• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal DAN PTK laju reaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal DAN PTK laju reaksi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. JUDUL PENELITIAN

Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Laju Reaksi

Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta dengan Model Problem Based Learning (PBL).

B. BIDANG ILMU

Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah pendidikan kimia.

C. PENDAHULUAN

Kegiatan pembelajaran di SMA N 9 Yogyakarta masih menggunakan model dan pendekatan pembelajaran yang konvensional. Dalam pembelajarannya, siswa belum merumuskan masalah dan menemukan

konsep materi sendiri tetapi masih diberikan oleh guru. Kegiatan praktikum belum dinilai keterampilan prosesnya tetapi hanya dinilai hasil akhirnya.

Kurikulum yang digunakan pada tahun ajaran 2014/2015 adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.

Alternatif yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah

▸ Baca selengkapnya: laporan praktikum laju reaksi menggunakan cangkang telur dan balon

(2)

memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses

pembelajaran dilakukan melalui pendekatan ilmiah, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/

mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.

Model pembelajaran yang memakai pendekatan ilmiah, salah satunya adalah model Problem Based Learning (PBL). Menurut penelitian

Diyah Rauhillah Hasni tentang penerapan model Problem Based Learning (PBL) untuk mengetahui hasil belajar, diperoleh hasil perhitungan uji-t yaitu

nilai thit sebesar 5,8 dan ttab sebesar 1,38 atau thit > ttab. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model Problem Based Learning (PBL) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju

reaksi.

Penerapan model pembelajaran yang berbeda dari model

konvensional diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Motivasi merupakan faktor yang juga mempengaruhi perbuatan belajar peserta didik. Jika motivasi belajar meningkat, diharapkan perbuatan belajar

akan berlangsung dengan baik dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan analisis masalah di atas, peneliti berpendapat perlu

(3)

Sesuai dengan uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Laju Reaksi

Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta dengan Model Problem Based Learning (PBL)”.

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah yang diajukan dalam

penelitian kelas ini adalah “Apakah penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI

IPA 1 SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk materi laju reaksi?”.

Masalah dalam penelitian ini dirinci kedalam rumusan masalah khusus sebagai berikut:

1. Bagaimanakah motivasi siswa dalam pembelajaran kimia materi laju reaksi menggunakan model Problem Based Learning (PBL)?

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk materi laju reaksi dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)?

E. CARA PEMECAHAN MASALAH

(4)

Model Problem Based Learning (PBL) ini akan mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data,

mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan sehingga pada akhirnya dapat mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Indikator keberhasilan penggunaan model pembelajaran ini adalah dengan meningkatnya hasil belajar siswa aspek pengetahuan, ditunjukkan dengan minimal 70% hasil belajar siswa dapat mencapai KKM. Indikator

aspek sikap dan aspek keterampilan untuk rata-rata kelas yaitu 70%.

F. TINJAUAN PUSTAKA 1. Motivasi Belajar

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang

bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan

dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah

ditetapkan sebelumnya. Menurut Oemar Hamalik (2008: 162) motivasi ada dua macam, yaitu:

a. Motivasi intrinsik, yang timbul dalam diri peserta didik sendiri,

(5)

informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, dan keinginan diterima oleh orang lain. Motivasi intrinsik adalah motivasi

yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.

b. Motivasi ekstrinsik, yang timbul sebagai akibat pengaruh faktor-faktor dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian peserta didik mau

melakukan sesuatu atau belajar.

Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta

didik. Motivasi yang tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku peserta didik antar lain adanya:

a. Kualitas keterlibatan peserta didik dalam belajar sangat tinggi.

b. Perasaan dan keterlibatan aktif peserta didik yang tinggi dalam belajar. c. Upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar

senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat

(6)

kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik. (Hamzah B. Uno, 2006 : 23)

2. Hasil Belajar

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku

pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan

sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya. ( Oemar Hamalik, 2001: 154)

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan

(7)

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comperhension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan

menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (manilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon),

valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).

Domain psikomotor meliputi initiatory pre-routine, dan routinized.

(8)

Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris

atau terpisah, melainkan komperhensif. (Agus Suprijono, 2009 : 5 – 7). Menurut Agus Suprijono (2009:72), hasil belajar dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan,

mengatasi masalah, kemampuan mempelajari peran orang dewasa, dan menjadi pembelajar yang mandiri.

3. Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan

hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem

saraf otak berfungi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari

lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan

belajarnya.

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik

(9)

mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.

Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) bertujuan:

a. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik

c. Menjadi pembelajar yang mandiri.

Peran guru di dalam kelas dengan model PBL adalah:

a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

b. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan

pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan. c. Memfasilitasi dialog siswa, dan

(10)

Tabel 1. Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,

mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan

masalah tersebut. Tahap-3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap-4

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan

(11)

laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk

berbagi tugas dengan temannya. Tahap-5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau

evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang

mereka gunakan.

4. Laju Reaksi

Laju reaksi adalah laju berkurangnya jumlah konsentrasi pereaksi untuk setiap satuan waktu atau laju bertambahnya jumlah konsentrasi hasil

reaksi untuk setiap satuan waktu.

Dinyatakan dengan satuan molaritas per detik (M / detik atau mol / L.detik).

Misalnya pada reaksi: A → B Maka:

Laju reaksi (v) = - ∆t[A] atau v = +∆ t[B]

Keterangan:

Tanda (-) pada ∆[A] menunjukkan bahwa konsentrasi zat A berkurang,

(12)

Secara umum dapat digambarkan:

Laju reaksi rata-rata adalah laju reaksi untuk selang waktu tertentu ∆t. Pengurangan zat pereaksi

v = - ∆[pereaksi∆ t ]

Penambahan zat produk reaksi

v = +∆[hasil reaksi]∆ t

Laju reaksi sesaat adalah laju reaksi pada waktu t. Pengurangan zat pereaksi

v = - d[pereaksidt ]

Penambahan zat produk reaksi

v = + d[hasil reaksidt ]

(13)

Tumbukan efektif adalah tumbukan yang mempunyai energi yang cukup

untuk memutuskan ikatan-ikatan pada zat yang bereaksi (bereaksi).

Contoh : tumbukan yang menghasilkan reaksi dan tumbukan yang tidak menghasilkan reaksi : H2 (g) + I2(g) → 2 HI(g)

Tumbukan antara molekul hidrogen (A) dengan iodin (B) dan

membentuk molekul HI(AB).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah: a. Konsentrasi

Larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat) mengandung partikel yang lebih rapat, jika dibandingkan dengan larutan encer. Semakin

tinggi konsentrasi berarti semakin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, akibatnya tumbukan antar molekul makin sering terjadi dan reaksi berlangsung semakin cepat.

b. Suhu

Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya suhu, energi gerak

(14)

Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah jika suhunya berubah. Berdasarkan hasil percobaan, laju reaksi akan menjadi 2 kali lebih

besar untuk setiap kenaikan suhu 10oC. c. Luas Permukaan Bidang Sentuh

Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan bertumbukan. Pada pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fasa atau lebih, tumbukan berlangsung pada bagian permukaan zat. Padatan berbentuk serbuk

halus memiliki luas permukaan bidang sentuh yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng atau butiran. Semakin luas

permukaan partikel, maka frekuensi tumbukan kemungkinan akan semakin tinggi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat.

d. Katalisator

Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir

reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea). Katalisis adalah peristiwa peningkatan laju reaksi sebagai akibat penambahan

suatu katalis. Meskipun katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi perbedaan energi antara produk dan

(15)

Tabel 2.

Hubungan faktor-faktor yang mempercepat laju reaksi dengan teori tumbukan

Fakta Uraian Teori

Peningkatan konsentrasi pereaksi

dapat mempercepat laju reaksi.

Peningkatan konsentrasi berarti

jumlah partikel akan bertambah pada

volume tersebut dan menyebabkan

tumbukan antar partikel lebih sering

terjadi. Banyaknya tumbukan

memungkinkan tumbukan yang

berhasil akan bertambah sehingga

laju reaksi meningkat. Peningkatan suhu dapat

mempercepat laju reaksi.

Suhu suatu sistem adalah ukuran dari

rata-rata energi kinetik dari

partikel-partikel pada sistem tersebut. Jika

suhu naik maka energi kinetik

partikel-partikel akan bertambah,

(16)

bertambah dan laju reaksi meningkat. Penambahan luas permukaan bidang

sentuh akan mempercepat laju

reaksi.

Makin besar luas permukaan,

menyebabkan tumbukan makin

banyak, karena makin banyak bagian

permukaan yang bersentuhan

sehingga laju reaksi makin cepat.

Katalis dapat mempercepat reaksi. Katalis dapat menurunkan energi

aktivasi (Ea), sehingga dengan energi

yang sama jumlah tumbukan yang

berhasil lebih banyak sehingga laju

reaksi makin cepat.

Sumber: Lewis, Thinking Chemistry

G. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar laju reaksi

siswa kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta.

H. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia dalam pembelajaran materi laju reaksi dengan menggunakan

(17)

1. Mengetahui motivasi siswa dalam pembelajaran kimia materi laju reaksi menggunakan model Problem Based Learning (PBL).

2. Mengetahui hasil belajar siswa pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk materi laju reaksi dengan menggunakan model

Problem Based Learning (PBL).

I. KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:

1. Bagi Siswa, dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia pada

pokok bahasan Laju Reaksi.

2. Bagi Peneliti, penelitian ini akan menambah wawasan dan pengalaman yang berharga dalam melakukan penelitian tindakan kelas dengan model

Problem Based Learning (PBL) serta dapat menumbuhkan keterampilan

dan motivasi dalam melaksanakan pembelajaran kimia dengan lebih baik

lagi.

3. Bagi Pendidik/Guru, sebagai input dalam mengelola dan meningkatkan model pembelajaran kimia berkualitas.

4. Bagi sekolah SMA N 9 Yogyakarta, pembelajaran kimia dengan model Problem Based Learning (PBL) dapat menjadi rujukan untuk

(18)

J. METODE PENELITIAN 1. Subyek dan obyek penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta. Obyek penelitian ini adalah peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa materi pokok laju reaksi.

2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 9 Yogyakarta pada semester

ganjil bulan Agustus sampai September 2014 dengan menyesuaikan jam pelajaran kimia kelas XI IPA 1 SMAN 9 Yogyakarta.

3. Desain penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif. Penelitian tindakan dilakukan secara bersama antara

pihak yang melakukan tindakan yakni guru peneliti dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan yakni observer. Penelitian ini lebih ideal karena pada pelaksanaan penilaian tindakan tidak dinilai oleh peneliti

sendiri, akan tetapi dinilai oleh observer dari teman sejawat, guru pamong dan dosen pembimbing.

Secara garis besar terdapat empat tahapan dalam penelitian tindakan kelas, yakni (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi (Suharsimi Arikunto, 2009:17). Adapun tahapan penelitian

(19)

Gambar 1. Siklus Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan 2 siklus, sesuai dengan waktu yang

telah direncanakan, yakni 4 jam pelajaran untuk pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

4. Prosedur penelitian

a. Tahapan penelitian siklus I 1). Perencanaan

(20)

siswa, dan instrumen penelitian. Adapun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian terdapat dalam lampiran.

2). Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan dalam 1 kali

pertemuan. Awal pertemuan siswa diberikan angket motivasi. Pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Siswa belajar materi kimia laju

reaksi yaitu tentang pengaruh faktor konsentrasi dan katalis. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran kimia kelas

XI IPA. Setelah pembelajaran selesai siswa diberikan soal post-tes. 3). Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran dengan

menggunakan instrumen penelitian oleh observer. Instrumen penelitian ini digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa

selama proses pembelajaran. Observer mencatat kejadian-kejadian dengan membuat catatan lapangan. Hasil observasi digunakan untuk melakukan refleksi yang selanjutnya digunakan untuk

menentukan perencanaan siklus II. 4). Refleksi

Pada tahap ini peneliti dan observer melakukan evaluasi dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus I sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki perencanaan proses

(21)

b. Tahapan penelitian siklus II 1) Perencanaan

Perencanaan siklus II dilakukan setelah tahapan pada siklus I selesai. Rencana tindakan siklus II dimaksudkan untuk

memperbaiki proses pembelajaran pada siklus I. Pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, media pembelajaran, lembar kerja siswa, dan

instrumen penelitian untuk pembelajaran siklus II. Adapun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian terdapat dalam

lampiran. 2) Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilakukan dalam 1 kali

pertemuan. Tahap tindakan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk faktor

suhu dan luas permukaan bidang sentuh. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran kimia kelas XI IPA. Setelah pembelajaran selesai, siswa diberikan angket motivasi

kemudian dilanjutkan dengan soal post-tes. 3) Pengamatan

(22)

pembelajaran. Observer mencatat kejadian-kejadian dengan membuat catatan lapangan. Hasil observasi digunakan untuk

melakukan refleksi. 4) Refleksi

Pada tahap ini peneliti dan observer melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran pada siklus II untuk memperoleh kesimpulan dan saran untuk penelitian yang telah dilakukan.

5. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

evaluasi post-tes. Dalam penelitian ini soal post-tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Siswa dinyatakan berhasil belajar jika memperoleh

nilai post-tes pada siklus I dan II di atas nilai KKM. Hasil belajar siswa dinyatakan meningkat apabila nilai post-tes siklus II lebih besar dari nilai

post-tes siklus I.

Pos-tes dilakukan dua kali yaitu setelah pembelajaran siklus I dan setelah pembelajaran siklus II. Soal tes berupa soal esay tentang

(23)

6. Metode pengumpulan data a. Metode tes

Dalam penelitian ini digunakan tes evaluasi belajar berupa post-test untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar siswa terhadap materi

yang disampaikan. b. Analisis data

Dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah data hasil belajar

siswa pada subtopik faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Data hasil belajar dianalisis dengan menghitung persentase siswa yang

mempunyai nilai di atas KKM. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah sebanyak 70% siswa mempunyai nilai hasil belajar di atas KKM.

(24)

No Jenis Kegiatan Ju

Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar

Hamzah B. Uno. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Nana Sutresna. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk kelas XI.

Bandung: Grafndd Media Pratama

Oemar Hamalik. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara

Oemar Hamalik. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana

(25)

M. PERSONALIA PENELITIAN

Personalia dalam penelitian ini adalah 1 orang peneliti dan 3 orang

observer, berikut identitas peneliti dan observer: 1. Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar

b. Jenis Kelamin c. Jabatan Fungsional

d. Nama Sekolah Tempat Penelitian

: Rifathul Mualisah, S.Pd

: Perempuan : Guru

: SMAN 9 Yogyakarta 2. Observer I

a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin

c. Jabatan Fungsional

d. Nama Sekolah Tempat Penelitian

: Muhammad Afriawan, S.Pd : Laki-laki

: Guru

: SMAN 9 Yogyakarta 3. Observer 2

a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin

c. Pangkat dan Golongan dan NIP d. Jabatan Fungsional

e. Jabatan Struktural

f. Nama Sekolah Tempat Penelitian

: Sunarimah, S.Pd : Perempuan

: 19671104 199001 2 002 : Guru pamong

:

(26)

N. LAMPIRAN

1. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I

2. LKS siklus I

3. Lembar observasi I dan II

Gambar

Tabel 1. Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah
Tabel 2.
Gambar 1. Siklus Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Materi laju reaksi merupakan salah satu materi pelajaran kimia yang berkaitan langsung dengan pengetahuan alam yang sering dijumpai di lingkungan, Melalui pembelajaran dengan

proses sains siswa, (2) Peningkatan penguasaan konsep laju reaksi siswa, (3) Peningkatan persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar kimia pada materi pokok laju

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Laju Reaksi dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Lancar Siswa”..

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA ANIMASI TERHADAP HASIL. BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATERI

Dengan kata lain, laju reaksi merupakan besaran yang menyatakan perubahan konsentrasi zat-zat dalam reaksi kimia, yakni berkurangnya pereaksi atau bertambahnya produk

Bagi peserta didik dapat meningkatkan minat belajar kimia dan motivasi dalam pembelajaran materi kimia organik, khususnya pada konsep mekanisme reaksi

70 Ghinawati, ‘Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Laju Reaksi di SMAN 1 Arongan Lambalek’, Skripsi, 2020, 158

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS PTK Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Dan Hasil Belajar Siswa Pada Kompetensi Dasar Memahami