritis dalam kehidupan

sehari-hari seperti memecahkan masalah yang mereka hadapi,

membimbing mereka untuk belajar, dan meningkatkan minat mereka.37

Pemecahan masalah berarti untuk menemukan atau menciptkan

solusi baru untuk masalah atau untuk meerapkan aturan baru yang harus

dipelajari. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-

34

Anthony J. Nitko dan Susan M. B, “Educational Assessment Of Student”, Chapter Eleven, p. 231

35

Colin Wood. The development of creative problem solving in chemistry. (2006), p. 98 36 Rosbiono, M., Teori Problem Solving Untuk Sains. Materi Diklat TOT Bidang Olimpiade Matematika Dan Sains. 2007, h. 8

37 Elvan dkk, Effect Of Problem Solving Method On Science Process Skills And

(38)

benar bermakna.38 Dengan belajar menemukan solusi masalah dapat

membangkitkan keingintahuan, memberi motivasi untuk bekerja keras

terus sampai menemukan jawaban-jawaban.

Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk

menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam

upaya mengatasi situasi baru. Bila para siswa memecahkan suatu

masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, mereka terlibat dalam

perilaku berfikir. Dengan mencapai pemecahan suatu masalah secara

nyata, para siswa juga berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu

yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang

memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam

berfikir.39 Menurut Jhon Dewey belajar memecahkan masalah itu

berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila ia

dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan

adanya semacam kesulitan.40

Problem solving sebagai suatu keterampilan (skills) dimaknai

keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam memecahkan

permasalahan seperti keterampilan menyusun prosedur kerja, melakukan

eksperimen, mengoperasikan peralatan, mengobservasi, mengolah data

dalam bentuk verbal, grafik, tabel, menyimpulkan dan mengabstraksi

temuan.41 Dalam hal ini motivasi dan aspek sikap usaha, keyakinan,

kecemasan, persistensi dan pengetahuan tentang diri adalah sesuatu yang

sangat penting dalam pemecahan masalah.42

Mayer mengungkapkan bahwa terdapat tiga karakteristik

pemecahan masalah, yaitu : (1) pemecahan masalah merupakan aktivitas

38

Ratna Willis Dahar, op. cit., h. 79 39

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-7, h. 52

40

Syaiful Bahri Djamarah, Stratgei Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet ke-3, h. 18

(39)

kognitif, tetapi dipengaruhi oleh perilaku, (2) hasil-hasil pemecahan

masalah dapat dilihat dari tindakan atau perilaku dalam mencari

pemecahan, dan (3) pemecahan masalah adalah merupakan suatu proses

tindakan manipulasi dari pengetahuan masalah adalah merupakan suatu

proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang telah dimilki

sebelumnya. 43

Jhon Dewey seorang ahli pendidikan dari Amerika menjelaskan

ada enam tahapan bentuk penerapan model pembelajaran problem

solving, yaitu : (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis masalah, (3)

merumuskan hipotesis, (4) menggumpulkan data, (5) pengujian hipotesis,

(6) merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.44

Struktur utama pembelajaran problem solving menurut Mothes

terdiri atas: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan pemantapan.

Struktur pembelajaran pemecahan masalah menurut Mothes terdiri dari

delapan tahap pembelajaran, yaitu (1) tahapan motivasi, (2) tahapan

penjabaran masalah, (3) tahap penyusunan opini, (4) tahap perencanaan

dan kontruksi, (5) tahap percobaan, (6) tahap kesimpulan, (7) tahap

abstraksi, dan (8) tahap konsolidasi pengetahuan melalui aplikasi dan

praktek.45 Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah,

yaitu identifikasi permasalahan, representasi permasalahan, perencanaan

pemecahan, mengimplementasikan perencanaan, menilai perencanaan,

menilai hasil pemecahan.46

Salah satu model problem solving yang di kembangkan oleh

Bransford dikenal dengan model problem solving IDEAL. Pemecahan

masalah IDEAL terdiri dari lima tahap pembelajaran, yaitu Identify the

problem, Define the problem through thinking about it and sorting out

the relevant inforation, Explore solutions through looking at alternatives,

43

Ibid., h. 87

44 Wina Sanjaya, op. cit., h. 217 45

(40)

brainstorming, and checking out different ponits of view, Act on the

strategy, Look back and evaluate the effect.47 Berikut adalah penjabaran

langkah-langkah model pembelajaran problem solving IDEAL.48

a. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari strategi ini. dalam

tahap ini guru membimbing siswa untuk memahami aspek-aspek

permasalahan, seperti membantu untuk mengembangkan/

menganalisis permasalahan, mengajukan pertanyaan, mengkaji

hubungan antar data, memetakan masalah, mengembangkan

hipotesis-hipotesis.

b. Mendefinisikan masalah

Dalam tahap ini kegiatan guru meliputi membantu dan membimbing

siswa, melihat hal/ data/ variabel yang sudah diketahui dan hal yang

belum diketahui, mencari berbagai informasi, menyaring berbagai

informasi yang ada dan akhirnya merumuskan permasalahan.

c. Mencari solusi

Dalam tahap ini kegiatan guru membantu dan membimbing siswa

mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, melakukan

brainstorming, melihat alternatif pemecahan masalah dari berbagai

sudut pandang dan akhirnya memilih satu alternatif pemecahan

masalah yang paling tepat.

d. Melaksanakan strategi

Melakukan langkah-langkah pemecahan masalah sesuai dengan

alternatif yang telah dipilih. Dalam tahap ini siswa dibimbing secara

tahap demi tahap dalam melakukan pemecahan masalah.

47

(41)

e. Mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh

Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membimbing siswa melihat/

mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah yang telah

dilakukan, apakah sudah benar, sudah sempurna, atau sudah lengkap.

Disamping itu, siswa juga dibimbing untuk melihat pengaruh strategi

yang digunakan dalam pemecahan masalah.

Pada kurun waktu ini, model problem solving di kategorikan

masih general dalam arti membelajarkan problem solving sebagai

keterampilan berfikir masih bebas konten, tidak diintegrasikan dengan

kurikulum ataupun lingkungan kerja.

Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Solving memiliki

beberapa keunggulan diantaranya adalah :49

a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup

bagus untuk memahami isi pelajaran.

b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan

siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan

baru bagi siswa.

c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas

pembelajaran siswa.

d. Pemecahan maslah (problem solving) dapat membantu siswa

bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami

masalah dalam kehidupan nyata.

e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa

mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam

pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan

masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri

baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

49

(42)

f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan

kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan

cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan

hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan

dan disukai siswa.

h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan

kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan

kemampuan mereka untuk menyelesaikan dengan pengetahuan baru.

i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan

pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki

dalam dunia nyata.

j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat

siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada

pendidikan formal telah berakhir.

Di samping keunggulan, di dalam sumber yang sama model

problem solving juga memiliki kelemahan diantaranya adalah:50

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,

maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving

membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan

masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa

yang mereka ingin pelajari.

50

(43)

3. Keterkaitan Antara KPS dan Pembelajaran Model Problem Solving

Salah satu peranan model problem solving dalam pembelajaran

kimia adalah sebagai suatu keterampilan, dimana keterampilan-

keterampilan itu merupakan keterampilan dasar yang diperlukan dalam

memecahkan permasalahan, seperti keterampilan mengemukakan

hipotesis, merencanakan penelitian, melakukan eksperimen,

mengoperasikan alat, mengamati, menyimpulkan, dan sebagainya.

Ketermpilan-keterampilan tersebut merupakan bagian dari KPS, dimana

KPS meliputi keterampilan mengamati, meramalkan, menerapkan

konsep, merencanakan penelitian, meggunakan alat dan bahan,

menafsirkan pengamatan, mengkomunikasikan hasil penelitian dan

mengajukan pertanyaan. Hal ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran

model problem solving dapat dikembangkan keterampilan proses sains

siswa yang merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembelajaran

kimia.

Keterakitan antara KPS dengan pembelajaran model problem

solving IDEAL menurut Bransford yang dilaksanakan dalam lima

[image:43.612.87.525.121.669.2]

tahapan pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Hubungan Setiap Aspek KPS dengan Tahapan Model Problem

Solving

Aspek KPS yang dapat

dikembangkan Tahapan Model Probem Solving

1. Mengajukan pertanyaan 2. Menyusun hipotesis

1. Identifikasi masalah

3. Meramalkan 4. Menerapkan konsep

2. Mendefnisikan masalah

5. Merencanakan percobaan 3. Mencari solusi

6. Menggunakan alat dan bahan 7. Observasi

8. Mengklasifikasikan 9. Interpretasi

4. Melaksanakan strategi

10. Mengkomunikasikan 5. Mengkaji kembali dan

(44)

Tahap awal pada pembelajaran model problem solving IDEAL

menurut Bransford adalah tahap identifikasi masalah. Tahap ini bertujuan

untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan

antusiasme siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Salah satu cara

yang dapat digunakan pada tahap ini adalah dengan menyajikan

fenomena alam yang terjadi disekitar siswa, yang dapat menimbulkan

permasalahan yang menuntut siswa untuk mengetahui jawabannya.

Ketika siswa ingin menemukan jawaban dari permasalahan tersebut

maka siswa akan mengajukan pertanyaan guna mencari jawaban dari

permasalahannya. Ketika siswa mengajukan pertanyaan maka

menggunakan salah satu keterampilan dalam KPS, yaitu keterampilan

mengajukan pertanyaan.

Permasalahan yang ditemukan siswa pada tahap sebelumnya

mungkin saja masih bersifat umum sehingga pada tahap identifikasi

masalah, cakupan permasalahan tersebut dipersempit dengan melakukan

pengkajian hubungan antar data dan melakukan pemetaan permasalahan

sehingga siswa diharapkan dapat menemukan fokus permasalahan yang

akan di bahas. Tujuan dari tahap ini adalah merumuskan suatu

pertanyaan ilmiah. Pertanyaan ilmiah merupakan salah satu aspek dari

KPS, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang

hipotesis. Setelah fokus permasalahan diketahui maka siswa

mengemukakan hipotesis atau dugaan-dugaan untuk menyelasaikan

permasalahan. Membuat hipotesis ini merupakan salah satu dari aspek

KPS, yaitu keterampilan me

Gambar

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator ...................................
Gambar 2.1  Bagan Kerangka Berfikir ..........................................................
Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator
tabel/grafik/
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan yang dilakukan adalah pengembangan media pembelajaran berupa LKS berbasis keterampilan generik sains pada materi laju reaksi untuk SMA sesuai dengan standar isi

Penelitian lainnya yang mengkaji tentang penerapan pembelajaran model problem solving dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah hasil penelitian Utari (2012),

Rata-rata nilai n-Gain kemampuan berpikir lancar siswa pada materi laju reaksi yang diterapkan model pembelajaran problem solving lebih tinggi dari pada rata- rata nilai n-Gain

PENGUASAAN KONSEP PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI.. MENGGUNAKAN MODEL

Hasil analisis data menunjukkan Buku Siswa terintegrasi keterampilan literasi sains materi laju reaksi dinyatakan valid dengan persentase kevalidan sebesar 83,49%,

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi melalui aktivitas laboratorium untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik telah dilakukan

Penelitian tersebut yaitu penelitian Desi Permata Sari (2015) tentang pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap hasil belajar siswa pada materi laju

Hal ini sesuai dengan penelitian Luthfa (2014) yang menyatakan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas