• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN SISWA SMAN 1 AMBARAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN SISWA SMAN 1 AMBARAWA"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN

CREATIVE PROBLEM

SOLVING

BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR

KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

SISWA SMAN 1 AMBARAWA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh :

ERSA ERFAWAN 4301410066

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

 Apapun yang kita kerjakan pasti ada hikmahnya  Berusaha dahulu baru berkomentar

 Sukai apa yang kita tidak sukai  Aneh itu istimewa

PERSEMBAHAN:

Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Bapak dan ibuku tercinta;

2. Adik- adikku tersayang;

3. Kesebelasan Frenosium : Musyarofah, Wahyu, Dini, Fika, Yunita,

Toni, Lidia, Krisna, Waridi, Nino, yang membuat hari-hari

pembuatan skripsi ini menjadi berwarna;

4. Nasikhatul Zulfa, yang selalu aneh dan memberi semangat;

5. Teman-teman Pendidikan Kimia Angkatan 2010 khususnya

Rombel 3;

(5)
(6)

vi

ABSTRAK

Ersa Erfawan, 2014. Efektifitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Buku Saku Pada Hasil Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ( KSP ) Siswa SMAN 1 Ambarawa. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Sri Nurhayati, M.Pd. Penguji utama Prof. Dr. Kasmadi Imam S, M.S.Penguji kedua Ir. Sri Wahyuni M.Si.

Kata Kunci : Pembelajaran; efektifitas; model CPS; buku saku.

Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Model pembelajaran ini menekankan pada kreatifitas siswa dalam menghubungkan, memecahkan, mengevaluasi, menganalisis dan menyelesaikan soal-soal kimia melalui ide-ide yang muncul dalam diskusi kelompok. Melalui metode ini siswa akan aktif dan membuka pikiran seluas-luasnya melalui ide-ide tentang penyelesaian masalah atau soal-soal yang diberikan. Proses CPS diawali dengan identifikasi masalah, selanjutnya identifikasi alternatif solusi, lalu memilih solusi yang terbaik. Selanjutnya realisasi solusi dan evaluasi. Pendekatan ini sangat dapat diterapkan di setiap sektor kehidupan, apalagi dalam mempelajari kimia. Hal yang paling penting adalah bagaimana menerapkannya dalam dunia pendidikan agar siswa dapat merespon secara kreatif masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran (CPS) berbantuan buku saku pada hasil belajar kimia siswa materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Sedangkan desain penelitian ini adalah post test only control design. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes, observasi, angket, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata kelompok eksperimen 80,48 mencapai ketuntasan belajar klasikal dan kelompok kontrol 76,18 belum mencapai ketuntasan belajar klasikal. Berdasarkan hasil uji t ketuntasan belajar kedua kelompok mencapai ketuntasan belajar populasi. Pada uji perbedaan dua rata-rata satu pihak diperoleh thitung sebesar 4,125 lebih tinggi

dari t(0,95)(78) sebesar 1,67 menunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih baik

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Konsep Belajar ... 8

2.2. Hasil Belajar... 11

2.3. Pembelajaran Kooperatif ... 12

2.4. Metode pembelajaran ... 13

2.5. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 14

(8)

viii

2.7. Buku Saku ... 17

2.8. Efektifitas ... 17

2.9. Materi Pembelajaran ... 18

2.10. Kerangka Berpikir ... 21

2.11. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Lokasi Penelitian ... 25

3.2. Penentuan Subyek penelitian ... 26

3.3. Variabel Penelitian ... 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5. Instrumen ... 28

3.6. Analisis Instrumen Penelitian ... 31

3.7. Tehnik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. Hasil Penelitian ... 48

4.2. Pembahasan ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1. Simpulan ... 68

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(9)

ix

DAFTAR TABEL

1.1. Persentase Ketuntasan Nilai Materi Kelarutan Dan Ksp ... 3

3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Ambarawa ... 25

3.2. Rancangan Penelitian ... 28

3.3. Klasifikasi Reliabilitas ... 33

3.4. Klasifikasi Daya Pembeda ... 34

3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 35

3.6. Klasifikasi Perhitungan Indeks Kesukaran ... 35

3.7. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 36

3.8. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi ... 37

3.9. Klasifikasi Reliabilitas ... 38

3.10. Hasil Uji Normalitas Populasi ... 40

3.11. Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 41

3.12. Hasil Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi ... 42

3.13. Hasil Uji Anava Satu Arah ... 42

3.14. Kriteria Skor Keterampilan Dalam Diskusi ... 45

3.15. Kriteria Skor Rata-Rata Nilai Afektif ... 46

3.16. Kriteria Skor Keterampilan Dalam Praktikum ... 46

3.17. Kriteria Skor Rata-Rata Nilai Psikomotorik ... 46

3.18. Kriteria Skor Angket Respon Siswa ... 47

4.1. Data Nilai Posttest Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan ... 48

4.2. Analisis Uji Normalitas... 49

(10)

x

4.4. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak ... 50

4.5. Hasil Analisis Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak (Pihak Kiri) ... 51

4.6. Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar ... 52

4.7. Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal ... 53

4.8. Nilai Afektif Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 54

4.9. Hasil Nilai Psikomotorik... 55

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

2.1. Kerangka Berfikir ... 23

4.1.Hasil Penilaian Aspek Kognitif ... 63

4.2.Hasil Penilaian Aspek Afektif ... 64

4.3.Hasil Penilaian Aspek Psikomotorik ... 65

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Ambarawa Tahun ... 73

2. Daftar Nilai Semester Kelas XI IPA ... 75

3. Uji Normalitas ... 77

4. Uji Homogenitas ... 81

5. Uji Kesamaan Dua Varians ... 82

6. Silabus ... 84

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen ... 89

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol... 118

9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 145

10. Soal Uji Coba Penelitian ... 148

11. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Indeks, Reliabilitas ... 159

12. Perhitungan validitas Soal Uji Coba ... 164

13. Perhitungan Reliabilitas Soal Uj Coba ... 165

14. Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Uji Coba... 166

15. Perhitungan Daya Pembeda Soal Uj Coba ... 167

16. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 169

17. Soal Posttest... 170

18. Data Hasil Belajar Posttest siswa ... 178

19. Uji Normalitas Data Posttest ... 179

20. Uji Kesamaan Dua Varians Data Posttest ... 181

21. Uji Perbedaan Rata-rata Data Posttest ... 182

(13)

xiii

23. Uji Ketuntasan belajar Kelas Kontrol ... 184

24. Pedoman Penyekoran Aspek Afektif Siswa ... 185

25. Hasil dan Perhitungan Observasi Efektif Kelas Kontrol ... 187

26. Hasil dan Perhitungan Observasi Efektif Kelas Eksperimen ... 188

27. Reliabilitas Penilaian Afektif ... 189

28. Kriteria Aspek Psikomotorik ... 190

29. Rekapitulasi Aspek Psikomotorik Kelas Eksperimen ... 196

30. Rekapitulasi Aspek Psikomotorik Kelas Kontrol ... 197

31. Reliabilitas penilaian Psikomotorik ... 198

32. Daftar Angket Tanggapan Siswa ... 199

33. Angket Tanggapan Siswa ... 200

34. Reliabilitas Angket tanggapan Siswa ... 204

35. Foto-foto Penelitian ... 205

36. Surat Ijin/Rekomendasi Penelitian ... 206

37. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 207

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi bagi

kehidupan manusia. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat

berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia

menurut konsep pandangan hidup mereka (Ihsan, 2008 : 2). Sejalan dengan

perubahan zaman, pendidikan juga terus berkembang. Dalam penerapan

pendidikan UNESCO merekomendasikan 6 pilar pendidikan yaitu learning to

know, learning to do, learning to be, learning to live together, learning how to

learn, learning throughout life (Suwarno, 2006 :76).

Learning to know bukan hanya memiliki materi sebanyak-banyaknya

tetapi juga bagaimana memahami makna di balik materi ajar yang telah diterima.

Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know yaitu bukan hanya

sebatas teori tetapi bagaimana perbuatan atau praktik yang sebenarnya, learning to

be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan ataupun tokoh masyarakat yang

mampu menggali dan menentukan nilai kehidupan.

Learning to live together menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat

dan menjadi educated person yang bermanfaat bagi diri dan masyarakatnya.

Learning how to learn akan membawa peserta didik untuk mampu

mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif,

(15)

didik agar belajar terus menerus sepanjang hayat karena ilmu sebenarnya tidak

terbatas.

Dalam sebuah pendidikan tentunya diperlukan suatu proses-proses

pembelajaran yang merupakan suatu kegiatan yang diawali dengan interaksi

antara guru dan murid dimana akan diakhiri dengan suatu proses evaluasi atau

hasil belajar. Kegiatan pembelajaran ini merupakan suatu kegiatan yang disadari

atau direncanakan (Ibrahim & Syaodih, 2003 : 50).

Suatu Proses pembelajaran lebih sering dikenal sebagai PBM ( Proses

Belajar Mengajar). PBM ini menitikberatkan upaya agar materi pelajaran atau

pendidikan lebih mudah diamati, diinternalisasi, dihayati, ditransfer, dan

dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Agar mudah diamati biasanya memakai alat

peraga atau belajar dengan benda-benda konkret sehingga semua alat indera

terlibat. Diinternalisasi artinya dipahami arti dan maknanya sehingga lebih mudah

dihayati. Sedangkan ditransfer artinya diaplikasikan pada konsep dan situasi lain

yang serupa dan dilaksanakan dalam bentuk pemecahan soal, dapat juga dalam

bentuk pemecahan masalah dalam kehidupan ( Pidarta, 2007 : 5). Salah satunya

proses belajar belajar pada mata pelajaran kimia.

Kimia merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu materi. Ada

berbagai kedudukan pemberian pengajaran kimia. Ada pengajaran kimia secara

khusus, sebagai bagian dari bidang yang lebih luas, sebagai kimia terapan,

aspek-aspek sosial pengajaran kimia, dan pengajaran kimia untuk penderita cacat

(16)

Pengajaran kimia yang dikembangkan melalui proyek, kebanyakan

merupakan pengajaran kimia secara khusus. Pengajaran kimia seperti ini dianggap

kurang menarik dan susah di mengerti karena cenderung memberikan teori-teori

kompleks yang sulit di mengerti oleh peserta didik. Pemberian pengajaran kimia

melalui model-model tertentu hanya bisa untuk membantu mengerti materi-materi

hafalan, tetapi untuk materi-materi kompleks seperti hitung-hitungan masih sulit

untuk dimengerti dan dipahami.

Hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMAN 1

Ambarawa menunjukkan hasil belajar kimia siswa kelas XI SMAN 1 Ambarawa.

Observasi ini memberikan hasil bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada

materi kelarutan dan hasil kelarutan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM). Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

terlihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan Ksp No Kelas KKM Nilai terendah Nilai tertinggi Persentase ketuntasan

1. XI IPA 1 77 45 88 70,575%

2. XI IPA 2 77 53 84 65,775%

3. XI IPA 3 77 40 87 68,9%

4. XI IPA 4 77 45 95 65,725%

Hasil belajar ini disebabkan oleh pemahaman siswa pada materi kelarutan

dan hasil kelarutan yang kurang, dengan materi yang lebih cenderung ke

perhitungan-perhitungan dan membutuhkan pemahaman lebih, hal ini dirasa sulit

oleh masing-masing siswa. Penyebab lain juga dari motivasi siswa yang

cenderung kurang terhadap perhitungan kimia dan lebih termotivasi oleh

(17)

Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa SMAN 1 Ambarawa

didapatkan beberapa metode dan model yang diterapkan dalam pembelajaran

kimia yaitu metode ceramah, belajar kelompok, dan pemberian soal-soal. Model

pembelajaran yang diberikan berpengaruh besar pada tingkat motivasi dan hasil

belajar siswa. Model pembelajaran yang dipilih harus mampu meningkatkan hasil

belajar siswa, dengan begitu tujuan dari proses belajar mengajar akan tercapai

dengan baik. Sebuah model pembelajaran yang dapat membuat aktif bukan hanya

untuk beberapa orang saja tetapi dapat menyeluruh pada semua tingkatan siswa

sangat diperlukan. Beberapa model kooperatif sangat cocok untuk diterapkan

dalam masalah-masalah seperti ini, karena penggunaannya yang melibatkan

semua siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode yang baik dalam

menemukan solusi yaitu model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving).

Pendekatan ini dapat dilakukan secara verbal maupun figural. Secara verbal

dapat dilakukan dengan brain storming dan concept maping atau kombinasi

antara verbal dan figural. Prosesnya diawali dengan identifikasi masalah,

selanjutnya identifikasi alternatif solusi, lalu memilih solusi yang terbaik.

Selanjutnya realisasi solusi dan evaluasi. Pendekatan ini sangat dapat diterapkan

di setiap sektor kehidupan, apalagi dalam mempelajari kimia. Hal yang paling

penting adalah bagaimana menerapkannya dalam dunia pendidikan agar siswa

dapat merespon secara kreatif masalah yang dihadapi dalam kehidupan

(18)

Model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) suatu model

pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan

pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Model

pembelajaran ini menekankan pada kreatifitas siswa dalam menghubungkan,

memecahkan, mengevaluasi, menganalisis dan menyelesaikan soal-soal kimia

melalui ide-ide yang muncul dalam diskusi kelompok. Melalui metode ini siswa

akan aktif dan membuka pikiran seluas-luasnya melalui ide-ide tentang

penyelesaian masalah atau soal-soal yang diberikan. Penerapan kelompok sendiri

agar seluruh siswa ikut serta tanpa ada yang cuma ikut-ikutan sehingga siswa

dapat termotivasi dan meningkatkan pemahamannya. Semua hal ini merupakan

proses agar membuat siswa menjadi kreatif. Sesuai dengan pernyataan berikut :

Whether solving problems alone or in a group, you really must have a guided process i.e. a plan or a map of the steps to be followed. This is especially so in a group due to the need to align the capabilities of the members in a positive way. This map is usually called the Creative Problem Solving process and under this denotation there exist a huge number of methods, tools and techniques to support the creative process. (Vidal 2010 : 412)

Pemberian buku saku sendiri dapat membantu siswa mengembangkan

kreatifitas dalam proses belajarnya. Buku saku dalam hal ini diharapkan dapat

sebagai panduan atau penuntun pembelajaran siswa sehingga lebih terproses

dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil judul “Efektifitas Model

Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Buku Saku Pada Hasil

Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ( KSP ) Siswa SMAN 1

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas permasalahan yang diajukan

dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran menggunakan model CPS

(Creative Problem Solving) berbantuan buku saku pada pokok materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan efektif terhadap hasil belajar siswa?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas pembelajaran dengan menggunakan model CPS (Creative Problem

Solving) berbantuan buku saku terhadap hasil belajar pada pokok materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi guru

1. Sebagai satu contoh model pembelajaran dalam meningkatkan variasi

keterampilan mengajar dalam sistem pembelajaran.

2. Mendapatkan strategi pembelajaran yang kreatif dan cocok untuk

menyampaikan materi-materi yang khususnya berupa perhitungan

perhitungan kimia.

1.4.2 Bagi siswa

1. Memudahkan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah pada

soal-soal kimia.

(20)

3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif

dalam pemecahan masalah.

1.4.3 Bagi peneliti

1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan model

pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku.

2. Mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Creative

Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku terhadap kemampuan

(21)

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Belajar

Menurut Hilgrad dan Bower sebagaimana dikutip oleh Baharuddin (2008 :

13) belajar (to learn) memiliki arti :

1. To gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study.

2. To fix in the mind or memory.

3. To acquired trough experience.

4. To become in forme of to find out.

Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh

pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,

menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi menemukan. Belajar

memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.

Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya.

Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya

sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat

berhasil dengan baik. Ketika seorang anak mendapatkan hasil tes yang bagus tidak

bisa dikatakan sebagai belajar apabila hasil tesnya itu didapatkan dengan cara

yang tidak benar, misalnya hasil mencontek (Faturrahman & Sobri, 2007 : 6).

Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat syaraf

individu yang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak. Karena terjadi secara

(22)

diamati jika ada perubaan perilaku dari seseorang yang berbeda dengan

sebelumnya. Perubahan perilaku tersebut bisa dalam hal pengetahuan, afektif,

maupun psikomotorik ( Baharuddin 2008 : 16 ).

Menurut Gagne sebagaimana dikutip oleh Baharuddin (2008 : 17 ) proses

belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah, itu melalui tahap-tahap atau

fase-fase berikut:

1. Tahap motivasi

Tahap motivasi yaitu saat motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan

kegiatan belajar bangkit. Misalnya siswa tertarik untuk memperhatikan apa yang

akan dipelajari, melihat gurunya datang, melihat apa yang ditunjukkan guru (buku

dan alat peraga), dan mendengarkan apa yang diucapkan guru.

2. Tahap konsentrasi

Tahap konsentrasi yaitu saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah

ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang

akan dipelajari. Pada fase motivasi mungkin perhatian siswa hanya tertuju pada

penampilan guru (pakaian, tas, model rambut, sepatu dan lain sebagainya).

3. Tahap mengolah

Tahap mengolah yaitu siswa menahan informasi yang diterima dari guru

dalam Short Term Memory (STM), atau tempat penyimpanan ingatan jangka

pendek, kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi makna (meaning)

berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing. Hasil olahan itu

berupa simbol-simbol khusus yang antara satu siswa dengan siswa yang lain

(23)

sebelumnya serta kejelasan penangkapan siswa. Karena itu, tidak merupakan hal

aneh jika setiap siswa akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang sama yang

diberikan oleh seorang guru.

4. Tahap menyimpan

Tahap menyimpan yaitu siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang

telah diberi makna ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang ingatan

jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar sudah diperoleh, baik baru sebagian

maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah terjadi, baik perubahan,

pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Untuk perubahan sikap dan

keterampilan itu diperlukan belajar yang tidak hanya sekali saja, tapi harus

beberapa kali, baru kemudian tampak perubahannya.

5. Tahap menggali 1

Tahap menggali 1 yaitu siswa menggali informasi yang telah disimpan

dalam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan informasi baru yang dia terima.

Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang merupakan kelanjutan pelajaran

sebelumnya. Penggalian ini diperlukan agar apa apa yang telah dikuasai menjadi

kesatuan dengan yang akan diterima, sehingga bukan menjadi yang lepas-lepas

satu sama lain. Setelah penggalian informasi dan dikaitkan dengan informasi yang

baru, maka terjadi lagi pengolahan informasi untuk diberi makan seperti halnya

dalam tahap mengolah untuk selanjutnya disimpan dalam LTM lagi.

6. Tahap menggali 2

Tahap menggali 2 yaitu menggali informasi yang tela disimpan dalam LTM

(24)

menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja, menyelesaikan tugas, menjawab

pertanyaan dan latihan soal.

7. Tahap prestasi

Tahap prestasi yaitu informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya

digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil belajar. Hasil

belajar itu, misalnya, berupa keterampilan mengerjakan sesuatu, kemampuan

menjawab soal, atau menyelesaikan tugas.

8. Tahap umpan balik

Tahap umpan balik yaitu siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat

perasaan puas atau prestasi yang ditunjukkan. Hal ini terjadi jika prestasi tepat,

tapi sebaliknya, jika prestasinya jelek, perasaan tidak puas maupun tidak senang

bisa saja diperoleh dari guru (eksternal) atau dari diri sendiri (internal).

2.2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang

akan dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam

belajar. Dari hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang

diberikan berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam

proses pembelajaran (Sudjana, 1989: 22).

Dalam (Sudjana, 1989: 22) hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu:

2.2.1 Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek

(25)

2.2.2 Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan,

jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

2.2.3 Ranah Psikomotorik

Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan

dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ ketepatan, gerakan keterampilan

kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

2.3 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya

mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok

kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif di

dasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam

belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka

seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah

satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.

Lie (2004: 13), menyatakan bahwa ada tiga pilihan model pembelajaran,

yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Model pembelajaran

cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada

unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya

dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur

model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik

(26)

Menurut Slavin & Robert (2008: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada

berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari

materi pelajaran. Jadi pembelajaran kooperatif merupakan suatu kegiatan

pembelajaran yang identik dengan adanya kerjasama kelompok. Dalam kelas

kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan

argumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan

menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

2.4 Metode Pembelajaran

Dalam Uno (2006 : 17) variabel metode pembelajaran diklasifikasikan

menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

2.4.1 Strategi Pengorganisasian (Organizational Strategy)

Organizational strategy adalah metode mengorganisasi isi bidang studi yang

telah dipilih untuk pembelajaran. “mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan

seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya yang

setingkat dengan itu.

2.4.1.1Strategi Penyampaian (Delivery Strategy)

Delivery strategi adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada

siswa dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa.

(27)

2.4.1.2Strategi Pengolahan (Management Strategy)

Management strategy adalah metode untuk menata interaksi antara si belajar

dan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan

penyampaian isi pembelajaran.

2.5 Model Pembelajaran

Creative Problem Solving

(CPS)

Model CPS adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan

pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan

penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat

melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan

mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa

dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin,

2004:1).

Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan masalah

seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang

berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Melalui CPS,

siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan

hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, CPS memperluas proses berpikir.

Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut:

1. Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah

dalam CPS.

2. Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan

(28)

3. Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan

tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada.

4. Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal.

5. Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan

strategi pemecahan masalah.

6. Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam

berbagai bidang/ situasi.

Adapun proses pembelajaran dengan model CPS (Pepkin, 2004: 2)

terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1. Klarifikasi Masalah

Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang

masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti

apa yang diharapkan.

2. Pengungkapan Pendapat

Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang

berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

3. Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan

pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan

masalah.

4. Implementasi

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk

(29)

penyelesaian dari masalah tersebut CPS merupakan model yang mengajarkan

siswa agar terbiasa memakai langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan

masalah, hal ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan

dalam belajar.

2.6

Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2010:3). Menurut

Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2010), media apabila dipahami

secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi

yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.

Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.

Media pembelajaran adalah sarana penyampaian pesan pembelajaran

kaitannya dengan model pembelajaran langsung yaitu dengan cara guru berperan

sebagai penyampai informasi dan dalam hal ini guru menggunakan berbagai

media yang sesuai. Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar.

Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,

perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar.

Menurut Heinich sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2010: 4), Media

pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan

instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan

(30)

sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan

lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Sedangkan menurut

Hamalik sebagaimana dikutip oleh (Arsyad, 2010) bahwa pemakaian media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan

minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan

bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

2.7 Buku Saku

Buku saku adalah buku yang mudah dibawa dan dapat dimasukkan ke dalam

saku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Penyajian buku saku ini

menggunakan banyak Gambar dan warna sehingga memberikan tampilan yang

menarik. Siswa cenderung menyukai bacaan yang menarik dengan sedikit uraian

dan banyak Gambar dapat membantu pembaca berimajinasi. Imajinasi dapat

membantu seseorang meningkatkan kinerja ingatannya dan membantu mengingat

kata-kata verbal. Warna juga dapat menjadi bentuk komunikasi non-verbal yang

dapat menyampaikan pesan secara instan dan lebih bermakna.

2.8 Efektifitas

Efektifitas berasal dari kata efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa

hasil. Jadi efektifitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang

ditimbulkan, manjur membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha

atau tindakan. Berdasarkan uraian diatas efektifitas dapat diartikan sebagai tingkat

keberhasilan yang dapat dicapai melalui cara atau usaha untuk mewujudkan

(31)

pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan

pengajaran, yaitu: (1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan

terhadap KBM; (2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara

siswa; (3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa

(orientasi kemampuan belajar ) diutamakan; dan (4) Mengembangkan suasana

belajar yang akrab dan positif. Dari uraian di atas, maka yang menjadi indikator

keefektifan ada 3 aspek:

1. Ketuntasan belajar siswa

2. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran

3. Respon siswa terhadap pembelajaran.

2.9 Materi Pembelajaran

2.9.1 Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan (Ksp)

3.9.1.1 Pengertian Kelarutan (Solubility)

Istilah kelarutan (solubility) digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal

zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Kelarutan (khususnya untuk

zat yang sukar larut) dinyatakan dalam satuan gram.L–1 atau mol.L–1. Apabila

suatu zat yang sukar larut (misalnya AgCl) dimasukkan ke dalam air ada sebagian

AgCl larut dan sebagian tetap mengendap. Bagian zat yang larut terurai menjadi

ion-ionnya.

AgCl(s) + H2O(l) ⇄ AgCl(aq) Ag+(aq) + Cl-(aq)

Karena semua bentuk molekul yang terlarut (aq) terurai menjadi

ion-ionnya, di dalam larutan hanya terdapat keseimbangan antara bentuk padat (s) dan

(32)

AgCl(s) ⇄ Ag+(aq) + Cl-(aq)

Atau secara umum : AxBy(s) ⇄ xAy+(aq) + yBx-(aq)

3.9.1.2 Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat

kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.

AxBy(s) ⇄ xAy+(aq) + yBx–(aq)

Karena zat padat tidak mempunyai molaritas, maka tetapan kesetimbangan

reaksi di atas hanya melibatkan ion-ionnya saja, dan tetapan kesetimbangannya

disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp)

Ksp AxBy = [Ay+]x [Bx–]y

3.9.1.3 Hubungan Kelarutan (s) dengan Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Oleh karena (s) dan Ksp sama-sama dihitung pada larutan jenuh, maka

antara (s) dan Ksp berhubungan, nilai Ksp ada keterkaitannya dengan nilai s. Secara

umum hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp)

untuk larutan elektrolit AxBy dapat dinyatakan sebagai berikut.

AxBy(s) ⇄ xA y+

(aq) + yB

x-(aq)

S ⇄ xs ys

Ksp = [Ay+]x [Bx–]y

Ksp = (xs) x

(ys)y

Sehingga Ksp = xx yy s(x+y) dan S =

3.9.1.4 Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan

Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4

(33)

Ag2CrO4(s) ⇄ 2Ag+(aq) + CrO42–(aq)

jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO3 atau

larutan K2CrO4 maka larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi

ion Ag+ atau ion CrO42– dalam larutan.

AgNO3(aq)→ Ag+(aq) + NO3–(aq)

K2CrO4(aq)→ 2K+(aq) + CrO42–(aq)

Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan

konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser kesetimbangan ke kiri.

Akibatnya jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi berkurang. Jadi dapat disimpulkan

bahwa ion senama memperkecil kelarutan.

3.9.1.5 Hubungan Ksp dengan pH

Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu asam atau basa

yang sukar larut. Sebaliknya harga Ksp suatu asam atau basa dapat digunakan

untuk menentukan pH larutan. Beberapa senyawa asam atau basa ada yang sukar

larut dalam air. Senyawa asam atau basa tersebut akan membentuk larutan dengan

pH jenuh. Besarnya pH sesuai banyaknya ion (H+) dan (OH-) yang terlarut.

Konsentrasi ini sangat bergantung pada besarnya harga Ksp sehingga kelarutan

akan semakin besar. Pada asam, pH akan semakin kecil, sedangkan pada basa pH

larutan akan semakin besar. Konsentrasi ion (H+) dan (OH-) dapat ditentukan

dengan cara menghitung harga kelarutannya dalam air.

3.9.1.6 Penggunaan Konsep Ksp dalam Pemisahan Zat

Harga Ksp suatu elektrolit dapat dipergunakan untuk memisahkan dua atau

(34)

dengan menambahkan suatu larutan elektrolit lain yang dapat berikatan dengan

ion-ion dalam campuran larutan yang akan dipisahkan. Karena setiap larutan

mempunyai kelarutan yang berbeda-beda, maka secara otomatis ada larutan yang

mengendap lebih dulu dan ada yang mengendap kemudian, sehingga

masing-masing larutan dapat dipisahkan dalam bentuk endapannya.

Misalnya pada larutan jenuh PQ berlaku persamaan : Ksp = [P+] [Q–]

Jika larutan itu belum jenuh (PQ yang terlarut masih sedikit), sudah tentu

harga [P+] [Q–] lebih kecil daripada harga Ksp. Sebaliknya jika [P+] [Q–] lebih

besar daripada Ksp, hal ini berarti larutan itu lewat jenuh, sehingga PQ akan

mengendap.

• Jika [P+

] [Q–] < Ksp, maka larutan belum jenuh (tidak terjadi endapan).

• Jika [P+

] [Q–] = Ksp, maka larutan tepat jenuh (tidak terjadi endapan).

• Jika [P+

] [Q–] > Ksp, maka larutan lewat jenuh (terjadi endapan).

3.10

Kerangka Berpikir

Hasil belajar kelas XI IPA SMAN 1 Ambararawa menunjukkan belum

tercapainya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada materi kelarutan dan hasil

kelarutan, metode pembelajaran disini kurang membuat siswa itu menjadi aktif,

kebanyakan siswanya pasif sehingga hasil belajar dari siswa tersebut rendah tidak

sesuai dengan KKM. Hasil belajar ini disebabkan oleh pemahaman siswa pada

materi kelarutan dan hasil kelarutan yang kurang, dengan materi yang lebih

cenderung ke perhitungan-perhitungan dan membutuhkan pemahaman lebih, hal

(35)

sudah bagus akan tetapi kurang variatif sehingga siswa kurang aktif dan kurang

memahami materi kelarutan dan hasil kelarutan.

Berawal dari permasalahan ini, maka perlu adanya suatu model

pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari materi kimia.

Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu model pembelajaran Creative

Problem Solving berbantuan buku saku pada kelas eksperimen dan metode

konvensional pada kelas kontrol. Kedua kegiatan pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol di atas diharapkan efektif pada hasil belajar siswa dan dapat membantu

mendorong hasil belajar siswa sehingga dapat mencapai KKM pada materi

kelrutan dan hasil kelarutan. Secara ringkas Gambaran penelitian yang dilakukan

(36)
[image:36.595.111.528.100.687.2]

Gambar 2.1 kerangka berpikir 1. Pemahaman siswa kurang

2. Model Pembelajaran kurang variatif

3. Siswa kurang aktif dan kurang memahami materi Ksp

Nilai Belum mencapai kkm

Perbandingan hasil belajar Pemberian

buku saku

Pembelajaran konvensional ( metode ceramah)

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Pembelajaran kooperatif model Creative Problem

Solving

Hasil belajar Hasil belajar

Tes Tes

(37)

2.11 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut, penggunaan model pembelajaran CPS

berbantuan buku saku pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan efektif

(38)

25

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Ambarawa pada semester genap

yaitu pada bulan Mei 2014 tahun ajaran 2013/2014. Lokasi penelitian ini

dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ambarawa yang terletak di Jl. Yos Sudarso No.

46, Ambarawa, Semarang.

3.2

Penentuan Subyek Penelitian

3.2.1 Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Negeri 1

Ambarawa tahun pelajaran 2013/2014 terdiri dari empat kelas dengan perincian

[image:38.595.181.441.499.593.2]

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ambarawa

No Kelas Jumlah siswa

1 XI IPA 1 40

2 XI IPA 2 40

3 XI IPA 3 40

4 XI IPA 4 40

Jumlah 160

(Sumber: Administrasi kesiswaan SMA Negeri 1 Ambarawa Tahun pelajaran

2013/2014)

3.2.1.1Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 sampai dengan

(39)

1. Siswa-siswa tersebut berada dalam tingkat kelas yang sama, yaitu kelas XI

IPA SMA;

2. Siswa siswa tersebut berada dalam semester yang sama yaitu semester 2;

3. Dalam pelaksanaan pengajarannya, siswa tersebut diajar dengan kurikulum,

media, dan jumlah jam pelajaran yang sama.

3.2.1.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik cluster random sampling dimana pengambilan sampel penelitian berupa

kelompok yang dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang terbagi

dalam kelas-kelas yang memiliki homogenitas yang sama dan memiliki varian

yang tidak berbeda. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI IPA 2 sebagai

kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.

3.3

Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian. Variabel yang diamati terdiri dari dua yaitu variabel yang

mempengaruhi disebut variabel penyebab atau variabel bebas, sedangkan variabel

akibat disebut variabel tidak bebas atau variabel terikat (Arikunto, 2006). Dalam

penelitian ini akan diselidiki variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut :

1. Variabel bebas yaitu metode ( CPS ) Creative Problem Solving berbantuan

buku saku pada pembelajaran kimia.

2. Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa.

3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, materi, dan jumlah

(40)

3.4

Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode dokumentasi

dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah

populasi, nilai ulangan semester gasal yang digunakan dalam analisis data awal,

dan nama-nama siswa anggota sampel.

3.4.2 Metode Tes

Metode tes merupakan metode yang digunakan untuk mengukur

kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto, 2006 :223). Metode tes

dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar.

3.4.3 Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau

hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Metode angket dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui respon (aspek afektif) siswa terhadap penggunaan

model CPS.

3.4.4 Observasi

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan

pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2005:30).

Metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data hasil

(41)

3.4.5 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test

only control design yaitu dengan melihat perbedaan hasil post test antara

kelompok eksperimen dan kontrol. Pola rancangan penelitian dapat dilihat pada

Tabel 3.2

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian

Kelas Perlakuan Post test

Eksperimen Metode CPS berbantuan buku saku Ya

Kontrol Metode ceramah Ya

3.5

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga

lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:160). Sebelum alat pengumpulan data yang

berupa tes obyektif digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan

uji coba. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah memenuhi syarat

sebagai alat pengambil data atau tidak.

Dalam penelitian ini, instrumen (alat yang dibuat peneliti untuk

memperoleh data) adalah: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

lembar kerja siswa (LKS), lembar pengamatan aspek afektif, lembar pengamatan

aspek psikomotorik, tes hasil belajar kognitif.

3.5.1 Silabus

(42)

3.5.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) digunakan sebagai panduan

bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas.

3.5.3 Buku Saku

Buku saku diberikan pada awal kegiatan pembelajaran, pada setiap

pertemuan digunakan oleh siswa untuk membantu mengembangkan kreatifitas

dalam proses belajarnya. Buku saku dalam hal ini diharapkan dapat sebagai

panduan atau penuntun pembelajaran siswa sehingga lebih terproses dengan baik.

3.5.4 Lembar Pengamatan Aspek Afektif

Lembar pengamatan aspek afektif digunakan untuk mengukur dan menilai

tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Pengamatan

aspek afektif ini dilakukan oleh observer. Dalam penelitian ini digunakan 5 aspek

dengan rentang skor lembar pengamatan aspek afektif dari skor 1 (satu) sampai 4

(empat). Penyusunan kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah

ditetapkan. Kriteria yang mengGambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor

terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang mengGambarkan nilai aspek yang

tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 4.

3.5.5 Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik

Lembar pengamatan aspek psikomotorik digunakan untuk mengukur dan

menilai keterampilan siswa. Penilaian aspek psikomotorik dilakukan pada proses

pembelajaran saat praktikum. Dalam penelitian ini digunakan 9 aspek

psikomotorik dengan rentang skor lembar pengamatan aspek psikomotor dari skor

(43)

yang telah ditetapkan. Kriteria yang mengGambarkan rendahnya nilai suatu aspek

diberi skor terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang mengGambarkan nilai

aspek yang tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 5.

3.5.6 Tes Hasil Belajar Kognitif

Tes hasil belajar kognitif atau post test digunakan untuk mengukur dan

menilai penguasaan siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Tes hasil belajar kognitif yang disusun pada penelitian ini berupa 30 soal pilihan

ganda dengan waktu pengerjaan tes 60 menit.

Langkah-langkah penyusunan soal uji coba tes hasil belajar kognitif adalah

sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang disediakan. Jumlah

butir soal yang diujicobakan 50 soal dengan alokasi waktu 90 menit.

2. Menentukan tipe atau bentuk soal. Tipe soal yang digunakan berbentuk

Tipe soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban.

3. Menentukan Tabel spesifikasi atau kisi-kisi soal.

4. Menyusun butir-butir soal.

5. Mengujicobakan soal.

6. Menganalisis hasil uji coba, dalam hal validitas dan reliabilitas perangkat

tes yang digunakan.

3.5.6.1 Uji Alat Evaluasi

Sebelum alat evaluasi digunakan, perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu

supaya dapat diketahui apakah alat evaluasi tersebut dapat digunakan. Dari hasil

(44)

3.6

Analisis Instrumen Penelitian

3.6.1 Pengujian Perangkat Uji Coba 3.6.1.1Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006: 168). Pengujian seperti silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan praktikum dan angket

menggunakan metode expert validity. Expert validity merupakan validitas yang

disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu

dosen pembimbing I, dosen pembimbing II, dan guru SMA. Akan tetapi untuk

lembar pengamatan dan angket juga harus memenuhi validitas isi oleh karena itu

sebelum instrumen disusun, peneliti menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu

berdasarkan kurikulum yang berlaku, selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen

pembimbing dan guru pengampu.

Validitas soal-soal post test dalam penelitian ini ada dua macam yaitu

validitas isi soal dan validitas butir soal.

3.6.1.1.1 Validitas Isi Soal

Untuk memenuhi validitas isi soal, sebelum instrumen disusun, peneliti

menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu berdasarkan kurikulum yang berlaku,

selanjutnya dikonsultasikan dengan guru pengampu dan dosen pembimbing.

3.6.1.1.2 Validitas Butir Soal

Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus Korelasi point

(45)

q p S

M M r

t t p pbis

 

Keterangan :

p

M

= rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal

t

M

= rata-rata skor total

t

S = standar deviasi skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal

q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal

rpbis yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus t.

2

1

2

pbis pbis

r n r t

  

Kriteria : jika thit > ttab, maka butir soal valid, dengan dk = (n-2) dan n adalah

jumlah siswa (Sudjana, 1996: 377).

Berdasarkan uji coba soal yang dilakukan terhadap 40 siswa kelas XII IPA 2

SMA N 1 Ambarawa diperoleh hasil analisis validitas soal yang diujicobakan.

Perhitungan validitas keseluruhan terdapat 33 soal valid. Hasil analisis uji coba

menunjukkan soal uji yang valid adalah soal nomor 4, 5, 6, 8, 10, 13, 15, 16, 17,

20, 21, 23, 26, 27, 28, 29, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,, 41, 44, 46,

48, 49, 50.

3.6.1.2 Reliabilitas

Seperangkat tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat memberikan

(46)

yang sama pada waktu lain, maka hasilnya akan tetap sama atau relatif sama.

Reliabilitas dalam rencana penelitian ini menggunakan rumus :

(Arikunto, 2006:189)

keterangan :

11

r = reliabilitas tes keseluruhan

k = banyaknya butir soal

st2 = varians skor total

X t =

n Y

 = rata-rata skor total

Harga r11 yang dihasilkan dikonsultasikan dengan aturan penetapan reliabel yang

[image:46.595.199.427.473.576.2]

disajikan pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas

Nilai r11 Keterangan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Cukup

0,60 – 0,799 Tinggi

0,80 – 1,000 Sangat tinggi

Hasil perhitungan diperoleh r11 = 0,975. Berdasarkan Tabel klasifikasi

reliabilitas, soal-soal tersebut mempunyai reliabilitas sangat tinggi.

3.6.1.3Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testee yang

mengetahui jawabannya dengan benar dengan testee yang tidak mampu menjawab

(47)

soal. Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal untuk

membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang

berkemampuan rendah. Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung daya

pembeda soal adalah sebagai berikut :

1. Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu mengurutkan skor hasil tes siswa

mulai dari skor tertinggi hingga skor terendah.

2. Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi dua kelompok yaitu kelompok

atas dan kelompok bawah.

Daya pembeda soal dihitung menggunakan rumus :

D =

(Sudijono, 2006 : 389)

Keterangan:

D = daya pembeda

BA = banyaknya siswa kelas atas yang menjawab benar BB = banyaknya siswa kelas bawah yang menjawab benar JA = banyaknya siswa pada kelas atas

JB = banyaknya siswa pada kelas bawah

Menurut Arikunto (2009:218), hasil perhitungan dikonsultasikan atau disesuaikan

[image:47.595.157.471.604.693.2]

dengan klasifikasi daya pembeda tersaji pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda

Inteval Kriteria

DP0,00 0,00<DP0,20 0,20<DP0,40 0,40<DP0,70 0,70<DP1,00

Jelek sekali jelek cukup baik baik sekali

(48)
[image:48.595.132.494.140.285.2]

Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal

No. Kriteria Nomor soal 1 Baik Sekali 32 (1 soal)

2 Baik 4, 5, 8, 10, 28, 29, 30, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 48, 49 (16 soal)

3 Cukup 6, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 23, 26, 27, 31, 33, 35, 44, 46, 50 (16 soal)

4 Jelek 1, 2, 3, 7, 9, 11, 12, 14, 18, 19, 22, 24, 25, 42, 43, 45, 47 (17 soal)

5 Sangat Jelek - (0 soal)

3.6.1.4 Taraf Kesukaran

Menurut Arikunto (2007: 207), bilangan yang menunjukkan sukar atau

mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks

kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Tingkat kesukaran soal dihitung dengan

menggunakan rumus:

P =

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa pengikut tes

Klasifikasi Indeks Kesukaran terlihat pada Tabel 3.6

Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran

Interval Kriteria

P = 0,00

0,00 < P  0,30 0,30 < P  0,70 0,70 < P  1,00 P = 1,00

Terlalu sukar Sukar

Sedang Mudah

[image:48.595.126.458.635.731.2]
(49)
[image:49.595.129.459.166.328.2]

Hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran soal terlihat pada Tabel 3.7

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal

Kriteria Nomor Soal

Sangat Mudah - (0 soal)

Mudah 1, 2, 3, 7, 9, 11, 12, 18, 19, 20,

22, 23, 27, 31, 33, 35, 42, 43, 45, 47, 50(21 soal)

Sedang 4, 5, 8, 10, 15, 16, 24, 25, 26,

28, 32, 34, 36, 37, 41 (15 soal)

Sukar 6, 13, 14, 17, 21, 29, 30, 38,

39, 40, 44, 46, 48, 49 (14 soal)

Sangat Sukar - (0 soal)

3.6.2 Analisis Lembar Observasi 3.6.2.1 Validitas

Lembar observasi diuji validitas isi dengan menggunakan expert validity

yaitu validitas yang disesuaikan dengan materi pelajaran, kondisi siswa dan

dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing dan guru SMA

yang diteliti.

3.6.2.2 Reliabilitas

Untuk mencari reliabilitas lembar observasi, digunakan rumus intereters

reliability :

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrument

n = jumlah objek yang diamati

(50)

Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi

Inteval Kriteria

0,8 < r11≤1.0 0,6 < r11≤ 0,8 0,4 < r11≤ 0.6 0,2 < r11≤ 0,4

r11≤ 0,2

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

( Arikunto, 2007: 196)

Analisis lembar observasi afektif menghasilkan harga r11 sebesar 0,80

dalam kategori tinggi sedangkan lembar observasi psikomotorik menghasilkan r11

sebesar 0,73 dalam kategori tinggi. Kedua harga r11 tersebut kemudian

dimasukkan kedalam rumus Thitung menghasilkan Thitung afektif sebesar 3,771 dan

Thitung psikomotorik Thitung sebesar 3,021 dengan TTabel =2,306. Karena Thitung >

TTabel maka lembar observasi ini reliabel.

3.6.3 Analisis Instrumen lembar Angket 3.6.3.1Validitas

Lembar angket respon diuji validitas isi dengan menggunakan expert

validity yaitu validitas yang disesuaikan dengan kondisi siswa dan dikonsultasikan

dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing.

3.6.3.2Reliabilitas

Reliabilitas untuk instrumen ini menggunakan rumus Alpha Cronbach

yaitu:

Varians :

(51)

Keterangan :

= reliabilitas instrumen

= banyak butir pertayaan

= jumlah varians skor butir

= varians total

= banyaknya subjek

= jumlah kuadrat skor butir

= jumlah kuadrat skor total

= kuadrat jumlah skor butir

= kuadrat jumlah skor total

[image:51.595.173.473.450.546.2]

Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.9

Tabel 3.9 Klasifikasi Reliabilitas

Inteval Kriteria

0,8 < r11≤1.0

0,6 < r11≤ 0,8

0,4 < r11≤ 0.6

0,2 < r11≤ 0,4

r11≤ 0,2

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Analisis angket tanggapan siswa menghasilkan harga r11 sebesar 0,85

dalam kategori sangat tinggi. Harga r11 tersebut kemudian dimasukkan ke dalam

rumus Thitung menghasilkan Thitung sebesar 9,947 dengan TTabel dengan sebesar

2,204. Kriteria lembar angket reliabel yaitu apabila harga Thitung > TTabel.

Berdasarkan hasil analisis didapat bahawa lembar observasi ini reliabel yang

(52)

3.7

Tehnik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah lanjutan dalam penelitian, karena analisis

data dilakukan setelah proses penelitian hingga data diperoleh.

3.7.1Analisis Data Tahap Awal

Analisis data tahap awal digunakan untuk mengetahui adanya kesamaan

kondisi awal populasi penelitian sebagai pertimbangan dalam pengambilan

sampel.

3.7.1.1Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan

dianalisis sehingga dapat ditentukan statistika yang akan digunakan.

Uji statistika yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:

k

i i

i i

E E O

1 2

2 = chi kuadrat

Oi = frekuensi pengamatan

Ei = frekuensi yang diharapkan

k = banyaknya kelas interval

I = 1, 2, 3,…, k

Membandingkan harga chi kuadrat data dengan Tabel chi kuadrat dengan taraf

signifikan 5% kemudian menarik kesimpulan, jika

2hitung <

2tabel (1-a)(k-3)maka

data berdistribusi normal. (Sudjana, 1996: 273). Hasil uji normalitas terlihat pada

(53)

Tabel 3.10 Hasil Uji Normalitas Populasi

No Kelas 2hitung

tabel 2

 Kriteria

1 XI IPA 1 4,79 7,81 Distribusi normal

2 XI IPA 2 4,78 7,81 Distribusi normal

3 XI IPA 3 5,79 7,81 Distribusi normal

4 XI IPA 4 1,53 7,81 Distribusi normal

Berdasarkan Tabel 3.10 hasil uji normalitas populasi diperoleh

2hitung <

tabel

2

, maka populasi berdistribusi normal sehingga telah memenuhi syarat

dijadikan sampel penelitian.

3.7.1.2Uji Homogenitas Populasi

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi berangkat dari

titik tolak yang sama. Untuk menguji homogenitas populasi digunakan uji

Bartlett:

2

2 log ) 1 ( 10

ln B ni Si

data 

dengan

(logs2) (ni 1)

B dan

   ) 1 ( ) 1 ( 2 2 i i i n s n s Keterangan:

= besarnya homogenitas

B = koefisien Bartlet

si2 = variansi masing-masing kelas

s2 = variansi gabungan

2

(54)

ni = jumlah siswa dalam kelas

Kriteria pengujian jika 2hitung 2tabel(1)(k1), dimana

2(1)(k1) didapat

dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1- ) dan dk = (k-1),maka

populasi homogen. (Sudjana, 1996: 263). Hasil uji homogenitas terlihat pada

Tabel 3.11

Table 3.11 Hasil Uji Homogenitas Populasi

Data 2hitung

tabel 2

 Kriteria

Nilai UAS 4,664 7,81 Homogen

Berdasarkan Tabel 3.11 diperoleh 2hitung 4,6642tabel(1)(k1) 7,81,

maka dapat disimpulkan bahwa H diterima yang berarti varians dari populasi tidak

berbeda satu dengan yang lain atau sama (homogen).

3.7.1.3Uji Kesamaan Rata-Rata (Uji Anava)

Uji anava digunakan untuk mengetahui kesamaan rata-rata dari anggota

populasi.

Perhitungan uji ini ada beberapa langkah yaitu :

1. Menentukan jumlah kuadrat rata-rata (RY)

n x RY

2

) (

2. Menentukan jumlah kuadrat antar kelompok (AY)

RY

ni xi

AY   

2

) (

3. Menentukan jumlah kudrat total (JK total)

JKtot = RY-AY

(55)

DY = JKtot – RY – AY

[image:55.595.114.472.196.287.2]

Langkah-langkah uji anava terlihat pada Tabel 3.12

Tabel 3.12 Hasil Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi (Uji Anava)

Sumber Variasi Dk JK KT F

Rata-rata 1 RY K= RY:1

D A

Antar kelompok k-1 AY A= AY:(k-1)

Dalam Kelompok (ni-1) DY D= DY:(ni-1)

Total ni x2

Kriteria pengujian : Ho diterima jika Fhit < F(k-1)(n-k), ini berarti tidak ada

perbedaan rata-rata keadaan awal populasi termasuk didalamnya keadaan awal

[image:55.595.106.513.411.445.2]

populasi ( Sudjana, 1996 : 305). Hasil uji anava satu arah terlihat pada Tabel 3.13

Tabel 3.13 Hasil Uji Anava satu arah

Data Fhitung FTabel Kriteria

Nilai UAS 2,2106 6,66 Homogen

Berdasarkan hasil analisis diperoleh 2hitung 2,21062tabel(1)(k1) 6,66,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata dari keempat

populasi. Keempat populasi berdistribusi normal, memiliki homogenitas sama dan

memiliki kesamaan rata-rata sehingga dapat dilakukan pengambilan sampel

dengan teknik cluster random sampling yang menghasilkan kelas XI IPA 2

sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.

3.7.2 Analisis Data Tahap Akhir 3.7.2.1Uji Normalitas Data

Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan

(56)

k

i i

i i

E E O

1 2

Keterangan :

2

= chi kuadrat

i

O = frekuensi pengamatan

i

E = frekuensi yang diharapkan

K = banyaknya kelas

i = 1,2,3,...,k

Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Ho diterima jika (1 )( 3) 2

2

 

k

hitung

dengan taraf signifikan 5% dan derajat

kebebasan (k-3), yang berarti bahwa data tidak berbeda normal atau data

berdistribusi normal, sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik

parametrik.

2. Ho diterima jika (1 )( 3) 2

2

 

k

hitung

dengan taraf signifikan 5% dan derajat

kekebasan (k-3), yang berarti bahwa data berbeda normal atau tidak

berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik non

parametrik.

( Sudjana, 1996 : 273)

3.7.2.2Uji Kesamaan Dua Varians

Uji kesamaan 2 varians bertujuan untuk mengetahui kesamaan varians dari

populasi agar menaksir dan menguji bisa berlangsung. Hipotesis yang diajukan

(57)

Ho : 1 2 = 22

Ha :

1

 2 2 2

Ho diterima apabila Fhitung F1/2 (nb-1): (nk-1)

F =

terkecil terbesar ians

ians

var var

Kriteria pengujian; jika harga Fhitung < FTabel, maka kedua kelompok

mempunyai varians yang sama (homogen) (Sudjana, 1996 : 250).

3.7.2.3Uji Ketuntasan Belajar

Uji efektifitas pendekatan pembelajaran yang digunakan dapat diketahui

dari uji ketuntasan belajar. Uji ketuntasan belajar bertujuan untuk mengetahui

apakah hasil belajar kimia kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat

mencapai ketuntasan belajar atau tidak. Untuk mengetahui ketuntasan belajar

individu dapat dilihat dari data hasil belajar siswa. Rumus statiska yang digunakan

yaitu statistika t.

( Sudjana,1996) <

Gambar

Tabel 1.1 Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan Ksp
Gambar 2.1 kerangka berpikir
Tabel 3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ambarawa
Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa metode Visual Auditory Kinestethic (VAK) efektif terhadap peningkatan kemandirian siswa autis kelas IV di SLB

KONSERVASI FURNITUR BERLANGGAM GOTHIC PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK SANTO YUSUF.

Sebab, lingkungan yang juga dikenal dengan institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan, yang secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah

Secara keseluruhan, kemampuan dasar bermain rounders siswa kelas V SD Negeri Ngandagan di Kecamatan Pituruh yang terdiri dari kemampuan melempar bola, memukul bola,

2) Belanja modal perusahaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap instrumen hutang jangka panjang.. 3) Perubahan modal berjalan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif

4 Grafik Perbandingan Total Packet Loss pada setiap penambahan Virtual Access Point dengan penambahan Virtual Local Area Network untuk Wireless to wired dan Wired to wireless pada

Modul Taxation Pengantar Perpajakan Indonesia 3,5% 4 Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) Mampu melakukan penghitungan dan memiliki keterampilan dalam memecahkan