• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR SMAN 4 SUNGAI RAYA PADA MATERI LAJU REAKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MODEL PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR SMAN 4 SUNGAI RAYA PADA MATERI LAJU REAKSI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR

SMAN 4 SUNGAI RAYA PADA MATERI LAJU REAKSI

Singgih Mahasin, Husna Amalya Melati, Lukman Hadi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak

Email: singgihmahasin00@gmail.com

Abstract

The purposes of this research were to determine whether there was a significant difference of achievement between student who taught using problem solving learning and conventional model, and to determine effect size of problem solving learning model towards learning outcomes. The form the research was intact group comparison type at pre-exprimental design. The sampels were chosen based on the purposive sampling technique. The XI science classe of SMAN 4 Sungai Raya had divided intotwo groups which are exprimen and control classes based on thermochemistry score. The tools of data collection on this research were achievement test and interview guideline. According to data analysis on postttest used T test, the probability was asymp.sig 0,0000 (0,000 < 0,05) which meant there was a significant different of achievement between students who thought a problem solving learning and conventional model. According to the calculation using cohens formula, the effect size of problem solving learning model towards learning outcomes was 1,6 which meant categorized as excellent.

Keywords: Problem solving, learning outcomes, reaction rate

PENDAHULUAN

Pembelajaran adalah suatu sistem yang dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya suatu proses belajar siswa (Firdaus, 2012). Ada tujuh komponen dalam pembelajaran di mana satu dengan yang lain saling terintegrasi, yaitu tujuan pendidikan dan pengajaran, peserta didik atau siswa, tenaga pendidikan khususnya guru, perencanaan pengajaran sebagai segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media pengajaran, evaluasi pengajaran (Hamalik, 2005). Satu diantara tujuh

komponen tersebut yang sangat penting adalah strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran sangat penting karena sebagai penentu ketertarikan siswa untuk mengikuti suatu pembelajaran di kelas.

Proses pembelajaran yang pertama dilakukan oleh guru kimia adalah mengerahkan

(2)

2 berbagai masalah dan dapat mencari pemecahan masalah atau solusi dalam kehidupan mereka. Proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah yang berpusat kepada guru. Pada proses pembelajaran ini siswa cenderung hanya bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh guru, tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dikelas saat pembelajaran, guru menggunakan metode ceramah saat proses pembelajaran berlangsung. Guru berusaha mengaktifkan siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya namun hanya sedikit siswa yang bertanya. Kemudian guru menjelaskan contoh soal namun siswa kurang memperhatikan. Sehingga pada saat diberikan latihan soal, siswa kesulitan mengerjakan soal tersebut karena masih belum paham konsep dan contoh soal yang sudah diberikan. Hal ini membuat sebagian besar siswa kesulitan dalam mengerjakan soal. Kesulitan siswa khususnya pada soal perhitungan, siswa bingung untuk memulai langkah pertama yang harus dilakukan dalam penyelesaian soal, sehingga siswa akhirnya meninggalkan soal tersebut dan tidak ingin mengerjakannya.

Kesulitan siswa tersebut dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang rendah pada materi stoikiometri. Stoikiometri memiliki karakteristik sama dengan laju reaksi yaitu terdapat konsep dan perhitungan yang diperlukan tahapan-tahapan secara sistematis dalam pengerjaannya. Rendahnya hasil belajar siswaSelain itu, kesulitan siswa akibat pembelajaran hanya dengan metode ceramah ini juga dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar siswa pada materi laju reaksi yang menunjukkan bahwa 100% siswa tidak tuntas mencapai nilai KKM yang telah ditentukan yaitu 75. Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara dengan guru kimia pada tanggal 2 januari 2016, bahwa siswa masih kesulitan dalam menentukan orde reaksi yakni pada saat perhitungan pangkat dan saat

mengkonversikan waktu ke laju reaksi pada tabel soal yang diberikan

Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 4 Sunga Raya, diperoleh informasi bahwa metode pembelajaran yang pernah dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran meliputi ceramah, tanya jawab dan diskusi. Guru mengatakan lebih sering menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi karena lebih mudah dilakukan dan lebih efektif dari segi penggunaan waktu. Berdasarkan hasil wawancara guru kimia serta observasi kelas pada proses pembelajaran kimia, dapat disimpulkan bahwa, proses pembelajaran yang diterapkan guru kimia di SMA Negeri 4 Sungai Raya masih berpusat pada guru sehingga diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan pembelajaran kimia di SMA Negeri 4 Sungai Raya.

(3)

3 dilaksanakan. Dengan adanya langkah-langkah penyelesaian masalah atau soal, siswa dapat menyelesaikan masalah secara terarah dan siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam memulai pengerjaan soal (Polya, 2002)

Beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving yang memberikan hasil positif yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Asikin (2010), telah dibuktikan bahwa penerapan model problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi matamatika. Hasil penelitian Desi Permata Sari (2014) menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran model problem solving dapat meningkatkan prestasi siswa dari 35% menjadi 68% pada materi laju reaksi.

METODE PENELITIAN

Bentuk penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan model pre-experimental design. Menurut Sugioyono (2013), pre-experimental design merupakan variabel dependen bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen, hal ini terjadi karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Intact Grup Comparison dengan pola sebagai berikut.

Tabel 1 Desain Penelitian Intact Group Comparison Design

Treatment Posttest

X O1

O2

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 4 sungai raya tahun ajaran 2016/2017. Jumlah siswa 28 orang yang dibagi dua kelompok yakni 14 siswa masuk ke kelas kontrol dan 14 siswa masuk ke kelas eksprimen. Pembagian kelas ini berdasarkan hasil ulangan harian siswa pada materi termokimia dan di uji dengan uji levene untuk melihat penyebaran sampel telah homogeny (sama) atau heterogen (tidak sama). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis (postest) berbentuk essay sebanyak 3 soal. Instrumen penelitian berupa Rancangan Perencanaan Pembelajaran (RPP), dan soal tes yang telah divalidasi oleh satu orang dosen Pendidikan Kimia dan satu orang guru Kimia SMAN 4 sungai raya dengan hasil validasi bahwa instrumen yang digunakan valid. Berdasarkan hasil uji coba soal yang dilakukan di SMAN 4 sungai raya diperoleh keterangan bahwa tingkat reliabilitas soal yang disusun

tergolong sedang dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,59.

Hasil posttest dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut: pemberian skor sesuai dengan pedoman penskoran, uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk, pada soal posttest diperoleh data berdistribusi normal sehingga dilakukan uji T. Sedangkan hasil posttest berdistribusi normal sehingga dilakukan uji T dan dilanjutkan dengan menghitung Effect Size. Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap,yaitu: 1) Tahap persiapan, 2) Tahap pelaksanaan penelitian, 3) Tahap penyusunan laporan akhir (skripsi).

Tahap Persiapan

(4)

4 hasil analisis masalah dan studi literature atau kajian pustaka. (3) Persiapan penelitian yaitu:(a)Penyusun perangkat penelitian dan instrument penelitian.(b)Melakukan validasi perangkat penelitian dan instrumen penelitian kepada satu orang dosen pendidikan kimia dan satu orang guru kimia.(c)Merevisi perangkat penelitian dan istrumen penelitian berdasarkan hasil validasi.(d) Melakukan uji coba soal tesyang telah divalidasi.(e) Menganalisis hasil uji coba soal tes.(f) Mengukur realibilitas terhadap data hasil uji coba instrumen soal tes.(g) Menentukan kelas ekperimen dan kelas control. (h) Menentukan jadwal penelitian yang disesuaikan dengan jadwal pelajaran kimia di sekolah.

Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaanantara lain: (1) Memberikan perlakuan yaitu: (a) Pengguunaan model Problem Solving pada kelas ekperimen. (b) Penggunaan model konvesional pada kelas control. (2) Memberi soal posttest pada masing –

masing kelas untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa didalam kelas pada materi laju reaksi.

Tahap Akhir

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap akhirantara lain: (1) Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. (2) Membahas dan menyimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan dalam penelitian ini. (3) penyusun laporan penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Kelas kontrol dan eksprimen Pada penelitian ini yang menjadi kelas kontrol berjumlah siswa sebanyak 14 orang siswa. Pada proses pembelajaran dan pemberian soal posttest seluruh siswa mengikuti. Karena keseluruhan siswa mengikuti maka data yang diolah sebanyak 14 orang siswa. Adapun data hasil belajar siswa kelas kontrol dapat di lihat pada Tabel 1

Tabel 2

Perbedaan Hasil Belajar Siswa antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksprimen

kelas kontrol Eksprimen

Jumlah Siswa 14 13

Nilai Tertinggi 73 82

Nilai Terendah 15 42

Rata – Rata 36,64 65,62 Jumlah tuntas 0 siswa 7 siswa

Pada penelitian ini yang menjadi kelas eksprimen berjumlah siswa sebanyak 14 orang siswa. Pada proses pembelajaran dan pemberian soal posttest seluruh siswa mengikuti. Karena ada 1 siswa tidak mengikuti pembelajaran maka keseluruhan siswa yang diolah sebanyak 13 orang siswa. Pada tabel 2 menunjukkan perbedaan pemahaman tiap indikator kelas eksprimen dan kelas kontrol dilihat dari indikator soal

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang diajarkan pada materi laju reaksi antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol, maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan program SPSS 19,0 for windows dengan uji-uji sebagai berikut:

a. Uji Homogenitas

(5)

5 yang homogen (merata) atau tidak, sehingga dapat ditentukan jenis statistik yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis, maka jenis statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah uji levene. data diuji

menggunakan uji levene dengan bantuan SPSS 19,0 for windows dapat dilihat pada table 3

Tabel 3

Hasil Uji Homogenitas Skor

Postest Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Tabel 3 menunjukkan hasil uji Homogenitas dengan menggunakan uji levene dengan bantuan SPSS 19,0 for windows terhadap hasil ulangan materi termokimia dalam membagi kelas kontrol dan kelas eksperimen dan di dapat hasil 0,078 Hasil tersebut memiliki signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 (≥ 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran siswa antara kelas control dan kelas eksprimen adalah sama (homogen)

b. Uji Normalitas terhadap hasil belajar Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data apakah data berasal dari sampel yang berdistribusi normal atau tidak, sehingga

dapat ditentukan jenis statistik yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Apabila data terdistribusi normal, maka jenis statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah statistik parametrik, sedangkan apabila data tidak terdistribusi normal maka jenis statistik yang digunakan adalah statistik nonparametrik

Kenormalan data diuji menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan bantuan SPSS 19,0 for

windows. Langkah-langkah pengujian

kenormalan data dengan uji Shapiro-Wilk. Hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan bantuan SPSS 19,0 for windows dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tests of Normality

kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

nilai eksprimen ,220 13 ,086 ,846 13 ,25

kontrol ,277 14 ,005 ,851 14 ,23

Tabel 4 menunjukkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan bantuan SPSS 19,0 for windows terhadap skor postest kelas kontrol dan kelas eksperimen adaah 0,23 dan 0,25. Hasil tersebut memiliki signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 (≥

0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa skor posttest kelas kontrol dan kelas ekperimen berdistribusi normal. Dengan demikian, pengolahan data berikutnya menggunakan uji statistik parametrik (uji T).

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic df1 df2 Sig.

(6)

6 c. Uji Hipotesis terhadap hasil belajar

Uji hipotesis untuk skor posttest dilakukan dengan uji T dengan bantuan SPSS 19,0 for

windows. Hipotesis untuk skor posttest ini adalah:

Ha : terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas kontrol dan siswa kelas eksperimen

Ho : tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas kontrol dan siswa kelas eksperimen

Hasil uji T pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari

0,05 atau sebesar 0,000 sehingga Ha diterima, dan Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa kelas kontrol dan siswa kelas eksperimen.

Tabel 5

Hasil Uji TTerhadap SkorHasil Belajar Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Levene’s test for Equaliy of

Variances

T-test for Equality of Means

F Sig t Df

Sig.(2-tailed)

Mean Difference

Std error Difference

95% Confiedence Interval of the

Difference Lower Upper

Nilai Equal Variances assumend

.754 .393 4.207 25 .000 28.77754 6.77754 14.55238 42.46959

Equal variances

no assumed

4.242 24.497 .000 28.51099 6.67069 14.65504 42.36694

Pengaruh Model Problem Solving

Besar pengaruh penggunaan model Problem Solving terhadap hasil belajar siswa pada materi laju reaksi dapat diketahui dengan menggunakan rumus effect size cohen. Pada hasil belajar, diketahui rata-rata skor posttest kelas eksperimen 65,62, sedangkan rata-rata skor posttest kelas kontrol 36,64 dengan standar deviasi posttest kelas eksprimen sebesar 15,73 sedangkan kelas kontrol sebesar 19,34. Berdasarkan hasil perhitungan didapat harga effect size menggunakan rumus cohen sebesar 1,6.

(7)

7 d = 𝑋𝑒−𝑋𝑘

√𝑆𝐷𝑒2+ 𝑆𝐷𝑘22

d = 65,15−36,64

√15,482+ 19,3422

= 1,6

Keterangan : d = effect size

Xe= Mean eksprimen Xk= Mean kontrol

SDe= Standar Deviasi eksprimen SDk= Standar Deviasi kontrol

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 10 Oktober 2016 sampai tanggal 14 Oktober 2016 pada kelas XI SMA Negeri 4 Sungai Raya. Adapun kelas XI dibagi menjadi 2 yaitu kelas eksperimen yang diajar menggunakan model pembelajaran problem solving dan kelas kontrol yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

Tabel 5

Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas dalam Pemahaman Tiap Indikator pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksprimen

Indikator Soal

Persentase ketuntasan % Kelas Kontrol Kelas Eksprimen 1. Menentukan laju reaksi dari suatu reaksi

berdasarkan perubahan konsentrasi zat tersebut.

81 98

2. Menentukan laju reaksi perubahan laju reaksi pada satuan waktu.

33 51

3. Menentukan laju pembentukan zat produk melalu laju reaksi.

42 54

4. Menentukan orde reaksi berdasarkan data percobaan.

59 97

5. Menentukan persamaan laju reaksi. 38 85

6. Menentukan orde reaksi total 69 100

7. Menentukan konstanta laju reaksi (k) berdasarkan persamaan laju reaksi.

35 56

8. Menentukan laju reaksi dengan harga konsentrasi yang diketahui

10 23

Penelitian yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebanyak 1 kali pertemuan dengan alokasi waktu pertemuan 2 jam pembelajaran yaitu 2x40 menit

(8)

8 diajar menggunakan pembelajaran konvensional, (2) menentukan besar pengaruh model

pembelajaran problem solving terhadap hasil belajar siswa pada materi laju reaksi.

Fakta di lapangan yang ditemukan oleh peneliti juga menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan model konvensional. Hal ini terbukti dari perbedaan capaian hasil belajar pada setiap indikator soal yang diberikan kepada siswa yang dapat dilihat pada table 2. Perbedaan yang paling terlihat adalah pada indikator 2,3,5,7 dan 8. Pada indikator 2 dan 3 terlihat perbedaan hasil belajar yaitu pada kelas control 33% dan 42 % sedangkan pada kelas eksprimen 51% dan 54%. Berdasarkan hasil analisis jawaban siswa pada kelas control mengalami kesulitan pada penyetaraan reaksi sehingga pada jawaban selanjutnya mengalami kesalahan. Sedangkan pada kelas eksprimen sudah bisa melakukan penyetaraan reaksi dikarenakan pada tahapan problem solving siswa diajarkan tahapan – tahapa pengerjaan yang sistematis. Pada indikator 5 terlihat perbedan hasil belajar yaitu pada kelas control 38% dan kelas ekprimen 85%. Berdasarkan hasil analisis jawaban soal siswa pada kelas kontrol kurang memahami senyawa yang akan dimasukkan kedalam rumus. Pada indikator 7 dan 8 terlihat perbedan hasil belajar yaitu pada kelas control 25% dan 10% sedangkan kelas ekprimen 56% dan 23%. Berdasarkan hasil analisis jawaban soal siswa kurang teliti dalam perhitungan.

Perbedaan hasil ketercapaian hasil belajar yang diperoleh dengan model problem solving dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh prosedur pembelajaran yang telah dilaksanakan. Perbedaan tersebut ternyata sesuai dengan teori yang ada, yaitu menurut Polya: 2002 bahwa pada pembelajaran problem solving siswa lebih banyak terlibat dalam pembelajaran yaitu lebih banyak memperhatikan dan mengajukan pertanyaan karena pada model problem solving ditekankan terus – menerus oleh guru untuk

dapat memecahkan masalah secara sistematis. Tahapan tersebut yaitu siswa diajak untuk memahami masalah yang ada dari soal, kemudian siswa diajak untuk menyusun rencana penyelesaian dalam mengerjakan soal, kemudian siswa melaksanakan rancangan penyelesaian dan ditahap akhir siswa diajak untuk memeriksa kembali penyelesaian soal yang telah dilakukan. Langkah tersebut menunjukkan dalam pembelajaran siswa lebih banyak terlibat dalam setiap tahapan problem solving yang telah dilaksanakan sehingga meminimalisir kesalahan – kesalahan siswa dalam pengerjaan soal. Sedangkan dalam model konvensional merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana guru sebagai pemberi informasi. Dalam penerapan model pembelajaran konvensional, guru juga harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa langkah demi langkah, karena peran guru dalam pembelajaran sangat dominan. Hal ini menyebabkan aktivitas siswa menjadi terbatas dan mengakibatkan siswa tidak mampu meningkatkan prestasi belajarnya secara maksimal.

Siswa menyelesaikan soal, sebagian besar dari mereka sudah menuliskan yang diketahui dan ditanyakan dari soal. Dalam soal perhitungan, ada beberapa siswa yang tidak teliti dalam menghitung. Sedangkan pada soal konsep, sebagian besar siswa keliru dalam menuliskan reaksi penyetaraan. Dari hasil wawancara terungkap berbagai alasan siswa tidak tuntas, diantaranya bingung dan lupa cara pengerjaannya, tidak menguasai konsep kimia pada materi sebelumnya seperti penyetaraan.

(9)

9 pembelajaran problem solving dan yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional dengan harga effect size (ES) sebesar 1,6. Ini artinya model pembelajaran problem solving memberikan kontribusi tinggi terhadap hasil belajar. Keberhasilan menggunakan model pembelajaran problem solving juga dibuktikan oleh Ahmad Asikin (2010) dimana pembelajaran problem solving berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.

Kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki berbagai macam perbedaan baik dalam proses pembelajarannya maupun pada hasil belajar siswa. Adapun kelas eksperimen selama proses pengerjaan latihan soal siswa sangat antusias yang ditandai ketika guru berkeliling untuk mengecek kerjaan siswa, siswa banyak yang bertanya dan menunjukkan hasil kerjaan mereka pada guru. Sedangkan pada kelas kontrol siswa yang bertanya yaitu siswa yang sama dengan siswa yang bertanya sebelumnya. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa kelas eksperimen berlomba-lomba untuk maju ke depan menuliskan hasil kerjaan mereka. Sedangkan pada kelas kontrol siswa harus ditunjuk terlebih dahulu untuk menuliskan kerjaan mereka.

Interaksi antara guru dan siswa kelas eksperimen lebih besar dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen yang menggunakan model problem solving, kesempatan siswa untuk bertanya lebih besar karena kegiatan pembelajaran tidak didominasi oleh guru, selain itu siswa juga tampak aktif karena siswa secara individu maupun kelompok dibimbing untuk memahami masalah hingga menyelesaikannya dengan baik serta sistematis.

Pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran yang disampaikan guru terlihat ketika guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan pembelajaran. Pada kelas eksperimen saat guru menyuruh siswa untuk membuat kesimpulan di akhir pembelajaran, siswa tersebut dapat menyebutkan dengan lancer tahapan-tahapan untuk menyelesaikan masalah

pada materi ini menandakan siswa memahami isi materi pelajaran yang disampaikan guru. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sanjaya (2009) bahwa model problem solving merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi pelajaran.

Hasil belajar pada kelas eksperimen yang lebih tinggi dari kelas kontrol ini tentunya tidak terlepas dari perbedaan model pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelas, di mana pada kelas kontrol menggunakan model konvensional sedangkan pada kelas eksperimen menggunakan model problem solving. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Desi Permata Sari (2014) yang menunjukkan hasil positif dengan model problem solving sehingga terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving pada pembelajaran kimia materi laju reaksi terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4 Sungai Raya dengan peningkatan 94,5%.

(10)

10 menantang siswa untuk menemukan sendiri pemecahan masalah tersebut dan setelah siswa menemukan solusi pemecahan masalah tersebut, siswa akan merasa bangga dan berusaha mencoba lagi permasalahan-permasalahan yang lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh model problem solving terhadap hasil belajar siswa pada materi laju reaksi di SMA Negeri 4 sungai raya, maka dapat disimpulkam sebagai berikut : (1) Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model problem solving dengan siswa yang diajaran dengan metode konvensional biasa pada materi laju reaksi di SMA Negeri 4 sungai raya. (2) Pembelajaran Problem solving memberikan pengaruh sebesar 94,5% terhadap hasil belajar siswa.

Saran

Saran yang dapat disampaikan peneliti adalah: (1) Diharapkan guru dapat menggunakannya sebagai alternatif model pembelajaran kimia di sekolah karena hasil belajarnya lebih tinggi serta guru perlu mencermati mengenai alokasi waktu yang digunakan sehingga sesuai dengan rencana pelaksanaan dan tujuan pembelajaran.(2) Untuk peneliti lainnya, dapat untuk membuat riset pada materi lain selain laju reaksi dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.

DAFTAR RUJUKAN

Asikin, Ahmad. 2010. Implementasi Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Melalui Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 1 Watumalang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.

Firdaus, T. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe True or False untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Hidrokarbon di Kelas X SMA Negeri 6 Pekanbaru. Jurnal Pendidikan Kimia Vol 1: 6.

Gagne, R. M.(1970). The Conditins of Learning. (2nd ed).New York: Holt,Rinehart and Winston.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Polya. 2002. Metode Pembelajaran Problem

Solving.

http://edutaka.blogspot.co.id/2015/03/meto de-pembelajaran-problem-solving.html diakses tanggal 12 Februari 2016.

Sanjaya, wina.2009. strategi pembelajaran berorieantasi standar proses pendidikan. Prenada : Jakarta.

Sari, D P.2014. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Luwes pada Materi Laju Reaksi. Vol 3,No3(2014).

Gambar

Tabel 1 Desain Penelitian Intact Group Comparison Design
Tabel 2
Tabel 5
Tabel 5

Referensi

Dokumen terkait

(5) Guru pemula yang berstatus bukan PNS, yang telah menyelesaikan program induksi dengan nilai kinerja paling kurang kategori baik, yang dibuktikan dengan sertifikat

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata

Secara umum indikasi klinis terapi oksigen diberikan pada pasien yang menderita ketidakadekuatan oksigenasi jaringan yang terjadi akibat sumbatan jalan nafas,

Hasil audit berupa nilai performansi penerapan teknologi informasi dalam skala Maturity Models dan Tingkat Kecukupan Kontrol sebagai rekomendasi perbaikan yang

Alat ini terdiri dari sensor konduktivitas untuk mendeteksi Air melalui sifat konduktivitas air pada tangki bahan bakar, Mikrokontroller ATMega 8 sebagai kontroler, LCD

Sempitnya lahan, terbatasnya kesempatan kerja non pertanian, pendapatan yang rendah di daerah asal, variasi jenis pekerjaan di daerah tujuan, pendapatan yang tinggi, serta

Adapun pelaksanaan pendidikan karakter dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, hanya

Saat itu, Machiavelli telah menggunakan istilah la stato, yang berasal dari istilah latin status, yang menunjuk pada ada dan berjalannya kekuasaan dalam arti yang memaksa,