EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN
CREATIVE PROBLEM
SOLVING
BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR
KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
SISWA SMAN 1 AMBARAWA
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh :
ERSA ERFAWAN 4301410066
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
iv
MOTTO
Apapun yang kita kerjakan pasti ada hikmahnya Berusaha dahulu baru berkomentar
Sukai apa yang kita tidak sukai Aneh itu istimewa
PERSEMBAHAN:
Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan ibuku tercinta;
2. Adik- adikku tersayang;
3. Kesebelasan Frenosium : Musyarofah, Wahyu, Dini, Fika, Yunita,
Toni, Lidia, Krisna, Waridi, Nino, yang membuat hari-hari
pembuatan skripsi ini menjadi berwarna;
4. Nasikhatul Zulfa, yang selalu aneh dan memberi semangat;
5. Teman-teman Pendidikan Kimia Angkatan 2010 khususnya
Rombel 3;
vi
ABSTRAK
Ersa Erfawan, 2014. Efektifitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Buku Saku Pada Hasil Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ( KSP ) Siswa SMAN 1 Ambarawa. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Sri Nurhayati, M.Pd. Penguji utama Prof. Dr. Kasmadi Imam S, M.S.Penguji kedua Ir. Sri Wahyuni M.Si.
Kata Kunci : Pembelajaran; efektifitas; model CPS; buku saku.
Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Model pembelajaran ini menekankan pada kreatifitas siswa dalam menghubungkan, memecahkan, mengevaluasi, menganalisis dan menyelesaikan soal-soal kimia melalui ide-ide yang muncul dalam diskusi kelompok. Melalui metode ini siswa akan aktif dan membuka pikiran seluas-luasnya melalui ide-ide tentang penyelesaian masalah atau soal-soal yang diberikan. Proses CPS diawali dengan identifikasi masalah, selanjutnya identifikasi alternatif solusi, lalu memilih solusi yang terbaik. Selanjutnya realisasi solusi dan evaluasi. Pendekatan ini sangat dapat diterapkan di setiap sektor kehidupan, apalagi dalam mempelajari kimia. Hal yang paling penting adalah bagaimana menerapkannya dalam dunia pendidikan agar siswa dapat merespon secara kreatif masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran (CPS) berbantuan buku saku pada hasil belajar kimia siswa materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Sedangkan desain penelitian ini adalah post test only control design. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes, observasi, angket, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata kelompok eksperimen 80,48 mencapai ketuntasan belajar klasikal dan kelompok kontrol 76,18 belum mencapai ketuntasan belajar klasikal. Berdasarkan hasil uji t ketuntasan belajar kedua kelompok mencapai ketuntasan belajar populasi. Pada uji perbedaan dua rata-rata satu pihak diperoleh thitung sebesar 4,125 lebih tinggi
dari t(0,95)(78) sebesar 1,67 menunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih baik
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Konsep Belajar ... 8
2.2. Hasil Belajar... 11
2.3. Pembelajaran Kooperatif ... 12
2.4. Metode pembelajaran ... 13
2.5. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 14
viii
2.7. Buku Saku ... 17
2.8. Efektifitas ... 17
2.9. Materi Pembelajaran ... 18
2.10. Kerangka Berpikir ... 21
2.11. Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Lokasi Penelitian ... 25
3.2. Penentuan Subyek penelitian ... 26
3.3. Variabel Penelitian ... 26
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27
3.5. Instrumen ... 28
3.6. Analisis Instrumen Penelitian ... 31
3.7. Tehnik Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1. Hasil Penelitian ... 48
4.2. Pembahasan ... 57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1. Simpulan ... 68
5.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
ix
DAFTAR TABEL
1.1. Persentase Ketuntasan Nilai Materi Kelarutan Dan Ksp ... 3
3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Ambarawa ... 25
3.2. Rancangan Penelitian ... 28
3.3. Klasifikasi Reliabilitas ... 33
3.4. Klasifikasi Daya Pembeda ... 34
3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 35
3.6. Klasifikasi Perhitungan Indeks Kesukaran ... 35
3.7. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 36
3.8. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi ... 37
3.9. Klasifikasi Reliabilitas ... 38
3.10. Hasil Uji Normalitas Populasi ... 40
3.11. Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 41
3.12. Hasil Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi ... 42
3.13. Hasil Uji Anava Satu Arah ... 42
3.14. Kriteria Skor Keterampilan Dalam Diskusi ... 45
3.15. Kriteria Skor Rata-Rata Nilai Afektif ... 46
3.16. Kriteria Skor Keterampilan Dalam Praktikum ... 46
3.17. Kriteria Skor Rata-Rata Nilai Psikomotorik ... 46
3.18. Kriteria Skor Angket Respon Siswa ... 47
4.1. Data Nilai Posttest Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan ... 48
4.2. Analisis Uji Normalitas... 49
x
4.4. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak ... 50
4.5. Hasil Analisis Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak (Pihak Kiri) ... 51
4.6. Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar ... 52
4.7. Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal ... 53
4.8. Nilai Afektif Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 54
4.9. Hasil Nilai Psikomotorik... 55
xi
DAFTAR GAMBAR
2.1. Kerangka Berfikir ... 23
4.1.Hasil Penilaian Aspek Kognitif ... 63
4.2.Hasil Penilaian Aspek Afektif ... 64
4.3.Hasil Penilaian Aspek Psikomotorik ... 65
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Ambarawa Tahun ... 73
2. Daftar Nilai Semester Kelas XI IPA ... 75
3. Uji Normalitas ... 77
4. Uji Homogenitas ... 81
5. Uji Kesamaan Dua Varians ... 82
6. Silabus ... 84
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen ... 89
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol... 118
9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 145
10. Soal Uji Coba Penelitian ... 148
11. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Indeks, Reliabilitas ... 159
12. Perhitungan validitas Soal Uji Coba ... 164
13. Perhitungan Reliabilitas Soal Uj Coba ... 165
14. Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Uji Coba... 166
15. Perhitungan Daya Pembeda Soal Uj Coba ... 167
16. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 169
17. Soal Posttest... 170
18. Data Hasil Belajar Posttest siswa ... 178
19. Uji Normalitas Data Posttest ... 179
20. Uji Kesamaan Dua Varians Data Posttest ... 181
21. Uji Perbedaan Rata-rata Data Posttest ... 182
xiii
23. Uji Ketuntasan belajar Kelas Kontrol ... 184
24. Pedoman Penyekoran Aspek Afektif Siswa ... 185
25. Hasil dan Perhitungan Observasi Efektif Kelas Kontrol ... 187
26. Hasil dan Perhitungan Observasi Efektif Kelas Eksperimen ... 188
27. Reliabilitas Penilaian Afektif ... 189
28. Kriteria Aspek Psikomotorik ... 190
29. Rekapitulasi Aspek Psikomotorik Kelas Eksperimen ... 196
30. Rekapitulasi Aspek Psikomotorik Kelas Kontrol ... 197
31. Reliabilitas penilaian Psikomotorik ... 198
32. Daftar Angket Tanggapan Siswa ... 199
33. Angket Tanggapan Siswa ... 200
34. Reliabilitas Angket tanggapan Siswa ... 204
35. Foto-foto Penelitian ... 205
36. Surat Ijin/Rekomendasi Penelitian ... 206
37. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 207
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi bagi
kehidupan manusia. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat
berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia
menurut konsep pandangan hidup mereka (Ihsan, 2008 : 2). Sejalan dengan
perubahan zaman, pendidikan juga terus berkembang. Dalam penerapan
pendidikan UNESCO merekomendasikan 6 pilar pendidikan yaitu learning to
know, learning to do, learning to be, learning to live together, learning how to
learn, learning throughout life (Suwarno, 2006 :76).
Learning to know bukan hanya memiliki materi sebanyak-banyaknya
tetapi juga bagaimana memahami makna di balik materi ajar yang telah diterima.
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know yaitu bukan hanya
sebatas teori tetapi bagaimana perbuatan atau praktik yang sebenarnya, learning to
be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan ataupun tokoh masyarakat yang
mampu menggali dan menentukan nilai kehidupan.
Learning to live together menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat
dan menjadi educated person yang bermanfaat bagi diri dan masyarakatnya.
Learning how to learn akan membawa peserta didik untuk mampu
mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif,
didik agar belajar terus menerus sepanjang hayat karena ilmu sebenarnya tidak
terbatas.
Dalam sebuah pendidikan tentunya diperlukan suatu proses-proses
pembelajaran yang merupakan suatu kegiatan yang diawali dengan interaksi
antara guru dan murid dimana akan diakhiri dengan suatu proses evaluasi atau
hasil belajar. Kegiatan pembelajaran ini merupakan suatu kegiatan yang disadari
atau direncanakan (Ibrahim & Syaodih, 2003 : 50).
Suatu Proses pembelajaran lebih sering dikenal sebagai PBM ( Proses
Belajar Mengajar). PBM ini menitikberatkan upaya agar materi pelajaran atau
pendidikan lebih mudah diamati, diinternalisasi, dihayati, ditransfer, dan
dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Agar mudah diamati biasanya memakai alat
peraga atau belajar dengan benda-benda konkret sehingga semua alat indera
terlibat. Diinternalisasi artinya dipahami arti dan maknanya sehingga lebih mudah
dihayati. Sedangkan ditransfer artinya diaplikasikan pada konsep dan situasi lain
yang serupa dan dilaksanakan dalam bentuk pemecahan soal, dapat juga dalam
bentuk pemecahan masalah dalam kehidupan ( Pidarta, 2007 : 5). Salah satunya
proses belajar belajar pada mata pelajaran kimia.
Kimia merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu materi. Ada
berbagai kedudukan pemberian pengajaran kimia. Ada pengajaran kimia secara
khusus, sebagai bagian dari bidang yang lebih luas, sebagai kimia terapan,
aspek-aspek sosial pengajaran kimia, dan pengajaran kimia untuk penderita cacat
Pengajaran kimia yang dikembangkan melalui proyek, kebanyakan
merupakan pengajaran kimia secara khusus. Pengajaran kimia seperti ini dianggap
kurang menarik dan susah di mengerti karena cenderung memberikan teori-teori
kompleks yang sulit di mengerti oleh peserta didik. Pemberian pengajaran kimia
melalui model-model tertentu hanya bisa untuk membantu mengerti materi-materi
hafalan, tetapi untuk materi-materi kompleks seperti hitung-hitungan masih sulit
untuk dimengerti dan dipahami.
Hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMAN 1
Ambarawa menunjukkan hasil belajar kimia siswa kelas XI SMAN 1 Ambarawa.
Observasi ini memberikan hasil bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada
materi kelarutan dan hasil kelarutan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
terlihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan Ksp No Kelas KKM Nilai terendah Nilai tertinggi Persentase ketuntasan
1. XI IPA 1 77 45 88 70,575%
2. XI IPA 2 77 53 84 65,775%
3. XI IPA 3 77 40 87 68,9%
4. XI IPA 4 77 45 95 65,725%
Hasil belajar ini disebabkan oleh pemahaman siswa pada materi kelarutan
dan hasil kelarutan yang kurang, dengan materi yang lebih cenderung ke
perhitungan-perhitungan dan membutuhkan pemahaman lebih, hal ini dirasa sulit
oleh masing-masing siswa. Penyebab lain juga dari motivasi siswa yang
cenderung kurang terhadap perhitungan kimia dan lebih termotivasi oleh
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa SMAN 1 Ambarawa
didapatkan beberapa metode dan model yang diterapkan dalam pembelajaran
kimia yaitu metode ceramah, belajar kelompok, dan pemberian soal-soal. Model
pembelajaran yang diberikan berpengaruh besar pada tingkat motivasi dan hasil
belajar siswa. Model pembelajaran yang dipilih harus mampu meningkatkan hasil
belajar siswa, dengan begitu tujuan dari proses belajar mengajar akan tercapai
dengan baik. Sebuah model pembelajaran yang dapat membuat aktif bukan hanya
untuk beberapa orang saja tetapi dapat menyeluruh pada semua tingkatan siswa
sangat diperlukan. Beberapa model kooperatif sangat cocok untuk diterapkan
dalam masalah-masalah seperti ini, karena penggunaannya yang melibatkan
semua siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode yang baik dalam
menemukan solusi yaitu model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving).
Pendekatan ini dapat dilakukan secara verbal maupun figural. Secara verbal
dapat dilakukan dengan brain storming dan concept maping atau kombinasi
antara verbal dan figural. Prosesnya diawali dengan identifikasi masalah,
selanjutnya identifikasi alternatif solusi, lalu memilih solusi yang terbaik.
Selanjutnya realisasi solusi dan evaluasi. Pendekatan ini sangat dapat diterapkan
di setiap sektor kehidupan, apalagi dalam mempelajari kimia. Hal yang paling
penting adalah bagaimana menerapkannya dalam dunia pendidikan agar siswa
dapat merespon secara kreatif masalah yang dihadapi dalam kehidupan
Model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) suatu model
pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan
pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Model
pembelajaran ini menekankan pada kreatifitas siswa dalam menghubungkan,
memecahkan, mengevaluasi, menganalisis dan menyelesaikan soal-soal kimia
melalui ide-ide yang muncul dalam diskusi kelompok. Melalui metode ini siswa
akan aktif dan membuka pikiran seluas-luasnya melalui ide-ide tentang
penyelesaian masalah atau soal-soal yang diberikan. Penerapan kelompok sendiri
agar seluruh siswa ikut serta tanpa ada yang cuma ikut-ikutan sehingga siswa
dapat termotivasi dan meningkatkan pemahamannya. Semua hal ini merupakan
proses agar membuat siswa menjadi kreatif. Sesuai dengan pernyataan berikut :
Whether solving problems alone or in a group, you really must have a guided process i.e. a plan or a map of the steps to be followed. This is especially so in a group due to the need to align the capabilities of the members in a positive way. This map is usually called the Creative Problem Solving process and under this denotation there exist a huge number of methods, tools and techniques to support the creative process. (Vidal 2010 : 412)
Pemberian buku saku sendiri dapat membantu siswa mengembangkan
kreatifitas dalam proses belajarnya. Buku saku dalam hal ini diharapkan dapat
sebagai panduan atau penuntun pembelajaran siswa sehingga lebih terproses
dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil judul “Efektifitas Model
Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Buku Saku Pada Hasil
Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ( KSP ) Siswa SMAN 1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas permasalahan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran menggunakan model CPS
(Creative Problem Solving) berbantuan buku saku pada pokok materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan efektif terhadap hasil belajar siswa?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas pembelajaran dengan menggunakan model CPS (Creative Problem
Solving) berbantuan buku saku terhadap hasil belajar pada pokok materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagi guru
1. Sebagai satu contoh model pembelajaran dalam meningkatkan variasi
keterampilan mengajar dalam sistem pembelajaran.
2. Mendapatkan strategi pembelajaran yang kreatif dan cocok untuk
menyampaikan materi-materi yang khususnya berupa perhitungan
perhitungan kimia.
1.4.2 Bagi siswa
1. Memudahkan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah pada
soal-soal kimia.
3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif
dalam pemecahan masalah.
1.4.3 Bagi peneliti
1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku.
2. Mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku terhadap kemampuan
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Belajar
Menurut Hilgrad dan Bower sebagaimana dikutip oleh Baharuddin (2008 :
13) belajar (to learn) memiliki arti :
1. To gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study.
2. To fix in the mind or memory.
3. To acquired trough experience.
4. To become in forme of to find out.
Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh
pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,
menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi menemukan. Belajar
memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya.
Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya
sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat
berhasil dengan baik. Ketika seorang anak mendapatkan hasil tes yang bagus tidak
bisa dikatakan sebagai belajar apabila hasil tesnya itu didapatkan dengan cara
yang tidak benar, misalnya hasil mencontek (Faturrahman & Sobri, 2007 : 6).
Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat syaraf
individu yang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak. Karena terjadi secara
diamati jika ada perubaan perilaku dari seseorang yang berbeda dengan
sebelumnya. Perubahan perilaku tersebut bisa dalam hal pengetahuan, afektif,
maupun psikomotorik ( Baharuddin 2008 : 16 ).
Menurut Gagne sebagaimana dikutip oleh Baharuddin (2008 : 17 ) proses
belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah, itu melalui tahap-tahap atau
fase-fase berikut:
1. Tahap motivasi
Tahap motivasi yaitu saat motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan
kegiatan belajar bangkit. Misalnya siswa tertarik untuk memperhatikan apa yang
akan dipelajari, melihat gurunya datang, melihat apa yang ditunjukkan guru (buku
dan alat peraga), dan mendengarkan apa yang diucapkan guru.
2. Tahap konsentrasi
Tahap konsentrasi yaitu saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah
ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang
akan dipelajari. Pada fase motivasi mungkin perhatian siswa hanya tertuju pada
penampilan guru (pakaian, tas, model rambut, sepatu dan lain sebagainya).
3. Tahap mengolah
Tahap mengolah yaitu siswa menahan informasi yang diterima dari guru
dalam Short Term Memory (STM), atau tempat penyimpanan ingatan jangka
pendek, kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi makna (meaning)
berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing. Hasil olahan itu
berupa simbol-simbol khusus yang antara satu siswa dengan siswa yang lain
sebelumnya serta kejelasan penangkapan siswa. Karena itu, tidak merupakan hal
aneh jika setiap siswa akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang sama yang
diberikan oleh seorang guru.
4. Tahap menyimpan
Tahap menyimpan yaitu siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang
telah diberi makna ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang ingatan
jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar sudah diperoleh, baik baru sebagian
maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah terjadi, baik perubahan,
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Untuk perubahan sikap dan
keterampilan itu diperlukan belajar yang tidak hanya sekali saja, tapi harus
beberapa kali, baru kemudian tampak perubahannya.
5. Tahap menggali 1
Tahap menggali 1 yaitu siswa menggali informasi yang telah disimpan
dalam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan informasi baru yang dia terima.
Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang merupakan kelanjutan pelajaran
sebelumnya. Penggalian ini diperlukan agar apa apa yang telah dikuasai menjadi
kesatuan dengan yang akan diterima, sehingga bukan menjadi yang lepas-lepas
satu sama lain. Setelah penggalian informasi dan dikaitkan dengan informasi yang
baru, maka terjadi lagi pengolahan informasi untuk diberi makan seperti halnya
dalam tahap mengolah untuk selanjutnya disimpan dalam LTM lagi.
6. Tahap menggali 2
Tahap menggali 2 yaitu menggali informasi yang tela disimpan dalam LTM
menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja, menyelesaikan tugas, menjawab
pertanyaan dan latihan soal.
7. Tahap prestasi
Tahap prestasi yaitu informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya
digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil belajar. Hasil
belajar itu, misalnya, berupa keterampilan mengerjakan sesuatu, kemampuan
menjawab soal, atau menyelesaikan tugas.
8. Tahap umpan balik
Tahap umpan balik yaitu siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat
perasaan puas atau prestasi yang ditunjukkan. Hal ini terjadi jika prestasi tepat,
tapi sebaliknya, jika prestasinya jelek, perasaan tidak puas maupun tidak senang
bisa saja diperoleh dari guru (eksternal) atau dari diri sendiri (internal).
2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang
akan dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam
belajar. Dari hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang
diberikan berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam
proses pembelajaran (Sudjana, 1989: 22).
Dalam (Sudjana, 1989: 22) hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu:
2.2.1 Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek
2.2.2 Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
2.2.3 Ranah Psikomotorik
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan
dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ ketepatan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
2.3 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok
kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif di
dasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam
belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka
seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Lie (2004: 13), menyatakan bahwa ada tiga pilihan model pembelajaran,
yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Model pembelajaran
cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada
unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur
model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik
Menurut Slavin & Robert (2008: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada
berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran. Jadi pembelajaran kooperatif merupakan suatu kegiatan
pembelajaran yang identik dengan adanya kerjasama kelompok. Dalam kelas
kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan
argumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan
menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
2.4 Metode Pembelajaran
Dalam Uno (2006 : 17) variabel metode pembelajaran diklasifikasikan
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
2.4.1 Strategi Pengorganisasian (Organizational Strategy)
Organizational strategy adalah metode mengorganisasi isi bidang studi yang
telah dipilih untuk pembelajaran. “mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan
seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya yang
setingkat dengan itu.
2.4.1.1Strategi Penyampaian (Delivery Strategy)
Delivery strategi adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada
siswa dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa.
2.4.1.2Strategi Pengolahan (Management Strategy)
Management strategy adalah metode untuk menata interaksi antara si belajar
dan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan
penyampaian isi pembelajaran.
2.5 Model Pembelajaran
Creative Problem Solving
(CPS)
Model CPS adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan
pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan
penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat
melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan
mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa
dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin,
2004:1).
Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan masalah
seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Melalui CPS,
siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan
hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, CPS memperluas proses berpikir.
Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut:
1. Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah
dalam CPS.
2. Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan
3. Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan
tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada.
4. Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal.
5. Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan
strategi pemecahan masalah.
6. Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam
berbagai bidang/ situasi.
Adapun proses pembelajaran dengan model CPS (Pepkin, 2004: 2)
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Klarifikasi Masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti
apa yang diharapkan.
2. Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang
berbagai macam strategi penyelesaian masalah.
3. Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan
pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan
masalah.
4. Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
penyelesaian dari masalah tersebut CPS merupakan model yang mengajarkan
siswa agar terbiasa memakai langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan
masalah, hal ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan
dalam belajar.
2.6
Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2010:3). Menurut
Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2010), media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.
Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Media pembelajaran adalah sarana penyampaian pesan pembelajaran
kaitannya dengan model pembelajaran langsung yaitu dengan cara guru berperan
sebagai penyampai informasi dan dalam hal ini guru menggunakan berbagai
media yang sesuai. Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar.
Menurut Heinich sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2010: 4), Media
pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan
lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Sedangkan menurut
Hamalik sebagaimana dikutip oleh (Arsyad, 2010) bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
2.7 Buku Saku
Buku saku adalah buku yang mudah dibawa dan dapat dimasukkan ke dalam
saku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Penyajian buku saku ini
menggunakan banyak Gambar dan warna sehingga memberikan tampilan yang
menarik. Siswa cenderung menyukai bacaan yang menarik dengan sedikit uraian
dan banyak Gambar dapat membantu pembaca berimajinasi. Imajinasi dapat
membantu seseorang meningkatkan kinerja ingatannya dan membantu mengingat
kata-kata verbal. Warna juga dapat menjadi bentuk komunikasi non-verbal yang
dapat menyampaikan pesan secara instan dan lebih bermakna.
2.8 Efektifitas
Efektifitas berasal dari kata efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa
hasil. Jadi efektifitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang
ditimbulkan, manjur membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha
atau tindakan. Berdasarkan uraian diatas efektifitas dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan yang dapat dicapai melalui cara atau usaha untuk mewujudkan
pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan
pengajaran, yaitu: (1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan
terhadap KBM; (2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara
siswa; (3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa
(orientasi kemampuan belajar ) diutamakan; dan (4) Mengembangkan suasana
belajar yang akrab dan positif. Dari uraian di atas, maka yang menjadi indikator
keefektifan ada 3 aspek:
1. Ketuntasan belajar siswa
2. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran
3. Respon siswa terhadap pembelajaran.
2.9 Materi Pembelajaran
2.9.1 Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan (Ksp)
3.9.1.1 Pengertian Kelarutan (Solubility)
Istilah kelarutan (solubility) digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal
zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Kelarutan (khususnya untuk
zat yang sukar larut) dinyatakan dalam satuan gram.L–1 atau mol.L–1. Apabila
suatu zat yang sukar larut (misalnya AgCl) dimasukkan ke dalam air ada sebagian
AgCl larut dan sebagian tetap mengendap. Bagian zat yang larut terurai menjadi
ion-ionnya.
AgCl(s) + H2O(l) ⇄ AgCl(aq) Ag+(aq) + Cl-(aq)
Karena semua bentuk molekul yang terlarut (aq) terurai menjadi
ion-ionnya, di dalam larutan hanya terdapat keseimbangan antara bentuk padat (s) dan
AgCl(s) ⇄ Ag+(aq) + Cl-(aq)
Atau secara umum : AxBy(s) ⇄ xAy+(aq) + yBx-(aq)
3.9.1.2 Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat
kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.
AxBy(s) ⇄ xAy+(aq) + yBx–(aq)
Karena zat padat tidak mempunyai molaritas, maka tetapan kesetimbangan
reaksi di atas hanya melibatkan ion-ionnya saja, dan tetapan kesetimbangannya
disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp)
Ksp AxBy = [Ay+]x [Bx–]y
3.9.1.3 Hubungan Kelarutan (s) dengan Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Oleh karena (s) dan Ksp sama-sama dihitung pada larutan jenuh, maka
antara (s) dan Ksp berhubungan, nilai Ksp ada keterkaitannya dengan nilai s. Secara
umum hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp)
untuk larutan elektrolit AxBy dapat dinyatakan sebagai berikut.
AxBy(s) ⇄ xA y+
(aq) + yB
x-(aq)
S ⇄ xs ys
Ksp = [Ay+]x [Bx–]y
Ksp = (xs) x
(ys)y
Sehingga Ksp = xx yy s(x+y) dan S =
3.9.1.4 Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan
Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4
Ag2CrO4(s) ⇄ 2Ag+(aq) + CrO42–(aq)
jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO3 atau
larutan K2CrO4 maka larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi
ion Ag+ atau ion CrO42– dalam larutan.
AgNO3(aq)→ Ag+(aq) + NO3–(aq)
K2CrO4(aq)→ 2K+(aq) + CrO42–(aq)
Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan
konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser kesetimbangan ke kiri.
Akibatnya jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi berkurang. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ion senama memperkecil kelarutan.
3.9.1.5 Hubungan Ksp dengan pH
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu asam atau basa
yang sukar larut. Sebaliknya harga Ksp suatu asam atau basa dapat digunakan
untuk menentukan pH larutan. Beberapa senyawa asam atau basa ada yang sukar
larut dalam air. Senyawa asam atau basa tersebut akan membentuk larutan dengan
pH jenuh. Besarnya pH sesuai banyaknya ion (H+) dan (OH-) yang terlarut.
Konsentrasi ini sangat bergantung pada besarnya harga Ksp sehingga kelarutan
akan semakin besar. Pada asam, pH akan semakin kecil, sedangkan pada basa pH
larutan akan semakin besar. Konsentrasi ion (H+) dan (OH-) dapat ditentukan
dengan cara menghitung harga kelarutannya dalam air.
3.9.1.6 Penggunaan Konsep Ksp dalam Pemisahan Zat
Harga Ksp suatu elektrolit dapat dipergunakan untuk memisahkan dua atau
dengan menambahkan suatu larutan elektrolit lain yang dapat berikatan dengan
ion-ion dalam campuran larutan yang akan dipisahkan. Karena setiap larutan
mempunyai kelarutan yang berbeda-beda, maka secara otomatis ada larutan yang
mengendap lebih dulu dan ada yang mengendap kemudian, sehingga
masing-masing larutan dapat dipisahkan dalam bentuk endapannya.
Misalnya pada larutan jenuh PQ berlaku persamaan : Ksp = [P+] [Q–]
Jika larutan itu belum jenuh (PQ yang terlarut masih sedikit), sudah tentu
harga [P+] [Q–] lebih kecil daripada harga Ksp. Sebaliknya jika [P+] [Q–] lebih
besar daripada Ksp, hal ini berarti larutan itu lewat jenuh, sehingga PQ akan
mengendap.
• Jika [P+
] [Q–] < Ksp, maka larutan belum jenuh (tidak terjadi endapan).
• Jika [P+
] [Q–] = Ksp, maka larutan tepat jenuh (tidak terjadi endapan).
• Jika [P+
] [Q–] > Ksp, maka larutan lewat jenuh (terjadi endapan).
3.10
Kerangka Berpikir
Hasil belajar kelas XI IPA SMAN 1 Ambararawa menunjukkan belum
tercapainya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada materi kelarutan dan hasil
kelarutan, metode pembelajaran disini kurang membuat siswa itu menjadi aktif,
kebanyakan siswanya pasif sehingga hasil belajar dari siswa tersebut rendah tidak
sesuai dengan KKM. Hasil belajar ini disebabkan oleh pemahaman siswa pada
materi kelarutan dan hasil kelarutan yang kurang, dengan materi yang lebih
cenderung ke perhitungan-perhitungan dan membutuhkan pemahaman lebih, hal
sudah bagus akan tetapi kurang variatif sehingga siswa kurang aktif dan kurang
memahami materi kelarutan dan hasil kelarutan.
Berawal dari permasalahan ini, maka perlu adanya suatu model
pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari materi kimia.
Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu model pembelajaran Creative
Problem Solving berbantuan buku saku pada kelas eksperimen dan metode
konvensional pada kelas kontrol. Kedua kegiatan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol di atas diharapkan efektif pada hasil belajar siswa dan dapat membantu
mendorong hasil belajar siswa sehingga dapat mencapai KKM pada materi
kelrutan dan hasil kelarutan. Secara ringkas Gambaran penelitian yang dilakukan
Gambar 2.1 kerangka berpikir 1. Pemahaman siswa kurang
2. Model Pembelajaran kurang variatif
3. Siswa kurang aktif dan kurang memahami materi Ksp
Nilai Belum mencapai kkm
Perbandingan hasil belajar Pemberian
buku saku
Pembelajaran konvensional ( metode ceramah)
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Pembelajaran kooperatif model Creative Problem
Solving
Hasil belajar Hasil belajar
Tes Tes
2.11 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut, penggunaan model pembelajaran CPS
berbantuan buku saku pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan efektif
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Ambarawa pada semester genap
yaitu pada bulan Mei 2014 tahun ajaran 2013/2014. Lokasi penelitian ini
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ambarawa yang terletak di Jl. Yos Sudarso No.
46, Ambarawa, Semarang.
3.2
Penentuan Subyek Penelitian
3.2.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Negeri 1
Ambarawa tahun pelajaran 2013/2014 terdiri dari empat kelas dengan perincian
[image:38.595.181.441.499.593.2]pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ambarawa
No Kelas Jumlah siswa
1 XI IPA 1 40
2 XI IPA 2 40
3 XI IPA 3 40
4 XI IPA 4 40
Jumlah 160
(Sumber: Administrasi kesiswaan SMA Negeri 1 Ambarawa Tahun pelajaran
2013/2014)
3.2.1.1Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 sampai dengan
1. Siswa-siswa tersebut berada dalam tingkat kelas yang sama, yaitu kelas XI
IPA SMA;
2. Siswa siswa tersebut berada dalam semester yang sama yaitu semester 2;
3. Dalam pelaksanaan pengajarannya, siswa tersebut diajar dengan kurikulum,
media, dan jumlah jam pelajaran yang sama.
3.2.1.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik cluster random sampling dimana pengambilan sampel penelitian berupa
kelompok yang dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang terbagi
dalam kelas-kelas yang memiliki homogenitas yang sama dan memiliki varian
yang tidak berbeda. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI IPA 2 sebagai
kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.
3.3
Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Variabel yang diamati terdiri dari dua yaitu variabel yang
mempengaruhi disebut variabel penyebab atau variabel bebas, sedangkan variabel
akibat disebut variabel tidak bebas atau variabel terikat (Arikunto, 2006). Dalam
penelitian ini akan diselidiki variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut :
1. Variabel bebas yaitu metode ( CPS ) Creative Problem Solving berbantuan
buku saku pada pembelajaran kimia.
2. Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa.
3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, materi, dan jumlah
3.4
Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode dokumentasi
dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah
populasi, nilai ulangan semester gasal yang digunakan dalam analisis data awal,
dan nama-nama siswa anggota sampel.
3.4.2 Metode Tes
Metode tes merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto, 2006 :223). Metode tes
dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar.
3.4.3 Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau
hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Metode angket dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui respon (aspek afektif) siswa terhadap penggunaan
model CPS.
3.4.4 Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2005:30).
Metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data hasil
3.4.5 Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test
only control design yaitu dengan melihat perbedaan hasil post test antara
kelompok eksperimen dan kontrol. Pola rancangan penelitian dapat dilihat pada
Tabel 3.2
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian
Kelas Perlakuan Post test
Eksperimen Metode CPS berbantuan buku saku Ya
Kontrol Metode ceramah Ya
3.5
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:160). Sebelum alat pengumpulan data yang
berupa tes obyektif digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan
uji coba. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah memenuhi syarat
sebagai alat pengambil data atau tidak.
Dalam penelitian ini, instrumen (alat yang dibuat peneliti untuk
memperoleh data) adalah: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
lembar kerja siswa (LKS), lembar pengamatan aspek afektif, lembar pengamatan
aspek psikomotorik, tes hasil belajar kognitif.
3.5.1 Silabus
3.5.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) digunakan sebagai panduan
bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas.
3.5.3 Buku Saku
Buku saku diberikan pada awal kegiatan pembelajaran, pada setiap
pertemuan digunakan oleh siswa untuk membantu mengembangkan kreatifitas
dalam proses belajarnya. Buku saku dalam hal ini diharapkan dapat sebagai
panduan atau penuntun pembelajaran siswa sehingga lebih terproses dengan baik.
3.5.4 Lembar Pengamatan Aspek Afektif
Lembar pengamatan aspek afektif digunakan untuk mengukur dan menilai
tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Pengamatan
aspek afektif ini dilakukan oleh observer. Dalam penelitian ini digunakan 5 aspek
dengan rentang skor lembar pengamatan aspek afektif dari skor 1 (satu) sampai 4
(empat). Penyusunan kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah
ditetapkan. Kriteria yang mengGambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor
terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang mengGambarkan nilai aspek yang
tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 4.
3.5.5 Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik
Lembar pengamatan aspek psikomotorik digunakan untuk mengukur dan
menilai keterampilan siswa. Penilaian aspek psikomotorik dilakukan pada proses
pembelajaran saat praktikum. Dalam penelitian ini digunakan 9 aspek
psikomotorik dengan rentang skor lembar pengamatan aspek psikomotor dari skor
yang telah ditetapkan. Kriteria yang mengGambarkan rendahnya nilai suatu aspek
diberi skor terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang mengGambarkan nilai
aspek yang tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 5.
3.5.6 Tes Hasil Belajar Kognitif
Tes hasil belajar kognitif atau post test digunakan untuk mengukur dan
menilai penguasaan siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Tes hasil belajar kognitif yang disusun pada penelitian ini berupa 30 soal pilihan
ganda dengan waktu pengerjaan tes 60 menit.
Langkah-langkah penyusunan soal uji coba tes hasil belajar kognitif adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang disediakan. Jumlah
butir soal yang diujicobakan 50 soal dengan alokasi waktu 90 menit.
2. Menentukan tipe atau bentuk soal. Tipe soal yang digunakan berbentuk
Tipe soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban.
3. Menentukan Tabel spesifikasi atau kisi-kisi soal.
4. Menyusun butir-butir soal.
5. Mengujicobakan soal.
6. Menganalisis hasil uji coba, dalam hal validitas dan reliabilitas perangkat
tes yang digunakan.
3.5.6.1 Uji Alat Evaluasi
Sebelum alat evaluasi digunakan, perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu
supaya dapat diketahui apakah alat evaluasi tersebut dapat digunakan. Dari hasil
3.6
Analisis Instrumen Penelitian
3.6.1 Pengujian Perangkat Uji Coba 3.6.1.1Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006: 168). Pengujian seperti silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan praktikum dan angket
menggunakan metode expert validity. Expert validity merupakan validitas yang
disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu
dosen pembimbing I, dosen pembimbing II, dan guru SMA. Akan tetapi untuk
lembar pengamatan dan angket juga harus memenuhi validitas isi oleh karena itu
sebelum instrumen disusun, peneliti menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu
berdasarkan kurikulum yang berlaku, selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing dan guru pengampu.
Validitas soal-soal post test dalam penelitian ini ada dua macam yaitu
validitas isi soal dan validitas butir soal.
3.6.1.1.1 Validitas Isi Soal
Untuk memenuhi validitas isi soal, sebelum instrumen disusun, peneliti
menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu berdasarkan kurikulum yang berlaku,
selanjutnya dikonsultasikan dengan guru pengampu dan dosen pembimbing.
3.6.1.1.2 Validitas Butir Soal
Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus Korelasi point
q p S
M M r
t t p pbis
Keterangan :
p
M
= rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
t
M
= rata-rata skor total
t
S = standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal
q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal
rpbis yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus t.
2
1
2
pbis pbis
r n r t
Kriteria : jika thit > ttab, maka butir soal valid, dengan dk = (n-2) dan n adalah
jumlah siswa (Sudjana, 1996: 377).
Berdasarkan uji coba soal yang dilakukan terhadap 40 siswa kelas XII IPA 2
SMA N 1 Ambarawa diperoleh hasil analisis validitas soal yang diujicobakan.
Perhitungan validitas keseluruhan terdapat 33 soal valid. Hasil analisis uji coba
menunjukkan soal uji yang valid adalah soal nomor 4, 5, 6, 8, 10, 13, 15, 16, 17,
20, 21, 23, 26, 27, 28, 29, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,, 41, 44, 46,
48, 49, 50.
3.6.1.2 Reliabilitas
Seperangkat tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat memberikan
yang sama pada waktu lain, maka hasilnya akan tetap sama atau relatif sama.
Reliabilitas dalam rencana penelitian ini menggunakan rumus :
(Arikunto, 2006:189)
keterangan :
11
r = reliabilitas tes keseluruhan
k = banyaknya butir soal
st2 = varians skor total
X t =
n Y
= rata-rata skor total
Harga r11 yang dihasilkan dikonsultasikan dengan aturan penetapan reliabel yang
[image:46.595.199.427.473.576.2]disajikan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas
Nilai r11 Keterangan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,000 Sangat tinggi
Hasil perhitungan diperoleh r11 = 0,975. Berdasarkan Tabel klasifikasi
reliabilitas, soal-soal tersebut mempunyai reliabilitas sangat tinggi.
3.6.1.3Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testee yang
mengetahui jawabannya dengan benar dengan testee yang tidak mampu menjawab
soal. Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal untuk
membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang
berkemampuan rendah. Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung daya
pembeda soal adalah sebagai berikut :
1. Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu mengurutkan skor hasil tes siswa
mulai dari skor tertinggi hingga skor terendah.
2. Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi dua kelompok yaitu kelompok
atas dan kelompok bawah.
Daya pembeda soal dihitung menggunakan rumus :
D =
(Sudijono, 2006 : 389)
Keterangan:
D = daya pembeda
BA = banyaknya siswa kelas atas yang menjawab benar BB = banyaknya siswa kelas bawah yang menjawab benar JA = banyaknya siswa pada kelas atas
JB = banyaknya siswa pada kelas bawah
Menurut Arikunto (2009:218), hasil perhitungan dikonsultasikan atau disesuaikan
[image:47.595.157.471.604.693.2]dengan klasifikasi daya pembeda tersaji pada Tabel 3.4
Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda
Inteval Kriteria
DP0,00 0,00<DP0,20 0,20<DP0,40 0,40<DP0,70 0,70<DP1,00
Jelek sekali jelek cukup baik baik sekali
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal
No. Kriteria Nomor soal 1 Baik Sekali 32 (1 soal)
2 Baik 4, 5, 8, 10, 28, 29, 30, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 48, 49 (16 soal)
3 Cukup 6, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 23, 26, 27, 31, 33, 35, 44, 46, 50 (16 soal)
4 Jelek 1, 2, 3, 7, 9, 11, 12, 14, 18, 19, 22, 24, 25, 42, 43, 45, 47 (17 soal)
5 Sangat Jelek - (0 soal)
3.6.1.4 Taraf Kesukaran
Menurut Arikunto (2007: 207), bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks
kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Tingkat kesukaran soal dihitung dengan
menggunakan rumus:
P =
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa pengikut tes
Klasifikasi Indeks Kesukaran terlihat pada Tabel 3.6
Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Interval Kriteria
P = 0,00
0,00 < P 0,30 0,30 < P 0,70 0,70 < P 1,00 P = 1,00
Terlalu sukar Sukar
Sedang Mudah
[image:48.595.126.458.635.731.2]Hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran soal terlihat pada Tabel 3.7
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal
Kriteria Nomor Soal
Sangat Mudah - (0 soal)
Mudah 1, 2, 3, 7, 9, 11, 12, 18, 19, 20,
22, 23, 27, 31, 33, 35, 42, 43, 45, 47, 50(21 soal)
Sedang 4, 5, 8, 10, 15, 16, 24, 25, 26,
28, 32, 34, 36, 37, 41 (15 soal)
Sukar 6, 13, 14, 17, 21, 29, 30, 38,
39, 40, 44, 46, 48, 49 (14 soal)
Sangat Sukar - (0 soal)
3.6.2 Analisis Lembar Observasi 3.6.2.1 Validitas
Lembar observasi diuji validitas isi dengan menggunakan expert validity
yaitu validitas yang disesuaikan dengan materi pelajaran, kondisi siswa dan
dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing dan guru SMA
yang diteliti.
3.6.2.2 Reliabilitas
Untuk mencari reliabilitas lembar observasi, digunakan rumus intereters
reliability :
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrument
n = jumlah objek yang diamati
Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi
Inteval Kriteria
0,8 < r11≤1.0 0,6 < r11≤ 0,8 0,4 < r11≤ 0.6 0,2 < r11≤ 0,4
r11≤ 0,2
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
( Arikunto, 2007: 196)
Analisis lembar observasi afektif menghasilkan harga r11 sebesar 0,80
dalam kategori tinggi sedangkan lembar observasi psikomotorik menghasilkan r11
sebesar 0,73 dalam kategori tinggi. Kedua harga r11 tersebut kemudian
dimasukkan kedalam rumus Thitung menghasilkan Thitung afektif sebesar 3,771 dan
Thitung psikomotorik Thitung sebesar 3,021 dengan TTabel =2,306. Karena Thitung >
TTabel maka lembar observasi ini reliabel.
3.6.3 Analisis Instrumen lembar Angket 3.6.3.1Validitas
Lembar angket respon diuji validitas isi dengan menggunakan expert
validity yaitu validitas yang disesuaikan dengan kondisi siswa dan dikonsultasikan
dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing.
3.6.3.2Reliabilitas
Reliabilitas untuk instrumen ini menggunakan rumus Alpha Cronbach
yaitu:
Varians :
–
Keterangan :
= reliabilitas instrumen
= banyak butir pertayaan
= jumlah varians skor butir
= varians total
= banyaknya subjek
= jumlah kuadrat skor butir
= jumlah kuadrat skor total
= kuadrat jumlah skor butir
= kuadrat jumlah skor total
[image:51.595.173.473.450.546.2]Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.9
Tabel 3.9 Klasifikasi Reliabilitas
Inteval Kriteria
0,8 < r11≤1.0
0,6 < r11≤ 0,8
0,4 < r11≤ 0.6
0,2 < r11≤ 0,4
r11≤ 0,2
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
Analisis angket tanggapan siswa menghasilkan harga r11 sebesar 0,85
dalam kategori sangat tinggi. Harga r11 tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
rumus Thitung menghasilkan Thitung sebesar 9,947 dengan TTabel dengan sebesar
2,204. Kriteria lembar angket reliabel yaitu apabila harga Thitung > TTabel.
Berdasarkan hasil analisis didapat bahawa lembar observasi ini reliabel yang
3.7
Tehnik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah lanjutan dalam penelitian, karena analisis
data dilakukan setelah proses penelitian hingga data diperoleh.
3.7.1Analisis Data Tahap Awal
Analisis data tahap awal digunakan untuk mengetahui adanya kesamaan
kondisi awal populasi penelitian sebagai pertimbangan dalam pengambilan
sampel.
3.7.1.1Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan
dianalisis sehingga dapat ditentukan statistika yang akan digunakan.
Uji statistika yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:
k
i i
i i
E E O
1 2
2 = chi kuadratOi = frekuensi pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
k = banyaknya kelas interval
I = 1, 2, 3,…, k
Membandingkan harga chi kuadrat data dengan Tabel chi kuadrat dengan taraf
signifikan 5% kemudian menarik kesimpulan, jika
2hitung <
2tabel (1-a)(k-3)makadata berdistribusi normal. (Sudjana, 1996: 273). Hasil uji normalitas terlihat pada
Tabel 3.10 Hasil Uji Normalitas Populasi
No Kelas 2hitung
tabel 2
Kriteria
1 XI IPA 1 4,79 7,81 Distribusi normal
2 XI IPA 2 4,78 7,81 Distribusi normal
3 XI IPA 3 5,79 7,81 Distribusi normal
4 XI IPA 4 1,53 7,81 Distribusi normal
Berdasarkan Tabel 3.10 hasil uji normalitas populasi diperoleh
2hitung <tabel
2
, maka populasi berdistribusi normal sehingga telah memenuhi syaratdijadikan sampel penelitian.
3.7.1.2Uji Homogenitas Populasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi berangkat dari
titik tolak yang sama. Untuk menguji homogenitas populasi digunakan uji
Bartlett:
2
2 log ) 1 ( 10
ln B ni Si
data
dengan
(logs2) (ni 1)
B dan
) 1 ( ) 1 ( 2 2 i i i n s n s Keterangan:= besarnya homogenitas
B = koefisien Bartlet
si2 = variansi masing-masing kelas
s2 = variansi gabungan
2
ni = jumlah siswa dalam kelas
Kriteria pengujian jika 2hitung 2tabel(1)(k1), dimana
2(1)(k1) didapatdari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1- ) dan dk = (k-1),maka
populasi homogen. (Sudjana, 1996: 263). Hasil uji homogenitas terlihat pada
Tabel 3.11
Table 3.11 Hasil Uji Homogenitas Populasi
Data 2hitung
tabel 2
Kriteria
Nilai UAS 4,664 7,81 Homogen
Berdasarkan Tabel 3.11 diperoleh 2hitung 4,6642tabel(1)(k1) 7,81,
maka dapat disimpulkan bahwa H diterima yang berarti varians dari populasi tidak
berbeda satu dengan yang lain atau sama (homogen).
3.7.1.3Uji Kesamaan Rata-Rata (Uji Anava)
Uji anava digunakan untuk mengetahui kesamaan rata-rata dari anggota
populasi.
Perhitungan uji ini ada beberapa langkah yaitu :
1. Menentukan jumlah kuadrat rata-rata (RY)
n x RY
2
) (
2. Menentukan jumlah kuadrat antar kelompok (AY)
RY
ni xi
AY
2
) (
3. Menentukan jumlah kudrat total (JK total)
JKtot = RY-AY
DY = JKtot – RY – AY
[image:55.595.114.472.196.287.2]Langkah-langkah uji anava terlihat pada Tabel 3.12
Tabel 3.12 Hasil Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi (Uji Anava)
Sumber Variasi Dk JK KT F
Rata-rata 1 RY K= RY:1
D A
Antar kelompok k-1 AY A= AY:(k-1)
Dalam Kelompok (ni-1) DY D= DY:(ni-1)
Total ni x2
Kriteria pengujian : Ho diterima jika Fhit < F(k-1)(n-k), ini berarti tidak ada
perbedaan rata-rata keadaan awal populasi termasuk didalamnya keadaan awal
[image:55.595.106.513.411.445.2]populasi ( Sudjana, 1996 : 305). Hasil uji anava satu arah terlihat pada Tabel 3.13
Tabel 3.13 Hasil Uji Anava satu arah
Data Fhitung FTabel Kriteria
Nilai UAS 2,2106 6,66 Homogen
Berdasarkan hasil analisis diperoleh 2hitung 2,21062tabel(1)(k1) 6,66,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata dari keempat
populasi. Keempat populasi berdistribusi normal, memiliki homogenitas sama dan
memiliki kesamaan rata-rata sehingga dapat dilakukan pengambilan sampel
dengan teknik cluster random sampling yang menghasilkan kelas XI IPA 2
sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.
3.7.2 Analisis Data Tahap Akhir 3.7.2.1Uji Normalitas Data
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan
k
i i
i i
E E O
1 2
Keterangan :
2
= chi kuadrati
O = frekuensi pengamatan
i
E = frekuensi yang diharapkan
K = banyaknya kelas
i = 1,2,3,...,k
Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Ho diterima jika (1 )( 3) 2
2
khitung
dengan taraf signifikan 5% dan derajatkebebasan (k-3), yang berarti bahwa data tidak berbeda normal atau data
berdistribusi normal, sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik
parametrik.
2. Ho diterima jika (1 )( 3) 2
2
khitung
dengan taraf signifikan 5% dan derajatkekebasan (k-3), yang berarti bahwa data berbeda normal atau tidak
berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik non
parametrik.
( Sudjana, 1996 : 273)
3.7.2.2Uji Kesamaan Dua Varians
Uji kesamaan 2 varians bertujuan untuk mengetahui kesamaan varians dari
populasi agar menaksir dan menguji bisa berlangsung. Hipotesis yang diajukan
Ho : 1 2 = 22
Ha :
1
2 2 2
Ho diterima apabila Fhitung F1/2 (nb-1): (nk-1)
F =
terkecil terbesar ians
ians
var var
Kriteria pengujian; jika harga Fhitung < FTabel, maka kedua kelompok
mempunyai varians yang sama (homogen) (Sudjana, 1996 : 250).
3.7.2.3Uji Ketuntasan Belajar
Uji efektifitas pendekatan pembelajaran yang digunakan dapat diketahui
dari uji ketuntasan belajar. Uji ketuntasan belajar bertujuan untuk mengetahui
apakah hasil belajar kimia kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat
mencapai ketuntasan belajar atau tidak. Untuk mengetahui ketuntasan belajar
individu dapat dilihat dari data hasil belajar siswa. Rumus statiska yang digunakan
yaitu statistika t.
( Sudjana,1996) <