KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK
PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:
MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT
Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)
AMANDA MAWAN
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
AMANDA MAWAN. Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator
Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA.
Cyrtorhinus lividipennis (Reuter) (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu predator penting dalam menekan populasi wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi. Pengetahuan ekologi perilaku termasuk perilaku kemahiran mendapatkan mangsa (foraging behaviour), variasi jumlah, jenis individu dan jenis instar yang dimangsa merupakan faktor penentu preferensi dalam proses seleksi penerimaan mangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku dan mengukur kemampuan pemangsaan serta tingkat konsumsi setiap stadia pertumbuhan kepik terhadap stadia pertumbuhan WBC. Nimfa dan imago wereng serta kepik predator dipelihara pada tanaman padi varietas Pelita 1-1. Pengamatan perilaku memangsa kepik digunakan nimfa dan imago kepik dengan mangsa nimfa instar tiga wereng. Perilaku memangsa kepik diamati dari pukul 06:00 sampai 18:00. Pada uji pemangsaan seekor nimfa atau imago kepik dilepaskan ke dalam cawan petri berisi seekor nimfa, imago atau sekelompok telur wereng. Lama penemuan, penanganan, dan penghisapan mangsa dihitung menggunakan stopwatch. Tingkat konsumsi kepik diuji dengan cara memasukkan nimfa atau imago kepik ke dalam tabung gelas yang berisi tanaman padi dan 10 ekor wereng (nimfa atau imago) atau sekelompok telur wereng. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah kepik dilepaskan kemudian jumlah mangsa yang dikonsumsi dihitung dan dicatat.
KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK
PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:
MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT
Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)
AMANDA MAWAN A44104050
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator
Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)
Nama : Amanda Mawan
NRP : A44104050
Menyetujui,
Pembimbing
Dra. Endang Sri Ratna, PhD
NIP. 131 124 820
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1987, di Göttingen, Jerman. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Men Parlin Mawan dan Trimurti Habazar.
Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Baiturrahmah, Padang. Pada tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Baiturrahmah Padang. Tahun 1998 penulis melanjutkan studi di SLTPN 2 Padang, kemudian pada tahun 2001 melanjutkan ke SMUN 2 Padang dan lulus pada tahun 2004. Di tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemampuan Konsumsi dan Pemangsaan Kepik Predator
Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)”. Kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Ayah, Ibu, dan adik tercinta Dini Fajriah Mawan atas doa, dukungan serta motivasi yang diberikan kepada penulis; Dra. Endang Sri Ratna, PhD yang telah banyak membantu, membimbing dan memberi semangat dalam penyelesaian tugas akhir skripsi; Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah memberikan bantuan dalam proses pembimbingan akademis; Dr. Ir. Bonny Poernomo W. Soekarno, MS sebagai dosen penguji tamu di dalam ujian skripsi yang juga ikut memberikan saran dalam penulisan skripsi, dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi atas bantuan pembimbingan dalam fotografi serangga. Bpk Agus Sudrajat sebagai laboran Fisiologi dan Toksikologi Serangga, yang telah memberikan bantuan teknis selama penelitian. Teman-teman di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, teman HPT angkatan 41 yang telah membantu dan memberikan semangat belajar dan bekerja selama pendidikan di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita semua.
Akhirnya, dengan berbagai kekurangan yang ada dan kesadaran bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka segala kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juli 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Serangga Predator ... 3
Pemanfaatan Serangga Predator untuk Mengendalikan Hama ... 4
Bioekologi Cyrtorhinus lividipennis Reuter ... 5
Bioekologi Nilaparvata lugens Stål ... 7
Padi Varietas Pelita 1-1 sebagai Inang WBC ... 8
BAHAN DAN METODE ... 9
Tempat dan Waktu Penelitian ... 9
Metode Penelitian ... 9
Perbanyakan Tanaman Padi Varietas Pelita 1-1 ... 9
Perbanyakan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål . 10 Perbanyakan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter .. 11
Perilaku Pemangsaan ... 11
Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 12
Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 13
Analisis Data ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Perilaku Memangsa C. lividipennis terhadap N. lugens Stål ... 16
Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 21
Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Semaian benih dan bibit berumur dua minggu ... 9
2. Ember berisi tanaman padi tempat pemeliharaan WBC dan kepik C. lividipennis ... 10
3. Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis ... 12
4. Tabung tempat pemuasaan kepik uji C. lividipennis ... 12
5. Cawan petri tempat uji pemangsaan kepik C. lividipennis ... 13
6. Tabung gelas tempat uji konsumsi kepik C. Lividipennis ... 14
7. Jaringan batang padi yang telah diwarnai ... 14
8. Nimfa instar III kepik predator C. lividipennis saat memangsa nimfa instar III WBC ... 18
9. Tubuh nimfa instar III WBC setelah dimangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 18
10. Warna abdomen kepik setelah memangsa ... 18
11. Telur kepik dan wereng di dalam jaringan batang padi yang telah dibedah ... 20
KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK
PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:
MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT
Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)
AMANDA MAWAN
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
AMANDA MAWAN. Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator
Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA.
Cyrtorhinus lividipennis (Reuter) (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu predator penting dalam menekan populasi wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi. Pengetahuan ekologi perilaku termasuk perilaku kemahiran mendapatkan mangsa (foraging behaviour), variasi jumlah, jenis individu dan jenis instar yang dimangsa merupakan faktor penentu preferensi dalam proses seleksi penerimaan mangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku dan mengukur kemampuan pemangsaan serta tingkat konsumsi setiap stadia pertumbuhan kepik terhadap stadia pertumbuhan WBC. Nimfa dan imago wereng serta kepik predator dipelihara pada tanaman padi varietas Pelita 1-1. Pengamatan perilaku memangsa kepik digunakan nimfa dan imago kepik dengan mangsa nimfa instar tiga wereng. Perilaku memangsa kepik diamati dari pukul 06:00 sampai 18:00. Pada uji pemangsaan seekor nimfa atau imago kepik dilepaskan ke dalam cawan petri berisi seekor nimfa, imago atau sekelompok telur wereng. Lama penemuan, penanganan, dan penghisapan mangsa dihitung menggunakan stopwatch. Tingkat konsumsi kepik diuji dengan cara memasukkan nimfa atau imago kepik ke dalam tabung gelas yang berisi tanaman padi dan 10 ekor wereng (nimfa atau imago) atau sekelompok telur wereng. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah kepik dilepaskan kemudian jumlah mangsa yang dikonsumsi dihitung dan dicatat.
KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK
PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:
MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT
Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)
AMANDA MAWAN A44104050
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator
Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)
Nama : Amanda Mawan
NRP : A44104050
Menyetujui,
Pembimbing
Dra. Endang Sri Ratna, PhD
NIP. 131 124 820
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1987, di Göttingen, Jerman. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Men Parlin Mawan dan Trimurti Habazar.
Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Baiturrahmah, Padang. Pada tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Baiturrahmah Padang. Tahun 1998 penulis melanjutkan studi di SLTPN 2 Padang, kemudian pada tahun 2001 melanjutkan ke SMUN 2 Padang dan lulus pada tahun 2004. Di tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemampuan Konsumsi dan Pemangsaan Kepik Predator
Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)”. Kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Ayah, Ibu, dan adik tercinta Dini Fajriah Mawan atas doa, dukungan serta motivasi yang diberikan kepada penulis; Dra. Endang Sri Ratna, PhD yang telah banyak membantu, membimbing dan memberi semangat dalam penyelesaian tugas akhir skripsi; Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah memberikan bantuan dalam proses pembimbingan akademis; Dr. Ir. Bonny Poernomo W. Soekarno, MS sebagai dosen penguji tamu di dalam ujian skripsi yang juga ikut memberikan saran dalam penulisan skripsi, dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi atas bantuan pembimbingan dalam fotografi serangga. Bpk Agus Sudrajat sebagai laboran Fisiologi dan Toksikologi Serangga, yang telah memberikan bantuan teknis selama penelitian. Teman-teman di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, teman HPT angkatan 41 yang telah membantu dan memberikan semangat belajar dan bekerja selama pendidikan di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita semua.
Akhirnya, dengan berbagai kekurangan yang ada dan kesadaran bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka segala kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juli 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Serangga Predator ... 3
Pemanfaatan Serangga Predator untuk Mengendalikan Hama ... 4
Bioekologi Cyrtorhinus lividipennis Reuter ... 5
Bioekologi Nilaparvata lugens Stål ... 7
Padi Varietas Pelita 1-1 sebagai Inang WBC ... 8
BAHAN DAN METODE ... 9
Tempat dan Waktu Penelitian ... 9
Metode Penelitian ... 9
Perbanyakan Tanaman Padi Varietas Pelita 1-1 ... 9
Perbanyakan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål . 10 Perbanyakan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter .. 11
Perilaku Pemangsaan ... 11
Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 12
Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 13
Analisis Data ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Perilaku Memangsa C. lividipennis terhadap N. lugens Stål ... 16
Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 21
Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Semaian benih dan bibit berumur dua minggu ... 9
2. Ember berisi tanaman padi tempat pemeliharaan WBC dan kepik C. lividipennis ... 10
3. Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis ... 12
4. Tabung tempat pemuasaan kepik uji C. lividipennis ... 12
5. Cawan petri tempat uji pemangsaan kepik C. lividipennis ... 13
6. Tabung gelas tempat uji konsumsi kepik C. Lividipennis ... 14
7. Jaringan batang padi yang telah diwarnai ... 14
8. Nimfa instar III kepik predator C. lividipennis saat memangsa nimfa instar III WBC ... 18
9. Tubuh nimfa instar III WBC setelah dimangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 18
10. Warna abdomen kepik setelah memangsa ... 18
11. Telur kepik dan wereng di dalam jaringan batang padi yang telah dibedah ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
3. Hasil uji nilai tengah (t-test) total waktu penemuan WBC oleh kepik
predator C. lividipennis ... 40 nimfa dan imago WBC oleh kepik predator C. lividipennis... 49 11. Hasil uji nilai tengah (t-test) waktu pengisapan nimfa instar IV
15. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi telur terhadap nimfa dan imago WBC oleh kepik predator C. lividipennis ... 55 16. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi telur WBC oleh
kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV
C. lividipennis ... 57 17. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi imago WBC oleh
nimfa instar III kepik terhadap kepik betina, jantan, dan nimfa instar IV C. lividipennis ... 58
18. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi nimfa instar III WBC oleh kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama menimbang sebagian besar masyarakat Indonesia dan Asia sangat tergantung pada
beras sebagai makanan pokok (Satoto 2007). Di Afrika dan Amerika Latin,
sekitar 100 juta dari 1,2 miliar penduduknya dilaporkan masih mengkonsumsi
beras.
Ketergantungan pemerintah Indonesia terhadap impor beras terus
meningkat, yang diduga akibat peningkatan konsumsi beras perkapita
(139,15 kg/tahun) dengan kondisi produksi padi yang relatif tetap (Nunun 2007).
Laju peningkatan produksi padi Indonesia belum dapat mengimbangi laju
kebutuhan padi, sehingga jumlah impor beras dari tahun ke tahun terus meningkat.
Produksi padi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4,77% dari 54,5 juta ton
pada tahun 2006 menjadi 57 juta ton pada tahun 2008 (BPS 2008). Luas
pertanaman padi Indonesia tahun 2007 sekitar 12 juta hektar dengan total produksi
57 juta ton dan memberikan hasil rata-rata sekitar 47,05 kwintal/ha (BPS 2008).
Banyak usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
produktivitas padi, walaupun selalu mendapat hambatan. Organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang dapat menyerang akar, batang daun atau bulir padi
merupakan salah satu kendala rendahnya produktivitas padi (Semangun 1991).
Pada tahun 2005, kehilangan hasil akibat serangan hama mencapai 208 ribu ton
gabah kering giling (GKG) dari potensial produksi padi nasional. Serangan
terbesar oleh hama wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) menyebabkan kehilangan hasil 65 ribu ton GKG
(Anonim 2005).
WBC sebelumnya termasuk hama sekunder. Saat ini WBC telah menjadi
hama utama yang mampu merusak tanaman pada skala yang luas dalam waktu
singkat, sehingga dapat menyebabkan puso. Disamping itu WBC merupakan
vektor penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput (BBPTP 2006). Untuk
mengendalikan serangan WBC, petani pada umumnya menggunakan insektisida
samping seperti, terjadinya pencemaran lingkungan sekitar, timbulnya resurjensi
dan resistensi terhadap insektisida, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan
sebagai penyebab keracunan pada manusia dan ternak. Oleh karena itu, beberapa
negara telah mencoba mengurangi penggunaan pestisida dan melibatkan
penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama (Habazar & Yaherwandi
2006).
Salah satu musuh alami penting yang berpotensi menekan populasi WBC
adalah kepik predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) pemangsa telur (Wheeler 2001). Menurut Alphen & Jervis 1996,di dalam teknik
aplikasi pengendalian hayati sangat dibutuhkan pengetahuan tentang biologi,
ekologi, etologi, taksonomi, dan agroentomologi. Pengetahuan ekologi perilaku
termasuk perilaku kemahiran mendapatkan mangsa (foraging behaviour), variasi jumlah, jenis individu dan jenis instar yang dimangsa merupakan faktor penentu
preferensi dalam proses seleksi penerimaan mangsa. Di Indonesia penelitian lebih
jauh mengenai perilaku pemangsaan C. lividipennis belum banyak dilakukan. Perilaku memangsa, tingkat predatisme dan uji konsumsi di laboratorium
merupakan dasar untuk menentukan tingkat kebugaran predator (Cohen 2000).
Pengetahuan ini diperlukan untuk mempertinggi efisiensi pemanfaatan musuh
alami.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku dan mengukur
kemampuan pemangsaan serta tingkat konsumsi beberapa stadia pertumbuhan
kepik terhadap stadia pertumbuhan WBC.
Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini dapat diketahui tingkat efisiensi dan keefektifan
beberapa stadia pertumbuhan kepik predator sebagai salah satu komponen
pengendalian biologi hama wereng batang cokelat.
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga Predator
Agens pengendalian hayati merupakan organisme yang menggunakan
spesies hama sebagai sumberdaya pakan dan seringkali disebut sebagai musuh
alami, orgasnisme bermanfaat, atau agens biokontrol (Habazar & Yaherwandi
2006). Musuh alami serangga terdiri atas predator, parasitoid, dan
entomopatogen. Di antara ketiga musuh alami tersebut serangga predator
memiliki keunggulan, yaitu memiliki kemampuan memangsa dengan cepat, dapat
membunuh berbagai stadium mangsa dan dapat mengkonsumsi beberapa jenis
mangsa (Erawati 2005).
Serangga predator adalah serangga yang membunuh dan memakan serangga
lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Purnama 2006). Menurut Habazar &
Yaherwandi (2006), ciri-ciri predator secara umum berukuran lebih besar dan
lebih kuat dibandingkan mangsanya. Satu individu predator membutuhkan lebih
dari satu mangsa selama hidupnya. Predator dapat mematikan mangsa dalam
waktu singkat. Stadium pradewasa maupun dewasa serangga predator dapat
bersifat kanibal. Predator pradewasa dan dewasa tidak selalu hidup pada habitat
yang sama dengan mangsanya. Biasanya serangga predator memiliki daur hidup
lebih lama dibandingkan mangsanya.
Pola makan serangga predator dapat polifag (memangsa berbagai spesies),
oligofag (memangsa beberapa spesies), dan monofag (memangsa pada satu
spesies) (Bugg & Pickett 1998). Sebagian besar serangga predator bersifat
karnivora baik stadium pradewasa atau dewasa, walaupun beberapa di antaranya
bersifat campuran, baik sebagai pemangsa atau sebagai pemakan nektar, embun
madu atau tanaman untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Koul & Dhaliwal
2003). Dalam keadaan kekurangan mangsa atau pakan terbatas, beberapa
predator akan memakan kelompoknya sendiri (kanibal). Biasanya, individu
predator yang lemah akan dimangsa oleh individu predator yang kuat. Kumbang
coccinellid dilaporkan mengkonsumsi telurnya sendiri apabila tidak menemukan
Predator menggunakan pendekatan visual dan kimia dalam menemukan
mangsa dan tanaman inang dari mangsanya (Koul & Dhaliwal 2003). Imago
betina predator biasanya meletakkan telur didekat mangsa. Hal ini untuk
memudahkan individu baru predator dalam mendapatkan pakan. Menurut Hoy
(1994 dalam Koul & Dhaliwal 2003), predator banyak terdapat di sekitar populasi mangsa yang cukup tinggi. Perilaku ini menjadikan predator kurang efektif dalam
mengendalikan hama saat populasi rendah, walaupun dapat berperan menekan
peledakan hama.
Spesies serangga predator banyak terdapat sebagai anggota dari berbagai
ordo serangga. Kelompok predator paling dominan ditemukan pada ordo
Coleoptera, Neuroptera, Hymenoptera, Diptera, Hemiptera, dan Odonata (Koul &
Dhaliwal 2003). Kepik predator digolongkan ke dalam ordo Hemiptera yang
memiliki alat mulut tipe menusuk-menghisap. Kepik memiliki tipe
perkembangan paurometabola; terdiri atas telur, nimfa, dan imago. Pada tipe
perkembangan ini umumnya nimfa dan imago memiliki habitat dan bentuk
morfologi tubuh yang hampir sama, kecuali bentuk dan ukuran sayap serta alat
genitalia nimfa biasanya belum berkembang sempurna seperti pada imago
(Schaefer & Panizzi 2000).
Kepik predator umumnya memerlukan berbagai jenis mangsa untuk hidup
dan berkembang biak. Tahap perilaku kepik predator saat memangsa dimulai
dengan cara menggunakan tungkai depan untuk menangkap mangsa, lalu
menusukkan alat mulut, diikuti dengan menginjeksikan toksin yang dapat
melumpuhkan mangsa dengan sangat cepat (Koul & Dhaliwal 2003). Kepik
predator juga bersifat kanibal jika kekurangan mangsa.
Pemanfaatan Serangga Predator untuk Mengendalikan Hama
Pemanfaatan musuh alami untuk mengendalikan serangga fitofag memiliki
sejarah yang sangat panjang. Menurut Coulson et al. (1982 dalam Koul & Dhaliwal 2003) pemanfaatan serangga predator berdasarkan laporan paling awal
dimulai pada tahun 324 SM. Di Cina, semut fir’aun (Monomorium pharaonis
(Linnaeus) digunakan untuk mengendalikan hama pada komoditas padi yang
digunakan untuk mengendalikan ulat pemakan daun dan kumbang penggerek pada
pohon jeruk.
Pada tahun 1887-1888 kutu Icerya purchasi Maskell yang aslinya berasal dari daerah Australia atau New Zealand menyerang sebagian besar pertanaman
jeruk di California (Koul & Dhaliwal 2003). Pada saat itu, pengendalian secara
kimia belum dikenal, sehingga para ahli serangga menyarankan untuk menyelidiki
jenis musuh alami dari negara asal hama tersebut. Pada tahun 1888, kumbang
predator Vedolia (= Rodolia) cardinalis Mulsant dari Australia diintroduksikan untuk mengendalikan I. purchasi pada pertanaman jeruk tersebut dan dalam waktu satu tahun kumbang Vedolia dapat mengendalikan kutu I. purchasi dengan cepat dengan biaya pengendalian yang dibutuhkan kurang dari US$ 200.
Sejak tahun 1988 telah diketahui bahwa musuh alami telah dintroduksi
untuk mengendalikan 416 spesies hama di seluruh dunia. Pengendalian secara
permanen berhasil dilakukan terhadap 164 spesies hama. Dari jumlah spesies
tersebut, 15 spesies dikendalikan dengan baik, 74 spesies dikendalikan secara
berkelanjutan, dan 15 spesies hanya dapat dikendalikan sebagian saja disebabkan
adanya penggunaan pestisida yang menekan populasi hama hampir 50% (Koul &
Dhaliwal 2003).
Bioekologi Cyrtorhinus lividipennis Reuter
Kepik predator C. lividipennis (Ordo: Hemiptera, Famili: Miridae) merupakan musuh alami penting dalam menekan populasi WBC (Nilaparvata lugens), wereng punggung putih (Sogatella furcifera), dan wereng hijau (Nephotettix virescens) di pertanaman padi (Wheeler 2001). Imago kepik predator berwarna hijau, pada bagian kepala dan ujung sayap berwarna hitam dengan
panjang badan 3-4 mm (Westen 1979). Kepik predator betina biasanya berukuran
lebih besar dibandingkan predator jantan. Pada bagian ujung abdomen kepik
betina terdapat ovipositor berbentuk bulan sabit dan apabila dilihat dari arah
ventral terlihat seperti garis tebal memanjang dan berwarna cokelat gelap. Nimfa
C. lividipennis berwarna hijau muda dan stadium perkembangan serangga ini melalui empat kali pergantian kulit. Pada bagian dorsal abdomen nimfa instar
terakhir terdapat dua bintik cokelat yang terletak berdampingan. Lama
perkembangan setiap instar antara 2-3 hari), lama hidup imago betina 5-21 hari
dan lama hidup imago jantan 7-25 hari (CAB International 2005).
Nimfa dan imago C. lividipennis dapat memangsa semua stadium perkembangan WBC. Chiu (1979) menyatakan bahwa C. lividipennis lebih banyak memangsa telur daripada nimfa wereng. Jumlah telur yang dimangsa oleh
seekor imago betina, jantan dan nimfa instar tiga C. lividipennis berturut-turut adalah 10-20 telur/hari, 3-18 telur/hari, dan 6 telur/hari (Manti & Shepard 1990;
Pophaly et al. 1978, Sivapragasam et al. 1985, dan Chua & Mikil, 1989 dalam
CAB International 2005). Di Philipina, selain memangsa WBC, kepik C. lividipennis dapat memangsa wereng hijau N. virescens. Reyes & Gabriel (1974), melaporkan bahwa nimfa C. lividipennis mengkonsumsi wereng hijau sekitar 7,45 telur/hari dan 1,35 ekor nimfa/hari selama 14 hari. Imago jantan mengkonsumsi
rata-rata 10,41 telur/hari; 4,69 nimfa/hari atau 2,45 imago/hari selama 10 hari,
sedangkan imago betina kepik dapat mengkonsumsi 10 telur/hari; 4,75 nimfa/hari
atau 1,25 imago/hari selama 10 hari.
Manti & Shepard (1990) melaporkan bahwa kemampuan konsumsi telur
oleh imago jantan dan betina meningkat satu hari setelah ganti kulit menjadi
imago. Menurut Westen (1979), 1-2 hari sebelum mati imago betina kepik tidak
memangsa lagi. Imago dapat bertahan selama 2-3 hari dalam kondisi tanpa pakan
(Reyes & Gabriel 1974).
Di samping keterbatasan efektivitas pemangsaan, kemampuan pemencaran
dan berkembang biak C. lividipennis merupakan faktor yang dapat membantu penekanan populasi WBC pada pertanaman padi. Keberadaan kepik ditentukan
oleh kemampuannya untuk bertahan hidup saat telur dan nimfa WBC tidak ada di
lapangan (Wheeler 2001). Bentur & Kalode (1987 dalam Wheeler 2001) menyatakan bahwa sebagai predator obligat, C. lividipennis memerlukan mangsa untuk bertahan hidup dan ketiadaan mangsa dapat menyebabkan kanibalisme
terhadap sesama individu predator.
Kepik predator C. lividipennis bersifat polifag dan aktif pada siang hari. Menrut Song & Heong (1997) melaporkan bahwa tingkat penyerangan dan
penanganan C. lividipennis terhadap WBC meningkat pada suhu 20 ˚C sampai 32 ˚C. Selain memangsa WBC, kepik ini dapat hidup dengan memangsa serangga
lain dan efektif digunakan sebagai pengendali hayati serangga hama. Shepard &
Arida (1986 dalam Wheeler 2001) melaporkan bahwa telur ngengat dari famili Noctuidae dan Pyralidae dapat menjadi mangsa alternatif di pertanaman padi. Di
India saat populasi WBC rendah selama bulan November sampai Januari,
C. lividipennis memangsa telur wereng kelabu Nisia nervosa yang hidup pada rumput Cyperus spp. (Bentur & Kalode 1987 dalam Wheeler 2001). Di laboratorium, kepik C. lividipennis dapat memangsa telur hama penggerek batang padi merah jambu Chilo suppressalis. Selain itu, kepik dapat dibiakkan secara massal dengan menggunakan pakan telur lalat buah Mediteran (Ceratitis capitata). Perbanyakan ini digunakan untuk pelepasan augmentasi dalam menekan populasi WBC pada pertanaman padi di India.
Bioekologi Nilaparvata lugens Stål
Wereng batang cokelat (WBC) dikelompokkan ke dalam ordo Hemiptera,
subordo Auchenorrhycha, famili Delphacidae. Imago WBC mempunyai dua
bentuk morfologi tubuh yaitu bersayap normal (makroptera) dan bersayap pendek
(brakhiptera). Menurut Miyake et al. (1951) & Johno (1963 dalam Mochida & Okada 1979), kepadatan populasi saat stadia nimfa mempengaruhi perkembangan
bentuk sayap imago WBC. Peningkatan kepadatan populasi WBC berbanding
lurus dengan kemunculan imago makroptera. Kisimoto dalam Mochida & Okada (1979), melaporkan bahwa lama stadia nimfa yang akan berkembang menjadi
imago brakhiptera lebih pendek dibandingkan nimfa bakal imago makroptera.
Apabila ditinjau dari perkembangan populasi WBC di lapangan, imago
brakhiptera biasanya mendominasi populasi sebelum tanaman memasuki fase
pembungaan dan imago makroptera banyak dijumpai pada saat tanaman tua (IRRI
1995).
WBC memiliki siklus hidup yang singkat dan tingkat keperidian yang
tinggi. Siklus hidup WBC berkisar antara 21-24 hari, lama peneluran wereng
sekitar 25 hari. Telur WBC berbentuk silinder berwarna putih bening. Bagian
telur terdiri atas korion, membran vitellin, protoplasma, nukleus, kuning telur, dan
misetosit. Imago biasanya menyisipkan telur secara berkelompok ke dalam
jaringan tanaman inang. Imago betina WBC dapat memproduksi telur maksimal
dalam Manti 1981). Telur menetas dalam waktu 7-9 hari (IRRI 1995). WBC memiliki lima stadia nimfa yang dapat dibedakan melalui bentuk mesonotum dan
metanotum serta ukuran tubuhnya (Mochida & Okada 1979). Stadium nimfa
berlangsung selama 13-15 hari (IRRI 1995). Di daerah tropis hama ini dapat
berkembang biak hingga 2 sampai 8 generasi dalam satu musim tanam (Chiu
1979).
Padi Varietas Pelita sebagai Inang WBC
Padi non-hibrida varietas Pelita 1-1 merupakan varietas unggul baru (VUB)
yang dilepas pada tahun 1971 oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan (BALITPA
2004). Varietas ini merupakan hasil persilangan antara PB-5 dengan Shinta.
Pelita 1-1 memiliki daya hasil yang tinggi dengan rasa nasi yang lebih enak dari
induknya. Potensi hasil gabah kering giling (GKG) Pelita 1-1 sekitar 8 ton/ha
(Diah & Syam 2007). Hal tersebut menyebabkan varietas ini sangat disukai oleh
petani Indonesia dan mendominasi pertanaman padi di beberapa sentra produksi
padi. Keadaan inilah yang memicu munculnya hama WBC (N. lugens) yang sangat merusak dan merugikan. Sebelum Pelita 1-1 dilepas, WBC termasuk hama
sekunder di pertanaman padi dan varietas padi yang dirakit belum dirancang agar
tahan terhadap hama ini.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret sampai Mei 2008.
Metode Penelitian Perbanyakan Tanaman Padi Varietas Pelita 1-1
Tanaman padi varietas Pelita 1-1 digunakan untuk membiakan stok WBC.
Benih padi direndam dalam air selama 24 jam pada baki plastik untuk
memisahkan benih yang tengggelam (benih bernas) dan hampa. Benih bernas
disemai di atas baki berisi tanah yang digenangi air setinggi 0,5 cm (Gambar 1).
Bibit berumur dua minggu dipindahkan ke dalam sebuah ember berisi tanah.
Lima buah ember (diameter 25 cm, tinggi 25 cm) digunakan sebagai stok tanaman
dan setiap ember berisi sembilan bibit tanaman yang terbagi menjadi tiga
kelompok. Tanaman padi berumur 1,5 sampai 2 bulan digunakan untuk
perbanyakan WBC dan kepik. Agar persediaan tanaman padi selalu tersedia
untuk perbanyakan serangga tersebut maka pembaharuan benih dilakukan setiap
bulan.
Perbanyakan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål
WBC biotipe 3 yang digunakan dalam penelitian berasal dari koleksi
perbanyakan WBC di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga. WBC
tersebut merupakan perbanyakan populasi generasi pertama hasil koleksi nimfa
dan imago dari daerah sentra pertanaman padi di Karawang, Jawa Barat. Imago
WBC diambil dari kurungan perbanyakan dengan menggunakan aspirator plastik
dan dipindahkan satu per satu pada tanaman padi varietas Pelita 1-1 yang telah
disediakan. Sepuluh hingga lima belas pasang imago WBC dilepas ke dalam
setiap ember tanaman. Imago betina yang dipilih bertubuh gemuk dan
diperkirakan telah berkopulasi, dengan harapan lebih banyak telur dan keturunan
yang dihasilkan untuk memenuhi stok pakan kepik. Tanaman yang telah berisi
WBC dikurung dengan kurungan plastik mika berbentuk silinder (diameter 24 cm,
tinggi 80 cm) dengan permukaan bagian atas dan samping diberi lubang ventilasi
bertutupkan kain kasa (Gambar 2). Nimfa dan imago WBC hasil perbanyakan
digunakan sebagai stok pakan kepik predator dan mangsa uji.
Gambar 2 Ember berisi tanaman padi tempat pemeliharaan WBC dan kepik
C. lividipennis
Perbanyakan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter
Kepik predator Cyrtorhinus lividipennis berasal dari koleksi perbanyakan kepik Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang dipelihara pada
pakan WBC yang dibiakkan pada tanaman padi varietas Pelita 1-1. Kepik
predator diperbanyak dengan cara mengumpulkan nimfa-nimfa kepik ke dalam
kurungan berisi tanaman padi yang telah diinfestasi WBC seperti yang telah
diuraikan di atas. Imago yang muncul dari hasil perbanyakan dipindahkan ke
dalam stok pemeliharaan tanaman baru yang telah diinfestasi WBC agar stok
perbanyakan kepik terbaharui dan populasi imago kepik pada kurungan lama
berkurang untuk mencegah terjadinya kanibalisme antar kepik predator khususnya
melindungi nimfa yang masih akan tumbuh dan berkembang. Kepik hasil
perbanyakan digunakan sebagai kepik uji pada percobaan pengujian konsumsi dan
pemangsaan.
Perilaku pemangsaan
Uji perilaku pemangsaan kepik C. lividipennis dilakukan melalui uji pendahuluan tentang aktivitas kepik yang akan digunakan sebagai dasar
penentuan waktu yang paling sesuai untuk uji konsumsi dan kemampuan
pemangsaan kepik. Nimfa instar III hingga IV, dan imago jantan serta betina
kepik digunakan sebagai predator uji pada penelitian ini (Gambar 3). Setiap
individu kepik uji dipuasakan terlebih dahulu dengan cara diisolasi dari kurungan
perbanyakan dan dipindahkan ke dalam sebuah tabung reaksi gelas berdiameter
1 cm dengan ujung berventilasi kain kasa yang telah berisi 2 bibit tanaman umur
2 minggu tanpa diberi pakan WBC (Gambar 4). Setelah 24 jam pemuasaan, kepik
uji dilepas di dalam kotak plastik berukuran 33 cm x 25 cm x 7 cm bertutupkan
plastik mika untuk memudahkan pengamatan. Di dalam kotak plastik tersebut
dilepas 30 ekor nimfa WBC instar II diinfestasi pada tiga bibit tanaman berumur
sama dengan di atas yang pada bagian akarnya dibalut kapas basah. WBC dan
tanaman tersebut diletakkan di tengah-tengah kotak uji. Selanjutnya, 10-15 ekor
kepik uji untuk setiap kelompok stadia perkembangan kepik dimasukkan melalui
Gambar 3 Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis
Gambar 4 Tabung tempat pemuasaan kepik uji C. lividipennis
menghisap mangsa diamati dan dicatat. Pengamatan dimulai pukul 06:00 hingga
18:00 WIB. Suhu serta kelembaban nisbi ruangan saat pengamatan diukur setiap
interval 1 jam dan dicatat oleh alat data logger i-button DS 1923.
Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens
Kemampuan pemangsaan kepik diujikan pada nimfa instar III, IV, imago
betina, dan imago jantan C. lividipennis. Setiap kepik yang akan diuji dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Mangsa yang digunakan untuk pengujian ini
adalah telur, nimfa instar I, II, III, IV, V, dan imago WBC.
Kepik uji yang telah dipuasakan dilepas ke dalam cawan petri berdiameter
3,5 cm dan tinggi 1 cm pada pukul 09:00 hingga pukul 15:00 (Gambar 5). Waktu
pelepasan ini ditentukan berdasarkan waktu aktif kepik yang diperoleh dari hasil
uji perilaku pemangsaan. Di dalam cawan petri diletakkan satu ekor mangsa atau
Gambar 5 Cawan petri tempat uji pemangsaan kepik C. Lividipennis
Suhu serta kelembaban nisbi ruangan selama pengamatan dicatat setiap interval
1 jam menggunakan alat sama dengan di atas. Parameter yang diamati meliputi
waktu yang dibutuhkan predator untuk menemukan, menangani, dan menghisap
cairan tubuh mangsa. Pengukuran setiap parameter pengamatan menggunakan
stopwatch. Pengamatan dilakukan selama 6 jam dengan ulangan masing-masing 10 kali. Saat pengukuran dilakukan pengamatan tambahan tentang perilaku
predator selama periode-periode tersebut.
Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens
Pengujian konsumsi kepik digunakan setiap individu dari berbagai stadia
perkembangan kepik uji yang terdiri atas nimfa instar III, IV, imago betina, dan
imago jantan. Setiap kepik uji dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam dengan
cara sama seperti di atas. Mangsa uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah
telur, nimfa instar I, II, III, IV, IV, imago jantan dan betina WBC.
Pengujian konsumsi kepik dilakukan di dalam sebuah tabung gelas
berdiameter 3 cm yang kedua ujungnya berlubang bertutupkan kain kasa
(Gambar 6). Didalam tabung diletakkan 2 bibit tanaman padi umur 2 minggu
yang pada bagian pangkalnya dibalut kapas basah. Setiap sepuluh ekor nimfa atau
imago mangsa uji dan seekor kepik uji dilepas dalam waktu yang bersamaan di
atas permukaan tanaman tersebut. Perlakuan pemangsaan kepik terhadap mangsa
dalam tabung tersebut terlebih dahulu dan dibiarkan selama dua hari. Imago
WBC diharapkan dapat bertelur pada jaringan tanaman dan telur tersebut
digunakan sebagai sediaan pakan uji. Pengujian pemangsaan telur dilakukan
dengan melepas seekor kepik uji ke dalam tabung dengan mengambil terlebih
dahulu imago WBC yang diinfestasikan sebelumnya. Pada uji konsumsi nimfa
dan imago, jumlah mangsa yang dikonsumsi diamati setiap 24 jam dan
pengamatan dihentikan 72 jam setelah pelepasan kepik, sedangkan pada uji
konsumsi telur, pengamatan dilakukan setelah 24 jam pelepasan kepik. Suhu serta
kelembaban nisbi ruangan selama pengamatan dicatat setiap interval 1 jam dengan
menggunakan alat sama seperti di atas. Pengamatan nimfa dan imago WBC yang
telah atau tidak dimangsa dilakukan langsung di bawah mikoroskop binokuler
perbesaran 3 sampai 4 kali, sedangkan pengamatan telur WBC dilakukan melalui
pewarnaan jaringan terlebih dahulu (Gambar 7). Tanaman padi yang mengandung
telur WBC diwarnai dengan cara direndam di dalam larutan stok acid fuchsin
(tersusun atas campuran 250 ml air destilata, 25 ml larutan HCl 10%, dan 0,5 g
acid fuchsin) selama 30 menit. Tanaman tersebut diambil dan diletakkan di atas gelas objek, selanjutnya jaringan tanaman disobek dengan menggunakan sepasang
pinset halus, maka telur akan lepas dari jaringan, kemudian diamati.
Gambar 6 Tabung gelas tempat uji konsumsi kepik C. lividipennis
Gambar 7 Jaringan batang padi yang telah diwarnai
Rancangan Percobaan dan Analisa Data
Pada percobaan ini, data dianalisis menggunakan komputer melalui program
aplikasi MINITAB 14 dan nilai rata-rata kelompok dibedakan berdasarkan uji
t-test pada taraf α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perilaku Memangsa C. lividipennis terhadap N. lugens
Perilaku kepik predator C. lividipennis dalam memangsa WBC melalui tahap pencarian, penemuan, dan pengisapan cairan tubuh mangsa. Aktivitas
pemangsaan terjadi pada pukul 09:00 sampai 14:00 dari kisaran waktu
pengamatan 06:00 sampai 18:00 WIB, pada rata-rata suhu ruangan 27,7 ˚C dan kelembaban nisbi 66,6% (Tabel Lampiran 1). Kepik yang baru dilepaskan ke
dalam kotak pengujian biasanya tidak langsung menuju mangsa melainkan akan
bergerak berkeliling di sekitar arena pelepasan mangsa atau di bagian atap kotak
plastik. Waktu yang dibutuhkan mulai kepik dilepas hingga menemukan mangsa
sangat beragam. Saat mengitari arena kadangkala kepik berhenti sejenak untuk
mengusap bagian antena, tungkai, dan sayapnya. Biasanya kepik
mengusap-usapkan kedua tungkai depan ke ujung stiletnya seperti memberi cairan.
Kemudian usapan dilakukan ke bagian lain yang biasanya diawali dengan tungkai
depan mengusap tungkai tengah, kemudian tungkai tengah mengusap tungkai
belakang. Saat mengusap bagian sayap, kepik biasanya menggunakan tungkai
belakang. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang selama kepik mengitari arena
pelepasan mangsa. Perilaku tersebut diduga sebagai kegiatan membersihkan
bagian yang diusap.
Saat pencarian mangsa kepik terbang mengelilingi arena pengujian secara
acak. Kepik beberapa kali melewatkan mangsa yang potensial untuk dikonsumsi.
Hal yang sama juga terjadi pada kepik Blepharidopterus provancheri yang bergerak dengan cepat dan mencari mangsanya secara acak kemudian berhenti di
tempat yang sama beberapa kali (Collyer 1952 dalam Wheeler 2001). Predator dapat menemukan mangsanya melalui stimuli atraktan yang menunjukkan
keberadaan inang dan stimuli arestan yang menyebabkan pengurangan jarak atau
lokalisasi pergerakan dalam areal yang sempit di sekitar mangsa (Fellowes et al. 2005).
Proses penanganan mangsa dimulai saat kepik mulai mendekati mangsa.
Kepik mendekati mangsa secara perlahan setelah mangsa berada dalam jarak
mangsa. Perilaku yang sama juga terjadi pada kepik B. anguatus yang melakukan perabaan pada tubuh mangsa dengan menggunakan antenanya atau bagian ujung
rostral (Glen 1975 dalam Wheeler 2001) sebelum memegang mangsa. Penepukan antena ke tubuh mangsa diduga sebagai respon komunikasi kimia yang terjadi
antara predator dan mangsa (Fellowes et al. 2005). Bahan kimia yang dihasilkan oleh mangsa akan ditangkap oleh indera kemoreseptor yang terletak pada antena
kepik, oleh karena itu kepik melakukan pergerakan menepuk-nepukkan antenanya
pada tubuh mangsa. Indera mekanoreseptor kepik juga memiliki kemampuan
untuk melakukan rabaan/sentuhan dan melakukan pencicipan terhadap mangsa
(Shinta 2005). Saat kepik mulai menepukkan antena sebagian besar mangsa
menghindar atau meloncat menjauhi kepik. Pada beberapa pengamatan saat kepik
menepukkan antenanya, mangsa hanya diam dan ini merupakan tanda untuk lanjut
ke tahap penangkapan. Saat mangsa mencoba menghindar dengan lari dan
menjauh dari kepik, maka kepik akan mengikuti mangsa sampai kepik merasa
bosan, atau kemudian kepik akan mencari mangsa baru.
Penangkapan mangsa dimulai pada saat kepik memegang tubuh mangsa
dengan menggunakan tungkai depan. Setelah tidak ada penolakan dari mangsa,
kepik dengan cepat menusukkan stiletnya ke tubuh mangsa. Proses ini disebut
juga sebagai tahap pengisapan cairan tubuh mangsa. Kepik C. lividipennis baik nimfa maupun imago biasanya menyerang abdomen terlebih dahulu (Gambar 8)
karena di bagian inilah banyak cairan tubuh yang dibutuhkan kepik. Selanjutnya,
jika cairan tubuh pada abdomen mangsa telah habis dicirikan dengan
mengempisnya abdomen WBC (Gambar 9) maka kepik akan menusukkan
stiletnya pada bagian tubuh lainnya seperti toraks, kepala, dan tungkai. Perilaku
seperti ini terjadi saat kepik memangsa WBC nimfa instar III atau IV, diduga
karena kepik masih merasa lapar tetapi tidak ingin mencari mangsa yang lain.
Biasanya setelah memangsa, abdomen kepik akan terlihat kemerahan seperti pada
Gambar 10.
Gambar 8 Nimfa instar III kepik predator C. lividipennis saat memangsa nimfa instar III WBC
Gambar 9 Tubuh nimfa instar III WBC setelah dimangsa oleh kepik predator
C. lividipennis
Gambar 10 Warna abdomen kepik setelah memangsa.
Kepik C. lividipennis memangsa secara berkelompok (gregarius) atau individual (soliter) tergantung pada jumlah mangsa yang tersedia. Jumlah mangsa
yang terbatas membuat kepik mengoptimalkan pakan yang tersedia. Pada
pengamatan ini ditemukan sejumlah nimfa dan imago kepik mengeroyok mangsa
dalam waktu yang bersamaan. Berulang kali ditemukan 2-4 ekor nimfa atau
imago kepik memangsa seekor WBC. Pemangsaan secara berkelompok ini
dimulai oleh satu ekor kepik yang dapat menaklukkan mangsanya, kemudian
kepik lain yang berada di sekitarnya berdatangan mendekati mangsa tersebut dan
mulai mengisap bersama-sama. Kadangkala sesama kepik pemangsa saling
berebut untuk mendapatkan mangsa tersebut. Biasanya pada saat mengisap
mangsa kepik sangat jarang melepaskan stiletnya walaupun ada gangguan dari
kepik lainnya kecuali jika kepik telah merasa kenyang atau merasa sangat
terganggu. Kepik akan berusaha untuk mengusir kepik lain dengan menggunakan
tungkai belakangnya. Perilaku lain yang dapat diamati adalah saat memangsa
seekor WBC, kadangkala kepik melepaskan mangsa kemudian melakukan
aktivitas lain seperti berjalan atau terbang ke tempat lain dan setelah beberapa
waktu kepik memulai kembali mengisap mangsanya.
Perilaku pemangsaan kepik terhadap telur WBC berbeda dengan
pemangsaan terhadap nimfa dan imago. Perbedaan tersebut terletak pada cara
kepik menemukan telur. Untuk menemukan telur WBC yang berada dalam
jaringan (Gambar 11) biasanya kepik mendeteksi keberadaan telur pada permukaan batang padi terlebih dahulu sebelum mengisapnya. Kepik mencari
keberadaan telur WBC dengan cara menusuk-nusukkan stiletnya ke jaringan
tanaman. Setelah menemukan lokasi atau letak telur yang disisipkan, kepik akan
segera mengisap telur-telur tersebut satu per satu hingga kepik merasa kenyang
atau setelah semua telur habis dihisap. Hasil pembedahan jaringan batang padi
menunjukkan adanya telur WBC yang dihisap oleh kepik di sekitar daerah
tusukan. Telur yang habis dihisap isinya menjadi keriput dan transparan
(Gambar 12). Saat pengamatan berlangsung selain aktivitas pemangsaan juga
ditemukan aktivitas kepik imago meletakkan telur dalam jaringan. Bentuk telur
kepik ditunjukkan pada Gambar 11. Biasanya imago kepik meletakkan telur di
WBC selalu ditemukan di bagian pangkal sampai bagian tengah batang (± 5 cm
dari pangkal batang). Imago betina kepik dan WBC meletakkan telur hanya pada
jaringan batang berdiameter tertentu yang diduga berkaitan dengan ruang yang
dibutuhkan untuk menampung seluruh telur yang akan diletakkan. Keberadaan
telur kepik di dalam jaringan tanaman dapat diamati dengan adanya tonjolan
pangkal telur yang tampak di permukaan batang (Gambar 11). Telur WBC
disisipkan ke jaringan tanaman secara berkelompok sedangkan telur kepik
terpisah satu per satu.
Gambar 11 Telur kepik dan WBC di dalam jaringan batang padi yang telah dibedah
Gambar 12 Telur WBC yang habis dan tidak habis dimangsa kepik serta telur WBC yang masih utuh.
Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens
Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis memiliki periode kemampuan memangsa terhadap telur, nimfa instar I, II, III, IV, V, dan imago
WBC yang bervariasi. Pemangsaan kepik predator terdiri dari tiga tahap yaitu
penemuan, penanganan, dan pengisapan mangsa. Secara umum kepik paling aktif
mencari dan menemukan telur WBC (Tabel 1). Aktivitas pemangsaan terjadi
pada pukul 09:00 sampai 14:00 dengan rata-rata suhu ruangan 27,9 ˚C dan
kelembaban nisbi 64,7% (Tabel Lampiran 2). Aktivitas penemuan mangsa
cenderung menurun dengan makin berkembangnya instar WBC. Keadaan ini
ditunjukkan dengan banyaknya jumlah penemuan mangsa dari 40 kali pemaparan
terpisah, yaitu paling banyak 26 kepik menemukan telur; berturut-turut diikuti
22 kepik, 19 kepik, dan 17 kepik menemukan WBC instar I, II, dan III serta yang
paling tidak aktif hanya berkisar antara 5-7 kepik memangsa nimfa instar lanjut
hingga imago. Pada pengujian ini kepik betina dan nimfa instar IV tidak
ditemukan memangsa imago WBC dan kepik nimfa instar III juga tidak
memangsa nimfa instar IV WBC. Hanya satu pemangsaan dilakukan oleh kepik
betina, kepik jantan, dan nimfa instar III berturut-turut terhadap WBC nimfa instar
IV, nimfa instar IV dan V, dan nimfa instar V.
Pada pengamatan ini nimfa instar I dan II kepik predator C. lividipennis
tidak diikutsertakan dalam uji kemampuan pemangsaan dan kemampuan
Tabel 1 Lama penemuan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis
Jenis mangsa
Waktu yang dibutuhkan kepik untuk menemukan mangsa (menit)a)
Betina Jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III
Telur
Angka di belakang rataan ± galat baku menunjukkan jumlah ulangan penemuan mangsa * Kepik tidak melakukan pemangsaan ditinjau dari sepuluh ulangan pengamatan.
rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta sentuhan pada saat akan
perlakuan. Dari uji pendahuluan diketahui bahwa nimfa instar I dan II kepik tidak
dapat bertahan pada saat pemuasaan. Menurut Wheeler (2001), nimfa instar I dan
II kepik predator C. lividipennis mati lebih cepat saat mengkonsumsi nimfa daripada telur WBC. Chua & Mikil (1986, 1989 dalam Wheeler 2001) melaporkan bahwa hanya 80% dari nimfa instar tiga yang berhasil menjadi imago.
Selain itu, ada kemungkinan nimfa instar I kepik tidak memangsa seperti nimfa
instar I kepik predator dari famili Pentatomidae (Asopinae) (Simmons & Yeargan
1988 dalam Wheeler 2001).
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa semakin besar ukuran tubuh
mangsa semakin menurun tingkat pemangsaan kepik C. lividipennis. Kepik relatif lebih banyak memangsa telur dan nimfa instar awal dibandingkan nimfa instar
akhir atau imago WBC. Menurut Wheeler (2001) kepik C. lividipennis
merupakan predator telur WBC. Selain itu, telur WBC merupakan mangsa yang
tidak bergerak sehingga kepik tidak mengalami kesulitan untuk memangsa telur.
Chiu (1979) melaporkan bahwa kepik lebih menyukai nimfa instar awal daripada
nimfa instar akhir dan imago. Nimfa instar awal WBC memiliki ukuran tubuh
relatif lebih kecil daripada nimfa instar akhir dan imago WBC sehingga
memudahkan kepik saat menangani mangsa.
Total waktu rata-rata yang dibutuhkan kepik C. lividipennis untuk menemukan telur WBC adalah 28 menit nyata lebih cepat dibandingkan saat
menemukan nimfa instar I, instar III, dan instar II, yaitu berturut turut 78 menit,
91 menit, dan 100 menit (t = -3,06, P = 0,004; t = -4,18, P = 0,000; dan t = -3,76,
P = 0,001), walaupun tidak ada perbedaan waktu penemuan yang nyata antar masing-masing instar (t = -0,69, P = 0,495 dan t = -1,00, P = 0,326) (Tabel 1 dan Lampiran 3). Kepik betina dan nimfa instar IV memerlukan waktu yang hampir
sama dalam menemukan telur WBC yaitu 18 menit dan 13 menit, diikuti kepik
jantan (29 menit) dan paling lama yaitu kepik nimfa instar III (45 menit),
(t = 0,61, P = 0,557; t = 0.84, P = 0,432; dan t = -1,09, P = 0,306) (Tabel 1 dan Lampiran 4). Waktu penemuan mangsa paling lama dilakukan oleh kepik betina
terhadap nimfa instar II, yaitu 152 menit, walaupun tidak berbeda nyata terhadap
waktu berturut-turut 118 menit (t = -0,46, P = 0,693), 79 menit (t = 0,97,
P = 0,435) dan 65 menit (t = 1,13, P = 0,376) dalam memangsa instar yang sama (Tabel 1 dan Lampiran 5).
Penemuan mangsa oleh kepik predator dibantu oleh stimuli atraktan yang
menunjukkan keberadaan mangsa dan stimuli arestan yang menyebabkan
pengurangan jarak atau lokalisasi pergerakan dalam areal yang sempit di sekitar
mangsa yang dihasilkan oleh mangsa (Fellowes et al. 2005). Pada pengujian ini betina C. lividipennis membutuhkan waktu lebih lama untuk menemukan nimfa instar II WBC. Sivapragasam & Asma (1985) menyatakan bahwa tingkat
pencarian seketika dan waktu penanganan berubah tergantung jenis instar dan
umur kepik. Kondisi ini diduga dapat disebabkan oleh kepik belum merasakan
lapar pada saat dilepaskan sehingga ia membuang energinya terlebih dahulu
dengan melakukan aktivitas seperti mengelilingi arena pengujian baik terbang
ataupun berjalan. Menurut Dixon (2000) rasa lapar tidak hanya dipengaruhi oleh
jumlah pakan yang dimakan tetapi juga pada waktu terakhir kali predator
memangsa. Aktivitas kepik untuk menghabiskan energinya itulah yang diduga
menyebabkan kontak antara betina terhadap nimfa instar II WBC membutuhkan
waktu lebih lama daripada nimfa instar IV C. lividipennis. Menurut Dixon (2000) tingkat pencarian mangsa yang rendah dipengaruhi oleh tingkat kebugaran
predator.
Proses penanganan mangsa oleh kepik terjadi dalam waktu yang relatif
sangat singkat dibandingkan penemuan mangsa. Total waktu rata-rata tercepat
yang dibutuhkan kepik C. lividipennis untuk menangani telur WBC yaitu 1 menit
20 detik tidak berbeda nyata dibandingkan saat menangani nimfa instar I yaitu
1 menit 24 detik (t = -1,64, P = 0,109). Waktu penanganan jenis mangsa di atas
perlahan-lahan nyata meningkat menjadi 1 menit 44 detik, 2 menit, 2 menit
37 detik, dan 5 menit 27 detik berturut-turut saat memangsa nimfa WBC instar II,
III, IV, dan V (t = -2,45, P = 0,019; t = -2,30, P = 0,028; t = -2,16, P = 0,063; dan t = -2,42, P = 0,052) (Tabel 2 dan Lampiran 6). Waktu penanganan paling lama yaitu pada nimfa instar V tidak berbeda nyata dengan waktu penanganan
nimfa sebelumnya yaitu instar I, II, III, dan IV (t = -2,16, P = 0,074; t = -2,04, P = 0,087; t = 1,93, P = 0,101, dan t = -1,67, P = 0,140) (Tabel 2 dan
25
Tabel 2 Lama penanganan mangsa oleh kepik predator C. Lividipennis
Jenis mangsa
Waktu yang dibutuhkan kepik untuk menangani mangsa (menit)a)
Betina Jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III Total
a Angka di belakang rataan ± galat baku menunjukkan jumlah ulangan penemuan mangsa
Lampiran 7). Penanganan imago WBC memerlukan waktu lebih singkat
dibandingkan penanganan terlama pada nimfa instar V walaupun keduanya tidak
berbeda nyata (t = -2,08, P = 0,083) (Tabel 2 dan Lampiran 8).
Waktu yang dibutuhkan nimfa dan imago kepik dalam menangani mangsa
beragam. Waktu penanganan telur WBC nyata paling cepat dilakukan oleh nimfa
instar III yaitu hanya 19 detik dibandingkan instar IV yaitu 1 menit 36 detik
(t = 3,42, P = 0,027). Penanganan telur oleh nimfa instar IV tidak berbeda nyata dengan penanganan oleh kepik betina (1 menit 15 detik) maupun jantan (1 menit
28 detik) (t = 0,29, P = 0,777; t = 0,56, P = 0,591), begitu pula waktu penanganan yang sama dilakukan oleh kedua kepik betina dan jantan (t = 0,17, P = 0,869) (Tabel 2 dan Lampiran 9).
Proses penanganan mangsa dimulai saat kepik menangkap mangsa hingga
saat kepik menusukkan stiletnya ke tubuh mangsa. Dari hasil pengamatan
menunjukkan bahwa total waktu penanganan mangsa oleh kepik dipengaruhi oleh
ukuran tubuh mangsa. Semakin besar ukuran tubuh mangsa semakin panjang
waktu yang dibutuhkan kepik untuk menangani mangsa. Pada beberapa perlakuan
nimfa kepik dapat menaklukkan mangsa berukuran besar lebih cepat daripada
imago. Waktu yang dibutuhkan untuk penanganan mangsa tergantung ada
tidaknya penolakan dari mangsa dan kekuatan tungkai kepik dalam
mencengkeram tubuh WBC. Tungkai imago yang lebih kokoh dan kuat
dibandingkan nimfa merupakan salah satu faktor penting dalam menaklukan
mangsa yang akan dikonsumsi (Wheeler 2001). Carter & Dixon (1984 dalam
Alphen & Jervis 1996) melaporkan bahwa mangsa melakukan perlawanan
terhadap predator saat akan dimangsa. Hal ini merupakan respon penolakan
gangguan fisik yang disebabkan predator. Menurut Dixon (2000) ukuran tubuh
dan kebugaran predator serta mangsa juga dapat mempengaruhi lama proses
penanganan. Nimfa instar akhir dan imago WBC memiliki ukuran tubuh relatif
lebih besar dari kepik, apabila cengkeraman tungkai kepik kurang kuat, maka
mangsa dapat dengan mudah melepaskan diri dari kepik.
Pengisapan mangsa merupakan tahap akhir aktivitas pemangsaan.
Pengisapan telur diamati mulai kepik menusukkan stiletnya ke dalam jaringan
dengan cara membedah jaringan setelah pengisapan berakhir. Telur yang telah
dihisap diindikasikan dengan kulit telur mengempis dan mengkerut (Gambar 12).
Kepik pada umumnya mengisap cairan tubuh nimfa hingga bagian abdomen
terlihat kempis (Gambar 9), kecuali saat mengisap nimfa instar V dan imago
WBC, kepik melakukan pengisapan dengan waktu yang relatif singkat dan tidak
mengisap habis seluruh isi abdomen. Total rata-rata waktu yang digunakan untuk
mengisap cairan tubuh imago relatif cepat yaitu 25 menit. Total waktu rata-rata
yang dibutuhkan kepik C. lividipennis untuk mengisap telur, yaitu 46 menit tidak berbeda nyata dengan waktu yang digunakan untuk mengisap nimfa instar II
maupun III berturut turut 38 menit dan 45 menit (t = 1,02, P = 0,315; t = 0,08, P = 0,936), kecuali bila dibandingkan dengan waktu mengisap nimfa instar I (t = 2,28, P = 0,030) (Tabel 3 dan Lampiran 10). Waktu pengisapan mangsa
paling lama terjadi pada dua instar lanjut yaitu 72 menit pada instar IV dan
50 menit pada instar V, walaupun keduanya tidak berbeda nyata (t = 1,24,
P = 0,251) (Tabel 3 dan Lampiran 11).
Lama pengisapan telur nyata paling cepat dilakukan oleh nimfa instar III
kepik terhadap nimfa instar V WBC yaitu 9 menit 57 detik. Waktu yang
dibutuhkan kepik betina C. lividipennis untuk mengisap telur WBC yaitu 31 menit tidak berbeda nyata dengan waktu yang dibutuhkan kepik jantan, nimfa instar III,
dan nimfa instar IV kepik berturut-turut 44 menit, 49 menit, dan 65 menit
(t = 1,04, P = 0,333; t = -1,25, P = 0,232; dan t = -1,66, P = 0,159) (Tabel 3 dan Lampiran 12). Kepik betina membutuhkan waktu 134 menit untuk mengisap
seluruh bagian tubuh nimfa instar IV WBC yang diikuti oleh kepik jantan dan
nimfa instar IV yaitu 64 menit dan 61 menit.
Proses pengisapan diawali dengan penusukkan stilet ke tubuh mangsa oleh
kepik hingga kepik meninggalkan mangsa. Pada saat pengamatan terlihat bahwa
beberapa saat setelah kepik menusukkan stiletnya ke tubuh mangsa pergerakan
mangsa mulai berkurang dan akhirnya tidak bergerak sama sekali. Koul &
Dhaliwal (2003) menyatakan bahwa kepik dapat melumpuhkan mangsa dengan
memasukkan racun yang sangat kuat melalui alat mulut kepik.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan kepik
28
Tabel 3 Lama penghisapan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis
Stadia perkembangan WBC batang cokelat
Waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap mangsa (menit)a)
Stadia perkembangan kepik predator C. lividipennis
Imago betina Imago jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III Total
Telur
29
daripada instar lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kapasitas usus relatif
kepik tidak dapat menampung semua cairan tubuh imago WBC yang tersedia
sehingga abdomen nimfa instar V dan imago WBC terlihat tidak terlalu kempis
seperti abdomen instar awal.
Waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap seekor mangsa dipengaruhi
oleh rasa lapar dan ukuran tubuh kepik dan mangsa. Dixon (2000) melaporkan
bahwa larva kumbang Coccinella septempunctata yang lapar membutuhkan waktu yang lebih lama daripada larva yang tidak lapar. Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa total waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap cairan tubuh
nimfa instar IV daripada instar lainnya diduga karena kepik masih merasa lapar
kemudian mencari bagian tubuh mangsa yang masih mengandung cairan tubuh.
Menurut Dixon (2000) waktu penanganan yang lambat diduga karena predator
membutuhkan waktu yang lebih lama mencari substrat dengan menggunakan alat
mulutnya untuk memastikan setiap bagian tubuh mangsanya telah habis
dikonsumsi.
Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens
Nimfa dan imago C. lividipennis memiliki tingkat konsumsi terhadap telur, nimfa instar I, II, III, IV, V, dan imago WBC yang beragam. Secara umum kepik
paling banyak mengkonsumsi telur WBC dibandingkan nimfa dan imago WBC
(Tabel 4). Aktivitas konsumsi terjadi pada rata-rata suhu ruangan 27,5 ˚C dan
kelembaban nisbi 69,5% (Tabel Lampiran 13). Jumlah maksimum telur WBC
yang dikonsumsi kepik betina, jantan, nimfa instar IV, dan III dalam sehari adalah
38, 28, 20, dan 29 telur WBC (Tabel Lampiran 14). Tingkat konsumsi kepik
terhadap telur WBC nyata berbeda dengan nimfa instar I, II, III, dan IV yaitu
rata-rata 2 ekor/3 hari (t = 8,24, P = 0,000; t = 8,39, P = 0,000; t = 8,21, P =
0,000; dan t = 8,53, P = 0,000) serta nimfa instar V dan imago WBC tingkat konsumsi kepik hanya 1 ekor/ 3 hari (t = 9,10, P = 0,000; t = 9,19, P = 0,000) (Tabel 4 dan Lampiran 15). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa konsumsi
kepik yang utama adalah telur WBC.
Kepik betina memiliki tingkat konsumsi telur WBC nyata paling tinggi yaitu