• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Konsumsi dan Suhu Ruang Kerja terhadap Status Gizi Pekerja (Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Tingkat Konsumsi dan Suhu Ruang Kerja terhadap Status Gizi Pekerja (Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI DAN SUHU RUANG

KERJA TERHADAP STATUS GIZI PEKERJA

(Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

FERA OKTALINA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRACT

FERA OKTALINA. Relationships between Consumption Level and Workroom Temperature toward Nutrition Status of Labour (Cases Study at PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi). Under direction of IKEU EKAYANTI and EVY DAMAYANTHI.

Increasing degree of community health was one aim of national building. Awareness, wish and abilities community to healty life not reach optimum level like seen at lower Human Developing Index. At 2008, Human Developing Index Indonesia were 107 from 177 nations. Therefore, government effort programmes about health to reach vision building healty life is “Indonesia Sehat 2010”. In the era globalisation, health was important thing to making quality and productive human resources. Labour productivity was important input at industries. Development and coercive competition in industries need healthy and productive labour. One of effort to reach more health degree is increasing nutrition status. Good nutrition status not only carried by good food consumption but also carried by environment where individual live.

The aim of this research was to know relationships between consumption level and workroom temperature toward nutrition status of workers. The specific objectives of this research was to identify characteristic, nutrition knowledge, consumption level, nutrition status, body temperature, health work nuisances, workroom temperature, occupation nutrition application, occupation health application, and to analysis relationships between consumption level and workroom temperature toward nutrition status of workers.

This research was cross sectional study at PT. Gunung Garuda, this company was steel industry. Selection company cause of have high workroom temperature. This research done during May until July 2008. The population in this research were 42 workers at steel production section. It determined by company with purposive sampling. The data were analyzed using Descriptive and Pearson Analysis.

The result of research showed most workers were 30-49 years old, with years of services were more than 10 years, senior high school grad, small family, 8-10 working hours, fee Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 by month. Nutrition knowledge were medium categorical, most energy consumption level workers were normal, proteins consumption level were medium deficit, iron and vitamin A consumption level were good, nutrition status were fat. The average of body temperature before working was 35,00C and after working was 35,70C. Health work nuisances feeling is dizzy, painful, and sweat high excretion. Temperature room SSC was 320C, Beam Plan 1 dan Beam Plan 2 was 340C, Bahara was 380C. Occupation nutrition application is gift lunch and drink. Lunch fill 35,2 percent from energy requirment, workers drink between 800-2000 ml by day. Occupation health application is gift work dress, hard hat, mask and length glove.

The result showed that there were relationships between energy (r=0,367*;p<0,05), protein (r=0,617**; p<0,01), and iron (r=0,617**; p<0,01) consumtion level toward nutrition status. Nothing relationships between vitamin A (r=-0,300; p>0,05) consumtion level toward nutrition status. Nothing relationships between workroom temperature (r=0,075; p>0,05) toward nutrition status.

(3)

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI DAN SUHU RUANG

KERJA TERHADAP STATUS GIZI PEKERJA

(Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

FERA OKTALINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Konsumsi dan Suhu Ruang Kerja terhadap Status Gizi Pekerja (Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

Nama : Fera Oktalina

NRP : A54104007

Disetujui

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr Dekan Fakultas Pertanian

(5)

PRAKATA

Alhamdulillah penulis ucapkan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr.Ir. Ikeu Ekayanti, MKes dan Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS sebagai dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi.

2. dr. Yekti Hartati Effendi sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas saran yang diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Robert Siagian PhD sebagai Direktur PT. Gunung Garuda yang telah

memberikan izin penelitian dan memberi semangat kepada penulis. Pak Cuti, Pak Bahrianoor, Pak Supri, Pak Apun, Pak Nekson dan Pak Santoso, Bu Iin dan Pak Supry atas nasehat, saran, dan dukungan kepada penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS sebagai dosen pembimbing akademik atas perhatian, bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh dosen dan staf GMSK atas ilmu, pengalaman yang telah diberi kepada penulis.

6. Papa dan mama tercinta atas kasih sayang, do’a yang tulus ikhlas, motivasi, dukungan kepada penulis selama ini. Kak Oriza dan Adek Rizky atas semangat dan kasih sayang kepada penulis.

7. Pitri, Shinta, Rena, Prita, Devi, Rika, Nurlaela, Dewi K, Ima, Angel, Ari, Nining, Arina, Kiki, Suci, dan Gamasakers 41 atas persahabatan dan persaudaraan selama ini.

8. Ire, Ining, Viter, Hanum, Dek Janti, Dek Ayu, Dek Cici, Dek Maget, atas semangat dan persahabatan selama di Wisma Bintang.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebut satu persatu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang.

Bogor, September 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 22 Oktober 1986 dari ayah Bambang Susanto, SP dan ibu Nurhaidah, A.Ma.Pd. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sekolah dasar di SDN 78 Perumnas Curup Bengkulu dari tahun 1992 hingga tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan ke sekolah menengah tingkat pertama di MTs. Arrahmah Curup Bengkulu dari tahun 1998 hingga tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas di SMU Darul Ulum 3 Jombang Jawa Timur dari tahun 2001 hingga 2004.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Suhu Ruang Kerja ... 3

Konsumsi Pangan... 3

Status Gizi ... 7

Suhu Tubuh ... 9

Gizi Kerja ... 9

Kesehatan Kerja ... 10

KERANGKA PEMIKIRAN... 13

METODE PENELITIAN... 15

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 16

Pengolahan dan Analisis Data ... 17

Definisi Operasional... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Gambaran Umum Perusahaan ... 21

Karakteristik Contoh ... 22

Usia ... 22

Pendidikan... 22

Besar Keluarga... 22

Lama Kerja ... 23

Jam Kerja ... 23

Upah... 24

Pengetahuan Gizi ... 24

Konsumsi Pangan... 25

(8)

Suhu Tubuh ... 28

Gangguan Kesehatan Akibat Kerja... 29

Suhu Ruang Kerja ... 30

Penerapan Gizi Kerja... 31

Penerapan Kesehatan Kerja... 34

Hubungan Tingkat Konsumsi Energi terhadap Status Gizi... 34

Hubungan Tingkat Konsumsi Protein terhadap Status Gizi... 35

Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi terhadap Status Gizi ... 35

Hubungan Tingkat Konsumsi Vitamin A terhadap Status Gizi ... 36

Hubungan Suhu Ruang Kerja terhadap Status Gizi ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN... 38

Kesimpulan... 38

Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Angka kecukupan energi dan zat gizi untuk laki-laki (per orang per

hari) ... 7

2 Jenis dan cara pengumpulan data ... 16

3 Kategori variabel... 17

4 Klasifikasi status gizi berdasarkan parameterIndeks Massa Tubuh ... 19

5 Sebaran contoh berdasarkan usia ... 22

6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan... 22

7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 23

8 Sebaran contoh berdasarkan lama kerja ... 23

9 Sebaran contoh berdasarkan jam kerja ... 24

10 Sebaran contoh berdasarkan upah... 24

11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi... 24

12 Sebaran rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh berdasarkan kelompok usia... 25

13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ... 27

14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi zat besi dan vitamin A ... 27

15 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ... 28

16 Sebaran contoh berdasarkan suhu tubuh sebelum dan setelah bekerja . 28 17 Sebaran contoh berdasarkan perubahan suhu tubuh antara sebelum dan setelah bekerja ... 29

18 Sebaran contoh berdasarkan suhu ruang kerja dan gangguan kesehatan akibat kerja ... 30

19 Sebaran ruang kerja berdasarkan suhu ruang ... 31

20 Sebaran menu makan siang selama recall 2x24 jam dan rata-rata konsumsi energi serta zat gizi... 32

21 Sebaran contoh berdasarkan kuantitas air yang diminum... 33

22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan status gizi .... 35

23 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi protein dan status gizi ... 35

24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi zat besi dan status gizi.. 36

25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin A dan status gizi ... 36

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran hubungan tingkat konsumsi dan suhu ruang kerja

(11)

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI DAN SUHU RUANG

KERJA TERHADAP STATUS GIZI PEKERJA

(Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

FERA OKTALINA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ABSTRACT

FERA OKTALINA. Relationships between Consumption Level and Workroom Temperature toward Nutrition Status of Labour (Cases Study at PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi). Under direction of IKEU EKAYANTI and EVY DAMAYANTHI.

Increasing degree of community health was one aim of national building. Awareness, wish and abilities community to healty life not reach optimum level like seen at lower Human Developing Index. At 2008, Human Developing Index Indonesia were 107 from 177 nations. Therefore, government effort programmes about health to reach vision building healty life is “Indonesia Sehat 2010”. In the era globalisation, health was important thing to making quality and productive human resources. Labour productivity was important input at industries. Development and coercive competition in industries need healthy and productive labour. One of effort to reach more health degree is increasing nutrition status. Good nutrition status not only carried by good food consumption but also carried by environment where individual live.

The aim of this research was to know relationships between consumption level and workroom temperature toward nutrition status of workers. The specific objectives of this research was to identify characteristic, nutrition knowledge, consumption level, nutrition status, body temperature, health work nuisances, workroom temperature, occupation nutrition application, occupation health application, and to analysis relationships between consumption level and workroom temperature toward nutrition status of workers.

This research was cross sectional study at PT. Gunung Garuda, this company was steel industry. Selection company cause of have high workroom temperature. This research done during May until July 2008. The population in this research were 42 workers at steel production section. It determined by company with purposive sampling. The data were analyzed using Descriptive and Pearson Analysis.

The result of research showed most workers were 30-49 years old, with years of services were more than 10 years, senior high school grad, small family, 8-10 working hours, fee Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 by month. Nutrition knowledge were medium categorical, most energy consumption level workers were normal, proteins consumption level were medium deficit, iron and vitamin A consumption level were good, nutrition status were fat. The average of body temperature before working was 35,00C and after working was 35,70C. Health work nuisances feeling is dizzy, painful, and sweat high excretion. Temperature room SSC was 320C, Beam Plan 1 dan Beam Plan 2 was 340C, Bahara was 380C. Occupation nutrition application is gift lunch and drink. Lunch fill 35,2 percent from energy requirment, workers drink between 800-2000 ml by day. Occupation health application is gift work dress, hard hat, mask and length glove.

The result showed that there were relationships between energy (r=0,367*;p<0,05), protein (r=0,617**; p<0,01), and iron (r=0,617**; p<0,01) consumtion level toward nutrition status. Nothing relationships between vitamin A (r=-0,300; p>0,05) consumtion level toward nutrition status. Nothing relationships between workroom temperature (r=0,075; p>0,05) toward nutrition status.

(13)

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI DAN SUHU RUANG

KERJA TERHADAP STATUS GIZI PEKERJA

(Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

FERA OKTALINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(14)

Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Konsumsi dan Suhu Ruang Kerja terhadap Status Gizi Pekerja (Studi Kasus di PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi)

Nama : Fera Oktalina

NRP : A54104007

Disetujui

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr Dekan Fakultas Pertanian

(15)

PRAKATA

Alhamdulillah penulis ucapkan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr.Ir. Ikeu Ekayanti, MKes dan Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS sebagai dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi.

2. dr. Yekti Hartati Effendi sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas saran yang diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Robert Siagian PhD sebagai Direktur PT. Gunung Garuda yang telah

memberikan izin penelitian dan memberi semangat kepada penulis. Pak Cuti, Pak Bahrianoor, Pak Supri, Pak Apun, Pak Nekson dan Pak Santoso, Bu Iin dan Pak Supry atas nasehat, saran, dan dukungan kepada penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS sebagai dosen pembimbing akademik atas perhatian, bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh dosen dan staf GMSK atas ilmu, pengalaman yang telah diberi kepada penulis.

6. Papa dan mama tercinta atas kasih sayang, do’a yang tulus ikhlas, motivasi, dukungan kepada penulis selama ini. Kak Oriza dan Adek Rizky atas semangat dan kasih sayang kepada penulis.

7. Pitri, Shinta, Rena, Prita, Devi, Rika, Nurlaela, Dewi K, Ima, Angel, Ari, Nining, Arina, Kiki, Suci, dan Gamasakers 41 atas persahabatan dan persaudaraan selama ini.

8. Ire, Ining, Viter, Hanum, Dek Janti, Dek Ayu, Dek Cici, Dek Maget, atas semangat dan persahabatan selama di Wisma Bintang.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebut satu persatu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang.

Bogor, September 2008

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 22 Oktober 1986 dari ayah Bambang Susanto, SP dan ibu Nurhaidah, A.Ma.Pd. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sekolah dasar di SDN 78 Perumnas Curup Bengkulu dari tahun 1992 hingga tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan ke sekolah menengah tingkat pertama di MTs. Arrahmah Curup Bengkulu dari tahun 1998 hingga tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas di SMU Darul Ulum 3 Jombang Jawa Timur dari tahun 2001 hingga 2004.

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Suhu Ruang Kerja ... 3

Konsumsi Pangan... 3

Status Gizi ... 7

Suhu Tubuh ... 9

Gizi Kerja ... 9

Kesehatan Kerja ... 10

KERANGKA PEMIKIRAN... 13

METODE PENELITIAN... 15

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 16

Pengolahan dan Analisis Data ... 17

Definisi Operasional... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Gambaran Umum Perusahaan ... 21

Karakteristik Contoh ... 22

Usia ... 22

Pendidikan... 22

Besar Keluarga... 22

Lama Kerja ... 23

Jam Kerja ... 23

Upah... 24

Pengetahuan Gizi ... 24

Konsumsi Pangan... 25

(18)

Suhu Tubuh ... 28

Gangguan Kesehatan Akibat Kerja... 29

Suhu Ruang Kerja ... 30

Penerapan Gizi Kerja... 31

Penerapan Kesehatan Kerja... 34

Hubungan Tingkat Konsumsi Energi terhadap Status Gizi... 34

Hubungan Tingkat Konsumsi Protein terhadap Status Gizi... 35

Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi terhadap Status Gizi ... 35

Hubungan Tingkat Konsumsi Vitamin A terhadap Status Gizi ... 36

Hubungan Suhu Ruang Kerja terhadap Status Gizi ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN... 38

Kesimpulan... 38

Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Angka kecukupan energi dan zat gizi untuk laki-laki (per orang per

hari) ... 7

2 Jenis dan cara pengumpulan data ... 16

3 Kategori variabel... 17

4 Klasifikasi status gizi berdasarkan parameterIndeks Massa Tubuh ... 19

5 Sebaran contoh berdasarkan usia ... 22

6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan... 22

7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 23

8 Sebaran contoh berdasarkan lama kerja ... 23

9 Sebaran contoh berdasarkan jam kerja ... 24

10 Sebaran contoh berdasarkan upah... 24

11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi... 24

12 Sebaran rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh berdasarkan kelompok usia... 25

13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ... 27

14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi zat besi dan vitamin A ... 27

15 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ... 28

16 Sebaran contoh berdasarkan suhu tubuh sebelum dan setelah bekerja . 28 17 Sebaran contoh berdasarkan perubahan suhu tubuh antara sebelum dan setelah bekerja ... 29

18 Sebaran contoh berdasarkan suhu ruang kerja dan gangguan kesehatan akibat kerja ... 30

19 Sebaran ruang kerja berdasarkan suhu ruang ... 31

20 Sebaran menu makan siang selama recall 2x24 jam dan rata-rata konsumsi energi serta zat gizi... 32

21 Sebaran contoh berdasarkan kuantitas air yang diminum... 33

22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan status gizi .... 35

23 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi protein dan status gizi ... 35

24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi zat besi dan status gizi.. 36

25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin A dan status gizi ... 36

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran hubungan tingkat konsumsi dan suhu ruang kerja

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuesioner penelitian ... 44 2 Rata-rata konsumsi, Angka Kecukupan Gizi, tingkat konsumsi energi

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat memang belum mencapai taraf yang optimal seperti yang tercermin dalam nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia yang masih rendah. Pada tahun 2008, Indonesia menempati urutan 107 dari 177 negara.

Oleh sebab itu, pemerintah mengupayakan berbagai program di bidang kesehatan untuk mencapai visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010. Pada era globalisasi kesehatan merupakan komponen yang vital untuk menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan produktif.

Produktivitas tenaga kerja merupakan input penting dalam dunia industri. Perkembangan dan kompetisi dalam dunia industri yang semakin ketat memerlukan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Salah satu upaya dalam mencapai derajat kesehatan yang lebih baik adalah dengan meningkatkan status gizi. Status gizi yang baik tidak hanya didukung dengan konsumsi pangan yang cukup tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada.

(23)

Tujuan Tujuan Umum:

Mengetahui hubungan tingkat konsumsi dan suhu ruang kerja terhadap status gizi contoh.

Tujuan Khusus:

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh.

2. Mengidentifikasi pengetahuan gizi , tingkat konsumsi energi dan zat gizi serta status gizi contoh.

3. Mengidentifikasi suhu tubuh dan gangguan kesehatan contoh akibat kerja.

4. Mengidentifikasi suhu ruang kerja, penerapan gizi kerja dan penerapan kesehatan kerja di perusahaan.

5. Menganalisis hubungan tingkat konsumsi energi dan zat gizi terhadap status gizi contoh.

6. Menganalis hubungan suhu ruang kerja terhadap status gizi contoh.

Kegunaan Penelitian

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Suhu Ruang Kerja

Lingkungan kerja mempengaruhi keadaan gizi tenaga kerja. Faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi keadaan gizi adalah suhu ruang. Untuk pekerjaan di tempat kerja yang bersuhu tinggi harus diperhatikan secara khusus kebutuhan air dan garam sebagai pengganti cairan yang menguap melalui keringat. Dalam lingkungan kerja yang panas dan pada pekerjaan yang berat, diperlukan minimal 2800 ml air minum bagi seorang pekerja. Pekerja tidak dibolehkan minum minuman keras atau mengandung alkohol di tempat kerja. Pekerja boleh minum susu yaitu sekitar 1-2 gelas saja. Minuman lain yang tidak mengandung alkohol (soft drink) dan bersifat menyegarkan badan baik diberikan pada pekerja (Riyadi 2006).

Ketika panas terlalu tinggi, beberapa masalah kesehatan dapat terjadi; contohnya pada suhu panas, suhu tubuh meningkat dan kelenjar hypotalamus (kelenjar dalam otak yang mengatur suhu tubuh) mengaktifkan mekanisme regulasi panas tubuh. Seperti evaporsi dalam mengeluarkan keringat, banyak air dan garam yang hilang sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dalam tubuh, hal ini dapat memicu terjadinya kram (Ahrens 2007). Kehilangan cairan yang melampaui batas serta peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan kelelahan akibat panas (heat exhaustion)seperti lelah, pusing, mual, dan keadaan lemah. Jika suhu tubuh seseorang meningkat hingga 410C (1060F) dapat terjadi stroke akibat panas (heat stroke) yang dapat mengganggu fungsi sirkulasi tubuh (Robergs & Roberts 1997).

Konsumsi Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Undang-Undang Pangan 1996).

(25)

Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan dari kerusakan sel-sel maupun jaringan tubuh. Zat-zat makanan ini diperlukan untuk pekerjaan dan berbanding lurus dengan beratnya pekerjaan. Pekerjaan memerlukan tenaga yang sumbernya adalah makanan (Anies 2005).

Energi

Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja. Tubuh mendapatkan energi dari karbohidrat, protein, lemak dan alkohol dari makanan. Energi berasal dari makronutrient yang berikatan kimia dengan makanan dan diperoleh saat makanan telah dimetabolisme oleh tubuh. Energi harus selalu disuplai agar tubuh tetap sehat (Mahan et al. 2004). Energi yang disuplai dari makanan terdapat dalam bentuk makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak. Energi tersebut tidak dapat digunakan langsung oleh jaringan tubuh sampai dipecah menjadi molekul yang lebih kecil seperti monosakarida, asam amino dan asam lemak (Garrow et al. 2000).

Tubuh memerlukan energi untuk melakukan fungsinya. Energi yang diperlukan diperoleh dari energi potensial yaitu energi yang tersimpan dalam bahan-bahan makanan berupa energi kimia, dimana energi tersebut akan dilepaskan setelah bahan makanan mengalami proses metabolisme dalam tubuh seperti karbohidrat. Bahan makanan sumber karbohidrat antara lain: padi-padian (serealia) contohnya: gandum, beras; umbi-umbian contohnya: kentang, singkong, ubi jalar, gula yang merupakan sumber-sumber energi (Suharjo & Kusharto 1988).

Kebutuhan zat-zat gizi bagi tenaga kerja yang paling utama adalah kebutuhan akan karbohidrat yang akan diubah menjadi energi, karena tenaga kerja lebih banyak menggunakan energi untuk kerja otot. Tenaga kerja dewasa tidak lagi memerlukan protein untuk pertumbuhan tetapi diperlukan untuk memelihara fungsi tubuh, disamping sebagai sumber energi (Tresnaningsih 1990).

Protein

(26)

berasal dari pangan hewani, seperti protein dari daging, protein susu, dan sebagainya, (b) protein nabati yaitu protein yang berasal dari pagan nabati, seperti protein dari jagung, protein dari terigu, dan sebagainya.

Protein dalam tubuh kira-kira terdapat sebanyak 18 sampai 20 persen dari total berat badan. Protein tersusun dari gabungan asam amino. Protein dipecah manjadi asam amino pada proses pencernaan makanan. Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan dan memperbaiki sel yang mati (Robergs & Roberts 1997).

Zat Besi

Zat besi terbagi menjadi dua yaitu bentuk padat dan larutan, dalam bentuk padat sebagai metal atau senyawa besi dan dalam bentuk larutan sebagai fero (Fe3+) atau feri (Fe2+). Dalam bentuk senyawa dengan protein membentuk hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah. Sekitar 85 persen besi dalam tubuh berikatan dengan protein dan 5 persen ada dalam protein otot. Senyawa tersebut sangat vital untuk pernapasan sel, yaitu pertukaran oksigen dengan karbondioksida (WNPG 2004).

Kandungan zat besi kira-kira 4-5 g dalam 70 kg berat badan orang dewasa. Zat besi memiliki dua sampai tiga bagian yang berfungsi yaitu hemoglobin (60%), myoglobin (5%), bermacam-macam heme (sitokrom dan katalase) dan nonheme (NADH hidrogenase, sukinik hidrogenase, akonitase), enzim (5%). Sisa kandungan zat besi adalah sebagai penyimpanan tubuh yaitu feritin (20%) dan homosiderin (10%) yang merupakan penyimpanan zat besi yang terbesar. Terdapat sedikit (<0,1%) yang ditemukan pada zat besi yaitu kelat transit dengan transferin merupakan transpor zat besi pada protein di dalam tubuh (Michael 2002).

Bahan makanan yang mengandung zat besi antara lain adalah hati, daging dari bahan pangan sumber hewani dan kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, serat sayuran hijau dari bahan pangan asal nabati. Selain kandungan zat besi yang ada dalam bahan makanan, perlu juga diperhatikan adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain jenis makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuhan yang dapat diabsorpsi hanya sedikit dan bahan makanan asal hewani dapat diabsorpsi dengan cukup tinggi (Anwar 1998).

(27)

oksigen. Anemia dapat menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan dan menurunnya kognitif. Selain itu juga dapat menurunkan daya tahan tubuh. Suplemen besi yang berlebihan ditambah dengan rendahnya asupan protein dari makanan dapat menyebabkan kelebihan besi. Gejala dari kelebihan zat besi, umumnya pada orang dewasa menyebabkan kulit menjadi keputihan, penyimpanan besi pada hati, jantung, pankreas, paru-paru, penurunan berat badan dan kelelahan (IOM 2001, diacu dalam WNPG 2004).

Vitamin A

Vitamin A terdiri dari dua jenis yaitu retinol (preformed vitamin A) dan karoten. Beberapa karoten dapat dicerna di mukosa usus untuk meningkatkan retinol. Karoten tersebut merupakan pro-vitamin A (Bender 1993). Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor atau provitamin A atau karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup (Almatsier 2002).

Vitamin A berpengaruh terhadap kekebalan tubuh pada manusia. Retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan dan diferensiasi limfosit B. Di samping itu kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel-T (limfosit yang berperan pada kekebalan selular). Sebaliknya infeksi dapat memperburuk kekurangan vitamin A (Almatsier 2002).

Makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber dari vitamin A yang sudah jadi (preformed vitamin A). Karena hati merupakan tempat penyimpanan vitamin A, kandungan retinolnya paling tinggi. Daging, unggas, ikan dan telur merupakan pangan hewani yang mengandung vitamin A. Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan (orange), sayuran berdaun hijau, akar dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak sawit merah mengandung provitamin A (Almatsier 2002). Menurut Sulaeman et al. (2002) diacu dalam WNPG (2004), keripik yang dibuat dari wortel mengandung karotenoid provitamin A dalam jumlah yang tinggi dalam satu penyajian keripik (30 g) telah cukup untuk memenuhi kebutuhan satu hari vitamin A orang dewasa.

Tingkat Konsumsi

Penilaian tingkat konsumsi makanan (energi dan zat gizi) diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowance

(28)

di Indonesia adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Penyajian Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut berdasarkan pada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, kondisi fisiologis khusus (hamil dan menyusui). Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk laki-laki dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1 Angka kecukupan energi dan zat gizi untuk laki-laki (per orang per hari)

Umur BB

(kg)

TB (cm)

Energi (Kal)

Protein (g)

Fe (mg)

Vit. A (RE)

19-29 th 60 165 2550 60 13 600

30-49 th 62 165 2350 60 13 600

Sumber: WNPG (2004)

Perhitungan tingkat konsumsi zat gizi seseorang dapat dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi individu terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kecukupan energi sangat penting diperhatikan pada tenaga kerja karena tenaga kerja biasanya memiliki kerja fisik cukup besar. Akan tetapi, hal ini bukan berarti kecukupan zat gizi lain tidak perlu diperhatikan, sebab ada beberapa vitamin dan mineral yang kecukupannya juga akan meningkat apabila kecukupan energinya meningkat. Hal ini karena vitamin tersebut sangat penting peranannya dalam metabolisme energi (Riyadi 2006).

Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (a) defisit tingkat berat (<70% AKG); (b) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (c) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (d) normal (90-119% AKG); dan (e) kelebihan (>120% AKG). Menurut Gibson (2005), klasifikasi tingkat konsumsi Fe dan vitamin A yaitu kurang jika tingkat konsumsi Fe dan vitamin A<77% AKG dan baik jika tingkat konsumsi Fe dan vitamin A≥77% AKG.

Status Gizi

(29)

dapat diinterpretasikan apakah mengalami kurang gizi atau tidak menurut klasifikasi tertentu. Dalam hal keadaan energi dan protein, status gizi dibedakan atas gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk (Riyadi 2006).

Berat Badan

Berat badan (BB) merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi, maka berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Riyadi 2001).

Penentuan pengukuran berat badan dilakukan dengan cara penimbangan. Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan: (1) mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain, (2) mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg, dan (4) skalanya mudah dibaca (Supariasa et al. 2002).

Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama (Riyadi 2001).

(30)

Indeks Massa Tubuh

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja (Supariasa et al. 2002).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa et al. 2002). Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT adalah kurus jika IMT <18,5; normal jika IMT 18,5-24,99; gemuk jika IMT 25,00 (WHO 2000, diacu dalam Gibson 2005).

Suhu Tubuh

Suhu tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Panas di dalam tubuh di hasilkan oleh gerak otot, asimilasi makanan dan semua proses vital yang mendukung laju metabolisme basal. Panas tubuh hilang oleh radiasi, konduksi serta penguapan air melalui pernapasan dan ekskresi keringat melalui kulit. Sejumlah kecil panas juga dibuang melalui urin dan feses (Ganong 1992). Panas tubuh hilang sebanyak 75 persen dari proses radiasi, konduksi serta ekskresi keringat, 20 persen melalui proses pernapasan, dan 5 persen melalui urin dan feses (Pearce 1992).

Salah satu cara penurunan suhu tubuh adalah melalui penguapan. Pada tubuh manusia, penguapan terjadi melalui pernapasan (paru-paru) dan keringat (kulit), penguapan terbanyak terjadi melalui keringat. Penguapan ini terjadi dengan mengambil panas tubuh sehingga berkeringat dapat menurunkan suhu tubuh (Tresnaningsih 1990). Suhu tubuh mencerminkan kesehatan seseorang. Pengukuran suhu tubuh melalui lekukan tubuh pada umumnya berkisar antara 36,40C (Anonim 2007).

Gizi Kerja

(31)

Penerapan gizi kerja di perusahaan juga mewujudkan pembinaan hubungan perburuhan yang diarahkan kepada terciptanya kerja sama yang serasi antara tenaga kerja dan perusahaan. Masalah dan keadaan gizi tenaga kerja perlu diketahui sebelum menyadari betapa pentingnya memperhatikan aspek gizi bagi tenaga kerja (Riyadi 2006).

Penerapan Gizi Kerja

Penerapan gizi kerja dapat dilakukan di perusahaan. Penerapan gizi kerja di perusahaan, dapat dilaksanakan dan dipantau dari segi berikut: (1) Ada tidaknya kantin (ruang makan) di perusahaan, (2) Kualitas penyelenggaraaan makan bagi tenaga kerja, (3) Ada tidaknya usaha peningkatan penyelenggaraan makan di perusahaan. Penerapan gizi kerja di luar sektor perusahaan, prinsipnya sama dengan penerapan gizi kerja di lingkungan perusahaan. Akan tetapi perlu adanya modifikasi yang disesuaikan dengan ruang lingkup, permasalahan gizi yang timbul di lingkungan kerja, serta sasaran dan tujuan (Riyadi 2006).

Permasalahan gizi yang timbul tergantung pada lingkungan kerja, beban kerja serta alokasi kerja, kemungkinan permasalahan gizi yang akan timbul adalah kekurangan energi dan kekurangan zat gizi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan, khususnya pengetahuan gizi dan rendahnya tingkat pendapatan (upah). Oleh karena itu, pendekatan atau intervensi dilakukan berdasarkan masalah yang timbul, misalnya: pemberian makan sesuai dengan aktivitas atau beban kerja dan penyuluan gizi untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi (Riyadi 2006).

Kesehatan Kerja

(32)

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun orang di sekililingnya, agar diperolah produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23, diacu dalam Buchari 2007).

Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus mendapatkan perhatian. Kondisi awal seseorang untuk dapat bekerja dapat dipengaruhi oleh tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain (Buchari 2007).

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Pekerjaan yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja (Buchari 2007). Ilmu kesehatan kerja mempelajari berbagai masalah kesehatan yang mungkin timbul karena pekerjaan yang dilakukan oleh perorangan maupun sekelompok masyarakat (Achmadi 1990).

(33)

Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Berbagai pekerjaan yang dilakukan pekerja berisiko untuk mendapatkan gangguan kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut. Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (Anies 2005). Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja terbagi menjadi beberapa golongan yaitu golongan fisik, golongan kimiawi, golongan infeksi, golongan fisiologis dan golongan mental-psikologis (Suma’mur 1991).

Faktor PAK golongan fisik seperti suara, radiasi, suhu tinggi, tekanan yang tinggi dan penerangan lampu yang kurang baik. Penyakit akibat kerja pada suhu tinggi meliputi heat cramps atau kram akibat panas dan heat stroke atau stroke akibat panas (Anies 2005). Kemerahan pada kulit, kecapaian dapat terjadi pada pekerja yang terpapar panas terlalu tinggi (Harington 2003).

Kulit terdiri atas dua unsur dasar yaitu epidermis luar yang bertindak sebagai pelindung dan dermis yang memberikan kekuatan pada kulit karena kandungan kolagen. Kemampuan epidermis untuk menahan air, dalam bidang kesehatan kerja, merupakan masalah potensial karena permukaan yang berlemak memudahkan penyerapan bahan yang mudah larut lemak, dan ini merupakan jalan masuk bahan kimia organik. Penyakit kulit dapat ditandai dengan lesi yang timbul dan menyebar, bercak kemerahan dan iritasi (Harington 2003).

(34)

KERANGKA PEMIKIRAN

Tingkat status gizi perorangan secara langsung ditentukan oleh dua faktor utama yaitu konsumsi pangan dan kondisi kesehatan. Konsumsi makanan yang selalu kurang dari kecukupan dalam jangka waktu tertentu dapat berakibat kurang gizi, jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Akan tetapi, konsumsi makanan yang cukup, apabila terdapat penyakit, dapat pula berakibat kurang gizi karena penyakit dapat menurunkan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Keadaan gizi seseorang akan lebih buruk jika konsumsi makan kurang dan terdapat penyakit. Biasanya dua faktor ini saling berinteraksi, yaitu konsumsi makanan yang kurang menyebabkan tubuh lebih mudah terserang penyakit, dan sebaliknya penyakit tersebut dapat mengganggu konsumsi makanan dan penyerapan atau penggunaan (utilisasi) zat gizi di dalam tubuh. Oleh karena itu penderita kurang gizi pada umumnya juga menderita salah satu atau kombinasi berbagai penyakit (Riyadi 2006).

Kondisi kesehatan seseorang dapat dipengaruhi antara lain oleh faktor lingkungan. Apabila lingkungannya sangat berbahaya maka kesehatan seseorang sangat mudah terganggu. Sebagai contoh, faktor lingkungan yang berbahaya adalah unsur biologis yang menimbulkan penyakit atau keracunan, pencemaran lingkungan misalnya pencemaran udara, limbah bahan berbahaya serta suhu tinggi (Riyadi 2006).

(35)

Keterangan :

[image:35.842.44.760.127.409.2]

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Hubungan tingkat konsumsi dan suhu ruang kerja terhadap status gizi pekerja. Tingkat konsumsi

Gizi (Energi, protein, zat besi

dan vitamin A) Suhu Ruang

Kerja

Pengetahuan gizi dan Pendidikan

Gangguan kesehatan akibat kerja Status Gizi

(IMT) Penerapan

Gizi Kerja

Ketersediaan Pangan

Selera

Cahaya, Getaran dan Kebisingan

(36)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desaian cross sectional study. Penelitian dilakukan di bagian produksi baja PT. Gunung Garuda Cikarang Bekasi. Perusahaan ini merupakan industri baja, pemilihan perusahan ini karena memenuhi kriteria penelitian yaitu industri dengan suhu tinggi. Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu dari bulan Mei hingga bulan Juli 2008.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Jumlah seluruh pekerja di bagian produksi baja adalah 1000 orang. Sebelum dilakukan penelitian, contoh yang akan diteliti berjumlah 102 orang. Penarikan contoh dilakukan berdasarkan rumus Slovin (1973) diacu dalam Umar (2005), yaitu:

102

)

1

,

0

(

1000

1

1000

)

(

1

2 2

=

+

=

+

=

e

N

N

n

Keterangan:

n = jumlah sampel (orang)

N = jumlah populasi yang memenuhi kriteria

e = margin eror / standar (0,1)

(37)
[image:37.595.135.511.81.270.2]

Gambar 2 Kerangka sampling penarikan contoh.

Jumlah contoh yang akan diteliti tidak diizinkan oleh pihak perusahaan karena dapat mengganggu proses produksi baja. Perusahaan mengizinkan hanya 42 orang untuk dijadikan contoh penelitian yaitu 11 orang dari ruang bersuhu 320C, 21 orang dari ruang bersuhu 340C dan 10 orang dari ruang bersuhu 380C. Contoh merupakan karyawan PT. Gunung Garuda, berjenis kelamin laki-laki dan berusia antara 27 hingga 47 tahun.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi karakteristik contoh, riwayat kesehatan, pengetahuan gizi, penerapan gizi kerja, konsumsi pangan, penerapan kesehatan kerja dan gangguan kesehatan akibat kerja. Sedangkan data sekunder diperoleh dari perusahaan berupa data suhu ruang kerja dan gambaran umum perusahaan. Berikut adalah jenis dan cara pengumpulan data.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Variabel Jenis

Data

Cara Pengumpulan Data

1 Karakteristik contoh Primer Wawancara langsung tentang usia, pendidikan, besar keluarga, lama kerja,

jam kerja dan upah perbulan (Lampiran Hal. 45) 2 Berat badan dan tinggi

badan

Primer Pengukuran menggunakan timbangan, pengukur tinggi badan

(Lampiran Hal. 45)

3 Suhu tubuh Primer Pengukuran menggunakan termometer

digital

pada lipatan lengan kanan (Lampiran Hal. 45)

Jumlah pekerja bagian produksi baja:

1000 orang

Suhu ruang 320C: 34 orang

Suhu ruang 380C: 34 orang Suhu ruang

340C: 34 orang

[image:37.595.103.509.596.753.2]
(38)

4 Gangguan kesehatan akibat kerja

Primer Wawancara langsung tentang keluhan yang dirasakan akibat kerja

(Lampiran Hal. 50)

5 Pengetahuan gizi Primer Wawancara menggunakan 20

pertanyaan tentang definisi dan jenis zat gizi, fungsi zat gizi bagi tubuh,dan

akibat kekurangan zat gizi (Lampiran Hal.46)

6 Konsumsi pangan Primer Wawancara langsung tentang

konsumsi pangan selama 2x24 jam yang lalu

(Lampiran Hal. 49)

7 Penerapan gizi kerja Primer Wawancara langsung tentang

pemberian makan, penyediaan air minum dan penyediaan ruang makan

(Lampiran Hal. 48)

8 Frekuensi minum Primer Wawancara langsung tentang frekuensi minum per hari (Lampiran Hal. 48.) 9 Penerapan kesehatan

kerja

Primer Wawancara langsung tentang

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) (Lampiran Hal. 50.)

10 Suhu ruang kerja Sekunder Pengukuran oleh PT. Mitralab Buana 11 Gambaran umum

perusahaan

Sekunder

Wawancara dengan pihak perusahaan

Pengolahan dan Analisis Data

[image:38.595.103.508.511.750.2]

Data primer yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003, Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), SPSS 13,0 for windows. Karakteristik contoh (usia, pendidikan, upah, besar keluarga, lama kerja, jam kerja), riwayat kesehatan, pengetahuan gizi, penerapan gizi kerja dan penerapan kesehatan kerja dianalisis secara statistik deskriptif. Kategori berbagai variabel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kategori variabel

No. Jenis Variabel Kategori Variabel

1 Usia

(WNPG 2004)

Dewasa muda (19-29) Dewasa madya (30-49)

2 Pendidikan Tidak sekolah

SD SMP SMA

3 Upah Rp. 1.000.000-2.000.000

>Rp. 2.000.001 4 Besar keluarga (Harlock 1991) Kecil (≤ 4 orang)

Sedang (5-7 orang) 5 Lama kerja

(Hardinsyah dan Briawan 1990)

<5 tahun 5-10 tahun >10 tahun

6 Jam Kerja 8-10 jam

>10 jam 7 Pengetahuan gizi

(Khomsan 2002)

(39)

8 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

(DepKes 1994)

Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89%AKG) Normal (90-119%AKG)

Kelebihan (>120%AKG) 9 Tingkat Konsumsi Zat Besi

dan Vitamin A (Gibson 2005)

Kurang (>77%) Baik (77%)

10 Status gizi

(WHO 2000, diacu dalam Gibson 2005)

Kurus (IMT<18,5) Normal (IMT 18,5-24,99) Gemuk (IMT 25)

11 Frekuensi Minum 1-5 gelas

5-8 gelas > 8 gelas

12 Suhu tubuh 33,5-35,00C

35,1-36,70C

Data pengetahuan gizi diperoleh dengan menggunakan pilihan jawaban Benar, Salah, dan Tidak Tahu, kemudian diskoring dengan menilai jumlah jawaban benar . Pengetahuan gizi contoh didapatkan dengan membandingka jumlah jawaban benar dengan total pertanyaan (20 buah) dan dikali 100%.

Data konsumsi pangan meliputi data konsumsi makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, makanan selingan dan minuman. Data konsumsi pangan tersebut didapat dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) dikonversi dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) ke dalam ukuran gram. Data konsumsi dalam ukuran gram kemudian dikonversi dengan program Microsoft Excel 2003. untuk mendapatkan kandungan energi, protein, zat besi dan vitamin A. Jumlah konsumsi energi, protein, zat besi dan vitamin A kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (WNPG 2004) untuk mengetahui tingkat konsumsi contoh. Tingkat konsumsi dapat dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1990):

TKGi = (Ki / AKGi) x 100 %

Keterangan:

TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu

Ki = Konsumsi zat gizi individu

AKGi = Angka kecukupan gizi individu yang dianjurkan

(40)

berdasarkan usia (Hal. 24 Tabel 12) diperoleh dari hasil perbandingan antara total konsumsi energi dan zat gizi terhadap jumlah contoh.

Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh (IMT), yaitu dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2). Berikut adalah rumus perhitungan IMT (Riyadi 2001):

2

) (

) (

m badan Tinggi

kg badan Berat IMT=

Tabel 4 Klasifikasi status gizi berdasarkan parameter Indeks Massa Tubuh

Klasifikasi Status Gizi IMT

Kurus <18,5

Normal 18,5-24,99

Gemuk 25,00

Sumber : WHO (2000) dalam Gibson (2005)

Analisis secara statistik yang dilakukan yaitu uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan berbagai variabel. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi energi terhadap status gizi, hubungan tingkat konsumsi protein terhadap status gizi, hubungan tingkat konsumsi zat besi dengan status gizi, hubungan tingkat konsumsi vitamin A dengan status gizi dan hubungan suhu ruang kerja terhadap status gizi.

Definisi Operasional

Contoh adalah pekerja yang bekerja di bagian produksi industri baja dan berjenis kelamin laki-laki.

Gangguan Kesehatan adalah tingkat kesehatan pekerja dilihat dari ada tidaknya penyakit yang diderita.

Konsumsi Gizi adalah sejumlah zat gizi yang dikonsumsi oleh contoh berupa energi, protein, zat besi dan vitamin A yang diperoleh dari recall 2x24 jam.

Penerapan Gizi kerja adalah kebijakan perusahaan pada tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan jenis dan tempat kerja, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja dilihat dari ada tidaknya penyelenggaraan makan, penyediaan air minum dan penyediaan ruang makan.

(41)

Perusahaan adalah PT. Gunung Garuda yang berlokasi di Cikarang Barat Bekasi.

Recall 2x24 jam adalah metode pengukuran konsumsi pangan individu yang dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi pada periode 2x24 jam sebelum hari wawancara.

Status Gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai hasil dari konsumsi zat-zat gizi yang terdapat pada pangan yang dikonsumsi dan dapat ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang yaitu BB/TB2 (kg/m2).

Suhu Tubuh adalah keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas tubuh yang diukur dengan termometer digital.

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan

PT. Gunung Garuda adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pembuatan baja. PT. Gunung Garuda didirikan pada tahun 1986 dan terletak di Jalan Imam Bonjol 4, Warung Bongkok Desa Suka Danau Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi Jawa Barat. PT. Gunung Garuda merupakan perusahaan pertama yang memproduksi baja di Asia Tenggara.

Proses pembentukan baja dari biji besi hingga menjadi bentuk yang diinginkan konsumen adalah diawali dengan peleburan, pengelasan dan pemotongan. Peleburan baja dilakukan di ruang Bahara, produk dari ruang Bahara adalah baja batangan. Selanjutnya baja batangan dibawa ke ruang Beam Plan I dan Beam Plan II untuk melewati tahap pengelasan menjadi produk baja batangan berbentuk IWF, Habin, T-Beam, dan lain-lain. Produk dari ruang Beam Plan I dan Beam Plan II dapat dijual langsung kepada konsumen. Proses pemotongan dilakukan di ruang Steel Service Center (SSC) yang melayani desain dan pembuatan model baja sesuai permintaan konsumen. Produk yang dihasilkan dari Steel Service Center adalah Angle, King Cross, Queen Cross, H-Beam dan lain-lain. Produk baja dari PT. Gunung Garuda digunakan untuk bangunan seperti supermarket, rumah sakit, apartemen,dan lain-lain; tower; jembatan; kapal dan lain-lain.

(43)

Karakteristik Contoh Usia

Rata-rata umur contoh adalah 36 tahun. Usia contoh dikategorikan menjadi dua yaitu dewasa muda (19-29 tahun), dewasa madya (30-49 tahun) (WNPG 2004). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh (85,7%) berusia 30 sampai 49 tahun yang merupakan usia dewasa madya. Sebagian kecil contoh (14,3%) berumur 19 sampai 29 tahun yang merupakan usia dewasa muda.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia Jumlah Contoh Kategori Usia (th)

n %

19-29 6 14,3

30-49 36 85,7

Total 42 100,0

Pendidikan

Pendidikan merupakan sumberdaya yang penting untuk memperoleh informasi dan menambah pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan dibagi menjadi empat yaitu tidak sekolah, SD, SMP dan SMA. Tingkat pendidikan lebih dari separuh (61,9%) contoh adalah SMA dan sebagian kecil (2,4%) contoh tidak sekolah.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan Jumlah Contoh Tingkat Pendidikan

n %

Tidak Sekolah 1 2,4

SD 3 7,1

SMP 12 28,6

SMA 26 61,9

Total 42 100,0

Besar Keluarga

(44)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Jumlah Contoh Besar Keluarga

n %

Kecil 39 92,5

Sedang 3 7,5

Total 42 100

Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 2 sampai 5 orang, dengan rata-rata sebanyak 3 orang. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh (92,5%) memiliki keluarga kecil dan sebagian kecil contoh (7,5%) memiliki keluarga sedang.

Lama Kerja

Lama kerja dalam penelitian ini adalah lamanya contoh menjadi karyawan di PT. Gunung Garuda. Contoh bekerja di perusahaan berkisar antara 2 sampai 19 tahun, dengan rata-rata lama kerja selama 13 tahun. Lama kerja dikategorikan menjadi menjadi tiga yaitu <5 tahun, 5-10 tahun, >10 tahun (Hardinsyah & Briawan 1990). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan lama kerja .

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan lama kerja Jumlah Contoh Lama Kerja (th)

n %

<5 8 19,0

5-10 1 2,4

>10 33 78,6

Total 42 100,0

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh (78,6%) bekerja di PT. Gunung Garuda selama lebih dari 10 tahun. Sebagian kecil contoh (2,4%) bekerja di PT.Gunung Garuda selama 5 sampai 10 tahun.

Jam Kerja

(45)

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jam kerja Jumlah Contoh Jam Kerja (jam)

n %

8-10 34 81,0

>10 8 19,0

Total 42 100,0

Upah

Upah contoh merupakan upah yang berasal dari perusahaan. Upah contoh per bulan berkisar antara Rp.1.800.000 sampai Rp.3.200.000, dengan rata-rata sebesar Rp. 2.300.000. Upah dari perusahaan berada diatas batas Upah Minimum Regional (UMR) untuk daerah Kabupaten Bekasi sebesar Rp.980.589 per kapita per bulan (Wikipedia Indonesia 2008).

Upah contoh dikategorikan menjadi dua yaitu Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 dan >Rp.2.000.001. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh (64,3%) contoh memiliki upah per bulan sebesar Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 dan kurang dari separuh (35,7%) contoh memiliki upah per bulan sebesar >Rp.2000.001.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan upah Jumlah Contoh Kategori Upah

(Rp/bln) n %

1.000.000-2.000.000 27 64,3

>2.000.001 15 35,7

Total 42 100,0

Pengetahuan Gizi

Proporsi terbesar (59,5%) contoh memiliki pengetahuan gizi sedang dan proporsi terkecil (14,3%) contoh memiliki pengetahuan gizi kurang. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang semakin baik dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo 1989). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan (r=0,012; p=0,939) antara pengetahuan gizi contoh terhadap tingkat konsumsi energi. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Jumlah Contoh Kategori Pengetahuan Gizi

n %

Kurang 6 14,3

Sedang 25 59,5

Baik 11 26,2

(46)

Konsumsi Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Undang-Undang Pangan 1996).

[image:46.595.105.506.481.751.2]

Tubuh membutuhkan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan sel dan jaringan yang tergantung pada usia, jenis kelamin dan beban kerja. Berdasarkan Tabel 12, rata-rata konsumsi energi contoh pada kelompok usia 19 tahun sampai 29 tahun adalah 2424 Kal lebih rendah dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi yaitu 2543 Kal. Namun konsumsi energi pada kelompok usia 30 tahun sampai 49 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi. Rata-rata tingkat konsumsi energi kelompok usia 19 tahun sampai 29 tahun dan kelompok usia 30 tahun sampai 49 tahun berada pada kategori normal yaitu diatas 90 persen dari Angka Kecukupan Gizi. Sebagian besar konsumsi energi contoh berasal dari bahan pangan sumber karbohidrat yaitu nasi, dalam bentuk nasi putih, nasi uduk dan nasi goreng. Kebutuhan zat-zat gizi bagi tenaga kerja yang paling utama adalah kebutuhan akan karbohidrat yang akan diubah menjadi energi, karena tenaga kerja lebih banyak menggunakan energi untuk kerja otot (Tresnaningsih 1990).

Tabel 12 Sebaran rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh berdasarkan kelompok usia

Kelompok Usia

Energi dan Zat Gizi 19-29

(n=6) 30-49 (n=36) Energi Konsumsi (Kal) Kecukupan (Kal/hr)

Tingkat Konsumsi (%AKG)

2424 2543 94 2569 2536 101 Protein Konsumsi (g) Kecukupan (g/hr)

Tingkat Konsumsi (%AKG)

45,16 59,83 74 47,63 64,76 73 Zat Besi Konsumsi (mg) Kecukupan (mg/hr)

Tingkat Konsumsi (%AKG)

11,86 13,00 91 12,07 13,00 93 Vitamin A Konsumsi (RE) Kecukupan (RE/hr)

Tingkat Konsumsi (%AKG)

(47)

Konsumsi protein contoh kelompok usia 19 tahun sampai 29 tahun dan 30 tahun sampai 34 tahun belum mencukupi Angka Kecukupan Gizi tahun 2004. Rata-rata tingkat konsumsi protein pada semua kelompok umur berada pada kategori kurang. Hal ini karena jumlah konsumsi pangan sumber protein contoh baik dari sumber protein hewani maupun protein nabati masih kurang. Sumbangan protein hewani diperoleh dari daging ayam, daging sapi, ikan dan telur, sedangkan dari protein nabati dieroleh dari tempe, tahu dan kacang-kacangan.

Rata-rata konsumsi zat besi contoh baik pada kelompok usia 19 tahun sampai 29 tahun maupun 30 tahun sampai 34 tahun belum mencukupi Angka Kecukupan Gizi. Bahan makanan yang mengandung zat besi antara lain adalah hati, daging dari bahan pangan sumber hewani dan kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, serat sayuran hijau dari bahan pangan asal nabati. Selain kandungan zat besi yang ada dalam bahan makanan, perlu juga diperhatikan adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain jenis makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuhan yang dapat diabsorpsi hanya sedikit dan bahan makanan asal hewani dapat diabsorpsi dengan cukup tinggi (Anwar 1998). Konsumsi zat besi contoh berasal dari daging ayam, daging sapi, ikan, telur sayuran hijau dan kacang-kacangan.

Rata-rata konsumsi vitamin A contoh pada kelompok usia 19 tahun sampai 29 tahun dan pada kelompok umur 30 sampai 49 tahun telah mencukupi Angka Kecukupan Gizi tahun 2004. Sumbangan vitamin A diperolah dari daging sapi, daging ayam, ikan, telur, sayuran, buah, dan kacang-kacangan. Menurut Almatsier (2002) daging, unggas, ikan dan telur merupakan pangan hewani yang mengandung vitamin A. Sedangkan bahan nabati seperti buah-buahan (orange), sayuran berdaun hijau, akar dan umbi-umbian mengandung provitamin A.

(48)

kategori normal dengan persentase sebesar 7,1 persen. Khumaidi (1989) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika kecukupan energi dan protein sudah terpenuhi dari beragam jenis pangan, maka kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein Tingkat Konsumsi

Energi

Tingkat Konsumsi Protein Kategori Tingkat

Konsumsi

n % n %

Defisit Tingkat Berat 0 0,0 15 35,7

Defisit Tingkat Sedang 2 4,8 16 38,1

Defisit Tingkat Ringan 4 9,5 8 19,0

Normal 34 81,0 3 7,1

Kelebihan 2 4,8 0 0,0

Total 42 100,0 42 100,0

Zat besi dan Vitamin A adalah zat gizi yang termasuk dalam zat gizi mikro. Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh (66,7%) contoh memiliki tingkat konsumsi zat besi dengan kategori baik dan sisanya (33,3%) contoh memiliki tingkat konsumsi zat besi dengan kategori kurang. Berdasarkan hasil recall konsumsi pangan, pangan hewani yang mengandung zat besi yang sering dikonsumsi contoh adalah daging, ikan, telur dan ayam. Sedangkan pangan nabati yang banyak dikonsumsi adalah tahu dan tempe. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi zat besi dan vitamin A

Tingkat Konsumsi Zat Besi

Tingkat Konsumsi Vitamin A Kategori Tingkat

Konsumsi Zat Besi dan

Vitamin A n % n %

Kurang 14 33,3 13 31,0

Baik 28 66,7 29 69,0

Total 42 100,0 42 100,0

(49)

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi (Riyadi 2001). Status gizi contoh dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh contoh berkisar antara 17 sampai 36,9, dengan rata-rata IMT sebesar 24,6.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi terbesar contoh memiliki status gizi gemuk dengan persentase sebesar 47,6 persen dan proporsi terkecil contoh memiliki status gizi kurus dengan persentase sebesar 11,9 persen. Pada umumnya contoh dengan status gizi gemuk bekerja pada bagian kontrol mesin sehingga aktivitas lebih rendah dibandingkan contoh yang bekerja pada bagian lain seperti bagian mekanik dan pencetakan sehingga tubuh contoh lebih banyak menyimpan cadangan energi dan mempengaruhi berat badan. Menurut Robergs dan Roberts (1997), peningkatan cadangan energi di dalam tubuh khusunya dalam jaringan adiposa akan meningkatkan berat badan. Jika hal ini terjadi secara terus menerus akan memicu terjadinya kegemukan. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan status gizi.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Jumlah Contoh Status Gizi

n %

Kurus 5 11,9

Normal 17 40,5

Gemuk 20 47,6

Total 42 100,0

Suhu Tubuh

Suhu tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Panas di dalam tubuh di hasilkan oleh gerak otot, asimilasi makanan dan semua proses vital yang mendukung laju metabolisme basal. Panas tubuh hilang oleh radiasi, konduksi serta penguapan air melalui pernapasan dan pengeluaran keringat melalui kulit. Sejumlah kecil panas juga dibuang melalui urin dan feses (Ganong 1992).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan suhu tubuh sebelum dan setelah bekerja Jumlah Contoh

Sebelum Bekerja Setelah Bekerja

Suhu Tubuh (0C)

n % n %

33,5-35,0 18 42,9 4 9,5

35,1-36,7 24 57,1 38 90,5

(50)

Suhu tubuh sebelum kerja contoh berkisar antara 33,50C sampai 36,40C, dengan rata-rata sebesar 35,00C. Sedangkan suhu tubuh setelah kerja berkisar antara 34,60C sampai 36,70C, dengan rata-rata sebesar 35,70C. Berdasarkan pengukuran suhu tubuh sebelum bekerja, lebih dari separuh (57,1%) suhu tubuh contoh adalah antara 35,10C sampai 36,70C. Sebagian besar (90,5%) suhu tubuh contoh setelah bekerja adalah antara 35,10C sampai 36,70C. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan (r=0,186; p=0,238) antara suhu tubuh sebelum bekerja terhadap suhu tubuh setelah bekerja.

Peningkatan suhu tubuh antara sebelum kerja dan setelah kerja terjadi pada sebagian besar (83,3%) contoh dan hanya 7,1 persen contoh tidak mengalami perubahan suhu tubuh antara sebelum kerja dan setelah kerja. Perubahan suhu tubuh contoh diduga karena aktivitas otot yang terjadi pada tubuh contoh selama bekerja dan perubahan suhu ruang dari suhu normal menjadi suhu tinggi. Peningkatan suhu tubuh contoh diduga mempengaruhi ekskresi keringat dan keluhan pusing contoh selama bekerja. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan perubahan suhu tubuh antara sebelum kerja dan setelah kerja.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan perubahan suhu tubuh antara sebelum dan setelah bekerja

Jumlah Contoh Perubahan suhu tubuh

n %

Menurun 4 9,5

Konstan 3 7,1

Meningkat 35 83,3

Total 42 100,0

Gangguan Kesehatan Akibat Kerja

Pekerjaan apapun memiliki risiko untuk mendapatkan gangguan kesehatan atau penyakit yang timbul akibat kerja jika tidak terdapat keseimbangan antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Pekerjaan yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja (Buchori 2007).

(51)

(2003), gangguan kesehatan atau keluhan subyektif yang umumnya dirasakan oleh contoh yang bekerja di lingkungan panas adalah kulit terasa panas, pegal dan banyak berkeringat. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan gangguan kesehatan akibat kerja.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan suhu ruang kerja dan gangguan kesehatan akibat kerja

Jumlah Contoh

Suhu Ruang 320C Suhu Ruang 340C Suhu Ruang 380C Gangguan

Kesehatan

n % n % n %

Pusing 8 72,7 13 61,9 6 60,0

Pegal 10 90,9 18 85,7 9 90,0

Banyak berkeringat

10 90,9 20 95,2 9 90,0

Kram 3 27,3 7 33,4 1 10,0

Gatal-gatal 5 45,5 8 38,1 4 40,0

Penyakit kulit akibat kerja atau yang didapat sewaktu melakukan pekerjaan banyak penyebabnya. Agen sebagai penyebab penyakit kulit tersebut antara lain berupa agen-agen fisik, kimia maupun biologis. Kebanyakan agen terdapat dalam pekerjaan industri (Bergqvist dan Wahlber 1994, diacu dalam Anies 2005). Kurang dari separu

Gambar

Grafik persentase kecukupan energi contoh berdasarkan waktu makan
Gambar 1  Hubungan tingkat konsumsi dan suhu ruang kerja terhadap status gizi pekerja
Tabel 2  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 3  Kategori variabel
+3

Referensi

Dokumen terkait

1.. konsep-konsep dari materi yang diajarkan. Kegagalan tersebut dapat berasal dari faktor intern dalam diri siswa ataupun faktor ekstern yang berasal dari

Bertindak untuk dan atas nama SD Negeri 1 Asemrudung UPTD Pendidikan Kecamatan Geyer Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan dengan ini menyatakan bahwa saya

Predictors: (Constant), Total Asset Turnover, Current Ratio, Laverage Ratio, Debt to Equity , Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Inventory Turnover, Return on Equity,

Hasil di atas sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ika Nugraha (2010: 84) dimana dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengumuman laporan keuangan terhadap abnormal return saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta ( BEJ ) tahun

HUBUNGAN KADAR KORTISOL DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENGGUNA OPIOID RUMATAN METADON DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA. Pembimbing I:

Persediaan merupakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan yang selanjutnya akan dijual dengan atau tanpa diolah terlebih dahulu. Persediaan sendiri merupakan elemen dari aktiva

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Group Investigation berbantu permainan ular tangga dapat meningkatkan keterampilan guru dan hasil belajar siswa pada mata