• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan sensor Ketinggian Air (Water Levels) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan sensor Ketinggian Air (Water Levels) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistensi"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI

WIRANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

WIRANTO. Pengembangan Sensor Ketinggian Air (Water Level) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistansi. Dibimbing oleh BREGAS BUDIANTO.

(3)

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI

WIRANTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Program Studi Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

Nama

NRP

:

:

:

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA

RESISTANSI

WIRANTO

G24103039

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl

NIP. 132 089 516

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 07 Desember 1984 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bpk. Samino dan Ibu Handayani.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN 2 Waleng, Tahun 2000 lulus SMPN 1 Sidoharjo dan tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 2 Wonogiri. Kemudian pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan diterima pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengembangan Sensor Ketinggian Air (Water Level) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistansi

Banyak pihak yang ikut memegang peranan yang cukup besar dalam rangka penulisan Tugas Akhir ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl. Sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

2. Bapak Yon Sugiarto, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat.

3. Kedua orang tua dan semua keluargaku yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

4. Staff dan crew workshop instrumentasi Geomet (bengkel) yang tercinta. 5. Teman-teman angkatan 40 dan semua civitas GFM

6. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir dan penulias tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa dalan penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan-perbaikan kedepan. Semoga Tugas Akhir ini dapat menjadi masukan bagi perkembangan informasi dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Sungai ... 1

2.2. Hidrograf ... 1

2.3. Pengukuran Tinggi Muka Air ... 2

2.4. Instalasi AWLR... 2

2.5. Sumur Peredam ... 2

2.6. Alat Pengukur Tinggi Muka Air ... 2

2.6.1. Alat Ukur Tinggi Muka Air Manual ... 2

2.6.2. Alat Ukur Tinggi Muka Air Otomatis (AWLR) ... 4

2.7. Perangkat elektronik... 8

2.7 1. Pembangkit Pulsa 555 ... 8

2.7.2 Hambatan Listrik ... 9

2.7.3. Resistance Wire ... 9

2.7 4 Korosi ... 10

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat... 12

3.3. Metode Penelitian... 12

3.3.1. Studi Literatur ... 12

3.3.2. Pemilihan Jenis Sensor ... 12

3.3.3. Simulasi dan Pembuatan Sensor ... 12

3.3.4. Simulasi dan Pembuatan Rangkaian Elektronik ... 13

(8)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sensor Resistance Wire ... 14

4.2. Prinsip Kerja Sensor ... 14

4.3. Ketahanan Korosi ... 14

4.4. Simulasi Sensor... 15

4.5. Pembuatan Sensor ... 15

4.5.1 Sensor Prototipe I... 15

4.5.2 Sensor Prototipe II... 16

4.5.3 Sensor Prototipe III ... 18

4.6 Simulasi dan Pembuatan Rangkaian Elektronik ... 26

4.7 Kesetabilan Catu Daya terhadap Oscilator ... 29

4.8 Uji Kestabilan Sensor ... 29

V. KESIMPULANDAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... ... 32

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Hidrograf Daerah Playa, Australia Selatan... 1

Gambar 2 Contoh Penempatan Staff Gauge ... 2

Gambar 3 Model Sumur Peredam.. ... 2

Gambar 4 Visualisasi Staff Gauge ... 3

Gambar 5 Contoh Staff Gauge... 3

Gambar 6 Alat Ukur TMA Jenis Rol ... 3

Gambar 7 Pengukuran Solint Water Level Meters... 4

Gambar 8 AWLR Richard ... 4

Gambar 9 AWLR tipe H-334... 4

Gambar 10 AWLR OTT Thalimedes ... 5

Gambar 11 Skematik AWLR OTT Thalimedes... 5

Gambar 12 Sonic Water Level Meter... 5

Gambar 13 Solint Reelogger Water Quality and Level Meter... 5

Gambar 14 AWLR Jenis Tekanan Air ... 6

Gambar 15 Skematik Sensor Jenis Tekanan Air ... 6

Gambar 16 AWLR Jenis Manometer ... 6

Gambar 17 AWLR Jenis Ultrasonic Level Sensor 5600-0157 ... 7

Gambar 18 Skematik Penempatan Sensor Jenis Ultrasonik ... 7

Gambar 19 Skematik Pemasangan AWLR Jenis Radar ... 7

Gambar 20 AWLR Jenis Gelembung... 7

Gambar 21 Skematik Pemasangan AWLR Jenis Gelembung ... 8

Gambar 22 Skematik Rangkaian Astable 555 ... 8

Gambar 23 Bentuk Gelombang Pulsa Rangkaian Astable Multivibrator ... 9

Gambar 24 Korosi ... 10

Gambar 25 Skematik Resistansi Sensor ... 12

Gambar 26 Metode Lilitan 2 Kawat Sensor dalam 1 Pipa... 12

Gambar 27 Fuji Resistance Wire FCHW2... 14

Gambar 28 Proses Resistansi Sensor... 14

Gambar 29 Uji Ketahanan Korosi ... 14

Gambar 30 Hasil Uji Ketahanan Korosi ... 15

Gambar 31 Simulasi Pembuatan Sensor... 15

(10)

Gambar 33 Model Resistansi Sensor Prototipe I ... 16

Gambar 34 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe I ... 16

Gambar 35 Sensor Prototipe II... 17

Gambar 36 Model Resistansi Sensor Prototipe II... 17

Gambar 37 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe II Setelah Korosi ... 17

Gambar 38 Sensor Prototipe III ... 18

Gambar 39 Model Resistansi Sensor Prototipe III ... 18

Gambar 40 Uji Coba Sensor Sensor Prototipe III (Tahap I)... 18

Gambar 41 Nilai Resistansi Pengukuran ... 18

Gambar 42 Proses Uji Coba Tahap I ... 19

Gambar 43 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air PDAM) .. 19

Gambar 44 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Asam) .... 20

Gambar 45 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Kolam) ... 20

Gambar 46 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Garam) ... 21

Gambar 47 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Basa)... 21

Gambar 48 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Sungai)... 22

Gambar 49 Uji Coba Sensor III (Tahap II)... 22

Gambar 50 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air PDAM) . 23 Gambar 51 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Asam) ... 23

Gambar 52 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Kolam).. 24

Gambar 53 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Garam).. 24

Gambar 54 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Basa)... 25

Gambar 55 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Sungai) . 25 Gambar 56 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Pada Suhu < 5 oC) ... 26

Gambar 57 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Pada Suhu > 25 oC) ... 26

Gambar 58 Diagram Elektronik Sensor... 27

Gambar 59 Elektronik Sensor ... 27

Gambar 60 Hubungan Frekuensi Teoritis dengan Frekuensi Pengukuran ... 28

Gambar 61 Frekuensi 1 Meter dan Frekuensi Simulasi 3 Meter... 28

Gambar 62 Uji Oscilator terhadap Catu Daya... 29

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Speseifikasi Solints Water Level Meters ... 3

2. Spesifikasi AWLR Jenis Ultrasonic .. ... 7

3. Klasifikasi Resistivity Air ... 9

4. Jenis Resistance Wire ... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jenis dan Ukuran Resistance Wire

Lampiran 2. Toleransi Diameter Resistance Wire

Lampiran 3. Toleransi Nilai Resistansi Resistance Wire

Lampiran 4.Fungsi RC Astable Multivibrator, Blog dan Skematik Diagram 555

Lampiran 5.Simulasi Sensor

Lampiran 6.Simulasi Elektronik

Lampiran 7.Nilai Resistansi Pengukuran Tahap I

Lampiran 8.Uji Coba Sensor Tahap II

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyaknya perubahan fisik lingkungan yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang menjadi masalah apabila sudah mengganggu kehidupan manusia. Salah satu contoh kejadian ekstrim seperti banjir atau kekeringan yang disebabkan oleh Perubahan dalam proses daur hidrologi akibat degradasi DAS, perubahan tata guna lahan (land use) serta aktifitas manusia dll.

Banjir terjadi saat debit aliran air sungai (limpasan) yang secara relatif lebih besar dari biasanya/normal. Kejadian tersebut diakibat oleh hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya (Paimin dan Sukresno. 2007).

Limpasan atau debit aliran sungai tersebut dapat diukur dengan menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recording). Alat ukur inilah yang berperan dalam pencatatan yang diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat dibidang hidrologi maupun hidrometeorologi. Keakuratan informasi ditunjang dari jumlah AWLR yang tersebar merata pada DAS yang semestinya terpasang AWLR, namun alat yang demikian ini sangat sulit didapat, selain harganya cukup tinggi alat ukur ini tidak begitu dikembangkan sehingga dalam pengadaannya masih menggunakan produk impor.

Keadaan lingkungan yang berubah secara ekstrim dan kurangnya alat yang tersedia sekarang ini, mengakibatkan pengkajian sifat DAS kurang optimal. Pada kenyataannya, dalam pengukuran Tinggi Muka Air dapat menggunakan suatu alat yang sederhana dengan harga murah serta didukung dengan teknologi yang cukup memadai sehingga instalasi alat dapat lebih banyak dan memberikan keakuratan data yang cukup tinggi.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengembangkan alat ukur tinggi muka air dengan menggunakan kawat resistansi (Resistance Wire).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran Sungai

Aliran sungai sepanjang tahun yang dipengaruhi oleh distribusi presipitasi digambarkan dalam grafik. Hidrograf pada sungai kecil yang terutama berasal dari curah hujan memiliki bentuk grafik tidak teratur karena aliran langsung sehingga terjadi aliran puncak-puncak banjir saat keadaan hujan lebat dalam satuan hari.

Stasiun pada penempatan jauh di hilir memiliki laju kenaikan dan penurunan grafik lebih lambat, puncak-puncak tertinggi dihasilkan saat curah hujan dengan intensitas tinggi dengan durasi mingguan hingga bulanan. Dalam keadaan banjir dengan debit sungai yang lebih maka terjadi perubahan tinggi muka air yang sangat cepat, perubahan grafik puncak hidrograf akan sangat tajam dan pada keadaan setelah banjir terjadi penurunan grafik hidrograf dengan durasi yang lebih lama daripada saat awal banjir.

2.2 Hidrograf

Hidrograf adalah suatu diagram yang mengambarkan variasi debit sungai atau tinggi muka air menurut waktu (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Menurut Harto (1993) hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.

Gambar 1 Hidrograf daerah Playa, Australia Selatan Sumber www.emporia.edu

(13)

hilir maka bentuk hidrografnya mempunyai dua buah puncak debit.

2.3 Pengukuran Tinggi Muka Air

Tinggi muka air adalah tinggi permukaan air yang diukur dari titik tertentu yang telah ditetapkan. Tinggi muka air dinyatakan dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm). Titik nol duga air ditentukan pada suatu titik tetap dari ketinggian muka air laut rata-rata atau suatu titik referensi tertentu yang dipilih, ini dimaksudkan untuk keseragaman penggunaan data tinggi muka air tersebut.

Dalam pemenuhan kebutuhan usaha pemanfaatan air, pemanfaatan permukaan air dilaksanakan pada tempat-tempat dimana akan dibangun, bangunan air seperti bendungan dan bangunan-bangunan pengambilan air. Untuk usaha pengendalian air atau pengaturan air, maka pengamatan dilaksanakan pada tempat yang dapat memberikan gambaran mengenai banjir termasuk pada tempat perubahan yang relatif cepat terhadap penampang sungai.

2.4 Instalasi AWLR

Pada dasarnya letak pemasangan sangat mempengaruhi dalam pengukuran Tinggi Muka Air, namun banyak pihak yang kurang memperhatikan aspek ini sehingga sistem perawatan, perolehan data dan akurasi yang dihasilkan kurang sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Pemilihan letak yang baik adalah berdasar pada:

• Mudah dicapai (aksesibilitasnya tinggi)

• Ketelitian: tingkat ketelitian hasil pengukuran bergantung pada alat yang digunakan, dan tiap jenis alat mempunyai syarat lokasi pemasangan

• Kemantapan: perubahan hubungan tinggi air- debit hendaknya sekecil mungkin

• Kesinambungan: peralatan hidrometrik tidak boleh terganggu dengan waktu

Gambar 2 Contoh Penempatan Staff Gauge Sumber http://www.rifls.org/detail.asp?siteId=13

2.5 Sumur Peredam

Alat pengukur tinggi muka air dengan desain tertentu yang sangat retan terhadap gelombang dan aliran, seperti alat jenis pelampung, harus menggunakan sumur peredam. Sumur peredam selain untuk peredam gelombang dan aliran air juga dapat sebagai keamanan alat.

Salah satu contoh aturan sumur peredam menurut USBR, yaitu sumur peredam dan sungai saling terhubung dengan sebuah pipa dengan ukuran 1/1000 dari luas penampang sumur (menurut USBR), dengan diameter sumur harus dapat memuat pelampungnya dan ditambah 10 cm untuk ruang bebas.

Gambar 3 Model Sumur Peredam

2.6 Alat Pengukur Tinggi Muka Air

Pada saat ini, Jika dilihat dari bentuk mekaniknya terdapat beberapa macam jenis Alat Ukur Tinggi Muka Air dari yang sederhana (manual) hingga memanfaatkan sistem elektronik (otomatis).

2.6.1 Alat Ukur Tinggi Muka Air Manual

2.6.1.1 Staff Gauge

(14)

Gambar 4. Visualisasi Staff Gauge Sumber : http://ilmbwww.gov.bc.ca/

Gambar 5. Contoh Staff Gauge Sumber: www.envco.com

Bentuk visualisasi pengukuran dari staff gauge juga disesuaikan dengan kemudahan dalam pembacaan tinggi muka air. Staff gauge biasanya menggunakan satuan cm dan dalam ketelitian tertentu terdapat simbol yang memudahkan untuk menentukan tinggi muka air. Keuntungan dari Staff Gauge adalah murah dan mudah dipasang, sedangkan kekurangnya adalah memerlukan tenaga manusia untuk pengamatan yang terus menerus.

2.6.1.2 Manual Water Level Meters Alat pengukur ketinggian muka air ini pada prinsipnya menggunakan rol meter dengan pemberat diujungnya. Cara kerja alat jenis ini adalah memasukkan pemberat yang terhubung oleh rol kedalam sumur pengamatan. Nilai tinggi muka air diamati

secara manual yaitu dengan membaca nilai pada rol tersebut dan pengukuran bersifat manual. Keuntungan alat ini adalah mudah dalam pembuatan dan pemasangan alat tidak permanen, sehingga dapat mengukur pada tempat yang berbeda. Kelemahan alat ini masih bersifat manual.

Banyak macam untuk jenis alat ini yang disesuaikan dengan ketinggian permukaan sungai pada umumnya. satuan yang digunakan adalah ft (foot) dan meter (m).

Gambar 6. Alat Ukur TMA Jenis Rol Sumber: www.envco.com

Tabel 1 Spesifikasi Solinst Water Level Meters

Mini Reel 30 ft 65ft

10m 20m Small Reel 100ft

150ft 200ft 250ft 300ft 400ft 30m 50m 60m 80m 100m 120m Medium Reel 500ft

650ft 750ft 1000ft 150m 200m 250m 300m Large Reel 1250ft

1500ft 1650ft 2000ft 400m 450m 500m 600m XL Reel 2500ft

3000ft 3500ft 750m 900m 1500m

Staff Gauge .02 Foot Staff Gauge Metric

Staff Gauge Staff Gauge .10 Foot Number Plates Unnumbered

Staff Gauge .10 Foot

Solinst Water Solinst Narrow Mini Level Meters

(15)

Gambar 7. Pengukuran Solinst Water Level Meters Sumber: www.envco.com

2.6.2 Alat Ukur Tinggi Muka Air Otomatis (Automatic Water Level Recording)

2.6.2.1 Jenis Pelampung

Untuk AWLR jenis pelampung dengan pelampung sensor yang dipasang di permukaan air sehingga pelampung mengikuti perubahan ketinggian permukaan air, perubahan tersebut dirubah dalam gerak putaran sudut dan diteruskan pada visualisasi pencatatan.

Sangat banyak contoh yang menggunakan prinsip ini dengan sedikit pengembangan mengenai sistem pengukurannya seperti AWLR pelampung tipe Richard, Thalimedes dan AWLR basis Kalkulator Printing.

Keuntungan alat ini sudah bersifat otomatis sehingga mampu mengukur secara kontinu, sedangkan untuk kerugiannya harus membuat sumur peredam dan respon time yang dihasilkan lambat

Gambar 8 AWLR Richard Sumber : www.novalynx.com Spesifikasi AWLR Richard

Sensor : Counterbalanced float Ranges : 0-10', 0-20', and 0-30' (0-3

m, 0-6 m, and 0-10 m) Chart size : 4.75" H x 11.5" L (121 mm x

292 mm) Graduations :

0.2' (0-10' range) 0.4' (0-20' range) 0.5' (0-30' range)

50 mm (0-3 m range) 100 mm (0-6 m range) 200 mm (0-10 m range) Resolution :

0.1' (0-10' range) 0.2' (0-20' range) 0.25' (0-30' range) 25 mm (0-3 m range) 50 mm (0-6 m range) 100 mm (0-10 m range) Clock type : 1.5 Vdc battery-operated (2

AA cells)

Drum rotation: 1 day (26 hours), 7 days (176 hours), or 31 days, switch Selectable

Float size : 2" Dia x 8" H (45 x 200 mm)

Float cable : Stainless steel, 1/16" dia (1.588 mm), 38' (11.5 m) provided

Pen type : Cartridge

Size : 13" L x 9.5" H x 7.5" D (330 x 241 x 191 mm)

Weight/shipping: 14 lbs/26 lbs (6.4 kg/11.8 kg)

Gambar 9 AWLR Tipe H-334 Sumber: www.waterlog.com

Spesifikasi General

Input : Shaft angle + turn couat

Encoder : absolute, non-contact (optical and magnetic)

Outputs : SDI-12 and 4-20 mA Display : 4-1/2 Digits x, 4 in characters Resolution : 65.536 (16 Bit) counts / rev Accuracy : 1/4096 (.00024 rev) Max. Turns : ±32.768 rev Max. Rotation speed : 20 rev / sec

Offset adjust : SDI-12 or front panel adjust

Mechanical

Bearing :double ball bearing with external seel

(16)

Standart shaft : 5/16 in, diameter x 1.25 in, long, with setscrew flat

Optional threaded shaft : 5/16 in, diameter x 1.75 in, long, 24-threads per in. X 0.75 in

Material : anodized alumunium Size :5.25 in wide (housing)

7.0 in wide (mount flange) 4.0 in deep

Gambar 10. AWLR OTT Thalimedes Sumber : http://www.ott-hydrometry.com

Gambar 11. Skematik AWLR OTT Thalimedes Sumber : http://www.ott-hydrometry.com

Specs

Range: +/- 199.99 ft. Accuracy: +/- 0.007 ft. (0.002m) Resolution: +/- 0.01 ft.

Gambar 12 Sonic Water Level Meter Sumber: www.envco.com

Specifications Sonic Water Level Meter Measurement range : Normal 10-500' or Deep up to 1200'

Readout accuracy : +0.1' Measurment accuracy : +0.2% of

reading* Operating temperature : 30-140 F Power : 8 AA dry cell

batteries Length : 7"; Height: 4",

Width: 5"

Sonic measuring duct diameter: 5/8" Hole diameter must be at least large enough

for 1/2 pipe thread. Sonic measuring duct length: 2" Weight : 3 1/2 lbs.

2.6.2.2 Jenis Rol Otomatis

Pada pengukuran jenis rol otomatis ini, prinsip pengukurannya hampir sama dengan pengukuran tinggi muka air jenis rol secara manual. Keuntungan dari alat ini adalah sistem yang dilengkapi display hasil pengukuran lebih mudah dalam proses pengkuran mampu mengukur secara kontinuitas.

Gambar 13 Solinst Reelogger Water Quality and Level Meter

Sumber: www.envco.com

2.6.2.3. Jenis Tekanan Air (Water Pressure Type)

(17)

Alat ini dapat ditempatkan pada bagian yang terdalam pada sungai sehingga alat ini dapat digunakan pada sungai-sungai kecil. Keuntungan dalam pemanfaatan alat ini untuk AWLR adalah tidak menggunakan sumur pengamatan, terdapat banyak kesulitan dalam alat ini sehingga dalam pengembangan alat jenis ini juga sangat lembat.

Gambar 14 AWLR Jenis Tekanan Air Sumber : http://www.ott-hydrometry.com

Gambar 15 Skematik Sensor Jenis Tekanan Air Sumber : http://www.ott-hydrometry.com

Specs

Range : -25 °C to +70 °C (ice-free) Accuracy : +/- 0.2 °C (output only via

SDI-12) Resolution: 0.1 °C

2.6.2.4 Manometer Air

Manometer air atau air raksa dapat dipakai untuk menunjukan elevasi permukaan atau untuk menjalankkan alat perekam. Terdapat alat perekam yang dijalankan dari jarak jauh yang menggunakan sistem penggerak selsyn untuk meneruskan informasi elevansi permukaan air dari aliran ke alat perekam, seperti alat-alat ukur yang mentransmisikan gelombang telefonik atau radio dari jauh.

Alat-alat ukur ini menggunakan suatu alat pemberi kode yang mengubah ketinggian permukaan air menjadi sinyal yang ditransmisikan sebagai rangkaian impuls yang bisa dihitung, perubahan frekuensi osilasi yang bisa diukur, atau interval waktu yang dibutuhkan alat sensor untuk bergerak dari suatu titik nol ke permukaan air dengan kecepatan konstan. Pencatat jarak jauh semacam itu digunakan terutama untuk peramalan banjir atau pengoperasian waduk.

Gambar 16 AWLR Jenis Manometer

2.6.2.5 Jenis Ultrasonic dan Radar

(18)

Gambar 17 AWLR Jenis Ultrasonic Level Sensor 5600-0157

Sumber : http://www.sutron.com

Tabel 2 Spesifikasi AWLR Jenis Ultrasonic

CONTROLLER

Power Supply 10 - 30 VDC Output 0-5 VDC Resolution 0.053 in. (1.3mm) Current Draw 7.0 mA @24VDC Temperature PVC

Enclosure 12Hz

Sample Rate -30°C to +60°C SENSOR

Range 1 ft. to 16 ft. Transducer Ceramic, PVC faced Temperature -30°C to +60°C Accuracy ±0.2% of range, no

temperature gradient Beam 9 degrees off axis Dimensions 8 in. L x 2.35 in. Dia Range 1 ft. to 16 ft.

Gambar 18 Skematik Penempatan Sensor Jenis Ultrasonic

Sumber www.globalw.com

Spesifikasi AWLR Jenis Radar

Specs

Measuring Range: 2.6 - 115 ft. (0.8 - 35 m) Accuracy: 2.6 - 4.9 ft.: +/-0.03 ft.

4.9 - 98.4 ft.: +/-0.01 ft. 98.4 - 115 ft.: +/- 0.03 ft. Resolution: 0.01 ft. (0.001 m)

SDI-12 Interface Outputs: SDI-12

4-20 mA RS-485

Gambar 19 Skematik Penempatan AWLR Jenis Radar (RLS Radar Level Sensor)

Sumber : http://www.ott-hydrometry.com 2.6.2.6 AWLR Jenis Gelembung

AWLR jenis ini memanfaatkan gelembung untuk mengukur tinggi muka air. Dengan prisnsip gas dalam tekanan terhembus melalui pipa kecil di dalam air. Permukaan air dapat diketahui dari perubahan tekanan gas yang sama dengan tekanan air di ujung pipa sensor.

Alat ini sangat sulit dikembangkan karena banyak kelemahan dalam pengukuran seperti tidak mampu mengukur ketinggian air saat arus air besar atau pada saat keadaan banjir.

(19)

Spesifikasi

Measuring range 0-50 ft (0-15 m)

Accuracy of pressure measurement: Standard 0-50 ft range version:

±0.02 ft

High accuracy 0-50 ft range version: 0-15 ft: ±0.01 ft

15-35 ft: ±0.065% of reading 35-50 ft: ±0.02 ft

Resolution : 0.003 ft / 0.014 psi Units : ft, psi, m, bar

Measuring interval: 1 min to 24 hr Max rate of level change: 3 ft/min Output : SDI-12 Power supply : 10-30 V DC

Gambar 21 Skematik Pemasangan AWLR jenis Gelembung

Sumber : http://www.ott-hydrometry.com

2.7 Perangkat Elektronik

Sensor dengan menggunakan elektroda resistansi akan menghasilkan nilai resistansi dalam satuan Ohm. Nilai resistansi inilah yang dapat mengendalikan pulsa. Pembangkit pulsa yang dipengaruhi oleh nilai resistansi atau rangkaian RC, yang menghasilkan pulsa secara terus menerus dinamakan multivibrator astable. Multivibrator astable ini merupakan jenis oscilator yang menghasilkan sinyal digital dengan periode atau frekuensi yang tetap. Perangkat multivibrator yang mudah dipakai adalah tipe 4047 dan 555

2.7.1 Pembangkit Pulsa 555

IC NE/SE 555 difungsikan sebagai astable multivibrator. Rangkaian khusus ini dapat dibuat dengan komponen dan daya yang minimal. Rangkaian dapat dengan mudah dibuat dan sangat reliabel. Chip khusus ini telah banyak diproduksi oleh beberapa pabrik. Sebagai tanda, semua produksi terdapat angka 555 misalnya SN72555, MC14555, SE555, LM555 dan CA555.

Jika digunakan sebagai astable multivibrator, IC 555 berlaku sebagai Osilator RC. Bentuk gelombang dan frekuensi keluaran utamannya ditentukan oleh jaringan RC.

Gambar 22 Skematik rangkaian astable 555

Pada rangkaian ini diperlukan dua resistor dan sebuah kapasitor serta sebuah sumber daya. Keluaran diambil dari pin 3. Pin 8 sebagai +Vcc dan pin 1 adalah

“ground”. Tegangan catu DC yang dibutuhkan sebesar 5 – 15 V.

Ketika catu daya diberikan pada rangkaian ini maka kapasitor akan terisi melalui Ra dan Rb, jika tegangan tersebut berada pada pin 6 atau treshole maka terdapat kenaikan diatas dua pertiga +Vcc

sehingga terjadi perubahan kondisi yaitu pengkosongan transistor (discharge transistor) berprategangan maju dan mengosongkan C melalui Rb ke gound. Ketika tegangan pada kapasitor C turun sedikit dibawah sepertiga +Vcc, akan

memberikan energi antara pemicu pada pin 2 dan pin 6 yang masih terhubung, kejadian ini menyebabkan tegangan positif pada set dari flip-flop dan memberikan keluaran negatif. Pin 3 sebagai keluaran akan bergerak ke +Vcc yang menyebabkan tegangan

discharge transistor berkurang sehingga membuka proses pengosongan pin 7. kapasitor mulai terisi kembali menuju +Vcc

(20)

dengan kisaran sepertiga hingga duapertiga nilai +Vcc

Gambar 23 Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator.

Frekuensi keluaran astable multivibrator dinyatakan sebagai f = 1/T. ini menunjukkan sebagai total waktu yang diperlukan untuk pengisian dan pengosongan kapasitor. Waktu pengisian ditunjukkan pada t1 dan t3 jika dinyatakan

dalam satuan detik t1 = 0.693 (Ra+Rb) C.

untuk waktu pengosongan yaitu pada t2 dan

t4 sehingga jika dinyatakan dalam satua detik

t2 = 0.693 Rb C. dalam satu putaran peride

maka T = t1 + t2 atau T = t3 + t4, sehingga

nilai f dapat diperoleh

( )

(

)

(

R1 2R2 xC

)

1.44 f

+

= ...(1)

Nilai R sangat penting digunakan.pada rangkaian astable ini Ra dan Rb dapat digunakan pada skala 1k Ohm hingga 1M Ohm sedangkan untuk nilai kapasitor menggunakan nilai-nilai yang umum

• Nilai Rb mempengaruhi besarnya frekuensi dengan asumsi nilai Rb harus lebih besar dari nilai Ra sehingga nilai Tm hampir sama dengan Ts. Nilai yang dianjurkan adalah Ra = 1/10 R2. sehingga digunakan persamaan

0.7 R2 =

f × C1

• Nilai yang dianjurkan untuk Ra adalah 1k Ohm, namun untuk variasi panjang Tm dan Ts untuk nilai Ra dapat lebih kecil dari minimum atau sebaliknya.

• Jika menggunakan nilai yang berubah-ubah (resistor variable) maka disarankan untuk menggunakan Rb.

• Jika Ra yang digunakan sebagai R variable paling sedikit menggunakan 1k Ohm (pada keadaan tersebut maka Rb tidak dapat digunakan sebagai R variabel).

2.7.2 Hambatan Listrik

Hambatan suatu bahan R didefinisikan sebagai berbandingan antara tegangan terpasang V dengan arus listrik I yang mengalir akibat adanya beda tegangan tersebut. Besar hambatan suatu konduktor bergantung pada jenis bahan, luas penampang dan panjangnya.

Besarnya suatu hambatan pada suatu bahan konduktor dapat diketahui dengan persamaan berikut:

A l

ρ

R = ...( 2 ) dengan

R = Hambatan (Ω)

ρ = Hambatan / tahanan jenis (Ω m) tergantung pada jenis kawat A = Luas Penampang (m2)

Tabel dibawah ini merupakan nilai resistivity untuk air yang digolongkan berdasarkan perbedaan jenis air. Resistivity merupakan perbandingan antara besar medan listrik berdasar besar arus dalam satuan ohm meter (Ωm).

Tabel 3. Klasifikasi Resistivity Air (J. Bernard, April 2003)

Type of Water Resistivity Ohm.m Condu ctivity MicroS /cm Salinit y Mg/l Very fresh

200 50 35

Fresh 20 500 350

Salted 10 1.000 700 Very

salted (Sea Water)

0.3 30.000 21.000

Usual rule drinkable water resistivity>10 ohm.m conductivity < 0.7 g/l

2.7.3 Resistance Wire

(21)

Tabel 4 Jenis Resistance wire

2.7.4 Korosi

Korosi adalah suatu proses degradasi/deteriosasi/perusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang bersifat khemis, fisis dan biologis. Korosi ini dapat terjadi pada semua logam,

terutama yang berhubungan dengan udara atau cairan yang korosif (Rochati, 1995; Pohlman, 1996; Supardi, !997). lingkungan yang asam (pH 1 – pH 4 ) dapat mempercepat terjadinya korosi, (Baboin, 1996; Supardi, 1997).

Gambar 24. Korosi

Menurut teori korosi elektro kimia, korosi pada logam disebabkan karena pada umunya logam memiliki komposisi kimia

(22)

berpotensial lebih rendah akan menjadi anoda sedangkan yang berpotensial tinggi akan menjadi katoda (Dexter, 1995; Rochati, 1995; Koger, 1996; Supardi, 1997)

Setiap logam mempunyai sifat reduktor, karena cenderung melepaskan elektron (mengalami oksidasi). reduktor kuat mempunyai sifat mudah melepasakan kalor dan sebaliknya. Urutan logam-logam dari yang reduktor terkuat hingga reduktor terlemah tersusun dalam deret volta, K-Ba- Ca-Na-Mg-Al-Mn-(H2O)-Zn-Cr-Fe-Cd-Co-Ni-Sn-Pb-(H)-Cu-Hg-Ag-Pt-Au. Suatu logam mampu mereduksi ion-ion di kanannya tetapi tidak mampu mereduksi ion-ion di kirinya

Pencegahaan korosi lingkungan dilakukan dua hal yaitu pemilihan material tahan korosi dan lapis lindung pada logam. Pemilihan material dilakukan dengan melihat spesifikasi dari material tersebut, pada umumnya dilihat dari komposisi pemadu unsur-unsur didalam logam untuk meningkatkan ketahanan korosi

(23)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Workshop Instrumentasi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. Berawal pada bulan Februari 2007 hingga Januari 2008

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain

Resistance wire

• Pipa PVC

• Perlengkapan workshop Mekatronik

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu ;

3.3.1 Studi Literatur

Tahap awal yang dilakukan adalah studi literatur dengan tujuan memperoleh informasi mengenai karakteristik AWLR, sifat resistansi air

3.3.2 Pemilihan Jenis Sensor

Jenis sensor yang digunakan adalah elektroda yang sulit teroksidasi karena sensor terendam dalam larutan air yang tercampur oleh banyak unsur senyawa. selain eletroda yang sulit teroksidasi, elektroda tersebut juga memilki nilai resistansi tinggi. Nilai resistansi kawat sensor semakin tinggi maka resistansi yang dihasilkan saat pengukuran tidak terpengaruhi oleh nilai resistansi air. dengan persamaan

A l

R= ρ ... (3) semakin kecil luas penampang (A) semakin tinggi nilai resistansinya.

3.3.3 Simulasi dan Pembuatan Sensor

Sensor pengukur tinggi muka air untuk penelitian ini menggunakan prisip elektron yang memanfaatkan sifat elektrokimia air. Nilai resistansi yang dihasilkan adalah nilai resistansi total sensor ditambah resistansi air yang memiliki sifat variatif. Aliran resistansi pada sensor ini adalah R sensor 1 + R air + R sensor 2. Nilai tinggi

permukaan air didapat dari terjadinya kontak (short) pada permukaan air dengan kedua sensor tersebut.

R hasil pengukuran = Ra + Rb + Rc

Ra = Rb >>> Rc sehingga nilai Rc dapat

diabaikan

Gambar 25. Skematik Resistansi Sensor

Kebutuhan sensor dengan nilai resistansi yang sangat tinggi maka diperlukan resistance wire yang sangat panjang dan pada umumnya diperlukan alat ukur tinggi muka air yang mampu mengukur hingga 3 meter, maka dalam penelitian ini menggunakan metode lilitan pada pipa. Tahap awal dalam simulasi sensor ini yaitu menentukan besarnya nilai resistansi sensor, panjang sensor, dan perancangan sensor dengan metode lilitan pada pipa.

Terdapat 2 sensor dengan nilai resistansi yang sama, kedua sensor tersebut tidak saling kontak, keadaan short hanya saat terendam oleh air. Pada penelitian ini menggunakan metode lilitan 2 kawat sensor dalam 1 pipa yaitu dalam 1 pipa terdapat 2 kawat, jarak antar kawat sensor harus sedekat mungkin agar resistansi sensor tidak terganggu dengan perubahan nilai resistansi air. Setelah diketahui panjang sensor dan jarak antar sensor yang dibutuhkan maka didapat jumlah lilitan dalam ketinggian 3 meter. Penggunaan pipa PVC sebagai tempat lilitan sensor selain mudah didapat pipa PVC ini cukup tahan terhadap air dan perubahan cuaca.

Gambar 26. Metode lilitan 2 kawat sensor dalam 1 pipa

Permukaan air Ra

Rb

Air

Sensor 1 Sensor 2

(24)

Panjang pipa yang dibutuhkan adalah 3 meter dan untuk mengetahui besarnya diameter yang dibutuhkan maka menggunkan persamaan:

Panjang resistance wire =

meter sensor R Sensor total R / ... (4)

Dengan metode lilitan 2 sensor dalam 1 pipa maka diameter yang dibutuhkan adalah

Banyaknya lilitan / sensor =

sensor jarak Jumlah meter 2 3

... (5)

Diameter pipa = π sensor per lilitan Banyaknya wire resistance Panjang π pipa Keliling





=

3.3.4 Simulasi dan Pembuatan

Rangkaian Elektronik

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui nilai frekuensi yang dihasilkan oleh sensor dengan menggunakan rangkaian oscillator pada multivibrator astable IC jenis 555. Nilai resistansi sensor diteruskan pada rangkaian oscilator yang berfungsi sebagai pembangkit frekuensi.

Nilai frekuensi tergantung dari nilai R dan C (kapasitor) maka, dengan menghubungkan secara seri nilai R sensor dengan R pada rangkaian oscilator akan menghasilkan nilai frekuensi dengan fungsi persamaan sebagai berikut

( )

(

)

(

Ra Rb xC

)

f 2 44 . 1 +

= ... (7)

dimana

ƒ = Frekuensi (Hz) Ra = R konstanta (Ω)

Rb = R sensor + R konstanta (Ω)

C = Kapasitor (F)

Sensor dihubungkan secara seri dengan Rb pada oscilator, sehingga nilai ƒ

dengan satuan Hz yang dihasilkan adalah pengaruh dari Rb. Perubahan nilai resistansi

akibat TMA akan diikuti oleh frekuensi yang dihasilkan oleh oscilator, namun kedua nilai tersebut saling berbanding terbalik.

Setelah variasi nilai resistansi yang dihasilkan sensor terhadap tinggi muka air diketahui maka nilai resistansi tersebut

dilanjutkan pada rangkaian oscilator IC 555. Dengan menggunakan multivibrator astable jenis IC 555 adalah jenis semikonduktor yang mampu menghasilkan pulsa dari sensor (resistace wire), pulsa yang dihasilkan berbanding terbalik terhadap nilai Resistensi (R)

Frekuensi merupakan fungsi dari TMA

3.3.5 Uji Coba Sensor

Uji coba sensor merupakan tahap akhir dari penelitian ini. Uji coba sensor dilakukan untuk memberikan informasi mengenai besarnya nilai resistansi hasil pengukuran yang merupakan perubahan dari tinggi muka air.

Pulsa

=

f

total R Air R sensor

R + =

(

)

(

)

(25)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sensor Resistance wire

Sifat fisik sensor Resistance wire yaitu memiliki resistansi tinggi dan sukar teroksidasi. Sensor resistance wire tersebut dimaksudkan dapat memberikan informasi tinggi muka air dalam bentuk perubahan resistan. Nilai resistansi yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan, ukuran dan panjang resistance wire.

Dilihat dari bahan, bentuk dan fungsinya terdapat banyak jenis resistance wire, namun untuk mendapatkannya mengalami kesulitan, hal tersebut merupakan alasan pemilihan sensor menggunakan resistance wire Fuji Japan jenis FCHW2 karena resistance wire jenis ini lebih mudah didapatkan.

Gambar 27. Fuji Resistance Wire (FCHW2)

Resistance wire Fuji Japan jenis FCHW2, terbuat dari bahan Cr AL BAL. Fe dengan unsur utama Besi (Fe) dan unsur pemadu Chrome (Cr) 21 % dan Almunium (Al) 3 %. Resistance wire jenis FCHW2 berbentuk kawat round wire (silinder) dengan ukuran 0.1 mm (+/- 0.02 mm) dengan nilai resistansi 157 ohm per meter (+/- 7 – 9 %)

4.2 Prinsip kerja Sensor

Dua elektroda dengan nilai resistansi hampir sama yang merupakan kawat sensor (resistance wire) dililit sejajar pada media tegak (pipa PVC) dengan jarak yang sama, jika terendam air maka resistensi kawat sensor tersebut akan terhubungkan (short) dengan resistansi air. Resistansi air dapat diabaikan jika nilai resistansi sensor tinggi dan jarak antar kawat sensor sangat dekat sehingga nilai pada resistansi yang dihasilkan sensor adalah jumlah resistansi dari kedua sensor tersebut (rangkaian seri).

Perubahan ketinggian air memberikan perubahan resistansi pengukuran sensor, pada muka air yang tinggi mengakibatkan semakin kecil nilai resistansi yang dihasilkan dan sebaliknya

pada muka air yang rendah memberikan nilai resistansi yang tinggi.

Gambar 28. Proses Resistansi Sensor

Nilai Resistansi yang dihasilkan dari sensor, dibangkitkan sehingga memperoleh nilai ketukan dan informasi yang digunakan adalah pada saat transient saja, yaitu pada saat lompatan tegangan rendah ke tinggi. Pada rangkaian IC 555 pengendalian pulsa dioptimumkan pada perubahan R circuit yang dihubungkan dengan R sensor secara seri. Pembangkit pulsa secara terus-menerus disebut multivibrator astable yang menggunakan tipe 555 (triple five)

Rangkaian multivibrator astable berfungsi menentukan ketukan secara tundaan waktu. Fungsi yang diharapkan adalah perubahan resistansi hasil pengukuran sensor yang diikuti dengan perubahan frekuensi. Fungsi frekuensi dari IC 555 memberikan perubahan nilai tinggi muka air berbanding terbalik dengan nilai resistansi hasil pengukuran, sehingga pada penelitian ini nilai perubahan pada Tinggi Muka Air (TMA) berbanding terbalik dengan nilai resistansi sensor yang dihasilkan.

4.3 Ketahanan Korosi

Pengujian Resistance wire FCHW2 dalam keadaan terhubung dengan oscillator terhadap air PDAM yang dilakukan selama 7 bulan yaitu sejak tanggal 12 Agustus 2007 hingga Januari 2008, dan pada air garam terdapat 2 perlakuan yaitu tereksitensi dan tidak tereksitensi yang dilakukan selama 5 bulan yaitu sejak tanggal 8 September 2007 hingga Januari 2008.

Gambar 29. Uji KetahananKorosi

R Sensor 1 R Sensor 2

(26)

Hasil uji terhadap ketahanan korosi pada resistance wire jenis FCHW2 yaitu pada batas antar udara dan permukaan air terlihat perubahan warna gelap pada kawat tersebut. Ini dikarenakan pada bagian tersebut terjadi perubahan antara kering dan basah, daerah basah yang berdekatan dengan udara menerima oksigen lebih banyak dibandingkan pada daerah ditengah butiran air yang kurang kadar oksigennya.

Gambar 30. Hasil Uji Ketahanan Korosi

4.4 Simulasi Sensor

Semakin kecil ukuran resistace wire maka nilai resistansinya semakin tinggi. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan sensor maka semakin terabaikan nilai resistansi air. Diasumsikan nilai resistansi sensor yang dibutukan adalah 60k Ohm, resistansi air fresh 200 ohm

Gambar 31. Simulasi Pembuatan Sensor

Diasumsikan ketinggian sungai pada umumnya 3 meter sehingga panjang pipa sensor yang dibutuhkan 3 meter. Metode yang digunakan adalah metode lilitan 2 kawat sensor dalam 1 pipa maka kawat sensor diameter 0.1 mm dengan R 157 per meter membutuhkan panjang 382.2 ≈

383 meter, jadi panjang masing-masing sensor 191.5 meter. Untuk jarak lilitan antar sensor 0.5 mm maka diameter pipa yang dibutuhkan adalah 2.4 cm atau 0.9 ≈ 1 inchi.

Metode lilitan digunakan dalam penelitian ini karena kawat resistance wire yang digunakan sangat panjang dan tidak sebanding dengan kebutuhan panjang sensor yang disesuaikan dengan rata-rata ketinggian sungai 3 meter.

4.5 Pembuatan Sensor

Pipa PVC sebagai media yang dililit dan proses penggulungan secara manual. Permukaan pipa yang licin menyebabkan mudahnya perubahan posisi kawat dalam penggulungan, hal ini mengakibatkan jarak antara lilitan sensor tidak sama, agar letak lilitan kawat sensor tidak beruba-ubah maka digunakan perekat (lem) pada lapisan luar pipa. Kelemahan yang lain adalah ukuran sensor resistance wire yang kecil menyebabkan terjadinya putus pada sensor tersebut dalam proses penggulungan.

Dalam penelitian ini, panjang pembuatan sensor hanya 1 meter. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengukuran terhadap TMA air. Sensor yang telah dibuat dengan panjang 1 meter merupakan panjang 1 meter pertama dari keseluruhan sensor yang disimulasikan. Untuk mendapatkan nilai yang sesuai dengan ketinggian sungai 3 meter maka nilai resistansi yang didapat dihubungkan secara seri dengan resitor 40k Ohm. Nilai tersebut adalah nilai resistansi sensor dengan panjang sensor sama dengan 2 meter.

Pada tahap ini telah dilakukan 3 kali pembuatan sensor, metode pembuatan dengan menggulung kawat resistansi pada pipa yang telah ditentukan diameternya dan jarak antar lilitannya.

Nilai resistansi pada sensor diukur dengan menggunakan konduktor dengan cara menghubungkan kedua kawat sensor pada ketinggian yang sama sehingga terjadi short. Nilai resistansi sensor yang terukur adalah nilai resistansi pada ketinggian tersebut, selang ketinggian untuk pengukuran resistansi ini adalah 10 cm.

4.5.1 Sensor Prototipe I

(27)

I yaitu seringnya terjadi short antar kawat sensor dan perekat tersebut menghambat turunnya air sehingga untuk pengujian selanjutnya harus menunggu sensor kering terlebih dahulu.

Gambar 32. Sensor Prototipe I

Dengan mengukur nilai resistansi sensor per 10 cm maka dapat diketahui nilai masing-masing dalam skala 10 cm, nilai resistansi sensor per 10 cm tersebut tidak sama sehingga jarak lilitan kawat sensor juga tidak sama dan nilai resistansi sensor memiliki hubungan yang tidak linear dengan tinggi muka air.

Gambar 33. Model Resistansi Sensor Prototipe I

Dalam uji coba sensor prototipe I dengan memasukkan sensor pada air yang memiliki volume tetap, dan nilai resistansi pengukuran dihubungkan pada rangkaian oscilator dengan Ra 1k ohm dan Rb 1.36k ohm serta C 1µF yang menghasilkan perubahan frekuensi sbb.

Gambar 34. Hasil Uji Coba Sensor Prototipe I

Gambar 34 diatas menunjukkan perubahan nilai frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang dihitung secara teoritis. Frekuensi hasil pengamatan baik pada uji I, II maupun uji III menunjukkan ketidak sesuaian dengan nilai frekuensi yang dihasilkan pada nilai teoritis, hal ini disebabkan sensor menggunakan selongsong luar sebagai pengaman namun selongsong tersebut mengganggu proses naiknya air sehingga nilai resistan selalu lebih besar dari

resistan sebenarnya yang mengakibatkan nilai frekuensi lebih kecil. Hal ini terbukti pada saat pengukuran nilai frekuensi selalu bertambah pada ketinggian yang tetap namun tidak melebihi nilai frekuensi teoritis.

4.5.2 Sensor Prototipe II

Sensor prototipe II, dengan menggunakan metode dan diameter pipa yang sama dengan sansor 1, selain itu menggunakan perekat (lem) dengan luasan

Perbandingan Frekuensi Pengamatan dengan frekuensi Teoritis pada Sensor I

0 20 40 60 80 100 120

50 70 90 110 130 150 170 190

Frekuensi (Hz)

T

M

A

(

c

m)

(28)

lebih kecil jika dibandingkan dengan sensor prototipe I serta menggunakan lapisan cat pada sisi luar pipa. Panjang pipa sensor prototipe II 170 cm didapatkan resistansi 23.6 k Ohm dengan masing-masing nilai resistansi pada kawat yaitu 11.92 k Ohm dan 11.68 k Ohm.

Gambar 35. Sensor Prototipe II

Dari hasil pengukuran resistansi per 10 cm maka diketahui keteraturan jarak antar kawat sensor dalam proses penggulungan sensor. Pada ketinggian 0-120 cm terdapat nilai resistansi sensor antara 1.3k ohm hingga 1.5k ohm ini menunjukkan dalam proses penggulangan sensor prototipe II jarak antar sensor lebih rapi jika dibandingkan dengan sensor prototipe I.

Gambar 36. Model Resistansi Sensor Prototipe II

Pada sensor prototipe II selain menggunakan perekat (lem) juga menggunakan cat namun dalam pengelupasan cat dengan menggunakan kertas gosok pada permukaan sensor menyebabkan lapisan Chrome (lapisan pemadu) terkelupas dan terjadi korosi pada kawat tersebut.

Akibat dari korosi tersebut nilai resistasi pada sensor menjadi 14.29 k Ohm dengan masing-masing sensor 7.25 k Ohm dan 7.04 k Ohm dan panjang pipa 102 cm.

Gambar 37. Hasil Uji Coba Sensor Prototipe II setelah Korosi

Dari hasil uji coba nilai resistansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan nilai resistansi sensor, namun terdapat perubahan nilai resistansi pengukuran disetiap perubahan ketinggian muka air. Semakin tinggi permukaan air, nilai resistansinya

semakin rendah. Terdapat kesulitan dalam pembuatan sensor prototipe II, yaitu seringnya terjadi short pada sensor sehingga nilai resistansi hasil pengukuran tidak sesuai dengan perubahan TMA.

Uji Coba Sensor II

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

R (Ohm)

T

MA

(29)

4.5.3 Sensor Prototipe III

Gambar 38. Sensor Prototipe III

Kesulitan penggulungan pada metode 2 kawat sensor dalam 1 pipa dan seringnya terjadi short pada sensor, maka pada sensor prototipe III menggunakan metode 1 kawat sensor dililit pada 1 pipa. Diameter pipa yang dibutuhkan adalah setengah nilai dari metode 2 kawat sensor dililit pada 1 pipa yaitu 0.5 inchi dan panjang pipa 1 meter.

Metode ini memudahkan dalam sistem pembuatan sensor dan menghindari terjadinya short antar sensor. Batas jarak antar sensor menggunakan benang nilon dengan ukuran 0.5 mm. Pembuatan sensor prototipe III ini menggunakan perekat (lem) dengan luasan yang lebih kecil dari sensor prototipe I dan II dan penggunaan cat setelah penggulungan.

Pengukuran nilai resistensi sensor per 10 cm dilakukan setelah uji coba resistansi selesai namun pada ketinggian 90 dan 100 salah satu kawat sensor tersebut putus sehingga yang tercantum pada data hanya pada ketinggian 0-80 cm. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut.

Gambar 39. Model Resistansi Sensor PrototipeIII

Nilai resistansi yang dihasilkan pada ketinggian 20 - 90 cm pada sensor prototipe III memiliki nilai yang hampir sama, hal ini membuktikan pada jarak kawat antar sensor sedikit lebih rapi dibanding sensor prototipe I dan II.

4.5.3.1 Pengujian perubahan nilai resistansi sensor

Pengujian perubahan nilai resistansi berdasarkan ketinggian muka air dilakukan dalam 2 tahapan. Tahapan pertama pengujian secara kasar dengan mencelupkan sensor kedalam tabung air dengan volume yang tetap, dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Tahapan kedua dilakukan dengan menambahkan air pada tabung air sehingga sensor akan terendam air. Nilai resistansi yang dihasilkan sensor merupakan nilai ketinggian dari air tersebut. Pengujian dilakukan di Workshop Instrumentasi dan kolam depan Departemen Geofisika dan Meteorologi, berawal pada 7 Desember 2007

Gambar 40. Uji Coba Sensor Prototipe III (Tahap I)

a. Pengujian Tahap I

Pengujian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan nilai resistansi dari air PDAM, air kandungan asam, air kandungan basa, air sungai, dan air garam dengan menggunakan pipa 2 inchi setinggi 105 cm sehingga volume air 2,1 liter, pengukuran dalam keadaan volume tetap. Untuk air kolam dengan volume kolam yang berada di depan Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

(30)

Gambar 42. Proses Uji Coba Tahap I

Nilai resistansi air merupakan nilai selisih dari resistansi hasil pengukuran dengan resistansi sensor saat tidak terendam air (kering) yang dihubungkan dengan logam.

o Air PDAM

Pada percobaan terhadap air PDAM yang diharapkan sebagai air bersih, pH netral dan tidak banyak mengandung unsur-unsur elektrolit. Pada pengujian terhadap perubahan resistansi air PDAM selisih nilai resistansi rata-rata pada air PDAM 609.75 ≈

600 ohm.

[image:30.612.172.301.79.271.2]

Pada uji coba 1 dan 3 terdapat nilai resistansi yang tidak sesuai, ini dikarenakan pada proses pengulangan keadaan sensor masih terdapat air sehingga terjadi short antar kawat sensor.

Gambar 43. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air PDAM)

o Air Asam

Pada air asam dengan memanfaatkan asam cuka dapur yang tergolong asam asetat CH3COOH. Nilai

resistansi rata-rata yang dihasilkan adalah, 311 ≈ 300 ohm.

Pada air asam pengukuran hanya dilakukan hingga ketinggian 80 cm, karena pada waktu pengukuran terjadi kebocoran pada pipa penampung sehingga ketinggian maksimum yang dihasilkan hanya 80 cm 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 5000 10000 15000 20000 25000

Resistansi (ohm)

T

M

A

(

c

m)

(31)

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI

WIRANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(32)

RINGKASAN

WIRANTO. Pengembangan Sensor Ketinggian Air (Water Level) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistansi. Dibimbing oleh BREGAS BUDIANTO.

(33)

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI

WIRANTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Program Studi Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(34)

Judul

Nama

NRP

:

:

:

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA

RESISTANSI

WIRANTO

G24103039

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl

NIP. 132 089 516

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 07 Desember 1984 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bpk. Samino dan Ibu Handayani.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN 2 Waleng, Tahun 2000 lulus SMPN 1 Sidoharjo dan tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 2 Wonogiri. Kemudian pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan diterima pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(36)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengembangan Sensor Ketinggian Air (Water Level) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistansi

Banyak pihak yang ikut memegang peranan yang cukup besar dalam rangka penulisan Tugas Akhir ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl. Sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

2. Bapak Yon Sugiarto, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat.

3. Kedua orang tua dan semua keluargaku yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

4. Staff dan crew workshop instrumentasi Geomet (bengkel) yang tercinta. 5. Teman-teman angkatan 40 dan semua civitas GFM

6. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir dan penulias tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa dalan penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan-perbaikan kedepan. Semoga Tugas Akhir ini dapat menjadi masukan bagi perkembangan informasi dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2008

(37)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aliran Sungai ... 1

2.2. Hidrograf ... 1

2.3. Pengukuran Tinggi Muka Air ... 2

2.4. Instalasi AWLR... 2

2.5. Sumur Peredam ... 2

2.6. Alat Pengukur Tinggi Muka Air ... 2

2.6.1. Alat Ukur Tinggi Muka Air Manual ... 2

2.6.2. Alat Ukur Tinggi Muka Air Otomatis (AWLR) ... 4

2.7. Perangkat elektronik... 8

2.7 1. Pembangkit Pulsa 555 ... 8

2.7.2 Hambatan Listrik ... 9

2.7.3. Resistance Wire ... 9

2.7 4 Korosi ... 10

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat... 12

3.3. Metode Penelitian... 12

3.3.1. Studi Literatur ... 12

3.3.2. Pemilihan Jenis Sensor ... 12

3.3.3. Simulasi dan Pembuatan Sensor ... 12

3.3.4. Simulasi dan Pembuatan Rangkaian Elektronik ... 13

(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sensor Resistance Wire ... 14

4.2. Prinsip Kerja Sensor ... 14

4.3. Ketahanan Korosi ... 14

4.4. Simulasi Sensor... 15

4.5. Pembuatan Sensor ... 15

4.5.1 Sensor Prototipe I... 15

4.5.2 Sensor Prototipe II... 16

4.5.3 Sensor Prototipe III ... 18

4.6 Simulasi dan Pembuatan Rangkaian Elektronik ... 26

4.7 Kesetabilan Catu Daya terhadap Oscilator ... 29

4.8 Uji Kestabilan Sensor ... 29

V. KESIMPULANDAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... ... 32

(39)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Hidrograf Daerah Playa, Australia Selatan... 1

Gambar 2 Contoh Penempatan Staff Gauge ... 2

Gambar 3 Model Sumur Peredam.. ... 2

Gambar 4 Visualisasi Staff Gauge ... 3

Gambar 5 Contoh Staff Gauge... 3

Gambar 6 Alat Ukur TMA Jenis Rol ... 3

Gambar 7 Pengukuran Solint Water Level Meters... 4

Gambar 8 AWLR Richard ... 4

Gambar 9 AWLR tipe H-334... 4

Gambar 10 AWLR OTT Thalimedes ... 5

Gambar 11 Skematik AWLR OTT Thalimedes... 5

Gambar 12 Sonic Water Level Meter... 5

Gambar 13 Solint Reelogger Water Quality and Level Meter... 5

Gambar 14 AWLR Jenis Tekanan Air ... 6

Gambar 15 Skematik Sensor Jenis Tekanan Air ... 6

Gambar 16 AWLR Jenis Manometer ... 6

Gambar 17 AWLR Jenis Ultrasonic Level Sensor 5600-0157 ... 7

Gambar 18 Skematik Penempatan Sensor Jenis Ultrasonik ... 7

Gambar 19 Skematik Pemasangan AWLR Jenis Radar ... 7

Gambar 20 AWLR Jenis Gelembung... 7

Gambar 21 Skematik Pemasangan AWLR Jenis Gelembung ... 8

Gambar 22 Skematik Rangkaian Astable 555 ... 8

Gambar 23 Bentuk Gelombang Pulsa Rangkaian Astable Multivibrator ... 9

Gambar 24 Korosi ... 10

Gambar 25 Skematik Resistansi Sensor ... 12

Gambar 26 Metode Lilitan 2 Kawat Sensor dalam 1 Pipa... 12

Gambar 27 Fuji Resistance Wire FCHW2... 14

Gambar 28 Proses Resistansi Sensor... 14

Gambar 29 Uji Ketahanan Korosi ... 14

Gambar 30 Hasil Uji Ketahanan Korosi ... 15

Gambar 31 Simulasi Pembuatan Sensor... 15

(40)

Gambar 33 Model Resistansi Sensor Prototipe I ... 16

Gambar 34 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe I ... 16

Gambar 35 Sensor Prototipe II... 17

Gambar 36 Model Resistansi Sensor Prototipe II... 17

Gambar 37 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe II Setelah Korosi ... 17

Gambar 38 Sensor Prototipe III ... 18

Gambar 39 Model Resistansi Sensor Prototipe III ... 18

Gambar 40 Uji Coba Sensor Sensor Prototipe III (Tahap I)... 18

Gambar 41 Nilai Resistansi Pengukuran ... 18

Gambar 42 Proses Uji Coba Tahap I ... 19

Gambar 43 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air PDAM) .. 19

Gambar 44 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Asam) .... 20

Gambar 45 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Kolam) ... 20

Gambar 46 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Garam) ... 21

Gambar 47 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Basa)... 21

Gambar 48 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Sungai)... 22

Gambar 49 Uji Coba Sensor III (Tahap II)... 22

Gambar 50 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air PDAM) . 23

Gambar 51 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Asam) ... 23

Gambar 52 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Kolam).. 24

Gambar 53 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Garam).. 24

Gambar 54 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Basa)... 25

Gambar 55 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Sungai) . 25

Gambar 56 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Pada Suhu < 5 oC) ... 26

Gambar 57 Hasil Uji Coba Sensor Prototipe III (Pada Suhu > 25 oC) ... 26

Gambar 58 Diagram Elektronik Sensor... 27

Gambar 59 Elektronik Sensor ... 27

Gambar 60 Hubungan Frekuensi Teoritis dengan Frekuensi Pengukuran ... 28

Gambar 61 Frekuensi 1 Meter dan Frekuensi Simulasi 3 Meter... 28

Gambar 62 Uji Oscilator terhadap Catu Daya... 29

(41)

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI

WIRANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(42)

RINGKASAN

WIRANTO. Pengembangan Sensor Ketinggian Air (Water Level) dengan Menggunakan Pendekatan Elektroda Resistansi. Dibimbing oleh BREGAS BUDIANTO.

(43)

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI

WIRANTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Program Studi Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(44)

Judul

Nama

NRP

:

:

:

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (

WATER LEVEL)

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA

RESISTANSI

WIRANTO

G24103039

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl

NIP. 132 089 516

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806

(45)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyaknya perubahan fisik lingkungan yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang menjadi masalah apabila sudah mengganggu kehidupan manusia. Salah satu contoh kejadian ekstrim seperti banjir atau kekeringan yang disebabkan oleh Perubahan dalam proses daur hidrologi akibat degradasi DAS, perubahan tata guna lahan (land use) serta aktifitas manusia dll.

Banjir terjadi saat debit aliran air sungai (limpasan) yang secara relatif lebih besar dari biasanya/normal. Kejadian tersebut diakibat oleh hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya (Paimin dan Sukresno. 2007).

Limpasan atau debit aliran sungai tersebut dapat diukur dengan menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recording). Alat ukur inilah yang berperan dalam pencatatan yang diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat dibidang hidrologi maupun hidrometeorologi. Keakuratan informasi ditunjang dari jumlah AWLR yang tersebar merata pada DAS yang semestinya terpasang AWLR, namun alat yang demikian ini sangat sulit didapat, selain harganya cukup tinggi alat ukur ini tidak begitu dikembangkan sehingga dalam pengadaannya masih menggunakan produk impor.

Keadaan lingkungan yang berubah secara ekstrim dan kurangnya alat yang tersedia sekarang ini, mengakibatkan pengkajian sifat DAS kurang optimal. Pada kenyataannya, dalam pengukuran Tinggi Muka Air dapat menggunakan suatu alat yang sederhana dengan harga murah serta didukung dengan teknologi yang cukup memadai sehingga instalasi alat dapat lebih banyak dan memberikan keakuratan data yang cukup tinggi.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengembangkan alat ukur tinggi muka air dengan menggunakan kawat resistansi (Resistance Wire).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran Sungai

Aliran sungai sepanjang tahun yang dipengaruhi oleh distribusi presipitasi digambarkan dalam grafik. Hidrograf pada sungai kecil yang terutama berasal dari curah hujan memiliki bentuk grafik tidak teratur karena aliran langsung sehingga terjadi aliran puncak-puncak banjir saat keadaan hujan lebat dalam satuan hari.

Stasiun pada penempatan jauh di hilir memiliki laju kenaikan dan penurunan grafik lebih lambat, puncak-puncak tertinggi dihasilkan saat curah hujan dengan intensitas tinggi dengan durasi mingguan hingga bulanan. Dalam keadaan banjir dengan debit sungai yang lebih maka terjadi perubahan tinggi muka air yang sangat cepat, perubahan grafik puncak hidrograf akan sangat tajam dan pada keadaan setelah banjir terjadi penurunan grafik hidrograf dengan durasi yang lebih lama daripada saat awal banjir.

2.2 Hidrograf

Hidrograf adalah suatu diagram yang mengambarkan variasi debit sungai atau tinggi muka air menurut waktu (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Menurut Harto (1993) hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.

Gambar 1 Hidrograf daerah Playa, Australia Selatan Sumber www.emporia.edu

(46)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyaknya perubahan fisik lingkungan yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang menjadi masalah apabila sudah mengganggu kehidupan manusia. Salah satu contoh kejadian ekstrim seperti banjir atau kekeringan yang disebabkan oleh Perubahan dalam proses daur hidrologi akibat degradasi DAS, perubahan tata guna lahan (land use) serta aktifitas manusia dll.

Banjir terjadi saat debit aliran air sungai (limpasan) yang secara relatif lebih besar dari biasanya/normal. Kejadian tersebut diakibat oleh hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya (Paimin dan Sukresno. 2007).

Limpasan atau debit aliran sungai tersebut dapat diukur dengan menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recording). Alat ukur inilah yang berperan dalam pencatatan yang diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat dibidang hidrologi maupun hidrometeorologi. Keakuratan informasi ditunjang dari jumlah AWLR yang tersebar merata pada DAS yang semestinya terpasang AWLR, namun alat yang demikian ini sangat sulit didapat, selain harganya cukup tinggi alat ukur ini tidak begitu dikembangkan sehingga dalam pengadaannya masih menggunakan produk impor.

Keadaan lingkungan yang berubah secara ekstrim dan kurangnya alat yang tersedia sekarang ini, mengakibatkan pengkajian sifat DAS kurang optimal. Pada kenyataannya, dalam pengukuran Tinggi Muka Air dapat menggunakan suatu alat yang sederhana dengan harga murah serta didukung dengan teknologi yang cukup memadai sehingga instalasi alat dapat lebih banyak dan memberikan keakuratan data yang cukup tinggi.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengembangkan alat ukur tinggi muka air dengan menggunakan kawat resistansi (Resistance Wire).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran Sungai

Aliran sungai sepanjang tahun yang dipengaruhi oleh distribusi presipitasi digambarkan dalam grafik. Hidrograf pada sungai kecil yang terutama berasal dari curah hujan m

Gambar

Gambar 43. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air PDAM)
Gambar 2 Contoh Penempatan Staff Gauge            Sumber http://www.rifls.org/detail.asp?siteId=13
Gambar 6. Alat Ukur TMA Jenis Rol
Gambar 8 AWLR   Richard
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya kadar logam tersebut dalam air reservoir sangat tinggi sehingga metode analisis yang tepat sangat diperlukan.. Pada kegiatan ini kolorimetri digunakan karena

Pada umumnya kadar logam tersebut dalam air reservoir sangat tinggi sehingga metode analisis yang tepat sangat diperlukan. Pada kegiatan ini kolorimetri digunakan karena

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini ada empat pengujian yaitu pengujian sensor HC-SR04, pengujian level ketinggian air, pengujian pengiriman data dan

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk RANCANG BANGUN ALAT UKUR KETINGGIAN AIR PADA WADAH BERBASIS ARDUINO UNO MENGGUNAKAN BAZZER DAN SENSOR

Untuk itu dirancanglah sebuah alat ukur panjang yang memanfaatkan gelombang ultrasonic dari sensor HC-SR04 yang akan membantu mengurangi kesalahan nilai akhibat

Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan hasil pengujian yang telah dilakukan untuk mengetahui pembacaan nilai Sensor Ultrasonik pada Serial Monitor Arduino dan

Skripsi berjudul Pengembangan Sensor Voltammetri Oksigen Terlarut dengan Elektroda Kerja Platina dan Emas Menggunakan Larutan Elektrolit Asam Sulfat telah diuji dan disahkan

PENUTUP Simpulan Penelitian yang berjudul "Sistem Monitoring Hidroponik Berbasis IoT dengan Sensor Suhu, pH, dan Ketinggian Air Menggunakan ESP8266" membahas tentang penggunaan