A. JUDUL PENELITIAN
Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Laju Reaksi
Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta dengan Model Problem Based Learning (PBL).
B. BIDANG ILMU
Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah pendidikan kimia.
C. PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran di SMA N 9 Yogyakarta masih menggunakan model dan pendekatan pembelajaran yang konvensional. Dalam pembelajarannya, siswa belum merumuskan masalah dan menemukan
konsep materi sendiri tetapi masih diberikan oleh guru. Kegiatan praktikum belum dinilai keterampilan prosesnya tetapi hanya dinilai hasil akhirnya.
Kurikulum yang digunakan pada tahun ajaran 2014/2015 adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.
Alternatif yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah
▸ Baca selengkapnya: laporan praktikum laju reaksi menggunakan cangkang telur dan balon
(2)memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses
pembelajaran dilakukan melalui pendekatan ilmiah, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/
mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.
Model pembelajaran yang memakai pendekatan ilmiah, salah satunya adalah model Problem Based Learning (PBL). Menurut penelitian
Diyah Rauhillah Hasni tentang penerapan model Problem Based Learning (PBL) untuk mengetahui hasil belajar, diperoleh hasil perhitungan uji-t yaitu
nilai thit sebesar 5,8 dan ttab sebesar 1,38 atau thit > ttab. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model Problem Based Learning (PBL) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju
reaksi.
Penerapan model pembelajaran yang berbeda dari model
konvensional diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Motivasi merupakan faktor yang juga mempengaruhi perbuatan belajar peserta didik. Jika motivasi belajar meningkat, diharapkan perbuatan belajar
akan berlangsung dengan baik dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan analisis masalah di atas, peneliti berpendapat perlu
Sesuai dengan uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Laju Reaksi
Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta dengan Model Problem Based Learning (PBL)”.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian kelas ini adalah “Apakah penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI
IPA 1 SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk materi laju reaksi?”.
Masalah dalam penelitian ini dirinci kedalam rumusan masalah khusus sebagai berikut:
1. Bagaimanakah motivasi siswa dalam pembelajaran kimia materi laju reaksi menggunakan model Problem Based Learning (PBL)?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk materi laju reaksi dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)?
E. CARA PEMECAHAN MASALAH
Model Problem Based Learning (PBL) ini akan mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data,
mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan sehingga pada akhirnya dapat mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Indikator keberhasilan penggunaan model pembelajaran ini adalah dengan meningkatnya hasil belajar siswa aspek pengetahuan, ditunjukkan dengan minimal 70% hasil belajar siswa dapat mencapai KKM. Indikator
aspek sikap dan aspek keterampilan untuk rata-rata kelas yaitu 70%.
F. TINJAUAN PUSTAKA 1. Motivasi Belajar
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang
bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan
dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.
Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Menurut Oemar Hamalik (2008: 162) motivasi ada dua macam, yaitu:
a. Motivasi intrinsik, yang timbul dalam diri peserta didik sendiri,
informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, dan keinginan diterima oleh orang lain. Motivasi intrinsik adalah motivasi
yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.
b. Motivasi ekstrinsik, yang timbul sebagai akibat pengaruh faktor-faktor dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian peserta didik mau
melakukan sesuatu atau belajar.
Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta
didik. Motivasi yang tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku peserta didik antar lain adanya:
a. Kualitas keterlibatan peserta didik dalam belajar sangat tinggi.
b. Perasaan dan keterlibatan aktif peserta didik yang tinggi dalam belajar. c. Upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar
senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat
kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik. (Hamzah B. Uno, 2006 : 23)
2. Hasil Belajar
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya. ( Oemar Hamalik, 2001: 154)
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon
secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge
(pengetahuan, ingatan), comperhension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (manilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).
Domain psikomotor meliputi initiatory pre-routine, dan routinized.
Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris
atau terpisah, melainkan komperhensif. (Agus Suprijono, 2009 : 5 – 7). Menurut Agus Suprijono (2009:72), hasil belajar dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan,
mengatasi masalah, kemampuan mempelajari peran orang dewasa, dan menjadi pembelajar yang mandiri.
3. Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem
saraf otak berfungi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari
lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan
belajarnya.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) bertujuan:
a. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik
c. Menjadi pembelajar yang mandiri.
Peran guru di dalam kelas dengan model PBL adalah:
a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.
b. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan
pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan. c. Memfasilitasi dialog siswa, dan
Tabel 1. Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut. Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap-4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya. Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan.
4. Laju Reaksi
Laju reaksi adalah laju berkurangnya jumlah konsentrasi pereaksi untuk setiap satuan waktu atau laju bertambahnya jumlah konsentrasi hasil
reaksi untuk setiap satuan waktu.
Dinyatakan dengan satuan molaritas per detik (M / detik atau mol / L.detik).
Misalnya pada reaksi: A → B Maka:
Laju reaksi (v) = - ∆∆t[A] atau v = +∆∆ t[B]
Keterangan:
Tanda (-) pada ∆[A] menunjukkan bahwa konsentrasi zat A berkurang,
Secara umum dapat digambarkan:
Laju reaksi rata-rata adalah laju reaksi untuk selang waktu tertentu ∆t. Pengurangan zat pereaksi
v = - ∆[pereaksi∆ t ]
Penambahan zat produk reaksi
v = +∆[hasil reaksi]∆ t
Laju reaksi sesaat adalah laju reaksi pada waktu t. Pengurangan zat pereaksi
v = - d[pereaksidt ]
Penambahan zat produk reaksi
v = + d[hasil reaksidt ]
Tumbukan efektif adalah tumbukan yang mempunyai energi yang cukup
untuk memutuskan ikatan-ikatan pada zat yang bereaksi (bereaksi).
Contoh : tumbukan yang menghasilkan reaksi dan tumbukan yang tidak menghasilkan reaksi : H2 (g) + I2(g) → 2 HI(g)
Tumbukan antara molekul hidrogen (A) dengan iodin (B) dan
membentuk molekul HI(AB).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah: a. Konsentrasi
Larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat) mengandung partikel yang lebih rapat, jika dibandingkan dengan larutan encer. Semakin
tinggi konsentrasi berarti semakin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, akibatnya tumbukan antar molekul makin sering terjadi dan reaksi berlangsung semakin cepat.
b. Suhu
Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya suhu, energi gerak
Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah jika suhunya berubah. Berdasarkan hasil percobaan, laju reaksi akan menjadi 2 kali lebih
besar untuk setiap kenaikan suhu 10oC. c. Luas Permukaan Bidang Sentuh
Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan bertumbukan. Pada pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fasa atau lebih, tumbukan berlangsung pada bagian permukaan zat. Padatan berbentuk serbuk
halus memiliki luas permukaan bidang sentuh yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng atau butiran. Semakin luas
permukaan partikel, maka frekuensi tumbukan kemungkinan akan semakin tinggi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat.
d. Katalisator
Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir
reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea). Katalisis adalah peristiwa peningkatan laju reaksi sebagai akibat penambahan
suatu katalis. Meskipun katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi perbedaan energi antara produk dan
Tabel 2.
Hubungan faktor-faktor yang mempercepat laju reaksi dengan teori tumbukan
Fakta Uraian Teori
Peningkatan konsentrasi pereaksi
dapat mempercepat laju reaksi.
Peningkatan konsentrasi berarti
jumlah partikel akan bertambah pada
volume tersebut dan menyebabkan
tumbukan antar partikel lebih sering
terjadi. Banyaknya tumbukan
memungkinkan tumbukan yang
berhasil akan bertambah sehingga
laju reaksi meningkat. Peningkatan suhu dapat
mempercepat laju reaksi.
Suhu suatu sistem adalah ukuran dari
rata-rata energi kinetik dari
partikel-partikel pada sistem tersebut. Jika
suhu naik maka energi kinetik
partikel-partikel akan bertambah,
bertambah dan laju reaksi meningkat. Penambahan luas permukaan bidang
sentuh akan mempercepat laju
reaksi.
Makin besar luas permukaan,
menyebabkan tumbukan makin
banyak, karena makin banyak bagian
permukaan yang bersentuhan
sehingga laju reaksi makin cepat.
Katalis dapat mempercepat reaksi. Katalis dapat menurunkan energi
aktivasi (Ea), sehingga dengan energi
yang sama jumlah tumbukan yang
berhasil lebih banyak sehingga laju
reaksi makin cepat.
Sumber: Lewis, Thinking Chemistry
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar laju reaksi
siswa kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta.
H. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia dalam pembelajaran materi laju reaksi dengan menggunakan
1. Mengetahui motivasi siswa dalam pembelajaran kimia materi laju reaksi menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
2. Mengetahui hasil belajar siswa pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk materi laju reaksi dengan menggunakan model
Problem Based Learning (PBL).
I. KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:
1. Bagi Siswa, dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia pada
pokok bahasan Laju Reaksi.
2. Bagi Peneliti, penelitian ini akan menambah wawasan dan pengalaman yang berharga dalam melakukan penelitian tindakan kelas dengan model
Problem Based Learning (PBL) serta dapat menumbuhkan keterampilan
dan motivasi dalam melaksanakan pembelajaran kimia dengan lebih baik
lagi.
3. Bagi Pendidik/Guru, sebagai input dalam mengelola dan meningkatkan model pembelajaran kimia berkualitas.
4. Bagi sekolah SMA N 9 Yogyakarta, pembelajaran kimia dengan model Problem Based Learning (PBL) dapat menjadi rujukan untuk
J. METODE PENELITIAN 1. Subyek dan obyek penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta. Obyek penelitian ini adalah peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa materi pokok laju reaksi.
2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 9 Yogyakarta pada semester
ganjil bulan Agustus sampai September 2014 dengan menyesuaikan jam pelajaran kimia kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta.
3. Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif. Penelitian tindakan dilakukan secara bersama antara
pihak yang melakukan tindakan yakni guru peneliti dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan yakni observer. Penelitian ini lebih ideal karena pada pelaksanaan penilaian tindakan tidak dinilai oleh peneliti
sendiri, akan tetapi dinilai oleh observer dari teman sejawat, guru pamong dan dosen pembimbing.
Secara garis besar terdapat empat tahapan dalam penelitian tindakan kelas, yakni (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi (Suharsimi Arikunto, 2009:17). Adapun tahapan penelitian
Gambar 1. Siklus Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan 2 siklus, sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan, yakni 4 jam pelajaran untuk pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
4. Prosedur penelitian
a. Tahapan penelitian siklus I 1). Perencanaan
siswa, dan instrumen penelitian. Adapun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian terdapat dalam lampiran.
2). Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan dalam 1 kali
pertemuan. Awal pertemuan siswa diberikan angket motivasi. Pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Siswa belajar materi kimia laju
reaksi yaitu tentang pengaruh faktor konsentrasi dan katalis. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran kimia kelas
XI IPA. Setelah pembelajaran selesai siswa diberikan soal post-tes. 3). Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran dengan
menggunakan instrumen penelitian oleh observer. Instrumen penelitian ini digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa
selama proses pembelajaran. Observer mencatat kejadian-kejadian dengan membuat catatan lapangan. Hasil observasi digunakan untuk melakukan refleksi yang selanjutnya digunakan untuk
menentukan perencanaan siklus II. 4). Refleksi
Pada tahap ini peneliti dan observer melakukan evaluasi dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus I sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki perencanaan proses
b. Tahapan penelitian siklus II 1) Perencanaan
Perencanaan siklus II dilakukan setelah tahapan pada siklus I selesai. Rencana tindakan siklus II dimaksudkan untuk
memperbaiki proses pembelajaran pada siklus I. Pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, media pembelajaran, lembar kerja siswa, dan
instrumen penelitian untuk pembelajaran siklus II. Adapun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian terdapat dalam
lampiran. 2) Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilakukan dalam 1 kali
pertemuan. Tahap tindakan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk faktor
suhu dan luas permukaan bidang sentuh. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran kimia kelas XI IPA. Setelah pembelajaran selesai, siswa diberikan angket motivasi
kemudian dilanjutkan dengan soal post-tes. 3) Pengamatan
pembelajaran. Observer mencatat kejadian-kejadian dengan membuat catatan lapangan. Hasil observasi digunakan untuk
melakukan refleksi. 4) Refleksi
Pada tahap ini peneliti dan observer melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran pada siklus II untuk memperoleh kesimpulan dan saran untuk penelitian yang telah dilakukan.
5. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
evaluasi post-tes. Dalam penelitian ini soal post-tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Siswa dinyatakan berhasil belajar jika memperoleh
nilai post-tes pada siklus I dan II di atas nilai KKM. Hasil belajar siswa dinyatakan meningkat apabila nilai post-tes siklus II lebih besar dari nilai
post-tes siklus I.
Pos-tes dilakukan dua kali yaitu setelah pembelajaran siklus I dan setelah pembelajaran siklus II. Soal tes berupa soal esay tentang
6. Metode pengumpulan data a. Metode tes
Dalam penelitian ini digunakan tes evaluasi belajar berupa post-test untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar siswa terhadap materi
yang disampaikan. b. Analisis data
Dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah data hasil belajar
siswa pada subtopik faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Data hasil belajar dianalisis dengan menghitung persentase siswa yang
mempunyai nilai di atas KKM. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah sebanyak 70% siswa mempunyai nilai hasil belajar di atas KKM.
No Jenis Kegiatan Ju
Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar
Hamzah B. Uno. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Nana Sutresna. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk kelas XI.
Bandung: Grafndd Media Pratama
Oemar Hamalik. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara
Oemar Hamalik. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
M. PERSONALIA PENELITIAN
Personalia dalam penelitian ini adalah 1 orang peneliti dan 3 orang
observer, berikut identitas peneliti dan observer: 1. Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. Jenis Kelamin c. Jabatan Fungsional
d. Nama Sekolah Tempat Penelitian
: Rifathul Mualisah, S.Pd
: Perempuan : Guru
: SMAN 9 Yogyakarta 2. Observer I
a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin
c. Jabatan Fungsional
d. Nama Sekolah Tempat Penelitian
: Muhammad Afriawan, S.Pd : Laki-laki
: Guru
: SMAN 9 Yogyakarta 3. Observer 2
a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin
c. Pangkat dan Golongan dan NIP d. Jabatan Fungsional
e. Jabatan Struktural
f. Nama Sekolah Tempat Penelitian
: Sunarimah, S.Pd : Perempuan
: 19671104 199001 2 002 : Guru pamong
:
N. LAMPIRAN
1. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I
2. LKS siklus I
3. Lembar observasi I dan II