• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DISERTAI MEDIA ANIMASI PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DISERTAI MEDIA ANIMASI PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DISERTAI MEDIA ANIMASI PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN

ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

Oleh

Nanik Susanti Pravitasari

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran pro-blem solving disertai media animasi pada materi larutan non-eletrolit dan elektrolit da-lam meningkatkan keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep siswa. Popu-lasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013. Dengan menggunakan teknik purposive sampling diper-oleh kelas X3 dan X5 sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eks-perimen dengan Non-equivalent Control Group Design. Analisis data menggunakan rata-rata n-Gain dan uji perbedaan dua rata-rata, yakni uji t untuk keterampilan me-nyimpulkan dan uji t’ untuk penguasaan konsep.

(3)

Berdasarkan uji perbedaan dua rata-rata, diperoleh bahwa siswa di kelas yang dite-rapkan pembelajaran problem solving yang disertai dengan media animasi memiliki keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep yang lebih tinggi dibandingkan siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bah-wa pembelajaran problem solving yang disertai dengan media animasi efektif dalam meningkatkan keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep siswa.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Efektivitas Pembelajaran ... 8

B. Pembelajan Konstruktivisme. ... 9

C. Pembelajaran Problem Solving……… ... 11

D. Media Animasi ... .. 14

E. Keterampilan Proses Sains ... 17

F. Penguasaan Konsep ... 21

G. Analisis Konsep ... 23

H. Kerangka Pemikiran... 28

(8)

J. Hipotesis Umum ... 30

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 31

B. Jenis dan Sumber Data ... 32

C. Metode dan Desain Penelitian ... 32

D. Variabel Penelitian ... 33

E. Instrumen Penelitian dan Validitas ... 33

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 35

G. Teknik Analisis Data ... 37

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 44

B. Pembahasan ... 50

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 61

A. Silabus ... 62

B. RPP ... 67

C. Lembar Kerja Siswa ... 83

D. Kisi-Kisi Soal Pretest dan Posttest ... 99

E. Soal Pretest dan posttest ... 108

F. Daftar nilai pretest, posttest dan n-Gain keterampilan menyimpulkan di kelas kontrol dan eksperimen ... 112

(9)

H. Perhitungan dan Analisis Data ... 116 I. Lembar Penilaian Aspek Afektif ... 140 J. Arsip Penelitian ... 156

(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manu-sia. Ilmu ini mempelajari alam sekitar beserta isinya, mulai dari benda-benda yang berada di alam hingga peristiwa dan gejala-gejala yang muncul di alam. IPA merupakan ilmu yang berasal dari fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemi-kiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan bereksperimen melalui metode ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif yang melibatkan apli-kasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam.

(11)

tu-juan penting mata pelajaran kimia di SMA berdasarkan BSNP (2006) yakni agar peserta didik menguasai konsep, prinsip, hukum dan teori kimia serta saling keter-kaitannya dan penerapannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Proses sains ini menjadi keterampilan yang harus dimiliki o-leh siswa dalam mempelajari ilmu kimia dan keterampilan ini lebih dikenal de-ngan Keterampilan Proses Sains (KPS).

Hasil obervasi dan wawancara dengan guru kimia SMA Yadika Bandar Lampung menunjukkan bahwa pembelajaran kimia masih terpusat pada guru (Teacher Cen-ter) dimana guru tidak membimbing siswa dalam menemukan konsep-konsep ki-mia. Praktikum di laboratorium pernah dilakukan, namun hanya sekedar untuk membuktikan konsep-konsep kimia. Siswa juga tidak dilatih untuk memiliki KPS dalam mempelajari ilmu kimia. Selain itu, penggunaan media untuk memperjelas konsep kimia abstrak juga belum pernah dilakukan sehingga mata pelajaran kimia dianggap sulit oleh siswa.

(12)

Penerapan pembelajaran kimia berbasis proses sanis memerlukan adanya peng-gunaan model pembelajaran yang menuntut siswa belajar melalui proses sains. Salah satu model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan proses sains sis-wa adalah model pembelajaran problem solving. Problem solving melatih sissis-wa untuk dapat memecahkan masalah secara ilmiah, mengemukakan hipotesis, me-rencanakan suatu eksperimen untuk menguji hipotesis dan mengambil suatu ke-simpulan berdasarkan data yang diperoleh melalui eksperimen. Hal ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Bandung oleh Basori (2011) menunjukkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis problem solving pada pembelajaran konsep cahaya secara signifikan da-pat meningkatkan KPS.

Terdapat beberapa materi kimia yang memiliki karakteristik konsep abstrak salah satunya adalah materi larutan non-elektrolit dan elektrolit. Dalam materi ini di-jelaskan beberapa larutan yang dapat menghantarkan arus listrik, seperti H2O, la-rutan NaCl dan lala-rutan HCl. Oleh karena itu dalam proses mempelajari materi ini diperlukan media pembelajaran yang dapat memperjelas adanya pergerakan ion-ion dalam larutan sehingga larutan tersebut dapat menghantarkan arus listrik.

(13)

dalam proses pembelajaran adalah media bebasis visual yang dapat berupa gam-bar atau animasi.

Media animasi merupakan salah satu media berbasis visual yang saat ini sering digunakan untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa mikroskopis, seperti pada kebanyakan materi kimia SMA. Salah satunya adalah animasi mengenai proses ionisasi senyawa ion dan senyawa kovalen polar dalam pelarut air menggunakan program microsoft power point. Hamzah (2012) mengungkapkan bahwa animasi yang ada membuat siswa lebih mengingat materi lebih lama, gambar-gambar yang ada dapat memperjelas materi yang belum dipahami. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syauqi (2012) yang menunjukkan bahwa media animasi dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Selain dapat me-ningkatkan penguasaan konsep siswa, media animasi juga dapat meme-ningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Pengunaan media animasi dan juga praktikum dalam proses pembelajaran pro-blem solving diharapkan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dan juga melatih KPS siswa yakni keterampilan siswa dalam menyimpulkan. Kete-rampilan ini merupakan keteKete-rampilan yang menentukan pemahaman siswa terha-dap suatu konsep melalui pemecahan masalah.

Berdasarkan hal-hal di atas maka dilakukanlah penelitian yang berjudul “Efektivi -tas Model Pembelajaran Problem Solving disertai Media Animasi pada Materi La-rutan Non-elektrolit dan Elektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah model pembelajaran problem solving disertai media animasi pada ma-teri larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan

keterampilan menyimpulkan siswa?

2. Apakah model pembelajaran problem solving disertai media animasi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :

1. Efektivitas model pembelajaran problem solving disertai dengan media animasi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dalam meningkatkan keterampilan menyimpulkan siswa.

(15)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat melatih keterampilan menyimpulkan siswa dalam memecahkan ma-salah dan meningkatkan pemahaman konsep siswa terutama pada materi la-rutan non-elektrolit dan elektrolit.

2. Memberi inspirasi bagi guru untuk memilih model dan media pembelajaran yang efektif pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.

3. Dapat meningkatkan mutu pembelajaran kimia di Sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penggunaan model pembelajaran problem solving disertai media animasi di-katakan efektif meningkatkan keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep siswa apabila hasil belajar siswa yang berupa nilai pretest dan posttest menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran yang ditunjukkan dengan n-Gain yang signifikan (Wicaksono, 2008).

(16)

3. Animasi atau lebih akrab disebut dengan film animasi adalah film yang meru-pakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Media animasi yang dibuat untuk membantu siswa dalam menjelas-kan materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

4. Keterampilan menyimpulkan merupakan kemampuan untuk mengungkapkan sebuat pernyataan yang didasarkan pada sebuah fakta hasil pengamatan. 5. Penguasaan konsep merupakan pemahaman untuk menggunakan

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah se-suatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dica-nangkan. Menurut Satria (2005) metode pembelajaran dikatakan efektif jika tuju-an instruksional khusus ytuju-ang dictuju-antuju-angktuju-an lebih btuju-anyak tercapai.

Efektivitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan de-ngan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Wicaksono (2008), kriteria keefektifan dalam suatu penelitian adalah:

a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila seku-rang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 da-lam peningkatan hasil belajar.

b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembe-lajaran (gain yang signifikan).

(18)

Selain itu juga, menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam Trianto (2010) bahwa keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui kefektifan mengajar, de-ngan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.

Jadi, efektivitas pembelajaran adalah ukuran yang menunjukkan adanya keberha-silan dari suatu proses pembelajaran. Keberhakeberha-silan ini ditunjukkan dengan data statistik yang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dari awal hingga akhir pembelajaran.

B. Pembelajaran Konstruktivisme

(19)

fak-ta, akan lain cara mengajarnya dengan guru lain yang mengartikan bahwa belajar sebagai suatu proses penerapan prinsip.

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Sekarwinahyu dkk (2001) "konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.

Agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga-laman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan menge-nai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul pe -nilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;

(20)

(3) mengajar adalah membantu siswa belajar;

(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;

(6) guru adalah fasilitator.

C. Pembelajaran Problem Solving

(21)

(2001) menyebutkan bahwa langkah-langkah pemecahan masalah dalam proses pembelajaran yaitu:

1. Menyadari dan merumuskan masalah 2. Mengajukan berbagai alternatif jawaban

3. Mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai sumber 4. Mengetes kemungkinan-kemungkinan jawaban dengan

keterangan-keterangan yang telah dikumpulkan.

5. Apabila telah diketemukan suatu jawaban yang tepat maka ditarik suatu kesimpulan

6. Melaksanakan kesimpulan.

Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks daripada yang diduga. Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menga-nalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpu-lan, dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan dio-lah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari hubungan, pola, atau pilihan baru.

Jhon Dewey dalam situs bismillah36.wordpress.com mengemukakan bahwa lang-kah-langkah dan peran guru dalam pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Langkah-langkah pembelajaran problem solving

Fase ke- Indikator Peran Guru

(A) (B) (C)

1 Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan

(22)

Lanjutan tabel 1 :

(A) (B) (C)

2 Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing

penyelidika n individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Utari (2012) menyimpulkan bahwa problem sol-ving melatih siswa untuk mencari informasi sendiri dan lebih banyak berinteraksi dengan siswa yang lain. Hal inilah yang menyebabkan pembelajaran problem sol-ving lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem solving menurut Dzamarah dan Zain (2010) adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan pembelajaran problem solving

a. Pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.

b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasa-kan para siswa menghadapi dan memecahmembiasa-kan masalah secara terampil. c. Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir

(23)

2. Kekurangan pembelajaran problem solving

a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemam-puan dan keterampilan guru

b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan meneri-ma informeneri-masi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir meme-cahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memer-lukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi sis-wa.

Untuk mengantisipasi adanya kekurangan dalam pembelajaran problem solving maka sebagai guru harus lebih kreatif dalam menentukan masalah yang akan men-jadi topik utama dalam pembelajaran. Guru juga harus lebih mengefisienkan wak-tu agar proses pembelajaran sesuai dengan alokasi wakwak-tu yang telah dibuat sebe-lumnya. Selain itu, koordinasi dengan pihak sekolah dalam hal pengadaan sumber belajar juga harus sering dilakukan agar siswa tidak kesulitan dalam mencari sum-ber belajar.

D. Media Animasi

(24)

maksud-maksud pengajaran. Media itu lebih sering disebut dengan media pembelajaran.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan: 1. memperjelas pesan agar tidak verbalitas

2. mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra 3. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid

dengan sumber belajar

4. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestatiknya

5. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama

Selain itu, kelebihan media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985) da-lam Arsyad (2005) adalah:

1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih standar 2. Pembelajar akan lebih menarik

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar 4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek

5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan

6. Proses pembelajaran dapat dilaksanakan kapanpun dan dimanapun diperlukan

7. Peran guru berubah kearah yang positif

Arifin (2003) juga menyebutkan bahwa dua sisi penting dari fungsi media dalam proses pembelajaran dikelas yaitu:

1) Membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat berlangsungnya proses belajar mengajar, penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu;

2) Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan dan mempertahankan perhatian ,

memelihara keseimbangan mental, serta belajar mendorong mandiri.

(25)

yang disampaikan dapat diserap dengan mudah dan lebih baik. Secara umum manfaat praktis dari penggunaan media pengajaran dalam proses pembelajaran an-tara lain dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi, dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian peserta didik, dapat mengatasi keterbatasan indera, ru-ang, dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta di-dik tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka. Salah satu media yang se-ring digunakan dalam pembelajaran adalah media animasi yang dibuat dengan program komputer.

Animasi komputer itu sendiri menurut Burke dkk (1998) merupakan rangkaian gambar visual yang memberikan ilusi gerak pada layar komputer. Fungsi animasi diantaranya adalah dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa pada as-pek penting dari materi yang dipelajarinya, dapat digunakan untuk mengajarkan pengetahuan prosedural, penunjang belajar siswa dalam melakukan proses kog-nitif. Siswa yang memiliki pengetahuan awal rendah sangat membutuhkan ani-masi karena siswa tersebut tidak mampu melakukan internal mental simulation berdasarkan gambar statis. Bagi siswa yang memiliki pengetahuan awal tinggi, animasi dapat digunakan sebagai sarana yang dapat menambah daya tarik dalam belajar.

(26)

de-ngan menggunakan animasi untuk mengkomunikasikan gagasan dan proses yang berubah di akhir, akan mengurangi abstraksi yang berhubungan dengan transisi temporal dari proses tersebut. Animasi membantu dalam memperpanjang aspek visual dari memori jangka panjang. Hamzah (2012) menyebutkan bahwa animasi yang ada membuat siswa lebih mengingat materi lebih lama, gambar-gambar yang ada dapat memperjelas materi yang belum dipahami. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syauqi (2012) yang menunjukkan bahwa media animasi dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Selain dapat me-ningkatkan penguasaan konsep siswa, media animasi juga dapat meme-ningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

E. Keterampilan Proses Sains

(27)

KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memaha-mi, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengem-bangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembang-kan pengetahuan yang telah dimiliki.

Mahmuddin (2010) mengungkapkan bahwa KPS dapat dikatakan sebagai kom-petensi yang bersifat generik dengan peran yang sangat penting dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan. KPS dapat mempengaruhi perkembangan penge-tahuan siswa, yakni dengan cara membiasakan siswa belajar melalui proses kerja ilmiah. Proses ini dapat melatih detil keterampilan ilmiah dan kerja sistematis ser-ta dapat membentuk pola berpikir siswa secara ilmiah. Melalui hal ini dapat di-simpulkan bahwa pengembangan KPS dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa (high order of thinking).

KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa, tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki sis-wa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999) keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, klasi-fikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan.

Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator

(A) (B)

(28)

Lanjutan tabel 2 :

(A) (B)

benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan

pengukur-an ke satuan pengukuran lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel,

mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi.

(29)

menggambar-kan hubungan antar variabel, mengumpulmenggambar-kan dan mengolah data, menganalisa pe-nelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, meran-cang penelitian, dan melaksanakan eksperimen. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), tiap-tiap keterampilan proses dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengamati

Melalui kegiatan mengamati, kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fantastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan pancaindra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pera-sa/pencecap. Informasi yang kita peroleh, dapat menuntut keingintahu-an, mempertanyakkeingintahu-an, memikirkkeingintahu-an, melakukan interpretasi tentang ling-kungan kita, dan meneliti lebih lanjut. Selain itu, kemampuan me-ngamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan mem-peroleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk me-ngembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati memiliki dua sifat yang utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantita-tif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya hanya menggunakan pancaindra untuk memperoleh informasi. Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan pancaindra, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan infor-masi khusus dan tepat.

2. Mengklasifikasikan

Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga di dapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimak-sud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengklasifi-kasikan adalah mengklasifimengklasifi-kasikan makhluk hidup selain manusia men-jadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan , mengklasifikasikan cat berdasarkan warna dan kegiatan lain yang sejenis.

3. Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan mem-peroleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk sua-ra, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah, membuat la-poran, membaca peta dan kegiatan lain yang sejenis.

4. Mengukur

Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh kegiatan yang menampakkan ketermpilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis, mengukur berat badan, mengukur temperature kamar, dan kegiatan sejenis yang lain.

5. Memprediksi

(30)

berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hu-bungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. 6. Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk me-mutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

Keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak didik me-nyadari, memahami, dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil belajar yang telah dicapai anak didik. Keterampilan proses sebagai-mana disebutkan di atas merupakan KPS yang diaplikasikan pada proses pembe-lajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terha-dap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhaterha-dap semua keterampilan pro-ses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Salah satu KPS yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran adalah keterampilan menyimpulkan (inferensi). Nur (2012) dalam blog pribadinya me-nuliskan bahwa inferensi adalah sebuah pernyataan yang dibuat berdasarkan fakta hasil pengamatan. Hasil inferensi dikemukakan sebagai pendapat seseorang ter-hadap sesuatu yang diamatinya. Pola pembelajaran untuk melatih keterampilan proses inferensi, sebaiknya menggunakan pembelajaran konstruktivisme, sehingga siswa belajar merumuskan sendiri inferensinya.

F. Penguasaan Konsep

(31)

mengguna-kan pengetahuan, kepandaian dan sebagainya. Berdasarmengguna-kan pengertian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa penguasaan konsep merupakan kemampuan yang tidak hanya sekedar mengingat namun mampu untuk mengungkapkan kembali da-lam bentuk lain atau dengan kata-kata sendiri sehingga makna bahan yang dipela-jari lebih mudah dimengerti. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapai-an hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakketercapai-an berhasil apabila hasil belajar yketercapai-ang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivi-tas belajar, pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (2010) yang mengata-kan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi pada diri seseo-rang setelah melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseoseseo-rang sangat dipenga-ruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas. Penguasaan konsep siswa terhadap suatu materi tidak akan dipero-leh bila tidak terjadi proses belajar.

Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah :

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berpikir abstrak.

(32)

G. Analisis Konsep

Gagne (1977) dalam blog milik Farida Ch (2010) mengungkapkan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang melibatkan hubungan antar konsep (relation con-cepts) dan dapat dibentuk oleh individu dengan mengelompokkan obyek, meres-pon obyek tersebut dan kemudian memberinya label (concept by definition). Oleh karena itu, konsep memiliki karakteristik berupa hierarki konsep dan definisi kon-sep.

(33)

U-mumnya jenis konsep dikelompokkan menjadi dua, yaitu konsep konkrit dan kon-sep abstrak. Namun terdapat beberapa konkon-sep yang sulit untuk dikelompokkan de-ngan jelas ke dalam konsep konkrit ataupun abstrak. Oleh karena itu, Herron (1977) dalam blog milik Farida Ch (2010) mengembangkan jenis-jenis konsep menjadi delapan jenis konsep, yaitu sebagai berikut :

1. Konsep konkrit, yaitu konsep yang atribut kritis dan atribut variabel dapat diidentifikasi, sehingga relatif mudah dimengerti, mudah dianalisis dan mudah memberikan contoh dan noncontoh. Contoh konsep konkrit antara lain: gelas kimia, tabung reaksi, batu baterai, sel aki, sel Volta.

2. Konsep abstrak, yaitu konsep yang atribut kritis dan atribut variabelnya sukar dimengerti dan sukar dianalisis, sehingga sukar menemukan contoh dan noncontoh. Konsep seperti ini relatif sukar untuk diajarkan/dipelajari, karena tidak mungkin

mengkomunikasikan informasi tentang atribut kritis konsep ini melalui pengamatan langsung. Oleh karena itu, diperlukan model-model atau ilustrasi yang mewakili contoh dan noncontoh. Contoh konsep abstrak antara lain: atom, molekul, inti atom, ion, proton, neutron.

3. Konsep abstrak dengan contoh konkrit, yaitu konsepnya mudah dikenali, namun mengandung atribut sukar dimengerti, sehingga sukar membedakan contoh dan noncontoh. Contohnya antara lain: unsur, senyawa, elektrolit.

4. Konsep berdasarkan prinsip, yaitu konsep yang memerlukan prinsip-prinsip pengetahuan untuk menggunakan dan membedakan contoh dan noncontoh. Contohnya antara lain: konsep mol, beda potensial. 5. Konsep yang menyatakan simbol, yaitu konsep yang mengandung

representasi simbolik berlandaskan aturan tertentu. Contohnya antara lain: rumus kimia, rumus, persamaan.

6. Konsep yang menyatakan nama proses, yaitu konsep yang

menunjukkan terjadinya suatu „tingkah-laku’ tertentu. Contohnya antara lain: destilasi, elektrolisis, disosiasi, oksidasi, meleleh. 7. Konsep yang menyatakan sifat dan nama atribut. Konsep-konsep

seperti: massa, berat,muatan listrik, muatan, frekuensi, bilangan oksidasi, dan mudah terbakar merupakan atribut atau ciri-ciri suatu obyek.

(34)
(35)

Tabel 3. Analisis konsep materi larutan non-elektrolit dan elektrolit Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Posisi Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel

Superor-dinat Koordinat Subordinat Larutan

elektrolit

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan

Larutan elektrolit Dapat

Larutan Larutan non -adalah larutan yang tidak dapat

Larutan non elektrolit Tidak dapat

Larutan Larutan elektrolit hampir seluruhnya di dalam air terurai menja di ion-ion sehingga memiliki daya hantar listrik yang baik disebut elektrolit kuat.

Konsep abstrak dengan contoh konkrit

 Elektrolit Kuat  Senyawa yang

seluruhnya atau hampir seluruhnya di dalam air terurai menjadi ion-ion.  Daya hantar listrik

yang baik. sebagian kecil terurai menjadi ion disebut elektrolit lemah.

Konsep abstrak dengan contoh

 Elektrolit kuat  Senyawa yang

(36)

Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Posisi Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel

Superor-dinat Koordinat Subordinat

konkrit sukar larut. NH4OH

Senyawa ion dapat mengahantarkan arus listrik dalam bentuk lelehan dan larutan, namun tidak dapat mengahantarkan arus listrik dalam keadaan padatan.

 Mengahantarkan arus listrik dalam bentuk lelehan dan larutan,  Tidak dapat

mengahantarkan arus listrik dalam keadaan padatan.

Senyawa kovalen polar dalam keadaan murni tidak dapat menghantarkan arus listrik. Tetapi senyawa kovalen polar dapat menghantarkan arus listrik jika dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.

 Keadaan murni tidak dapat menghantarkan arus listrik.

(37)

Hasil analisis konsep ini kemudian digunakan untuk merencanakan urutan pem-belajaran konsep, tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dikuasai o-leh siswa, menentukan metode dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik konsep.

H. Kerangka Pemikiran

Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Peran guru dalam memilih dan menerapkan model, metode dan media pembelajaran yang tepat akan menentukan sejauh mana siswa dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam menyimpul-kan dan penguasaan konsep siswa terhadap materi yang dibelajarmenyimpul-kan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan model pembelajaran problem solving dan media yang dapat digunakan sebagai pendukung adalah me-dia animasi.

(38)

me-ngembangkan keterampilan proses mengamati, mengukur, memprediksi, mengko-munikasikan, mengelompokkan dan menyimpulkan. Fase ketiga adalah menetap-kan jawaban sementara dari permasalahan yang ada. Jawaban ini dibuat oleh sis-wa berdasarkan data-data yang diperoleh dari fase kedua. Hasil dari fase ketiga ini siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan meru-muskan hipotesis atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Pengujian ini umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini siswa dapat mengembangkan keterampilan proses menga-mati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan. Pada fase ini keak-tifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem solving adalah menarik kesimpulan. Dari fase ini hasil yang dicapai oleh siswa adalah dapat mengembangkan kete-rampilan proses menarik kesimpulan.

(39)

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving yang disertai media animasi sangat mendukung siswa untuk mengembangkan pe-nguasaan konsepnya dan keterampilan untuk menyimpulkan yang sangat relevan dengan fase terakhir dari model pembelajaran problem solving.

I. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa memperoleh materi yang sama oleh guru yang sama.

2. Perbedaan keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep siswa kelas X semester genap SMA Yadika Bandarlampung pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit semata-mata karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep siswa kelas X semester genap SMA Yadika Bandar-lampung pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit diabaikan.

J. Hipotesis Umum

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, terjadi apabila pengam-bilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan yang didasarkan pada ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui. Hanya mereka yang dianggap ahli yang patut memberikan pertimbangan untuk pengambilan sampel yang diperlukan. Sampling purposif akan baik hasilnya di tangan seorang ahli yang mengenal populasi dan dapat segera mengetahui lokasi masalah-masalah yang khas (Sudjana, 2002). Pada hal ini seorang ahli yang dimintai saran dalam menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel adalah guru kimia yang mengajar di SMA Yadika Bandarlampung yaitu Ibu Wirasta Utami, S.Pd.

(41)

kurang dalam tiap kelasnya hampir sama antara satu kelas dengan kelas yang lainnya. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi penelitian yaitu siswa kelas X3(kelas kontrol) dan X5 (kelas eksperimen)

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes siswa sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest).

Sumber data dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Seluruh siswa kelas eksperimen; dan

2. Seluruh siswa kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain Non-equivalent Control Group Design (Sugiyono, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan pretest maupun posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 . Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen O1 X1 O2

(42)

Keterangan:

X1: Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran problem solving disertai media animasi

X2: Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran konvensional O1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest

O2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah pembelajaran yang menggunakan model problem solving disertai media animasi dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

E. Instrumen Penelitian dan Validitas

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data (Arikunto, 2010). Adapun instrumen penelitian yang digunkan adalah : 1. LKS Kimia berbasis problem solving dan LKS kimia yang biasa digunakan

yakni yang diterbitkan oleh sekolah pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit. LKS yang digunakan berjumlah 2 LKS.

(43)

dan postest adalah materi larutan non-elektrolit dan elektrolit

3. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

4. Media animasi mengenai proses terjadinya penghantaran arus listrik pada larutan non-elektrolit dan elektrolit.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam kon-teks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, ya-itu cara judgment atau penilaian, dan pengujian empirik. Instrumen ini menggu-nakan validitas isi dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan de-ngan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pe-ngukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang ber-sangkutan.

(44)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada Kepala SMA Yadika Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi yang cocok untuk diterapkan pembelajaran dengan model problem solving disetai media animasi.

d. Menentukan populasi dan sampel, yaitu kelas X SMA Yadika Bandar-lampung.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

1) Menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen tes.

(45)

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian, kelas X5 diterapkan pembelajaran problem solving disertai media animasi , sedangkan pada kelas X3 diterapkan pembelajaran konvensional. Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

1) Melakukan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2) Pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas.

3) Melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

4) Tabulasi dan menganalisis data berdasarkan data hasil penelitian. 5) Membahas hasil analisis data penelitian dan menarikan kesimpulan.

(46)

a.

Gambar 1. Alur penelitian

G. Teknik Analisis Data

Setelah proses penelitian dan pengumpulan data selesai maka tahap selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data. Proses analisis data dilaksanakan dengan tu-juan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpetasikan sehingga dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum-nya.

Observasi pendahuluan

Mempersiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen

Menentukan populasi dan sampel

Kelas kontrol pembelajaran konvensional

Pretest

Kelas eksperimen pembelajaran Probem solving

disertai media animasi Posttest

Tabulasi dan Analisis data

(47)

Nilai akhir pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = skor yang diperoleh siswa

skor maksimum

X 100

Data yang diperoleh kemudian dianalis untuk mengetahui rata-rata n-Gain kelas kontrol dan kelas eksperimen.

1. n-Gain

Gain merupakan selisih data yang diperoleh dari pretest dan posttest. Melalui per-hitungan ini didapatkan data Gain sejumlah siswa yang mengikuti tes tersebut. Dalam hal ini 35 data pada kelas X 5 (kelas eksperimen) dan 33 data pada kelas X3 (kelas kontrol). Rumus n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut :

n-Gain = nilai posstest −nilai pretest nilai maksimal −nilai pretest

Sedangkan ktriteria interpretasi n-Gain yang dikemukakan oleh Hake adalah sebagai berikut :

g > 0,7 (indeks gain tinggi) 0,3 ≤ g ≤ 0,7 (indeks gain sedang) g < 0,3 (indeks gain rendah)

2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

(48)

Kenormalan data dihitung dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ2) dengan rumus:

Keterangan : = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Kriteria : Terima Ho jika hitung  tabel

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak, maka dilakukan langkah-langkah sebagai sebagai berikut:

a. Rumusan hipotesis

H0 (Sampel mempunyai varian yang homogen) H1 (Sampel mempunyai varian yang tidak homogen)

Keterangan:

varians skor kelompok I varians skor kelompok II dimana dk1 = (n1-1) dan dk2 = (n2-1)

(49)

Keterangan :

varians terbesar varians terkecil x = n-Gain siswa

= rata-rata n-Gain n = jumlah siswa c. Kriteria uji

Terima H0 jika Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5% dan tolak sebaliknya (Sudjana, 2005).

4. Pengujian Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis disini dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji kesamaan dua rata-rata uji satu pihak, yakni uji pihak kanan. Rumusan hipotesis-nya adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis pertama (keterampilan menyimpulkan)

H0 : µ1x ≤ µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan menyimpulkan yang diterap-kan dengan model pembelajaran problem solving disertai me-dia animasi lebih rendah atau sama dengan dengan rata-rata n-Gain keterampilan menyimpulkan pada pembelajaran kon-vensional.

(50)

b. Hipotesis kedua (penguasaan konsep)

H0 : μ1y ≤ μ 2y : Rata-rata n-Gain penguasaan konsep yang diterapkan dengan model pembelajaran problem solving disertai media animasi lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain penguasaan konsep pada pembelajaran konvensional.

H1: μ 1y > μ 2y : Rata-rata n-Gain penguasaan konsep yang diterapkan dengan model pembelajaran problem solving disertai media animasi lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain penguasaan konsep pada pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit yang diterapkan pembelajaran problem solving disertai media animasi

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit yang oditerapkan dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan menyimpulkan y : penguasaan konsep

Langkah-langkah pengujian statistik :

a. Jika 2

2 2

1 

  , maka statistik yang digunakan ialah uji-t

(51)

b. Jika 2 2 2

1 

  , maka rumus statistik yang digunakan mengacu pada Sudjana (2005)

x = Rata-rata n-Gain keterampilan menyimpukan/penguaan konsep kelas eksperimen

2

x = Rata-rata n-Gain keterampilan menyimpukan/penguaan konsep kelas kontrol

i

x = n-Gain kelas kontrol/eksperimen = simpangan baku gabungan 2

s = Varians kelas eksperimen/kontrol

1

n = Jumlah sampel kelas eksperimen

2

n = Jumlah sampel kelas kontrol

Kriteria uji : tolak H0 jika

(52)

; n s w

1 2 1 1 

; n s w

2 2 2

2  t1 t  1-'n11; t2 t 1-'n21

(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pembelajaran problem solving yang disertai dengan media animasi efektif da-lam meningkatkan keterampilan menyimpulkan siswa pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit.

2. Pembelajaran problem solving yang disertai dengan media animasi efektif da-lam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

(54)

2. Agar penerapan pembelajaran problem solving yang disertai media animasi berjalan optimal, hendaknya guru dapat mengelola waktu dengan baik dan juga memperingatkan siswa malas.

3. Perencanaan pembelajaran yang dibuat sebaiknya juga memperhatikan kalen-der pendidikan sekolah, sehingga jika ada kegiatan sekolah yang akan dilaksa-nakan sekolah tidak mengganggu proses pembelajaran.

4. Penggunaan media pembelajaran sebaiknya dipersiapkan dengan sebaik-baik-nya, terutama jika terjadi hal-hal yang belum direncanakan.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Arifin, Z dan Adhi Setiyawan. 2011. Pengembangan Pembelajaran Aktif dengan ICT. Skripba. Jakarta

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Arsyad, A. 2005. Media Pembelajaran. PT. Raja grafindo Persada. Jakarta. Basori, H. 2011. Model Kegiatan Berbasis Problem Solving pada Pemebelajaran

Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol. 5 No.3. UPI. Bandung

Bismilah’36. 2010. Problem Solving. Tersedia: http://www.bismilah36.wordpress. com

Burke, K.A., Greenbowe, dan Windschitl. 1998. Developing and Using Conceptual Computer Animations for Chemistry Instruction. J. Of Chemical. 75: 1658. Tersedia: http://www.library.uq.edu.au

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Dzamarah, B.S. dan A. Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

Dahar, R.W. 1998. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta

Farida, Ch. 2010. Peranan Analisis Konsep dalam Pengembangan Pembelajaran. Tersedia : http://www.faridach.wordpress.com

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Hamzah, M.F. 2012. Inovasi Pembelajaran dengan Media Animasi.

Tersedia:http://www.Fauzihamzahmuhamad.blogspot.com Karen, 2012. Model Pembelajaran Creative Problem Solving.

(56)

Mahmuddin. 2010. Pentingnya Penilaian Keterampilan Proses Sains. Tersedia:http://www.mahmuddin.wordpress.com

Nur A ,Dyas Ayu. 2012. Keterampilan Proses Sains. Tersedia : http://www.dnoeng.wordpress.com

Panen, Paulina, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Rieber, L.P. 1990. Using Animation in Science Instruction with Young

Children. Dalam J. Of Educational Pshychology. 82: 135-140. Tersedia: http://www.library.uq.edu.au.

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. .Halim Jaya. Jakarta. Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Kusntitatif Kualidatif dan R & D. Alfabeta.

Bandung

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta Syauqi, L. 2012. Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Berpikir Kreatif

Siswa Melalui Media Animasi Pada Konsep Sistem Ekskresi Manusia. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Diakses pada tanggal 30 Desember 2012

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran.

Tersedia:http://www.Edukasi.kompas.com

Gambar

Tabel 1.  Langkah-langkah pembelajaran problem solving
Tabel 2.  Indikator keterampilan proses sains dasar
Tabel 3. Analisis konsep materi larutan non-elektrolit dan elektrolit
Tabel 4 . Desain penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kepala sekolah selaku pimpinan yang mengatur semua yang ada di sekolah, mempunyai peranan sangat penting untuk kemajuan pendidikan. Tujuan dari penelitian ini

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengkaji, upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen atau pengirim yang menggunakan jasa dari perusahaan jasa

process of mediation meeting the mediator has been invited to the parties in general are often not present so that the mediation be delayed and take a long

Tubuh didorong dengan menolakkan kedua telapak tangan pada matras secara kuat sehingga badan melayang dan melenting di udara merupakan salah satu gerakan ...a. Istilah lain

Faktor non fisik yang menjadi alasan suatu wilayah menjadi pusat pertumbuhan terdapat pada angka ….. Perhatikan gambar tata ruang

Salah satunya adalah antisipasi masalah dampak lingkungan atau amdal dengan Dinas Tata Kota dan Lingkungan Hidup Kota Metro sebagai penanggungjawabnya dan

Disebut sebagai negara maritim dengan karakter niaga didasarkan pada alasan bahwa kerajaan ini memiliki enam pelabuhan penting yang berfungsi selain sebagai askses