PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) UMUR 21 SAMPAI
DENGAN 42 HARI YANG MENDAPATKAN BAHAN PAKAN
TAMBAHAN KEMANGI (Ocimum basilicum) KERING
SKRIPSI
HARRY CHAKRA MAHENDRA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
HARRY CHAKRA MAHENDRA. D14101066. 2005. Pertumbuhan Mencit (Mus musculus) Umur 21 sampai dengan 42 Hari yang Mendapatkan Bahan Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Hj. Sri Supraptini Mansjoer Pembimbing anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc
Tanaman kemangi (Ocimum basilicum) merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat obat. Komposisi kimia tanaman ini cukup lengkap dan beberapa diantaranya berguna bagi tubuh, seperti Boron dan Stigmasterol yang dapat mempengaruhi hormon-hormon reproduksi. Penelitian ini untuk mempelajari pola pertumbuhan mencit (Mus musculus) lepas sapih sampai dengan dewasa yang diberikan tambahan bahan pakan kemangi kering.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan Genetika ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, dimulai pada pertengahan Juli sampai dengan awal September 2005.
Hewan percobaan yang digunakan sebagai induk yaitu sebanyak 30 ekor jantan dan 60 ekor betina lepas sapih, dengan jumlah anak sapih 150 ekor jantan dan 136 ekor betina yang dibagi kedalam tiga taraf perlakuan yaitu pemberian kemangi kering sebesar 0, 2,5 dan 5,0%. Masing-masing perlakuan terdiri atas 10 kandang, satu kandang berisi 1 ekor jantan dan 2 ekor betina. Pakan diberikan setiap hari sekitar pukul 15.00-17.00 WIB. Peubah yang diamati yaitu bobot sapih, bobot dewasa kelamin, pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi pakan, konversi pakan dan mortalitas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial 3x2 serta uji lanjut Tukey dan T-Student.
Pemberian kemangi kering sebesar 5,0% memiliki rataan bobot sapih, bobot 42 hari, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan yang lebih tinggi dari taraf perlakuan 0 dan 2,5%. Konversi pakan pada taraf perlakuan 2,5% lebih baik daripada taraf perlakuan 0 dan 5,0%.
Mencit jantan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi daripada betina pada perlakuan 5,0%. Pertambahan bobot badan mencit jantan lebih tinggi dari betina di hari ke 30 dan 36 pada perlakuan 2,5% dan di hari ke 36 pada perlakuan 0 dan 5,0%. Bobot badan umur 42 hari mencit jantan lebih tinggi dari betina ada semua taraf perlakuan. Konsumsi mencit jantan pada taraf perlakuan 0 dan 2,5% pada minggu ke-3 dan 5,0% pada minggu ke-2 lebih tinggi daripada betina.
ABSTRACT
The Growth of 21 up to 42 Days Old Mice (Mus musculus) Supplemented With Dry Ocimum basilicum
Mahendra, H. C., S. S. Mansjoer and C. Sumantri
PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) UMUR 21 SAMPAI
DENGAN 42 HARI YANG MENDAPATKAN BAHAN PAKAN
TAMBAHAN KEMANGI (Ocimum basilicum) KERING.
HARRY CHAKRA MAHENDRA
D14101066
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) UMUR 21 SAMPAI
DENGAN 42 HARI YANG MENDAPATKAN BAHAN PAKAN
TAMBAHAN KEMANGI (Ocimum basilicum) KERING
Oleh
HARRY CHAKRA MAHENDRA
D14101066
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 8 Mei 2006
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Sri Supratini Mansjoer
NIP: 130 354 159
Pembimbing anggota
Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP: 131 624 187
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 1983 dari pasangan Bapak M. Suyatno dan Ibu Wiji Lestari, Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Sekar Melati, Depok, pada tahun 1989. Pendidikan dasar di SDN Sukamaju Baru II, Depok, diselesaikan pada tahun 1995. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan di SMPN I Cimanggis, Depok, pada tahun 1998. Pendidikan menengah umum di selesaikan di SMUN 2 Depok pada tahun 2001.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak kemudahan dan melimpahkan Karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pertumbuhan Mencit (Mus musculus) Umur 21 sampai dengan 42 Hari yang Mendapatkan Bahan PakanTambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering”. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir jaman.
Skripsi ini merupakan penelitian dasar tentang penggunaan kemangi (Ocimum basilicum) dalam bentuk kering dalam pakan. Hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan pertumbuhan mencit yang mendapatkan kemangi lebih baik daripada dengan pemberian pakan biasa. Kemangi diharapkan menjadi salah satu alternatif pakan yang efektif dan efisien.
Semoga skripsi ini mampu memberikan sumbangsih bagi kemajuan dunia peternakan.
Bogor, Juni 2006
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Mencit (Mus musculus) ... 3
Konsumsi Pakan dan Minum Mencit ... 4
Konversi Pakan ... 4
Pertumbuhan ... 4
Bobot Sapih ... 5
Dewasa Kelamin ... 5
Kemangi (Ocimum basilicum) ... 6
Pengeringan Kemangi ... 9
METODE ... 10
Waktu dan Tempat ... 10
Materi ... 10
Alat ... 10
PROSEDUR ... 11
Identifikasi Mencit ... 10
Pembuatan Ransum ... 12
Pelaksanaan Penelitian ... 12
Peubah yang Diamati ... 12
Rancangan Percobaan ... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
Pakan Penelitian ... 15
Kemangi Kering ... 15
Nilai Gizi Pakan ... 15
Pertumbuhan ... 17
Bobot Sapih ... 17
Pertumbuhan Badan ... 18
Pertambahan Bobot Badan ... 22
Bobot Badan Umur 42 Hari ... 27
Konsumsi Pakan ... 29
Konversi Pakan ... 31
Analisis Penggunaan Kemangi ... 33
SIMPULAN DAN SARAN ... 34
Simpulan ... 34
Saran ... 34
UCAPAN TERIMA KASIH ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sifat Biologis Mencit ... 3 2. Komposisi Nilai Gizi Daun Kemangi Per 100 g Bahan Kering ... 7 3. Komponen Kimia Kemangi ... 8 4. Kandungan Gizi Pakan Komersil dan Pakan dengan Taraf Perlakuan
0, 2,5 dan 5,0% ... 15 5. Ketersediaan Komponen Gizi pada Pakan dengan Taraf Perlakuan
0, 2,5 dan 5,0% ... 16 6. Rerata Bobot Sapih Anak Mencit Jantan dan Betina Umur 21 Hari
dari Induk yang Mendapatkan Bahan Pakan Tambahan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 17 7. Rerata Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan Umur 21 –42
Hari yang Mendapatkan Bahan Pakan Tambahan Kemangi
Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 22 8. Rerata Pertambahan Bobot Badan Mencit Betina Umur 21-42
Hari yang Mendapatkan Bahan Pakan Tambahan Kemangi
Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 23 9. Rerata Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Umur 42 Hari
yang Mendapatkan Bahan Pakan Kemangi Kering
Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 28 10. Rerata Konsumsi Pakan Mencit Jantan dan Betina Umur 21-42 Hari
yang Mendapatkan Bahan Pakan Tambahan Kemangi Kering
Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 30 11. Rerata Konversi Pakan Mencit Jantan dan Betina Umur 21-42 Hari
yang Mendapatkan Bahan Pakan Tambahan Kemangi Kering
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Sistem Identifikasi Mencit Dewasa ... 11 2. Sistem Identifikasi Anak Sepelahiran ... 11 3. Skema Penelitian ... 14 4. Grafik Pertumbuhan Mencit Jantan Umur 21-42 Hari yang
Mendapatkan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 19 5. Grafik Pertumbuhan Mencit Betina Umur 21-42 Hari yang
Mendapatkan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 20 6. Grafik Pertumbuhan Mencit Jantan dan BetinaUmur 21-42 Hari
yang Mendapatkan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0% .... 21 7. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina
Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 0% ... 24 8. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina
Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 2,5% ... 25 9. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Bobot Sapih Anak Mencit Jantan dan Betina dari
Induk yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi Kering ... 39 2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Sapih Mencit
Jantan ... 39 3. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Sapih Mencit
Betina ... 40 4. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 24 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 40 5. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 27 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 40 6. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 30 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 40 7. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 33 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 41 8. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 36 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 42 9. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 39 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 43 10. Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit Jantan dan Betina
Umur 42 Hari yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi
Kering ... 43 11. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan 0% terhadap Bobot Sapih
Mencit Jantan Umur 24 sampai 42 Hari ... 43 12.Rekapitulasi Uji Lanjut Tukey Pertambahan Bobot Badan Mencit
Jantan Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 0% ... 44 13.Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan 2,5% terhadap Bobot Sapih
Mencit Jantan Umur 24 sampai 42 Hari ... 44 14.Rekapitulasi Uji Lanjut Tukey Pertambahan Bobot Badan Mencit
Jantan Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 2,5% .... 44 15.Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan 5,0% terhadap Bobot Sapih
Mencit Jantan Umur 24 sampai 42 Hari ... 44 16.Rekapitulasi Uji Lanjut Tukey Pertambahan Bobot Badan Mencit
17.Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan 0% terhadap Bobot Sapih
Mencit Betina Umur 24 sampai 42 Hari ... 45
18.Rekapitulasi Uji Lanjut Tukey Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 0% ... 45
19. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan 2,5% terhadap Bobot Sapih Mencit Betina Umur 24 sampai 42 Hari ... 45
20. Rekapitulasi Uji Lanjut Tukey Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 2,5%.... 45
21.Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan 5,0% terhadap Bobot Sapih Mencit Betina Umur 24 sampai 42 Hari ... 46
22. Rekapitulasi Uji Lanjut Tukey Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan Umur 24-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering 5,0%.... 46
23. Analisis Ragam Bobot Umur 42 Hari Mencit Jantan dan Betina yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi Kering ... 46
24. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Mencit Jantan dan Betina Minggu Pertama yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi Kering ... 47
25. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Mencit Jantan dan Betina Minggu Kedua yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi Kering ... 47
26. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Mencit Jantan dan Betina Minggu Ketiga yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi Kering ... 47
27. Rekapitulasi Uji t-Student Konsumsi Mencit Jantan dan Betina tiap Minggu yang Mendapatkan Kemangi Kering ... 47
28. Analisis Ragam Konversi Pakan Mencit Jantan dan Betina yang Mendapatkan Pakan Tambahan Kemangi Kering ... 48
29. Perhitungan Biaya Pakan dengan Tambahan Kemangi Kering sebesar 0, 2,5 dan 5,0% ... 48
30. Identifikasi Mencit Lepas Sapih. ... 49
31. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian. ... 49
32. Penempatan Kandang dalam Ruang Penelitian. ... 50
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap peternak yang mendirikan usaha peternakan mengharapkan usahanya
maju. Kemajuan usaha ini tidak terlepas dari tiga hal yakni manajemen peternakan
yang baik, pembibitan yang terarah dan pakan yang berkualitas. Pakan yang
berkualitas akan dapat memperbaiki performa dan meningkatkan produksivitas
ternak. Banyak penelitian yang dilakukan guna mendapatkan produk pakan yang
memiliki palatabilitas yang baik, lengkap kandungan nutrisinya dan murah.
Pemberian pakan dengan tambahan tanaman yang diduga memiliki efek tertentu bagi
peningkatan produksi ternaknya juga lazim dilakukan oleh peternak.
Pemberian kemangi (Ocimum basilicum) salah satu upaya untuk
meningkatkan daya hidup, daya reproduksi dan penampilan ternak. Kemangi
merupakan salah satu tanaman yang mudah diperoleh serta dipercaya mampu
mengobati beberapa penyakit dan gangguan dalam tubuh antara lain melancarkan
peredaran darah, mengatasi gangguan pencernaan, diare, radang usus, peluruh air
seni (diuretik) dan peluruh ASI. Efek ini umumnya akan meningkatkan kesehatan,
yang salah satu indikatornya adalah pertumbuhan yang baik.
Mencit merupakan hewan yang biasa digunakan sebagai hewan model untuk
percobaan laboratorium, karena kemudahan pengelolaan, produksi dan reproduksi
tinggi, secara fisiologi menyerupai mamalia besar. Pertumbuhan yang baik pada
mencit akan dapat meningkatkan daya hidup, daya reproduksi dan penampilannya.
Pertumbuhan lepas sapih sampai dewasa merupakan periode pertumbuhan yang tidak
lagi dipengaruhi oleh susu induknya karena pada masa ini pakan menjadi salah satu
faktor yang turut mempengaruhi besarnya pertumbuhan mencit.
Lepas sapih merupakan fase anak mencit tidak lagi disusui oleh induknya.
Anak mencit mulai disapih saat mencapai umur 3 minggu dengan bobot 10-12 g.
Pada umur ini anak mencit jantan sudah mulai memperlihatkan keagre-sifannya bila
ada mencit jantan lain didekatnya dan mulai terlihat tingkah laku observasi.
Sedangkan dewasa kelamin merupakan fase persiapan reproduksi. Pada fase ini
pertumbuhan kelamin sekunder mulai terlihat. Mencit jantan sering menaiki
punggung betina dan mencit betina seperti mengeluarkan senyawa tertentu sehingga
Pemberian bahan pakan kemangi (Ocimum basilicum) kering pada pakan mencit merupakan salah satu bentuk penelitian yang dijalankan untuk mendapatkan
pengaruh kemangi kering terhadap pertumbuhan anak mencit lepas sapih sampai
dewasa.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pola pertumbuhan
mencit umur 21 sampai dengan 42 hari yang diberi bahan tambahan pakan kemangi
(Ocimum basilicum) dalam bentuk kering pada taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0%.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peternak mencit dalam
meningkatkan produksi dan dapat menambah bahan pustaka tentang khasiat kemangi
bagi ternak mamalia dengan menggunakan mencit sebagi hewan modelnya.
Hipotesis
Pemberian daun kemangi (Ocimum basilicum) kering yang mengandung zat
perangsang pertumbuhan akan mempengaruhi pertumbuhan mencit umur 21 sampai
TINJAUAN PUSTAKA
Mencit ( Mus musculus )
Menurut Arrington (1972), mencit (Mus musculus) termasuk filum Chordata,
kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, genus Mus dan spesies Mus
musculus dan paling banyak digunakan sebagai hewan laboratorium dengan kisaran 40-80% dikarenakan biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal, efisien dalam waktu,
kemampuan reproduksi yang tinggi pada waktu singkat dan sifat genetik yang dapat
dibuat seseragam mungkin dalam waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan
ternak yang lebih besar. Sifat biologis mencit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit
Kriteria (satuan) Keterangan
Lama hidup (tahun)
Lama produksi ekonomis (bulan)
Lama bunting (hari)
Kawin sesudah beranak (hari)
Umur disapih (hari)
Umur dewasa (hari)
20-40 jantan; 18-35 betina
0,5-1,0
6-15
1
Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
Inglis (1980) menambahkan hewan ini memiliki jumlah anak yang banyak
per kelahiran, sifat produksi dan reproduksi yang menyerupai mammalia besar dan
pengelolaannya yang mudah. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan mencit
merupakan binatang prolifik. Kelahiran anak mencit biasanya berlangsung satu
sampai empat jam. mencit betina mengelompokkan semua anaknya setelah anak
Konsumsi Pakan dan Minum Mencit
McKeown (2005), konsumsi pakan mencit bervariasi tergantung pada
kualitas pakan yang diberikan, umur dan kesehatan mencit, temperatur lingkungan
dan panjang hari. Menurut Church dan Pond (1988), palatabilitas merupakan faktor
penting yang menentukan tingkat konsumsi pakan. Palatabilitas dipengaruhi oleh
bentuk, bau, rasa, tekstur dan suhu makanan. Houpt dan Wolski (1982), faktor yang
menurunkan konsumsi pakan antara lain: suhu lingkungan yang tinggi, level estrogen
dalam tubuh yang tinggi, ketidakseimbangan konsumsi asam amino, dan kondisi
saluran.
Aalas (2005) menyatakan, seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan
5-10 g setiap hari. Sedangkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) seekor mencit
dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g /hari. Mencit bunting atau menyusui
memerlukan pakan yang lebih banyak. Pakan yang sering digunakan adalah pakan
ayam dengan kandungan protein 20-25%, lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5%
dan abu 4-5%. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa air minum yang
di-perlukan oleh setiap ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4-8 ml.
Konversi pakan
Konversi ransum merupakan perbandingan jumlah konsumsi pada periode
tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut (Rasyaf, 1999).
Pendapat lain menyatakan konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah
ransum yang dibutuhkan ternak untuk menghasilkan satu satuan nilai produksi
(Wahju, 1977). Tujuan utama pemberian pakan menurut Blakely dan David (1991)
untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat dengan jumlah pakan yang
paling sedikit serta hasil yang memuaskan.
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan proses perubahan ukuran tubuh (volume tubuh) dari
kecil menjadi besar yang bersifat irreversibel akibat pertambahan jumlah dan volume
sel (Baseri. 1990) senada dengan yang dinyatakan oleh Sugito (2001) yakni proses
pertambahan ukuran fisik individu atau organ yang mencakup pertambahan jumlah
sel, volume, jenis maupun subtansi sel yang terkandung didalamnya dan bersifat tak
Pertumbuhan biasanya diukur dengan bertambahnya bobot hidup yang
didiringi dengan perubahan ukuran tubuh, dimulai setelah konsepsi hingga dewasa
tubuh. Kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid jika didukung oleh pakan dan kondisi
optimum (Anggorodi, 1994). Rataan pertambahan bobot persatuan waktu disebut
dengan laju pertumbuhan (Bogart, 1977). Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan
dengan bertambahnya bobot hidup dan ukuran tubh sebagai refleksi dari kecukupan
konsumsi pakan untuk metabolisme tubuh (Lebas et al.,1986). Penelitian Sudono
(1981) melaporkan bahwa laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada saat umur
29 hari, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 0,55 dan 0,50 g/hari. Smith
dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kecepatan tumbuh rata-rata seekor
mencit 1 g/hari.
Bobot Sapih
Bobot sapih adalah bobot badan hewan saat dipisahkan dari induknya
(disapih). Besarnya bobot sapih tergantung pada jenis kelamin, bobot badan induk,
umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak,
kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan serta suhu lingkungan (Hafez dan
Dyer, 1969). Pertumbuhan lepas sapih merupakan selisih antara bobot dewasa
dengan bobot sapih yang dibandingkan dengan jumlah hari pada periode tersebut.
Pertumbuhan pada mencit jantan lebih cepat dibandingkan mencit betina
(Bogart, 1977). Bobot sapih mencit berkisar antara 18-20 g dan anak mencit dapat
disapih pada umur 21 hari (Smith dan Mangkowidjojo, 1988). Pendapat lain
menyatakan bahwa bobot mencit berkisar antara 10-12 g (Malole dan Pramono,
1989). Menurut Inglis (1980), penyapihan sebaiknya dilakukan saat umur sapih agar
pertumbuhan anak tidak terhambat.
Dewasa Kelamin
Dewasa kelamin atau pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu
organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang-biakan dapat terjadi. Pada
hewan jantan pubertas ditandai oleh kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan
sperma disamping perubahan-perubahan kelamin sekunder lain. Pada hewan betina
Tomaszewska (1991), menyatakan bila ternak jantan telah menghasilkan
spermatozoa hidup dalam semennya dan dapat mengawini sedangkan ternak betina
menunjukkan tanda-tanda birahi, tingkah laku kawin dan ovulasi maka dapat
dikatakan telah dewasa kelamin. Menurut Malole dan Pramono (1989), dewasa
kelamin dipengaruhi oleh galur, tingkat pertumbuhan dan kualitas nutrisi dan dapat
dikawinkan pada umur 50 hari dengan bobot badan 20-30 g. Pada umur 6-9 minggu
mencit telah mengalami dewasa kelamin (Aalas, 2005) dan dapat dikawinkan pada
umur 8 minggu dengan bobot dewasa sebesar 20-40 g untuk jantan dan 18-35 untuk
betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Kemangi (Ocimum basilicum)
Kemangi (Ocimum basilicum) memiliki sejarah yang menarik, tanaman jenis
ini pernah menjadi tanaman kerajaan di Prancis dan Italia. Bunga dari tanaman ini
dipilih untuk menyatakan cinta, sedangkan di India tanaman ini merupakan salah
satu tanaman disucikan yang digunakan untuk upacara-upacara keagamaan. Kemangi
dalam taksonomi tanaman termasuk ke dalam marga Ocimum yang memiliki
50-150 jenis yang tersebar dari daerah tropis Asia, Afrika sampai Amerika tengah
dan Amerika selatan. Dari sekian banyak jenis Ocimum tersebut, memang hanya
beberapa yang telah menjadi komoditas komersial, di antaranya yaitu jenis Ocimum
basilicum, Ocimum sanctum, Ocimum gratisimum, Ocimum americanum, dan beberapa jenis lainnya. (Adnyana dan Firmansyah, 2006)
Kemangi (Ocimum basilicum) termasuk famili Labiatae, spesies Ocimum
basilicum. Kemangi memiliki beberapa nama latin seperti Ocimum africanum (Lour),
Ocimum canum dan Ocimum brachiatum (Blume) (Tindall, 1983). Nama lokal yang umum dikenal yaitu kemangi (Jawa) dan surawung (Sunda) (Gunawan, 2004). Kata
Tabel 2. Komposisi Nilai Gizi Daun Kemangi per 100 gram Bahan Kering
Nilai gizi Daun kemangi
Kalori (kal)
Sumber : Leung, Butrum dan Chang (1972)
Komposisi yang terkandung dalam kemangi semuanya penting bagi tubuh.
Perry dkk (2003) menyatakan ada tiga fungsi dasar nutrisi dalam tubuh yaitu sebagai
bahan baku pembentukan dan pemeliharaan struktur tubuh, sumber energi untuk
produksi panas, kerja dan/atau deposisi lemak dan regulator dalam tubuh.
Apotik2000.net (2006) menyatakan betakaroten dan tokoferol dikenal sebagai
senyawa antioksidan yang ampuh mencegah penyakit. Di dalam tubuh, kedua
senyawa itu mampu menetralisir zat-zat radikal bebas pemicu beragam penyakit,
memperlambat berlangsungnya penumpukan flek pada arteri sehingga aliran darah,
baik kejantung maupun ke otak, bias berlangsung lancar, tanpa sumbatan. Ia juga
mampu meningkatkan kekebalan tubuh karena interaksi vitamin A dengan protein
(asam amino) yang berperan dalam pembentukan antibody.
Perry dkk (2003), kalsium dan phospor saling berkaitan, kalsium ekstraselular
esensial untuk pembentukan kerangka tubuh, transmisi impuls syaraf, merangsang
kontraksi otot rangka dan kardiak, pembungkus darah (blood clotting) dan sebagai
komponen susu. Semua transaksi energi dalam tuibuh berkaitan dengan
pembentukan atau pemecahan ikatan berenergi tinggi yang terkait dengan oksidasi
Tabel 3. Komponen Kimia Kemangi
Komponen kimia Bagian tanaman Kegunaan
1,8-Sineol Seluruh bagian Anestesi (pati rasa), membantu mengatasi ejakulasi premature, anti kholinesterase, perangsang aktivitas syaraf pusat, melebarkan pembuluh kapiler (merangsang ereksi).
Anetol Seluruh bagian Merangsang hormon estrogen, merangsang faktor kekebalan tubuh, merangsang keluarnya ASI.
Apigenin Seluruh bagian Melebarkan pembuluh darah, mencegah
penjendalan darah, melancarkan sirkulasi darah, penekan syaraf pusat.
Arginina Daun Memperkuat daya tahan hidup sperma,
mencegah kemandulan, menurunkan gula darah.
Asam aspartat Daun Perangsang syaraf, analeptik
Boron Seluruh bagian Merangsang keluarnya hormon androgen dan hormon estrogen, mencegah pengeroposan tulang.
Eriodiktiol Daun Merangsang peremajaan sel.
Eugenol Daun Mencegah ejakulasi premature, anestetik,
mematikan jamur penyebab keputihan.
Farnesol Seluruh bagian Feromon, parfum, merangsang regenerasi sel normal pada pergantian kulit.
fenkhona Seluruh bagian Melebarkan pembuluh darah kapiler,
antikholinesterase.
Germakrena-D Seluruh bagian Feromon.
asam p-kumarat Daun Antifertilitas, penghambat sintesis prostaglandin.
Stigmasterol Seluruh bagian Merangsang hormon estrogen, menurunkan kolesterol, merangsang terjadinya proses ovulasi, bahan baku hormon steroid.
Tannin Kultur jaringan-
tanaman
Mengurangi sekresi cairan pada liang vagina.
Seng Daun Anti-impotensi, merangsang keluarnya hormon
testosteron, merangsang kekebalan tubuh.
Tabel 3 memperlihatkan beberapa komponen kimia yang di duga
mempe-ngaruhi pertumbuhan. Kemangi mempunyai komponen kimia yang cukup lengkap
dan memiliki fungsi yang cukup beragam terhadap pertumbuhan dalam tubuh.
Pengaruh komponen kimia kemangi, seperti stigmasterol (fitosterol) dapat
menurun-kan kadar kolesterol dalam darah sehingga aliran darah tidak tersumbat. Menurut
Silalahi (2005), khasiat fitosterol telah lama diketahui dan telah digunakan sebagai
salah satu obat untuk menurunkan kolesterol pada pengobatan selama lebih dari
sepuluh tahun. Kesulitan pemakaiannya ialah kelarutannya yang rendah. Kesulitan
ini dapat diatasi setelah dibuat dalam bentuk esternya dengan dengan asam lemak
sehingga lebih mudah larut didalam lemak dan akan terhidrolisis menjadi
komponennya di dalam usus sebanyak 90%. Hunt (2004) menyatakan bahwa Boron
penting untuk pereaksi enzim, sel membran, memetabolis mineral lain dan vitamin
D, memodulasi hormon-hormon steroid, mencegah kelainan tulang (arthritis,
osteoarthritis dan osteoporosis) dan mendukung kerja fungsi otak.
Pengeringan Kemangi
Pengeringan adalah operasi kompleks yang melibatkan transfer panas dan
massa bersamaan dengan beberapa tingkat pemrosesan seperti perubahan fisik dan
kimia yang menyebabkan perubahan terhadap kualitas produk. Pengeringan terjadi
akibat penguapan cairan dengan pengiriman energi panas kepada bahan segar. Panas
dapat dihasilkan dari konveksi (pemanasan langsung), konduksi (pemanasan tidak
langsung) dan radiasi (Mujumdar, 2003). Selama pengeringan akan terjadi
peru-bahan warna, penampilan, bau, kandungan mikroba, kandungan nutrisi dan vitamin.
Perubahan warna terjadi karena adanya oksidasi enzim polifenoloksidase yang akan
mengubah warna menjadi coklat (reaksi Maillard), kandungan air yang tinggi dan
temperatur produk yang rendah saat pengeringan awal akan menimbulkan reaksi
enzimatis yang akan menghilangkan beberapa vitamin seperti oksidasi asam askorbat
akan menghilangkan vitamin C, oksidasi tokopherol akan menghilangkan vitamin E
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan Juli sampai dengan September 2005.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Pemuliaan dan Genetika
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor.
Materi
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini mencit (Mus musculus) berumur
21 hari yang terdiri dari 150 ekor jantan dan 136 ekor betina yang berasal dari hasil
penelitian sebelumnya. Mencit diperoleh dari Bagian Ilmu Pemuliaan dan Genetika
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.
Pakan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri atas ransum ayam
peranggang fase starter dan kemangi kering. Ransum ayam peranggang yang
digunakan berbentuk crumble dengan kandungan protein 22% (kode produksi
CP-511 B). Kemangi yang ditambahkan berupa tepung yakni sebesar 0, 2,5 dan
5,0% dari bobot kering pakan total, sedangkan air untuk minum disediakan secara
ad libitum.
Alat
Kandang yang digunakan dalam penelitin ini sebanyak 30 buah yang
masing-masing berukuran 30x25x11 cm dan diberi alas berupa sekam padi yang masih baru
dan bersih. Tempat pakan yang digunakan berupa mangkok kecil yang terbuat dari
plastik. Tempat minum mencit menggunakan botol yang terbuat dari kaca atau
plastik yang telah dilengkapi dengan pipa penyedot.
Alat-alat lain yang digunakan antara lain timbangan Dial O-Gram merek
O-Haus yang digunakan untuk menimbang bobot badan mencit dan juga untuk
pakan. Label untuk memberi nomor pada kandang dan gunting untuk menomori
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
20 30 40 50 11
Prosedur Penelitian
Identifikasi Mencit
Mencit diidentifikasikan berdasarkan urutan kelahiran dengan cara menomori
kandang dan daun telinga mencit. Identifikasi pada daun telinga: nomor satuan di
sebelah kanan dan puluhan di sebelah kiri. Identifikasi pada anak sepelahiran
dilakukan pada penelitian sebelumnya, melalui nomor yang dibuat dengan
memotong kuku jari kakinya. Pemotongan dimulai pada kuku jari kaki sebelah kanan
kemudian kiri untuk anak sepelahiran kurang dari sembilan dan diteruskan ke kuku
jari kaki kanan belakang untuk anak sepelahiran lebih dari sama dengan sembilan.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Sistem Identifikasi Mencit Dewasa
1 2 3 4
5 6
7 8
9 10 11 12
13 14
15 16
Kaki Depan Kaki Belakang
Kiri Kanan Kiri Kanan
Pembuatan Ransum
Ransum penelitian merupakan campuran antara pakan peranggang dengan
kemangi kering. Kemangi kering dibuat dengan prosedur sebagai berikut: daun dan
batang kemangi dijemur di tempat terbuka sampai kering (matahari) selama 3-4 hari,
kemudian daun dan batang dipotong kecil (2-5 cm) . Kemangi yang telah dipotong
menjadi bagian yang lebih kecil digiling terlebih dahulu sampai menjadi tepung
kemudian dicampur dengan pakan ayam peranggang yang juga digiling dengan
ukuran yang sama seperti kemangi (±2 mm). Campuran kemangi dan pakan
peranggang yang telah homogen tersebut kemudian diberikan pada mencit sesuai
dengan taraf perlakuannya yakni dengan kandungan kemangi 0, 2,5 dan 5,0%
berdasarkan bahan kering pakan dan mempertimbangkan besarnya kadar air kemangi
dengan cara mengalikan berat pakan yang diberikan dengan persentase kadar air.
hasil analisis proksimat.
Pelaksanaan Penelitian
Mencit lepas sapih yang dijadikan induk berjumlah 60 ekor betina dan 30
ekor jantan yang dibagi ke dalam tiga macam taraf perlakuan yaitu 0, 2,5 dan 5,0%.
Masing masing perlakuan terdiri atas 10 kandang dan dalam satu kandang terisi satu
ekor jantan dan dua ekor betina. Mencit betina yang bunting dipisahkan dari mencit
jantan sampai dengan mencit tersebut beranak dan anaknya mencapai umur lepas
sapih (21 hari). Anak-anak mencit yang sudah mencapai umur lepas sapih
dipi-sahkan dari induknya dan ditempatkan kedalam kandang yang berbeda antara jantan
dan betina. Isi kandang tergantung pada rasio jantan dan betina anak sepelahiran,
waktu kelahiran, dan perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang diberikan adalah
pemberian kemangi kering sebesar 0 (100% pakan komersil + 0% kemangi kering),
2,5 (97,5,0% pakan komersil + 2,5% kemangi kering) dan 5,0% (95,0% pakan
komersil + 5,0% kemangi kering), sama seperti induknya. Anak mencit lepas sapih
mulai diambil datany,a saat dipisahkan dari induknya sampai dengan umur 42 hari.
Pemberian ransum dilakukan mulai pada pukul 16.00.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada anak mencit lepas sapih ini meliputi bobot sapih, ,
pertambahan bobot badan, bobot badan umur 42 hari, konsumsi dan konversi
1. Bobot sapih yaitu bobot badan mencit yang ditimbang saat lepas sapih (umur
21 hati), satuan ukuran yang digunakan g/ekor
2. Pertambahan bobot badan yaitu selisih antara bobot badan minggu tertentu
dengan minggu sebelumnya. Pengukurannya dilakukan dengan cara
menim-bang mencit secara berkala yakni tiga hari sekali dengan satuan g/ekor/hari)
3. Bobot umur 42 hari yaitu bobot badan yang ditimbang saat mencit memasuki
dewasa kelamin, satuan ukuran yang digunakan g/ekor
4. Konsumsi ransum yaitu besarnya konsumsi pakan mencit selama 24 jam.
diukur dengan cara menghitung selisih antara jumlah pakan awal yang
diberikan dengan sisa pakan pada tempat pakan, satuan ukuran yang
digunakan g/ekor
5. Konversi ransum yaitu suatu nilai yang menunjukan tentang berapa banyak
pakan yang diperlukan (g) untuk mendapatkan pertambahan bobot badan
sebesar 1 g. Perhitungannya dengan membagi jumlah konsumsi (g/ekor)
dengan pertambahan obot badan (g/ekor).
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap pola faktorial tersarang 3x2. Faktor perlakuan yang pertama adalah
pemberian pakan dan yang kedua adalah jenis kelamin mencit.
Model Matematik yang digunakan sebagai berikut
Yijk = µ + αi + β(α)ij + εijk (Kaps dan lamberson, 2004)
Keterangan : Yijk = data pengamatan,
μ = nilai tengah populasi,
αi = pengaruh perbedaan taraf kemangi,
βj = pengaruh perbedaan jenis kelamin mencit dalam perrlakuan,
εijk = pengaruh galat dari satuan percobaan,
i = taraf kemangi (0, 2,5, dan 5,0%),
j = jenis kelamin mencit (jantan, betina),
k = ulangan (1,2,3…, 10).
Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis ragam (ANOVA) kemudian
untuk jenis kelamin dalam perlakuan dengan hasil analisis yang berbeda nyata
sehingga besarnya taraf perbedaan antar perlakuan dapat diketahui.
Skema Penelitian
Skema penelitian pemberian kemangi kering menjelaskan secara singkat
tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian. Skema ini dapat dilihat pada
Gambar 3 dibawah ini
Gambar 3. Skema penelitian
Generasi awal: Mencit dikawinkan dengan rasio 1:2; 0, 2,5, dan 5,0% kemangi
Generasi kedua dipelihara sampai umur 21 hari
Pengumpulan data pada umur 21-42 hari, meliputi:
1. Bobot sapih (umur 21hari)(g)
2. Pertambahan bobot badan
(g/ekor/hari) Bobot umur 42 hari (g)
3. Konsumsi pakan (g/ekor/hari)
4. Konversi ransum
Data dievaluasi (Anova) dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dan T-Student
Interpretasi pertumbuhan dan komparasi perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pakan Penelitian
Kemangi Kering
Kemangi yang diberikan pada penelitian ini adalah kemangi kering. Tujuan
pengeringan yang utama adalah agar bahan lebih tahan lama (awet). Warna kemangi
yang menjadi hijau kecoklatan akibat reaksi Maillard yang terjadi saat penjemuran
dan bentuknya yang mengriput setelah proses penjemuran merupakan tanda bahwa
selama pengeringan terjadi proses degradasi protein secara enzimatis. Seperti yang
dipaparkan oleh Paerera (2003) bahwa perlakuan panas akan memicu reaksi Maillard
dan protein yang dipanaskan akan mengalami degradasi secara enzimatis sehingga
bentuk, tekstur, warna dan baunya akan berubah.
Nilai Gizi Pakan
Pakan yang diberikan dalam penelitian ini berupa pakan ayam broiler fase
starter (kode produksi CP-511 Bravo) yang diberikan kemangi kering sebagai bahan
pakan tambahan dengan taraf pemberian 0, 2,5, dan 5,0%. Analisis proksimat serta
komposisi kandungan gizi di tiap taraf perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kandungan Gizi Pakan Komersil dan pakan dengan taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0%
Keterangan: a : Hasil analisis proksimat dari Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak (2005) b : Label komposisi pada pakan CP 511 Bravo
c : Perhitungan secara manual :
Komposisi gizi pakan yang ditulis oleh oleh Smith dan Mangkoewidjojo
(1988) adalah protein, 20-25%; lemak, 10-12%; serat kasar, 4% atau kurang; dan
abu, 5-6%. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa kandungan protein berada pada
kisaran, kandungan lemak lebih rendah dari kisaran, kandungan serat kasar dan abu
yang lebih tinggi dari kisaran yang disebutkan diatas. Tingginya serat kasar ini akan
menyebabkan terham-batnya penyerapan nutrien oleh usus halus yang menjadikan
nilai cerna pakan rendah.
Kandungan nutrisi kemangi kering yang diduga mengalami penurunan nutrisi
adalah asam ascorbat, stigmasterol (tokopherol) dan beta karoten. Penguapan cairan
dengan diiringi dengan pengiriman energi panas kepada bahan segar akan
menye-babkan perubahan terhadap kualitas produk, nutrisi akan berubah akibat reaksi
oksi-datif dan akan membawa kepada reaksi Maillard tipe pencoklatan (browning) dan
penghilangan nutrien (Mujumdar, 2003; Paerera, 2003). Kandungan nilai gizi dan
jumlah zat yang terkandungan di masing-masing taraf perlakuan berdasarkan hasil
penghitungan dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Ketersediaan Komponen Gizi pada Pakan dengan Taraf Perlakuan 0, 2,5, dan 5,0%
Perhitungannya : besarnya pemberian pakan (5 g/ekor) x % taraf perlakuan
Tabel 5 diatas memperlihatkan bahwa pemberian kemangi kering sebesar 2,5
dan 5,0% memiliki kandungan yang hampir sama dengan pakan kontrol. Namun
untuk abu dan serat kasar pemberian kemani kering 2,5 dan 5,0% lebih tinggi sebesar
Pertumbuhan
Bobot Sapih
Bobot badan hewan saat dipisahkan dari induknya disebut bobot sapih.
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mencit disapih saat berumur 21 hari.
Besarnya bobot sapih tergantung pada jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk,
keadaan pada saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas dan
kualitas makanan yang diberikan serta suhu lingkungan (Hafez dan Dyer, 1969).
Jumlah anak juga diduga mempengaruhi besarnya bobot sapih mencit, rerata jumlah
anak mencit yang berhasil disapih dari tiap induk sebesar 5,3; 6,7 dan 4,9
masing-masing untuk taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0%. Besarnya rataan bobot sapih mencit
jantan dan betina yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata Bobot Sapih Anak Mencit Jantan dan Betina umur 21 hari dari Induk yang Mendapat Bahan Pakan Tambahan Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Jenis Kelamin Keterangan Pemberian Kemangi Kering
0% 2,5% 5,0%
Jantan X ± SB (g/ekor) 9,40 ± 1,93A 9,88 ± 1,44A 10,78 ± 1,88Ba
n (ekor) 52 54 44
KK (%) 20,53 14,57 17,44
Betina X ± SB (g/ekor) 8,89 ± 1,83 9,34 ± 1,75 8,97 ± 2,38b
n (ekor) 54 52 30
KK (%) 20,58 18,74 26,53
A-B
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan bobot sapih yang berbeda sangat nyata (P<0,01) antar perlakuan pada satu jenis kelamin
a-b Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan bobot sapih yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) antar jenis kelamin dalam perlakuan
Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa pemberian kemangi kering pada pakan
induk mempengaruhi bobot sapih anak mencit jantan. Analisis ragam menunjukkan
bahwa perlakuan kontrol dan pemberian kemangi kering sebanyak 2,5% tidak
menunjukkan perbedaan pada mencit jantan dan pada mencit betina perbedaan taraf
perlakuan tidak mempengaruhi bobot sapih, hal ini diduga jumlah kemangi yang
diberikan pada mencit relatif sama. Pemberian kemangi sebanyak 5,0%
Hal ini diduga karena jumlah anak sekelahiran pada taraf perlakuan 5,0%
lebih sedikit dari taraf perlakuan yang lain, makin tinggi jumlah anak sekelahiran
maka tingkat kemampuan induk untuk menyusui anaknya berkurang sehingga hanya
anak yang kuat saja yang akan mendapat air susu yang lebih banyak. Hasil uji
t-Student menjelaskan bahwa pada perlakuan 5,0% bobot sapih mencit jantan lebih tinggi daripada betina. Respon yang berbeda pada mencit betina terhadap pemberian
kemangi 5,0% di saat sapih menyebabkan keragamannya tinggi. Hal ini terjadi
dikarenakan anak mencit betina secara umum lebih sedikit jumlahnya dibandingkan
dengan anak mencit jantan saat masih dalam satu kandang sehingga kalah
berkompetisi mendapatkan air susu induknya pada fase sebelum sapih.
Besarnya rataan bobot sapih yang diperoleh jantan lebih tinggi dibandingkan
dengan betina pada semua taraf perlakuan. Rataan ini sesuai dengan pernyataan
Hafez dan Dyer (1969) bahwa besarnya bobot sapih selain ditentukan oleh
kemampuan induk menyusui ditentukan juga oleh jenis kelamin. Menurut Malole
dan Pramono (1989), Inglis (1980) dan Arrington (1972), bobot mencit sekitar 10-12
g/ekor pada saat disapih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot sapih anak
mencit dengan penambahan kemangi sebesar 0, 2,5 dan 5 % dalam pakan induk
berkisar antara 9,40-10,78 g/ekor dengan rataan 10,02 g/ekor untuk jantan dan
8,68-9,20 g/ekor dengan rataan 8,99 g/ekor untuk mencit betina. Rataan bobot sapih anak
mencit ini lebih tinggi dari hasil penelitian Sudarmayanti (2006) yaitu 8,27 g/ekor
pada jantan dan 7,97 g/ekor namun lebih rendah dari hasil penelitian Rosa (2004)
yaitu 11,08 g/ekor dengan kadar protein yang sama.
Pertumbuhan Badan
Tingkat pertumbuhan yang dicapai ternak merupakan realisasi potensi
genetiknya pada kondisi lingkungan tertentu. Mencit mengalami pertumbuhan yang
pesat setelah melewati masa sapih dibandingkan sebelum sapih karena mencit sudah
mampu mencari makan sendiri dan sudah tidak tergantung pada induk. Pertumbuhan
mencit mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan umur mencit. Pola
0.00
Jantan 0% Jantan 2,5% Jantan 5,0%
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Mencit jantan umur 21-42 hari yang Mendapatkan Kemangi kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Gambar 4 menunjukkan bahwa bobot badan mencit jantan terus meningkat
sampai pada umur 42 hari. Namun besarnya bobot badan mencit pada berbagai taraf
perlakuan menunjukkan kisaran bobot yang sama hal ini terlihat dari rapatnya garis
antar perlakuan kecuali pada taraf perlakuan 5,0%. Taraf perlakuan 5,0% memiliki
bobot badan yang paling tinggi dibandingkan dengan taraf perlakuan yang lain,
diikuti oleh taraf 2,5% dan yang terendah adalah 0%. Senyawa boron dan seng yang
terkandung dalam kemangi diduga menstimuli korteks adrenal untuk mensekresi
hormon androgen. Androgen adalah golongan hormon yang memperlihatkan efek
masku-linisasi dan hormon ini juga mendorong anabolisme protein dan
pertumbuhan. Grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 4, belum memperlihatkan
adanya perlambatan pertumbuhan karena sampai pada hari ke-42 garis grafik belum
mengalami penurunan. Sehingga diduga pertumbuhan mencit belum mencapai
pertumbuhan maksimalnya.
Pola pertumbuhan mencit betina memperlihatkan bentuk kurva sigmoid.
Besarnya pertumbuhan mencit betina yang diberikan kemangi kering sebesar 0, 2,5
0.00
betina 0% betina 2,5% betina 5,0%
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Mencit Betina Umur 21-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Bobot badan mencit betina antar perlakuan terlihat seragam karena rapatnya
garis yang diperlihatkan. Walaupun demikian, pertumbuhan mencit betina yang
mendapat taraf perlakuan 5,0% memperlihatkan peningkatan pertumbuhan
diban-dingkan dengan taraf perlakuan lainnya. Bobot badan mencit betina 5,0% mulai
terlihat lebih tinggi daripada perlakuan 0 dan 2,5 pada hari ke-30, dan di hari ke-33
bobot badan mencit betina 5,0% terlihat lebih jelas. Hal ini memperlihatkan adanya
pengaruh hormon esterogen yang dikeluarkan tubuh mencit akibat rangsangan
stigmasterol yang terdapat dalam kemangi.
Pertumbuhan mencit jantan dan betina memiliki perbedaan, pada mencit
biasanya jantan memiliki bobot badan yang lebih tinggi daripada betina. Perbedaan
antara jantan dan betina dikenal dengan dimorfisme. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
pertumbuhan sifat kelamin sekunder menjelang dewasa kelamin. Menurut Guyton
dan Hall (1997), pada saat memasuki umur dewasa kelamin pertumbuhan antara
jantan dan betina berjalan paralel hampir sama, tetapi estrogen pada betina
menyebabkan penyatuan efifise tulang yang lebih dini daripada testosteron pada
Pola pertumbuhan mencit jantan dan betina pada taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0%
dengan umur 21-42 hari diperlihatkan pada Gambar 6 di bawah ini
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Mencit Jantan dan Betina Umur 21-42 Hari yang Mendapatkan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Berdasarkan Gambar 6 diatas terlihat pertumbuhan yang hampir sama antara
mencit jantan dan betina umur 21 sampai dengan umur 30 hari pada perlakuan 0 dan
2,5% namun untuk perlakuan 5,0% pertumbuhan jantan lebih tinggi mulai hari ke-21
sampai 42 hari. Perbedaan ini terjadi karena saat menjelang dewasa kelamin mencit
jantan mengalami peningkatan pertumbuhan sedangkan mencit betina mengalami
Grafik Pertumbuhan Mencit Jantan dan Betina 0% Umur 21-42 hari
Grafik Pertumbuhan Mencit Jantan dan Betina 2,5% Umur 21-42 Hari
perlambatan karena penyatuan efifise tulang yang lebih dini. Sehingga perbedaan
pertumbuhan antara jantan dan betina mulai terlihat di hari ke 33-42 hari.
Pertambahan Bobot Badan
Besarnya pertambahan bobot badan dari selama penelitian dipengaruhi oleh
kualitas pakan, palatabilitas pakan, kondisi lingkungan dan jenis kelamin.
Pertambahan bobot badan (PBB) merupakan salah satu faktor penting penting dalam
usaha peternakan karena berpengaruh terhadap bobot badan akhir. Data pertambahan
bobot badan mencit jantan selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan Umur 21-42 Hari
yang Mendapat Bahan Pakan Tambahan Kering Sebesar 0, 2,5
Keterangan: - Huruf superskrip a-c dan a-d menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan huruf
superskrip a-b, b-c dan c-d menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antar hari dalam taraf
perlakuan
Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 diketahui bahwa perbedaan
perlakuan yang diberikan kepada mencit jantan secara statistik tidak berbeda namun
berdasarkan hasil rataan terlihat bahwa taraf perlakuan 5,0% lebih tinggi dari taraf 0
dan 2,5%. Hari ke-33 merupakan puncak pertambahan bobot badan pada semua
berurutan adalah mencit dengan taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0%. Sedangkan hari
ke-36 terjadi perlambatan PBB dengan rataan nilai terendah terdapat pada taraf
perlakuan 5,0% dan yang tertinggi adalah 2,5%. taraf perlakuan 0% memiliki kisaran
rataan PBB yang beragam dibandingkan dengan taraf perlakuan 2,5 dan 5,0%. Hari
ke-33 merupakan titik puncak PBB mencit jantan yang mendapat perlakuan 0 dan
2,5% kemangi kering dan menjadi titik infleksi karena di hari ke-36 pada semua taraf
perlakuan mengalami penurunan PBB.
Rataan PBB mencit betina sedikit lebih rendah dibandingkan dengan mencit
jantan. Bogart (1977) menyatakan bahwa pertumbuhan jantan lebih cepat daripada
betina selama periode pertumbuhan lepas sapih pada kondisi pakan yang sama. Data
Rataan PBB Mencit betina umur 24-42 hari disajikan oleh tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Rerata Pertambahan Bobot Badan Mencit Betina Umur 21-42 Hari
yang Mendapat Bahan Pakan Tambahan Kering Sebesar 0, 2,5
Keterangan: - Huruf superskrip a-c dan a-b menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan huruf
superskrip b-c menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antar hari dalam taraf perlakuan 0%
- Huruf superskrip a-d, b-c dan b-d menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan huruf
superskrip a-c menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antar hari dalam taraf perlakuan
2,5%
- Huruf superskrip a-c menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan huruf superskrip
0.00
Berdasarkan Tabel 8 diatas diketahui bahwa taraf perlakuan yang diberikan
direspon dengan sangat beragam oleh mencit sehingga nilai PBB yang didapat juga
beragam. Hari ke-33 merupakan puncak PBB untuk taraf perlakuan 2,5 dan 5,0%
sedangkan taraf perlakuan 0% pada hari ke-30 dan mengalami penurunan PBB di
hari ke-36. Pertambahan bobot badan mencit betina dengan taraf 5,0% pada umur 33
hari lebih tinggi daripada taraf perlakuan 0 dan 2,5%. Hasil uji T-Student
menjelaskan lebih lanjut bahwa PBB Mencit jantan lebih tinggi daripada mencit
betina pada perlakuan 0 dan 5,0% pada hari ke-36 (P<0,01) serta pada perlakuan
2,5% pada hari ke-30 dan 33 (P<0,05) hal ini diduga mulai pada hari-30 sifat-sifat
kelamin sekunder mulai berkembang. Penurunan PBB yang drastis dialami oleh taraf
perlakuan 5,0% di hari ke-36 sebagai bentuk respon mencit menjelang masa dewasa
kelamin. Grafik pertambahan bobot badan antara jantan dan betina dengan taraf
perlakuan 0% diperlihatkan oleh Gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Umur 24-42 Hari yang mendapatkan kemangi kering 0%
Grafik yang disajikan oleh Gambar 7 memperlihatkan bahwa rataan mencit
jantan memiliki rataan PBB yang lebih tinggi daripada mencit betina pada taraf
pemberian kemangi 0%. Pertambahan bobot badan mencit jantan secara nyata lebih
tinggi daripada betina 0% pada hari ke-33, rataan jantan mencapai 2,82 g/ekor/3hari
sedangkan mencit betina hanya sebesar 1,69 g/ekor/3hari (P<0,01). Titik infleksi
ke-0.00
Grafik pertambahan bobot badan mencit jantan dan betina dengan taraf
pemberian kemangi sebesar 2,5% disajikan oleh Gambar 8 berikut ini.
Gambar 8. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Umur 24-42 Hari yang mendapatkan kemangi kering 2,5%
Grafik yang diperlihatkan oleh Gambar 8 menunjukkan pola PBB mencit
jantan dan betina yang lebih stabil keragamannya dari perlakuan 0%. Hasil rataan
menunjukkan bahwa PBB mencit jantan masih lebih baik daripada mencit betina.
Pertambahan bobot badan mencit jantan yang secara nyata lebih tinggi daripada
betina terjadi di hari ke-30 dan di hari ke-33, dengan rataan mencit jantan sebesar
1,89 dan 2,71 g/ekor/3hari, untuk mencit betina sebesar 1,14 dan 2,03 g/ekor/3hari.
Titik infleksi PBB terjadi pada hari ke-33 sama seperti taraf perlakuan 0%. Data
rataan PBB antara perlakuan 0 dan 2,5% memperlihatkan pengaruh positif dari
kemangi yang diberikan yaitu tingginya rataan PBB taraf perlakuan 2,5 daripada 0%.
Pemberian kemangi 5,0% pada mencit jantan dan betina juga memberikan
respon yang positif bagi mencit. Rataan PBB taraf perlakuan 5,0% memiliki nilai
yang lebih tinggi dari taraf perlakuan 0 dan 2,5%. Kemangi dengan taraf 5,0%
memiliki efek yang lebih baik dibandingkan dengan 2,5% walaupun secara kualitatif
tidak terlihat namun hasil kuantitafif menunjukkan dengan tingginya rataan PBB
0.00
Grafik pertambahan bobot badan mencit jantan dan betina yang mendapat
pakan tambahan kemangi kering sebesar 5,0% disajikan oleh Gambar 9 berikut ini.
Gambar 9. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Umur 24-42 Hari yang mendapatkan kemangi kering 5,0%
Grafik diatas memperlihatkan rataan PBB yang hampir sama antara mencit
jantan dan betina. Rataan PBB mencit jantan lebih tinggi daripada betina di hari
ke-36, besarnya rataan PBB mencit jantan dan betina adalah 1,45 dan 0,52
g/ekor/3hari.Hal ini diduga karena respon mencit terhadap pakan yang diberikan
sangat beragam dan cenderung menurun.
Titik infleksi PBB mencit jantan dan betina terjadi di hari ke-33 pada semua
perlakuan dikarenakan pada titik tersebut proses tubuh mengarah pada masa dewasa
kelamin. Pertambahan bobot badan mencit jantan secara umum memiliki rataan yang
lebih besar daripada mencit betina, diduga karena pengaruh hormon androgen.
Menurut Ascobat (1995), androgen berfungsi merangsang pertumbuhan tubuh pada
jantan sehingga pada masa dewasa kelamin terlihat perkembangan otot rangka dan
tulang yang meningkat dengan cepat disertai dengan pertambahan bobot badan yang
pesat. Pada mencit betina pakan yang dikonsumsi tidak hanya dipergunakan tubuh
untuk pertumbuhan tetapi juga dipakai untuk keperluan reproduksi, seperti yang
diungkap oleh Malole dan Pramono (1989), bahwa setelah mencit memasuki dewasa
Besarnya rataan pertambahan bobot badan selama penelitian pada mencit
jantan yang mendapat taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0% masing masing berkisar antara
0,10-2,82 g/ekor atau 0,33-0,94 g/ekor/hari; 1,08-2,71 g/ekor atau 0.36-0,90
g/ekor/hari; dan 1,00-2,23 g/ekor atau 0..33-0,74 g/ekor/hari, pada betina berkisar
antara 1,00-2,32 g/ekor atau 0,33-0,77 g/ekor/hari. Pada mencit betina berkisar
antara 0,62-1,73 g/ekor atau 0,21-0,58 g/ekor/hari; 1,00-2,03 atau 0,33-0,68
g/ekor/hari; dan 0,52-2,29 g/ekor atau 0,17-0,76 g/ekor/hari. Hasil ini lebih besar dari
hasil penelitian Feri (2004) yang rataan pertambahan bobot badan mencitnya
berkisar antara 0,58-0,63 g/hari pada mencit jantan dan 0,42 -0,52 g/hari pada mencit
betina. Namun untuk hasil rataan pertambahan bobot penelitian ini lebih kecil dari
yang dikemukakan oleh Smith dan Mangkoewidjoyo (1988), yakni sebesar 1 g/hari.
Pertumbuhan yang rendah tidak disebabkan oleh pemberian bahan kemangi kering
pada ransum tetapi lebih pada faktor luar, yakni jumlah mencit dalam satu kandang,
temperatur lingkungan dan kondisi tubuh mencit itu sendiri.
Bobot Badan Umur 42 Hari
Mencit yang telah berunur 42 hari sudah mengalami dewasa kelamin.
Tomaszewska (1991) menyatakan bila ternak jantan telah menghasilkan
sper-matozoa hidup dalam semennya dan dapat mengawini sedangkan pada ternak
betinanya telah menunjukkan tanda-tanda birahi, tingkah laku kawin dan ovulasi
maka dapat dikatakan telah dewasa kelamin. Mencit jantan saat memasuki umur
dewasa kelamin berdasarkan pengamatan selama penelitian memperlihatkan prilaku
agresif pada jantan lainnya dan apabila disatukan dengan mencit betina akan
mencium bagian vital mencit betina. Sedangkan mencit betina tidak akan menolak
saat mencit jantan menciumi alat vitalnya.
Rataan bobot badan umur 42 hari mencit jantan lebih besar daripada betina
dan memiliki rataan yang lebih seragam dari pada rataan bobot umur 21 hari.
Keragaman data yang kecil menunjukkan bahwa mencit dalam perlakuan
memberikan respon yang sama terhadap perlakuan diterimanya. Data rataan bobot
Tabel 8. Rerata Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Umur 42 Hari yang Mendapatkan Bahan Pakan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Jenis Kelamin Keterangan Pemberian Kemangi Kering
0% 2,5% 5,0%
Jantan X ± SB (g/ekor) 22,45 ± 3,41a 22,45 ± 2,38a 23,35 ± 2,86a
n (ekor) 45 55 44
KK (%) 15,18 10,60 12,25
Betina X ± SB (g/ekor) 18,50 ± 2,05b 19,26 ± 2,26b 19,11 ± 2,51b
n (ekor) 54 49 35
KK (%) 11,08 11,73 13,13
a-b
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan bobot umur 42 hari yang berbeda sangat nyata (P<0,01) antar jenis kelamin dalam perlakuan
Bobot dewasa kelamin dihitung pada saat mencit berumur 42 hari. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa bobot badan umur 42 hari mencit jantan lebih tinggi
daripada betina dalam satu perlakuan (P<0,01). Kecenderungan ini terlihat pada
umur ke-33, pada Gambar 6 grafik pertumbuhan mencit jantan meningkat sampai
pada umur ke-42 hari sedangkan pada betina menurun. Mencit Jantan memiliki
bobot dewasa yang lebih besar dari pada mencit betina, hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa jantan tumbuh lebih cepat dari betina yang dikemukakan oleh
Rosa (2004). Bobot badan dewasa kelamin mencit yang diberi bahan pakan kemangi
kering dengan berbagai taraf perlakuan tidak menunjukkan menunjukkan perbedaan
yang nyata setelah dilakukan uji lanjut. Secara kuantitatif pemberian kemangi
sebesar 2,5% lebih baik, diikuti oleh kemangi 5,0% dan bobot badan umur 42 hari
yang terkecil adalah pemberian kemangi 0%
Kerja hormon gonadotropin diduga yang mempengaruhi perbedaan bobot
ba-dan jantan ba-dan betina yakni hormon testosteron pada jantan ba-dan hormon esterogen
pada betina. Hormon testosteron dan esterogen berfungsi untuk perkembangan
sifat-sifat kelamin sekunder (Guyton, 1994) yang menurut Gunawan (2004) dapat di
rang-sang oleh komponen kimia yang terkandung dalam kemangi seperti boron dan seng
untuk stimulus seksresi hormon testosterone dan stigmasterol untuk mensekresi
hor-mon esterogen. Bogart (1977), Androgen (testosterone) dapat merangsang
esterogen mempunyai pengaruh yang bervariasi pada setiap spesies diantaranya
dapat menurunkan laju pertumbuhan, sehingga pada beberapa spesies jantan tumbuh
lebih cepat dan mencapai bobot dewasa yang lebih besar daripada betina.
Rataan bobot mencit pada umur 42 hari berkisar antara 21,81-23,35 g/ekor
dengan rataan sebesar 22,49 g/ekor untuk jantan dan antara 18,50-19,13 g/ekor
de-ngan rataan sebesar 18,91 g/ekor dan relatif sama dede-ngan hasil rataan penelitian
Sudarmayanti (2006) yakni 22,18 g/ekor untuk jantan dan 19,47 g/ekor untuk betina.
Hasil ini sesuai dengan kisaran Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni 20-40
g/ekor untuk jantan dan 18-35 g/ekor untuk betina. Namun dibawah kisaran Malole
dan Pramono (1989) yakni 20-40 g/ekor untuk jantan dan 25-40 g/ekor.
Konsumsi Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan, sebab
sebagian besar biaya produksi digunakan untuk penyediaan pakan sehingga perlu
perhatian khusus, karena semakin baik kualitas dan kuantitas pakan maka
pertumbuhannya pun akan baik pula. McKeown (2005), konsumsi pakan mencit
bervariasi tergantung pada kualitas pakan yang diberikan, umur dan kesehatan
mencit, temperatur lingkungan dan panjang hari. Hasil analisa kuantitatif
memperlihatkan bahwa rataan konsumsi pakan mencit baik pada jantan maupun
betina yang diberikan kemangi kering sebesar 5,0% memiliki rataan konsumsi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan taraf 0 dan 2,5%. Nilai rataan konsumsi terkecil
terdapat pada taraf perlakuan 0%.
Perbedaan jumlah konsumsi tersebut berkaitan dengan bobot badan mencit.
Mencit yang diberikan kemangi kering sebesar 5,0% memiliki bobot yang tinggi
sehingga pakan yang dibutuhkan sebagai sumber energi metabolisme tubuh juga
lebih besar dibandingkan taraf perlakuan 0%. Dugaan lain karena pada perlakuan
5,0% jumlah mencit dalam satu kandang lebih sedikit dibandingkan dengan taraf
perlakuan lainnya sehingga kompetisi untuk memperoleh pakan tidak sebesar
perlakuan 0 dan 2,5%. Data rataan konsumsi pakan mencit jantan dan betina selama
Tabel 10 Rerata Konsumsi Pakan Mencit Jantan dan Betina Umur 21-42 Hari yang Mendapatkan Bahan Pakan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan konsumsi yang sangat nyata pada perlakuan dan minggu yang sama (P<0,01)
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa rataan konsumsi mencit selama
penelitian tidak menunjukkan perbedaan konsumsi antar perlakuan secara kualitatif.
Konsumsi mencit pada taraf perlakuan 0, 2,5 dan 5,0% masing-masing sebesar 3,34;
3,37 dan 3,25 g/ekor/hari pada jantan dan 3,07; 3,06 dan 3,03 g/ekor/hari untuk
betina. hasil yang diperoleh pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian
Sudarmayanti (2006) yaitu sebesar 3,18; 3,60 dan 3,19 untuk jantan dan 3,31; 3,32
dan 3,18 untuk betina dengan masing-masing untuk taraf perlakuan pemberian
kemangi segar sebesar 0, 2,5 dan 5,0%. Rataan ini masih sesuai dengan yang ditulis
oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) maupun Inglis yaitu seekor mencit dapat
Konsumsi pakan mencit yang diberikan kemangi sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
memiliki rataan total sebesar 3,35; 3,39 dan 3,48 untuk mencit jantan dan 2,95; 2,99
dan 3,07. Nilai rataan konsumsi pakan dalam penelitian masih kurang optimal hal ini
diduga akibat tingginya serat kasar pakan yang menyebabkan nilai cerna pakan
berkurang dan palatabilitas pakan yang rendah sehingga menurunkan nafsu makan
mencit. Palatabilitas ini merupakan faktor yang menentukan tingkat konsumsi
mencit. Palatabilitas dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur dan suhu makanan
(Church dan Pond, 1988) dan sulit tercerna akibat serat kasarnya yang tergolong
tinggi (±12%). Kepadatan kandang juga mempengaruhi pola konsumsi pakan mencit,
mencit yang dipelihara sendiri makannya lebih sedikit dan bobotnya lebih ringan
dibanding yang dipelihara bersama-sama dalam satu kandang
(Yuwono, dkk. 1994). Namun dalam penelitian tidak ada mencit yang dipelihara
sendirian. Mencit dipelihara bersama-sama hanya saja jumlahnya tidak sama,
kandang dengan jumlah mencit yang lebih sedikit memiliki konsumsi yang lebih
besar dari kandang dengan jumlah mencit yang besar. Hal ini dikarenakan kandang
dengan kepadatan kandang yang rendah, kompetisi untuk mengkaonsumsi pakan
tidak terlalu besar dari kandang dengan kepadatan tinggi.
Hasil uji t-Student memperlihatkan adanya perbedaan konsumsi yang sangat
nyata (P<0,01) lebih tinggi pada mencit jantan daripada mencit betina pada minggu
ke-2 dalam taraf perlakuan 5,0% dan pada minggu ke-3 dalam taraf perlakuan 0 dan
2,5%. Hal ini diduga karena aktivitas mencit jantan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mencit betina sehingga membutuhkan asupan pakan yang tinggi juga. Hasil
ini juga memperlihatkan bahwa menjelang masa pubertas mencit jantan
meningkatkan frekuensi pakannya dan mencit betina menurunkan frekuensi
pakannnya. Sedangkan pengaruh pemberian kemangi pada semua taraf perlakuan
tidak mempengaruhi tingkat konsumsi mencit .
Konversi Pakan
Konversi menunjukkan kemampuan mencit dalam mengubah pakan menjadi
daging, semakin rendah nilai konversi maka makin tinggi kemampuan mencit
mengubah pakan menjadi daging. Data rataan konversi pakan mencit jantan dan
Tabel 11. Rerata Konversi Pakan Mencit Jantan dan Betina Umur 21-42 Hari yang Mendapatkan Bahan Pakan Kemangi Kering Sebesar 0, 2,5 dan 5,0%
Jenis Kelamin Keterangan Pemberian Kemangi Kering
0% 2,5% 5,0%
Jantan X ± SB (g/ekor) 6,58 ± 1,55 5,41 ± 0,93 7,05 ± 2,24
n (kandang) 10 10 10
KK (%) 23,56 17,19 31,77
Betina X ± SB (g/ekor) 6,71 ± 0,56 6,14 ± 1,15 6,95 ± 1,50
n (kandang) 10 10 10
KK (%) 8,34 18,73 21,58
Data rataan konversi pakan mencit jantan dan betina menunjukkan bahwa
secara kuantitatif rataan mencit jantan lebih rendah dibandingkan dengan mencit
betina. Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa konversi pakan jantan
secara umum lebih kecil dibandingkan dengan mencit betina. Konversi pakan mencit
selama penelitian untuk taraf perlakuan kontrol, 2,5 dan 5 % secara berurutan adalah
6,58; 5,41; dan 7,05 untuk mencit jantan dan 6,71; 6,14 dan 6,95 untuk mencit
betina. Konversi terbaik terdapat pada taraf perlakuan 2,5% dan respon individu pada
taraf tersebut lebih seragam daripada taraf perlakuan lainnya. Tingkat keragaman
pada konversi pakan menunjukkan keragaman respon mencit terhadap perlakuan
yang diberikan.
Hasil ini menunjukkan bahwa pakan yang dikonsumsi pada penelitian ini
kurang efisien dalam peningkatan bobot badan karena lebih tinggi dari penelitian
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni berkisar antara 3-5 dan Sudarmayanti
(2006) sebesar 5,35; 5,28 dan 4,90 pada jantan dan 5,97; 6,45 dan 5,59 pada betina
masing-masing untuk taraf perlakuan pemberian kemangi segar sebesar 0, 2,5 dan
5,0%. Lawrence and Fowler (2002) menyatakan, semakin tinggi nilai konversi pakan
menunjukkan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per
satuan berat semakin meningkat. Kebutuhan energi mencit tidak terpenuhi dengan
pakan yang memiliki rataan kandungan serat kasar yang tinggi yakni sebesar 12,386
melebihi kadar yang ditulis oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yakni sebesar
tinggi menyebabkan nilai cerna pakan tersebut rendah sehingga energi yang
diperoleh dari pakan tidak terserap sempurna oleh tubuh. Menurut Card and
Neisheim (1972) faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah laju
pertumbuhan, kandungan energi metabolis dalam pakan, ukuran tubuh, kecukupan
nutrisi ransum, suhu lingkungan dan kesehatan ternak.
Konversi pakan jantan yang lebih kecil berarti mencit jantan lebih efisien
dalam mengubah pakan menjadi daging dibandingkan dengan mencit betina sehingga
pertumbuhannya lebih tinggi. Menurut Malole dan Pramono (1989), hal ini
dikarenakan setelah mencit memasuki usia dewasa kelamin, penggunaan ransum
pada mencit betina bukan hanya untuk pertumbuhan tetapi juga digunakan untuk
keperluan reproduksi.
Analisis Penggunaan Kemangi
Penggunaan kemangi kering memiliki keuntungan dalam hal keawetan,
kemudahan dalam pemberian kepada ternak, serta serta memiliki kandungan air yang
rendah. Namun jika dilihat dari efisiensi penggunaannya dalam pakan kemangi
memiliki kelemahan, yakni memiliki serat kasar yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan tinggi. Serat kasar yang tinggi menyebabkan tidak semua pakan yang
dimakan oleh mencit dapat terserap semua di dalam usus sehingga nilai cerna pakan
menjadi rendah. Kandungan air dalam kemangi yang tinggi yakni sebesar 86,5 %
dalam keadaan segar dan sebesar 13% dalam keadaan kering maka biaya untuk
mendapatkan kemangi kering dengan jumlah tertentu memerlukan biaya yang besar.
Dengan kandungan air sebesar itu maka untuk kemangi segar sebanyak 1 kg
akan diperoleh kemangi kering sebanyak 133,3 g. Biaya pembelian kemangi segar
sebanyak 200 g adalah Rp 5.000,00 sehingga untuk 1 kg kemangi segar adalah Rp
25.000,00 yang dapat digunakan untuk 11 hari. Biaya pembelian akan dengan dan
tanpa kemangi memiliki selisih yang cukup besar, untuk pakan dengan taraf
pemberian 0% biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 3.000-3.500,00/kg sedangkan
untuk taraf perlakuan 2,5 dan 5,0% masing-masing sebesar Rp 7.650,00/kg dan
Rp 12.318,75/kg. Biaya pemberian pakan kemangi kering yang besar tersebut tidak
sesuai dengan laju pertumbuhan mencit yang tetap sehingga pemberian kemangi