PERBANDINGAN LESI PAYUDARA PADA PEMERIKSAAN FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY (FNAB) DENGAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM ABDOEL MOELOEK
Oleh
MUFLIKHA SOFIANA PUTRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PERBANDINGAN LESI PAYUDARA PADA PEMERIKSAAN FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY (FNAB) DENGAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM ABDOEL MOELOEK
Oleh
MUFLIKHA SOFIANA PUTRI
Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan insidensi yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Tetapi perhatian lebih sering diberikan pada benjolan atau lesi yang bersifat ganas seperti kanker payudara. Salah satu pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosisnya adalah pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesifisitas, sensitivitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, dan tingkat akurasi pemeriksaan FNAB pada lesi payudara. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan uji diagnostik. Sumber data penelitian menggunakan data sekunder, yaitu dengan melihat hasil rekam medis pasien dengan lesi payudara periode Agustus 2012–November 2013 di RS Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Didapatkan 80 sampel penelitian, kemudian dibandingkan hasil pemeriksaan FNAB dan histopatologinya. Kesimpulan hasil analisis diagnostik pemeriksaan FNAB yaitu sensitivitas 90%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 96,77%, rasio kemungkinan positif tak terhingga mendekati 99, rasio kemungkinan negatif 0,1, dan akurasi 97,5%.
ABSTRACT
COMPARISON OF BREAST LESIONS ON FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY (FNAB) EXAMINATION WITH HISTOPATHOLOGY EXAMINATION AT RUMAH SAKIT UMUM ABDOEL MOELOEK
By
MUFLIKHA SOFIANA PUTRI
Breast lump is the most common finding in woman and the incidence increase rapidly every year. Breast cancer take more attention by clinician. One of the examination for diagnose breast lump is Fine Needle Aspiration Biopsy examination (FNAB). This study aims to determine the specificity, sensitivity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, and the accuracy of FNAB examination in patients with breast lesions. This research was diagnostic study with cross sectional design. Samples obtained by reading FNAB cytology and histopathology slides from medical records of 80 patients with breast lesions between August 2012– November 2013 at RS Umum Abdoel Moeloek in Bandar Lampung. The conclusion of diagnostic analysis of FNAB are sensitivity 90%, specificity 100%, positive predictive value 100%, negative predictive value 96.77%, positive likelihood ratio is infinite close to 99, negative likelihood ratio 0.1, and the accuracy is 97.5%.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 8 Maret 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Bapak Dr. H. Pargito, M.Pd dan Ibu Dra. Hj. Siti Rasunah, M.Pd.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Kartika II–25, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Kemudian melanjutkan Sekolah Dasar (SD) Kartika II–5, Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2005. Selanjutnya, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Bandar Lampung, selesai pada tahun 2011.
Pengetahuan kita adalah gambaran keterbatasan kita sebagai
manusia. Ketidaktahuan kita adalah gambaran
ketidakterbatasan Allah, sekaligus ketergantungan kita
kpada Allah.
Sebuah persembahan untuk
Ayahanda, Ibunda, Kakak, dan
Keluarga Besarku tercinta
Menuruni gunung memang lebih mudah daripada mendaki,
tetapi keindahan bumi yang sesungguhnya bukan terlihat dari
bawah, melainkan pada puncak gunung tertingginya
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang syafaatnya sangat diinginkan dan dirindukan kelak di Yaumil Akhir.
Skripsi dengan judul “PERBANDINGAN LESI PAYUDARA PADA
PEMERIKSAAN FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY (FNAB) DENGAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM ABDOEL MOELOEK” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran.
4. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Pembimbing Kedua atas waktu, pikiran, saran, bimbingan, serta kesabarannya dalam membimbing saya hingga skripsi ini selesai.
5. dr. Susianti, M.Sc selaku Penguji Utama pada ujian skripsi. Terima kasih atas motivasi, dukungan, saran dan kritik membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
6. dr. Syazili Mustofa dan dr. M. Yusran, M.Sc, Sp.M selaku dosen Pembimbing Akademik yang sudah memberikan pengalaman, memberi motivasi, dan membimbing saya dalam mengatur strategi perkuliahan. 7. dr. Resti Arania, Sp.PA selaku kepala instalasi Patologi Anatomi RS
Umum Abdoel Moeloek. Terimakasih telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di bagian Patologi Anatomi.
8. dr. Wien Wiratmoko GTP Sp.PA selaku kepala SMF Patologi Anatomi RS Umum Abdoel Moeloek. Terimakasih atas masukan dan izinnya sehingga saya dapat melakukan penelitian di bagian Patologi Anatomi.
9. Staf–staf dosen yang telah menjadi guru saya, sangat banyak ilmu yang telah diberikan, dan hanya Tuhan yang bisa membalas semua hal yang telah beliau–beliau berikan kepada saya.
10.Staf Akademik dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran yang telah membantu saya dalam segala administrasi di kampus.
mengecewakan dan belum bisa membanggakan, sesungguhnya aku takkan menjadi seperti sekarang ini bila tanpa genggaman tanganmu, bapak ibu. 12.Kakak–kakakku tercinta, mas Romdhi dan Mbak Meri yang selalu
memberikan dukungan, perhatian, menjadi teman dikala jenuh, dan menjadi contoh yang baik sehingga adek bisa menjadi seorang wisudawan. 13.Mbah kakung dan Mbah Putri yang selalu memberikan nasehat dan petuah–petuah kehidupan untuk cucumu ini. Serta menjadi motivasi untuk terus mengejar cita–cita sebagai seorang dokter.
14.Keponakanku tercinta Magistra Fathiyaturrahmah atas segala sikap dan sifatmu yang menghibur di kala jenuh.
15.Sahabatku, teman seperjuanganku, geng terbaik sepanjang masa Aini Putri, Azatu Zahirah, Dwitya Rilianti, Zuryati Toiyiba Qurbany dan Nycho Alva Chindo. Terimakasih atas segala suka dan duka yang telah kita lewati bersama dan juga segala waktu bahagia, tenaga tanpa pamrih, serta selalu memberikan jalan keluar disetiap permasalahanku. Semoga semua angan dan harapan yang kita inginkan akan tercapai kelak dan persahabatan ini tetap terjaga selamanya.
17.Teman sejawat satu angkatan 2011, terimakasih telah memberikan saya kesempatan untuk mengenal kalian. Semoga kita dapat membanggakan almamater tercinta dan menjadi dokter yang berguna untuk nusa dan bangsa.
18.Staf laboratorium patologi anatomi RS Abdoel Moeloek, terutama mba Ahyani yang selalu tulus dan ikhlas dalam membantu untuk kelancaran skripsi ini.
19.Teman–teman Asisten Dosen Patologi Anatomi, Fadia, Lian, Tiara, Yuda, Yolanda, Gede, dan Rizki yang telah bekerja sama dalam membimbing adik–adik tingkat.
20.Teman–teman Asisten Dosen CSL Nyimas, Jeana, Asih, Agung, Mahendra, dan Annisa yang menjadi tempat sharing ilmu bermanfaat. 21.Teman–teman KKN desa Kalirejo, kak Intan, kak Kemala, Hanny,
Nanang, Imam, Diki, Harry, kak Ikhwan, kak Rizki, dan lain–lain atas kebersamaannya selama 40 hari. Bersama kalian aku belajar kesederhanaan dan tanggung jawab.
22.Guru les kak Ibnu dan kak Zerri yang tetap sabar dalam membimbing dan mau berbagi pengalaman.
23.Teman–teman tutorial 7, Gita, Cici, Aulia, Dwitya, Hein, Sarah, Nordiansyah, Prianggara, dan Diano yang telah berbagi ilmu pada akhir semester di fakultas kedokteran.
25.Saudaraku Diyan yang selalu ikhlas dalam membantu dan selalu mau aku repotkan.
26.Dan semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih telah membantu dalam kelancaran skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis
i
D. Manfaat Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
B. Lesi Akibat Kelainan Payudara ... 12
1. Mastitis ... 12
2. Ektasia Duktus Mamma ... 12
3. Nekrosis Lemak ... 13
C. Lesi Akibat Ketidakseimbangan Hormon ... 14
1. Penyakit Fibrokistik ... 14
D. Neoplasma Jinak ... 15
1. Fibroadenoma ... 16
2. Papiloma Duktus ... 18
3. Tumor Filoides ... 18
E. Neoplasma Ganas ... 19
F. Prosedur Diagnostik ... 26
1. Anamnesis ... 26
2. Pemeriksaan Fisik ... 27
3. Pemeriksaan Penunjang ... 29
a. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB) ... 29
b. Histopatologi ... 31
ii
G. Kerangka Penelitian ... 33
1. Kerangka Teori ... 33
2. Kerangka Konsep ... 35
III. METODE PENELITIAN ... 36
A. Desain Penelitian ... 36
B. Waktu dan Tempat ... 36
C. Populasi dan Sampel ... 36
1. Kriteria Inklusi ... 37
2. Kriteria Eksklusi... 37
D. Identifikasi Variabel ... 38
1. Variabel Bebas ... 38
2. Variabel Terikat ... 38
E. Definisi Operasional... 39
F. Prosedur Penelitian ... 39
G. Pengolahan Data ... 40
H. Analisis Data ... 40
1. Analisis Univariat... 40
2. Analisis Uji Diagnostik ... 40
I. Aspek Etik Penelitian... 42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Hasil Penelitian ... 43
1. Karakteristik Usia... 43
2. Pemeriksaan FNAB ... 44
3. Pemeriksaan Histopatologi ... 45
4. Analisis Uji Diagnostik ... 47
B. Pembahasan ... 48
1. Karakteristik Usia... 48
2. Pemeriksaan FNAB ... 51
3. Pemeriksaan Histopatologi ... 53
4. Analisis Uji Diagnostik ... 59
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
iii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Prognosis Pasien Kanker Payudara ... 25
2. Hubungan Umur dengan Keadaan Lesi Payudara ... 26
3. Tanda dan Gejala Hasil Pemeriksaan Fisik ... 28
4. Definisi Operasional ... 39
5. Perhitungan Ketepatan Diagnosis ... 41
6. Distribusi Hasil Pemeriksaan FNAB ... 44
7. Karakteristik Ukuran Makroskopis Lesi Payudara ... 46
8. Hasil Studi Diagnostik FNAB dan Histopatologi ... 47
iv DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Mammae Tampak Anterior ... 7
2. Sistem Limfatik Mammae ... 8
3. Histologi Mammae ... 9
4. Predileksi Lesi Payudara ... 9
5. Teknik Palpasi ... 28
6. Pemeriksaan FNAB ... 29
7. Diagram Kerangka Teori ... 34
8. Diagram Kerangka Konsep ... 35
9. Distribusi Pasien dengan Benjolan Payudara Berdasarkan Usia ... 43
10. Distribusi Hasil Pemeriksaan Histopatologi ... 46
11. Hasil Pemeriksaan FNAB Displasia Mammae dan FAM. ... 52
12. Hasil Pemeriksaan Histopatologi FAM Intrakanalikuler ... 54
13. Hasil Pemeriksaan Histopatologi FAM Perikanalikuler. ... 54
14. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Displasia Mammae ... 55
15. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Mastitis Akut dan Kronik ... 56
v DAFTAR LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi perhatian lebih sering diberikan pada benjolan atau lesi yang bersifat ganas seperti kanker payudara (Yayasan Kanker Indonesia, 2011).
2
Lesi jinak payudara dapat dideteksi sendiri oleh penderitanya yang biasanya berupa benjolan kecil, konsistensi kenyal dan masih dapat digerakkan. Pada banyak kasus benjolan lesi jinak ini tidak sakit, tetapi pada beberapa wanita merasakan nyeri pada saat kehamilan dan menjelang siklus menstruasi karena dipengaruhi oleh hormon. Berbeda dengan kanker payudara yang memiliki konsistensi keras, nyeri, tidak dapat digerakkan karena adanya perlekatan dengan jaringan sekitar. Jika terdapat pengeluaran cairan dari puting biasanya mengarah ke papiloma atau kanker intraduktal, sedangkan jika nyeri dominan lebih mengarah ke kelainan fibrokistik (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).
Diagnosis klinis lesi payudara ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, seperti imaging menggunakan mammografi dan ultrasonografi serta pemeriksaan patologi anatomi dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan histopatologi (Haryono et al., 2011).
3
mengenai tipe dan stage dari lesi payudara sehingga dapat membantu dalam perencanaan terapi selanjutnya (Franco et al., 2005).
Tingkat keakuratan diagnosis metode ini hampir 100% karena pengambilan sampel jaringan cukup banyak dan kemungkinan kesalahan diagnosis sangat kecil. Tetapi metode ini memiliki kekurangan seperti harus melibatkan tenaga ahli anastesi, mahal, membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama karena harus diinsisi, menimbulkan bekas berupa jaringan parut yang nantinya akan mengganggu gambaran mammografi, serta dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan dan infeksi (Sabiston, 2011; National Breast & Ovarian Cancer Centre, 2014).
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosis lesi payudara adalah FNAB. Berdasarkan riset yang telah dilakukan secara retrospektif oleh Franco et al (2005) menunjukan bahwa akurasi diagnostik untuk lesi payudara sangat tinggi dan tidak ada komplikasi signifikan terkait FNAB sehingga dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dengan cepat dalam menentukan terapi selanjutnya. Metode ini memeriksa suatu bagian tubuh dengan cara menyuntikkan sebuah jarum halus berukuran 22–25 gauge ke daerah lesi payudara, lalu dilakukan aspirasi untuk mengambil isi lesi tersebut (Abusalem, 2002).
4
anestesi sistemik, rasa sakit yang relatif kurang, serta tidak menimbulkan bekas insisi yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mammografi. Tetapi, kemungkinan ketepatan diagnosis metode ini dapat meleset sebesar 10% dan sangat bergantung pada keahlian dan keterampilan ahli patologi anatomi. Selain itu, sampel dari jaringan payudara yang diambil sangat sedikit dan tidak dapat dibandingkan dengan keadaan sel sekitarnya, sehingga hanya dapat menghasilkan diagnosis berdasarkan keadaan sel atau yang disebut diagnosis sitologi. Hal ini menyebabkan tidak dapat ditentukannya grade lesi payudara sehingga penentuan terapi selanjutnya dapat kurang tepat (Abusalem, 2002; Underwood & Cross, 2010).
5
Berdasarkan uraian tersebut di atas ditambah dengan data yang ada di Provinsi Lampung, sangat diperlukan uji diagnostik untuk mengetahui tingkat keakuratan FNAB dalam mendiagnosis lesi payudara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu berapa nilai diagnostik pemeriksaan FNAB dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi dalam mendiagnosis lesi payudara.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui nilai diagnostik FNAB pada lesi payudara dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas FNAB pada lesi payudara dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi.
b. Untuk mengetahui nilai prediksi positif dan negatif FNAB pada lesi payudara dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi.
c. Untuk mengetahui rasio kemungkinan positif dan negatif FNAB pada lesi payudara dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi. d. Untuk mengetahui nilai akurasi FNAB pada lesi payudara
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti serta menambah pengetahuan mengenai nilai uji diagnostik penggunaan FNAB sebagai alat diagnostik lesi payudara dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi.
2. Bagi klinisi dan masyarakat, dapat memberikan informasi mengenai keakuratan penggunaan FNAB sehingga dapat mendiagnosa cepat lesi payudara dan mengurangi tindakan insisi yang kurang diperlukan. 3. Bagi ilmu kedokteran, dapat membantu dalam memperkirakan nilai
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Payudara 1. Anatomi
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu jaringan kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi lobus dan duktus. Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding torak ventral yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula sampai dengan costae atau intercostae kelima sampai keenam (Haryono et al., 2011; Moore et al., 2009). Adapun anatomi payudara tersaji pada gambar 1.
8
Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes anterior yang merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri torakalis lateralis, dan arteri interkostalis posterior. Sedangkan, sistem limfatik payudara terdiri dari pleksus subareola dan pleksus profunda. Pleksus subareola mencakup bagian tengah payudara, kulit, areola dan puting yang akan mengalir kearah kelenjar getah bening pektoralis anterior dan sebagian besar ke kelenjar getah bening aksila. Pleksus profunda mencakup daerah muskulus pektoralis menuju kelenjar getah bening rotter, kemudian ke kelenjar getah bening subklavikula atau route of Grouzsman, dan 25% sisanya menuju kelenjar getah bening mammaria interna (Soetrisno, 2010). Sistem limfatik payudara tersaji pada gambar 2.
Gambar 2. Sistem limfatik mammae (Sumber: http://www.edoctoronline.com).
9
2. Histologi
Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat lobulus–lobulus yang terdiri dari duktus intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol (Eroschenko, 2008). Adapun gambaran histologi payudara dan predileksi lesi payudara tersaji pada gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Histologi Mammae (Sumber: Eroschenko, 2008).
10
3. Fisiologi
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus. Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur protein yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG, unsur lipid dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior, adrenal, dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior memiliki pengaruh terhadap hormonal siklik follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen dan progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh hormon siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak yang nyata adalah payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa nyeri. Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem keseimbangan hormonal siklus haid terganggu sehingga beresiko terhadap perkembangan dan involusi siklik fisiologis, seperti jaringan parenkim atrofi diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena kista kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan proses aging (Soetrisno, 2010; Sabiston, 2011).
4. Patologi
11
Kelainan kongenital tidak diketahui dengan pasti etiologinya, tetapi segala sesuatu yang bersifat menimbulkan kegagalan secara total maupun parsial perkembangan somatik payudara akan berakibat kurang atau gagalnya pembentukan komponen payudara. Kelainan kongenital dapat berupa agenesis, hipoplasia dan hipotrofi, polythelia atau jumlah puting susu yang berlebihan, polymastia atau terdapat lebih dari sepasang payudara, dan lain–lain (Fadjari, 2012).
Kelainan payudara akibat ketidakseimbangan hormon terutama hormon estrogen disebut hyperestrenisme. Kelainan ini akan menimbulkan penyimpangan pertumbuhan dan komponen jaringan payudara yang disebut mammary dysplasia pada wanita dan gynecomastia pada pria. Bila terdapat bentuk kista yang tidak teratur baik letak maupun ukurannya dan disertai peningkatan unsur jaringan ikat ekstralobular akan didapatkan fibrokistik payudara (Soetrisno, 2010).
12
membantu membedakan lesi jinak atau lesi ganas pada payudara (Underwood & Cross, 2010; Utami et al., 2014).
B. Lesi Akibat Infeksi Jaringan Payudara 1. Mastitis
Merupakan kondisi radang akut yang nyeri, biasanya terjadi pada minggu pertama setelah persalinan dengan Staphylococcus aureus sebagai penyebab terbanyak. Mastitis dapat digolongkan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi dan bukan infeksi. Berdasarkan sifat radang, dapat dibedakan menjadi radang granulomatosa spesifik dan tidak spesifik. Mastitis tidak spesifik dapat bersifat akut yang apabila tidak tersembuhkan akan masuk ke tahap kronik membentuk radang granulomatosa dengan atau tanpa sarang abses mikro. Mastitis tidak spesifik akut paling sering ditemukan saat laktasi akibat fisura puting oleh trauma yang disebabkan isapan bayi atau karena hygiene yang buruk. Terdapat beberapa contoh jenis radang misalnya mastitis tuberkulosa, mastitis sifilika, dan mastitis mikotik yang biasanya berjalan kronik dengan tanda–tanda radang tidak nyata seperti tidak nyeri, bertukak, dan ada indurasi keras sehingga sering merupakan diagnosis banding karsinoma payudara (Underwood & Cross, 2010; Soetrisno, 2010).
2. Ektasia Duktus Mammae
13
radang mononukleus. Etiologinya tidak diketahui, namun wanita yang mengalami penyakit ini biasanya pernah melahirkan. Duktus yang melebar, berisi bahan berwarna putih kehijauan yang merupakan discharge papila. Kelainan ini biasa ditemukan pada wanita yang pernah melahirkan dan sudah berumur 40–50 tahun (Nasar et al., 2010).
Pada pemeriksaan klinis, kasus yang berat sering dikelirukan dengan karsinoma mammae karena terdapat discharge papila mamma yang terkadang bercampur darah. Fibrosis disekitar mamma menyebabkan retraksi papila dan dapat pula teraba benjolan keras. Meskipun demikian hal tidak berhubungan dengan proses keganasan tetapi merupakan kelainan radang (Kumar et al., 2007).
3. Nekrosis Lemak
14
reaksi limfosit, fibroblas, dan saluran vaskular kecil. Lemak yang mengalami nekrosis dapat berperan sebagai bahan pengiritasi yang apabila berlangsung lama dapat menimbulkan radang kronis dan pembentukan jaringan ikat fibrosa (Underwood & Cross, 2010).
C. Kelainan Akibat Ketidakseimbangan Hormon 1. Penyakit Fibrokistik
Kelainan ini paling sering ditemukan, bersifat jinak dan non–neoplastik tetapi memiliki hubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya keganasan. Fibrokistik payudara ditandai dengan rasa nyeri dan benjolan yang ukurannya berubah–ubah. Benjolan ini membesar sebelum periode menstruasi serta mengeluarkan cairan puting yang tidak normal. Pada periode menjelang menopause, sifat benjolan pada kelainan ini tidak berbatas tegas dan kenyal seperti karet (Fadjari, 2012).
15
D. Neoplasma Jinak
Neoplasma merupakan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga bentuk dan struktur sel ini berbeda dengan sel normal. Sifat sel tumor ini bergantung pada besarnya penyimpangan bentuk dan fungsi, autonominya dalam sifat pertumbuhan, dan kemampuan dalam berinfiltrasi serta bermetastasis (Price & Wilson, 2006).
Neoplasma dapat bersifat ganas dan jinak. Neoplasma ganas atau kanker tumbuh secara tidak terkendali, menginfiltrasi ke jaringan sekitar sekaligus merusaknya, dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain yang dapat disebut sebagai metastasis. Sedangkan neoplasma jinak memiliki batas tegas dan tidak infiltratif, tidak merusak, serta tidak bermetastasis, tetapi dapat bersifat ekspansif, yaitu dapat terus membesar sehingga menekan jaringan sekitarnya (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).
16
dan diet tinggi lemak. Selain itu terapi sulih hormon, trauma, perokok, dan obesitas memiliki faktor resiko mengalami fibroadenoma (Greenberg et al., 2008; Soetrisno, 2010).
1. Fibroadenoma Mammae
Fibroadenoma mammae (FAM) merupakan tumor jinak yang paling banyak ditemukan. Menurut penelitian di New York, FAM terdapat pada ¼ kasus karsinoma, dengan frekuensi enam kali lebih banyak dibanding papiloma duktus. Insidensi tertinggi tumor ini terjadi pada dekade tiga meskipun dapat timbul terutama pada usia setelah pubertas. Berdasarkan laporan dari NSW Breast Cancer Institute (2010), FAM umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21–25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50 tahun.
17
artinya penderita FAM kemungkinan 2,84 kali adalah wanita yang menikah pada usia <21 tahun. Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada kelompok wanita nullipara. Berat badan yang berlebihan dengan IMT >30 kg/m2 juga menjadi faktor resiko terjadinya FAM (OR=2.45,CI 95% 1.04–3.03) artinya wanita dengan IMT >30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali menderita FAM dibandingkan wanita dengan IMT normal.
Fibroadenoma berasal dari proliferasi kedua unsur lobulus, yaitu asinus atau duktus terminalis dan jaringan fibroblastik. Terdapat dua jenis FAM, yaitu FAM intrakanalikuler atau stroma yang tumbuh mendesak kanalikulus pada sistem duktulus intralobulus dan FAM perikanalikuler atau stroma yang tumbuh proliferatif mengitari sistem kanalikulus sistem duktulus intralobulus (Nasar et al., 2010).
18
perikanalikular yang mengandung stroma padat dan epitel proliferatif (Soetrisno, 2010; Sabiston, 2011).
2. Papiloma Duktus
Papiloma duktus lebih jarang ditemukan dibandingkan fibroadenoma dan lesi ini banyak ditemukan pada wanita usia pertengahan. Sekitar 80% kasus papiloma duktus terdapat discharge serous yang sering bercampur darah dan dapat teraba adanya benjolan. Tumor ini berasal dari epitel duktus yang memiliki lesi soliter tumbuh didalam duktus yang besar, sampai 40 mm dari papila. Lesi ini terlihat sebagai struktur panjang berkelok–kelok tumbuh sepanjang duktus yang menyebabkan distensi duktus sehingga memiliki bentuk mirip kista dan merupakan lesi prekanker (Grace et al., 2006).
3. Tumor filoides
19
E. Neoplasma Ganas
Neoplasma ganas parenkim payudara terdiri atas dua golongan, yaitu karsinoma duktal yang berasal dari sistem duktus dan karsinoma lobular yang berasal dari asinus kelenjar payudara. Insidensi karsinoma duktal invasif mencapai 70–80% dengan subtipe papilotubular, solid tubular, dan skirus dengan prognosis masing–masing baik, kurang baik, buruk. Sedangkan karsinoma lobular invasif sekitar 20% dari seluruh keganasan payudara dan memiliki 3 jenis yaitu jenis sel kecil, jenis sel besar, dan atypical invasive lobular carcinoma (Diananda, 2009).
Banyak faktor yang memungkinkan seorang wanita menderita penyakit kanker, beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu:
a. Keluarga
Kemungkinan seorang wanita menderita kanker payudara dua sampai tiga kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar bila ibu dan saudaranya menderita kanker sebelum masa menopause (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
b. Usia
20
kurva yang melonjak pada masa sebelum menopause hampir mendatar (Kumar et al., 2007).
c. Hormon
Pertumbuhan kanker dipengaruhi oleh hormon estrogen yang merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel kanker di sel epitel normal. Pada epitel payudara terdapat reseptor estrogen dan progesteron yang mungkin berinteraksi dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor alfa yang berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel, platelet–derived growth factor, dan faktor pertumbuhan fibroblast yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
d. Virus
Pada tikus, terdapat bukti bahwa virus yang menyebabkan tumor ditularkan lewat air susu ibu atau yang disebut faktor Bittner. Tetapi, hubungan ini masih belum jelas hubungannya terhadap manusia (Underwood & Cross, 2010).
e. Radiasi Pengion
21
f. Faktor lain
Faktor resiko lain adalah seperti haid terlalu muda, menopause diatas umur 50 tahun, tidak menikah, tidak menyusui, dan melahirkan anak pertama diatas 35 tahun (Underwood & Cross, 2010).
Adapun gejala dari neoplasma ganas yaitu terdapat benjolan yang keras dan tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu awalnya kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit serta menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting susu. Kulit dan puting susu menjadi retraksi, bewarna merah muda atau kecoklatan sampai menjadi edema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk yang mengkerut. Lesi ini semakin lama akan semakin membesar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah (Diananda, 2009).
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operabilitas Heagensen, yaitu sebagai berikut :
1. Terdapat edema luas yang lebih dari sepertiga luas kulit payudara. 2. Adanya nodul satelit pada kulit payudara.
3. Kanker payudara jenis mastitis kasinomatosa.
4. Terdapat model parasternal dan nodul supraklavikula. 5. Adanya edema lengan dan metastase jauh.
22
aksila berdiameter lebih 2,5 cm dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain (Haryono et al., 2011).
Pada klasifikasi Klinik Kolumbia yang dirumuskan oleh Heagensen terdapat stadium pada kanker payudara lanjut dengan mengetahui kriteria inoperabilitas, yaitu :
Stadium I : tanpa edema kulit, ulserasi atau fiksasi padat tumor ke dinding dada, nodul limfatik aksila tidak terlibat secara klinik.
Stadium II : tanpa edema kulit, ulserasi atau fiksasi padat tumor ke dinding dada. Nodul limfatik terlibat secara klinis, tetapi diameter transversa kurang dari 2,5 cm dan tidak terfiksasi ke kulit di atasnya.
Stadium III : terdapat salah satu dari lima tanda buruk karsinoma payudara lanjut:
1. Edema kulit yang luasnya terbatas yaitu melibatkan kurang dari sepertiga kulit di atas payudara
2. Ulserasi kulit
3. Fiksasi padat tumor ke dinding dada
4. Keterlibatan masif nodul limfatik aksila dengan ukuran 2,5 cm atau lebih dalam diameter transversa
5. Fiksasi nodul limfatik aksila pada kulit di atasnya atau struktur profunda aksila.
23
1. Kombinasi dua atau lebih dari lima tanda buruk stadium C 2. Edema luas kulit yang melibatkan lebih dari sepertiga kulit
di atas payudara 3. Nodulus kulit satelit
4. Jenis karsinoma peradangan
5. Nodul limfatik supraklavikula terlibat secara klinik
6. Metastasis mamma interna perlu dibuktikan oleh tumor parasternalis
7. Edema lengan
8. Metastasis jauh (Sabiston, 2010).
Selain itu, terdapat klasifikasi Tumor Nodul Metastasis (TNM). Klasifikasi penyebaran TNM berdasarkan “The American Joint Committee on Cancer Staging & End Result Reporting”:
1. Tumor primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat ditentukan
Tis Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor
T0 Tidak ada bukti tumor primer T1 Tumor <2 cm
T2 Tumor 2–5 cm T3 Tumor >5 cm
24
2. Nodule atau keterlibatan kelenjar getah bening (N) NX Kelenjar regional tidak dapat ditentukan N0 Tidak teraba kelenjar axilla
N1 Teraba kelenjar axilla homolateral yang tidak melekat
N2 Teraba kelenjar axilla homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya
N3 Terdapat kelenjar mamaria internal homolateral
3. Metastase jauh (M)
MX Tidak dapat ditentukan metastase jauh M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikula (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
Dengan tahapan stadium :
a. Stadium 0 (Tis, N0, M0)
DCIS yang termasuk penyakit paget pada puting payudara dan LCIS.
b. Stadium I (T1, N0, M0)
Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negatif.
c. Stadium IIA (T0, N1, M0), (T1, N1, M0), (T2, N0, M0)
25
d. Stadium IIB (T2, N1, M0), (T3, N0, M0)
Karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.
e. Stadium IIIA (T0, N2, M0), (T1 atau T2, N2, M0), (T3, N1 atau N2, M0)
Karsinoma invasif ukuran berapa pun dengan kelenjar getah bening terfiksasi dengan invasi ekstranodus yang meluas diantara kelenjar getah bening atau karsinoma berdiameter lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi.
f. Stadium IIIB (T4, N1 atau N2 dan N3, M0)
Karsinoma inflamasi yang menginvasi dinding dalam, karsinoma yang mengivasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening mamaria interna ipsilateral.
g. Stadium IV (T1–T4, N1–N4, M1)
Metastatis ke tempat jauh (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
Adapun prognosis pasien kanker payudara berdasarkan stadiumnya tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Prognosis kanker payudara (Sumber: De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
Stadium Ketahanan hidup lima tahun
26
F. Prosedur diagnostik 1. Anamnesis
Anamnesis harus diawali dengan pencatatan identitas pasien secara lengkap, keluhan apa yang mendasari penderita untuk datang ke dokter. Keluhan ini dapat berupa massa di payudara yang berbatas tegas atau tidak, benjolan dapat digerakkan dari dasar atau melekat pada jaringan di bawahnya, adanya nyeri, cairan dari puting, adanya retraksi puting payudara, kemerahan, ulserasi sampai dengan pembengkakan kelenjar limfe (Britto, 2005; Sabiston, 2011).
Terdapat kemungkinan patologis yang menyebabkan terdapatnya lesi klinis pada payudara wanita dari berbagai umur, seperti yang terdapat pada tabel 2.
Tabel 2. Hubungan umur dengan keadaan lesi (Underwood & Cross, 2010).
Presentasi
Jarang Fibrokistik Fibrokistik Jarang
Benjolan keras dan melekat
Jarang Karsinoma Karsinoma Karsinoma, Nekrosis lemak Discharge
papila
Jarang Jarang Duktus eksatia Duktus eksatia
27
Perlu ditanyakan pula riwayat penyakit terdahulu hingga riwayat penyakit sekarang. Tumor mulai dirasakan sejak kapan, cepat membesar atau tidak terasa sakit atau tidak. Anamnesis penderita kelainan payudara harus disertai pula dengan riwayat keluarga, riwayat kehamilan maupun riwayat ginekologi (Underwood & Cross, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi
Pasien diminta duduk tegak atau berbaring atau kedua duanya, kemudian perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan (Britto, 2005).
b. Palpasi
28
Gambar 5. Teknik palpasi (Sumber: www.breastexams.net).
Terdapat tanda atau gejala dari hasil pemeriksaan fisik yang dapat menunjukkan bentuk lesi mamma, seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Tanda hasil pemeriksaan fisik (Sumber: Underwood & Cross, 2010).
Tanda atau Gejala Dasar Patologis
Benjolan Difus
Soliter Mobile Melekat
Fibrosis, hiperplasia eptel dan kista pada perubahan fibrokistik
Gangguan aliran limfe akibat karsinoma Invasi kulit akibat karsinoma
Aliran darah meningkat akibat radang atau tumor
Penyakit paget papila mamma atau ekzema
Nyeri Mamma
Siklik Penyakit jinak mamma Pada palpasi Lesi radang
Pembesaran Kelenjar Aksila Metastasis karsinoma mamma
Nyeri Tulang atau Fraktur Metastasis Karsinoma mamma atau
29
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Prosedur pemeriksaan ini dengan cara menyuntikkan jarum berukuran 22–25 gauge melewati kulit atau secara percutaneous untuk mengambil contoh cairan dari kista payudara atau mengambil sekelompok sel dari massa yang solid pada payudara. Setelah dilakukan FNAB, material sel yang diambil dari payudara akan diperiksa di bawah mikroskop yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengecatan sampel (Mulandari, 2003; Fadjari, 2012).
Sebelum dilakukan pengambilan jaringan, terlebih dulu dilakukan pembersihan pada kulit payudara yang akan diperiksa. Apabila benjolan dapat diraba maka jarum halus tersebut di masukan ke daerah benjolan seperti pada gambar 6.
Gambar 6. Pemeriksaan FNAB (David, 2010).
30
atau USG. Setelah jarum dimasukkan ke dalam bagian payudara yang tidak normal, maka dilakukan aspirasi melalui jarum tersebut (Tambunan & Lukito, 2007).
Pada prosedur FNAB seringkali tidak dilakukan pembiusan lokal karena prosedur anastesi lebih memberikan rasa sakit dibandingkan pemeriksaan FNAB itu sendiri. Selain itu, lidokain yang digunakan sebagai bahan anestesi bisa menimbulkan artefak yang dapat terlihat pada pemeriksaan mikroskopis (Soetrisno, 2010).
Hampir semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya
superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh
unpalpable, dengan indikasi:
a. Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan
b. Diagnosis prabedah kanker sebagai pengganti diagnosis potong beku intraoperatif
c. Diagnosis pertama pada wanita muda yang kurang dari 30 tahun dan wanita lanjut usia
d. Payudara yang telah dilakukan beberapa kali biopsi diagnostik e. Penderita yang menolak operasi atau anestesi
31
Prosedur FNAB memiliki beberapa keuntungan antara lain FNAB adalah metode tercepat dan termudah dibandingkan biopsi eksisi maupun insisi payudara. Hasil dapat diperoleh dengan cepat sehingga pasien dapat segera mendapatkan terapi selanjutnya. Keuntungan lain dari metode ini adalah biaya pemeriksaan lebih murah, rasa cemas dan stress pasien lebih singkat dibandingkan metode biopsi (Abusalem, 2002; Underwood & Cross, 2010).
Kekurangan dari metode ini hanya mengambil sangat sedikit jaringan atau sel payudara sehingga hanya dapat menghasilkan diagnosis berdasarkan keadaan sel. Dari kekurangan tersebut, FNAB tidak dapat menilai luasnya invasi tumor dan terkadang subtipe kanker tidak dapat diidentifikasi sehingga dapat terjadi negatif palsu (Tambunan & Lukito, 2007; Mulandari, 2003).
b. Pemeriksaan Histopatologi
32
pengambilan sampel jaringan cukup banyak dan kemungkinan kesalahan diagnosis sangat kecil. Tetapi metode ini memiliki kekurangan seperti harus melibatkan tenaga ahli anastesi, mahal, membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama karena harus di insisi, menimbulkan bekas berupa jaringan parut yang nantinya akan mengganggu gambaran mammografi, serta dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan dan infeksi (Sabiston, 2011).
c. Mammografi dan Ultrasonografi
Mammografi dan ultrasonografi berperan dalam membantu diagnosis lesi payudara yang padat palpable maupun impalpable serta bermanfaat untuk membedakan tumor solid, kistik dan ganas. Teknik ini merupakan dasar untuk program skrinning sebagai alat bantu dokter untuk mengetahui lokasi lesi dan sebagai penuntun FNAB. Menurut Muhartono (2012), FNAB yang dipandu USG untuk mendiagnosis tumor payudara memiliki sensitivitas tinggi yaitu 92% dan spesifisitas 96% (Underwood & Cross, 2010).
33
mengetahui tumor ganas nilai ketepatan diagnostik USG hanya 62– 78% sehingga masih diperlukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan keganasan pada payudara (Rasad & Makes, 2005; Hanriko & Mustofa, 2011).
G. Kerangka Penelitian 1. Kerangka teori
Diagnosis klinis lesi payudara ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan patologi anatomi sitologi aspirasi FNAB dan histopatologi. Pada anamnesis perlu ditanyakan usia, pola menstruasi, riwayat keluarga, riwayat radiasi, dan pola hidup. Dari pemeriksaan fisik perlu dilihat gambaran kulit, sifat benjolan, bentuk puting, sekret puting, dan ada tidaknya keterlibatan kelenjar getah bening (Britto, 2005; Underwood & Cross, 2010).
34
Pemeriksaan penunjang lain seperti FNAB dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis lesi payudara. Metode ini memiliki keuntungan yaitu cepat dan mudah, tidak memerlukan anestesi sistemik, rasa sakit yang relatif kurang, serta tidak bersifat invasif. Tetapi, ketepatan diagnosis metode ini dapat meleset 10%, tidak dapat ditentukannya grade tumor, dan sangat bergantung pada keterampilan ahli patologi anatomi (Underwood & Cross, 2010). Adapun kerangka teori tersaji pada gambar 7.
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 7. Diagram kerangka teori.
35
2. Kerangka konsep
Penelitian ini mencari perbandingan lesi payudara pada pemeriksaan FNAB dengan pemeriksaan histopatologi sehingga didapatkan keluaran nilai diagnostik FNAB. Kerangka konsep pada penelitian ini tersaji pada gambar 8.
Gambar 8. Diagram kerangka konsep. Keluhan benjolan di payudara
FNAB Histopatologi
Biopsi Sel dengan Mengunakan Jarum Halus
36
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini akan dianalisis dengan uji
diagnostik sehingga didapatkan nilai sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi
positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan
negatif, dan nilai akurasi. Sumber data penelitian menggunakan data sekunder
dari rekam medis wanita yang memiliki keluhan benjolan di payudara yang
diperiksa dengan FNAB dan histopatologi periode Agustus 2012–November 2013 di bagian Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2014 di bagian
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien wanita dengan keluhan
37
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi pada periode Agustus 2012–
November 2013 di bagian Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
Sampel yang digunakan merupakan sebagian dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
a. Pasien wanita dengan benjolan di payudara yang telah dilakukan
pemeriksaan FNAB dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
histopatologi periode Agustus 2012–November 2013 di bagian Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Urip Sumohardjo
Bandar Lampung.
b. Pasien dengan diagnosa klinis neoplasma payudara baik jinak
maupun ganas yang dalam rekam medik dicantumkan hasil
pemeriksaaan FNAB dan hasil pemeriksaan histopatologinya.
2. Kriteria eksklusi
Pasien dengan status rekam medik hilang atau tidak lengkap.
Adapun penentuan besar sampel yang diperlukan :
N = Z α2 Sen (1–Sen) d2
P
(Dahlan, 2009).
Keterangan :
N = besar sampel
Zα = 1,96 (derivat baku alfa yang menunjukan konversi dari luas daerah dibawah
38
Zα yang ditetapkan pada penelitian diagnostik dengan keluaran sentifitas ialah
sebesar 1,96) [ditetapkan]
Sen = sensitivitas yang diinginkan dari alat yang diuji nilai diagnostiknya (90%)
[ditetapkan oleh peneliti]
d = ketepatan / presisi penelitian (0,1) [ditetapkan oleh peneliti]
P = proporsi penyakit (karena belum diketahui angka kejadian prevalensi pasti
lesi jinak payudara di lampung, maka diambil nilai P sebesar 0,5)
[berdasarkan kepustakaan]
Didapatkan hasil perhitungan :
N = 1,962 x 0,9 x (1–0,9) 0,12 x 0,5
N = 1,962 x 0,9 x 0,1 / 0,12 x 0,5 = 69,1488
Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 70 pasien.
D. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah jenis pemeriksaan yang
dilakukan pada pasien dengan lesi payudara, yaitu pemeriksaan FNAB dan
histopatologi.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil interpretasi pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien dengan lesi payudara, yaitu berupa lesi jinak
39
E. Definisi Operasional
Definisi operasional disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Definisi Operasional.
Variabel Definisi Hasil Ukur Skala
Lesi Payudara Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter di poliklinik terhadap benjolan di payudara dan dicatat
Hasil pengamatan ulang slide sitologi atau apusan dari pemeriksaan FNAB
Hasil pengamatan ulang slide histopatologi jaringan operasi dari pasien yang telah dilakukan pemeriksaan FNAB sebelumnya
Pencarian data rekam medik pasien dengan lesi payudara di bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar
Lampung
Pencatatan nomor registrasi pasien dengan lesi payudara di Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung
Pencarian rekam medik pasien dengan lesi payudara yang telah dilakukan pemeriksaan FNAB dan Histopatologi di Rumah Sakit
Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung
Didapatkan hasil pemeriksaan FNAB dan histopatologi berupa jinak atau ganas pada pasien dengan lesi payudara Rumah Sakit Umum
Abdoel Moeloek Bandar Lampung
Data hasil pemeriksaan lesi payudara pada rekam medik, baik pemeriksaan FNAB dan Histopatologi dikumpulkan, dibandingkan, lalu
40
G. Pengolahan Data
Pada penelitian ini digunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional dan dianalisis dengan uji
diagnostik. Penelitian jenis ini ialah penelitian yang membandingkan
metode diagnosis awal dengan metode baku emas. Keluaran yang
dihasilkan adalah sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai
prediksi negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif
serta bisa dinilai juga akurasi dari metode diagnostik yang diuji (Dahlan,
2009). Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan melakukan
perhitungan diagnostik menggunakan FNAB yang kemudian dicocokkan
dengan hasil pemeriksaan histopatologi sebagai standar baku emas.
H. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan meliputi :
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif
karakteristik penderita meliputi usia, hasil pemeriksaan FNAB, hasil
pemeriksaan histopatologi.
2. Analisis Uji Diagnostik
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan penghitungan sensitivitas,
spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio
kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi
diagnostiknya (Dahlan, 2009). Studi diagnostik yang dilakukan adalah
41
histopatologi sebagai standar baku emas. Studi ini dilakukan dengan
dua langkah sebagai berikut :
1. Perhitungan validitas diagnostik dilakukan dengan tabel
kontingensi 2x2, seperti yang tersaji pada tabel 5.
2. Kemudian dilakukan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan positif,
rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya.
Tabel 5. Perhitungan Ketepatan Diagnostik.
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
a = Hasil pemeriksaan FNAB ganas dan hasil histopatologi ganas.
b = Hasil pemeriksaan FNAB ganas dan hasil histopatologi jinak.
c = Hasil pemeriksaan FNAB jinak dan hasil histopatologi ganas.
d = Hasil pemeriksaan FNAB jinak dan hasil histopatologi jinak.
N = Jumlah sampel yang ditetapkan pada desain uji diagnostik.
Rumus perhitungan :
1. Sensitivitas: a/(a+c) x 100% 2. Spesifisitas: d/(b+d) x 100%
3. Nilai Prediksi Positif: a/(a+b) x 100% 4. Nilai Prediksi Negatif: d/(c+d) x 100%
5. Rasio kemungkinan positif: Sensitivitas/(1–spesifisitas) 6. Rasio kemungkinan negatif: (1–sensitivitas)/Spesifisitas
42
I. Aspek Etik Penelitian
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada lesi payudara memiliki nilai sensitifitas 90%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%,
nilai prediksi negatif 96,77%, rasio kemungkinan positif tak terhingga mendekati 99, rasio kemungkinan negatif 0,1, dan akurasi 97,5%.
B. Saran
1. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dapat dipertimbangkan untuk menjadi alat diagnostik lesi payudara karena memiliki nilai akurasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abusalem OT, 2002. Fine needle aspiration biopsy (FNAB) of breast lumps: comparison study between pre– and post–operative histological diagnosis. Arch Inst Pasteur Tunis, 79(1): 59–63.
Alsoph YH, Tjindarbumi D, 2002. Nullipara sebagai salah satu faktor resiko pada kanker payudara. Jakarta: Ropanasuri. hlm. 75–8.
Bidgoli SA, Ahmadi R, Zafarhei MD, 2010. Role of hormonal and environmental factors on early incidence of breast cancer in Iran. Sci Total Environ, 408: 4056–61.
Britto AJ, 2005. Benjolan Pada Payudara. Dalam: Jaya DA. Kisi–kisi menembus masalah bedah. Jakarta: EGC. hlm. 49–51.
Dahlan MS, 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi ke–2. Jakarta: Salemba Medika.
De Jong WD, Sjamsuhidajat R. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke–2. Jakarta: EGC. hlm. 471–97.
Diananda R, 2009. Kanker Payudara. Dalam: Saleh AQ. Mengenal seluk beluk kanker. Jogjakarta: Katahati. hlm. 61–74.
Dupont WD, Page DL, 2004. Risk factors for breast cancer in women with proliverative breast disease. N. Engl. J. Med, 312(3): 146.
Elston CW, Ellis IO, 2006. Pathological prognostic factors in breast cancer and the value of histological grade in breast cancer: an experience from a large study with long term follow–up. Histopathology, 1(9): 403–10.
Eroschenko VP, 2008. Atlas histologi diFiore. Edisi ke–11. Jakarta: EGC. hlm. 137–9.
Franco M, Pérez A, González C, Germes S, Ulloa JA, Uribe N, 2005. Fine needle aspiration biopsy of breast lesions: institutional experience. Rev Invest Clin, 57(3): 394–8.
Foster RS, 2008. Technique of diagnosis of palpable breast masses. In Harris JR, Lippman ME. Morrow M, Osborne CK. Disease of the Breast. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins. hlm. 95–100.
Grace PA, Borley, Neil R, 2006. Tumor jinak. Dalam: Safitri, Armalia. At Glance Ilmu Bedah. Edisi Ke–3. Jakarta: Erlangga. hlm. 129–31.
Greenberg RA, 2008. Recognition of DNA double strand breaks by the BRCA1 tumor suppressor network. Chromosoma, 117(4): 305–17.
Hanriko R, Mustofa S, 2011. Deteksi dini karsinoma payudara. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Unila, 1(2): 165–74.
Haryono SJ, Sukasah C, Swantari N, 2011. Payudara. Dalam: Sjamsuhidayat R, De jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke–3. Jakarta: EGC. hlm. 140–5. International Agency For Research Of Cancer (IARC), 2008. Breast Cancer.
Tersedia dari http://screening.iarc.fr/breastindex.php (Diakses tanggal 17 Agustus 2014).
Irwig L, Macaskill P, Houssami N, 2002. Evidence relevant to the investigation of breast symptoms: the triple test. Breast, 11(3): 215–20.
Ismail S, Sastroasmoro S, 2010. Dasar–dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Jonqueira LC, Carneiro J, 2007. Histologi dasar teks dan atlas. Edisi ke–10. Jakarta: EGC. hlm. 278–9.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, 2007. Buku ajar patologi. Edisi ke–7. Jakarta: EGC. hlm. 401–15.
Lakhani SR, Ellis IO, Schnitt SJ, Tan PH, Vanvijver MJ, 2012. WHO classification of tumours of the breast. 4th ed. Lyon: IARC. hlm. 11–94. Lestadi L, 2004. Penuntun diagnosis praktis sitologi payudara. Jakarta: Widya
Medika. hlm. 37–51.
Meisner ALW, Fekrazad MH, Royce ME, 2008. Breast disease: benign and malignant. Med Clin N Am, 92(3): 1115–41.
Muhartono, 2012. Peran biopsi aspirasi jarum halus dipandu USG dalam mendeteksi tumor payudara. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Unila, 2(2): 1–4.
Mulandari D, 2003. Perbandingan akurasi diagnostik antara biopsi aspirasi jarum besar dengan potongan beku pada tumor payudara (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Nasar IM, Himawan S, Marwoto W, 2010. Buku ajar patologi II. Edisi ke–1. Jakarta: Sagung Seto. hlm. 375–95.
National Breast and Ovarian Cancer Centre, 2014. Diagnosing breast cancer. Tersedia dari http://canceraustralia.gov.au/affected-cancer (Diakses tanggal 19 September 2014).
Notoatmodjo S, 2007. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 57–61.
Novianto C, 2004. Akurasi pemeriksaan klinis, ultrasonografi payudara dan sitologi biopsi aspirasi dalam menegakan keganasan payudara stadium dini (tesis). Semarang: Universitas Diponogoro.
NSW Breast Cancer Institute, 2010. Screening programs breast cancer. Tersedia dari http://www.cancerinstitute.org.au/prevention-and-early-detection (Diakses tanggal 17 Juli 2014).
Osuch JR, Bonham VL, Morris LL, 2004. Primary care guide to managing a breast mast. Mescap Womens Health, 3(5): 4.
Peters JL, 2001. FNA and cytology. 2nd ed. Jakarta: EGC. hlm. 224–6.
Price S, Wilson P, 2006. Patofisiologi konsep klinis proses–proses penyakit. Edisi ke–6. Jakarta: EGC. hlm. 465–76.
Rasad S, Makes D, 2005. Radiologi diagnostik. Edisi ke–2. Jakarta: FK UI. hlm. 155–9.
Reid R, Roberts F, 2005. Pathology illustrated. Philadelphia: Elsevier Churchil Livingstone. hlm. 113–29.
Rocha PD, Nadkami NS, Menezes S, 2004. Fine needle aspiration biopsy of breast lesions and histopatology corelation: an analysis of 837 cases in four years. Acta Cytol, 4(3): 705–12.
Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC. hlm. 322–47.
Soetrisno E, 2010. Payudara. Dalam: Nasar IM, Himawan S, Marwoto W. Buku ajar patologi II. Edisi ke–1. Jakarta: Sagung Seto. hlm. 156–78.
Sudigdo S, Ismael S, 2011. Dasar–dasar metodologis penelitian klinis. Edisi ke– 4. Jakarta: Sagung Seto. hlm. 133–53.
Syah MMM, Muhartono, 2012. Studi uji diagnostik pemeriksaan FNAB dibandingkan pemeriksaan histopatologi pada karsinoma mammae. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Unila, 2(2): 6–11.
Tambunan GW, Lukito JS, 2007. Strategi deteksi kanker payudara stadium awal. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. hlm. 55–9.
Underwood JCE, Cross SS, 2010. Patologi umum dan sistemik. Edisi ke–2. Jakarta: EGC. hlm. 543–66.
Utami VL, Muhartono, Fiana DN, Soleha TU, 2014. Characteristic of carcinoma mammae at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung 2010–2012. J Agromed Unila, 1(1): 1–7.
Windarti I, 2014. Characteristic of breast cancer in young women in H. Abdoel Moeloek Hospital Bandar Lampung. JUKE, 4(7): 127–31.
World Health Organization, 2008. Breast cancer risk factors. Tersedia dari http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer (Diakses tanggal 22 Agustus 2014).