• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO SIRINGIL- GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS RISSA RACHMALIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO SIRINGIL- GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS RISSA RACHMALIA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO

SIRINGIL-GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS

RISSA RACHMALIA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Rissa Rachmalia. Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus. Di bawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktivitasnya. Pada penentuan kadar lignin dengan metode Klason, bisa diperoleh informasi kadar lignin Klason (lignin tidak larut asam) dan lignin terlarut asam. Sifat reaktivitas lignin dinyatakan dalam rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) yang merupakan komposisi penyusun lignin. Berdasarkan penelitian terdahulu, lignin terlarut asam berkorelasi positif dengan kandungan metoksil. Sementara itu, kandungan metoksil juga berkorelasi positif dengan rasio siringil-guaiasil. Berdasarkan hal tersebut, proporsi siringil guaiasil diduga merupakan faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil enam jenis kayu Eukaliptus dan korelasi antara keduanya, serta kemungkinan implikasinya terhadap sifat kayu, pengolahan dan penggunaannya sebagai bahan baku pulp.

Penentuan kandungan lignin terlarut asam diukur dari filtrat penentuan lignin Klason. Lignin Klason merupakan fraksi padatan setelah penyaringan sedangkan lignin terlarut asam ditentukan dengan pengukuran penyerapan UV dari filtrat pada panjang gelombang 205 nm menggunakan koefisien absorpsi 110 lg-1 cm-1. Pengujian rasio siringil dan guaiasil penyusun molekul lignin dilakukan dengan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation seperti yang dilakukan oleh Chen (1992). Rasio siringil terhadap guaiasil dinyatakan sebagai perbandingan antara (siringaldehida+siringic acid)/(vanilin+vanilic acid).

Hasil penelitian menunjukkan kadar lignin beragam antar jenis kayu yang berbeda dalam satu genus kayu Eukaliptus. Terdapat kecenderungan kadar lignin Klason yang lebih rendah diikuti oleh kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi. Lignin terlarut asam mempunyai korelasi yang kuat dengan rasio siringil-guaiasil. Lignin terlarut asam yang tinggi diperoleh dari lignin kayu yang memiliki rasio siringil guaiasil yang tinggi pula. Hubungan antara lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil dapat menjadi parameter penduga kemudahan suatu jenis kayu untuk didelignifikasi selama proses pulping.

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus adalah karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Rissa Rachmalia NIM E24051931

(4)

LIGNIN TERLARUT ASAM DAN RASIO

SIRINGIL-GUAIASIL LIGNIN PADA ENAM JENIS KAYU EUKALIPTUS

RISSA RACHMALIA

E24051931

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Penelitian : Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Lignin Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus

Nama Mahasiswa : Rissa Rachmalia

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

Ir. Deded Sarip Nawawi, M. Sc NIP. 19660113 199103 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 19611126 198601 1 001

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun tugas akhir dengan judul “Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil Lignin Pada Enam Jenis Kayu Eukaliptus” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktivitasnya. Sifat kimia lignin tersebut dapat berpengaruh pada proses pengolahan dan penggunaan kayu secara kimia, misal proses pulping. Kadar lignin yang diteliti dalam penelitian ini dinyatakan dengan lignin Klason dan lignin terlarut asam, sedangkan reaktivitasnya dinyatakan dalam rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) yang merupakan komposisi penyusun lignin. Pada penelitian ini juga diteliti hubungan antara kadar lignin dengan reaktivitasnya tersebut, serta implikasinya dengan penggunaan kayu sebagai bahan baku.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritik dan saran penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis semoga tulisan ini memberikan manfaat untuk kita semua. Amin.

Bogor, September 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1987 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dalam keluarga Bapak H. Rachmat dan Ibu Maryani. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah SDN Pamulang IV Tangerang pada tahun 1993-1996, dilanjutkan di SDN Sirnabaya III Karawang pada tahun 1997-1999. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Teluk Jambe Karawang dan lulus pada tahun 2002, dan masuk SMU Negeri 1 Karawang, lulus tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Tahun 2006 penulis mendapatkan mayor Teknologi Hasil Hutan dan pada tahun 2008 memilih Bagian Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2007 di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah. Kemudian pada bulan Juli-Agustus 2008 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat dan Tanggeung, Sukabumi. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT PINDO DELI PULP AND PAPER MILLS II, Karawang, Jawa Barat pada bulan Maret-April 2009.

Kegiatan kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis yaitu ASEAN Forestry Student Association Local Committe IPB (AFSA LC IPB) pada tahun 2006-2008 dan Himpunan Profesi Departemen Hasil Hutan (Himasiltan) pada tahun 2006-2008. Penulis juga pernah menjadi panitia dalam acara Rimba-E tahun 2007, panitia KOMPAK THH 2007, Panitia dalam acara Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional IV 2008 dan panitia Seminar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) tahun 2008.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama menyelesaikan tugas akhir ini, diantaranya kepada:

1. Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc yang selalu sabar memberikan bimbingan, arahan, bantuan, nasehat dan masukan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.

2. Papa dan Mama, Kakakku Afrillia Lavanda, Adik-adikku Rica Juwita, Laila Sabrina, M. Indra Dzaki Hafair yang tak pernah henti memberikan doa, semangat, kasih sayang, senyuman dan dukungan yang besar baik spiritual maupun material.

3. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS, Bapak Ir. Endang A. Husaeni, Bapak Ir. Nandi Kosmaryandi, M. Sc. F, sebagai dosen penguji atas semua saran, motivasi dan nasehat demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr.Ir. Wasrin Syafii, Bapak Dr. Ir. I Nyoman J Wistara, MS, dan Ibu Ir. Rita Kartika Sari, M.Si atas semua ilmu, pengarahan, nasehat, dukungan, dan bimbingannya selama berada di Bagian Kimia Hasil Hutan. 5. Teman-teman seperjuangan, Dewi agustina, Dian Oktaveni dan Dhiah

Nurhayati, atas persaudaraan, kerjasama, kebersamaan dalam suka dan duka. 6. Pak Atin, Mas Wawan dan Kak adi yang selalu membantu, menemani dan

memberi masukan dalam penelitian.

7. Sahabat-sahabatku, Widyana Luza, Nathania, Steffie Riski Prasetyani, Rita Rachmawati, Rentry Augusti Nurbaity yang selalu membantu dan memberi semangat.

8. Keluarga besar Bagian Kimia Hasil Hutan: Evelin, Aini, Iin, Raefa, Novi, Vera, Ari, Aditya.

9. Danu, Raudhah Juliati, Roslita, Ridho, Oki, Sri Noviana Puji A, Bagus, dan seluruh keluarga besar THH’42 yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignin ... 3

2.2 Lignin Terlarut Asam ... 4

2.3 Tipe Monomer Penyusun Lignin... 5

2.4 Karakteristik Kayu Eukaliptus ... 6

2.4.1 Eucalyptus urophylla S. T. Blake (Ampupu) ... 6

2.4.2 Eucalyptus camaldulensis Dehnh ... 6

2.4.3 Eucalyptus grandis Hill ex Maiden ... 7

2.4.4 Eucalyptus deglupta Blume (Leda) ... 7

2.4.5 Eucalyptus nitens H.Deane & Maiden ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 9

3.2 Bahan dan Alat ... 9

3.3 Metode Penelitian ... 9

3.3.1 Persiapan Contoh Uji ... 9

3.3.2 Ekstraksi Ethanol-Benzene... 10

3.3.3 Penentuan Kadar Lignin Klason ... 10

3.3.4 Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam ... 10

3.3.5 Rasio Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin ... 11

3.4 Analisis Data ... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Lignin Total ... 12

(10)

4.2 Proporsi Tipe Monomer Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin

Eukaliptus ... 15

4.3 Korelasi Antara Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil- Guaiasil ... 17

4.4 Implikasi Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil Dalam Proses Pulping ... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Kandungan lignin enam jenis kayu Eukaliptus ... 12 2 Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap

total lignin kayu ... 14 3 Kandungan siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus ... 16

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan total lignin pada kayu Eukaliptus ... 13 2 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus ... 17 3 Hubungan antara rasio siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam pada kayu Eukaliptus ... 18

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Data lignin terlarut asam dan rasio siringil guaiasil ... 27 2 Kromatogram pengujian jenis cincin aromatik penyusun lignin

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin dan reaktifitasnya. Metode Klason merupakan prosedur umum yang digunakan dalam penentuan kadar lignin. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti oleh hidrolisis polisakarida terlarut dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian dari lignin yang larut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam (Yasuda et al. 2001).

Lignin terlarut asam merupakan parameter yang dapat menunjukkan tingkat reaktivitas monomer penyusun polimer lignin. Lignin terlarut asam juga sangat penting untuk dianalisis mengingat hubungannya dengan kandungan lignin dan proses pulping. Lignin terlarut asam merupakan bagian dari kandungan total lignin dalam kayu, akan tetapi seringkali diabaikan karena jumlahnya yang relatif kecil khususnya pada jenis softwood. Perbedaan kadar lignin dalam kayu bisa disebabkan oleh perbedaan kadar lignin terlarut asam selain dari kadar lignin Klason.

Terdapat perbedaan yang nyata antara jenis softwood dan hardwood dalam hal kandungan lignin terlarut asam yang terbentuk selama penentuan lignin Klason. Proporsi lignin terlarut asam pada hardwood yang tinggi dihasilkan oleh jenis kayu dengan lignin Klason yang rendah dan kandungan metoksil yang lebih tinggi (Dence 1992; Musha dan Goring 1974; Fuji et al. 1987 dalam Akiyama et al. 2005). Komponen metoksil ini sangat peka terhadap asam sehingga diduga berkontribusi terhadap pembentukan lignin terlarut asam. Sementara itu, rasio guaiasil berkorelasi dengan kandungan metoksil. Nilai rasio siringil-guaiasil yang tinggi dihasilkan oleh kandungan metoksil yang tinggi pula (Akiyama et al. 2005). Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa proporsi siringil-guaiasil merupakan faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam pada

(15)

kayu. Hal ini dikarenakan metoksil merupakan gugus fungsi yang terkait dengan tipe monomer penyusun lignin.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil enam jenis kayu Eukaliptus dan korelasi antara keduanya, serta kemungkinan implikasinya terhadap sifat pengolahan kayu khususnya proses pulping.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara lignin terlarut asam dengan rasio siringil-guaiasil pada jenis kayu Eukaliptus. Pengetahuan dan data mengenai sifat ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang komponen kimia penyusun kayu dan reaktifitasnya selama proses pulping.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin

Lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder sel kayu (Fengel dan Wegener 1995). Achmadi (1990) menyatakan bahwa lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana. Lebih dari 2/3 unit fenilpropana dalam lignin dihubungkan melalui ikatan eter, sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon. Polimer lignin tidak linear, melainkan cenderung bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi. Konsentrasi lignin tinggi dalam lamela tengah dan rendah dalam dinding sekunder.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel dan juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu.

Kandungan lignin berbeda dalam populasi tanaman dari jenis yang sama. Pada jenis kayu yang berbeda, kandungan lignin dapat bervariasi diantara 15-36% dari berat kering kayu (Campbell dan Sederoff 1996). Kayu daun jarum normal mengandung 26-32% lignin. Kayu daun lebar normal mengandung 20-25% lignin, meskipun kayu daun lebar tropika dapat mempunyai kandungan lignin lebih dari 30% (Sjostrom 1998).

Achmadi (1990) menyebutkan bahwa lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok menurut unsur strukturalnya, yaitu lignin guaiasil, terdapat pada kayu jarum (26-32%) dengan prazat koniferil alkohol; lignin guaiasil-siringil, merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%, pada kayu tropis > 30%) dengan prazat koniferil alkohol : sinapil alkohol nisbah 4:1 sampai 1:2.

Lignin dapat diisolasi dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak larut setelah pelarutan polisakarida dengan reaksi hidrolisis. Secara kuantitatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan

(17)

yang larut (Sjostrom 1998). Menurut Fengel dan Wegener (1995), metoda isolasi lignin pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. metoda yang menghasilkan lignin sebagai sisa

2. metoda yang melarutkan lignin tanpa bereaksi dengan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi atau dengan pembentukan turunan yang larut. Lignin mengandung gugus metoksil, gugus hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai samping, seperti prekursor-prekursor polimernya. Gugus-gugus hidroksil fenol ini hanya sedikit dalam kondisi bebas, kebanyakan terikat melalui ikatan-ikatan dengan unit-unit fenil propana yang berdekatan. Gugus-gugus fungsi lignin tersebut sangat mempengaruhi reaktifitas lignin (Sjostrom 1998).

2.2 Lignin Terlarut Asam

Dalam menentukan jumlah lignin dalam kayu, khususnya pada jenis hardwood, dengan metode Klason dihasilkan lignin terlarut asam (Acid-Soluble Lignin) beberapa persen (Matsushita et al. 2004). Metode Klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% diikuti dengan hidrolisis polisakarida terlarut dalam pemanasan asam sulfat 3%. Lignin terlarut asam merupakan bagian lignin yang terlarut dalam filtrat. Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung oksigen pada posisi benzylic, yang sensitif terhadap media asam dan memiliki kecenderungan berubah bentuk selama prosedur penentuan lignin. Lignin terlarut asam mungkin disusun dari dua komponen yaitu hasil degradasi lignin dan pembentukan material hidrofilik sekunder seperti senyawa lignin-karbohidrat (Yasuda et al. 2001).

Prosedur umum untuk menentukan lignin terlarut asam adalah menggunakan TAPPI UM-250. Inti dari metode ini adalah penentuan absorpsi sinar UV pada larutan asam yang diencerkan dari prosedur lignin Klason. Hidrolisasi dari tahap kedua pada prosedur lignin Klason dibaca pada standar cuvette UV (1 cm panjang alur) pada panjang gelombang 200-205 nm. Ada dua masalah dalam penggunaan metode ini, yaitu pertama koefisien yang digunakan

(18)

dapat bervariasi dengan tipe lignin dan harus ditentukan untuk setiap tipe lignin yang dipelajari. Karena hal ini tidak mudah dilaksanakan, nilai yang terdapat dalam literatur (110 L g-1 cm-1) dapat digunakan untuk memperkirakan nilai lignin. Masalah yang kedua yaitu penentuan nilai absorpsi maksimum yang digunakan (Hatfield dan Fukushima 2005).

Sekitar 1% lignin larut asam terdapat dalam softwood sedangkan yang terdapat dalam hardwood sampai 4% (Fengel dan Wegener 1995). Proporsi lignin terlarut asam dalam hardwood lebih besar dengan kandungan lignin Klason yang lebih rendah dan kandungan metoksil yang lebih tinggi (Musha dan Goring 1974).

2.3. Tipe Monomer Penyusun Lignin

Lignin softwood, hardwood dan rerumputan berbeda dalam hal kandungan unit-unit guaiasil (G), siringil (S) dan p-hidroksifenil (H). Hal ini dapat dibuktikan dengan metode oksidasi nitrobenzena yang menghasilkan jumlah yang berbeda dari aldehida yang sesuai (vanilin, siringaldehida, p-hidroksibenzaldehida). Metoda kimia lain yang digunakan untuk menentukan komposisi lignin adalah asidolisis, oksidasi permanganat dan penentuan metoksil (Fengel dan Wegener 1995).

Kebanyakan lignin softwood adalah jenis lignin guaiasil dengan sejumlah kecil unit siringil dan p-hidroksifenil propana. Tidak ada nisbah umum G:S:H untuk jenis kayu daun jarum (softwood). Kandungan siringil guaiasil lignin jenis hardwood berkisar antara 20-60% (Fengel dan Wegener 1995). Rasio siringil guaiasil pada lignin hardwood yang diisolasi dapat bervariasi bergantung pada proses ekstraksi. Sjostrom (1998) menyatakan bahwa lignin yang terdapat dalam dinding sekunder serabut-serabut hardwood mempunyai kandungan unit-unit siringil yang tinggi sedangkan lamela tengah memiliki kandungan unit-unit guaiasil yang lebih besar. Pada softwood, lignin dalam dinding sekunder mengandung metoksil yang lebih banyak dibandingkan lamela tengah, yaitu 1.7 kali per unit monomer penyusun lignin (Fukushima 2001).

(19)

2.4 Karakteristik Kayu Eukaliptus

Diantara jenis Eukaliptus terdapat variasi kandungan komponen kimia. Kandungan komponen kimia pada kayu Eukaliptus secara umum yaitu 40-62% selulosa, 12-22% hemiselulosa dan 15-22% lignin. Kandungan abu pada kayu Eukaliptus berkisar 0.1%, meningkat sampai 0.6% sampai 1.9% (Turnbull dan Pryor 1978). Kayu Eukaliptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, bubur kayu (pulp), kayu bakar. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi. Daun dan cabang dari beberapa jenis Eukaliptus menghasilkan minyak yang merupakan produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, parfum, sabun, ditergen, disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis menghasilkan gom (kino). Bunga beberapa jenis lainnya menghasilkan serbuk sari dan nektar yang baik untuk madu (Sutisna dkk 1998 dalam Latifah 2004).

2.4.1 Eucalyptus urophylla S. T. Blake (Ampupu)

Eucalyptus urophylla sangat mirip dengan E. alba. Eucalyptus urophylla termasuk pohon cepat tumbuh yang tingginya dapat mencapai 15 - 20 m dan diameter 40 cm. Batangnya mudah dibentuk, kulitnya lembut, dan permukaannya dilapisi zat serbuk. Daun muda petiolata, oval memanjang dan alternate. Pada pohon dewasa, daun lebih lanset. Walaupun jenis ini toleran terhadap tanah yang miskin hara, jenis ini harus ditanam pada tanah yang mempunyai tekstur kasar. Pohon ini tumbuh baik pada tanah yang tetap basah selama musim kering (Lama 1986 dalam Nieto dan Rodriguez 2003).

Pohon ini mempunyai kayu yang keras dan tidak mudah retak. Kayu ini biasanya digunakan terutama untuk pulp dan papan. Kayunya juga digunakan untuk tiang-tiang transmisi elektrik, pembuatan cabinet dan paralatan kayu, dan untuk kayu lapis.

2.4.2 Eucalyptus camaldulensis Dehnh

Eucalyptus camaldulensis Dehnh atau sering disebut juga River red gum, Murray red gum, red gum tingginya dapat mencapai 20 m dan terkadang 50 m, kulit batang halus, berwarna putih, abu, hijau kekuningan, hijau keabuan. Daun

(20)

tunggal berselingan, menjuntai, bertangkai, berbentuk lanset, memiliki panjang 8 - 30 cm dan lebar 0.7 - 2.0 cm, ujung daun meruncing, tangkai daun bundar, panjang tangkai daun 12 - 15 mm. Perbungaan aksiler, berbentuk payung, terdiri dari 7 - 11 bunga, tangkai bunga ramping, bundar atau bersegi empat, panjang tangkai bunga 6 - 15 mm, panjang tangkai anak bunga 5 - 12 mm, buah kering berbentuk kapsul yang berdinding tipis. Biji sangat kecil, sekitar 15 biji per buah (Doran 2008).

2.3.4 Eucalyptus grandis Hill ex Maiden

Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var. pallidivalvis Baker et Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum, rose gum. Tanaman Eukaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar, tingginya 60 - 87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan kulit licin, berserat dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Marga Eukaliptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku Myrtaceae dan dibagi menjadi 7 - 10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri (Sutisna dkk 1998 dalam Latifah 2004).

2.3.5 Eucalyptus deglupta Blume (Leda)

Eucalyptus deglupta biasa dikenal sebagai Eukaliptus Pelangi atau Mindanao Gum atau Rainbow Gum. Hanya Eukaliptus jenis ini yang ditemukan secara alami di Northern Hemisphere. Penyebaran alaminya menjangkau New Britain, New Guinea, Ceram, Sulawesi dan Mindanao. Sekarang pohon ini ditanam hampir di seluruh dunia, terutama untuk pulp dalam pembuatan kertas (Anonim 2009).

(21)

2.3.6 Eucalyptus nitens H.Deane & Maiden

Eucalyptus nitens yang dikenal sebagai Shining Gum, adalah jenis asli di Victoria dan sebelah barat New South Wales, Australia. Jenis ini tumbuh di pinggiran hutan basah dan hutan hujan. Pohon ini bisa tumbuh tinggi mencapai 60 m, di Victoria mencapai 90 m. Daun yang muda oposite, oval sampai elips, berwarna hijau atau abu-abu, sedangkan daun dewasa hampir lanset atau lanset, panjang 15 - 25 cm, lebar 1.5 - 2.5 cm, berwarna hijau, berkilau (Anonim 2009).

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Kimia Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah sampel kayu yang diambil dari enam jenis kayu daun lebar yaitu Eucalyptus urophylla asal sampel dari Vietnam, Eucalyptus camaldulensis asal sampel dari Thailand, Eucalyptus grandis asal sampel dari Afrika Selatan, Eucalyptus deglupta asal sampel dari Papua New Guinea, Eucalyptus nitens asal sampel dari Australia dan Eucalyptus hybrid (persilangan dari E. camaldulensis dan E. deglupta) asal sampel dari Laos. Contoh uji dalam bentuk chips yang diambil dari campuran bagian kayu gubal dan kayu teras. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan kimia pereaksi, bahan pelarut, dan bahan kimia penolong lainnya antara lain Ethanol 95%, Benzena (C6H6 grade), Asam sulfat (H2SO4 72%) dan aquades.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Willey mills, oven, UV Visible Spectrophotometer SHIMADZU UV Pharma Spec. 1700, timbangan elektrik, soxhlet, gelas ukur, desikator, pemanas air, erlenmeyer, pipet volume, kertas saring, aluminium foil, corong, pengaduk kaca, labu ukur, gelas kimia. Pengujian kandungan siringil dan guaiasil lignin dilakukan dengan menggunakan alat Gas-Kromatografi.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Contoh Uji

Sampel kayu untuk analisis komponen kimia disiapkan dalam bentuk partikel halus untuk memungkinkan reaksi yang sempurna antara kayu dengan pereaksi. Sampel kayu E. urophyla, E. camaldulensis, E. grandis, E. deglupta, E.

(23)

nitens, E. hybrid dibuat serpihan-serpihan kecil dan digiling setelah dalam kondisi kering udara dengan Willey mills. Kayu digiling sampai didapatkan ukuran partikel lolos saringan 40-60 mesh. Serbuk kemudian dicampur dan disimpan dalam wadah tertutup.

3.3.2 Ekstraksi Ethanol Benzene

Untuk pengujian kadar lignin Klason, contoh uji terlebih dahulu diekstraksi dengan ethanol benzene. Ekstraksi dilakukan dengan metode standar TAPPI T 204 om 88. Serbuk kayu sebanyak 6 gram diekstraksi dengan 300 ml ethanol benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah itu sampel dicuci dengan ethanol hingga larutan bening, dan diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ± 3 0C hingga beratnya konstan.

3.3.3 Penentuan Kadar Lignin Klason

Penentuan kadar lignin Klason mengacu pada prosedur modifikasi seperti yang dinyatakan dalam Dence (1992). Serbuk kayu sebanyak 500 mg dihidrolisis dengan 5 ml asam sulfat (H2SO4) 72 % selama 3 jam pada suhu ruangan. Hidrolisis dilanjutkan pada konsentrasi asam sulfat 3 % pada suhu 121 0C selama 30 menit dengan menggunakan autoclave. Padatan lignin disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung. Padatan lignin Klason dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 0C selama 12 jam.

B

% lignin = x 100 % A

A = berat serbuk awal (gram) B = berat lignin (gram)

3.3.4 Penentuan Lignin Terlarut Asam (Acid-Soluble Lignin)

Dari filtrat pengujian lignin klason, volume filtrat digenapkan menjadi 500 ml. Lignin terlarut asam diuji dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelompang 205 nm dengan koefisien adsorpsi 110L/g.cm. Sebagai

(24)

standar digunakan larutan asam sulfat hasil pengenceran dari 5 ml asam sulfat 72% menjadi 500 ml. Konsentrasi lignin terlarut asam dihitung sebagai :

C = (A/110) x (Vf/Vi)

Dimana : A = nilai adsorpsi pada alat spectrofotometer Vf /Vi = Faktor pengenceran larutan

Kadar lignin terlarut asam dihitung : ASL = (CV/(1000xBKT)) x 100%

Dimana : CV = Konsentrasi acid soluble lignin dalam liter BKT = Berat sampel kayu

3.3.5 Rasio Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin

Pengujian rasio siringil dan guaiasil penyusun polimer lignin dilakukan dengan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation seperti yang dilakukan oleh (Chen 1992). Produk oksidasi diuji dengan alat Gas-Kromatografi sebagai produk vanilin, vanilic acid, siringaldehida dan siringic acid. Rasio siringil terhadap guaiasil dinyatakan sebagai perbandingan antara (siringaldehida+siringic acid)/(vanilin+vanilic acid).

3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif berupa kecenderungan (trend) data dalam bentuk tabel dan grafik.

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Lignin Total

Pada penentuan kadar lignin dengan metoda Klason bisa diperoleh informasi penting kadar lignin tidak larut asam (lignin Klason), lignin terlarut asam dan lignin total yang merupakan gabungan antara keduanya.

Kadar lignin kayu yang dinyatakan sebagai lignin Klason dan lignin terlarut asam, bervariasi bergantung pada jenis kayu. Keragaman kadar lignin yang cukup tinggi juga terjadi antar jenis kayu dalam satu grup genus (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan lignin enam jenis kayu Eukaliptus

Jenis Kayu Lignin (%)

Klason ASL Total

E. deglupta 29.49 2.60 32.08 E. urophylla 26.61 3.25 29.86 E. camaldulensis 26.95 3.50 30.45 E. grandis 25.11 3.31 28.42 E.nitens 23.09 4.13 27.22 E. hybrid 28.80 2.50 31.30

Keragaman kadar lignin antar jenis kayu dalam satu genus ini lebih kecil dibanding keragaman antar jenis kayu yang berbeda seperti yang ditemukan oleh Akiyama et al. (2005). Keragaman kadar lignin ini bukan hanya terjadi pada jenis kayu daun lebar akan tetapi ditemukan pula antar jenis kayu softwood (Zobel dan van Buijtenen 1989 dalam Campbell dan Sederoff 1996), yang menemukan bahwa diantara genus Pinus, rata-rata kandungan lignin bervariasi antara 25% (Pinus monticola) sampai 30% (Pinus palustris). Diantara jenis Pinus, kandungan lignin bisa berkisar antara 26-30%. Pada penelitian ini, kandungan lignin Klason kayu Ekaliptus berkisar antara 23.09% - 29.49%.

Lignin terlarut asam yang diukur dari filtrat penentuan lignin Klason memiliki nilai yang beragam dalam satu genus kayu Eukaliptus. Kandungan

(26)

lignin terlarut asam terbesar dihasilkan pada kayu Eucalyptus nitens dengan nilai 4.13%, sedangkan nilai lignin terlarut asam terendah adalah pada kayu Eucalyptus hybrid dengan nilai lignin terlarut asam 2.50% (Tabel 1). Terdapat kecenderungan jenis kayu dengan kadar lignin yang lebih rendah menghasilkan proporsi lignin terlarut asam yang semakin besar (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan lignin terlarut asam selama prosedur lignin Klason tidak sejalan dengan kadar lignin kayu. Pada awalnya, lignin terlarut asam sebagai fraksi bagian dari lignin diasumsikan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar lignin secara total. Berdasarkan hal itulah, kemudian memunculkan dugaan bahwa pembentukan lignin terlarut asam ini lebih ditentukan oleh struktur kimia dibanding oleh kadar lignin secara kuantitatif.

Gambar 1 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan total lignin pada kayu Eukaliptus. (EN : Eucalyptus nitens; EG: Eukaliptus grandis; EU; Eucalyptus urophylla; EC: Eucalyptus camaldulensis; EH: Eucalyptus hybrid; ED: Eucalyptus deglupta)

Sifat kimia lignin kayu Eukaliptus yang merupakan jenis kayu daun lebar terutama disusun oleh unit siringil dan guaiasil. Komposisi penyusun lignin ini diduga dapat mempengaruhi nilai lignin terlarut asam yang dihasilkan dari proses hidrolisis pada saat penentuan lignin Klason. Lebih khusus lagi diduga terkait dengan keberadaan unit siringil, karena lignin kayu Eukaliptus yang merupakan jenis kayu daun lebar berbeda dengan jenis kayu daun jarum dalam hal kandungan unit monomer siringil. Lignin kayu daun jarum yang terutama disusun oleh unit

(27)

guaiasil diketahui mengandung lignin terlarut asam yang sangat kecil (Akiyama et al. 2005; Mahmudi 2008).

Tabel 2 Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total lignin kayu Jenis kayu Lignin (%) Klason/Total Lignin ASL/Total Lignin Lignin Klason ASL Total Lignin E. deglupta 29.49 2.60 32.08 0.919 0.081 E. urophylla 26.61 3.25 29.86 0.891 0.109 E. camaldulensis 26.95 3.50 30.45 0.885 0.115 E. grandis 25.11 3.31 28.42 0.884 0.116 E. nitens 23.09 4.13 27.22 0.848 0.152 E. hybrid 28.80 2.50 31.30 0.920 0.080

Nilai lignin terlarut asam yang cukup besar tidak bisa diabaikan dalam penentuan total lignin. Nilai lignin Klason pada kayu Eukaliptus berkisar antara 84-92% dan nilai lignin terlarut asam antara 8-15% terhadap nilai total lignin kayu (Tabel 2). Swan (1965) mengemukakan bahwa nilai lignin terlarut asam pada jenis kayu Birch dan Eukaliptus berkisar antara 12-13% terhadap total lignin. Nilai lignin terlarut asam yang cukup besar tersebut dapat berpengaruh pada penentuan kadar lignin total pada kayu. Mahmudi (2008) menyatakan bahwa nilai lignin terlarut asam pada hardwood yang cukup besar (8-15%) dapat menyebabkan kesalahan pada penentuan kadar lignin total pada kayu. Lebih lanjut, kesalahan dalam analisis lignin total ini sangat mungkin terjadi pada hardwood, yang memiliki nilai lignin terlarut asam cukup tinggi.

Terdapat kecenderungan bahwa lignin kayu dengan kadar lignin yang lebih rendah cenderung memiliki kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi dan sebaliknya. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Akiyama et al. (2005) pada jenis kayu yang berbeda. Konsekuensinya jenis-jenis kayu yang memiliki kandungan lignin total yang sama bisa saja memiliki kadar lignin Klason dan lignin terlarut asam yang berbeda. Hal ini mendukung dugaan semula bahwa

(28)

pembentukan lignin terlarut asam lebih berkorelasi dengan reaktifitas unit-unit penyusun polimer lignin.

4.2 Proporsi Tipe Monomer Siringil dan Guaiasil Penyusun Lignin Eukaliptus

Tipe lignin dari hardwood (kayu daun lebar) adalah siringil dan guaiasil, yang dibentuk dari kopolimerisasi dari sinapil dan koniferil alkohol (Sjostrom 1998; Higuchi 1985 dalam Campbell dan Sederoff 1996). Nisbah untuk kedua unit monomer bervariasi dari 4:1 hingga 1:2 (Sjostrom 1998). Proporsi lignin siringil dan guaiasil lignin tidak hanya berpengaruh dalam penentuan lignin secara kuantitatif, tetapi juga dapat mempengaruhi reaktifitas lignin tersebut.

Kayu Eukaliptus yang merupakan salah satu jenis hardwood, jenis cincin aromatik penyusun ligninnya adalah siringil dan guaiasil (Tabel 3) dengan perbandingan yang berbeda. Kedua jenis monomer penyusun lignin ini masing-masing memiliki proporsi yang besar terhadap penyusunan molekul lignin. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa keragaman rasio siringil-guaiasil jenis kayu Eukaliptus bisa terjadi pada jenis yang berbeda, jenis yang sama dari lokasi yang berbeda (Yokoi et al. 2001 dan Rodrigues et al. 1999 dalam del Rio et al. 2005).

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman nilai rasio siringil-guaiasil lignin diantara jenis kayu Eukaliptus, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar (Tabel 3). Pada penelitian ini, nilai rasio S/G berkisar antara 1.92 - 3.39. Nilai rasio S/G terbesar dihasilkan oleh kayu Eucalyptus nitens, sedangkan nilai rasio terkecil dihasilkan oleh kayu Eucalyptus deglupta.

Tabel 3 Kandungan siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus

Jenis Kayu Lignin Klason

(%) ASL (%) Rasio S/G (mmol/gram kayu) E. deglupta 29.4 2.60 1.92 E. urophylla 26.61 3.25 2.57

(29)

E. camaldulensis 26.95 3.50 2.94

E.grandis 25.11 3.31 2.93

E. nitens 23.09 4.13 3.39

E. hybrid 28.80 2.50 2.26

Seperti sudah diperkirakan di awal bahwa lignin terlarut asam diduga lebih berkaitan dengan kelimpahan relatif dari tipe monomer penyusun lignin tertentu. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat dari perbedaan sifat kimia atau reaktifitas dari tipe monomer siringil dan guaiasil. Terdapat kecenderungan bahwa kadar lignin terlarut asam yang tinggi dihasilkan dari lignin kayu yang memiliki proporsi unit siringil yang lebih tinggi (Gambar 3). Sehingga kemungkinan besar keberadaan unit siringil ini menjadi faktor penting dalam pembentukan lignin terlarut asam.

Gambar 2 Lignin Klason, lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Eukaliptus. (EN : Eucalyptus nitens; EG: Eucalyptus grandis; EU; Eucalyptus urophylla; EC: Eucalyptus camaldulensis; EH: Eucalyptus hybrid; ED: Eucalyptus deglupta)

4.3 Korelasi Antara Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil

Pada lignin kayu daun lebar diyakini bahwa sifat kimianya sangat dipengaruhi oleh keberadaan relatif dari unit siringil terhadap unit guaiasil. Rasio unit monomer ini dapat berperan penting dalam pembentukan lignin terlarut asam yang dihasilkan setelah proses hidrolisis pada saat penentuan lignin Klason. Hal

(30)

ini seperti yang terindikasi dari hasil penelitian Matshushita et al. (2004), bahwa kayu daun lebar dengan kandungan metoksil yang lebih tinggi menghasilkan lignin terlarut asam yang tinggi pula dan model lignin siringil mempunyai reaktivitas yang lebih tinggi daripada model guaiasil.

Kandungan lignin terlarut asam yang lebih tinggi pada kayu yang memiliki siringil lignin yang lebih banyak dan reaktifitas yang lebih tinggi dari inti siringil lignin dalam asam sulfat daripada inti guaiasil mengindikasikan bahwa ada hubungan yang erat antara lignin terlarut asam dengan siringil lignin (Yasuda et al. 2001).

Gambar 3 Hubungan antara rasio siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam pada kayu Eukaliptus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai lignin terlarut asam yang lebih besar dihasilkan dari lignin yang memiliki proporsi siringil-guaiasil yang lebih tinggi (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai lignin terlarut asam tidak dipengaruhi jumlah lignin secara kuantitatif, tetapi lebih ditentukan oleh unit struktur penyusun kimia lignin. Menurut Syafii dan Nawawi (2008), lignin terlarut asam merupakan indikator dari reaktifitas lignin dalam kondisi asam terkait dengan struktur kimia penyusunnya. Gambar 4 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil. Lignin terlarut asam meningkat seiring dengan meningkatnya rasio siringil guaiasil.

Hasil yang memperlihatkan bahwa nilai lignin terlarut asam yang tinggi dihasilkan dari rasio siringil-guaiasil yang tinggi pula, menunjukkan bahwa adanya unit siringil lignin berkontribusi terhadap pembentukan lignin terlarut

(31)

asam. Hal ini sebagai konsekuensi dari lebih reaktifnya siringil lignin (Yasuda et al. 2001; Tsutsumi et al. 1995). Siringil lignin yang mempunyai reaktifitas yang tinggi dalam asam sulfat 72% ini diperkirakan pada awalnya lignin larut dalam asam sulfat 72% selama penentuan lignin Klason dan secara bersamaan mengalami kondensasi intermolekuler, kondensasi dengan karbohidrat, degradasi dan reaksi lainnya (Yasuda et al. 2001).

Fenomena ini mendukung mekanisme pembentukan lignin terlarut asam dari lignin model yang disampaikan oleh Matsushita et al. (2004). Dalam larutan asam sulfat, unit guaiasil akan terdegradasi dan kemudian berkondensasi dengan cepat membentuk produk repolimerisasi yang stabil. Sementara itu model unit siringil akan terdegradasi menghasilkan fragmen-fragmen kecil lignin lalu sebagian berkondensasi dan sebagian lagi berikatan dengan polisakarida kayu khususnya hemiselulosa membentuk lignin karbohidrat kompleks (Lignin Carbohydrate Complex atau LCC). Fragmen-fragmen LCC ini merupakan produk utama yang ditemukan terlarut dalam filtrat yang bersifat larut air dan dapat terdeteksi dengan alat spektrofotometer sebagai lignin terlarut asam.

4.4 Implikasi Hubungan Lignin Terlarut Asam dengan Rasio Siringil-Guaiasil Dalam Proses Pulping

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya kadar lignin terlarut asam dengan semakin tingginya rasio siringil guaiasil, dapat memberikan implikasi terhadap sifat kimia kayu. Menurut Syafii dan Nawawi (2008), hubungan antara kandungan lignin terlarut asam dengan rasio siringil-guaiasil dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam penilaian sifat kimia dan mutu kayu terkait dengan pengolahan dan penggunaan kayu khususnya pengolahan kimia.

Proses pulping merupakan salah satu proses pengolahan kayu yang berhubungan dengan lignin. Reaksi utama selama proses pulping adalah reaksi delignifikasi atau reaksi degradasi dan pelarutan lignin. Delignifikasi merupakan reaksi degradasi dan pelarutan lignin selama proses pulping. Reaksi delignifikasi terjadi karena adanya reaksi kimia antara larutan pemasak dengan komponen kimia penyusun kayu terutama lignin. Proses pulping yang baik adalah proses

(32)

yang selektifitas dan laju delignifikasinya tinggi dengan tingkat kerusakan selulosa yang kecil.

Pengetahuan tentang kadar lignin yang merupakan faktor penting dalam efisiensi proses pulping sudah diketahui secara luas. Kayu yang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi, lebih sulit untuk didelignifikasi daripada kayu dengan kandungan lignin yang lebih rendah (Panshin dan de Zeeuw 1970, Casey 1980). Kayu yang memiliki kandungan lignin yang rendah akan lebih mudah untuk diproses pulping dan kebutuhan bahan kimia akan relatif lebih sedikit. Akan tetapi kalau hanya berdasarkan kadar lignin, tidak bisa menjelaskan pada saat pembuatan pulp dari kayu daun lebar dengan kandungan lignin yang sama tetapi memiliki laju delignifikasi yang berbeda atau menghasilkan pulp dengan kadar lignin sisa yang berbeda.

Struktur kimia penyusun lignin juga ikut berperan penting dalam penentuan laju delignifikasi selain dari kandungan lignin dalam kayu yang rendah. Menurut Chiang (2006), kandungan lignin yang rendah dan kereaktifan lignin secara kimia dengan rasio S/G yang tinggi berhubungan dengan efisiensi proses pulping dan bleaching.

Struktur lignin pada kayu daun lebar (hardwood) berbeda dengan kayu daun jarum (softwood). Kayu yang memiliki unit siringil lebih mudah untuk didelignifikasi, sehingga proses pulping menjadi lebih mudah. Hal ini karena reaktifitas lignin siringil lebih tinggi dibandingkan dengan lignin guaiasil, pada proses pulping alkali (Chang dan Sarkanen 1973, Tsutsumi et al. 1995). Lignin guaiasil memiliki lebih banyak daerah ikatan (binding sites) per molekul. Peningkatan jumlah binding sites akan merefleksikan proporsi yang lebih tinggi dari struktur terkondensasi. Derajat kondensasi (degree of condensation) yang lebih tinggi menjadikan lignin lebih sulit untuk didegradasi secara kimia selama proses pulping (Rahmawati 1999). Penelitian lebih lanjut menunjukkan perbedaan laju delignifikasi pada jenis kayu Eukaliptus sangat terkait erat dengan rasio siringil-guaiasil lignin (Gonzales et al. 1999 dan del Rio et al. 2005). Semakin tinggi proporsi siringil penyusun lignin, semakin tinggi laju delignifikasinya. Proporsi siringil lignin yang lebih tinggi, diikuti dengan kemudahan larut selama

(33)

proses pulping mengakibatkan konsumsi alkali dan degradasi selulosa yang rendah.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut kemudian memunculkan kesimpulan bahwa rasio siringil-guaiasil pada lignin kayu daun lebar merupakan faktor kunci terkait dengan laju delignifikasi. Oleh sebab itu, rasio siringil-guaiasil lignin sering dijadikan sebagai dasar penilaian mutu kayu untuk bahan baku pulp. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kadar lignin secara kuantitatif lebih berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia pemasak dan rendemen pulp, sedangkan rasio siringil-guaiasil lebih menentukan pada kemudahan lignin untuk didegradasi atau laju delignifikasi. Akan tetapi walaupun parameter rasio siringil-guaiasil ini sangat penting untuk penilaian mutu bahan baku pulp, permasalahan utama yang dihadapi adalah prosedurnya yang kompleks dan sulit, bahan kimia yang mahal dan memerlukan peralatan yang tidak sederhana karena harus menggunakan Gas-Kromatografi.

Hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara rasio siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam diharapkan akan mengatasi hal tersebut di atas. Walaupun penelitian ini masih sangat terbatas dengan jumlah sampel yang masih sedikit, akan tetapi kalau korelasi tersebut kemudian terbukti benar adanya (dengan jumlah sampel uji yang cukup memadai) maka nilai kadar lignin terlarut asam bisa menjadi parameter yang akurat untuk merepresentasikan reaktifitas lignin yang berkaitan dengan proporsi siringil guaiasil penyusun lignin. Hal ini akan sangat memudahkan karena penentuan kadar lignin terlarut asam dapat dilakukan sekaligus dengan penentuan kadar lignin Klason dengan metoda yang relatif mudah dan simpel, bahan kimia yang relatif murah dengan peralatan yang lebih sederhana. Oleh sebab itu, pembuktian lebih lanjut yang diperlukan adalah eksplorasi hubungan lignin terlarut asam dengan rasio siringil-guaiasil pada berbagai jenis kayu dengan kisaran nilai rasio siringil-guaiasil yang sangat beragam dengan jenis kayu yang lebih banyak dan hubungannya dengan delignifikasi.

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kadar lignin Klason dan lignin terlarut asam pada jenis kayu Eukaliptus beragam dengan kecenderungan kadar lignin Klason yang lebih rendah disertai kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun kadar lignin total kayu jumlahnya sama akan tetapi bisa memiliki reaktifitas yang berbeda.

2. Lignin terlarut asam memiliki korelasi yang erat dengan rasio siringil-guaiasil penyusun lignin. Lignin terlarut asam yang lebih tinggi diperoleh dari lignin kayu yang memiliki rasio siringil-guaiasil yang tinggi.

3. Oleh karena laju delignifikasi dalam proses pulping terkait dengan rasio siringil-guaiasil lignin, maka lignin terlarut asam bisa menjadi parameter penduga kemudahan suatu jenis kayu untuk didelignifikasi selama proses pulping.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan jenis kayu yang lebih beragam dan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga bisa diperoleh korelasi yang lebih akurat.

2. Perlu penelitian korelasi antara rasio S/G dan kadar lignin terlarut asam dengan delignifikasi pada proses pulping.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB.

Akiyama T, H Goto, DS Nawawi, W Syafii, Y Matsumoto, G Meshitsuka. 2005. Erythro/threo Ratio of -O-4-Structures as an Important Structural Characteristic of Lignin. Part 4: Variation in The Erythro/threo Ratio in Softwood and Hardwood Lignin’s and Its Relation to Syringyl/Guaiacyl Ratio. Holzforschung 59: 276-281.

Anonim. 2009. Eucalyptus deglupta. Diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/Eucalyptus_deglupta [17 Maret 2009].

Anonim. 2009. Eucalyptus nitens. Diakses melalui

http://en.wikipedia.org/wiki/Eucalyptus_nitens [17 Maret 2009].

Campbell MM, RR Sederoff. 1996. Variation in Lignin Content and Composition Mechanisms of Control and lmplications for the Genetic lmprovement of Plants. Plant Physiol 110: 3-13.

Casey JP. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Volume ke-1. New York: Interscience Publisher.

Chang H-M, KV Sarkanen. 1973. Species Variation in Lignin. Effect of Species on The Rate of Kraft Delignification. Tappi 56:132-134.

Chiang VL. 2006. Monolignol Biosynthesis and genetic Engineering of Lignin in Trees, a Review. Environ. Chem. Lett. 4:143-146.

del Rio JC, A Guiterez, M Hernando, P Landin, J Romero, AT Martinez. 2005 Determining the Influence of Eucalyptus Lignin Composition in Paper Pulp Yield Using Py-GC/MS. J. Anal. Appl. Pyrolisis 74: 110-115.

Dence CW. 1992. Determination of Lignin. Di dalam. Lin SY & Dence CW. Methodes in Lignin Chemistry. Springer-Verlag. Berlin. Pp. 33-61.

Doran JC. 2008. Eucalyptus camaldulensis Dehnh. Kehati Perkumpulan Prosea. Diakses melalui http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=918 [23 Desember 2008].

Fengel D, G Wegener. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Fukushima K. 2001. Regulation of Syringyl to Guaiacyl Ratio in Lignin Biosynthesis. Journal of Plant Research 114: 499-508.

(36)

Gonzalez-Vila FJ, G Almendros, JC del Rio, F Martin, A Gutierez, J Romero. 1999. Ease of Delignification Assessment of Wood from Different Eucalyptus Species by Pyrolisis (TMAH)-GC/MS and CP/MAS 13C-NMR Spectrometry. J. Anal. Appl. Pyrolisis 49: 295-305.

Hatfield R, RS Fukushima. 2005. Can Lignin Be Accurately Measured. Crop Science Society Journal 45: 832-838.

Haygreen JG, JL Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Latifah S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis Di Hutan Tanaman Industri. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara. Diakses melalui

http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-siti9.pdf [23 Desember 2008].

Mahmudi A. 2008. Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) Pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Matsushita Y, A Kakehi, S Miyawaki, S Yasuda. 2004. Formation and Chemical Structures of Acid-Soluble Lignin II: Reaction of Aromatic Nuclei Model Compounds with Xylan in the Presence of a Counterpart for Condensation, and Behavior of Lignin Model Compounds with Guaiacyl and Syringyl Nuclei in 72% Sulfuric Acid. Journal of Wood Science 50: 136-141.

Musha Y, DAI Goring. 1974. Klason and Acid Soluble Lignin Content of Hardwood. Wood Science 7: 133-134.

Nieto VM, J Rodriguez. 2003. Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Corporacion Nacional de Investigacion of Forestal Santafé de Bogotá, Colombia. Diakses melalui http://www.rngr.net/Publications/ttsm/Folder.2003-07-11.4726/PDF.2004-03-03.1423/file [23 Desember 2008].

Panshin AJ, C de Zeeuw. 1970. Textbook of Wood Technology. New York: Mcgrow-hill Book Company.

Rahmawati N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya Terhadap Laju Delignifikasi [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sjostrom E. 1998. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Terjemahan. Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

Syafii W, DS Nawawi. 2008. Rasio Stereoisomer Erythro dan Threo Struktur β-O-4 dan Hubungan Dengan Jenis Cincin Aromatik Penyusun Makromolekul Lignin. Laporan Penelitian Fundamental. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IPB.

(37)

Swan B. 1965. Isolation of Acid-Soluble Lignin from the Klason Lignin Determination. Svensk Papperstidning 22: 791-795.

Tsutsumi Y, R Kondo, K Sakai, H Imamura. The Difference of Reactivity between Syringyl Lignin and Guaiacyl in Alkaline System. Holzforschung 49: 423-428.

Turnbull JW, LD Pryor. 1978. Eucalypts For Wood Production. Di dalam: WE Hillis dan AG Brown, editor. Adelaide: Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization.

Yasuda S, K Fukushima, A Kakehi. 2001. Formation and Chemical Structures of Acid Soluble Lignin 1: Sulfuric Acid Treatment Time and Acid-Soluble Lignin Content of Hardwood. Journal of Wood Science 47: 69-72.

(38)
(39)

Lampiran 1 Data lignin terlarut asam dan rasio siringil guaiasil

Jenis kayu Asal Sampel

Lignin

Klason ASL Total Lignin S/G

E. deglupta

Papua New Guinea 29,47 2,52 31,99 1,92 29,50 2,67 32,17 Rataan 29,49 2,60 32,08 E. urophylla Vietnam 26,70 3,08 29,78 2,57 26,52 3,42 29,94 Rataan 26,61 3,25 29,86 E. camaldulensis Thailand 26,94 3,48 30,42 2,94 26,96 3,52 30,48 Rataan 26,95 3,50 30,45 E. grandis Afrika Selatan 25,12 3,27 28,39 2,93 25,09 3,35 28,44 Rataan 25,11 3,31 28,42 E. nitens Australia 22,97 4,01 26,98 3,39 23,21 4,24 27,45 Rataan 23,09 4,13 27,22 E hybrid

(Hibrid dari E. camaldulensis dan E. deglupta) Laos 29,01 2,48 31,49 2,26 28,58 2,52 31,10 Rataan 28,80 2,50 31,30

(40)

Lampiran 2 Kromatogram pengujian jenis cincin aromatik penyusun lignin dengan menggunakan Gas-Kromatografi

Gambar

Tabel 1  Kandungan lignin enam jenis kayu Eukaliptus
Tabel 2  Perbandingan nilai lignin Klason dan lignin terlarut asam terhadap total  lignin kayu  Jenis kayu  Lignin (%)  Klason/Total  Lignin  ASL/Total Lignin Lignin

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Tahun 2015 dapat menggambarkan kinerja Dinas dan Evaluasi terhadap kinerja Dinas

“Disekolahkan, di prifat kan (pelajaran tambahan), mengaji” (R) “mengenalkan angka dan abjad dan mengajarkan menggambar” (SH) “Selalu salam ketika bertemu orang lain,

Faktor pendukung pendidikan Islam pada anak TPA di desa Dawung yaitu usaha yang serius dari pihak ustadz dan pengurus dalam pendidikan dan pembinaan anak- anak, dukungan dari

Kegiatan pelatihan zelio smart relay sangat membantu guru listrik dan elektronika SMK Pelita Nusantara 2 Semarang dalam meningkatkan kemampuan merancang

[r]

Pengaruh volatile solid terhadap pembentukan akumulasi volume biogas adalah pada volatile solid yang sama, tetapi kecenderungan dengan komposisi kulit jeruk dan

Berdasarkan tabel 4.2 hasil SPSS untuk uji statistik deskriptif variabel EPS menunjukkan sampel (N) sebanyak 84, yang diperoleh dari sampel 21 perusahaan yang sahamnya dalam

Terapi latihan merupakan kinerja yang direncanakan pada pergerakan, postur atau aktivitas fisik yang diberikan pada pasien dengan tujuan (1) memulihkan dan mencegah