• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Lignin Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Lignin Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktifitasnya. Metode Klason merupakan prosedur umum yang digunakan dalam penentuan kadar lignin. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti oleh hidrolisis polisakarida terlarut dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian dari lignin yang larut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam (Yasuda et al. 2001).

Lignin terlarut asam merupakan parameter yang dapat menunjukkan tingkat reaktivitas monomer penyusun polimer lignin. Lignin terlarut asam juga sangat penting untuk dianalisis mengingat hubungannya dengan kandungan lignin dan proses pulping. Lignin terlarut asam merupakan bagian dari kandungan total lignin dalam kayu, akan tetapi seringkali diabaikan karena jumlahnya yang relatif kecil khususnya pada jenis softwood. Perbedaan kadar lignin dalam kayu bisa disebabkan oleh perbedaan kadar lignin terlarut asam selain dari kadar lignin Klason.

(2)

kayu. Hal ini dikarenakan metoksil merupakan gugus fungsi yang terkait dengan tipe monomer penyusun lignin.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil enam jenis kayu Eukaliptus dan korelasi antara keduanya, serta kemungkinan implikasinya terhadap sifat pengolahan kayu khususnya proses pulping.

1.3 Manfaat

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin

Lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder sel kayu (Fengel dan Wegener 1995). Achmadi (1990) menyatakan bahwa lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana. Lebih dari 2/3 unit fenilpropana dalam lignin dihubungkan melalui ikatan eter, sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon. Polimer lignin tidak linear, melainkan cenderung bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi. Konsentrasi lignin tinggi dalam lamela tengah dan rendah dalam dinding sekunder.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel dan juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu.

Kandungan lignin berbeda dalam populasi tanaman dari jenis yang sama. Pada jenis kayu yang berbeda, kandungan lignin dapat bervariasi diantara 15-36% dari berat kering kayu (Campbell dan Sederoff 1996). Kayu daun jarum normal mengandung 26-32% lignin. Kayu daun lebar normal mengandung 20-25% lignin, meskipun kayu daun lebar tropika dapat mempunyai kandungan lignin lebih dari 30% (Sjostrom 1998).

Achmadi (1990) menyebutkan bahwa lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok menurut unsur strukturalnya, yaitu lignin guaiasil, terdapat pada kayu jarum (26-32%) dengan prazat koniferil alkohol; lignin guaiasil-siringil, merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%, pada kayu tropis > 30%) dengan prazat koniferil alkohol : sinapil alkohol nisbah 4:1 sampai 1:2.

(4)

yang larut (Sjostrom 1998). Menurut Fengel dan Wegener (1995), metoda isolasi lignin pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. metoda yang menghasilkan lignin sebagai sisa

2. metoda yang melarutkan lignin tanpa bereaksi dengan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi atau dengan pembentukan turunan yang larut. Lignin mengandung gugus metoksil, gugus hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai samping, seperti prekursor-prekursor polimernya. Gugus-gugus hidroksil fenol ini hanya sedikit dalam kondisi bebas, kebanyakan terikat melalui ikatan-ikatan dengan unit-unit fenil propana yang berdekatan. Gugus-gugus fungsi lignin tersebut sangat mempengaruhi reaktifitas lignin (Sjostrom 1998).

2.2 Lignin Terlarut Asam

Dalam menentukan jumlah lignin dalam kayu, khususnya pada jenis hardwood, dengan metode Klason dihasilkan lignin terlarut asam (Acid-Soluble Lignin) beberapa persen (Matsushita et al. 2004). Metode Klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% diikuti dengan hidrolisis polisakarida terlarut dalam pemanasan asam sulfat 3%. Lignin terlarut asam merupakan bagian lignin yang terlarut dalam filtrat. Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung oksigen pada posisi benzylic, yang sensitif terhadap media asam dan memiliki kecenderungan berubah bentuk selama prosedur penentuan lignin. Lignin terlarut asam mungkin disusun dari dua komponen yaitu hasil degradasi lignin dan pembentukan material hidrofilik sekunder seperti senyawa lignin-karbohidrat (Yasuda et al. 2001).

(5)

dapat bervariasi dengan tipe lignin dan harus ditentukan untuk setiap tipe lignin yang dipelajari. Karena hal ini tidak mudah dilaksanakan, nilai yang terdapat dalam literatur (110 L g-1 cm-1) dapat digunakan untuk memperkirakan nilai lignin. Masalah yang kedua yaitu penentuan nilai absorpsi maksimum yang digunakan (Hatfield dan Fukushima 2005).

Sekitar 1% lignin larut asam terdapat dalam softwood sedangkan yang terdapat dalam hardwood sampai 4% (Fengel dan Wegener 1995). Proporsi lignin terlarut asam dalam hardwood lebih besar dengan kandungan lignin Klason yang lebih rendah dan kandungan metoksil yang lebih tinggi (Musha dan Goring 1974).

2.3. Tipe Monomer Penyusun Lignin

Lignin softwood, hardwood dan rerumputan berbeda dalam hal kandungan unit-unit guaiasil (G), siringil (S) dan p-hidroksifenil (H). Hal ini dapat dibuktikan dengan metode oksidasi nitrobenzena yang menghasilkan jumlah yang berbeda dari aldehida yang sesuai (vanilin, siringaldehida, p-hidroksibenzaldehida). Metoda kimia lain yang digunakan untuk menentukan komposisi lignin adalah asidolisis, oksidasi permanganat dan penentuan metoksil (Fengel dan Wegener 1995).

(6)

2.4 Karakteristik Kayu Eukaliptus

Diantara jenis Eukaliptus terdapat variasi kandungan komponen kimia. Kandungan komponen kimia pada kayu Eukaliptus secara umum yaitu 40-62% selulosa, 12-22% hemiselulosa dan 15-22% lignin. Kandungan abu pada kayu Eukaliptus berkisar 0.1%, meningkat sampai 0.6% sampai 1.9% (Turnbull dan Pryor 1978). Kayu Eukaliptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, bubur kayu (pulp), kayu bakar. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi. Daun dan cabang dari beberapa jenis Eukaliptus menghasilkan minyak yang merupakan produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, parfum, sabun, ditergen, disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis menghasilkan gom (kino). Bunga beberapa jenis lainnya menghasilkan serbuk sari dan nektar yang baik untuk madu (Sutisna dkk 1998 dalam Latifah 2004).

2.4.1 Eucalyptus urophylla S. T. Blake (Ampupu)

Eucalyptus urophylla sangat mirip dengan E. alba. Eucalyptus urophylla termasuk pohon cepat tumbuh yang tingginya dapat mencapai 15 - 20 m dan diameter 40 cm. Batangnya mudah dibentuk, kulitnya lembut, dan permukaannya dilapisi zat serbuk. Daun muda petiolata, oval memanjang dan alternate. Pada pohon dewasa, daun lebih lanset. Walaupun jenis ini toleran terhadap tanah yang miskin hara, jenis ini harus ditanam pada tanah yang mempunyai tekstur kasar. Pohon ini tumbuh baik pada tanah yang tetap basah selama musim kering (Lama 1986 dalam Nieto dan Rodriguez 2003).

Pohon ini mempunyai kayu yang keras dan tidak mudah retak. Kayu ini biasanya digunakan terutama untuk pulp dan papan. Kayunya juga digunakan untuk tiang-tiang transmisi elektrik, pembuatan cabinet dan paralatan kayu, dan untuk kayu lapis.

2.4.2 Eucalyptus camaldulensis Dehnh

Eucalyptus camaldulensis Dehnh atau sering disebut juga River red gum,

(7)

tunggal berselingan, menjuntai, bertangkai, berbentuk lanset, memiliki panjang 8 - 30 cm dan lebar 0.7 - 2.0 cm, ujung daun meruncing, tangkai daun bundar, panjang tangkai daun 12 - 15 mm. Perbungaan aksiler, berbentuk payung, terdiri dari 7 - 11 bunga, tangkai bunga ramping, bundar atau bersegi empat, panjang tangkai bunga 6 - 15 mm, panjang tangkai anak bunga 5 - 12 mm, buah kering berbentuk kapsul yang berdinding tipis. Biji sangat kecil, sekitar 15 biji per buah (Doran 2008).

2.3.4 Eucalyptus grandis Hill ex Maiden

Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var. pallidivalvis Baker et Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum, rose gum. Tanaman Eukaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,

tingginya 60 - 87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan kulit licin, berserat dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Marga Eukaliptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku Myrtaceae dan dibagi menjadi 7 - 10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri (Sutisna dkk 1998 dalam Latifah 2004).

2.3.5 Eucalyptus deglupta Blume (Leda)

(8)

2.3.6 Eucalyptus nitens H.Deane & Maiden

(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Kimia Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah sampel kayu yang diambil dari enam jenis kayu daun lebar yaitu Eucalyptus urophylla asal sampel dari Vietnam, Eucalyptus camaldulensis asal sampel dari Thailand, Eucalyptus grandis asal sampel dari Afrika Selatan, Eucalyptus deglupta asal sampel dari Papua New Guinea, Eucalyptus nitens asal sampel dari Australia dan Eucalyptus hybrid (persilangan dari E. camaldulensis dan E. deglupta) asal sampel dari Laos. Contoh uji dalam bentuk chips yang diambil dari campuran bagian kayu gubal dan kayu teras. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan kimia pereaksi, bahan pelarut, dan bahan kimia penolong lainnya antara lain Ethanol 95%, Benzena (C6H6 grade), Asam sulfat (H2SO4 72%) dan aquades.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Willey mills, oven, UV Visible Spectrophotometer SHIMADZU UV Pharma Spec. 1700, timbangan elektrik, soxhlet, gelas ukur, desikator, pemanas air, erlenmeyer, pipet volume, kertas saring, aluminium foil, corong, pengaduk kaca, labu ukur, gelas kimia. Pengujian kandungan siringil dan guaiasil lignin dilakukan dengan menggunakan alat Gas-Kromatografi.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Contoh Uji

(10)

nitens, E. hybrid dibuat serpihan-serpihan kecil dan digiling setelah dalam kondisi

kering udara dengan Willey mills. Kayu digiling sampai didapatkan ukuran partikel lolos saringan 40-60 mesh. Serbuk kemudian dicampur dan disimpan dalam wadah tertutup.

3.3.2 Ekstraksi Ethanol Benzene

Untuk pengujian kadar lignin Klason, contoh uji terlebih dahulu diekstraksi dengan ethanol benzene. Ekstraksi dilakukan dengan metode standar TAPPI T 204 om 88. Serbuk kayu sebanyak 6 gram diekstraksi dengan 300 ml ethanol benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah itu sampel dicuci dengan ethanol hingga larutan bening, dan diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ± 3 0C hingga beratnya konstan.

3.3.3 Penentuan Kadar Lignin Klason

Penentuan kadar lignin Klason mengacu pada prosedur modifikasi seperti yang dinyatakan dalam Dence (1992). Serbuk kayu sebanyak 500 mg dihidrolisis dengan 5 ml asam sulfat (H2SO4) 72 % selama 3 jam pada suhu ruangan.

Hidrolisis dilanjutkan pada konsentrasi asam sulfat 3 % pada suhu 121 0C selama 30 menit dengan menggunakan autoclave. Padatan lignin disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung. Padatan lignin Klason dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 0C selama 12 jam.

B

% lignin = x 100 % A

A = berat serbuk awal (gram) B = berat lignin (gram)

3.3.4 Penentuan Lignin Terlarut Asam (Acid-Soluble Lignin)

(11)

standar digunakan larutan asam sulfat hasil pengenceran dari 5 ml asam sulfat 72% menjadi 500 ml. Konsentrasi lignin terlarut asam dihitung sebagai :

C = (A/110) x (Vf/Vi)

Dimana : A = nilai adsorpsi pada alat spectrofotometer Vf /Vi = Faktor pengenceran larutan

Kadar lignin terlarut asam dihitung : ASL = (CV/(1000xBKT)) x 100%

Dimana : CV = Konsentrasi acid soluble lignin dalam liter BKT = Berat sampel kayu

3.3.5 Rasio Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin

Pengujian rasio siringil dan guaiasil penyusun polimer lignin dilakukan dengan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation seperti yang dilakukan oleh (Chen 1992). Produk oksidasi diuji dengan alat Gas-Kromatografi sebagai produk vanilin, vanilic acid, siringaldehida dan siringic acid. Rasio siringil terhadap

guaiasil dinyatakan sebagai perbandingan antara (siringaldehida+siringic acid)/(vanilin+vanilic acid).

3.4 Analisis Data

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Lignin Total

Pada penentuan kadar lignin dengan metoda Klason bisa diperoleh informasi penting kadar lignin tidak larut asam (lignin Klason), lignin terlarut asam dan lignin total yang merupakan gabungan antara keduanya.

Kadar lignin kayu yang dinyatakan sebagai lignin Klason dan lignin terlarut asam, bervariasi bergantung pada jenis kayu. Keragaman kadar lignin yang cukup tinggi juga terjadi antar jenis kayu dalam satu grup genus (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan lignin enam jenis kayu Eukaliptus Jenis Kayu

Lignin (%)

Klason ASL Total

E. deglupta 29.49 2.60 32.08

E. urophylla 26.61 3.25 29.86

E. camaldulensis 26.95 3.50 30.45

E. grandis 25.11 3.31 28.42

E.nitens 23.09 4.13 27.22

E. hybrid 28.80 2.50 31.30

Keragaman kadar lignin antar jenis kayu dalam satu genus ini lebih kecil dibanding keragaman antar jenis kayu yang berbeda seperti yang ditemukan oleh Akiyama et al. (2005). Keragaman kadar lignin ini bukan hanya terjadi pada jenis kayu daun lebar akan tetapi ditemukan pula antar jenis kayu softwood (Zobel dan van Buijtenen 1989 dalam Campbell dan Sederoff 1996), yang menemukan bahwa diantara genus Pinus, rata-rata kandungan lignin bervariasi antara 25% (Pinus monticola) sampai 30% (Pinus palustris). Diantara jenis Pinus, kandungan lignin bisa berkisar antara 26-30%. Pada penelitian ini, kandungan lignin Klason kayu Ekaliptus berkisar antara 23.09% - 29.49%.

(13)

lignin terlarut asam terbesar dihasilkan pada kayu Eucalyptus nitens dengan nilai 4.13%, sedangkan nilai lignin terlarut asam terendah adalah pada kayu Eucalyptus hybrid dengan nilai lignin terlarut asam 2.50% (Tabel 1). Terdapat kecenderungan

jenis kayu dengan kadar lignin yang lebih rendah menghasilkan proporsi lignin terlarut asam yang semakin besar (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan lignin terlarut asam selama prosedur lignin Klason tidak sejalan dengan kadar lignin kayu. Pada awalnya, lignin terlarut asam sebagai fraksi bagian dari lignin diasumsikan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar lignin secara total. Berdasarkan hal itulah, kemudian memunculkan dugaan bahwa pembentukan lignin terlarut asam ini lebih ditentukan oleh struktur kimia dibanding oleh kadar lignin secara kuantitatif.

Gambar 1 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan total lignin pada kayu Eukaliptus. (EN : Eucalyptus nitens; EG: Eukaliptus grandis; EU; Eucalyptus urophylla; EC: Eucalyptus camaldulensis; EH: Eucalyptus hybrid; ED: Eucalyptus deglupta)

(14)

guaiasil diketahui mengandung lignin terlarut asam yang sangat kecil (Akiyama et al. 2005; Mahmudi 2008).

Tabel 2 Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total lignin kayu Jenis kayu Lignin (%) Klason/Total Lignin ASL/Total Lignin Lignin

Klason ASL

Total Lignin

E. deglupta 29.49 2.60 32.08 0.919 0.081

E. urophylla 26.61 3.25 29.86 0.891 0.109

E. camaldulensis 26.95 3.50 30.45 0.885 0.115

E. grandis 25.11 3.31 28.42 0.884 0.116

E. nitens 23.09 4.13 27.22 0.848 0.152

E. hybrid 28.80 2.50 31.30 0.920 0.080

Nilai lignin terlarut asam yang cukup besar tidak bisa diabaikan dalam penentuan total lignin. Nilai lignin Klason pada kayu Eukaliptus berkisar antara 84-92% dan nilai lignin terlarut asam antara 8-15% terhadap nilai total lignin kayu (Tabel 2). Swan (1965) mengemukakan bahwa nilai lignin terlarut asam pada jenis kayu Birch dan Eukaliptus berkisar antara 12-13% terhadap total lignin. Nilai lignin terlarut asam yang cukup besar tersebut dapat berpengaruh pada penentuan kadar lignin total pada kayu. Mahmudi (2008) menyatakan bahwa nilai lignin terlarut asam pada hardwood yang cukup besar (8-15%) dapat menyebabkan kesalahan pada penentuan kadar lignin total pada kayu. Lebih lanjut, kesalahan dalam analisis lignin total ini sangat mungkin terjadi pada hardwood, yang memiliki nilai lignin terlarut asam cukup tinggi.

(15)

pembentukan lignin terlarut asam lebih berkorelasi dengan reaktifitas unit-unit penyusun polimer lignin.

4.2 Proporsi Tipe Monomer Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin Eukaliptus

Tipe lignin dari hardwood (kayu daun lebar) adalah siringil dan guaiasil, yang dibentuk dari kopolimerisasi dari sinapil dan koniferil alkohol (Sjostrom 1998; Higuchi 1985 dalam Campbell dan Sederoff 1996). Nisbah untuk kedua unit monomer bervariasi dari 4:1 hingga 1:2 (Sjostrom 1998). Proporsi lignin siringil dan guaiasil lignin tidak hanya berpengaruh dalam penentuan lignin secara kuantitatif, tetapi juga dapat mempengaruhi reaktifitas lignin tersebut.

Kayu Eukaliptus yang merupakan salah satu jenis hardwood, jenis cincin aromatik penyusun ligninnya adalah siringil dan guaiasil (Tabel 3) dengan perbandingan yang berbeda. Kedua jenis monomer penyusun lignin ini masing-masing memiliki proporsi yang besar terhadap penyusunan molekul lignin. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa keragaman rasio siringil-guaiasil jenis kayu Eukaliptus bisa terjadi pada jenis yang berbeda, jenis yang sama dari lokasi yang berbeda (Yokoi et al. 2001 dan Rodrigues et al. 1999 dalam del Rio et al. 2005).

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman nilai rasio siringil-guaiasil lignin diantara jenis kayu Eukaliptus, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar (Tabel 3). Pada penelitian ini, nilai rasio S/G berkisar antara 1.92 - 3.39. Nilai rasio S/G terbesar dihasilkan oleh kayu Eucalyptus nitens, sedangkan nilai rasio terkecil dihasilkan oleh kayu Eucalyptus

deglupta.

Tabel 3 Kandungan siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus

Jenis Kayu Lignin Klason

(%) ASL (%)

Rasio S/G (mmol/gram

kayu)

E. deglupta 29.4 2.60 1.92

(16)

E. camaldulensis 26.95 3.50 2.94

E.grandis 25.11 3.31 2.93

E. nitens 23.09 4.13 3.39

E. hybrid 28.80 2.50 2.26

Seperti sudah diperkirakan di awal bahwa lignin terlarut asam diduga lebih berkaitan dengan kelimpahan relatif dari tipe monomer penyusun lignin tertentu. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat dari perbedaan sifat kimia atau reaktifitas dari tipe monomer siringil dan guaiasil. Terdapat kecenderungan bahwa kadar lignin terlarut asam yang tinggi dihasilkan dari lignin kayu yang memiliki proporsi unit siringil yang lebih tinggi (Gambar 3). Sehingga kemungkinan besar keberadaan unit siringil ini menjadi faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam.

Gambar 2 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus. (EN : Eucalyptus nitens; EG: Eucalyptus grandis; EU; Eucalyptus urophylla; EC: Eucalyptus camaldulensis; EH: Eucalyptus hybrid; ED: Eucalyptus deglupta)

4.3 Korelasi Antara Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil

(17)

ini seperti yang terindikasi dari hasil penelitian Matshushita et al. (2004), bahwa kayu daun lebar dengan kandungan metoksil yang lebih tinggi menghasilkan lignin terlarut asam yang tinggi pula dan model lignin siringil mempunyai reaktivitas yang lebih tinggi daripada model guaiasil.

Kandungan lignin terlarut asam yang lebih tinggi pada kayu yang memiliki siringil lignin yang lebih banyak dan reaktifitas yang lebih tinggi dari inti siringil lignin dalam asam sulfat daripada inti guaiasil mengindikasikan bahwa ada hubungan yang erat antara lignin terlarut asam dengan siringil lignin (Yasuda et al. 2001).

Gambar 3 Hubungan antara rasio siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam pada kayu Eukaliptus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai lignin terlarut asam yang lebih besar dihasilkan dari lignin yang memiliki proporsi siringil-guaiasil yang lebih tinggi (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai lignin terlarut asam tidak dipengaruhi jumlah lignin secara kuantitatif, tetapi lebih ditentukan oleh unit struktur penyusun kimia lignin. Menurut Syafii dan Nawawi (2008), lignin terlarut asam merupakan indikator dari reaktifitas lignin dalam kondisi asam terkait dengan struktur kimia penyusunnya. Gambar 4 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil. Lignin terlarut asam meningkat seiring dengan meningkatnya rasio siringil guaiasil.

(18)

asam. Hal ini sebagai konsekuensi dari lebih reaktifnya siringil lignin (Yasuda et al. 2001; Tsutsumi et al. 1995). Siringil lignin yang mempunyai reaktifitas yang tinggi dalam asam sulfat 72% ini diperkirakan pada awalnya lignin larut dalam asam sulfat 72% selama penentuan lignin Klason dan secara bersamaan mengalami kondensasi intermolekuler, kondensasi dengan karbohidrat, degradasi dan reaksi lainnya (Yasuda et al. 2001).

Fenomena ini mendukung mekanisme pembentukan lignin terlarut asam dari lignin model yang disampaikan oleh Matsushita et al. (2004). Dalam larutan asam sulfat, unit guaiasil akan terdegradasi dan kemudian berkondensasi dengan cepat membentuk produk repolimerisasi yang stabil. Sementara itu model unit siringil akan terdegradasi menghasilkan fragmen-fragmen kecil lignin lalu sebagian berkondensasi dan sebagian lagi berikatan dengan polisakarida kayu khususnya hemiselulosa membentuk lignin karbohidrat kompleks (Lignin Carbohydrate Complex atau LCC). Fragmen-fragmen LCC ini merupakan produk

utama yang ditemukan terlarut dalam filtrat yang bersifat larut air dan dapat terdeteksi dengan alat spektrofotometer sebagai lignin terlarut asam.

4.4 Implikasi Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil Dalam Proses Pulping

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya kadar lignin terlarut asam dengan semakin tingginya rasio siringil guaiasil, dapat memberikan implikasi terhadap sifat kimia kayu. Menurut Syafii dan Nawawi (2008), hubungan antara kandungan lignin terlarut asam dengan rasio siringil-guaiasil dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam penilaian sifat kimia dan mutu kayu terkait dengan pengolahan dan penggunaan kayu khususnya pengolahan kimia.

(19)

yang selektifitas dan laju delignifikasinya tinggi dengan tingkat kerusakan selulosa yang kecil.

Pengetahuan tentang kadar lignin yang merupakan faktor penting dalam efisiensi proses pulping sudah diketahui secara luas. Kayu yang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi, lebih sulit untuk didelignifikasi daripada kayu dengan kandungan lignin yang lebih rendah (Panshin dan de Zeeuw 1970, Casey 1980). Kayu yang memiliki kandungan lignin yang rendah akan lebih mudah untuk diproses pulping dan kebutuhan bahan kimia akan relatif lebih sedikit. Akan tetapi kalau hanya berdasarkan kadar lignin, tidak bisa menjelaskan pada saat pembuatan pulp dari kayu daun lebar dengan kandungan lignin yang sama tetapi memiliki laju delignifikasi yang berbeda atau menghasilkan pulp dengan kadar lignin sisa yang berbeda.

Struktur kimia penyusun lignin juga ikut berperan penting dalam penentuan laju delignifikasi selain dari kandungan lignin dalam kayu yang rendah. Menurut Chiang (2006), kandungan lignin yang rendah dan kereaktifan lignin secara kimia dengan rasio S/G yang tinggi berhubungan dengan efisiensi proses pulping dan bleaching.

(20)

proses pulping mengakibatkan konsumsi alkali dan degradasi selulosa yang rendah.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut kemudian memunculkan kesimpulan bahwa rasio siringil-guaiasil pada lignin kayu daun lebar merupakan faktor kunci terkait dengan laju delignifikasi. Oleh sebab itu, rasio siringil-guaiasil lignin sering dijadikan sebagai dasar penilaian mutu kayu untuk bahan baku pulp. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kadar lignin secara kuantitatif lebih berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia pemasak dan rendemen pulp, sedangkan rasio siringil-guaiasil lebih menentukan pada kemudahan lignin untuk didegradasi atau laju delignifikasi. Akan tetapi walaupun parameter rasio siringil-guaiasil ini sangat penting untuk penilaian mutu bahan baku pulp, permasalahan utama yang dihadapi adalah prosedurnya yang kompleks dan sulit, bahan kimia yang mahal dan memerlukan peralatan yang tidak sederhana karena harus menggunakan Gas-Kromatografi.

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kadar lignin Klason dan lignin terlarut asam pada jenis kayu Eukaliptus beragam dengan kecenderungan kadar lignin Klason yang lebih rendah disertai kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun kadar lignin total kayu jumlahnya sama akan tetapi bisa memiliki reaktifitas yang berbeda.

2. Lignin terlarut asam memiliki korelasi yang erat dengan rasio siringil-guaiasil penyusun lignin. Lignin terlarut asam yang lebih tinggi diperoleh dari lignin kayu yang memiliki rasio siringil-guaiasil yang tinggi.

3. Oleh karena laju delignifikasi dalam proses pulping terkait dengan rasio siringil-guaiasil lignin, maka lignin terlarut asam bisa menjadi parameter penduga kemudahan suatu jenis kayu untuk didelignifikasi selama proses pulping.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan jenis kayu yang lebih beragam dan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga bisa diperoleh korelasi yang lebih akurat.

(22)

LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO

SIRINGIL-GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS

RISSA RACHMALIA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Akiyama T, H Goto, DS Nawawi, W Syafii, Y Matsumoto, G Meshitsuka. 2005.

Erythro/threo Ratio of -O-4-Structures as an Important Structural Characteristic of Lignin. Part 4: Variation in The Erythro/threo Ratio in Softwood and Hardwood Lignin’s and Its Relation to Syringyl/Guaiacyl Ratio. Holzforschung 59: 276-281.

Anonim. 2009. Eucalyptus deglupta. Diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/Eucalyptus_deglupta [17 Maret 2009].

Anonim. 2009. Eucalyptus nitens. Diakses melalui

http://en.wikipedia.org/wiki/Eucalyptus_nitens [17 Maret 2009].

Campbell MM, RR Sederoff. 1996. Variation in Lignin Content and Composition Mechanisms of Control and lmplications for the Genetic lmprovement of Plants. Plant Physiol 110: 3-13.

Casey JP. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Volume ke-1. New York: Interscience Publisher.

Chang H-M, KV Sarkanen. 1973. Species Variation in Lignin. Effect of Species on The Rate of Kraft Delignification. Tappi 56:132-134.

Chiang VL. 2006. Monolignol Biosynthesis and genetic Engineering of Lignin in Trees, a Review. Environ. Chem. Lett. 4:143-146.

del Rio JC, A Guiterez, M Hernando, P Landin, J Romero, AT Martinez. 2005 Determining the Influence of Eucalyptus Lignin Composition in Paper Pulp Yield Using Py-GC/MS. J. Anal. Appl. Pyrolisis 74: 110-115.

Dence CW. 1992. Determination of Lignin. Di dalam. Lin SY & Dence CW. Methodes in Lignin Chemistry. Springer-Verlag. Berlin. Pp. 33-61.

Doran JC. 2008. Eucalyptus camaldulensis Dehnh. Kehati Perkumpulan Prosea. Diakses melalui http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=918 [23 Desember 2008].

Fengel D, G Wegener. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

(24)

Gonzalez-Vila FJ, G Almendros, JC del Rio, F Martin, A Gutierez, J Romero. 1999. Ease of Delignification Assessment of Wood from Different Eucalyptus Species by Pyrolisis (TMAH)-GC/MS and CP/MAS 13C-NMR Spectrometry. J. Anal. Appl. Pyrolisis 49: 295-305.

Hatfield R, RS Fukushima. 2005. Can Lignin Be Accurately Measured. Crop Science Society Journal 45: 832-838.

Haygreen JG, JL Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Latifah S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis Di Hutan Tanaman Industri. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara. Diakses melalui

http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-siti9.pdf [23 Desember 2008]. Mahmudi A. 2008. Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) Pada

Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Matsushita Y, A Kakehi, S Miyawaki, S Yasuda. 2004. Formation and Chemical Structures of Acid-Soluble Lignin II: Reaction of Aromatic Nuclei Model Compounds with Xylan in the Presence of a Counterpart for Condensation, and Behavior of Lignin Model Compounds with Guaiacyl and Syringyl Nuclei in 72% Sulfuric Acid. Journal of Wood Science 50: 136-141.

Musha Y, DAI Goring. 1974. Klason and Acid Soluble Lignin Content of Hardwood. Wood Science 7: 133-134.

Nieto VM, J Rodriguez. 2003. Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Corporacion Nacional de Investigacion of Forestal Santafé de Bogotá, Colombia. Diakses melalui http://www.rngr.net/Publications/ttsm/Folder.2003-07-11.4726/PDF.2004-03-03.1423/file [23 Desember 2008].

Panshin AJ, C de Zeeuw. 1970. Textbook of Wood Technology. New York: Mcgrow-hill Book Company.

Rahmawati N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya Terhadap Laju Delignifikasi [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sjostrom E. 1998. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Terjemahan. Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

(25)

Swan B. 1965. Isolation of Acid-Soluble Lignin from the Klason Lignin Determination. Svensk Papperstidning 22: 791-795.

Tsutsumi Y, R Kondo, K Sakai, H Imamura. The Difference of Reactivity between Syringyl Lignin and Guaiacyl in Alkaline System. Holzforschung 49: 423-428.

Turnbull JW, LD Pryor. 1978. Eucalypts For Wood Production. Di dalam: WE Hillis dan AG Brown, editor. Adelaide: Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization.

(26)

LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO

SIRINGIL-GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS

RISSA RACHMALIA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(27)

RINGKASAN

Rissa Rachmalia. Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus. Di bawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktivitasnya. Pada penentuan kadar lignin dengan metode Klason, bisa diperoleh informasi kadar lignin Klason (lignin tidak larut asam) dan lignin terlarut asam. Sifat reaktivitas lignin dinyatakan dalam rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) yang merupakan komposisi penyusun lignin. Berdasarkan penelitian terdahulu, lignin terlarut asam berkorelasi positif dengan kandungan metoksil. Sementara itu, kandungan metoksil juga berkorelasi positif dengan rasio siringil-guaiasil. Berdasarkan hal tersebut, proporsi siringil guaiasil diduga merupakan faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil enam jenis kayu Eukaliptus dan korelasi antara keduanya, serta kemungkinan implikasinya terhadap sifat kayu, pengolahan dan penggunaannya sebagai bahan baku pulp.

Penentuan kandungan lignin terlarut asam diukur dari filtrat penentuan lignin Klason. Lignin Klason merupakan fraksi padatan setelah penyaringan sedangkan lignin terlarut asam ditentukan dengan pengukuran penyerapan UV dari filtrat pada panjang gelombang 205 nm menggunakan koefisien absorpsi 110 lg-1 cm-1. Pengujian rasio siringil dan guaiasil penyusun molekul lignin dilakukan dengan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation seperti yang dilakukan oleh Chen (1992). Rasio siringil terhadap guaiasil dinyatakan sebagai perbandingan antara (siringaldehida+siringic acid)/(vanilin+vanilic acid).

Hasil penelitian menunjukkan kadar lignin beragam antar jenis kayu yang berbeda dalam satu genus kayu Eukaliptus. Terdapat kecenderungan kadar lignin Klason yang lebih rendah diikuti oleh kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi. Lignin terlarut asam mempunyai korelasi yang kuat dengan rasio siringil-guaiasil. Lignin terlarut asam yang tinggi diperoleh dari lignin kayu yang memiliki rasio siringil guaiasil yang tinggi pula. Hubungan antara lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil dapat menjadi parameter penduga kemudahan suatu jenis kayu untuk didelignifikasi selama proses pulping.

(28)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus adalah karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(29)

LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO

SIRINGIL-GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS

RISSA RACHMALIA

E24051931

SK RI PSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana K ehutanan Fakultas K ehutanan

I nstitut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(30)

Judul Penelitian : Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Lignin Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus

Nama Mahasiswa : Rissa Rachmalia

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

Ir. Deded Sarip Nawawi, M. Sc NIP. 19660113 199103 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 19611126 198601 1 001

(31)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun tugas akhir dengan judul “Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Lignin Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktivitasnya. Sifat kimia lignin tersebut dapat berpengaruh pada proses pengolahan dan penggunaan kayu secara kimia, misal proses pulping. Kadar lignin yang diteliti dalam penelitian ini dinyatakan dengan lignin Klason dan lignin terlarut asam, sedangkan reaktivitasnya dinyatakan dalam rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) yang merupakan komposisi penyusun lignin. Pada penelitian ini juga diteliti hubungan antara kadar lignin dengan reaktivitasnya tersebut, serta implikasinya dengan penggunaan kayu sebagai bahan baku.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritik dan saran penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis semoga tulisan ini memberikan manfaat untuk kita semua. Amin.

Bogor, September 2009

(32)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1987 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dalam keluarga Bapak H. Rachmat dan Ibu Maryani. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah SDN Pamulang IV Tangerang pada tahun 1993-1996, dilanjutkan di SDN Sirnabaya III Karawang pada tahun 1997-1999. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Teluk Jambe Karawang dan lulus pada tahun 2002, dan masuk SMU Negeri 1 Karawang, lulus tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Tahun 2006 penulis mendapatkan mayor Teknologi Hasil Hutan dan pada tahun 2008 memilih Bagian Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2007 di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah. Kemudian pada bulan Juli-Agustus 2008 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat dan Tanggeung, Sukabumi. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT PINDO DELI PULP AND PAPER MILLS II, Karawang, Jawa Barat pada bulan Maret-April 2009.

(33)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama menyelesaikan tugas akhir ini, diantaranya kepada:

1. Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc yang selalu sabar memberikan bimbingan, arahan, bantuan, nasehat dan masukan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.

2. Papa dan Mama, Kakakku Afrillia Lavanda, Adik-adikku Rica Juwita, Laila Sabrina, M. Indra Dzaki Hafair yang tak pernah henti memberikan doa, semangat, kasih sayang, senyuman dan dukungan yang besar baik spiritual maupun material.

3. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS, Bapak Ir. Endang A. Husaeni, Bapak Ir. Nandi Kosmaryandi, M. Sc. F, sebagai dosen penguji atas semua saran, motivasi dan nasehat demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr.Ir. Wasrin Syafii, Bapak Dr. Ir. I Nyoman J Wistara, MS, dan Ibu Ir. Rita Kartika Sari, M.Si atas semua ilmu, pengarahan, nasehat, dukungan, dan bimbingannya selama berada di Bagian Kimia Hasil Hutan. 5. Teman-teman seperjuangan, Dewi agustina, Dian Oktaveni dan Dhiah

Nurhayati, atas persaudaraan, kerjasama, kebersamaan dalam suka dan duka. 6. Pak Atin, Mas Wawan dan Kak adi yang selalu membantu, menemani dan

memberi masukan dalam penelitian.

7. Sahabat-sahabatku, Widyana Luza, Nathania, Steffie Riski Prasetyani, Rita Rachmawati, Rentry Augusti Nurbaity yang selalu membantu dan memberi semangat.

8. Keluarga besar Bagian Kimia Hasil Hutan: Evelin, Aini, Iin, Raefa, Novi, Vera, Ari, Aditya.

9. Danu, Raudhah Juliati, Roslita, Ridho, Oki, Sri Noviana Puji A, Bagus, dan seluruh keluarga besar THH’42 yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

(34)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ... 1 1.2Tujuan ... 2 1.3Manfaat ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin ... 3 2.2 Lignin Terlarut Asam ... 4 2.3 Tipe Monomer Penyusun Lignin... 5 2.4 Karakteristik Kayu Eukaliptus ... 6 2.4.1 Eucalyptus urophylla S. T. Blake (Ampupu) ... 6 2.4.2 Eucalyptus camaldulensis Dehnh ... 6 2.4.3 Eucalyptus grandis Hill ex Maiden ... 7 2.4.4 Eucalyptus deglupta Blume (Leda) ... 7 2.4.5 Eucalyptus nitens H.Deane & Maiden ... 8 BAB III METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat ... 9 3.2Bahan dan Alat ... 9 3.3Metode Penelitian ... 9 3.3.1 Persiapan Contoh Uji ... 9 3.3.2 Ekstraksi Ethanol-Benzene... 10 3.3.3 Penentuan Kadar Lignin Klason ... 10 3.3.4 Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam ... 10 3.3.5 Rasio Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin ... 11 3.4Analisis Data ... 11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

(35)

4.2 Proporsi Tipe Monomer Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin Eukaliptus ... 15 4.3 Korelasi Antara Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-

Guaiasil ... 17 4.4 Implikasi Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio

Siringil-Guaiasil Dalam Proses Pulping ... 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(36)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Kandungan lignin enam jenis kayu Eukaliptus ... 12 2 Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap

(37)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

(38)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Data lignin terlarut asam dan rasio siringil guaiasil ... 27 2 Kromatogram pengujian jenis cincin aromatik penyusun lignin

(39)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktifitasnya. Metode Klason merupakan prosedur umum yang digunakan dalam penentuan kadar lignin. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti oleh hidrolisis polisakarida terlarut dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian dari lignin yang larut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam (Yasuda et al. 2001).

Lignin terlarut asam merupakan parameter yang dapat menunjukkan tingkat reaktivitas monomer penyusun polimer lignin. Lignin terlarut asam juga sangat penting untuk dianalisis mengingat hubungannya dengan kandungan lignin dan proses pulping. Lignin terlarut asam merupakan bagian dari kandungan total lignin dalam kayu, akan tetapi seringkali diabaikan karena jumlahnya yang relatif kecil khususnya pada jenis softwood. Perbedaan kadar lignin dalam kayu bisa disebabkan oleh perbedaan kadar lignin terlarut asam selain dari kadar lignin Klason.

(40)

kayu. Hal ini dikarenakan metoksil merupakan gugus fungsi yang terkait dengan tipe monomer penyusun lignin.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil enam jenis kayu Eukaliptus dan korelasi antara keduanya, serta kemungkinan implikasinya terhadap sifat pengolahan kayu khususnya proses pulping.

1.3 Manfaat

(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin

Lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder sel kayu (Fengel dan Wegener 1995). Achmadi (1990) menyatakan bahwa lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana. Lebih dari 2/3 unit fenilpropana dalam lignin dihubungkan melalui ikatan eter, sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon. Polimer lignin tidak linear, melainkan cenderung bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi. Konsentrasi lignin tinggi dalam lamela tengah dan rendah dalam dinding sekunder.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel dan juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu.

Kandungan lignin berbeda dalam populasi tanaman dari jenis yang sama. Pada jenis kayu yang berbeda, kandungan lignin dapat bervariasi diantara 15-36% dari berat kering kayu (Campbell dan Sederoff 1996). Kayu daun jarum normal mengandung 26-32% lignin. Kayu daun lebar normal mengandung 20-25% lignin, meskipun kayu daun lebar tropika dapat mempunyai kandungan lignin lebih dari 30% (Sjostrom 1998).

Achmadi (1990) menyebutkan bahwa lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok menurut unsur strukturalnya, yaitu lignin guaiasil, terdapat pada kayu jarum (26-32%) dengan prazat koniferil alkohol; lignin guaiasil-siringil, merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%, pada kayu tropis > 30%) dengan prazat koniferil alkohol : sinapil alkohol nisbah 4:1 sampai 1:2.

(42)

yang larut (Sjostrom 1998). Menurut Fengel dan Wegener (1995), metoda isolasi lignin pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. metoda yang menghasilkan lignin sebagai sisa

2. metoda yang melarutkan lignin tanpa bereaksi dengan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi atau dengan pembentukan turunan yang larut. Lignin mengandung gugus metoksil, gugus hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai samping, seperti prekursor-prekursor polimernya. Gugus-gugus hidroksil fenol ini hanya sedikit dalam kondisi bebas, kebanyakan terikat melalui ikatan-ikatan dengan unit-unit fenil propana yang berdekatan. Gugus-gugus fungsi lignin tersebut sangat mempengaruhi reaktifitas lignin (Sjostrom 1998).

2.2 Lignin Terlarut Asam

Dalam menentukan jumlah lignin dalam kayu, khususnya pada jenis hardwood, dengan metode Klason dihasilkan lignin terlarut asam (Acid-Soluble Lignin) beberapa persen (Matsushita et al. 2004). Metode Klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% diikuti dengan hidrolisis polisakarida terlarut dalam pemanasan asam sulfat 3%. Lignin terlarut asam merupakan bagian lignin yang terlarut dalam filtrat. Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung oksigen pada posisi benzylic, yang sensitif terhadap media asam dan memiliki kecenderungan berubah bentuk selama prosedur penentuan lignin. Lignin terlarut asam mungkin disusun dari dua komponen yaitu hasil degradasi lignin dan pembentukan material hidrofilik sekunder seperti senyawa lignin-karbohidrat (Yasuda et al. 2001).

(43)

dapat bervariasi dengan tipe lignin dan harus ditentukan untuk setiap tipe lignin yang dipelajari. Karena hal ini tidak mudah dilaksanakan, nilai yang terdapat dalam literatur (110 L g-1 cm-1) dapat digunakan untuk memperkirakan nilai lignin. Masalah yang kedua yaitu penentuan nilai absorpsi maksimum yang digunakan (Hatfield dan Fukushima 2005).

Sekitar 1% lignin larut asam terdapat dalam softwood sedangkan yang terdapat dalam hardwood sampai 4% (Fengel dan Wegener 1995). Proporsi lignin terlarut asam dalam hardwood lebih besar dengan kandungan lignin Klason yang lebih rendah dan kandungan metoksil yang lebih tinggi (Musha dan Goring 1974).

2.3. Tipe Monomer Penyusun Lignin

Lignin softwood, hardwood dan rerumputan berbeda dalam hal kandungan unit-unit guaiasil (G), siringil (S) dan p-hidroksifenil (H). Hal ini dapat dibuktikan dengan metode oksidasi nitrobenzena yang menghasilkan jumlah yang berbeda dari aldehida yang sesuai (vanilin, siringaldehida, p-hidroksibenzaldehida). Metoda kimia lain yang digunakan untuk menentukan komposisi lignin adalah asidolisis, oksidasi permanganat dan penentuan metoksil (Fengel dan Wegener 1995).

(44)

2.4 Karakteristik Kayu Eukaliptus

Diantara jenis Eukaliptus terdapat variasi kandungan komponen kimia. Kandungan komponen kimia pada kayu Eukaliptus secara umum yaitu 40-62% selulosa, 12-22% hemiselulosa dan 15-22% lignin. Kandungan abu pada kayu Eukaliptus berkisar 0.1%, meningkat sampai 0.6% sampai 1.9% (Turnbull dan Pryor 1978). Kayu Eukaliptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, bubur kayu (pulp), kayu bakar. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi. Daun dan cabang dari beberapa jenis Eukaliptus menghasilkan minyak yang merupakan produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, parfum, sabun, ditergen, disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis menghasilkan gom (kino). Bunga beberapa jenis lainnya menghasilkan serbuk sari dan nektar yang baik untuk madu (Sutisna dkk 1998 dalam Latifah 2004).

2.4.1 Eucalyptus urophylla S. T. Blake (Ampupu)

Eucalyptus urophylla sangat mirip dengan E. alba. Eucalyptus urophylla termasuk pohon cepat tumbuh yang tingginya dapat mencapai 15 - 20 m dan diameter 40 cm. Batangnya mudah dibentuk, kulitnya lembut, dan permukaannya dilapisi zat serbuk. Daun muda petiolata, oval memanjang dan alternate. Pada pohon dewasa, daun lebih lanset. Walaupun jenis ini toleran terhadap tanah yang miskin hara, jenis ini harus ditanam pada tanah yang mempunyai tekstur kasar. Pohon ini tumbuh baik pada tanah yang tetap basah selama musim kering (Lama 1986 dalam Nieto dan Rodriguez 2003).

Pohon ini mempunyai kayu yang keras dan tidak mudah retak. Kayu ini biasanya digunakan terutama untuk pulp dan papan. Kayunya juga digunakan untuk tiang-tiang transmisi elektrik, pembuatan cabinet dan paralatan kayu, dan untuk kayu lapis.

2.4.2 Eucalyptus camaldulensis Dehnh

Eucalyptus camaldulensis Dehnh atau sering disebut juga River red gum,

(45)

tunggal berselingan, menjuntai, bertangkai, berbentuk lanset, memiliki panjang 8 - 30 cm dan lebar 0.7 - 2.0 cm, ujung daun meruncing, tangkai daun bundar, panjang tangkai daun 12 - 15 mm. Perbungaan aksiler, berbentuk payung, terdiri dari 7 - 11 bunga, tangkai bunga ramping, bundar atau bersegi empat, panjang tangkai bunga 6 - 15 mm, panjang tangkai anak bunga 5 - 12 mm, buah kering berbentuk kapsul yang berdinding tipis. Biji sangat kecil, sekitar 15 biji per buah (Doran 2008).

2.3.4 Eucalyptus grandis Hill ex Maiden

Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var. pallidivalvis Baker et Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum, rose gum. Tanaman Eukaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,

tingginya 60 - 87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan kulit licin, berserat dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Marga Eukaliptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku Myrtaceae dan dibagi menjadi 7 - 10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri (Sutisna dkk 1998 dalam Latifah 2004).

2.3.5 Eucalyptus deglupta Blume (Leda)

(46)

2.3.6 Eucalyptus nitens H.Deane & Maiden

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Kimia Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah sampel kayu yang diambil dari enam jenis kayu daun lebar yaitu Eucalyptus urophylla asal sampel dari Vietnam, Eucalyptus camaldulensis asal sampel dari Thailand, Eucalyptus grandis asal sampel dari Afrika Selatan, Eucalyptus deglupta asal sampel dari Papua New Guinea, Eucalyptus nitens asal sampel dari Australia dan Eucalyptus hybrid (persilangan dari E. camaldulensis dan E. deglupta) asal sampel dari Laos. Contoh uji dalam bentuk chips yang diambil dari campuran bagian kayu gubal dan kayu teras. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan kimia pereaksi, bahan pelarut, dan bahan kimia penolong lainnya antara lain Ethanol 95%, Benzena (C6H6 grade), Asam sulfat (H2SO4 72%) dan aquades.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Willey mills, oven, UV Visible Spectrophotometer SHIMADZU UV Pharma Spec. 1700, timbangan elektrik, soxhlet, gelas ukur, desikator, pemanas air, erlenmeyer, pipet volume, kertas saring, aluminium foil, corong, pengaduk kaca, labu ukur, gelas kimia. Pengujian kandungan siringil dan guaiasil lignin dilakukan dengan menggunakan alat Gas-Kromatografi.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Contoh Uji

(48)

nitens, E. hybrid dibuat serpihan-serpihan kecil dan digiling setelah dalam kondisi

kering udara dengan Willey mills. Kayu digiling sampai didapatkan ukuran partikel lolos saringan 40-60 mesh. Serbuk kemudian dicampur dan disimpan dalam wadah tertutup.

3.3.2 Ekstraksi Ethanol Benzene

Untuk pengujian kadar lignin Klason, contoh uji terlebih dahulu diekstraksi dengan ethanol benzene. Ekstraksi dilakukan dengan metode standar TAPPI T 204 om 88. Serbuk kayu sebanyak 6 gram diekstraksi dengan 300 ml ethanol benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah itu sampel dicuci dengan ethanol hingga larutan bening, dan diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ± 3 0C hingga beratnya konstan.

3.3.3 Penentuan Kadar Lignin Klason

Penentuan kadar lignin Klason mengacu pada prosedur modifikasi seperti yang dinyatakan dalam Dence (1992). Serbuk kayu sebanyak 500 mg dihidrolisis dengan 5 ml asam sulfat (H2SO4) 72 % selama 3 jam pada suhu ruangan.

Hidrolisis dilanjutkan pada konsentrasi asam sulfat 3 % pada suhu 121 0C selama 30 menit dengan menggunakan autoclave. Padatan lignin disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung. Padatan lignin Klason dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 0C selama 12 jam.

B

% lignin = x 100 % A

A = berat serbuk awal (gram) B = berat lignin (gram)

3.3.4 Penentuan Lignin Terlarut Asam (Acid-Soluble Lignin)

(49)

standar digunakan larutan asam sulfat hasil pengenceran dari 5 ml asam sulfat 72% menjadi 500 ml. Konsentrasi lignin terlarut asam dihitung sebagai :

C = (A/110) x (Vf/Vi)

Dimana : A = nilai adsorpsi pada alat spectrofotometer Vf /Vi = Faktor pengenceran larutan

Kadar lignin terlarut asam dihitung : ASL = (CV/(1000xBKT)) x 100%

Dimana : CV = Konsentrasi acid soluble lignin dalam liter BKT = Berat sampel kayu

3.3.5 Rasio Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin

Pengujian rasio siringil dan guaiasil penyusun polimer lignin dilakukan dengan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation seperti yang dilakukan oleh (Chen 1992). Produk oksidasi diuji dengan alat Gas-Kromatografi sebagai produk vanilin, vanilic acid, siringaldehida dan siringic acid. Rasio siringil terhadap

guaiasil dinyatakan sebagai perbandingan antara (siringaldehida+siringic acid)/(vanilin+vanilic acid).

3.4 Analisis Data

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Lignin Total

Pada penentuan kadar lignin dengan metoda Klason bisa diperoleh informasi penting kadar lignin tidak larut asam (lignin Klason), lignin terlarut asam dan lignin total yang merupakan gabungan antara keduanya.

Kadar lignin kayu yang dinyatakan sebagai lignin Klason dan lignin terlarut asam, bervariasi bergantung pada jenis kayu. Keragaman kadar lignin yang cukup tinggi juga terjadi antar jenis kayu dalam satu grup genus (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan lignin enam jenis kayu Eukaliptus Jenis Kayu

Lignin (%)

Klason ASL Total

E. deglupta 29.49 2.60 32.08

E. urophylla 26.61 3.25 29.86

E. camaldulensis 26.95 3.50 30.45

E. grandis 25.11 3.31 28.42

E.nitens 23.09 4.13 27.22

E. hybrid 28.80 2.50 31.30

Keragaman kadar lignin antar jenis kayu dalam satu genus ini lebih kecil dibanding keragaman antar jenis kayu yang berbeda seperti yang ditemukan oleh Akiyama et al. (2005). Keragaman kadar lignin ini bukan hanya terjadi pada jenis kayu daun lebar akan tetapi ditemukan pula antar jenis kayu softwood (Zobel dan van Buijtenen 1989 dalam Campbell dan Sederoff 1996), yang menemukan bahwa diantara genus Pinus, rata-rata kandungan lignin bervariasi antara 25% (Pinus monticola) sampai 30% (Pinus palustris). Diantara jenis Pinus, kandungan lignin bisa berkisar antara 26-30%. Pada penelitian ini, kandungan lignin Klason kayu Ekaliptus berkisar antara 23.09% - 29.49%.

(51)

lignin terlarut asam terbesar dihasilkan pada kayu Eucalyptus nitens dengan nilai 4.13%, sedangkan nilai lignin terlarut asam terendah adalah pada kayu Eucalyptus hybrid dengan nilai lignin terlarut asam 2.50% (Tabel 1). Terdapat kecenderungan

jenis kayu dengan kadar lignin yang lebih rendah menghasilkan proporsi lignin terlarut asam yang semakin besar (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan lignin terlarut asam selama prosedur lignin Klason tidak sejalan dengan kadar lignin kayu. Pada awalnya, lignin terlarut asam sebagai fraksi bagian dari lignin diasumsikan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar lignin secara total. Berdasarkan hal itulah, kemudian memunculkan dugaan bahwa pembentukan lignin terlarut asam ini lebih ditentukan oleh struktur kimia dibanding oleh kadar lignin secara kuantitatif.

Gambar 1 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan total lignin pada kayu Eukaliptus. (EN : Eucalyptus nitens; EG: Eukaliptus grandis; EU; Eucalyptus urophylla; EC: Eucalyptus camaldulensis; EH: Eucalyptus hybrid; ED: Eucalyptus deglupta)

(52)
[image:52.595.108.519.190.394.2]

guaiasil diketahui mengandung lignin terlarut asam yang sangat kecil (Akiyama et al. 2005; Mahmudi 2008).

Tabel 2 Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total lignin kayu Jenis kayu Lignin (%) Klason/Total Lignin ASL/Total Lignin Lignin

Klason ASL

Total Lignin

E. deglupta 29.49 2.60 32.08 0.919 0.081

E. urophylla 26.61 3.25 29.86 0.891 0.109

E. camaldulensis 26.95 3.50 30.45 0.885 0.115

E. grandis 25.11 3.31 28.42 0.884 0.116

E. nitens 23.09 4.13 27.22 0.848 0.152

E. hybrid 28.80 2.50 31.30 0.920 0.080

Nilai lignin terlarut asam yang cukup besar tidak bisa diabaikan dalam penentuan total lignin. Nilai lignin Klason pada kayu Eukaliptus berkisar antara 84-92% dan nilai lignin terlarut asam antara 8-15% terhadap nilai total lignin kayu (Tabel 2). Swan (1965) mengemukakan bahwa nilai lignin terlarut asam pada jenis kayu Birch dan Eukaliptus berkisar antara 12-13% terhadap total lignin. Nilai lignin terlarut asam yang cukup besar tersebut dapat berpengaruh pada penentuan kadar lignin total pada kayu. Mahmudi (2008) menyatakan bahwa nilai lignin terlarut asam pada hardwood yang cukup besar (8-15%) dapat menyebabkan kesalahan pada penentuan kadar lignin total pada kayu. Lebih lanjut, kesalahan dalam analisis lignin total ini sangat mungkin terjadi pada hardwood, yang memiliki nilai lignin terlarut asam cukup tinggi.

(53)

pembentukan lignin terlarut asam lebih berkorelasi dengan reaktifitas unit-unit penyusun polimer lignin.

4.2 Proporsi Tipe Monomer Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin Eukaliptus

Tipe lignin dari hardwood (kayu daun lebar) adalah siringil dan guaiasil, yang dibentuk dari kopolimerisasi dari sinapil dan koniferil alkohol (Sjostrom 1998; Higuchi 1985 dalam Campbell dan Sederoff 1996). Nisbah untuk kedua unit monomer bervariasi dari 4:1 hingga 1:2 (Sjostrom 1998). Proporsi lignin siringil dan guaiasil lignin tidak hanya berpengaruh dalam penentuan lignin secara kuantitatif, tetapi juga dapat mempengaruhi reaktifitas lignin tersebut.

Kayu Eukaliptus yang merupakan salah satu jenis hardwood, jenis cincin aromatik penyusun ligninnya adalah siringil dan guaiasil (Tabel 3) dengan perbandingan yang berbeda. Kedua jenis monomer penyusun lignin ini masing-masing memiliki proporsi yang besar terhadap penyusunan molekul lignin. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa keragaman rasio siringil-guaiasil jenis kayu Eukaliptus bisa terjadi pada jenis yang berbeda, jenis yang sama dari lokasi yang berbeda (Yokoi et al. 2001 dan Rodrigues et al. 1999 dalam del Rio et al. 2005).

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman nilai rasio siringil-guaiasil lignin diantara jenis kayu Eukaliptus, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar (Tabel 3). Pada penelitian ini, nilai rasio S/G berkisar antara 1.92 - 3.39. Nilai rasio S/G terbesar dihasilkan oleh kayu Eucalyptus nitens, sedangkan nilai rasio terkecil dihasilkan oleh kayu Eucalyptus

deglupta.

Tabel 3 Kandungan siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus

Jenis Kayu Lignin Klason

(%) ASL (%)

Rasio S/G (mmol/gram

kayu)

E. deglupta 29.4 2.60 1.92

(54)

E. camaldulensis 26.95 3.50 2.94

E.grandis 25.11 3.31 2.93

E. nitens 23.09 4.13 3.39

E. hybrid 28.80 2.50 2.26

Seperti sudah diperkirakan di awal bahwa lignin terlarut asam diduga lebih berkaitan dengan kelimpahan relatif dari tipe monomer penyusun lignin tertentu. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat dari perbedaan sifat kimia atau reaktifitas dari tipe monomer siringil dan guaiasil. Terdapat kecenderungan bahwa kadar lignin terlarut asam yang tinggi dihasilkan dari lignin kayu yang memiliki proporsi unit siringil yang lebih tinggi (Gambar 3). Sehingga kemungkinan besar keberadaan unit siringil ini menjadi faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam.

Gambar 2 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus. (EN : Eucalyptus nitens; EG: Eucalyptus grandis; EU; Eucalyptus urophylla; EC: Eucalyptus camaldulensis; EH: Eucalyptus hybrid; ED: Eucalyptus deglupta)

4.3 Korelasi Antara Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil

[image:54.595.105.492.58.842.2]
(55)

ini seperti yang terindikasi dari hasil penelitian Matshushita et al. (2004), bahwa kayu daun lebar dengan kandungan metoksil yang lebih tinggi menghasilkan lignin terlarut asam yang tinggi pula dan model lignin siringil mempunyai reaktivitas yang lebih tinggi daripada model guaiasil.

[image:55.595.103.504.139.477.2]

Kandungan lignin terlarut asam yang lebih tinggi pada kayu yang memiliki siringil lignin yang lebih banyak dan reaktifitas yang lebih tinggi dari inti siringil lignin dalam asam sulfat daripada inti guaiasil mengindikasikan bahwa ada hubungan yang erat antara lignin terlarut asam dengan siringil lignin (Yasuda et al. 2001).

Gambar 3 Hubungan antara rasio siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam pada kayu Eukaliptus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai lignin terlarut asam yang lebih besar dihasilkan dari lignin yang memiliki proporsi siringil-guaiasil yang lebih tinggi (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai lignin terlarut asam tidak dipengaruhi jumlah lignin secara kuantitatif, tetapi lebih ditentukan oleh unit struktur penyusun kimia lignin. Menurut Syafii dan Nawawi (2008), lignin terlarut asam merupakan indikator dari reaktifitas lignin dalam kondisi asam terkait dengan struktur kimia penyusunnya. Gambar 4 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil. Lignin terlarut asam meningkat seiring dengan meningkatnya rasio siringil guaiasil.

(56)

asam. Hal ini sebagai konsekuensi dari lebih reaktifnya siringil lignin (Yasuda et al. 2001; Tsutsumi et al. 1995). Siringil lignin yang mempunyai reaktifitas yang tinggi dalam asam sulfat 72% ini diperkirakan pada awalnya lignin larut dalam asam sulfat 72% selama penentuan lignin Klason dan secara bersamaan mengalami kondensasi intermolekuler, kondensasi dengan karbohidrat, degradasi dan reaksi lainnya (Yasuda et al. 2001).

Fenomena ini mendukung mekanisme pembentukan lignin terlarut asam dari lignin model yang disampaikan oleh Matsushita et al. (2004). Dalam larutan asam sulfat, unit guaiasil akan terdegradasi dan kemudian berkondensasi dengan cepat membentuk produk repolimerisasi yang stabil. Sementara itu model unit siringil akan terdegradasi menghasilkan fragmen-fragmen kecil lignin lalu sebagian berkondensasi dan sebagian lagi berikatan dengan polisakarida kayu khususnya hemiselulosa membentuk lignin karbohidrat kompleks (Lignin Carbohydrate Complex atau LCC). Fragmen-fragmen LCC ini merupakan produk

utama yang ditemukan terlarut dalam filtrat yang bersifat larut air dan dapat terdeteksi dengan alat spektrofotometer sebagai lignin terlarut asam.

4.4 Implikasi Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil Dalam Proses Pulping

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya kadar lignin terlarut asam dengan semakin tingginya rasio siringil guaiasil, dapat memberikan implikasi terhadap sifat kimia kayu. Menurut Syafii dan Nawawi (2008), hubungan antara kandungan lignin terlarut asam dengan rasio siringil-guaiasil dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam penilaian sifat kimia dan mutu kayu terkait dengan pengolahan dan penggunaan kayu khususnya pengolahan kimia.

(57)

yang selektifitas dan laju delignifikasinya tinggi dengan tingkat kerusakan selulosa yang kecil.

Pengetahuan tentang kadar lignin yang merupakan faktor penting dalam efisiensi proses pulping sudah diketahui secara luas. Kayu yang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi, lebih sulit untuk didelignifikasi daripada kayu dengan kandungan lignin yang lebih rendah (Panshin dan de Zeeuw 1970, Casey 1980). Kayu yang memiliki kandungan lignin yang rendah akan lebih mudah untuk diproses pulping dan kebutuhan bahan kimia akan relatif lebih sedikit. Akan tetapi kalau hanya berdasarkan kadar lignin, tidak bisa menjelaskan pada saat pembuatan pulp dari kayu daun lebar dengan kandungan lignin yang sama tetapi memiliki laju delignifikasi yang berbeda atau menghasilkan pulp dengan kadar lignin sisa yang berbeda.

Struktur kimia penyusun lignin juga ikut berperan penting dalam penentuan laju delignifikasi selain dari kandungan lignin dalam kayu yang rendah. Menurut Chiang (2006), kandungan lignin yang rendah dan kereaktifan lignin secara kimia dengan rasio S/G yang tinggi berhubungan dengan efisiensi proses pulping da

Gambar

Tabel 2  Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total
Gambar 2  Lignin Klason, lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil  pada
Gambar 3  Hubungan antara rasio siringil-guaiasil dengan lignin terlarut
Tabel 2  Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jenis kayu daun lebar memiliki karakteristik kadar lignin yang rendah dengan nisbah siringil-guaiasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan lignin dari jenis kayu

Adakah korelasi antara kadar lignin terlarut asam, lignin klason, serta total lignin terhadap nilai kelarutan lignin pada posisi sampel yang berbeda..

Berdasarkan hal tersebut mengindikasikan bahwa lignin pada bagian kayu tekan selain secara kuatitatif lebih tinggi juga lebih mudah berkondensasi selama proses

Hasil penelitian menunjukkan lignin terlarut asam juvenile wood pada umur pembentukan kayu yang berbeda menghasilkan nilai yang beragam.Nilai lignin terlarut asam

Apabila suatu jenis kayu memiliki kandungan unit siringil lignin yang lebih tinggi maka akan menyebabkan laju delignifikasi yang semakin cepat dengan konsumsi bahan

terlihat bahwa kandungan zat ekstraktif lebih tinggi pada kayu cabang daripada kayu batang karenaa bagian cabang merupakan kayu muda yang lebih banyak mengandung bahan ekstraktif

Penentuan kadar lignin dengan menggunakan metode klason tidak mampu mewakili kandungan lignin sebenarnya yang terdapat pada jenis kayu daun lebar akibat tingginya fraksi lignin

Berdasarkan hal tersebut mengindikasikan bahwa lignin pada bagian kayu tekan selain secara kuatitatif lebih tinggi juga lebih mudah berkondensasi selama proses