• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN

DAN MENGKOMUNIKASIKAN Oleh

CITRA NIKA DIANITA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model Learning Cycle 6E pada materi koloid dalam meningkatkan keterampilan mengelompokan dan mengkomunikasikan. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung semester genap tahun ajaran 2012-2013 dengan kelas XI IPA2 dan kelas XI IPA4 sebagai sampel. Efektivitas model Learning Cycle 6E diukur berdasarkan perbedaan n-Gain yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata n-Gain keteram-pilan mengelompokkan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 0,65 dan 0,49; serta rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan untuk kelas eks-perimen dan kelas kontrol yaitu 0,69 dan 0,59. Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji-t, didapat kesimpulan bahwa model Learning Cycle 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan mengkomunikasikan pada materi koloid.

(3)
(4)
(5)
(6)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme ... 8

B. Model Learning Cycl 6E ... 10

C. Keterampilan Proses Sains ... 13

D. Analisis Konsep ... 16

E. Kerangka Pemikiran ... 21

F. Anggapan Dasar ... 23

G. Hipotesis Umum ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

(7)

vi

E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya ... 26

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 26

G. Analisis Data Penelitian ... 38

H. Tekhnik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 34

B. Pembahasan ... 41

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan SK-KD ... 60

2. Silabus.. ... 65

3. RPP Kelas Eksperimen ... 71

4. LKS Kelas Eksperimen ... 100

5. Kisi-Kisi Soal Pretest. ... 130

6. Kisi-Kisi Soal Posttest ... 131

7. Soal Pretest ... 133

8. Soal Posttest ... 136

9. Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian Pretest ... 139

(8)

vii

12. Perhitungan dan Analisis data ... 157

13. Lembar Aktivitas siswa ... 173

14. Lembar Observasi Kinerja Guru ... 181

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awal-nya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan, namun pada perkem-bangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori. Hakekat ilmu kimia adalah sebagai produk, proses, dan sikap. Produk ilmu kimia adalah pengetahuan yang berupa konsep, fakta, teori, prinsip dan hukum-hukum, sedangkan proses ilmu kimia berupa kegiatan ilmiah yang ditekankan pada

pengamatan langsung peserta didik agar dapat melihat, mengamati dan memahami sendiri keadaan alam sekitar sehingga peserta didik dapat melatih sikap ilmiah pada saat proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran kimia yang ideal harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses, produk dan sikap.

(10)

nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdik-nas, 2003).

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan di SMA YP Unila Bandar Lampung, proses pembelajaran kimia disampaikan dengan pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran dengan metode ceramah, diskusi dan presentasi dengan menggunakan power point dan tidak dilakukan praktikum, misalnya pada materi koloid. Saat diskusi berlangsung, faktanya diskusi sering dimonopoli oleh siswa yang memiliki kemampuan akademis lebih baik sehingga hanya sebagian kecil saja siswa yang berpartisipasi secara aktif, kebanyakan siswa kurang fokus dan melepaskan diri dari tanggung jawab berdiskusi. Selain itu, siswa kurang di-libatkan secara aktif dalam menemukan konsep materi kimia serta banyak aktivi-tas-aktivitas yang dilakukan siswa yang dapat mengganggu proses pembelajaran sehingga siswa tidak menemukan manfaat dari proses pembelajaran kimia dan kemudian siswa hanya menghafal materi pada saat mengikuti tes.

(11)

mengelompokkan contoh-contoh koloid yang ada dalam kehidupan sehari-hari seperti susu, santan, es krim, asap kendaraan, agar-agar, keju, dan lain-lain ber-dasarkan sifat-sifatnya. KPS lain yang dibahas dalam penelitian ini adalah kete-rampilan mengkomunikasikan. Terampil mengkomunikasikan penting bagi siswa dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang kelak mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pengamatan langsung, seperti melakukan perco-baan pada materi sistem koloid, siswa dituntut mampu mendiskusikan hasil per-cobaan, memberikan data hasil percobaan atau pengamatan dalam bentuk tabel, membuat tabel, membaca tabel, menjelaskan hasil percobaan, mengubah data na-rasi ke dalam bentuk tabel, mengubah data dalam bentuk tabel ke dalam bentuk narasi, dan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Kemampuan-kemampuan ini merupakan indikator keterampilan mengkomunikasikan. Dengan demikian, pem-belajaran dengan melatihkan KPS ini, dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk melatih cara berpikir, mengembangkan sikap ilmiah pada siswa untuk me-nemukan fakta, konsep dan prinsip lmu pengetahuan. Selanjutnya dapat diguna-kan untuk memecahdiguna-kan masalah dan tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan belajar sekolah atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan.

(12)

exploration, explaination, echo, extension dan evaluation, dimana pada setiap fasenya terdapat kegiatan yang berbeda-beda yang akhirnya dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Keterampilan mengelompokkan pada pe-nelitian ini dapat dilatihkan pada fase evaluation sedangkan keterampilan meng-komunikasikan dapat dilatihkan pada fase exploration, sehingga model pembe-lajaran LC 6E diharapkan cocok untuk melatihkan KPS, dalam hal ini keteram-pilan mengelompokkan dan mengkomunikasikan, misalnya pada materi koloid.

Salah satu materi yang cocok dibelajarkan melalui model LC 6E adalah materi koloid. Koloid merupakan salah satu materi kimia yang dipelajari di kelas XI IPA pada semester genap. Kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam mempe-lajari koloid adalah mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitar. Untuk mencapai kompetensi tersebut pengalaman belajar ha-rus sesuai sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep dan teori-teori dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

(13)

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul “ Efektivitas Model Learning Cycle6E Pada Materi Koloid Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Mengkomunikasikan” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pene-litian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada materi koloid ?

2. Apakah model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada materi koloid ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan efektivitas model LC 6E pada materi koloid dalam

mening-katkan keterampilan mengelompokkan

2. Mendeskripsikan efektivitas model LC 6E pada materi koloid dalam mening-katkan keterampilan mengkomunikasikan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu: 1. Siswa

(14)

belajar yang lebih menyenangkan dan variatif sehingga pembelajaran tidak monoton serta mengajarkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok, memecahkan masalah bersama, berpendapat, dan bertanggung jawab.

2. Guru

Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembe-lajaran yang sesuai dengan materi pembepembe-lajaran kimia, terutama pada materi koloid.

3. Sekolah

Penerapan model LC 6E dalam pembelajaran merupakan sumbangan pemiki-ran dan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pembelajapemiki-ran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup

Untuk membatasi penelitian yang dilakukan, maka ruang lingkup penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Model LC 6E dikatakan efektif meningkatkan keterampilan mengelompok-kan dan mengkomunikasimengelompok-kan apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

(15)

(menyeli-diki), (3) Fase explaination (menjelaskan), (4) Fase echo (penguatan konsep), (5) Fase extension (memperluas) dan (6) Fase evaluation (menilai).

3. Materi pelajaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah koloid yang men-cakup mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya.

4. Indikator keterampilan mengelompokkan yang diamati dalam penelitian ini adalah mencari persamaan, mencari perbedaan, membandingkan, dan men-cari dasar penggolongan.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruktivisme

Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) kon-struktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bah-wa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glaserfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan atau gambaran dari kenyataan (realitas) yang ada. Tetapi pengetahuan merupakan ciptaan manu-sia yang dikontruksikan dari pengalaman yang dialaminya yang diakibatkan dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Dalam proses kontruksi itu, menurut Glaserfeld diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut :

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga-laman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pe-ngalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan in-teraksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan me-ngenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pe-ngalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuan-nya.

(17)

Menurut Suparno (1997) secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang se-dang mempelajarinya. Konstruktivisme tidak hanya bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;

2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa;

6. Guru adalah fasilitator.

(18)

Teori konstruktivisme ini berkembang dari kerja Piaget (Nur dalam Trianto, 2010). Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamanya sendiri dengan ling-kungan. Menurut Piaget (Dahar, 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget (Dahar,1989) yaitu struktur, isi dan fungsi.

a. Struktur, memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.

b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang

dihadapinya.

c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. .

B. Model Learning Cycle 6E (LC 6E)

(19)

Fajaroh dan Dasna (2008) mengemukakan bahwa LC merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang dior-ganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Dahar (1989) bahwa LC merupakan salah satu model pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran siswa harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Model LC merupakan model pembelajaran yang menyarankan agar proses pem-belajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Pada awalnya LC terdiri dari 3 fase yang terdiri dari fase eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep. Dalam perkembangannya, LCsemakin berkembang dan semakin dikhususkan oleh para ahli. Model LC 3E (tiga fase) yang semula dikembangkan menjadi LC 5E(lima fase) oleh Rodger W Bybee. Perkembangannya adalah menambahkan fase engagement di awal pembelajaran dan fase evaluation ditambahkan pada akhir pembelajaran. Sehingga lima fase tersebut terdiri dari engagement, explo-ration, explaination, extension dan evaluation (Lorsbach dalam Fajaroh dan Dasna, 2008). Adapun penjelasan dari kelima fase sebagai berikut :

1. Fase Engagement (Pendahuluan) Tahap engagement bertujuan mempersiapkan diri siswa agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengeta-huan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan ter-jadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase enga-gement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

(20)

menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide

melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur. 3. Fase Explanation (Menjelaskan)

Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari 4. Fase Extension (Memperluas)

Pada fase extention (elaboration), siswa menerapkan konsep dan kete-rampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving

5. Fase Evaluation (Menilai) Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih lanjut.

Kemudian Model LC 5E ini berkembang lagi menjadi LC 6E bahkan ada pula yang mengembangkan menjadi LC 7E. Model LC 6E menurut Scheuermann dan Duran (2009) LC 6E terdiri dari fase-fase yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Fase pelaksanaan pembelajaran menggunakan LC 6E

Pada LC 6E ditambahkan fase echo setelah fase explaination. Pada fase echo siswa memperkuat konsep yang telah diperoleh pada fase exploration. Peran guru pada fase echo mengkonfirmasi penguatan konsep oleh siswa dan memberikan tambahan dukungan atau informasi serta pengalaman tambahan jika diperlukan.

1 Engangement

2

Exploration

6

Evaluation

3

Explaination

4

Echo

5

(21)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, model LC 6E adalah suatu model pem-belajaran yang terdiri dari 6 fase yaitu engagement, exploration, explaination, echo, extension dan evaluation, dimana pada setiap fasenya terdapat kegiatan yang berbeda-beda yang akhirnya dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Proses pembelajaran dengan model LC 6E ini, siswa diharapkan da-pat membangun sendiri pengetahuan kognitif melalui indera untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru sebagai fasilitator yang menge-lola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perang-kat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan ara-han dan proses pembimbingan) dan evaluasi berfungsi mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh.

C. Keterampilan Proses Sains

(22)
[image:22.595.112.461.236.346.2]

ini, siswa diharapkan menjadi cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. KPS dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan kete-rampilan proses terpadu. Menurut Esler & Esler (1996) KPS dikelompokkan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu Mengamati (observasi) Inferensi Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (interpretasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi Mengajukan pertanyaan Berhipotesis Penyelidikan Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan

Hartono (2007) menyusun indikator KPS dasar seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar Keterampilan

Dasar Indikator

Mengamati (observing)

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk

mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Inferensi (inferring)

Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi.

Klasifikasi (classifying)

Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Menafsirkan

(predicting)

Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk

menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan Berkomunikasi

(Communicating)

[image:22.595.109.492.429.762.2]
(23)

KPS yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini adalah keterampilan mengelom-pokkan. Mengelompokkan adalah proses yang digunakan ilmuan untuk mengada-kan penyusunan atau pengelompokmengada-kan atas obyek-obyek atau kejadian-kejadian. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan merupakan keteram-pilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khu-susnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Indikator keterampilan mengelompokkan adalah mampu menen-tukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan timbal baliknya (Hartono, 2007).

Salah satu KPS yang dibahas lainnya adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah baik berupa keteram-pilan menyampaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan. Menurut Hartono (2007) kemampuan komunikasi siswa dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis. 2. Kemampuan menjelaskan hasil pengamatan.

3. Kemampuan menyusun dan menyampaikan hasil kerja. 4. Kemampuan menggambarkan data dengan grafik atau bagan. 5. Kemampuan mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.

(24)

1. Menyimpulkan hasil penelitian.

2. Merekomendasikan tindak lanjut dari hasil penelitian.

3. Menginformasikan alasan logis perlunya penelitian/penyelidikan ilmiah. 4. Mendeskripsikan masalah penelitian/penyelidikan secara jelas dalam

laporan dan mengkomunikasikannya. 5. Menspesifikasi variabel yang diteliti.

6. Mengkomunikasikan prosedur perolehan data.

7. Mengkomunikasikan cara mengolah dan menganalisis data yang sesuai untuk menjawab masalah penelitian.

8. Menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik, diagram alur, dan peta konsep.

9. Menggunakan media yang sesuai dalam menyajikan hasil pengolahan data. 10. Menjelaskan data baik secara lisan maupun tulisan.

11. Mengkomunikasikan kesimpulan dan temuan penelitian berdasarkan data. 12. Menyajikan model hubungan dengan simbol dan standar internasional

dengan benar.

Jenis keterampilan mengkomunikasikan yang akan diukur adalah mendiskusikan hasil percobaan, memberikan data hasil percobaan atau pengamatan dalam bentuk tabel, membuat tabel, membaca tabel, menjelaskan hasil percobaan, mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel, mengubah data dalam bentuk tabel ke dalam bentuk narasi, dan mengungkapkan gagasan secara tertulis.

D. Analisis Konsep

(25)
(26)

ANALISIS KONSEP Nama Sekolah : SMA YP Unila Bandar Lampung

Mata Pelajaran : Kimia

Kelas : XI IPA

Semester : Genap

Standar Kompetensi : 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar : 5.1 Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

No Label

Konsep

Definisi Konsep Jenis

Konsep

Atribut Konsep Konsep Contoh Non

contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Campuran Campuran merupakan

gabungan dari dua zat atau lebih baik campuran homogen maupun campuran heterogen yang tidak memiliki komposisi tertentu dan dapat dipisahkan

secara fisika, dapat berupa suspensi, larutan, maupun koloid. Konsep Konkret  Gabungan dari dua zat atau lebih  Campuran homogen  Campuran heterogen  Tidak memiliki komposisi tertentu  Komposisi dapat dipi-sahkan seca-ra fisika Ukuran Partikel Zat terlarut Zat pelarut

 Materi Unsur

(27)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

2. Suspensi Suspensi merupakan campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.

Konsep konkret

Campuran heterogen

Zat terlarut dan zat pelarut dapat dibedakan Ukuran Partikel Zat terlarut Zat pelarut Sistem dispersi Larutan Koloid

Zat pelarut

Zat terlarut

Campuran air dengan pasir, campuran minyak dengan air Santan, susu, larutan garam

3. Larutan Campuran homogen

yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.

Konsep konkret

Campuran homogen

Zat terlarut dan pelarut tidak dapat dibedakan Ukuran Partikel Zat terlarut Zat pelarut Sistem dispersi Suspensi Koloid Larutan elektrolit dan non elektrolit Larutan asam basa Larutan gula, larutan garam Campuran air dan pasir, campuran minyak dan air, susu

4. Koloid Koloid adalah suatu

bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi, dapat berupa sol, emulsi, buih dan aerosol. Konsep abstrak contoh konkret Campuran yang terletak antara suspensi dan larutan Sol Aerosol Emulsi Buih Ukuran Partikel Sifat-sifat  Jenis-jenis Sistem dispersi Larutan Suspensi Sol Emulsi Buih Aerosol Susu, santan, cat, tinta, dll

Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air

5. Aerosol Aerosol merupakan

jenis koloid dengan fase terdispersi zat padat atau zat cair dan zat pendispersi gas.

Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi padat atau cair Fase pendispersi gas.

(28)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

6. Sol Sol merupakan jenis

koloid dengan fase terdispersi padat dan fase pendispersi padat atau cair Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi padat Fase pendispersi padat atau cair

Fase zat Jenis-jenis koloid

 Aerosol

 Emulsi

 Buih

 Sol cair

 Sol padat

Tinta,koloid emas, paduan logam. Santan, susu, mayonaise

7 Emulsi Emulsi merupakan

jenis koloid dengan fase terdispersi cair dan zat pendispersi padat atau cair

Konsep abstrak Fase terdispersi cair Fase pendispersi padat atau cair

Fase zat jenis-jenis koloid Aerosol Sol Emulsi Emulsi padat Emulsi cair Susu,santan, jeli,mentega, Kabut, awan

8. Buih Buih merupakan jenis

koloid dengan fase terdispersi gas dan zat pendispersi padat atau zair Konsep abstrak contoh konkret Fase terdispersi gas Fase pendispersi padat atau cair

Fase zat Jenis-jenis koloid

Aerosol

Sol

Emulsi

 Buih cair

 Buih padat

Buih sabun, karet busa, batu apung

susu, santan, jeli

(29)

E. Kerangka Pemikiran

(30)

suspensi dan larutan. Peran guru pada fase echo mengkonfirmasi pengua-saan konsep oleh siswa dan memberikan tambahan dukungan atau informasi serta pe-ngalaman tambahan jika diperlukan. Kemudian fase kelima yaitu extension, siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian lain maupun berupa prak-tikum lanjutan. Pada fase ini, dapat pula melatihkan KPS yang dimiliki siswa, mi-salnya mengkomunikasikan sebuah narasi ke dalam bentuk tabel. Fase yang ter-akhir yaitu evaluation, pada tahap akhir, dilakukan evaluasi terhadap efektivitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman kon-sep, atau kompetensi siswa. Pada fase ini, siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang melatihkan KPS yang mereka miliki, misalnya mengelompokkan beberapa jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya.

(31)

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 semester genap SMA YP Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai pengetahuan awal yang sama.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keterampilan mengelompokan dan mengkomunikasikan koloid siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 semester genap SMA YP Unila Bandar Lampung Tahun ajaran 2012/2013 diabaikan

3. Perbedaan keterampilan mengkomunikasikan dan mengelompokkan untuk materi koloid semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

G. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah :

(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA YP Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 238 siswa yang tersebar da-lam enam kelas. Dari populasi tersebut diambil 2 kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknikpurposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang buat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah di-ketahui sebelumnya. Adapun pertimbangannya yaitu kemampuan awal yang tidak jauh berbeda atau dianggap sama. Setelah diperoleh dua kelas sampel maka diten-tukan kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu XI IPA 4 sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dan XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model LC 6E.

B. Jenis dan Sumber Data

(33)

pembelajaran (posttest) siswa. Adapun sumber data dibagi menjadi dua kelompok yaitu seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

[image:33.595.116.421.319.395.2]

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian yang digunakan adalah Non Equivalence Control Group Design (Creswell, 1994). Desain penelitiannya yaitu :

Tabel 3. Desain penelitian

Pretes Perlakuan Postes

Kelas kontrol O1 - O2

Kelas eksperimen O1 X O2

(Creswell, 1994)

O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan. X adalah perlakuan berupa penerapan model LC 6E.

D. Variabel Penelitian

(34)

E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa silabus, RPP, LKS, serta soal pretest dan posttest yang masing-masing terdiri dari 2 soal uraian. Dalam pelaksanaannya, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan soal pretes yang sama. Agar data yang diperoleh dapat dipercaya, maka instrumen yang digunakan harus valid. Dengan kata lain suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah vailditas isi. Adapun pengujian validitas isi dilakukan dengan cara judgment. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing yaitu Dra. Nina Kadaritna, M.Si. dan Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si untuk memvalidasinya dengan menelaah kisi-kisi terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dini-lai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

(35)

pene-litian adalah membuat surat izin pendahuluan penepene-litian kemudian meminta izin kepada kepala sekolah dan menyampaikan surat izin penelitian tersebut dan selan-jutnya melakukan observasi pendahuluan. Observasi pendahuluan dilakukan un-tuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, data nilai, jadwal dan tata tertib sekolah, serta sarana prasarana di sekolah, yang selanjutnya dari data-data tersebut digunakan untuk menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel dalam penelitian. Tahap terakhir dalam tahap pra penelitian ini adalah penyusunan instrumen .

(36)
[image:36.595.99.556.84.409.2]

Gambar 2. Alur Penelitian

G. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Adapun hipotesisnya yaitu:

1. Keterampilan Mengelompokkan H0 : µ1x≤ µ2x

Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan dengan model LC 6E pada materi koloid lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan dengan pembelajaran konvensional SMA YP Unila Bandar Lampung.

Observasi

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Validasiinstrumen

Pembuatan instrumen pembelajaran dan perangkat

pembelajaran

Pembelajarankonvensional LC 6E

Pretest Pretest

Validasi instrumen Pembuatan instrumen

pembelajaran dan perangkat pembelajaran

Posttest Posttest

Analisis data

(37)

H1 : µ1x > µ2x

Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan dengan model LC 6E pada materi koloid lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan dengan pembelajaran konvensional SMA YP Unila Bandar Lampung..

2. Keterampilan Mengkomunikasikan H0 : µ1y≤ µ2y

Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan pada materi koloid dengan model LC 6E pada materi koloid lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dengan pembela-jaran konvensional SMA YP Unila Bandar Lampung.

H1 : µ1y > µ2y

Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan pada materi koloid dengan model LC 6E pada materi koloid lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dengan pembelajaran kon-vensional SMA YP Unila Bandar Lampung.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata (x,y) pada materi koloid pada kelas yang diterapkan model LC 6E.

µ2 : Rata-rata (x,y) pada materi koloid pada kelas yang diterapkan pembela-jaran konvensional.

(38)

H. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis data

Tujuan analisis adalah untuk memberikan makna atau arti untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Hal-hal yang diperlukan dalam menganalisis data setelah melakukan pretes dan postes pada siswa SMA YP Unila adalah : a. Penentuan nilai siswa

Nilai siswa dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nilai siswa = jumlah skor jawaban yang diperoleh x 100 …………..(1) jumlah skor maksimal

Dari data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya, dan selanjutnya digunakan untuk menguji hipotesis.

b. Perhitungan gain ternormalisasi

Untuk mengetahui efektifitas model LC 6E dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan mengkomunikasikan, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas. Menurut Meltzer besarnya peningkatan dihitung dengan rumus n-Gain( normalized gain),yaitu :

... (2)

(39)

2. Pengujian hipotesis

a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis untuk uji normalitas : Ho = data penelitian berdistribusi normal

H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Data akan berdistribusi normal jika χ2

hitung ≤χ2 tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005).

b. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

H0 = 2 2

1 2

  (data penelitian mempunyai varians yang homogen)

H1 = 2 2

1 2

  (data penelitian mempunyai varians yang tidak homogen)

Untuk menguji kesamaan dua varians, dalam Sudjana (2005)

digunakan rumus sebagai berikut:

(40)

Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0 hanya jika F hitung ≥F ½α (υ1, υ2)

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung

dikonsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang =

banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen.

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan seberapa efektif perla-kuan terhadap sampel dengan melihat gain ternormalisasi keterampilan menge-lompokkan dan mengkomunikasikan pada materi koloid yang lebih tinggi antara pembelajaran dengan model LC 6E dengan pembelajaran konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung. Jika data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen, maka pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan uji-t (Sudjana, 2005):

2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung  

 ...(4)

dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s Keterangan :

thitung = Kesamaan dua rata-rata 1

X = Rata-rata n-Gain kelas eksperimen 2

X = Rata-rata n-Gain kelas kontrol s2 = Varians

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen n2 = Jumlah siswa kelas kontrol

(41)

2 1

s = Varians kelas eksperimen 2

2

s = Varians kelas kontrol

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t< t1-α dengan derajat kebebasan d(k) = n1 + n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf

(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahawa 1. Model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan

pada materi koloid karena siswa dapat melatih keterampilan mengelompokkan pada tahap evaluation, siswa dilatih untuk mengevaluasi pengetahuan dan pemahaman dalam konteks baru dengan mencari persamaan, perbedaan, membandingkan serta dasar penggolongan dari suatu objek.

2. Model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada materi koloid karena siswa dapat melatih keterampilan mengkomunikasi-kan pada tahap exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama da-lam kelompok untuk menguji prediksi dengan melakukan pengamatan lang-sung, mengemukakan ide-ide yang mereka miliki dengan cara menjelaskan atau mencatat hasil pengamatan, serta membuat tabel hasil pengamatan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

(43)
(44)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Y. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Pada Materi Koloid. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta..

Craswell, J.W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary Science. Wadsworth. California

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia

Fajaroh, Fauziatul dan Dasna, I Wayan. 6 Januari 2008. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Diakses 15 Maret 2013 dari http://massofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/.

(45)

Hikmahwati, N. 2010. Pengembangan LKS Kimia Model Learning Cycle 6E Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan (Kelas XI IPA SMA Negri 3 Bandar Lampung). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta..

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Scheuermann, Amy dan Duran, L.B. 25 Juni 2009. A 6-E Learning Cycle Science for All. Diakses 13 Maret 2013 dari http://cosmos.bgsu. edu/affiliated projects/nwoTeams/Resources&Handouts/6E_Day1=2.pdf.

Siregar, A. 2012. Pengaruh Keterampilan Proses Sains dalam Model

Pembeljaran Learning Cycle 6E terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Fluida Statis. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Semiawan, C. 1992. Pendidikan Keterampilan Proses. Gramedia. Jakarta.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta

Gambar

Gambar 1. Fase pelaksanaan pembelajaran menggunakan LC 6E
Tabel 1.  Keterampilan Proses Sains
Tabel 3. Desain penelitian
Gambar 2.  Alur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

harzianum paling baik terdapat pada formulasi cair dengan kemampuan antagonistik tertinggi (64,89%), kemudian formulasi serbuk (51,11%), dan tidak ada aktifitas antagonistik pada

-BNQV QJOUBS -&amp;% 8J'J 4NBSU -JHIU -&amp;% 8J'J BEBMBI TFCVBI UFLOPMPHJ OJSLBCFM ZBOH EJLFNCBOHLBO VOUVL EBQBU

Dalam    hal    ini    tujuan    penelitian    adalah   memecahkan    masalah atau   menjawab pertanyaan penelitian... 2) Berupa    pernyataan    yang    dirumuskan

[r]

Evaluasi postur kerja dapat dilakukan dengan menggunakan metode ROSA ( Rapid Office Strain Assesment ).Faktor-faktor risiko dari penggunaan komputer terbagi atas

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Resiko Tinggi Kehamilan Dengan Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care Di RSUD Boyolali.. Universitas

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa aspek materi, aspek instruktur, aspek fasilitas dan aspek metode yang diberikan kepada peserta pelatihan mudah dipahami

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Example