• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keparahan Serangan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada Pertanaman Padi di Kabupaten Klaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keparahan Serangan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada Pertanaman Padi di Kabupaten Klaten"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPARAHAN

SERANGAN WERENG BATANG COKELAT

Nilaparvata lugens

STAL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

PADA PERTANAMAN PADI DI KABUPATEN KLATEN

RADHY ALFITRA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

RADHY ALFITRA. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keparahan Serangan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada Pertanaman Padi di Kabupaten Klaten. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.

Ledakan populasi wereng batang cokelat di Jawa Barat bagian utara pada tahun 2011 terhenti, tetapi ledakan populasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur kecenderungannya justru meluas. Daerah eks Karesidenan Surakarta yang dikenal lumbung padi Jawa Tengah termasuk di dalamnya kabupaten Klaten hingga saat ini masih terancam oleh hama wereng batang cokelat. Faktor utama yang berkontribusi terhadap meningkatnya populasi dan serangan wereng batang cokelat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah potensi biotik wereng batang cokelat yang tinggi, faktor abiotik dan sistem budidaya padi yang mendukung berkembangnya populasi wereng batang cokelat. Ketiga faktor tersebut bekerja secara bersama-sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan serangan wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi di Kabupaten Klaten. Pengumpulan data dilakukan di lima kecamatan yang mengalami serangan wereng batang cokelat yaitu Delanggu, Juwiring, Karanganom, Trucuk dan Wonosari. Pada setiap kecamatan dipilih 3 desa dan setiap desa dipilih 3 petak yang mengalami serangan wereng batang cokelat paling berat, sedang dan paling ringan. Pada setiap petak contoh dilakukan pengamatan populasi wereng batang cokelat, keragaman jenis musuh alami dan hama lain dengan mencermati 5 tanaman contoh yang dipilih secara sistematik sepanjang diagonal petak. Selain itu untuk mengetahui praktik budidaya tanaman padi, pada setiap petak contoh dilakukan wawancara terhadap petani penggarap. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan uji khi kuadrat untuk mengetahui pengaruh dari berbagai faktor terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh nyata terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat (ringan, sedang dan berat) dalam penelitian ini adalah populasi wereng batang cokelat, interval penyemprotan insektisida, dosis pupuk K dan jarak tanam. Sedangkan faktor-faktor yang tidak memiliki pengaruh nyata terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat adalah keragaman jenis musuh alami, varietas padi, keragaman jenis hama lain, rotasi tanaman, banyaknya bahan aktif insektisida yang diaplikasikan, dosis pupuk N dan dosis pupuk P.

(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPARAHAN

SERANGAN WERENG BATANG COKELAT

Nilaparvata lugens

STAL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

PADA PERTANAMAN PADI DI KABUPATEN KLATEN

RADHY ALFITRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian

pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keparahan Serangan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada Pertanaman Padi di Kabupaten Klaten Nama Mahasiswa : Radhy Alfitra

NIM : A34070069

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc

NIP. 19570122 198103 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc

NIP 19640204 19902 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta, pada tanggal 13 Mei 1989. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Chaider SE dan Ibu Heris Tri Wardiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 46 Jakarta. Penulis melanjutkan studinya di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2007.

(6)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keparahan

Serangan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada Pertanaman Padi di Kabupaten Klaten” disusun dalam rangka penyelesaian tugas akhir di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman padi dan laboratorium lapangan Klinik Tanaman IPB yang terletak di kabupaten Klaten, Jawa Tengah dari bulan Juni sampai bulan Agustus 2011.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis

2. Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

3. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis

4. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral, spiritual, do’a serta

perhatian kepada penulis

5. Kakak dan adik yang selalu memberikan dukungan serta perhatian kepada penulis

6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman IPB angkatan 44 7. Teman-teman Go Field angkatan 45 dan 46 IPB yang telah membantu selama

proses penelitian

8. Kak Khairi, Mbak Ratih dan anggota laboratorium klinik tanaman IPB Cawas yang telah membantu selama penelitian

9. Pak Pur, Pak War dan warga Klaten yang telah membantu selama proses penelitian

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Padi (Oryza sativa Linn.) ... 3

Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. ... 3

Taksonomi dan Morfologi ... 3

Bioekologi ... 4

Perkembangan Populasi ... 5

BAHAN DAN METODE ... 6

Tempat dan Waktu ... 6

Bahan dan Metode ... 6

Pengamatan Lapangan ... 6

Wawancara ... 6

Analisis dan Penyajian Data ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Populasi Wereng Batang Cokelat ... 8

Keragaman Jenis Musuh Alami ... 10

Varietas Padi ... 11

Keragaman Jenis Hama Lain ... 13

Rotasi Tanaman ... 14

Banyaknya Bahan Aktif Insektisida ... 15

Interval Penyemprotan Insektisida ... 17

Dosis Pupuk N ... 18

Dosis Pupuk P ... 20

Dosis Pupuk K ... 21

Jarak Tanam ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN 1 ... 30

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Hubungan populasi WBC dengan keparahan serangan WBC ... 9

2. Hubungan keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan WBC ... 10

3. Hubungan varietas padi dengan keparahan serangan WBC ... 12

4. Hubungan keragaman jenis hama lain dengan keparahan serangan WBC ... 14

5. Hubungan rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC ... 15

6. Hubungan banyaknya bahan aktif insektisida dengan keparahan serangan WBC ... 16

7. Hubungan interval penyemprotan insektisida dengan keparahan serangan WBC ... 17

8. Hubungan dosis pupuk N dengan keparahan serangan WBC ... 19

9. Hubungan dosis pupuk P dengan keparahan serangan WBC ... 20

10.Hubungan dosis pupuk K dengan keparahan serangan WBC ... 22

11.Hubungan jarak tanam dengan keparahan serangan WBC ... 23

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Blanko pengamatan 1: populasi wereng batang cokelat, keragaman

jenis musuh alami dan hama lain ... 30 2. Blanko pengamatan 2: budidaya tanaman padi ... 31

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia pertama kali mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan

pencapaian tersebut terancam dengan merebaknya serangan hama wereng batang

cokelat pada tahun 1985-1986. Dalam tiga tahun terakhir (2007-2009), Indonesia

mencapai swasembada beras tetapi serangan wereng batang cokelat dalam dua

tahun terakhir telah mengakibatkan ribuan hektar lahan pertanaman padi

mengalami puso. Pada tahun 2010, luas serangan wereng batang cokelat

mencapai 30.000 ha pada periode Januari-April 2010 (Gaib 2010). Faktor utama

yang berkontribusi terhadap meningkatnya populasi dan serangan wereng batang

cokelat dalam beberapa tahun terakhir adalah potensi biotis wereng batang

cokelat yang tinggi, faktor abiotik dan sistem budidaya padi yang mendukung

berkembangnya populasi wereng batang cokelat. Ketiga faktor tersebut bekerja

secara bersama-sama (Untung & Trisyono 2010).

Ledakan populasi wereng batang cokelat di Jawa Barat bagian utara

pada tahun 2011 terhenti, tetapi ledakan populasi di Jawa Tengah dan Jawa

Timur kecenderungannya justru meluas. Daerah eks Karesidenan Surakarta yang

dikenal lumbung padi Jawa Tengah termasuk di dalamnya kabupaten Klaten

hingga saat ini masih terancam oleh hama wereng batang cokelat (Istiaji 2011).

Wereng batang cokelat pertama kali dilaporkan sebagai hama pada

tanaman padi di Indonesia tahun 1854 oleh Stal (Mochida et al. 1977), dan sampai saat ini merupakan hama penting padi di Indonesia. Hama ini mampu

membentuk populasi cukup besar dalam waktu singkat dan merusak tanaman pada

semua fase pertumbuhan dengan cara menghisap cairan pelepah daun dan

berperan sebagai vektor virus kerdil rumput dan virus kerdil hampa (Baehaki

1989 didalam DBPT 1992). Wereng batang cokelat ini sebelumnya termasuk hama sekunder. Berubahnya wereng batang cokelat menjadi hama penting karena

adanya penyemprotan pestisida yang tidak tepat pada awal pertumbuhan tanaman,

(11)

2

Wereng batang cokelat sulit diatasi dengan satu cara pengendalian

karena wereng batang cokelat mempunyai daya berkembangbiak yang cepat dan

dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pengendalian yang dapat

dilakukan adalah pengendalian terpadu yang memberi peranan penting pada

musuh alami sebagai komponen yang tidak dapat ditinggalkan (Westen 1990).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi keparahan serangan wereng batang cokelat Nilaparvata lugens

Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi di kabupaten Klaten.

Manfaat Penelitian

Tersedianya informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

keparahan serangan wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) dapat digunakan sebagai dasar penyusunan strategi pengelolaan

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa Linn.)

Padi tergolong ke dalam famili Graminaeae, sub famili Oryzoideae, suku

Oryzeae, dan genus Oryza. Padi termasuk tanaman semusim yaitu tanaman yang berumur pendek, hidup kurang dari satu tahun dan hanya satu kali bereproduksi,

kemudian tanaman akan mati atau dimatikan. Tanaman padi dikelompokkan ke

dalam dua kelompok yaitu Indica (padi bulu) dan Japonica (padi cere) (Anonim

2001).

Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yaitu organ

vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan

daun sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Sejak

berkecambah sampai panen tanaman padi memerlukan waktu 3-6 bulan, yang

keseluruhannya terdiri dari dua fase pertumbuhan yaitu vegetatif dan generatif.

(Manurung & Ismunadji 1988).

Usaha untuk meningkatkan produksi padi senantiasa dilakukan, terutama

untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sampai saat ini hama dan penyakit

menjadi faktor pembatas dalam produksi padi. Ledakan jenis hama terjadi silih

berganti dan tidak jarang diikuti oleh munculnya biotipe baru yang lebih ganas

(Manuwoto & Indriyani 1994). Wereng batang cokelat merupakan hama penting

tanaman padi di Indonesia yang sejak tahun 1985 telah mengancam target

swasembada beras.

Wereng Batang Cokelat

Taksonomi dan Morfologi

Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Hemiptera, subordo

Auchenorryncha, infraordo Fulgoromorpha, famili Delphachidae, genus

(13)

4

Nilaparvata, bahkan 14 spesies di antaranya sudah dideterminasi. Walaupun demikian di antara spesies-spesies yang termasuk dalam genus Nilaparvata, hanya

Nilaparvata lugens yang menjadi hama penting pada pertanaman padi khususnya di Indonesia (DBPT 1992). Anggota genus Nilaparvata mempunyai ciri berupa tarsi terbagi atas tiga ruas, antena pendek dengan terminal arista, pada ujung tibia

tungkai belakang terdapat taji yang besar dan pada pertemuan sayap depan

terdapat titik hitam atau ptereo-stigma serta pada ruas pertama tarsus tungkai

belakang terdapat dua atau lebih duri kecil. Ciri lainnya adalah pada

punggungnya (scutellum) terdapat tiga garis memanjang berwarna coklat muda.

Dilihat dari sisi samping (ventral), garis ubun-ubun (vertex) rata dan sejajar

dengan garis batas leher (Mochida & Okada, 1979).

Bioekologi

Wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stal. daerah penyebarannya selain di Indonesia juga terdapat di Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan dan

Kepulauan Pasifik (Harahap & Tjahjono 1988). Padi (Oryza sativa L) adalah tanaman inang utama bagi wereng batang cokelat. Wereng batang cokelat juga

banyak ditemukan pada tanaman lain sebagai inang antara seperti; Eleusine coracana, Leersia hexandra, L. japonica, Saccharum officinarum, Zea mays, Zizania latifolia, dan Zizania longifolia (Dyck et al. 1979).

Faktor-faktor yang optimum untuk perkembangan populasi wereng

batang cokelat adalah tersedianya padi sepanjang tahun, jarak tanam yang rapat

untuk varietas padi yang memiliki anakan banyak sehingga tercipta iklim mikro

yang sesuai untuk perkembangan populasinya, pemakaian varietas yang memiliki

hasil yang tinggi namun rentan terhadap wereng batang cokelat, pemberian pupuk

N yang berlebihan, kondisi suhu lingkungan 18-30 ºC, kelembaban relatif antara

70-85%, dan penggunaan insektisida dengan tidak bijaksana yang dapat

menyebabkan terbunuhnya musuh alami dan menimbulkan masalah resistensi

serta resurjensi pada populasi hama wereng batang cokelat. Kerusakan yang

disebabkan oleh wereng batang cokelat lebih umum terjadi di daerah yang

(14)

5

bersamaan dapat mencegah terjadinya kerusakan oleh wereng batang cokelat

(Dyck et al. 1979).

Berkaitan dengan wilayah Klaten, hasil wawancara dengan petani

menemukan indikasi penyebaran ledakan populasi wereng batang cokelat.

Ledakan populasi bermula dari daerah yang menanam padi terus menerus

(kecamatan Delanggu dan Polanharjo) atau daerah tergenang (kecamatan Juwiring

dan Wonosari). Kecamatan Karangdowo dan Pedan berbatasan langsung dengan

Juwiring, dan ledakan populasi wereng batang cokelat terjadi kemudian. Pada

saat itu petani tidak bisa menanam palawija karena genangan air (Istiaji 2011).

Perkembangan Populasi

Perkembangan populasi wereng batang cokelat di sawah dimulai dari

imago makroptera yang datang sebagai imigran dari pertanaman lain. Wereng

batang cokelat pendatang ini kemudian berkembang biak dan selama stadia

vegetatif tanaman dapat mencapai satu atau dua generasi tergantung dari saat

migrasinya. Bila migrasi terjadi pada umur 2-3 MST, maka selama stadia

vegetatif tanaman, wereng batang cokelat dapat berkembang biak selama dua

generasi. Jika imigrasi terjadi saat 5-6 MST maka akan dijumpai satu puncak

populasi pada 9-10 MST (Soemawinata & Sosromarsono 1986). Migrasi wereng

batang cokelat didaerah tropik pada umumnya disebabkan oleh habisnya sumber

(15)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman padi dan laboratorium

lapangan IPB yang terletak di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dari bulan Juni

2011 sampai bulan Agustus 2011.

Bahan dan Metode

Pengamatan Lapangan

Pengumpulan data dilakukan di lima kecamatan yang mengalami serangan wereng batang cokelat yaitu Delanggu, Juwiring, Karanganom, Trucuk

dan Wonosari. Pada setiap kecamatan dipilih tiga desa yang mengalami serangan

wereng batang cokelat paling berat, sedang dan paling ringan. Penentuan tingkat

serangan dan pemilihan desa berdasarkan informasi dari petugas pertanian dan

petani setempat.

Pada setiap desa contoh dipilih tiga petak yang mengalami serangan

wereng batang cokelat berat, sedang dan ringan. Pada setiap petak contoh

dilakukan pengamatan kelimpahan populasi wereng batang cokelat, keragaman

jenis serangga musuh alami dan hama lain dengan mencermati 5 tanaman contoh

yang dipilih secara sistematik sepanjang diagonal petak.

Frekuensi (banyaknya) petak contoh yang diamati dalam penelitian ini

adalah 45 petak contoh yang terbagi dalam 15 petak contoh serangan WBC

ringan, 15 petak contoh serangan WBC sedang dan 15 petak contoh serangan

WBC berat.

Wawancara

(16)

7

Analisis dan Penyajian Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan populasi wereng batang

cokelat, keragaman jenis serangga musuh alami dan hama lain serta praktik

budidaya tanaman padi disajikan dalam bentuk diagram dengan penjelasan

deskriptif . Data dianalisis dengan uji khi-kuadrat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan serangan WBC (3 kategori:

ringan, sedang dan berat) yang diuji dalam penelitian ini meliputi:

1. Populasi wereng batang cokelat (WBC)

2. Keragaman jenis musuh alami

3. Varietas padi

4. Keragaman jenis hama lain

5. Rotasi tanaman

6. Banyaknya bahan aktif insektisida

7. Interval penyemprotan insektisida

8. Dosis pupuk N

9. Dosis pupuk P

10. Dosis pupuk K

11. Jarak tanam

Keterkaitan antara berbagai faktor dengan tingkat keparahan serangan

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 80% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten

Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan secara intensif. Umumnya pola

tanam didaerah ini adalah padi-padi-palawija. Walaupun demikian, pada

musim-musim kemarau basah, pola tanam menjadi padi-padi-padi (Istiaji 2011).

Faktor-faktor lingkungan dan praktik budidaya tanaman padi yang diduga

memiliki pengaruh terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat di

kabupaten Klaten akan dibahas dalam bab ini. Dari 11 faktor yang diuji dengan

uji khi kuadrat, 4 faktor menunjukkan pengaruh yang nyata dengan keparahan

serangan wereng batang cokelat, yaitu populasi wereng batang cokelat, interval

penyemprotan insektisida, dosis pupuk K dan jarak tanam.

Populasi Wereng Batang Cokelat (WBC)

Banyaknya populasi WBC dalam suatu rumpun tanaman akan

menentukan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Hubungan antara populasi

WBC dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 1. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan

dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui keseluruhan petak contoh terdapat

populasi WBC kurang dari 20 ekor/rumpun. Sedangkan untuk kategori sedang

dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 13 petak terdapat populasi WBC

kurang dari 20 ekor/rumpun serta 2 petak terdapat populasi WBC lebih dari atau

sama dengan 20 ekor/rumpun dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 9 petak terdapat populasi WBC kurang dari 20 ekor/rumpun

(18)

9

Gambar 1. Hubungan populasi WBC dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata

antara populasi WBC dengan keparahan serangan WBC (nilai-p = 0,01). Data

penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keparahan serangan WBC

maka akan semakin banyak ditemukan petak contoh yang populasi WBCnya lebih

dari atau sama dengan 20 ekor/rumpun, nilai tersebut merupakan batas ambang

ekonomi untuk WBC dapat menimbulkan kerugian ekonomis sehingga perlu

dilakukan tindakan pengendalian (BPTP Jawa Barat 2010). Tetapi walaupun

keberadaan WBC kurang dari 20 ekor/rumpun, tetap harus dilakukan pengamatan

populasinya secara intensif dikarenakan serangga WBC memiliki kemampuan

perkembangan populasi yang tinggi dan daya adaptasi yang cepat. Peledakan

populasi WBC yang merupakan peningkatan populasi secara eksplosif ada

hubungannya dengan berubahnya lingkungan eksternal seperti perubahan cuaca,

perubahan iklim dan penyemprotan pestisida (Heong & Hardy 2009). Wereng

batang cokelat adalah serangga bertipe strategi-r yang memiliki karakteristik

kemampuan bermigrasi yang tinggi dari lahan yang telah dirusak ke lahan baru

yang belum dirusaknya dan memiliki kemampuan berkembang biak yang cepat

sehingga dapat menimbulkan kehilangan hasil panen yang tinggi dengan gejala

yang ditimbulkan berupa “hopper burn” dan merupakan vektor virus kerdil rumput dan kerdil hampa (Pathak & Khan 1994).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ringan Sedang Berat

F rek uen si Relatif (% )

Keparahan Serangan WBC

(19)

10

Keragaman Jenis Musuh Alami

Musuh alami merupakan faktor pembatas yang diduga paling berperan

dalam menekan perkembangan populasi WBC sehingga keberadaan dan

keragamannya perlu diketahui. Hubungan antara keragaman jenis musuh alami

dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 2. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15

petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak terdapat keragaman musuh alami

sebanyak 3 jenis, 5 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 1 jenis dan 3

petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 2 jenis. Sedangkan untuk

kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak terdapat

keragaman musuh alami sebanyak 3 jenis, 5 petak terdapat keragaman musuh

alami sebanyak 2 jenis, 3 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 1 jenis

serta 1 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 4 jenis dan untuk

kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 5 petak terdapat

keragaman musuh alami sebanyak 2 jenis, masing-masing 4 petak terdapat

keragaman musuh alami sebanyak 1 jenis dan 3 jenis, 1 petak terdapat keragaman

musuh alami sebanyak 4 jenis dan 1 petak diketahui tidak terdapat keberadaan

musuh alami.

Gambar 2. Hubungan keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 2011.

0 10 20 30 40 50

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

Tidak Ada

1 jenis

2 jenis

3 jenis

(20)

11

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan WBC

(nilai-p = 0,76). Musuh alami WBC dalam agroekosistem padi memiliki jumlah

total 167 spesies yang terbagi dalam 9 kelompok inverteberata dan 5 kelompok

verteberata. Predator dari kelompok inverteberata yang paling banyak jenisnya

berasal dari ordo Araneae dan Hemiptera (Heong & Hardy 2009). Dalam

penelitian ini keragaman jenis musuh alami tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap keparahan serangan WBC, hal ini mungkin saja terjadi karena

musuh alami yang berpindah ke petak lainnya ketika populasi WBC dalam petak

tersebut menurun sedangkan jika diketahui keberadaan telur WBC dalam jaringan

tanaman padi banyak maka setelah melewati stadia telur akan muncul nimfa WBC

yang perkembangannya dapat dengan cepat dikarenakan berkurangnya faktor

pembatas yaitu musuh alami.

Selain itu diketahui keberadaan musuh alami dipengaruhi oleh umur

tanaman. Berdasarkan penelitian Defaosandi (2010) populasi Cyrtorhinus lividipennis yang merupakan salah satu musuh alami WBC yang ditemukan dalam penelitian ini lebih banyak terdapat pada tanaman padi yang berumur muda

dibandingkan tanaman padi yang berumur lebih tua. Hal tersebut terjadi karena

pada tanaman yang sudah mulai tinggi dan rindang predator lain mulai

bermunculan dan juga menjadi predator bagi C. lividipennis.

Varietas Padi

Hubungan antara varietas padi dengan keparahan serangan WBC

disajikan pada Gambar 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan

serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6

petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun 1980-1998, 5 petak

menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun 2000-2006, 3 petak tidak

menggunakan VUTW dan 1 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara

tahun 2008-2009. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 6 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun

1980-1998, 4 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun 2000-2006, 3 petak

(21)

12

antara tahun 2008-2009 dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 6 petak tidak menggunakan VUTW, 4 petak menggunakan

VUTW yang dilepas antara tahun 1980-1998, 3 petak menggunakan VUTW yang

dilepas antara tahun 2008-2009 dan 2 petak menggunakan VUTW yang dilepas

antara tahun 2000-2006. Dalam penelitian ini diketahui varietas padi yang tidak

memiliki ketahanan terhadap WBC adalah Situ Bagendit, Luk Ulo dan

Umbul-umbul. VUTW yang dilepas antara tahun 1980-1998 terdiri dari varietas

Cisadane, IR-64 dan Way Apo Buru. VUTW yang dilepas antara tahun

2000-2006 terdiri dari varietas Bondhoyudho, Ciherang, Mekongga serta Mira 1 dan

VUTW yang dilepas antara tahun 2008-2009 terdiri dari varietas Inpari 1, Inpari 6

dan Inpari 13.

Gambar 3. Hubungan varietas padi dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara varietas padi dengan keparahan serangan WBC (nilai-p = 0,63).

Penggunaan varietas padi bukan VUTW maupun semua jenis VUTW tetap

terserang WBC. Selain itu data penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan

bukan VUTW ditemukan dua kali lebih banyak pada petak dengan keparahan

serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC

ringan dan sedang. Penggunaan VUTW yang banyak digunakan pada petak

contoh dapat menyebabkan gen dari populasi WBC akan beradaptasi sehingga

akan muncul biotipe pada WBC yang resisten terhadap VUTW (Heong & Sogawa 0

10 20 30 40

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

Bukan VUTW

VUTW 1980-1998

VUTW 2000-2006

(22)

13

1994). Inovasi teknologi dan introduksi VUTW telah menyebabkan pergantian

secara dinamis status dari hama WBC. Sejak tahun 1979 sampai dengan 1980an,

WBC menjadi hama epidemik di selatan dan tenggara Asia, dimana ketika

varietas lokal diganti dengan VUTW merupakan salah satu penyebabnya

(Rombach & Gallagher 1994). Pada tahun 1973, IR 26 merupakan varietas padi

resisten pertama yang dilepas di Asia. IR 26 resisten terhadap WBC biotipe 1 dan

setelah pelepasannya terjadi penurunan populasi WBC secara signifikan akan

tetapi dalam waktu 2 tahun ketahanan varietas IR 26 terhadap WBC biotipe 1

terpatahkan dan kepadatan populasi WBC mulai meningkat kembali. Tahun 1976

para ilmuwan melepas varietas IR 36 yang resisten terhadap WBC biotipe 2 tetapi

pada akhir 1970an ketahanannya kembali terpatahkan. IR 56 yang mengandung

gen ketahanan WBC biotipe 3 telah tersebar sejak tahun 1982 tetapi kerusakan

akibat serangan WBC tetap terjadi di berbagai wilayah (Gallagher et al. 1994).

Keragamaan Jenis Hama lain

Hubungan antara keragaman jenis hama lain dengan keparahan serangan

WBC disajikan pada Gambar 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk

keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati,

diketahui 4 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 2 jenis, masing-masing

3 petak terdapat keragaman hama lain 1 jenis dan 3 jenis, 2 petak diketahui tidak

terdapat keragaman hama lain, 2 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 4

jenis dan 1 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 7 jenis. Sedangkan

untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak

terdapat keragaman hama lain sebanyak 2 jenis, 3 petak terdapat keragaman hama

lain sebanyak 1 jenis, masing-masing 2 petak terdapat keragaman hama lain 3

jenis dan 4 jenis serta masing-masing 1 petak terdapat keragaman hama lain

sebanyak 5 jenis dan 7 jenis dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 4 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 3 jenis, 3 petak

diketahui tidak terdapat keragaman hama lain, masing-masing 2 petak terdapat

keragaman hama lain sebanyak 1 jenis, 2 jenis dan 5 jenis serta masing-masing 1

(23)

14

Gambar 4. Hubungan keragaman jenis hama lain dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara keragaman hama lain dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =

0,67). Keragaman dan peningkatan populasi serangga dalam ekosistem padi

berkaitan dengan menghilangnya faktor pembatas (Heong et al. 2007). Dalam hal ini tanaman inang dapat menjadi faktor pembatas perkembangan populasi hama

lain karena untuk memperolehnya harus berkompetisi dengan WBC.

Rotasi Tanaman

Hubungan antara rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC

disajikan pada Gambar 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan

serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 13

petak tidak melakukan rotasi tanaman dan 2 petak melakukan rotasi tanaman.

Sedangkan untuk kategori sedang dan kategori berat dari masing-masing 15 petak

contoh yang diamati, diketahui 14 petak tidak melakukan rotasi tanaman dan

hanya 1 petak yang melakukan rotasi tanaman. 0

10 20 30 40

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

(24)

15

Gambar 5. Hubungan rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC (nilai-p = 0,76).

Tersedianya air pengairan yang cukup mendorong petani untuk menanam padi

secara terus-menerus menyebabkan tersedianya pakan dan tempat berkembang

biak WBC secara berkesinambungan. Sehingga populasi WBC akan terus

meningkat, untuk tujuan pengendalian perlu diusahakan agar fakta tersebut tidak

sesuai lagi bagi perkembangan WBC (DBPT 1992).

Banyaknya Bahan Aktif Insektisida

Hubungan antara banyaknya bahan aktif insektisida yang digunakan

dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 6. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15

petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak menggunakan lebih dari atau sama

dengan 3 jenis bahan aktif insektisida, 5 petak tidak menggunakan insektisida dan

3 petak menggunakan 2 jenis bahan aktif insektisida. Sedangkan untuk kategori

sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak menggunakan lebih

dari atau sama dengan 3 jenis bahan aktif insektisida, 3 petak menggunakan 1

jenis bahan aktif insektisida, 3 petak menggunakan 2 jenis bahan aktif insektisida

serta 2 petak tidak menggunakan insektisida dan untuk kategori berat dari 15

petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak menggunakan lebih dari atau sama 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

Rotasi

(25)

16

dengan 3 jenis bahan aktif insektisida, 4 petak menggunakan 1 jenis bahan aktif

insektisida, 3 petak menggunakan 2 jenis bahan aktif insektisida dan 1 petak tidak

menggunakan insektisida.

Gambar 6. Hubungan banyaknya bahan aktif insektisida dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara banyaknya bahan aktif insektisida yang digunakan dengan keparahan

serangan WBC (nilai-p = 0,32). Pemilihan jenis bahan aktif insektisida yang akan

digunakan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam usaha

pengendalian WBC karena penggunaan jenis bahan aktif insektisida yang tidak

tepat dapat menyebabkan resurjensi terhadap WBC. Menanggapi terjadinya

fenomena resurjensi WBC karena penggunaan insektisida pada pertanaman padi,

Inpres 3/1986 menetapkan kebijakan teknis yaitu jenis insektisida yang dapat

menimbulkan resurjensi, resistensi, atau dampak lain yang merugikan dilarang

digunakan untuk tanaman padi. Inpres 3/1986 merupakan tonggak sejarah

penerapan PHT di Indonesia karena melalui instruksi ini, pemerintah mulai

memberikan dukungan politik dan legal terhadap PHT. Berdasarkan pengamatan

dilapangan petani juga sudah banyak yang menggunakan insektisida yang dewasa

ini dinilai sangat efektif untuk mengendalikan hama WBC stadium telur dan

nimfa yaitu Apllaud 10 WP yang mengandung bahan aktif buprofezin (Untung 2007).

0 10 20 30 40

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

0 Jenis

1 Jenis

(26)

17

Interval Penyemprotan Insektisida

Hubungan antara interval penyemprotan insektisida dengan keparahan

serangan WBC disajikan pada Gambar 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 7 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan lebih

dari 15 hari, 5 petak tidak diberi insektisida, 2 petak diberi insektisida dengan

interval penyemprotan 3-7 hari dan 1 petak diberi insektisida dengan interval

penyemprotan kurang dari atau sama dengan 2 hari. Sedangkan untuk kategori

sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 8 petak diberi insektisida

dengan interval penyemprotan 8-15 hari, 2 petak tidak diberi insektisida, 2 petak

diberi insektisida dengan interval penyemprotan kurang dari atau sama dengan 2

hari, 2 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan 3-7 hari serta 1

petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan lebih dari 15 hari dan untuk

kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak diberi

insektisida dengan interval penyemprotan 3-7 hari, 4 petak diberi insektisida

dengan interval penyemprotan kurang dari atau sama dengan 2 hari, 3 petak diberi

insektisida dengan interval penyemprotan 8-15 hari, 1 petak tidak diberi

insektisida dan 1 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan lebih dari

15 hari.

Gambar 7. Hubungan interval penyemprotan insektisida dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 2011.

0 10 20 30 40 50 60

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

Tidak Diberi ≤ 2 hari 3-7 hari

8-15 hari

(27)

18

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata

antara interval penyemprotan insektisida dengan keparahan serangan WBC

(nilai-p = 0,001). Data (nilai-penelitian ini menunjukkan bahwa (nilai-petak yang lebih sering

dilakukan penyemprotan insektisida yaitu kurang dari atau sama dengan 2 hari

sekali dan interval 3-7 hari sekali lebih banyak ditemukan pada petak dengan

keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan serangan

WBC ringan dan sedang. Seperti halnya dengan jenis bahan aktif insektisida,

interval penyemprotan insektisida juga merupakan faktor penting yang perlu

diperhatikan. Dalam Inpres 3/1986 juga telah ditetapkan kebijakan teknis yaitu

jenis dan cara aplikasi insektisida harus memperhatikan kelestarian musuh alami

hama WBC. Penyemprotan insektisida yang dilakukan secara terus menerus

dapat menyebabkan tingginya mortalitas musuh alami dan menyebabkan

resistensi pada WBC sehingga populasi WBC akan meningkat dan mengakibatkan

tingkat kerusakan yang lebih tinggi (Untung 2007).

Permasalahan WBC di Asia memiliki karakteristik yang sama yaitu

penggunaan pestisida yang berlebihan. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, WBC

telah menimbulkan kerusakan yang parah pada lahan pertanaman padi (IRRI

1979, Heinrichs & Mochida 1984), tetapi saat ini, beberapa negara di Asia

Tenggara telah menerapkan Integrated Pest Management (IPM) dan penggunaan

insektisida telah dikurangi dengan cara sosialisasi melalui media massa sehingga

permasalahan WBC telah berkurang secara signifikan (Matesson 2000).

Dosis Pupuk N

Hubungan antara penggunaan dosis pupuk N dengan keparahan serangan

WBC disajikan pada Gambar 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk

keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati,

diketahui 8 petak diberikan dosis pupuk N sebanyak kurang dari atau sama

dengan 250 kg/ha setara urea, 4 petak diberikan dosis pupuk N lebih dari 250

kg/ha setara urea dan 3 petak tidak diberi pupuk N. Sedangkan untuk kategori

sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 10 petak diberi dosis pupuk

N kurang dari atau sama dengan 250 kg/ha setara urea, 4 petak diberi dosis pupuk

(28)

19

kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 9 petak diberi dosis

pupuk N kurang dari atau sama dengan 250 kg/ha setara urea dan 6 petak diberi

dosis pupuk N lebih dari 250 kg/ha setara urea.

Gambar 8. Hubungan penggunaan dosis pupuk N dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara penggunaan dosis pupuk N dengan keparahan serangan WBC (nilai-p

= 0,36). Menurut Doberman dan Fairhust (2000) N merupakan penyusun asam

amino, asam nukleat, nukleotida dan klorofil sehingga nitrogen berfungsi dalam

mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman yang cepat, yaitu dalam

meningkatkan tinggi tanaman dan meningkatkan jumlah anakan sawah.

Penggunaan pupuk N selain memberikan dampak yang positif terhadap

pertumbuhan tanaman juga dapat menyebabkan dampak negatif jika dosis yang

digunakan melebihi dosis anjuran. Aplikasi pupuk N yang tinggi tidak akan

berdampak pada biologi serangga tetapi akan merubah morfologi, biokimia dan

fisiologi dari tanaman inang sehingga akan meningkatkan kondisi nutrisi untuk

serangga pemakan tumbuhan (Bernays 1990, Simpson & Simpson 1990) dan

dapat menyebabkan penurunan resistensi tanaman inang terhadap serangga

pemakan tumbuhan (Barbour et al. 1991). Pertanaman padi dengan pemupukan nitrogen yang tinggi akan menciptakan habitat yang disukai oleh lebih dari 200

spesies serangga pemakan tumbuhan, beberapa diantaranya adalah serangga hama 0

10 20 30 40 50 60 70

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

(29)

20

penting. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab status WBC berubah dari

hama sekunder menjadi hama utama padi pada tahun 1970an (Dyck et al. 1979). Terdapat berbagai macam pupuk N diantaranya pupuk urea merupakan

pupuk tunggal yang memiliki kadar minimal N sebesar 45-46% dalam bentuk

NH4+ dengan rumus kimia CO(NH2)2. Pupuk ZA juga merupakan pupuk tunggal

dengan rumus kimia (NH4)2SO4 dengan kadar N sebesar 21% (Sianipar 2006).

Dosis Pupuk P

Hubungan antara penggunaan dosis pupuk P dengan keparahan serangan

WBC disajikan pada Gambar 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk

keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati,

diketahui 7 petak diberikan dosis pupuk P lebih dari 100 kg/ha setara SP 36, 5

petak tidak diberi pupuk P dan 3 petak diberi dosis pupuk P kurang dari atau sama

dengan 100 kg/ha setara SP 36. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak

contoh yang diamati, diketahui 9 petak diberi dosis pupuk P lebih dari 100 kg/ha

setara SP 36, 4 petak diberi dosis pupuk P kurang dari atau sama dengan 100

kg/ha setara SP 36 serta 2 petak tidak diberi pupuk P dan untuk kategori berat dari

15 petak contoh yang diamati, diketahui 8 petak diberi dosis pupuk P lebih dari

100 kg/ha setara SP 36, 5 petak diberi dosis pupuk P kurang dari atau sama

dengan 100 kg/ha setara SP 36 dan 2 petak tidak diberi pupuk P.

Gambar 9. Hubungan penggunaan dosis pupuk P dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 2011.

0 10 20 30 40 50 60 70

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

(30)

21

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang

nyata antara penggunaan dosis pupuk P dengan keparahan serangan WBC (nilai-p

= 0,60). Menurut Doberman dan Fairhust (2000) P merupakan penyusun ATP,

nukleotida, asam nukleat, fosfolipid, penyimpan energi dan transfer energi.

Fosfor berperan dalam pembagian sel, pembentukan lemak dan albumin,

mempengaruhi kematangan tanaman, melawan pengaruh buruk nitrogen,

perkembangan akar halus dan akar rambut, meningkatkan kualitas tanaman dan

ketahanan terhadap penyakit (Soepardi 1983 didalam Sianipar 2006). Berdasarkan penelitian Sianipar (2006) pupuk fosfor yang sering digunakan

petani saat ini adalah SP-36 karena pupuk TSP peredarannya sedikit di pasar.

Pupuk ini merupakan pupuk superfosfat yang mengandung P2O5 sebesar 36 %.

Dosis Pupuk K

Hubungan antara penggunaan dosis pupuk K dengan keparahan serangan

WBC disajikan pada Gambar 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk

keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati,

diketahui 9 petak tidak diberi pupuk K, 2 petak diberi dosis pupuk K kurang dari

atau sama dengan 75 kg/ha setara KCl dan 4 petak diberi dosis pupuk K lebih dari

75 kg/ha setara KCl. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 10 petak diberi dosis pupuk K lebih dari 75 kg/ha setara KCl, 3

petak diberi dosis pupuk K kurang dari atau sama dengan 75 kg/ha setara KCl

serta 2 petak tidak diberi pupuk K dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh

yang diamati, diketahui 10 petak diberi dosis pupuk K lebih dari 75 kg/ha setara

KCl, 4 petak diberi dosis pupuk K kurang dari atau sama dengan 75 kg/ha setara

(31)
[image:31.595.112.507.86.295.2]

22

Gambar 10. Hubungan penggunaan dosis pupuk K dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata

antara penggunaan dosis pupuk K dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =

0,01). Serapan tanaman akan unsur K dipengaruhi oleh jumlah K tersedia bagi

tanaman. Semakin besar jumlah K tersedia, maka akan semakin besar pula

jumlah K yang diserap oleh tanaman. Kecenderungan ini disebut konsumsi

berlebihan (luxury consumption), yaitu pada kondisi serapan yang besar pada tanaman tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Kalium dalam jumlah yang

cukup akan menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar.

Kalium cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen serta dapat mengurangi

pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor (Soepardi 1983 didalam

Sianipar 2006).

Jarak Tanam

Hubungan antara jarak tanam dengan keparahan serangan WBC disajikan

pada Gambar 11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan

WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 12 petak

menggunakan jarak tanam antara 20-25 cm, 2 petak menggunakan jarak tanam

kurang dari 20 cm dan 1 petak menggunakan jarak tanam lebih dari 25 cm.

Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 10 0

10 20 30 40 50 60 70

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

(32)

23

petak menggunakan jarak tanam kurang dari 20 cm dan 5 petak menggunakan

jarak tanam antara 20-25 cm dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang

diamati, diketahui 14 petak menggunakan jarak tanam antara 20-25 cm dan 1

[image:32.595.111.508.175.385.2]

petak menggunakan jarak tanam kurang dari 20 cm.

Gambar 11. Hubungan jarak tanam dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 2011.

Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata

antara jarak tanam dengan keparahan serangan WBC (nilai-p = 0,001).

Penggunaan jarak tanam sedang (20-25 cm) lebih banyak ditemukan pada petak

dengan keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan

serangan WBC sedang dan ringan. Sedangkan penggunaan jarak tanam rapat

yaitu kurang dari 20 cm lebih banyak ditemukan pada petak dengan keparahan

serangan WBC sedang dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC

ringan dan berat. Jarak tanam yang rapat disertai dengan penggunaan varietas

unggul yang mempunyai anakan banyak, tumbuh subur dan rimbun akan

menciptakan keadaan iklim mikro yang sangat sesuai untuk perkembangan WBC

(DBPT 1992). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ringan Sedang Berat

Frekuensi

Rel

at

if

(%)

Keparahan Serangan WBC

< 20 cm

20 - 25 cm

(33)

24

Hasil pengolahan data pengaruh berbagai faktor terhadap keparahan

serangan WBC.

No. Faktor Nilai-p

1. Populasi WBC 0,01

2. Keragaman jenis musuh alami 0,76

3. Varietas padi 0,63

4. Keragaman hama lain 0,67

5. Rotasi Tanaman 0,76

6. Banyaknya bahan aktif insektisida 0,32

7. Interval penyemprotan insektisida 0,001

8. Dosis Pupuk N 0,36

9. Dosis Pupuk P 0,60

10. Dosis pupuk K 0,01

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata keparahan serangan

WBC (ringan, sedang dan berat) berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Populasi wereng batang cokelat (WBC). Populasi WBC lebih dari atau sama

dengan 20 ekor/rumpun yang merupakan batas ambang ekonomi lebih banyak

ditemukan pada petak dengan keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak

dengan keparahan serangan WBC ringan dan sedang.

2. Interval penyemprotan insektisida. Interval penyemprotan insektisida yang

dilakukan secara intensif yaitu kurang dari atau sama dengan 2 hari sekali dan

interval 3-7 hari sekali lebih banyak ditemukan pada petak dengan keparahan

serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC

ringan dan sedang.

3. Dosis pupuk K. Penggunaan dosis pupuk K yang melebihi dosis anjuran yaitu

75 kg/ha ditemukan sama banyak yaitu 10 petak pada kategori keparahan

serangan WBC berat dan sedang.

4. Jarak tanam. Penggunaan jarak tanam sedang (20-25 cm) lebih banyak

ditemukan pada petak dengan keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak

dengan keparahan serangan WBC ringan dan sedang. Sedangkan penggunaan

jarak tanam rapat yaitu kurang dari 20 cm lebih banyak ditemukan pada petak

dengan keparahan serangan WBC sedang dibandingkan petak dengan keparahan

serangan WBC ringan dan berat.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, usaha yang perlu dilakukan untuk

mengendalikan serangan wereng batang cokelat adalah interval penyemprotan

insektisida yang tidak berlebihan, penggunaan dosis pupuk sesuai dengan dosis

(35)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2001. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius.

Barbour JD, Farrar RR, Kennedy GG. 1991. Interaction of fertilizer regime with host plant resistance in tomato. Entomol Exp Appl 60: 289-300.

Bernays EA. 1990. Insect –plant interaction. Boca Raton, Fla (USA): CRC Press.

[BPTP] Badan Penelitian Tanaman Pangan. 2011. Ambang ekonomi wereng batang cokelat. http://jabar.litbang.deptan.go.id [25 Oktober 2011]

[DBPT] Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1992. Laporan akhir wereng batang cokelat. Jatisari: Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.

Defaosandi A. 2010. Keefektifan beberapa insektisida terhadap Nilaparvata lugens (Stal) (Hemiptera: Delphacidae) dan pengaruhnya terhadap musuh alami pada pertanaman padi di Karawang berdasarkan dua metode aplikasi insektisida [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dobermen A, T. Fairhust. 2000. Nutrient disorders and nutrient management. Potash and Phospat Institute of Canada and IRRI. Oxford Geographic Printers Pte Ltd. Canada. Philippines. hlm 18-83.

Dyck VA, Misra BC, Alam S, Chen CN, Hsieh CY, Rejesus RS. 1979. Ecology of the brown planthoppers in the tropics. Di dalam: IRRI, editor. Brown Planthoppers: Threat to Rice Production in Asia. Laguna, Phillipines. hlm 61-100.

Gaib A. 2010. Status serangan wereng batang cokelat di Indonesia dan upaya pengendaliannya. Di dalam: Lokakarya Pengelolaan Wereng Cokelat: Kemitraan Petani, Pemda, Kementan, dan IPB. Bogor, 15 Juni 2010. Bogor: IPB.

Gallagher KD, Kenmore PE, Sogawa K. 1994. Judicial use of insecticides deters planthopper outbreaks and extends the life of resistant varieties in Southeast Asian rice. Di dalam: Denno RF, Perfect TJ, editor. Planthoppers: Their Ecology and Management. London. hlm 599-614.

Harahap IS, Tjahjono B. 1988. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Heinrichs EA, Mochida O. 1984. From secondary to major pest status: the case of insectiside induced rice brown Nilaparvata lugens, resurgence. Prot Ecol 7: 201-218.

Heong KL, Manza A, Catindig J, Villareal S, Jacobsen T. 2007. Changes in pesticide use and arthropod biodiversity in the IRRI research farm.

(36)

27

Heong KL, Hardy B, editors. 2009. Planthoppers: new threats to the sustainability of intensive rice production systems in Asia. Los Banos (Philippines): International Rice Research Institute.

Heong KL, Sogawa K. 1994. Management strategies for key insect pests of rice: critical issues. Di dalam: Teng PS, Heong KL, Moody K, editor. Rice Pest Science and Management. Los Banos (Phillipines): International Rice Research Institute. hlm 3-14.

Heriawan R. 2011. Prediksi produksi padi pada tahun 2011. http://finance.detik.com [31 Oktober 2011]

IRRI (International Rice Research Institute). 1979. Brown planthopper: Threat to rice production in Asia. Los Banos (Philippines): International Rice Research Institute.

Istiaji B. 2011. Analisis faktor kunci penyebab ledakan populasi hama wereng cokelat Nilaparvata lugens Stal. di kabupaten Klaten [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Manurung SO, Ismunadji M. 1988. Morfologi dan Fisiologi padi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Manuwoto S, Indriyani N. 1994. Perkembangan, kelangsungan hidup dan reproduksi wereng cokelat Nilaparvata lugens (Stal) (Homoptera: Delphacidae) pada empat varietas padi. Buletin HPT 7: 61-67.

Matteson PC. 2000. Insect pest management in tropical Asian irrigated rice.

Annu Rev Entomol 45: 549-574.

Mochida O, Okada T. 1979. Taxonomy and morphology of brown planthoppers. Di dalam: IRRI, editor. Brown Planthoppers: Threat to Rice Production in Asia. Laguna, Phillipines. hlm 21-44.

Mochida O, T. Suryana, and A. Wahyu. 1977. Recent outbreaks of the brown planthopper in Southeast Asia (Special reference to Indonesia). In the Rice Brown Planthopper. Taipei, Taiwan.

Pathak MD, Khan ZR. 1994. Insect pests of rice. Los Banos (Philippine): International Rice Research Institute.

Rombach MC, Gallagher KD. 1994. The brown planthopper: promises, problems, and prospects. Di dalam: Heinrichs EA, editor. Biology and Management of Rice insects. New Delhi (India): Wiley Eastern Limited. hlm 693-709.

(37)

28

Simpson SJ, Simpson CL. 1990. The mechanisms of nutritional compensation by phytophagous insects. Di dalam: Bernays EA, editor. Insect-Plant Interactions. New York (USA): CPC Press. hlm 111-160.

Soemawinata AT, Sosromarsono S. 1986. Hama wereng cokelat dan masalah pengendaliannya di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syam M, Wurjandari D. 2003. Masalah lapang hama penyakit pada padi. http://www.knowledgebank.irri.org [7 Juni 2011].

Untung K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Untung K, Trisyono A. 2010. Wereng batang cokelat mengancam swasembada beras. Rangkuman Eksekutif.

Westen N. 1990. Perilaku predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap tiga jenis wereng Nilaparvata lugens Stal., Sogatella furcifera Hovath (Homoptera: Delphacidae), dan Nephotetix virescens

(38)
(39)

LAMPIRAN 1

BLANKO PENGAMATAN 1

POPULASI WERENG COKELAT, HAMA LAIN DAN KEBERADAAN MUSUH ALAMI

Kecamatan Varietas

Desa Umur

Kondisi Serangan Berat/sedang/ringan Jarak Tanam

Petak Berat/sedang/ringan Tanggal

Rumpun Contoh

Wereng Batang Cokelat

(40)

LAMPIRAN 2

BLANKO PENGAMATAN 2

INFORMASI BUDIDAYA TANAMAN PADI

Kecamatan Petak Berat/sedang/ringan

Desa Penggarap

Kondisi seragan Berat/sedang/ringan Tanggal

1. Luas petak :……….

2. Tanaman pada musim tanam sebelumnya :……….

3. Umur tanaman padi pada saat ini : ………

4. Pembibitan

a. Varietas yang ditanam : ………..

b. Benih diperoleh dari : ………..

c. Jumlah benih : ………..

d. Umur bibit saat pindah tanam : ………..

e. Kondisi di sekitar pembibitan : ………..

f. Cara pembibitan (pengolahan tanah, pemupukan dan perlakuan lain)

………..………. ………..……….

………..……….

………..………. ………..………. ………..………. ………..……….

5. Cara penyiapan lahan

………..……… ………..……… ………..……… ………..……… ………..……… ………..……… ………..……… ………..……

6. Penanaman

a. Jarak tanam : ………..

b. Jumlah bibit per lubang tanam : ………..

7. Pemupukan

(41)

32

8. Pengendalian OPT/Penyemprotan lainnya

Jenis Jumlah Waktu Aplikasi Keterangan

(42)

ABSTRAK

RADHY ALFITRA. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keparahan Serangan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada Pertanaman Padi di Kabupaten Klaten. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.

Ledakan populasi wereng batang cokelat di Jawa Barat bagian utara pada tahun 2011 terhenti, tetapi ledakan populasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur kecenderungannya justru meluas. Daerah eks Karesidenan Surakarta yang dikenal lumbung padi Jawa Tengah termasuk di dalamnya kabupaten Klaten hingga saat ini masih terancam oleh hama wereng batang cokelat. Faktor utama yang berkontribusi terhadap meningkatnya populasi dan serangan wereng batang cokelat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah potensi biotik wereng batang cokelat yang tinggi, faktor abiotik dan sistem budidaya padi yang mendukung berkembangnya populasi wereng batang cokelat. Ketiga faktor tersebut bekerja secara bersama-sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan serangan wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi di Kabupaten Klaten. Pengumpulan data dilakukan di lima kecamatan yang mengalami serangan wereng batang cokelat yaitu Delanggu, Juwiring, Karanganom, Trucuk dan Wonosari. Pada setiap kecamatan dipilih 3 desa dan setiap desa dipilih 3 petak yang mengalami serangan wereng batang cokelat paling berat, sedang dan paling ringan. Pada setiap petak contoh dilakukan pengamatan populasi wereng batang cokelat, keragaman jenis musuh alami dan hama lain dengan mencermati 5 tanaman contoh yang dipilih secara sistematik sepanjang diagonal petak. Selain itu untuk mengetahui praktik budidaya tanaman padi, pada setiap petak contoh dilakukan wawancara terhadap petani penggarap. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan uji khi kuadrat untuk mengetahui pengaruh dari berbagai faktor terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh nyata terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat (ringan, sedang dan berat) dalam penelitian ini adalah populasi wereng batang cokelat, interval penyemprotan insektisida, dosis pupuk K dan jarak tanam. Sedangkan faktor-faktor yang tidak memiliki pengaruh nyata terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat adalah keragaman jenis musuh alami, varietas padi, keragaman jenis hama lain, rotasi tanaman, banyaknya bahan aktif insektisida yang diaplikasikan, dosis pupuk N dan dosis pupuk P.

(43)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia pertama kali mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan

pencapaian tersebut terancam dengan merebaknya serangan hama wereng batang

cokelat pada tahun 1985-1986. Dalam tiga tahun terakhir (2007-2009), Indonesia

mencapai swasembada beras tetapi serangan wereng batang cokelat dalam dua

tahun terakhir telah mengakibatkan ribuan hektar lahan pertanaman padi

mengalami puso. Pada tahun 2010, luas serangan wereng batang cokelat

mencapai 30.000 ha pada periode Januari-April 2010 (Gaib 2010). Faktor utama

yang berkontribusi terhadap meningkatnya populasi dan serangan wereng batang

cokelat dalam beberapa tahun terakhir adalah potensi biotis wereng batang

cokelat yang tinggi, faktor abiotik dan sistem budidaya padi yang mendukung

berkembangnya populasi wereng batang cokelat. Ketiga faktor tersebut bekerja

secara bersama-sama (Untung & Trisyono 2010).

Ledakan populasi wereng batang cokelat di Jawa Barat bagian utara

pada tahun 2011 terhenti, tetapi ledakan populasi di Jawa Tengah dan Jawa

Timur kecenderungannya justru meluas. Daerah eks Karesidenan Surakarta yang

dikenal lumbung padi Jawa Tengah termasuk di dalamnya kabupaten Klaten

hingga saat ini masih terancam oleh hama wereng batang cokelat (Istiaji 2011).

Wereng batang cokelat pertama kali dilaporkan sebagai hama pada

tanaman padi di Indonesia tahun 1854 oleh Stal (Mochida et al. 1977), dan sampai saat ini merupakan hama penting padi di Indonesia. Hama ini mampu

membentuk populasi cukup besar dalam waktu singkat dan merusak tanaman pada

semua fase pertumbuhan dengan cara menghisap cairan pelepah daun dan

berperan sebagai vektor virus kerdil rumput dan virus kerdil hampa (Baehaki

1989 didalam DBPT 1992). Wereng batang cokelat ini sebelumnya termasuk hama sekunder. Berubahnya wereng batang cokelat menjadi hama penting karena

adanya penyemprotan pestisida yang tidak tepat pada awal pertumbuhan tanaman,

(44)

2

Wereng batang cokelat sulit diatasi dengan satu cara pengendalian

karena wereng batang cokelat mempunyai daya berkembangbiak yang cepat dan

dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pengendalian yang dapat

dilakukan adalah pengendalian terpadu yang memberi peranan penting pada

musuh alami sebagai komponen yang tidak dapat ditinggalkan (Westen 1990).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi keparahan serangan wereng batang cokelat Nilaparvata lugens

Stal. (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi di kabupaten Klaten.

Manfaat Penelitian

Tersedianya informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

keparahan serangan wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) dapat digunakan sebagai dasar penyusunan strategi pengelolaan

(45)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa Linn.)

Padi tergolong ke dalam famili Graminaeae, sub famili Oryzoideae, suku

Oryzeae, dan genus Oryza. Padi termasuk tanaman semusim yaitu tanaman yang berumur pendek, hidup kurang dari satu tahun dan hanya satu kali bereproduksi,

kemudian tanaman akan mati atau dimatikan. Tanaman padi dikelompokkan ke

dalam dua kelompok yaitu Indica (padi bulu) dan Japonica (padi cere) (Anonim

2001).

Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yaitu organ

vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan

daun sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Sejak

berkecambah sampai panen tanaman padi memerlukan waktu 3-6 bulan, yang

keseluruhannya terdiri dari dua fase pertumbuhan yaitu vegetatif dan generatif.

(Manurung & Ismunadji 1988).

Usaha untuk meningkatkan produksi padi senantiasa dilakukan, terutama

untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sampai saat ini hama dan penyakit

menjadi faktor pembatas dalam produksi padi. Ledakan jenis hama terjadi silih

berganti dan tidak jarang diikuti oleh munculnya biotipe baru yang lebih ganas

(Manuwoto & Indriyani 1994). Wereng batang cokelat merupakan hama penting

tanaman padi di Indonesia yang sejak tahun 1985 telah mengancam target

swasembada beras.

Wereng Batang Cokelat

Taksonomi dan Morfologi

Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stal. termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Hemiptera, subordo

Auchenorryncha, infraordo Fulgoromorpha, famili Delphachidae, genus

(46)

4

Nilaparvata, bahkan 14 spesies di antaranya sudah dideterminasi. Walaupun demikian di antara spesies-spesies yang termasuk dalam genus Nilaparvata, hanya

Nilaparvata lugens yang menjadi hama penting pada pertanaman padi khususnya di Indonesia (DBPT 1992). Anggota genus Nilaparvata mempunyai ciri berupa tarsi terbagi atas tiga ruas, antena pendek dengan terminal arista, pada ujung tibia

tungkai belakang terdapat taji yang besar dan pada pertemuan sayap depan

terdapat titik hitam atau ptereo-stigma serta pada ruas pertama tarsus tungkai

belakang terdapat dua atau lebih duri kecil. Ciri lainnya adalah pada

punggungnya (scutellum) terdapat tiga garis memanjang berwarna coklat muda.

Dilihat dari sisi samping (ventral), garis ubun-ubun (vertex) rata dan sejajar

dengan garis batas leher (Mochida & Okada, 1979).

Bioekologi

Wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stal. daerah penyebarannya selain di Indonesia juga terdapat di Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan dan

Kepulauan Pasifik (Harahap & Tjahjono 1988). Padi (Oryza sativa L) adalah tanaman inang utama bagi wereng batang cokelat. Wereng batang cokelat juga

banyak ditemukan pada tanaman lain sebagai inang antara seperti; Eleusine coracana, Leersia hexandra, L. japonica, Saccharum officinarum, Zea mays, Zizania latifolia, dan Zizania longifolia (Dyck et al. 1979).

Faktor-faktor yang optimum untuk perkembangan populasi wereng

batang cokelat adalah tersedianya padi sepanjang tahun, jarak tanam yang rapat

untuk varietas padi yang memiliki anakan banyak sehingga tercipta iklim mikro

yang sesuai untuk perkembangan populasinya, pemakaian varietas yang memiliki

hasil yang tinggi namun rentan terhadap wereng batang cokelat, pemberian pupuk

N yang berlebihan, kondisi suhu lingkungan 18-30 ºC, kelembaban relatif antara

70-85%, dan penggunaan insektisida dengan tidak bijaksana yang dapat

menyebabkan terbunuhnya musuh alami dan menimbulkan masalah resistensi

serta resurjensi pada populasi hama wereng batang cokelat. Kerusakan yang

disebabkan oleh wereng batang cokelat lebih umum terjadi di daerah yang

(47)

5

bersamaan dapat mencegah terjadinya kerusakan oleh wereng batang cokelat

(Dyck et al. 1979).

Berkaitan dengan wilayah Klaten, hasil wawancara dengan petani

menemukan indikasi penyebaran ledakan populasi wereng batang cokelat.

Ledakan populasi bermula dari daerah yang menanam padi terus menerus

(kecamatan Delanggu dan Polanh

Gambar

Gambar 1.  Hubungan populasi WBC dengan keparahan serangan WBC di
Gambar 2.  Hubungan keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan
Gambar 4.  Hubungan keragaman  jenis hama lain dengan keparahan serangan WBC
Gambar 5.  Hubungan rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC di kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui populasi wereng batang coklat koloni Klaten pada beberapa varietas padi dan mengamati jenis imago wereng batang coklat

Wereng batang cokelat (WBC) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi di Indonesia. Ketahanan tanaman padi merupakan salah satu komponen dalam pengendalian WBC.

lividipennis dalam menekan populasi WBC melalui pelepasan kepik dan wereng pada padi varietas Ciherang yang dipantau populasinya selama satu musim

Wereng batang coklat (WBC) merupakan salah satu serangga hama penting yang menyerang tanaman padi, yang secara tidak langsung menjadi vektor bagi penyebaran penyakit kerdil rumput

Populasi Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.), Keragaman Musuh Alami Predator Serta Parasitoidnya Pada Lahan Sawah Di Dataran.. Rendah

Diperkirakan bahwa potensi sumberdaya hayati lokal di ekosistem padi sawah dapat meningkatkan populasi musuh alami sebagai salah satu faktor pemulihan

Ketahanan suatu varietas terhadap padi wereng cokelat berkorelasi dengan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman.. Senyawa asam oksalat, tricin,

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui ketahanan suatu varietas tanaman padi terhadap serangan wereng batang coklat Koloni Cirebon melalui uji embun madu..