• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA

PAMATANG RAYA IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Oleh

HOTBINSON DAMANIK

117020007/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA

PAMATANG RAYA IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

HOTBINSON DAMANIK

117020007/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA PAMATANG RAYA IBUKOTA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

(4)

JudulTesis : KAJIAN TATA GUNA LAHAN PADA PUSAT KOTA PAMATANG RAYA IBUKOTA

KABUPATEN SIMALUNGUN

NamaMahasiswa : HOTBINSON DAMANIK

NomorPokok : 117020007

Program Studi Bidang Kekhususan

: :

TEKNIK ARSITEKTUR

MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD) (Ir. Samsul Bahri, MT

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Agustus 2014

Panitia Penguji Tesis

KetuaKomisi Penguji : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Samsul Bahri, MT

2. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

3. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD

4. Salmina W. Ginting, ST, MT

(6)

ABSTRAK.

Peningkatan pembangunan pada wilayah Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun diikuti dengan adanya tuntutan akan kebutuhan lahan guna menampung aktivitas masyarakat, diantaranya kebutuhan lahan untuk perkantoran, permukiman, perdagangan dan jasa. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya lahan terbangun, dimana pertambahan lahan terbangun diawali dengan pindahnya ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya.

Kota Pamatang Raya sebagai Ibukota Kabupaten Simalungun mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat dan aktivitas kota yang meningkat yang menyebabkan perkembangan guna lahan serta tingginya kebutuhan pelayanan perkotaan bagi masyarakat yang beraktifitas di kota tersebut. Berbagai pelayanan perkotaan tumbuh di pusat kota yang berbentuk linear mengikuti ruas jalan utama kota. Aktivitas yang berkembang diruas ini cenderung mengarah kepada aktivitas perdagangan dan jasa yang kemudian disikapi pemerintah dengan menjadikannya kawasan perdagangan dan jasa.

Bagaimana kondisi tata guna lahan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya pada koridor jalan protokol Kota Pamatang Raya sebagai pusat aktifitas perekonomian kota dan pelayanan regional? Sejalan dengan waktu perubahan yang terjadi telah menunjukkan perubahan fungsi dari fungsi konsumtif ke fungsi yang lebih produktif.

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol. Sasaran yang akan ditempuh adalah mengidentifikasi perkembangan aktifitas perekonomian, mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa pusat kota telah mengalami pergeseran fungsi yang dipengaruhi adanya faktor eksternal berupa aktifitas kantor pusat pemerintahan tingkat kabupaten, aktifitas perdagangan dan jasa dan program kebijakan pemerintah. Faktor internal yang juga turut mempengaruhi perubahan ini terkait dengan perkembangan dan tingkat pelayanan sarana prasarana serta utilitas kota dan ketersediaan lahan serta fasilitas perkotaan. Hasil ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian kebijaksanaan dalam pemanfaatan lahan sehingga segala potensi dan permasalahan dapat diantisipasi sedini mungkin.

(7)

ABSTRACT

The increase in the development of Pematang Raya as the capital of Simalungun District is followed by the demand for land area which can accommodate people’s activities, especially the need for offices, settlement, and commercial and service area. This condition has brought about the increase in land use which is initialized by the movement of the capital of Simalungun District from Pematangsiantar to Pematang Raya.

Pematang Raya as the capital of Simalungun District has experienced population rapid growth and urban activities which bring about the development of land use and the need for urban service for people’s activities. Various urban activities grow in the linear town center following the main street. The activities which developed in this main street tend to be commercial and service activities which are paid attention by the government and make it to be commercial and service area.

The problem of the research was how about the condition of the land use and what factors which influenced it on the corridor of the main street at Pematang Raya as the center of the urban economic activities and regional service. As the time passed, the change had showed the change in function, from consumptive factor to productive function.

The objective of the research was to analyze some factors which influenced the change of land use on the corridor of the main street by identifying the development of the economic activities, identifying the change in land use, and analyzing some factors which influenced the change.

The result of the research showed that town center had experienced the shift of function which was influenced by external factors such as the District Administration offices, commercial and service activities, and government policy program. The internal factor also influenced the change related to the development and the service level of facility and infrastructure and town utility, and the availability of land and town facilities. It is recommended that planning, utility, and control of the policy in using land should be paid attention to in using the land so that all potencies and problems can be anticipated as early as possible.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang

telah melimpahkan kasih dan karuniaNya kepada penulis, sehingga tesis yang

berjudul “Kajian Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Pamatang Raya Ibukota

Kabupaten Simalungun” ini dapat selesai. Penulisan tesis ini adalah sebagai salah

satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan pada Magister Teknik Arsitektur

Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam pengerjaan dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan moril

dan bimbingan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk

itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan hormat dan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Abdul Ghani Salleh. B. Ec. M.Sc. PhD dan Bapak Ir.

Samsul Bahri. MT atas kesediaanya membimbing, memotivasi dan memberikan

pengarahan serta waktu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini.

Rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya tujukan kepada

Ibu DR. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, dan Ibu Beny O.Y Marpaung, ST, MT, Ph.D,

Selaku ketua dan sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister

Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas segala bimbingan

dan ilmu yang telah diberikan dalam mengikuti pendidikan serta menyelesaikan tesis

(9)

Ucapan teirimakasih istimewa kepada orang tua tercinta Alm. St. Jasiman

Damanik dan Alm. S.H Br Purba serta terkhusus kepada istriku tercinta Damaris

Orosa Saragih, SKM serta boru panggoaranku tercinta Geeta E.C Damanik atas

dukungan moral dan moril serta doa yang tulus selama saya mengikuti perkuliahan

hingga selesainya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih mempunyai banyak kekurangan.

Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik bagi

penyempurnaan tesis ini. Dan, akhirnya penulis berharap semoga tesis ini

memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan

Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hotbinson Damanik

Alamat : Jalan Alamanda Raya No. 15 Pematangsiantar

Tempat/Tanggal Lahir : Pagarbatu, 25 Agustus 1975

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 7 dari 7

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : St.Jasiman Damanik (Alm)

Nama Ibu : S. Hentionerlina Purba (Alm)

Nama Istri : Damaris Orosa Saragih, SKM

Nama Anak : Geeta Echa Caroline Damanik

Pendidikan Formal : SD Negeri Mardosniuhur (tamat tahun 1988)

SMP Negeri 1 Purba (tamat tahun 1991)

SMA Negeri 3 Pematangsiantar (tamat tahun 1994

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4.1 Ruang lingkup substansial ... 6

1.4.2 Ruang lingkup spasial ... 7

1.5 Kerangka Konseptual Pemikiran ... 10

1.6 Sistematika Penulisan ... 13

(12)

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kota ... 14

2.1.1 Perkembangan struktur ruang kota ... 16

2.1.2 Hierarki dan system perkotaan ... 20

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota ... 22

2.2 Tata Guna Lahan Perkotaan ... 27

2.2.1 Pengertian pola tata guna lahan ... 28

2.2.1 Perubahan tata guna lahan ... 31

2.3 Kawasan Perkantoran Pemerintah ... 34

2.4 Lokasi Kegiatan ... 36

4.1 Deskripsi Umum Kota Pamatang Raya ... 55

4.1.1 Sejarah singkat perkembangan Kota Pamatang Raya ... 55

4.1.2 Letak geografis dan batas administrasi ... 56

4.1.3 Kondisi tofografi ... 61

4.1.4 Penggunaan lahan ... 62

(13)

4.1.6 Kependudukan ... 67

4.3.3 Penggunaan lahan pada koridor jalan protokol ... 76

4.3.4 Kebijakan pemerintah dalam pengembangan pusat Kota ... 79

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 81

5.1 Analisis Faktor Eksternal Perubahan Penggunaan Lahan ... 82

5.1.1 Analisis aktivitas perkantoran ... 82

5.1.2 Analisis aktivitas perdagangan dan jasa ... 87

5.1.3 Analisis kebijakan pemerintah ... 89

5.1.3.1 Program pembangunan ... 89

5.1.3.2 Analisis tata ruang ... 93

5.2 Analisis Faktor Internal Perubahan Penggunaan Lahan ... 96

5.2.1 Analisis kependudukan ... 96

5.2.2 Analisis transformasi social ... 99

5.2.3 Analisis ketersediaan lahan ... 104

5.2.4 Analisis ketersediaan sarana prasarana dan utilitas kota ... 105

5.2.4.1 Jaringan jalan ... 106

5.2.4.2 Utilitas kota ... 109

5.2.5 Analisis aksesibilitas ... 110

5.2.6 Analisis ketersediaan fasilitas perkotaan ... 112

(14)

5.3 Temuan Penelitian ... 126

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 131

6.1 Kesimpulan ... 131

6.2 Rekomendasi ... 134

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Peta Wilayah Administrasi ... 8

1.2 Peta Lokasi Penelitian ... 9

1.3 Kerangka Pemikiran.. ... 12

2.1 Pola-pola Umum Perkembangan Kota.. ... 18

2.2 Sistem Hierarki Perkotaan ... 22

2.3 Pola Kekuatan Sentrifugal dan Sentripetal ... 29

2.4 Siklus Perubahan Penggunaan Lahan ... 33

2.5 Hubungan Manusia–Lingkungan dan Perubahan ... 34

2.6 Pengaturan Lokasi Kegiatan ... 37

3.1 Kerangka Analisis ... 54

4.1 Peta Kedudukan Kawasan Pematang Raya dalam Lingkup Kabupaten Simalungun ... 59

4.2 Peta Kedudukan Kota Pematang Raya dalam Lingkup Kecamatan Raya... 60

4.3 Pola Penggunaan Lahan Kota Pematang Raya Tahun 2013 ... 64

4.4 Peta Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota ... 66

4.5 Peta Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kota Pamatang Raya ... 68

4.6 Fasilitas Perekonomian di Kawasan Perkotaan Pematang Raya ... 69

4.7 Fasilitas Pemerintahan di Kawasan Perkotaan Pematang Raya ... 71

(16)

4.9 Fasilitas Kesehatan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya ... 73

4.10 Fasilitas Peribadatan di Kawasan Perkotaan Pematang Raya ... 74

4.11 Kondisi Jalan Utama Kota Pamatang Raya ... 75

4.12 Peta Pembagian Karakter Aktifitas di Koridor Jalan protokol... 78

4.13 Rencana Pola Ruang Kota Pamatang Raya ... 80

5.1 Pergerakan Akttivitas PNS yang Berdomisili di Pamatangsiantar ... 84

5.2 Persepsi terhadap Pembangunan sebagai Daya Tarik Kawasan……….. .. 85

5.3 Persepsi Masyarakat tentang Prospek Pengembangan Kawasan…….. ... 86

5.4 Persepsi Kemajuan karena Pembangunan Kantor Kabupaten... ... 87

5.5 Perbandingan Kondisi Jalan Tahun 2008 dengan Tahun 2013 ... 90

5.6 Kondisi Kota yang Kurang Representatif... ... 95

5.7 Kepadatan PendudukdI Perkotaan Pamatang Raya Tahun 2013... 98

5.8 Asal–usul Penduduk Berdomisili... ... 103

5.9 Perubahan Guna Lahan di Kota Pamatang Raya... 105

5.10 Peta Pola Pergerakan Angkutan Jalan Raya Kota Pamatang Raya ... 108

5.11 Daya Tarik Aksesibilitas Lokasi Lahan... ... 111

5.12 Persepsi Pembangunan terhadap Daya Tarik Aksesibilitas ………… ... 112

5.13 Peta Sebaran Fasilitas Perkotaan di Pusat Kota Pamatang Raya ... 114

5.14 Alasan Merubah Lahan sebagai Tempat Usaha ……….. ... 116

5.15 Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pusat Kota Pamatang Raya... ... 118

(17)

5.17 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2008 ……. ... 121

5.18 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2013……. ... 122

5.19 Daya Tarik Potensi Kegiatan Lokal ... ... 123

5.20 Potensi Andalan Kota Pematang Raya ... ... 124

5.21 Faktor Penguat Pembangunan... ... 125

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Kebutuhan Data ... 46

3.2 Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian ... 52

4.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun

Tahun 2012 ... 57

4.2 Luas Wilayah menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan Raya

Tahun 2012 ... 58

4.3 Luas Wilayah Perkotaan Pematang Raya ... 62

4.4 Penggunaan Lahan Terbangun dan Non Terbangun di Kawasan

Pematang Raya Tahun 2003-2013 ... 63

4.5 Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Nagori di Kawasan

Perkotaan Pamatangraya 2003 - 2013 ... 67

4.6 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 71

4.7 Fasilitas Kesehatan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 72

4.8 Fasilitas Peribadatan di Kawasan Perkotaan Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 73

4.9 Arahan Pengembangan Kelurahan-Kelurahan yang dilalui Jalan

Protokol kota Pamatang Raya ... 79

5.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk di Pusat Kota Pamatang Raya

Tahun 2013 ... 97

5.2 Mata Pencaharian Responden di Pusat Kota Pamatang Raya ... 101

5.3 Tingkat Pendapatan Responden di pusat Kota Pamatang Raya ... 101

5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

pada Kota Pamatang Raya ... 127

5.5 Keterkaitan Antara Faktor Eksternal dan Faktor Internal Dalam

(19)

ABSTRAK.

Peningkatan pembangunan pada wilayah Kota Pamatang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun diikuti dengan adanya tuntutan akan kebutuhan lahan guna menampung aktivitas masyarakat, diantaranya kebutuhan lahan untuk perkantoran, permukiman, perdagangan dan jasa. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya lahan terbangun, dimana pertambahan lahan terbangun diawali dengan pindahnya ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya.

Kota Pamatang Raya sebagai Ibukota Kabupaten Simalungun mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat dan aktivitas kota yang meningkat yang menyebabkan perkembangan guna lahan serta tingginya kebutuhan pelayanan perkotaan bagi masyarakat yang beraktifitas di kota tersebut. Berbagai pelayanan perkotaan tumbuh di pusat kota yang berbentuk linear mengikuti ruas jalan utama kota. Aktivitas yang berkembang diruas ini cenderung mengarah kepada aktivitas perdagangan dan jasa yang kemudian disikapi pemerintah dengan menjadikannya kawasan perdagangan dan jasa.

Bagaimana kondisi tata guna lahan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya pada koridor jalan protokol Kota Pamatang Raya sebagai pusat aktifitas perekonomian kota dan pelayanan regional? Sejalan dengan waktu perubahan yang terjadi telah menunjukkan perubahan fungsi dari fungsi konsumtif ke fungsi yang lebih produktif.

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol. Sasaran yang akan ditempuh adalah mengidentifikasi perkembangan aktifitas perekonomian, mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa pusat kota telah mengalami pergeseran fungsi yang dipengaruhi adanya faktor eksternal berupa aktifitas kantor pusat pemerintahan tingkat kabupaten, aktifitas perdagangan dan jasa dan program kebijakan pemerintah. Faktor internal yang juga turut mempengaruhi perubahan ini terkait dengan perkembangan dan tingkat pelayanan sarana prasarana serta utilitas kota dan ketersediaan lahan serta fasilitas perkotaan. Hasil ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian kebijaksanaan dalam pemanfaatan lahan sehingga segala potensi dan permasalahan dapat diantisipasi sedini mungkin.

(20)

ABSTRACT

The increase in the development of Pematang Raya as the capital of Simalungun District is followed by the demand for land area which can accommodate people’s activities, especially the need for offices, settlement, and commercial and service area. This condition has brought about the increase in land use which is initialized by the movement of the capital of Simalungun District from Pematangsiantar to Pematang Raya.

Pematang Raya as the capital of Simalungun District has experienced population rapid growth and urban activities which bring about the development of land use and the need for urban service for people’s activities. Various urban activities grow in the linear town center following the main street. The activities which developed in this main street tend to be commercial and service activities which are paid attention by the government and make it to be commercial and service area.

The problem of the research was how about the condition of the land use and what factors which influenced it on the corridor of the main street at Pematang Raya as the center of the urban economic activities and regional service. As the time passed, the change had showed the change in function, from consumptive factor to productive function.

The objective of the research was to analyze some factors which influenced the change of land use on the corridor of the main street by identifying the development of the economic activities, identifying the change in land use, and analyzing some factors which influenced the change.

The result of the research showed that town center had experienced the shift of function which was influenced by external factors such as the District Administration offices, commercial and service activities, and government policy program. The internal factor also influenced the change related to the development and the service level of facility and infrastructure and town utility, and the availability of land and town facilities. It is recommended that planning, utility, and control of the policy in using land should be paid attention to in using the land so that all potencies and problems can be anticipated as early as possible.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kota dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan masyarakat

kota yang ditunjukkan oleh perkembangan aktivitas masyarakat kota. Perkembangan

morfologi kota juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan budi

daya, seiring dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk baik secara

alami maupun migrasi, dan beragamnya tuntutan kebutuhan akan sarana dan

prasarana penunjang kegiatan kota. Perkembangan kota demikian juga menimbulkan

masalah ketersediaan daya dukung lahan terhadap pembangunan dan fenomena alih

fungsi lahan yang menyertai pembangunan suatu kota.

Pemindahan Ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematangsiantar ke

Pamatang Raya melalui penetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.

70 Tahun 1999 menimbulkan perubahan pola perkembangan morfologi kota

Pematang Raya yang berlangsung pesat merubah tata guna lahan dimana luas lahan

terbangun pada tahun 2003 seluas 88,49 Ha berkembang pada tahun 2013

menjadi 190,39 Ha.

Fasilitas perkantoran pemerintahan yang dipindahkan dari Pematangsiantar

ke Pamatang Raya ini merupakan perkantoran pusat pemerintahanan tingkat

(22)

ditambah kantor Polres dan Kodim. Fungsi pemerintahan demikian menjadikan

pertumbuhan penduduk di Kota Pamatang Raya meningkat signifikan dimana

sebagian besar PNS yang sebelumnya bertempat tinggal di Pematangsiantar memilih

pindah ke Pamatang Raya.

Laju pertambahan penduduk ini sebagain dipicu oleh ketertarikan

penduduk dari wilayah lain untuk mengisi lapangan pekerjaan yang ada ditempat

baru tersebut. Peningkatan jumlah penduduk ini bertautan dengan peningkatan

permintaan terhadap ruang dan sarana prasarana guna mendukung aktifitas sosial

ekonomi penduduk perkotaan. Ditinjau terhadap lingkup pelayanan yang ada, pusat

Kota Pematang Raya saat ini berkembang sebagai wilayah fasilitas jasa perdagangan

yang melayani pemenuhan kebutuhan penduduk secara regional.

Kota Pamatang Raya dengan posisinya sebagai Ibukota Kabupaten

Simalungun merupakan kota yang strategis. Sebagai pusat pelayanan bagi wilayah

Simalungun sekitarnya Kota Pamatang Raya yang berpenduduk 10.872 jiwa dengan

luas wilayah 1.728 ha (Kecamatan Raya dalam angka, 2013) didominasi oleh

kegiatan perkantoran, pertanian, perdagangan dan jasa telah memberikan implikasi

bagi pertumbuhan dan perkembangan kota.

Perkembangan morfologi wilayah Kota Pematang Raya berupa lahan

terbangun yang terdiri atas aktivitas permukiman, industri, perkantoran dan jasa

komersial menunjukkan gejala urban sprawl dimana gerakan pertumbuhannya bersesuaian dengan potensi jaringan transportasi sebagai sarana aksesibilitas yang

(23)

Dalam tinjauan terhadap muatan RDTR sebagai suatu kebijakan yang

mengatur pemanfaatan ruang kota terlihat adanya ketimpangan antara design rencana

penataan ruang dengan kondisi eksisting pembangunan di lapangan. Tata guna lahan

di kawasan perkotaan Pamatang Raya adalah bersifat tata guna lahan campuran yaitu

perdagangan modern, perkantoran, pendidikan, peribadatan dan perhotelan.

Penggunaaan lahan di kawasan perkotaan Pamatang Raya didominasi oleh kegiatan

perkantoran pemerintahan, perdagangan dan jasa. Dalam kenyataannya terdapat

adanya pergeseran guna lahan dalam kawasan perkotaan Pamatang Raya sehingga

menuju kearah perkembangan pola urban sprawl.

Mencermati kecenderungan terbentuknya pola perkembangan kota Pematang

Raya sebagai ibukota Kabupaten Simalungun ke arah urban sprawl linear searah jalur aksesibilitas jalan utama kota maka diperlukan adanya kajian faktor daya tarik

kawasan dan potensi preferensi/keinginan yang mempengaruhi masyarakat dalam

melakukan pemanfaatan ruang di wilayah Pematang Raya. Dengan diketahuinya daya

tarik dan preferensi masyarakat akan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengendalian pemanfaatan ruang mengurangi kecenderungan perkembangan

morfologi kota ke arah urban sprawl yang kurang menguntungkan bagi pembangunan wilayah Kota Pematang Raya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari fenomena diatas beberapa permasalahan yang menarik bagi diadakannya

(24)

ke arah fungsi yang lebih bernilai ekonomi tinggi, aktifitas perekonomian kota yang

tidak hanya melayani kebutuhan penduduk kota saja namun juga dalam skala

regional, distribusi sumber daya perekonomian kota yang tidak tersebar ke seluruh

kota dan cenderung terkonsentrasi hanya dipusat kota yang menciptakan ketidak

seimbangan dalam pemerataan pertumbuhan ekonomi kota serta perkembangan

struktur ruang yang bersifat linear mengikuti jalur transportasi yang ada.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas maka dirumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan yang terjadi di

sepanjang koridor jalan utama (Jalan Sutomo) Kota Pematang Raya?

2. Apakah yang menjadi daya tarik kawasan dan faktor yang mempengaruhi

perubahan guna lahan di sepanjang jalan utama (Jalan Sutomo) Kota

Pematang Raya?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dan sebaran lokasinya

yang terjadi di Kota Pamatang Raya?

2. Menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan penggunaan

(25)

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini menjadi masukan dalam

kegiatan evaluasi Rencana Tata Ruang Kota Pamatang Raya dimasa yang

akan datang.

b. Bagi masyarakat, merupakan informasi perkembangan pemanfaatan

ruang maupun perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di Kota

Pamatang Raya.

c. Bagi ilmu pengetahuan, dapat memberikan tambahan wawasan bagi

planner kota dalam merencanakan dan merancang perkotaan yang memiliki potensi wilayah yang menuntut pengembangan.

d. Merupakan sumbangan pemikiran peneliti bagi konsep perencanaan

pembangunan kawasan pemerintahan di kawasan baru.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian mengenai perubahan guna lahan di pusat kota

Pamatang Raya, dibedakan menjadi 2 ruang lingkup, yaitu ruang lingkup substansial

dan ruang lingkup spasial dengan penjelasan sebagai berikut:

1.4.1 Ruang lingkup substansial

Ruang lingkup substansial dalam penelitian ini dibatasi dalam 4 aspek yaitu:

1. Aktivitas perekonomian kota yang menyebabkan tumbuh hilangnya

(26)

produktif dipusat kota dan wilayah seperti pertanian, perkantoran dan

perdagangan dan jasa yang menyebabkan perubahan fungsi lahan.

2. Ketersediaan sarana dan prasarana utilitas kota yang memberikan

kontribusi bagi perkembangan aktivitas perdagangan dan jasa di pusat

Kota Pamatang Raya.

3. Pertumbuhan dan perkembangan fisik kawasan pusat Kota Pamatang

Raya, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor kondisi wilayah/lahan,

faktor aksesibilitas dan faktor kebijakan pemerintah dan program

pembangunan dalam mengembangkan kawasan pusat kota.

4. Sosial budaya, diantaranya meliputi arus urbanisasi dan distribusi

penyebaran penduduk berisi tentang jumlah penduduk, pendidikan, mata

pencaharian dan migrasi penduduk serta jenis lapangan kerja dan

persepsi masyarakat dalam pemilihan lokasi kegiatan yang mendorong

perubahan tata guna lahan.

5. Struktur tata ruang kota, yang merupakan pola spasial ruang fisik dengan

melihat pada tata guna lahan, jaringan jalan, topografi dan tata ruang

yang terbentuk dari komposisi bangunan yang ada serta tata ruang.

6. Elastisitas guna lahan berupa paduan dari beberapa faktor pengaruh

diantaranya faktor daya tarik potensial kegiatan lokal, faktor

keterkenalan pasar tradisional Kota Pamatang Raya, faktor penguat dan

(27)

1.4.2 Ruang lingkup spasial

Pemilihan Kota Pamatang Raya menjadi wilayah studi didasarkan atas

pertimbangan bahwa Kota Pamatang Raya merupakan kota baru yang memiliki

fungsi strategis sebagai pusat pemerintahan dan menjadi ibukota Kabupaten

Simalungun, yang dalam perkembangannya diikuti dengan tumbuhnya sektor

perdagangan dan jasa sebagai pemacu pertumbuhan perekonomiannya. Kemampuan

Kota Pamatang Raya dalam pemenuhan ekonomi lokal yang kemudian berkembang

wilayah pelayanannya.

Pamatang Raya dahulunya dipersiapkan hanya untuk memenuhi kebutuhan

penduduknya. Namun sebagai pusat pelayanan wilayah, aktifitas perkotaan yang

tersebar sepanjang jalan protokol dan melintasi 3 (tiga) kelurahan/nagori menjadi

pusat kota, dituntut tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal saja tetapi harus

mampu memenuhi kebutuhan dalam skala regional. Yang terakhir adalah

terkonsentrasinya aktifitas masyarakat di sektor ekonomi pada pusat kota sebagai

multiplier effects dari sektor perkantoran pemerintah dan perdagangan jasa.

Adapun yang menjadi lingkup spasial dari penelitian terdiri dari 3

kelurahan/nagori dikawasan Kota Pamatang Raya yang berjarak 100 meter dari

koridor jalan protokol sepanjang 7,5 km.

Peta wilayah administrasi dan peta lokasi penelitian dapat dilihat pada

(28)
(29)

Gambar 1.2 Peta Lokasi Penelitian

(30)

1.5 Kerangka Konseptual Penelitian

Seiring dengan keberadaan pusat perkantoran pemerintahan Kabupaten

Simalungun, timbul pula kawasan perdagangan dan jasa yang tersebar sepanjang

jalan transportasi utama Kota Pamatang Raya. Dalam perkembangannya, Kota

Pamatang Raya harus siap menghadapi tuntutan kemandirian daerah setelah

perpindahan ibukota kabupaten ke wilayah ini. Tantangan lainnya adalah populasi

dan urbanisasi yang berjalan cepat yang berimplikasi pada meningkatnya aktifitas

perekonomian kota. Potensi dan tantangan itu diruangkan dalam RTRW sebagai

instrument pengendali pembangunan dan perkembangan kota. Namun kondisi

dilapangan, terutama dipusat kota menunjukkan adanya pelanggaran land use dan perubahan fungsi lahan kearah fungsi yang lebih tinggi manfaat ekonominya.

Peningkatan permintaan lahan tidak bias terelakkan, walaupun tersedia namun

sulit untuk memperoleh lahan yang lokasi, harga dan waktunya tepat serta memenuhi

siarat sesuai dengan peluang atau keuntungan ekonomi yang hendak dicapai.

Sehingga timbul masalah-masalah seperti konversi lahan yang tidak sesuai dengan

peruntukan, terkonsentrasinya aktifitas perekonomian pada jalur jalan utama (jalan

Sutomo). Selain itu bangunan-bangunan komersil yang berdiri dan beroperasi tidak

memiliki perijinan seperti: IMB, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), ijin Gangguan

(HO), dan perijinan teknis bagi bangunan dengan fungsi spesifik. Terjadi pula

penyerobotan dan pengkaplingan tanah Negara yang dimanfaatkan untuk kegiatan

(31)

Kurangnya kendali dan pengawasan dari aparatur serta lemahnya sanksi

hukum, secara tidak disadari seperti melegalkan pelanggaran RTRW tersebut.

Masalah lain adalah tidak seimbangnya perubahan penggunaan lahan dengan

perkembangan infrastruktur dan utilitas terutama dipusat kota.

Masalah-masalah yang terjadi diatas diangkat dalam Research Question: “Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan serta faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya pada koridor jalan protokol kota Pamatang Raya sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan pelayanan regional”.

Tinjauan pustaka yang dipilih guna mencapai sasaran penelitian mencakup

konsep pertumbuhan dan perkembangan kota, teori struktur ruang kota, tata guna

lahan perkotaan, kawasan perkantoran pemerintah serta pusat kota. Analisis juga

didukung oleh data-data makro yang meliputi aspek fisik kota, penggunaan lahan

kota dan luas lahan, karakteristik aktivitas perekonomian kota, arahan pengembangan

lahan dalam dokumen RTRW, fasilitas perkotaan dan kependudukan.

Adapun data makro meliputi kondisi fisik kawasan studi, sarana dan

prasarana, penggunaan lahan wilayah studi, jumlah dan kepadatan penduduk,

program dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan kawasan pusat kota, dan

persepsi masyarakat yang berhubungan dengan tingkat perubahan, tingkat kepuasan

akan sarana dan prasarana dan utilitas kota turut dijaring guna memenuhi variabel

perubahan penggunaan lahan di pusat kota. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1.3

(32)

Perkrmbangan aktivitas perkantoran, perdagangan

dan jasa di pusat kota Pamatang Raya

Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada koridor jalan protokol sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan pelayanan

regional

Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pada koridor jalan protokol sebagai pusat aktivitas perekonomian kota dan

pelayanan regional

1. Perkembangan kota (Branch, 1995) 2. Tata guna lahan perkotaan (Bintarto, 1997:56)

3. Kawasan perkantoran pemerintah (Mc Gee dalam Rosanno, 1997:24) 4. Konsep pusat kota (Yeates, 1980:334)

1. Perubahan fisik kota 2. Aktivitas ekonomi, sosial dan budaya

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di pusat kota Pamatang Raya

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di pusat kota Pamatang Raya

(33)

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian dan penyusunan tesis ini akan dibagi menjadi beberapa bab,

yang secara garis besar diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengungkapkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan

sasaran studi, ruang lingkup kegitan, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menyajikan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

dibahas, dan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diangkat.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan metodologi yang dipakai dalam penelitian dan digunakan

dalam menganalisa kajian faktor perubahan tata guna lahan Kota Pematang Raya.

BAB IV TINJAUAN KAWASAN PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan gambaran umum Kawasan Perkotaan Pematang Raya,

mencakup kondisi sosial ekonomi dan fisik kawasan yang terkait dengan

permasalahan perubahan tata guna lahan.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika

perubahan tata guna lahan di Kawasan Perkotaan Pematang Raya.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kota

Kota tidak akan pernah lepas dari dua aspek penting yang saling mengisi

yaitu aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen-elemen pembentuk di

dalamnya, serta aspek manusia sebagai subyek dan pengguna ruang kota

(Soetomo, 2002:19). Pertumbuhan dan perkembangan kota sangat ditentukan oleh

penduduknya sendiri dan juga kekuatan dari luar. Kemampuan sumber daya lokal,

baik budaya maupun teknologi sebagai lokal genus akan dapat mempercepat proses urbanisasi suatu kota.

Pertumbuhan dan perkembangan kota merupakan suatu istilah yang saling

terkait, bahkan terkadang saling menggantikan, yang pada intinya adalah suatu

proses perkembangan suatu kota. Pertumbuhan kota (urban growth) adalah

perubahan kota secara fisik sebagai akibat perkembangan masyarakat kota.

Sedangkan perkembangan kota (urban development) adalah perubahan dalam

masyarakat kota yang meliputi perubahan sosial politik, sosial budaya dan fisik

(Hendarto, 2001:2).

Mengutip penjelasan Branch (1995:46), kota memiliki komponen dan

unsur, mulai dari nyata secara fisik seperti perumahan dan prasarana umum,

hingga yang secara fisik tak terlihat yaitu berupa kekuatan politik dan hukum

(35)

bermacam-macam memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan unsur itu sendiri.

Apabila semua unsur-unsur dan keterkaitan antar unsur tersebut dipandang secara

bersamaan, kota-kota akan terlihat sebagai organisme yang paling rumit yang

merupakan hasil karya manusia.

Berbagai kajian dan pengertian tentang pertumbuhan dan perkembangan

kota yang ditulis oleh banyak ahli perencana kota dan ahli studi geografi

menunjukkan bahwa kota tumbuh dan bergerak secara dinamis. Implikasi nyata

dari pertumbuhan dan perkembangan kota yang bergerak dinamis tersebut secara

fisik ditandai dengan kenampakan lahan melalui pola tata guna lahan, baik guna

lahan pada kawasan urban, sub urban maupun pada lahan rural/perdesaan.

Menurut Iwan Kustiwan dalam Tjahjati S. (1997:506), pertumbuhan

penduduk dan aktifitas sosial ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi

perkembangan kota mendorong pertumbuhan kebutuhan akan lahan. Dan karena

karakteristiknya yang tetap dan terbatas, maka perubahan tata guna lahan menjadi

suatu konsekwensi logis dalam pertumbuhan dan perkembangan kota.

Kota sebagai tempat interelasi antar manusia dan manusia dengan

lingkungannya mengakibatkan terciptanya keteraturan pada penggunaan lahan. Di

dalamnya terjadi kegiatan ekonomi, pemerintahan, politik dan sosial yang

mendorong perkembangan fisik kota. Manifestasi dari perubahan-perubahan yang

terjadi dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah kepada perubahan struktur fisik kota

yang berakibat meningkatnya kebutuhan akan ruang.

(36)

oleh adanya prasarana perkotaan seperti bangunan, rumah sakit, pendidikan, pasar,

industri dan lain sebagainyabeserta alun-alun yang luas dan jalan beraspal yang diisi

oleh padatnya kendaraan bermotor. Dari segi fisik, suatu kota banyak dipengaruhi

oleh struktur-struktur buatan manusia, misalnya pola jalan, landmark, bangunan-bangunan permanent dan monumental, utilitas, pertamanan dan traffic.

Amos Rapoport dalam Zahnd (1999:4) mendefinisikan kota dengan

fungsinya sebagai pusat dari berbagai aktifitas seperti administratif pemerintahan,

pusat militer, keagamaan dan pusat aktifitas intelektual dalam satu kelembagaan.

Disinggung pula mengenai heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis

pada masyarakatnya. Sependapat dengan itu, Christaller mengartikan kota dari

sudut pandang fungsi, yaitu sebagai penyelenggara dan penyedia jasa bagi

wilayah kota itu sendiri maupun wilayah sekitarnya, sehingga kota disebut sebagai

pusat pelayanan. Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam menentukan

sifat kekotaan adalah penduduk dan kepadatannya, terkonsentrasinya

prasarana-sarana serta keanekaragaman aktifitas penduduknya. Makin banyak fungsi dan

fasilitas perkotaan, maka makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi itu adalah

sebuah kota (Tarigan, 2004:112).

2.1.1 Perkembangan struktur ruang kota

Branch (1995:51) mengatakan bahwa kota secara fisik terdiri atas tiga

tingkatan, yaitu bangunan-bangunan dan kegiatannya yang berada di atas atau

(37)

dalam ruangan kosong di angkasa. Ada tiga sistem dalam struktur ruang kota

yaitu (Chappin, 1979:28-31):

1. Sistem aktivitas kota, terkait dengan manusia dan lingkungan

institusinya seperti rumah tangga, kantor, pemerintahan dan

institusi-institusi lain dalam mengorganisasikan hubungan kehidupan mereka

sehari-harinya berdasar pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan

interaksi antara satu dengan yang lain dalam waktu dan ruang. Sistem

ini meliputi individu dan rumah tangga, perusahaan dan

kelembagaan/institusi.

2. Sistem pengembangan lahan, yang berfokus pada proses

konversi dan rekonversi ruang dan penyesuaiannya bagi manusia

dalam mencapai sistem aktivitas yang berlangsung. Sistem ini

berpengaruh bagi penyediaan lahan kota dan dalam pengembangannya

dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan penguasaan teknologi

dalam mengeliminasi adanya limitasi lahan yang dimanfaatkan.

3. Sistem lingkungan, yang terkait dengan lingkungan biotik dan abiotik

yang dihasilkan dari proses alamiah dan terkait pada kehidupan flora

dan fauna serta air, udara dan zat lainnya. Sistem ini menyediakan

tempat bagi kelangsungan hidup manusia dan habitatnya serta sumber

daya lain guna mendukung kehidupan manusia. Sistem lingkungan

dalam hal ini berfungsi sebagai sumber daya yang mendukung

(38)

Aktivitas utama perkotaan yang berperan penting dalam perkembangan

kota, yaitu (Kivell, 1993:18):

1. Aktivitas perdagangan, memiliki kebutuhan tenaga kerja dan konsumen

yang spesifik dan berhubungan dengan kegiatan-kegiatan lain.

2. Aktivitas industri, memiliki kebutuhan yang dekat dengan pusat kota

untuk alasan kebutuhan tenaga kerja, pelayanan transpor serta pasar.

3. Aktivitas permukiman, sebagai penggunaan lahan terbesar suatu kota.

Branch (1995) mengatakan bahwa Potensi fisik seperti tapak dan lokasi

geografis yang strategis dapat menjadi kriteria dalam mengetahui perkembangan

kota. Keadaan geografis suatu kota dapat mempengaruhi fungsi dan bentuk

fisik kota. Kota yang memiliki lokasi yang strategis dan mempunyai daerah

belakang yang kuat dalam arti ekonomi, cenderung lebih cepat berkembang

daripada daerah kota yang terisolir. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.1 tentang

pola-pola umum perkembangan kota.

.Gambar 2.1 Pola-pola Umum Perkembangan Kota Sumber: Perencanaan Kota Komprehensif, Melville Branch

(39)

Bentuk kota secara keseluruhan dipengaruhi oleh topografi sebagai

karakteristik tempatnya dan posisi geografisnya yaitu pola-pola perkembangan

kota (Branch, 1995:52). Lahan-lahan akan terbangun serta mengisi ruang-ruang

dimulai dari sepanjang jalan yang tersedia.

Menurut Cheema dalam Jayadinata (1999;179), karena keadaan topografi

tertentu atau karena perkembangan sosial ekonomi tertentu maka akan berkembang

beberapa pola perkembangan kota dengan pola menyebar (dispersed pattern), pola

sejajar (lineair pattern) dan pola merumpun (clustered pattern). Pola menyebar

terjadi pada keadaan topografi yang seragam dan ekonomi yang homogen. Pada

pola sejajar, perkotaan terjadi akibat adanya perkembangan sepanjang jalan,

lembah, sungai dan pantai sedangkan pola merumpun biasanya terjadi pada

kota-kota yang berhubungan dengan pertambangan dan topografi agak datar meskipun

terdapat beberapa relief lokal yang nyata.

Perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada

dalam wilayah perkotaan. Penambahan dan pengurangan aspek sosial, ekonomi dan

budaya dari waktu ke waktu menjadikan kota bersifat dinamis dalam artian selalu

berubah dari waktu ke waktu termasuk pola penggunaan lahannya (Yunus,

2000:117). Perkembangan kota dilihat dari penggunaan lahan yang membentuk

zone-zone tertentu dalam ruang perkotaan. Dalam keruangan kota ada beberapa

istilah yang berkaitan dengan urban, (Bintarto, 1977:33), yaitu:

a. City yang merupakan pusat kota.

(40)

atau inti kota dengan luas yang mencakup daerah penglaju (commuter

area).

c. Suburban fringe merupakan daerah yang melingkari suburban dan merupakan daerah peralihan kota ke desa.

d. Urban fringe, merupakan suatu daerah batas kota bersifat mirip dengan kota.

e. Rural urban fringe, suatu jalur daerah yang terletak antara kota dan desa.

f. Rural, merupakan daerah pedesaan.

Menurut Cooley dan Weber dalam Yunus (1999:63) bahwa jalur

transportasi dan titik simpul/pertemuan beberapa jalur transportasi mempunyai

peran yang cukup besar dalam perkembangan kota. Banyak keuntungan yang

dapat diperoleh dari pertemuan jalur transportasi. Selain itu pada permulaan abad

20, Richard M. Hurd menyinggung masalah ”land values” (nilai lahan), rents

(sewa) dan costs (biaya) di dalam suatu kota yang dianggap terkait erat dengan pola penggunaan lahan.

2.1.2 Hierarki dan sistem perkotaan

Terbentuknya kota, hierarki dan sistem perkotaan biasanya diawali oleh

kemampuan suatu daerah dalam membentuk wilayah pasar. Ukuran wilayah pasar

juga berkaitan dengan jenis dan aktifitas produksi. Wilayah pasar dengan ukuran

(41)

berskala kecil (seperti bisnis eceran, took, warung makanan dan kebutuhan pokok).

Sebaliknya, ukuran wilayah yang sangat luas dicerminkan oleh adanya

kegiatan-kegiatan produksi aktifitas dengan skala pelayanan yang lebih luas, baik jangkauan,

jarak, isi, kapasitas atau intensitas tempat kegiatan produksi.

Wilayah pasar dalam kaitannya dalam pembentukan kota, hirearki dan system

perkotaan didorong pula oleh kekuatan ekonomi. Dorongan kekuatan ekonomi akan

mengendalikan tingkat kegiatan ekonomi, distribusi spasial dan hubungan antar kota.

Kerangka konsep sederhana ini dikenal dengan Central Place Theory (CPT), adalah berasal dari konsep aglomerasi ekonomi yang pengertian umumnya adalah perolehan

keuntungan ekonomi akibat dua atau lebih produsen (kegiatan pabrik, atau tempat

usaha) bergabung berdekatan secara spasial (Rochimin, 2002: 29-30). Untuk lebih

jelasnya dapat dlihat pada Gambar 2.2 tentang sistem hierarki perkotaan.

Gambar 2.2 Sistem Hierarki Perkotaan

(42)

Wilayah pasar suatu produk dipengaruhi oleh 4 (empat) unsur, yaitu:

1. Skala ekonomi (economic scale), penurunan biaya rata-rata yang dihadapi

seorang produsen sejalan dengan jumlah produksi yang dihasilkan,

ekspansi wilayah pasar adalah pilihan mutlak agar dicapai keuntungan

yang optimal.

2. Permintaan total spasial (demand density), yang merupakan perkalian

antara permintaan individu dan kepadatan penduduk. Semakin tinggi

permintaan jenis ini, umumnya lebih banyak produsen yang tertarik

sehingga pasar masing-masing produsen menyempit.

3. Biaya transport, bila penurunan biaya transport terjadi bersamaan dengan

skala ekonomi, produsen biasanya mengimbangi dengan perluasan

wilayah pasar, sebaliknya ketika penurunan biaya transport bersamaan

dengan tekanan kenaikan biaya produksi, produsen cenderung

meningkatkan keuntungan pada jangka pendek. Keadaan ini segera

memancing pesaing lain untuk memanfaatkan keuntungan tersebut

sehingga wilayah pasar bertambah sempit.

4. Faktor jumlah penduduk, kenaikan tingkat konsumsi dan kenaikan

penghasilan dalam jangka panjang dapat saja memicu bertambahnya

produsen sekaligus mempersempit wilayah pasar. Namun, kecenderungan

tadi dapat saja berbalik akibat perbaikan teknologi yang mengindikasikan

(43)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota

Kota dimanapun dibelahan dunia memiliki unsur-unsur umum yang berlaku

yang mempengaruhi perkembangannya. Unsur-unsur internal ini meliputi kondisi

sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan budaya serta yang tidak bisa diabaikan

adalah unsur fisik geografis (Branch, 1995:37).

Menurut Zahnd (1999:28) dinamika perkembangan sebuah kawasan perkotaan

tergantung dari tiga hal, yaitu:

1. Perkembangan kota tidak terjadi secara abstrak. Artinya, setiap

perkembangan kota berlangsung didalam tiga dimensi, yaitu rupa, massa

dan ruang yang berkaitan erat sebagai produknya.

2. Perkembangan kota tidak terjadi secara langsung, dimana setiap

perkembangan kota berlangsung didalam dimensi keempat, yaitu waktu

sebagai prosesnya.

3. Perkembangan kota tidak terjadi secara otomatis, karena setiap

perkembangan kota membutuhkan manusia yang bertindak. Keterlibatan

manusia tersebut dapat diamati dalam dua skala atau perspektif, yaitu

‘dari atas’ serta ‘dari bawah’. Skala ‘dari atas’ memperhatikan aktivitas

ekonomi politis (sistem keuangan, permodalan, kekuasaan dan

sejenisnya) yang bersifat abstrak. Sedangkan skala ‘dari bawah’ berfokus

secara konkret pada perilaku manusia (cara, kegiatan atau

(44)

Menurut Branch (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

kota adalah:

1. Fisik Kota, yang meliputi:

a. Keadaan geografis, berpengaruh terhadap fungsi dan bentuk kota. Kota sebagai simpul distribusi, misalnya terletak disimpul jalur

transportasi dipertemuan jalur transportasi regional.

b. Topografi/tapak, menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu

kawasan karena kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali

dalam keadaan labil. Kota yang berada pada daratan yang rata akan

mudah berkembang ke segala arah dibandingkan dengan kota yang

berada di wilayah pegunungan.

c. Fungsi kota, kota yang memiliki aktivitas dan fungsi yang beragam

biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan berkembang pesat

dibanding dengan kota yang memiliki satu fungsi.

d .Sejarah dan kebudayaan, penduduk kota memiliki komitmen untuk

menjaga dan melindungi bangunan atau tempat bersejarah lainnya

dari perambahan perkembangan lahan yang tidak sesuai. Meskipun

lokasinya berada di tengah kota, bangunan tersebut akan senantiasa

dilestarikan selamanya.

e. Unsur-unsur umum seperti sarana dan prasarana dasar, jaringan jalan,

penyediaan air bersih dan jaringan penerangan listrik yang berkaitan

(45)

2. Faktor fisik eksternal, yang meliputi:

a. Fungsi primer dan sekunder kota yang tidak terlepas dan keterkaitan

dengan daerah lain apakah daerah itu dipandang secara makro

(nasional dan internasional) maupun secara mikro (regional).

Keterkaitan ini menimbulkan arus pergerakan yang tinggi memasuki

kota secara kontinyu.

b. Fungsi kota yang sedemikian rupa merupakan daya tarik bagi wilayah sekitarnya untuk masuk ke kota tersebut (urbanisasi),

karena kota adalah tempat terkonsentrasinya kegiatan.

c. Sarana dan prasarana transportasi yang lancar, semakin baik

sarana transportasi ke kota maka semakin berkembang kota

tersebut, baik transportasi udara, laut dan darat. Menurut Catanese

dan Snyder (1979:120) bahwa keberadaan infrastruktur memberi

dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat, pola

pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonomi suatu kota.

3. Faktor Sosial

Ada dua faktor sosial yang berpengaruh dan menentukan dalam

perkembangan kota, yaitu:

a. Faktor kependudukan, kesempatan kerja yang tersedia seiring dengan

perkembangan industrialisasi menyebabkan semakin meningkatnya

(46)

b. Kualitas kehidupan bermasyarakat, semakin padatnya penduduk kota

maka semakin menurunnya pola-pola kemasyarakatan karena

lingkungan kehidupan yang mengutamakan efisiensi ekonomis telah

menimbulkan berbagai segi degradasi sosial.

4. Faktor Ekonomi

Menurut Trijoko (2002) faktor ekonomi yang berpengaruh dan

menentukan di dalam pengembangan dan perkembangan kota dapat

dikemukakan tiga hal pokok yaitu:

a. Kegiatan usaha, akan sangat menentukan kegiatan masyarakat

umumnya. Terbukanya kesempatan kegiatan usaha pada pusat-pusat

atau kota-kota yang baru akan menarik aliran penduduk ke arah

tersebut (Tri Joko, 2002:35). Politik ekonomi, dengan kebijakan

politik ekonomi yang tepat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi

meliputi kenaikan pendapatan perkapita, masuknya investasi dan

tumbuhnya kegiatan usaha.

b. Faktor lahan, dalam pola penggunaan lahan perkembangan, kota

merupakan suatu proyek pembangunan permukiman berskala besar

yang akan memerlukan lahan yang luas. Konsekwensi logis dari

pembangunan kota adalah meningkatnya kebutuhan akan lahan, dan

terjadi proses ekstensifikasi ruang merembet hingga daerah

perdesaan. Fenomena konversi lahan pertanian menjadi lahan

(47)

diwilayah pertanian. Kedatangan para petani yang telah beralih

profesi berusaha mencari celah-celah kosong kegiatan usaha/pekerjaan

yang senantiasa ada di kawasan perkotaan. Akhirnya pertimbangan

dalam pola penggunaan lahan menjadi faktor penting dalam

perencanaan pembangunan kota.

c. Harga lahan, bahwa kenaikan nilai dan harga lahan umumnya

merupakan suatu konsekwensi dari suatu perubahan penggunaan dan

pemanfaatan lahan yang dinilai dari segi ekonomisnya.

2.2 Tata Guna Lahan Perkotaan

Menurut Undang-undang Bina Marga secara umum suatu tata guna lahan

dibagi dalam Wisma, Karya, Marga, Suka dan Penyempurna. Uraiannya adalah: 1. Wisma. Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan

untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya untuk

melakukan kegiatan sosial dalam komunitas/keluarga.

2. Karya. Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu

kota, karena unsur ini mewadahi aktifitas perkotaan dan merupakan

jaminan bagi kehidupan masyarakatnya.

3. Marga. Unsur ini merupakan bagian ruang perkotaan dan faslitas kota

yang berfungsi menyelenggarakan hubungan suatu tempat dengan tempat

lainnya di dalam kota (hubungan internal) serta hubungan antara

(48)

Didalamnya termasuk jaringan jalan, terminal, parkir, jaringan

telekomunikasi dan energi.

4. Suka. Unsur ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota

akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, olahraga, pertamanan,

kebudayaan dan kesenian.

5. Penyempurna. Elemen ini merupakan bagian penting bagi kota tetapi

belum secara tepat tercakup kedalam empat unsur sebelumnya.

Didalamnya termasuk fasilitas kesehatan, pendidikan, keagamaan, dan

pemakaman kota.

Sedangkan definisi tata guna tanah/lahan adalah pengaturan dan penggunaan

yang meliputi penggunaan di permukaan bumi di daratan dan permukaan bumi di

lautan. Adapun definisi tata guna tanah perkotaan adalah pembagian dalam ruang

dari peran kota, kawasan tempat tinggal, kawasan tempat bekerja dan rekreasi.

(Jayadinata, 1999:10).

Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung

berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987:24). Penggunaan lahan

adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi

maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989:1). Jayadinata

mengatakan bahwa penggunaan lahan adalah wujud atau bentuk usaha kegiatan

pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu.

Guna lahan (land use) menurut Edy Darmawan (2003:12) adalah pengaturan

(49)

fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran secara keseluruhan bagaimana

daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Pemanfaatan lahan di

kota selalu dihubungkan dengan penilaian yang bertumpu pada ekonomis atau

tidaknya jika sebidang tanah dimanfaatkan baik untuk rumah tinggal maupun

melakukan usaha di atas tanah tersebut.

2.2.1 Pengertian pola tata guna lahan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pola mempunyai arti yaitu model,

susunan, cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun. Dengan demikian pola

tata guna lahan adalah model susunan tata guna lahan dalam konteks keruangan

suatu kota, dalam penggunaan media atau lahan untuk fungsi kota. Tiap kota di

Negara maju maupun negara berkembang mempunyai pola tata guna lahan atau

pola keruangan kota yang tidak sama. Perbedaan pola keruangan ini menurut

Bintarto (1977:56) disebabkan oleh: luas daerah kota, unsur topografi, faktor

sosial, faktor budaya, faktor politik dan faktor ekonomi. Dan pada garis besarnya,

pola keruangan kota dibagi menjadi 2 (dua), yakni: inti kota (core the city) dan

selaput kota (intergruments), dimana pada kedua daerah tersebut masih dapat

dijumpai daerah-daerah kosong (interstices).

Beberapa teori dalam pola tata guna lahan perkotaan antara lain:

a. Teori Jalur Sepusat (Concentric Zone Theory) yang dikemukakan oleh

(50)

komersial dan industri, kawasan perumahan buruh yang berpendapatan

rendah, kawasan perumahan buruh yang berpendapatan sedang,

kawasan yang menampung perkembangan baru dan di sepanjang jalan

besar menuju kawasan ini terdapat masyarakat berpenghasilan

menengah dan atas.

b. Teori Sektor (Sector Theory), konsep yang dikemukakan Humer Hoyt ini

menyatakan bahwa kota-kota tidak tumbuh didalam zone konsentrik saja, tetapi juga di sektor-sektor lain sejenis perkembangannya, sehingga

daerah perumahan dapat berkembang keluar sepanjang ada hubungan

transportasinya. Susunan zone penggunaan lahan dalam teori ini adalah: pusat kota berada didalam lingkaran pusat; pada sektor tertentu terdapat

pula kawasan industry ringan dan kawasan perdagangan; perumahan

buruh yang dekat dengan pusat kota dan sektor bagian sebelahnya;

perumahan golongan menengah ditempatkan agak jauh dari pusat kota

dan sektor industri dan perdagangan; perumahan golongan atas

diletakkan lebih jauh lagi dari pusat kota.

c. Teori Pusat lipat Ganda (Multiple Nuclei Theory). Teori yang

dikemukakan oleh Harris dan Ullman bahwa kawasan pusat kota

tidak dianggap satu-satunya pusat kegiatan atau pertumbuhan, tetapi

suatu rangkaian pusat kegiatan atau pusat pertumbuhan dengan fungsi

yang berlainan seperti industri, rekreasi, perdagangan dan sebagainya.

(51)

industri ringan; perumahan berkualitas rendah; perumahan golongan

menengah, ditempatkan agak jauh dari pusat kota; perumahan

golongan atas; industri berat; pusat niaga/perbelanjaan lain pinggiran

kota; kawasan sub urban untuk perumahan menengah dan atas;

kawasan sub urban untuk industri.

Edy Darmawan mengatakan bahwa pembagian ruang kota dalam zoning

kawasan mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan. Beberapa keuntungan

dalam penataan penggunaan lahan menjadi kelompok fungsional adalah:

1. Menjamin keamanan dan kenyaman atas terjadinya dampak negatif

karena adanya saling pengaruh antar zone.

2. Memudahkan penataan, perencanaan dan penggunaan lahan secara

mikro yang ditentukan oleh kesamaan fungsi dan karakter pada setiap

zone-nya.

3. Memudahkan implementasi dalam pengawasan dan kontrol

pelaksanaannya.

Beberapa kelemahan dari pembagian kelompok kawasan ini adalah:

1. Karena pembagian zone yang sudah sesuai dengan fungsinya, pencapaian dari satu tempat ke tempat lain menjadi jauh dan

memerlukan waktu yang lama.

2. Dibutuhkan sarana prasarana transportasi yang besar dan kemungkinan

terjadi kepadatan lalu lintas pada peak hours.

(52)

tertentu, sehingga ditemukan kawasan mati pada jam-jam tertentu.

4. Kepadatan zone yang tak seimbang menyebabkan pemanfaatan lahan tidak optimal.

2.2.2 Perubahan t a t a guna lahan

Konversi lahan atau perubahan guna lahan adalah alih fungsi atau mutasi

lahan secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian sumber daya

lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain (Tjahjati, 1997). Namun sebagai

terminologi dalam kajian-kajian Land economics, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialih gunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan

ke penggunaan non-pertanian atau perkotaan yang diiringi dengan meningkatnya

nilai lahan (Pierce dalam Iwan Kustiwan 1997).

Mengutip penjelasan Bourne (1982), bahwa ada beberapa faktor yang

menjadi penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota;

peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur terutama jaringan

transportasi; serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara

keseluruhan perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada kawasan

permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural

terhadap alam, dan dipengaruhi oleh:

a. Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat

tinggal, potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.

(53)

pertumbuhan kota dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas

kemudahan pencapaian.

c. Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian

lahan.

Anthony J. Catanese (1986:317) mengatakan bahwa dalam perencanaan

penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan lokasi, dimana

hubungan ketiganya sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai siklus

perubahan penggunaan lahan (Gambar 2.4).

Aktifitas

Manusia Lokasi

Gambar 2.4 Siklus Perubahan Penggunaan Lahan Sumber: Perencanaan Kota, (1992)

Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat lahan akan

mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang terletak di

pinggiran kota yang mulai berkembang, tidak hanya sebagai barang produksi

tetapi juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospek

akan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Selanjutnya menurut Bintarto (1989)

dari hubungan yang dinamis ini timbul suatu bentuk aktivitas yang menimbulkan

(54)

melalui proses perubahan penggunaan lahan kota, meliputi:

1. Perubahan perkembangan (development change), yaitu perubahan yang

terjadi setempat dengan tidak perlu mengadakan perpindahan,

mengingat masih adanya ruang, fasilitas dan sumber-sumber setempat.

2. Perubahan lokasi (locational change), yaitu perubahan yang terjadi pada

suatu tempat yang mengakibatkan gejala perpindahan suatu bentuk

aktifitas atau perpindahan sejumlah penduduk ke daerah lain karena

daerah asal tidak mampu mengatasi masalah yang timbul dengan

sumber dan swadaya yang ada.

3. Perubahan tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku

penduduk dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi

dalam hal restrukturisasi pola aktifitas.

Proses perubahan penggunaan lahan kota dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Hubungan Manusia–Lingkungan dan Perubahan Sumber: Geografi kota, Bintarto. R, (1977)

(55)

2.3 Kawasan Perkantoran Pemerintahan

Kawasan pemerintahan merupakan tempat untuk melaksanakan segala

sesuatu hal yang berkaitan dengan pemerintahan, baik itu kegiatan politik dan

administratif, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal mengenai politik

dan pemerintahan. Salah satu tujuan dari direncanakannya kawasan tersebut yaitu

untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat dimana hal itu tidak dapat

dilepaskan dari peran pemerintah sendiri dalam melaksanakannya (Purba, 2005).

Kota yang dipilih sebagai ibu kota kabupaten selain mempunyai kemampuan

untuk berkembang, juga masih dapat dikembangkan lagi sehingga nantinya dapat

menahan arus migrasi penduduk di sekitarnya serta kota dan wilayah sekitarnya

memiliki hubungan komplementer, dimana kota yang dipilih harus punya kekuatan

yang dapat meningkatkan pembangunan daerah. Kota yang terpilih harus bisa

menjalankan fungsi utama dari sebuah ibu kota yaitu sebagai pusat administrasi

pemerintah, pusat pelayanan masyarakat dan pusat pengembangan wilayah

sekitarnya (Mc Gee dalam Rosanno, 1997:24). Fungsi tersebut dapat dilihat

sebagai berikut:

a. Pusat administrasi pemerintahan

Kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan fungsi sebagai pusat

administrasi pemerintah sangat didukung oleh kemampuan daerah

tersebut dalam mengelola suatu sistem kelembagaan pemerintah yang

(56)

b. Pusat pelayanan masyarakat

Jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan dan

ketersediaan sarana transportasi, dapat digunakan untuk mengetahui

ketersediaan fasilitas pelayanan dalam mendukung peningkatan pelayanan

masyarakat secara keseluruhan.

c. Pusat pengembangan wilayah sekitar

Kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan daerah sekitarnya dapat

dilakukan jika daerah tersebut telah dapat melewati ambang batas

pertumbuhan yang mampu menyangga kebutuhan sendiri. Untuk dapat

mencapai pertumbuhan tersebut didukung oleh kondisi perekonomian yang

memadai.

Kehadiran perkantoran-perkantoran baru dalam suatu wilayah akan

berpengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja yang selanjutnya berkembang

menjadi tempat tinggal tenaga kerja yang jumlahnya cukup besar. Sudah menjadi

konsekwensi logis lahan tidak terbangun akan berubah menjadi tempat-tempat

permukiman.

2.4 Lokasi Kegiatan

Pengertian lokasi kegiatan adalah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan

(fisik, sosial, ekonomi) di suatu wilayah. Lokasi kegiatan secara menyeluruh dengan

(57)

struktur ruang pada suatu wilayah. Dalam pendekatan teori lokasi, kegiatan yang

terjadi dalam suatu wilayah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kegiatan Pertanian: kegiatan yang cenderung menggunakan ruang secara

ekstensif dan sangat bergantung pada kondisi alamiah, iklim kesuburan

tanah, air dan lain sebagainya.

2. Kegiatan Non Pertanian: termasuk kegiatan perkantoran, perdagangan

dan jasa dimana kegiatan ini menggunakan ruang secara intensif dan

sangat bergantung pada alam dan tingkat kemampuan manusianya untuk

mengolah sumber daya menjadi barang produksi.

Setiap kegiatan akan membutuhkan tempat untuk berlangsungnya kegiatan

tersebut, sehingga dalam penempatanya dibutuhkan pengaturan-pengaturan supaya

dapat menentukan lokasi secara tepat, efesien dan optimasi yang tinggi. Lihat Gambar

2.6 tentang lokasi kegiatan.

Gambar

Gambar 1.3  Kerangka Pemikiran
Gambar 2.4   Siklus Perubahan Penggunaan Lahan Sumber: Perencanaan Kota, (1992)
Gambar 2.5  Hubungan Manusia–Lingkungan dan Perubahan Sumber: Geografi kota, Bintarto
Tabel 3.1  Kebutuhan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian yaitu memperoleh informasi dan gambaran mengenai : (1) Bagaimana penerapan peraturan tata guna lahan pada tugas Mata Kuliah Studio Perancangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan bentuk dan luas penggunaan lahan, menganalisis pola sebaran perubahan tata guna lahan, serta kesesuaian tata guna lahan

Lokasi yang menjadi objek penelitian ini pada Kecamatan Banda sakti tepatnya pada pusat Kota Lhokseumawe, terjadi perubahan pemanfaatan tata guna lahan khususnya

Penelitian ini akan membuat peta tata guna lahan yang dapat digunakan untuk analisis perubahan tata guna lahan Kota Pekanbaru berdasarkan data peta tata guna lahan dari

Permasalahan terjadi ketika perubahan penggunaan tata guna lahan sepanjang perjalanan akses menuju bandara tidak seimbang dengan perubahan sistem jaringan transportasi

berbatasan dengan Jakarta. Banyak perencana kota yang telah memahami akibat dari perubahan penggunaan lahan terhadap sistem transportasi, namun belum bisa dipahami secara

Lokasi yang menjadi objek penelitian ini pada Kecamatan Banda sakti tepatnya pada pusat Kota Lhokseumawe, terjadi perubahan pemanfaatan tata guna lahan khususnya di sekitar

STUDI KASUS : KAJIAN POLA PARKIR DAN TATA GUNA LAHAN DI JALAN SETIABUDI.. LAPORAN AKHIR SKRIPSI RTA 4231 – SKRIPSI SARJANA SEMESTERATAHUN