• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan pembiayaan pengembangan usaha mebel kayu pada bank syariah (Studi kasus : PT."X" di Bekasi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelayakan pembiayaan pengembangan usaha mebel kayu pada bank syariah (Studi kasus : PT."X" di Bekasi)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PADA BANK SYARIAH

(STUDI KASUS : PT.”X” DI BEKASI)

EVA LATIFAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

(3,90) dan IRR (45,25%), perusahaan memiliki kemampuan dalam

pembayaran kewajibannya.

3.

Dari analisa Sensitivitas diketahui bahwa perusahaan sangat sensitif terhadap

perubahan harga bahan baku yang akan juga diikuti dengan kenaikan harga

jual produk sampai 10%. Sedangkan terhadap perubahan kurs tidak terlalu

berpengaruh karena penjualan ekspor.

B. SARAN

1.

Perusahan perlu menjaga keberadaan bahan baku sehubungan dengan adanya

issue

yang menyangkut

illegal logging

.

2.

Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan kenaikan harga bahan baku.

3.

Perusahaan perlu untuk selalu memperluas jaringan pemasaran untuk

(3)

Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang memiliki

nilai tambah yang relatif tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja. Industri mebel

memproduksi berbagai macam variasi produk seperti lemari makan, kursi, rak,

tempat tidur dan meja. Berdasarkan skala produksinya, umumnya produsen mebel

skala menengah dan besar menggunakan mesin dan biasanya terintegrasi dengan

industri kayu lainnnya seperti moulding, window/frame dan lain-lain. Pasar utama

ekspor produk mebel nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris,

Prancis, dan Jerman.

Tujuan kajian ini adalah : (1) Mengkaji aspek-aspek manajemen, teknis

dan produksi, keuangan dan pemasaran perusahaan dalam pelaksanaan penyusunan kelayakan pembiayaan, (2) Mengkaji analisis resiko usaha

perusahaan dalam penyusunan kelayakan pemberian pembiayaan pada PT.”X”,

(3) Menganalisis kelayakan pemberian pembiayaan pada PT.”X” dari sudut

manajemen, pemasaran, produksi, keuangan dan resiko yang dikaitkan dengan

kebijakan perbankan Syariah.

Metode kajian yang digunakan adalah studi kasus dengan analisa

deskriptif (baik kuantitatif maupun kualitatif). Pengolahan dan analisis data

dilakukan dengan aplikasi Microsoft Excel, yang disajikan dalam bentuk tabulasi,

yang terbagi atas analisis kelayakan dengan menggunakan lima kriteria investasi,

yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point

(BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis

sensitivitas juga dilakukan terhadap kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi

(4)

iv

penawaran produk dengan jenis dan harga yang bersaing; (2) penetapann harga

jual yang bersaing dengan produk sejenis; (3) distribusi dilakukan langsung dari

perusahaan ke konsumen akhir di negara-negara Eropa, Kanada dan Amerika

Serikat; (4) melakukan promosi untuk penawaran kerja sama eksport. Aspek

keuangan terdiri dari biaya permodalan untuk pelaksanaan proyek pengembangan

produk indoor furniture membutuhkan modal investasi Rp. 9.868.105.870,- serta

kelayakan keuangan dengan nilai PBP (3,1 tahun), BEP (Rp.23.622.376,-), NPV

(Rp. 11.095.000.000), B/C ratio (3,90) dan IRR (45,25%), maka kondisi PT. “X”

adalah layak dan prospektif. Dari analisis sensitivitas diketahui bahwa perusahaan

sangat sensitive terhadap perubahan harga bahan baku.

Berdasarkan analisis deskriptif, risiko-risiko yang diperkirakan akan

mempengaruhi manajemen dan bisnis industri mebel kayu (wooden furniture)

adalah sebagai berikut : (a) kepentingan stakeholders, (b) risiko pengadaan bahan

baku, (c) fluktuasi harga bahan baku, (d) risiko kebijakan negara tujuan ekspor,

(5)

EVA LATIFAH. Feasibility Study or wooden furniture Business Development on Syariah Bank. (Case Study: PT. “X” in Bekasi, West of Java). Under advisory by Ani Suryani as principal advisor and Hartrisari Hardjomidjojo as member.

Furniture is one of intensive labor industries with relative high of value added and absorbed a lot of labor. The industries produce various products such as chair, rack, wardrobe, dinning table and desk. On production scale basis, generally medium and large producer use machine and usually integrated with other woo industries i.e. moulding, window/frame etc. The major export markets for national furniture product are United states, Japan, Dutch, England, France and Germany.

The research’s objectives are : (1) to study management, technical and production, financial and marketing aspects of the company in formulating feasibility study, (2) to study risk analysis in giving financial approval to finance the PT.”X”, (3) to analyze financial feasibility for PT. “X” on many aspects basis including management, marketing, production, financial and risk that related with syariah banking policy.

The method is a case study by means of descriptive analysis (both quantitatively and qualitatively). The data was analyzed and processed using Microsoft Excel application, presented on tabulation form, consisted of feasibility study on fine investment criterion namely ; Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) and Internal Rate of Return (IRR). Sensitivity analysis is carried out on increasing raw material price and exchange rate fluctuation.

On feasibility basis, financial application for PT.”X” is feasible with some reasons as follows: (1) marketing aspect: the company has fixed marked and strong distribution network, (2) technical and production aspect; the company is mastering on production process and producing innovative product, (3) management aspect; the company has skillful and experienced labor in the related field and (4) financial aspect; according to calculation the company has ability to pay.

Financial aspect are consisted of capital cost to implementing product

development project, indoor furniture, that needed investment capital of Rp. 9.868.105.870,- ; financial feasibility with PBP (3,1 years), BEP (Rp.23.622.376,-), NPV (Rp. 11.095.000.000), B/C ratio of (3,90) and IRR of (45,25%). Due the values, PT.”X” is feasible and prospective. According to sensitivity analysis the company is sensitive on changing of raw material price.

(6)

PADA BANK SYARIAH

(STUDI KASUS : PT.”X” DI BEKASI)

EVA LATIFAH

Laporan Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama Mahasiswa : Eva Latifah Nomor Pokok : F 015 010 615

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Menyetujui, Januari 2007

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hartisari H, DEA Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA. Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam laporan akhir yang berjudul :

ANALISIS KELAYAKAN PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA MEBEL KAYU

PADA BANK SYARIAH (STUDI KASUS : PT.”X” DI BEKASI)

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2007

(9)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmatnya, sehingga laporan akhir yang berjudul Analisis Kelayakan

Pembiayaan Pengembangan Usaha Mebel Kayu Pada Bank Syariah (Studi Kasus : PT.”X” di Bekasi) berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS.MPI),

Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari

beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang setulusnya kepada :

1. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan

dorongan, bimbingan dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan laporan

akhir ini.

2. Dr. Ir. Hartisari H, DEA, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan

pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan laporan akhir ini.

3. Dr.Ir. Nora H. Panjaitan, DEA, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan

masukan dan koreksi yang berguna untuk kesempurnaan laporan akhir ini.

4. Pemilik dan staf perusahaan mebel kayu yang telah memberikan kesempatan dan

waktu sebagai nara sumber dan tempat kajian ini.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf serta karyawan sekolah Pascasarjana IPB yang telah

(10)

tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerja sama dan informasi

yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri

kecil pada umumnya dan kegiatan kelayakan usaha pada khususnya. Saran dan kritik atas

kajian ini diharapkan, agar laporan ini menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat

bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2007

(11)

Halaman

ABSTRAK ... ii

RINGKASAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. DESKRIPSI UMUM ... 1

B. TUJUAN ... 4

C. MANFAAT ... 5

II. ANALISIS MASALAH ... 6

A. PRINSIP ANALISIS ... 6

1. Perumusan Masalah ... 6

2. Pendekatan ... 7

a. Aspek Manajemen Operasi ... 9

b. Aspek Pemasaran ... 9

c. Aspek Keuangan ... 12

B. METODE ... 16

1. Lokasi dan Waktu ... 16

2. Pengumpulan Data ... 16

3. Pengolahan dan Analisis Data ... 17

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. KEADAAN UMUM ... 22

B. ASPEK MANAJEMEN OPERASI ... 24

C. ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI ... 25

D. ASPEK PEMASARAN ... 33

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. KESIMPULAN ... 67

B. SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(13)

1. Perkembangan kapasitas produksi ... 2

2. Peralatan dan mesin ... 26

3. Perkembangan kapasitas produksi ... 32

4. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel ... 38

5. Perkembangan penjualan ekspor ... 39

6. Rencana investasi perusahaan ... 50

7. Laba/Rugi dan neraca ... 51

8. Rekonsiliasi modal dan harta tetap ... 53

9. Ratio keuangan dan pengadaan kas ... 54

10.Komponen aktivitas keuangan ... 55

11.Proyeksi kapasitas produksi terpakai tahun 2005-2010 ... 56

12.Proyeksi penjualan tahun 2005-2010 ... 57

13.Proyeksi total penjualan ... 58

14.Penyusutan dan amortisasi ... 61

15.Proyeksi laba/rugi dan neraca perusahaan ... 62

16.Proyeksi ratio keuangan ... 63

17.Hasil analisis keuangan ... 64

(14)

Nomor Halaman

(15)

1. Kuesioner kajian ... 72

2. Proyeksi arus kas ... 75

3. Rincian arus kas ... 81

4. Analisis proyeksi keuangan ... 85

5. Analisis kelayakan investasi ... 87

6. Rincian investasi dan biaya ... 88

7. Proyeksi penyusutan dan amortisasi ... 89

(16)

A. DESKRIPSI UMUM

Pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 2004, berada pada kisaran angka 4,5%-5% (BPS, 2003). Harapan yang

optimis ini dibarengi dengan kebijakan dan keputusan pemerintah untuk

mencari solusi yang terus mendorong pertumbuhan ekonomi, di antaranya

dengan tetap menjalin hubungan dengan International Monetery Fund (IMF)

dan Bank Dunia yang merepresentasikan adanya tingkat kepercayaan investor

terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga

mengeluarkan peraturan-peraturan baru yang dapat memberikan peluang

khususnya bagi perusahaan yang berorientasi ekspor dengan keringanan bea

ekspor (Anima, 2003).

Salah satu perusahaan yang berbasis ekspor adalah perusahaan mebel.

Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang memiliki nilai

tambah yang relatif tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja. Pasar utama

ekspor produk mebel nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda,

Inggris, Prancis, dan Jerman. Negara pesaing ekspor utama Indonesia di pasar

internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002).

Industri mebel memproduksi berbagai macam variasi produk seperti

lemari makan, kursi, rak, tempat tidur dan meja. Berdasarkan skala

produksinya, umumnya produsen mebel berada pada skala menengah dan

besar menggunakan mesin dan biasanya terintegrasi dengan industri kayu

(17)

umumnya melakukan proses produksi secara manual dan dapat memproduksi

jenis-jenis produk mebel yang dapat dikategorikan sebagai kerajinan

(handycraft) contohnya perabotan dan perlengkapan rumah tangga.

Perkembangan kapasitas produksi industri mebel dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel tahun 1999-2003

Tahun Kapasitas Produksi Utilisasi

(%) Ribu m3 Pertumbuhan

(%)

Ribu m3 Pertumbuhan (%)

1999 2.853 N/A 1.645 N/A 57.66

2000 2.897 1.54 2.897 76.11 100.00

2001 3.027 4.49 2.450 - 15.43 80.94

2002 3.283 8.46 2.993 22.16 91.17

2003 3.154 - 3.93 2.463 - 17.7 78.09

Rataan 2.64 16.29

Sumber : Deperindag, 2002. Ket : N/A : data not available

Selama tahun 1999 hingga 2003, kapasitas produksi industri mebel

nasional mengalami peningkatan sebesar 2,64% per tahunnya. Pertumbuhan

produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kapasitas,

yaitu 16.29%. Pada tahun 2000 tingkat utilisasi mencapai 100% disebabkan

karena pada tahun 2000, jumlah produksi sama besarnya dengan jumlah

kapasitas yang ada.

Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, telah mempengaruhi

kinerja ekspor bidang mebel kayu. Tahun 1998, untuk periode Januari sampai

Juli, ekspor mebel kayu Indonesia hanya mencapai 80.878 ton atau hanya

24,8% dari total ekspor pada tahun 1997 untuk periode yang sama

(Deperindag, 2002). Penurunan ini disebabkan tidak hanya oleh krisis yang

terjadi secara global yang juga mempengaruhi negara-negara pengimpor

(18)

bahan baku langsung dari PT. Inhutani yang semula menjadi pemasok

langsung, sekarang harus melalui perantara yang menetapkan harga yang jauh

lebih tinggi.

Dalam suatu perekonomian yang kompleks seperti sekarang ini, orang

harus mau menghadapi tantangan dan resiko untuk mengkombinasikan tenaga

kerja, material, modal dan manajemen secara baik sebelum memasarkan suatu

produk. Motivasi utama dari kegiatan bisnis adalah laba, laba didefinisikan

sebagai pengurangan antara penghasilan yang diperoleh dengan biaya yang

dikeluarkan. Oleh karena itu, dalam bisnis para pengusaha harus dapat

melayani para pelanggan dengan cara yang menguntungkan untuk

kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang, selain itu, juga harus

selalu mengetahui kesempatan-kesempatan baru untuk memuaskan keinginan

pembeli/pelanggan (Umar, 2003).

Dengan tetap bercermin pada sikap optimis atas membaiknya perekonomian nasional dalam jangka menengah, hal ini akan memicu

pertumbuhan sektor non-migas, tidak terkecuali untuk sektor industri mebel

kayu. PT.”X” telah mengalami perjuangan yang berat selama beberapa tahun

terakhir saat perekonomian Indonesia memburuk. Salah satu sisi positif dari

menurunnya nilai tukar rupiah, khususnya terhadap nilai dolar adalah

perusahaan yang berorientasi ekspor semakin memiliki keunggulan kompetitif

dimana produk yang ditawarkan lebih murah dengan mutu standar

internasional. Perusahaan ini menjadi semakin kompetitif karena industri

mebel kayu (wooden furniture) hampir 95% komponennya diperoleh dari

(19)

Dengan memperhatikan potensi pasar dunia akan wooden furniture,

PT.”X” telah memutuskan untuk menangkap peluang pasar yang ada dengan

meningkatkan kapasitas produksinya dan berubah orientasi produk dari

outdoor furniture menjadi indoor furniture. Untuk memanfaatkan peluang pasar dan perubahan orientasi produk tersebut, maka perusahaan

membutuhkan dukungan dana dari lembaga keuangan bank yang dapat

membantu pencapaian tujuan dari perusahaan. Peran lembaga keuangan,

perbankan dalam hal ini adalah untuk penyaluran pembiayaan dalam bentuk

investasi maupun modal kerja.

Untuk itu perusahaan mengajukan permohonan kerjasama dengan pihak

Bank Syariah XYZ dalam rangka investasi perusahaan untuk pengembangan

usaha mebel ini yang didasari dengan pembuatan studi kelayakan atas

investasi yang akan dilakukan tersebut.

Berdasarkan hal yang telah dijabarkan, maka permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana aspek manajemen, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan

dan aspek pemasaran yang dilakukan oleh PT.”X” dalam penyusunan

kelayakan pembiayaan?

2. Bagaimana analisis risiko yang dilakukan oleh PT.”X” dalam penyusunan

kelayakan pembiayaan?

3. Bagaimana kelayakan pembiayaan yang disusun oleh PT. ”X” dapat

(20)

B. TUJUAN

Tujuan kajian ini secara umum adalah menganalisis kelayakan

pengembangan usaha mebel kayu (wooden furniture) PT.”X” dalam upaya

memperoleh fasilitas pembiayaan pada Bank Syariah XYZ. Secara khusus,

kajian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui aspek-aspek manajemen, teknis dan produksi, keuangan dan pemasaran perusahaan dalam pelaksanaan penyusunan kelayakan

pembiayaan.

2. Mengidentifikasi analisis risiko usaha perusahaan dalam penyusunan

kelayakan pemberian pembiayaan pada PT.”X”.

3. Menganalisis kelayakan pemberian pembiayaan pada PT.”X” dari sudut

manajemen, pemasaran, produksi, keuangan dan resiko yang dikaitkan

dengan kebijakan perbankan syariah.

C. MANFAAT

Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi :

1. Kepada pihak perbankan syariah sebagai masukan apakah permohonan

pembiayaan dari PT.”X” layak untuk dibiayai atau tidak.

2. Sebagai perluasan kajian ilmu manajemen yang menyangkut bidang

analisa kelayakan pemberian pembiayaan.

(21)

A. PRINSIP ANALISIS 1. Perumusan Masalah

Dengan semakin berkembangnya zaman, maka tingkat kebutuhan

manusia akan kenyamanan dan keindahan rumah menjadi penting, karena

aktifitas maupun kesibukan yang semakin bertambah tiap harinya,

mendorong orang untuk mencari kenyamanan dan keindahan di rumah

baik berupa taman yang dihiasi dengan mebel kayu yang bagus maupun didalam rumah dengan kursi, lemari maupun tempat tidur yang dibuat dari

kayu akan memberikan keartistikan tersendiri. Hal ini mendorong

timbulnya berbagai industri baru untuk memenuhi tuntutan dari

masyarakat akan tersedianya kebutuhan rumah tangga berbagai jenis dan

variasi mebel kayu.

Salah satu industri yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut

adalah industri mebel kayu. Industri ini merupakan industri yang padat

karya berbasis nilai tambah tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja.

Perusahaan mebel kayu, PT.”X” merupakan salah satu industri yang

bergerak dalam memproduksi berbagai jenis variasi produk dari kayu

seperti lemari, kursi, rak, tempat tidur, sofa dan meja. Pasar utama

perusahaan adalah pasar ekspor yang meliputi negara Amerika Serikat,

Jepang, Belanda, Inggris, Perancis dan Jerman.

Dalam pengembangan usahanya, PT.”X” perlu mengkaji kelayakan

(22)

secara luas dalam konteks memproduksi mebel kayu tersebut, sehingga

dari gambaran proses produksi tersebut dapat mengkonsentrasikan untuk

mendapatkan proses perhitungan secara benar. Selain itu, kelayakan

keuangan ini digunakan untuk perluasan usaha dari outdoor furniture ke

indoor furniture. Beberapa hal yang penting dalam melakukan kelayakan teknis dan keuangan adalah mengetahui aspek pasar, aspek manajemen,

aspek teknis dan produksi dan aspek keuangan. Aspek pasar meliputi

pemasaran dan daya serap pasar, sedangkan aspek produksi meliputi

proses produksi, bahan baku yang diperoleh serta faktor non-ekonomis.

Aspek manajemen meliputi bentuk usaha, wewenang dan tanggung jawab,

spesifikasi tenaga kerja dan kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja.

Selain itu, mengetahui aspek keuangan untuk kelayakan pembiayaan usaha

mebel kayu pada PT.”X”.

Adapun metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis kelayakan investasi. Analisis kelayakan suatu kegiatan usaha

digunakan lima kriteria investasi yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).

2. Pendekatan Studi Kasus

Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi

untuk menghasilkan barang dan jasa guna memperoleh keuntungan dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat (Hughes dan Kapoor, 1985). Sementara

(23)

Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan

meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Bisnis yang direncanakan adalah bisnis dengan skala kecil (industri

kecil). Menurut Wibowo et.al (1997), batasan industri kecil adalah industri

dengan modal tidak lebih dari Rp. 200 juta. Sementara Alma (1997)

menyatakan bahwa ciri-ciri bisnis kecil adalah manajemen oleh pemilik,

sangat tergantung pada pribadi seseorang, daerah operasinya bersifat lokal

dan permodalan sangat tergantung ada sumber dari dalam bisnis.

Satu tahap penting dalam perencanaan bisnis baru adalah

penyusunan sebuah rencana bisnis. Garis besar kerangka bisnis mencakup

uraian tentang gambaran umum rencana, kondisi perusahaan dan

industrinya, produk/jasa yang akan dihasilkan, pasar dan pemasaran,

desain dan pengembangan produk, manufaktur dan operasi manajemen,

kebutuhan keuangan, gambaran pokok, resiko dan asumsi keuangan, rincian keuangan serta lampiran-lampiran. Rencana bisnis dapat

membantu pemilik atau manajer untuk mewujudkan ide-idenya,

menetapkan tujuan dan menjadikan sebagai pedoman dalam mengawasi

pelaksanaan (Dewhurts dan Burns, 1993).

Sementara menurut Baga (1993), tahap-tahapan dan

elemen-elemen yang dapat dikembangkan dalam suatu perencanaan bisnis antara

lain deskripsi umum tentang industri, tinjauan umum perusahaan, deskripsi

produk, deskripsi pelanggan, deskripsi pasar, deskripsi pesaing, bahan

baku dan sumber perolehannya, metode produksi dan peralatan,

(24)

perencanaan jangka panjang, resiko dan asumsi. Kotler (1993)

menambahkan elemen lainnya yaitu lokasi, iklan dan promosi, serta

sistem penetapan harga.

Tujuan lain dari bisnis di samping untuk memenuhi kebutuhan

manusia adalah untuk memperoleh keuntungan sehingga investor berani

memikul resiko menanam modal dalam kegiatan bisnis (Brown dan

Petrello, 1976). Untuk mengurangi kegagalan pada pendirian suatu proyek

bisnis, diperlukan suatu perencanaan secara sistematis dan terpadu melalui

serangkaian kegiatan yang pada akhirnya akan mencerminkan suatu studi

kelayakan. Pembahasan elemen-elemen pada rencana bisnis akan dicakup

dalam pembahasan aspek-aspek dari studi kelayakan yang cocok, yang

disesuaikan dengan karakteristik proyek bisnis yang direncanakan.

Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut :

a. Aspek Manajemen Operasi

Analisis manajemen operasional perusahaan meliputi kebutuhan

tenaga kerja, bentuk dan struktur organisasi perusahaan. Analisis

kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada kebutuhan pada proses

produksi, manajemen dan proses administrasi. Struktur formal

organisasi dapat membantu menjelaskan wewenang tugas dan

tanggung jawab manajemen.

b. Aspek Pemasaran

Analisis terhadap aspek pasar dan pemasaran pada suatu usaha,

ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang (Husnan dan

(25)

masa yang akan datang. Permintaan dan penawaran produk pada masa

yang akan datang, dihitung menggunakan metode peramalan, (b)

Pangsa pasar yang dapat diserap oleh usaha tersebut dari keseluruhan

pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut dimasa yang

akan datang, dan (c) Jenis strategi bauran pemasaran yang digunakan

untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan.

Strategi pemasaran adalah logika pemasaran dari unit usaha

dalam rangka untuk mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Strategi

pemasaran terdiri dari pengambilan keputusan tentang biaya

pemasaran perusahaan, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran

(Kotler, 1997). Pada dasarnya, strategi pemasaran memberikan arah

dalam kaitannya dengan peubah-peubah seperti segmentasi pasar,

indentifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran dan

biaya bauran pemasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat unsur yang dikenal dengan empat P (four P), yaitu Product (produk), price

(harga), place (tempat) dan promotion (promosi) (Tjiptono, 1997).

1) Strategi Produk

Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang

dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk

yang dipasarkan. Strategi produk yang tepat akan menempatkan

perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul dari

para pesaingnya.

Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan,

(26)

kebutuhan manusia. Produk dapat mencakup sesuatu benda fisik,

jasa, prestise, tempat, organisasi maupun ide. Lima komponen

yang terdapat pada produk formal adalah desain atau bentuk

coraknya, daya tahan atau mutu, daya tarik atau keistimewaan,

pengemasan atau bungkus dan nama merek atau brand name.

2) Strategi Harga

Strategi harga adalah satu-satunya strategi yang

menghasilkan pendapatan penjualan bagi perusahaan (Tjiptono,

1997). Strategi ini meliputi memilih metode penetapan harga

produk, memodifikasi harga yang sudah ada, serta memprakarsai

dan menanggapi perubahan harga. Tujuan dari strategi harga ini

adalah untuk mempertahankan pangsa pasar, mencapai keuntungan

maksimum dan mencapai pertumbuhan penjualan yang tinggi.

Sebelum penetapan harga dilakukan, perusahaan harus menentukan apa yang ingin dicapai dari produk yang dipasarkannya, dengan

mempertimbangkan faktor pelanggan, pesaing dan biaya produksi.

3) Strategi Distribusi

Distribusi merupakan kegiatan pemasaran yang harus

dilakukan oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan,

mengirim dan menyampaikan barang yang dipasarkan kepada

konsumen (Tjiptono, 1997). Dalam pendistribusian ini dibutuhkan

penyalur-penyalur, baik milik perusahaan itu sendiri maupun yang

bukan milik perusahaan. Perusahaan yang bergerak di bidang

(27)

distributor, pedagang besar, pengecer dan perwakilan dagang di

luar negeri. Perusahaan harus mengerti berbagai jenis pengecer,

pedagang grosir dan perusahaan distribusi fisik.

4) Strategi Promosi

Promosi merupakan suatu kegiatan yang menentukan dalam

meningkatkan nilai penjualan dan pertumbuhan produk. Promosi

menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam

mengkomunikasikan keistimewaan produk yang akan dipasarkan,

membujuk dan mengingatkan para pelanggan dan konsumen

sasaran untuk membeli produk tersebut (Kotler, 1997). Kegiatan

promosi tidak boleh terhenti hanya pada memperkenalkan produk

kepada konsumen saja, akan tetapi perlu dilanjutkan agar

konsumen menjadi tertarik dan kemudian membeli produk

tersebut.

Alat-alat yang dapat digunakan untuk mempromosikan suatu

produk ada beberapa macam (Kotler, 1997), yaitu : (a) Iklan (surat

kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain), (b) Promosi

penjualan (memberikan contoh produk kepada calon konsumen

atau demonstrasi ditempat yang ramai), (c) Publisitas, (d) Personal

selling (door to door selling, mail order, telephone selling dan

direct selling).

c. Aspek Keuangan

(28)

membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan

prospeknya di masa datang. Rasio keuangan yang digunakan dalam

kajian ini adalah rasio likuiditas, arus kas dan rasio profitabilitas.

Selain itu, analisis keuangan juga dapat dilakukan untuk melihat

apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat

kriteria-kriteria investasi yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).

1. Rasio likuiditas

Rasio likuiditas, menunjukkan kemamuan prusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangan yang berjangka pendek tepat pada

waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya

aktiva lancar, yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas

yang meliputi kas, surat berharga, piutang dan persediaan (Sartono, 1997).

2. Rasio kas

Rasio kas menunjukkan sejauhmana efisiensi persahaan

dalam menggunakan aset untuk memperoleh penjualan. Perputaran

total aktiva, menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaa

menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan

dan mendapatkan laba. Tingkat perputaran ini juga ditentukan oleh

(29)

3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar

kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam

hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba bagi modal

sendiri. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik akan

tetapi profitabilitas (profit margin) sangat dipengaruhi oleh harga

pokok penjualan (Sartono, 1997).

4. PBP

PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan investasi awal (Newma, 1990). PBP juga

merupakan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika

nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama

dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan.

5. Net B/C

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih

sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang

negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan

manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika

diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan,

tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk

dilaksanakan (Gittenger,1986).

6. BEP

BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk

(30)

impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode

tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga

proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak

memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat

melampaui titik ini, maka proyek yang bersangkutan tidak dapat

memberikan laba (Sutojo, 1993).

7. NPV

NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama

umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai

pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan

selama waktu tertentu. Kriteria NPV (Gittenger,1986) sebagai

berikut :

a. NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan

b. NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang

dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan

penilaian subyektif pengambilan keputusan)

c. NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak

dilaksanakan

8. IRR

Prosentase keuntungan yang diperolah atau investasi bersih

dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus

penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol

(31)

proyek layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai IRR lebih

kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan (Gray et al, 1992).

B. METODE

1. Lokasi dan Waktu

Lokasi kajian merupakan studi kasus di salah satu industri mebel

kayu yang berlokasi di Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

(Studi kasus pada PT.”X”). Perusahaan bergerak dalam industri

manufaktur wooden furniture, yaitu industri perabotan dan perlengkapan

rumah tangga yang terbuat dari kayu. Pemilihan lokasi ini dilakukan

secara sengaja (purposive), yaitu didasarkan pada pertimbangan : (1)

perusahaan merupakan eksportir mebel kayu yang sedang melakukan

ekspansi pasar dari mebel luar ruangan menjadi produk mebel dalam ruangan, (2) ketersediaan data yang diperlukan dan kesediaan manajemen

perusahaan menjadikan perusahaan tersebut menjadi lokasi kajian.

Pengumpulan data dilakukan selama 5 (lima) bulan, yang dimulai pada

bulan Februari 2005 – Juni 2006.

2. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan

sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif terhadap studi kelayakan

pembiayaan pengembangan usaha mebel kayu di PT.”X”. Pengumpulan

(32)

furniture dan pemasarannya; (2) Pengamatan langsung dengan cara mempelajari berbagai dokumen, proses produksi, keuangan dan

pemasaran; (3) Membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara

dengan manajemen perusahaan yang terdiri dari pemilik perusahaan,

bagian produksi, bagian keuangan dan bagian pemasaran PT.”X”. Bentuk

kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam kajian ini dilakukan secara

kualitatif dan kuantitatif, meliputi tahap transfer data, editing data,

pengolahan data dan interprestasi data secara deskriptif. Analisis kualitatif

digunakan untuk mengetahui aspek manajemen dan umum, aspek teknis

dan produksi, serta aspek pemasaran. Aspek manajemen meliputi sejarah

perusahaan, organisasi dan manajemen, spesifikasi tenaga kerja dan

kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja. Aspek teknis dan produksi

meliputi lokasi perusahaan, site plan dan lay out bangunan, mesin dan

peralatan produksi, produksi dan sistem pengendalian mutu. Aspek pasar

meliputi pemasaran dan daya serap pasar serta bauran pemasaran.

Aspek analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui aspek

kelayakan usaha mebel kayu pada PT.”X”. Metode analisis yang

digunakan dalam kajian ini adalah analisis rasio keuangan dan analisis

kelayakan investasi. Analisis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio

liquiditas (CR) dam leverage (DER), rasio arus kas (EBITDA/Total

(33)

analisis kelayakan suatu kegiatan usaha digunakan lima kriteria investasi,

yaitu PBP, Net B/C, BEP, NPV dan IRR.

a. Rasio liquiditas (CR) dan leverage (DER)

lancar g Hu lancar Aktiva Ratio Current tan

= ………... (1)

sendiri al Total g hu Total Ratio Equity to Debt mod tan = ………....(2)

b. Rasio kas

g hu Total EBITDA Ratio Cashflow tan

= ……….. (3)

Keterangan ;

EBITDA = EBIT ditambah biaya penyusutan

EBT = Laba sebelum pajak ditambah biaya marjin murabahah

c. Rasio profitabilitas

bersih Penjualan EAT Rasio as ofitabilit =

Pr ………..…… (4)

Keterangan ;

EAT = EBT dikurangi pajak pendapatan ditambah pendapatan atau biaya luar biasa kemudian dikurangi keuntungan atau kerugian selisih kurs

EBT = Laba sebelum pajak pendapatan

d. PBP

PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup

kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 1997), perhitungan PBP adalah :

(

Bn 1 Cn 1

)

m n PBP + + − +

= ……….…………. (5)

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir

m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir 1

n

B + = nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1

1 n

(34)

e. Net B/C

Menurut Gittenger (1986), Net B/C merupakan perbandingan

jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih

sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya

tambahan manfaat pada setiap tambahan manfaat pada setiap

tambahan biaya sebesar satu satuan, dinotasikan sebagai berikut :

Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) n = umur ekonomis usaha (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3....n)

f. BEP

BEP adalah suatu cara untuk dapat menetapkan tingkat produksi di mana penjualan sama dengan biaya-biaya. Dengan kata lain, tingkat

produksi di mana tidak ada kerugian dan keuntungan (Sutojo, 1993),

yang dinotasikan sebagai berikut :

Penerimaan Total Variabel Biaya 1 Tetap Biaya BEP − = g. NPV

Menurut Gittenger (1986), NPV adalah menunjukkan

keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan

jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi (untuk Bt-Ct > 0)

(untuk Bt-Ct < 0)

= = + − + − = n t t i i n t t t t i B C i C B C B Net 0 0 ) 1 ( ) 1

( ... (6)

(35)

dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu, dinotasikan

sebagai berikut :

Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp)

n = umur ekonomis usaha (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3....n)

h. IRR

Menurut Gray et al (1992), IRR menunjukkan persentase

keuntungan yang diperolah atau investasi bersih dari suatu proyek,

atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih

sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Formulasi yang

digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :

NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp)

NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)

i1 = discount rate nilai NPV yang positif (%)

i2 = discount rate nilai NPV yang negatif (%)

i* = IRR (%)

= = + + = n o t t 0 (1 i)

Ct -) 1 ( n t t i Bt NPV

= + − = n o t t t t i C B ) 1 ( ) (

* 2 1

2 1

(36)

Langkah-langkah dalam analisis data yang dilakukan adalah :

1. Mengidentifikasi secara deskriptif data dan informasi yang disajikan

berdasarkan kuesioner atau hasil wawancara untuk mendapatkan

pembahasan yang mendalam.

2. Mengkaji analisis resiko usaha yang dilakukan oleh PT.”X”.

3. Menganalisis kelayakan usaha dari sudut produksi, pemasaran dan

(37)

A. KEADAAN UMUM

1. Sejarah Perkembangan Perusahaan

PT. “X” didirikan pada tanggal 08 November 1990 dengan akte

pendirian No. 30, Notaris Sugiri Kadarisman di Jakarta. Modal dasar

perseroan Rp. 500 juta dan modal disetor penuh Rp.100 juta. Pemegang saham adalah Chaidi The dan Merlinda Roshinta Ng. Bidang usaha adalah

industri furniture dengan lokasi pabrik di Bekasi. Sesuai dengan maksud,

tujuan serta kegiatan usaha seperti tercantum dalam akte pendirian,

perusahaan bergerak dibidang usaha industri manufaktur wooden furniture

(mebel yang terbuat dari kayu keras). Kegiatan yang dapat dilaksanakan

antara lain :

• Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum, impor ekspor,

lokal dan interinsulair.

• Menjalankan usaha dalam bidang perkayuan, diantaranya furniture,

wood working

• Menjalankan usaha dalam bidang distribusi dan leveransir

• Menjalankan usaha dalam bidang keagenan dan komisi

• Menjadi perwakilan dari badan-badan usaha baik dalam dan luar

negeri.

Perusahaan bergerak dalam industri manufaktur wooden furniture,

yaitu industri perabotan dan perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari

(38)

1990 dengan menitikberatkan pada produksi mebel luar ruang (outdoor

furniture) seperti folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya dengan orientasi pasar 100%

ekspor. Pasar utama dari produk yang dihasilkan adalah negara-negara

Eropa, Kanada dan Amerika Serikat.

Dalam rangka meningkatkan pangsa pasar dan mengembangkan

usahanya, maka pada bulan Juli 2004. Perusahaan mengalihkan orientasi

produknya dari outdoor furniture menjadi indoor furniture. Mebel dalam

ruang (indoor furniture) yang dihasilkan secara umum direncanakan akan

dikelompokan menjadi bedroom set, cabinet set dan lain-lain.

2. Lokasi Perusahaan

Lokasi yang dipersiapkan untuk penambahan mesin produksi adalah

lokasi yang sudah ada dan sudah berjalan, terletak di Kecamatan Bantar

Gebang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, diatas tanah seluas ± 19.705 m²

milik perusahaan. Letak kantor dan pabrik ini kurang lebih 2 km di sebelah

timur jalan raya Narogong dan terletak di daerah yang diperuntukkan

sebagai daerah industri.

Bangunan-bangunan yang berdiri di daerah ini secara umum terdiri

dari bangunan industri dan perumahan, dan penduduk disekitarnya adalah

masyarakat berpendapatan menengah dan rendah. Pemilihan lokasi

didasarkan atas beberapa pertimbangan diantaranya : (a) Lokasi merupakan

daerah industri dimana banyak juga terdapat pabrik disekitar lokasi usaha,

(39)

mudah dan (c) Lokasi pabrik didukung oleh transportasi yang mudah dan

memadai.

B. ASPEK MANAJEMEN OPERASI

Manajemen PT. “X” didukung oleh Direksi dan Manajer yang rata-rata

mempunyai pengalaman dalam bidangnya masing-masing selama minimal

lebih dari 5 tahun. Dukungan SDM seperti tersebut diatas, ditambah dengan adanya program pelatihan reguler serta perencanaan yang cukup baik, maka

PT. “X” diperkirakan dapat memenuhi target usahanya. Struktur organisasi

[image:39.612.83.540.321.678.2]

dapat dilihat Pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. “X” RUPS

KOMISARIS

GENERAL MANAGER OPERASIONAL

DIREKTUR KEUANGAN & CORPORATE DIREKTUR

PEMASARAN

PEMASARAN

SHIPMENT

QUALITY CONTROL PRODUKSI I

PRODUKSI II

EDP KEUANGAN

AKUNTANSI

R & D

LOGISTIK

PERSONALIA UMUM KOMITE AUDIT

(40)

Top manajemen PT. ‘X”, memiliki pengalaman yang cukup baik dan

pengalaman lama dalam mengelola industri wooden furniture pada umumnya

dan khususnya industri outdoor furniture. Dalam mengelola industri ini

tenaga-tenaga muda profesional dilibatkan, sehingga dapat dinilai bahwa

manajemen lainnya cukup mampu dalam bidang manajemen industri wooden

furniture ini.

C. ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI 1. Sarana Produksi

Pengaturan tata letak bangunan disesuaikan dengan pola aliran

proses produksi mesin dengan pola material handling yang tetap, sehingga

diharapkan dapat mencapai beberapa target produksi yang telah

direncanakan antara lain : (a) Produk yang dihasilkan harus dapat

memenuhi standar kualitas ekspor, (b) Jumlah produksi yang dihasilkan

harus sesuai dengan rencana pendistribusiannya serta harus tepat waktu

dan (c) Dapat mencapai tingkat efisiensi kerja yang optimal dengan biaya

yang dapat ditekan serendah mungkin.

Bangunan yang ada terdiri dari kantor dan gudang komponen, pabrik, gudang bahan baku, gudang perlengkapan, rumah diesel, mess dan

kantin, toilet, pos jaga. Total luas bangunan sebesar 11.187 m² dengan

surat ijin mendirikan bangunan (IMB). Fasilitas lainnya berupa fasilitas

pendukung berupa telepon sebanyak 10 sambungan dan AC sebanyak 7

(41)

2. Peralatan Produksi

Perusahaan memiliki mesin-mesin di bagian produksi, bagian asah

pisau, bagian bengkel dan bagian utilitas. Mesin-mesin yang

[image:41.612.140.537.229.704.2]

digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X”

Jenis Mesin Model Kuantitas Merk

Bagian Produksi Jump Saw (Pneumatic Cutt Off Saw)

4CP180 2 Juan Nan

Cross Cut - 2 Buatan Lokal

Dowel and Cutting MP 8 DW 1 AKS

Jointer - 1 CKM

Circular Saw MBS – 300 4 Miki Way

TAS – 150 1 Kuang Young

Cross Cut Saw - 10 Buatan Lokal

Single Side Planner FJ500 2 Buatan Taiwan

Double Side Planner - 1 King Woma

WP – 216 1 Wood Pecker

Single Rip Saw - 1 Buatan Taiwan

Multiple Rip saw SCA220T2.50 1 CML

Moulding SK – 606 1 Shun Kuang

Band Saw YT – 28 2 Yeng Tong

WP 28 SB 1 Wood Pecker

Double End Cutter YH – 424 AR 1 Yuan Hsin

SP – 124 A 1 Sheng Pin

Double Spindle CMP – 522 3 Chang Iron

TS – 220 3 Tai Chan

- 1 -

Single Spindle H414 2 Holywood

TS – 142 1 Tai Chan

SS - 511M 3 Ru Long

Copy Shaper LH – 40 1 Lih Woei

Vertical Ruter GR – 7 1 Holywood

Double Mortiser MOD 2 Paolino Bacci

MDO 1 Pade

MDA 1 Greda

Auto Round Shape Tenover

TSG2T 2 Paolino Bacci

TSU 1 Greda

(42)

Lanjutan Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X”

Jenis Mesin Model Kuantitas Merk

Dowel FS601 1 Hooy Hsiang

- 1 Fong Yuan

Router CH – 101 1 Long Jin

Vertical & Horizontal Boring

CDH – 1R 1 Cywwm

Horizontal Boring HS – 502 1 Worthing

Bench Drill LT – 16&ZQ –

4116

15 Lunan & West

Lake

Knife Turfing Lathe 1100 1 Ching Yang

Horizontal Boring HS – 311 2 Worthing

- 1 -

Multiple Boring CDV – 10 1 Cywwm

Sanding Dowel CF-803 1 Ching Feng

Wide Belt Sander - 1 Buatan Taiwan

- 2 Buatan Taiwan

KL – 24 RK 2 Chia lung

Sponge Sander - 3 -

Oscilating Sander - 1 -

Drum Sander - 11 Buatan Taiwan

Belt Konveyor - 1 Buatan Lokal

1 Set Mesin Painting - 2 Speecon

Bagian Asah Pisau

Grinding JF – 230 1 Jeffer

Auto Planner Knife Grinding Bench Grinder

- 11 Buatan Taiwan

Buatan China

Bengkel

ARC Welder WT – 250 1 AECO

Utilitas

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

- Alternator HC 434 E 1 Stamford

- Mesin Diesel 2006 – TAG2 1 Perkins

Tenaga Diesel

- Alternator HC 434 F2 1 Stamford

- Mesin Diesel 2006 – TAG2 1 Perkins

Screw air compressor SA-II 1 Fu Sheng

Kompressor Udara TA – 100 3 Fu Sheng

- 1 Ingersoll Rand

Sistem Pompa Hydrant - 1 -

Sistem Dust Collector - 1 Buatan Lokal

(43)

3. Proses Produksi

Produk outdoor yang dihasilkan oleh PT. “X” antara lain adalah

folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Sedangkan produk indoor furniture dapat

dikelompokkan menjadi bedroom set, cabinet set dan mebel lainnya.

Sesuai dengan rencana perusahaan yang akan mengalihkan orientasi

poduksinya ke arah indoor furniture, maka produksi outdoor hanya akan

dilakukan pada tahun ke-1 sampai tahun ke-3. Rencana produksi tersebut

juga didasarkan bahan baku yang tersedia pada akhir tahun saat

dimulainya produksi indoor furniture. Proses produksi dalam industri

manufaktur wooden furniture dapat dilihat pada Gambar 2. Proses

[image:43.612.263.384.386.705.2]

produksi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2. Proses produksi dalam industri wooden furniture Sawn Timber

Klin dry (KD)

Rough Mill

Processing

Assembling

Finishing

(44)

a. Sawn Timber

Seluruh bahan baku yang diperoleh harus diperhatikan tingkat

kekeringannya, tingkat persentase Content of Moisture (MC) (kadar

air) kayu yang boleh diproses adalah sekitar 10%-12%, bila ada yang

basah harus di QC Check untuk selanjutnya disusun satu persatu sesuai

dengan ukurannya untuk persiapan pengeringan di Klin Drier (KD).

b. Klin drying (KD)

Proses pengeringan kayu, sesuai dengan kebutuhan kayu yang

akan diproses harus benar-benar kering, yaitu dengan persentase MC

berkisar 10%-12%. Lama proses pengeringan (KD) tergantung

ukuran/jenis kayu, rata-rata 10-20 hari dalam ruang kamar KD sampai

kadar air yang ada dalam kayu stabil.

c. Rough Mill

Proses pemotongan/pembelahan bahan baku kayu untuk ukuran

yang di pakai untuk pembentukan komponen sesuai dengan ukuran

tertentu/sesuai dengan bentuk komponen yang dibutuhkan.

d. Processing

Proses pembentukan, pembuatan lubang, proses tenon/mortizer,

proses penyambungan pada komponen sehingga menjadi suatu produk

(dalam bentuk lipat/folding dan bongkar pasang/knock down). Pada

tahap ini dipastikan bahwa komponen yang diproses sesuai dengan

ukuran yang ada pada gambar teknik yang sudah dievaluasi atau

(45)

e. Assembling

Proses penggabungan komponen satu dengan yang lain sehingga

menjadi satu bentuk produk jadi atau setengah jadi. Dalam proses ini,

diperlukan bahan pendukung seperti lem dan penghalusan terlebih

dahulu sebelum dipasang.

f. Finishing

Proses pelapisan permukaan, proses pengemasan pada produk

dilapisi dengan bahan pelapis (coating), jenis pelapis teak oil

digunakan agar dapat tahan terhadap cuaca dan awet dipakai sesuai

dengan musim dimana saja, setelah dilapisi, produk dapat dikemas

sesuai dengan perjanjian pembeli untuk pemakaian aksesoris seperti

barcode, manual hand tag dan lain-lain. Pada tahap ini dipastikan barang telah mempunyai lapisan yang mulus dan konstruksi yang

bagus serta layak dipakai konsumen. Setelah dikemas pada akhir

proses produksi akan dicek lagi menggunakan random check system

(acak) sesuai standar dunia memakai AQL-MIL standar 105D.

g. Shipment

Proses pengiriman barang ke konsumen, barang-barang

dimasukkan ke dalam kontainer yang ditunjuk, sesuai dengan kontrak

dari konsumen yang umumnya memakai jalur laut.

4. Pengawasan Produksi Akhir

Perusahaan menerapkan sistem Quality Control (QC) yang ketat

(46)

meningkatkan kemampuan dan teknologi dari peralatan dan prosedur QC

Check produknya. Dalam setiap tahap produksi terdapat kelompok QC

Check yang terlatih dengan baik. Selain itu, perusahaan juga membentuk suatu departemen penelitian dan pengembangan yang bertanggung jawab

terhadap pengembangan produk yang sudah ada dan diversifikasi produk

baru. Departemen ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan

kualitas produk, peningkatan produktivitas dan efesiensi kerja.

Untuk menunjang keberhasilan produksi perlu dilakukan

langkah-langkah pengembangan usaha dalam peningkatan QC diantaranya adalah :

(a) Pengembangan beberapa tipe dengan berbagai model produk, (b)

Peningkatan volume produksi melalui peningkatan volume penjualan tiap

item model produk, (c) Mengoptimalkan kapasitas produksi yang belum

terpakai, (d) Menekan biaya produksi dari tiap item produk dengan

memanfaatkan kapasitas terpasang secara efisien dan optimal, (e)

Membuat dan mengembangkan produk yang low cost dengan desain yang

menarik dan mutahir dan (f) Mengoptimalkan penggunaan bahan baku

sehingga tidak menimbulkan bertambahnya limbah.

5. Perkembangan Kapasitas dan Realisasi Produksi

Saat ini perusahaan memproduksi perabotan dan perlengkapan

rumah tangga yang terbuat dari kayu, khususnya nyatoh dengan tingkat

kapasitas produksi normal produk jadi hingga tahun 2004 sebesar 3.500 m³

per tahun. Perkembangan kapasitas produksi normal dan realisasi produksi

(47)
[image:47.612.166.506.106.175.2]

Tabel 3 . Perkembangan kapasitas produksi

Tahun Kapasitas normal

(m³)

Realisasi produksi (m³)

Tingkat utilitas (%)

2002 3.500 1.951 55,74

2003 3.500 1.224 34,97

2004 3.500 2.122 60,63

Tahun 2003 kinerja produksi mengalami penurunan, namun tahun

2004 kembali mengalami perbaikan dan hingga akhir tahun 2004

produktivitas telah mencapai 60,63% dari kapasitas normal 3.500 m³.

Dengan adanya rencana penambahan mesin dan sesuai dengan rencana

perubahan orientasi produk menjadi indoor furniture, maka diproyeksikan

akan terjadi penambahan kapasitas produksi sebesar 3.000 m³ sehingga

total kapasitas produksi terpasang sebesar 6.500 m³. Saat ini produksi

indoor furniture sudah dimulai dengan memanfaatkan fasilitas indoor

yang ada. Realisasi ekspor saat ini sebanyak 20 kontainer per bulan

dengan nilai ± USD 25.000 per kontainer. Pada akhir tahun 2005

direncanakan ekspor mencapai 40 kontainer perbulan.

Dengan peningkatan kapasitas produksi tersebut, maka tahun 2005

diproyeksikan kapasitas terpakai baru mencapai 50% dan meningkat 5% setiap tahunnya hingga mencapai 85% pada tahun 2012. Setelah periode

tersebut diproyeksikan pencapaian tingkat produksi relatif konstan.

Produksi dan penjualan hasil produksi outdoor furniture akan

diperhitungkan dalam satuan m³ dan untuk indoor furniture akan

(48)

D. ASPEK PEMASARAN

1. Gambaran Industri Wooden Furniture di Indonesia

Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang

memiliki nilai tambah yang tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja.

Industri mebel juga mempunyai daya saing yang baik dan dapat

memberikan devisa besar bagi negara. Pasar utama ekspor produk mebel

nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, Prancis, dan

Jerman. Negara pesaing eksport utama Indonesia di pasar Internasional

adalah Cina dan Mexico.

Di pasar Internasional, Indonesia termasuk supplier produk mebel

yang cukup besar, terutama untuk produk-produk mebel yang sifatnya

natural fibre. Sedangkan untuk produk mebel yang sifatnya wooden

furniture, Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor bagi

pasar Amerika Serikat. Industri mebel di Indonesia khususnya mebel yang

terbuat dari kayu (wooden furniture) sangat terpengaruh oleh pasokan

bahan baku. Sejak pemerintah mengeluarkan larangan eksport log pada

tahun 1985, maka industri pengolahan kayu mengalami pertumbuhan yang

tinggi. Peraturan tersebut dapat memacu pengusaha untuk meningkatkan ekspor mebel dari kayu.

Tingginya pertumbuhan industri mebel kayu ini tidak dapat terus

berlanjut secara simultan, karena terus menurunnya jumlah bahan baku

yang dapat digunakan sehingga pengusaha mebel kayu yang tidak

(49)

yang sangat besar dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal ini menyebabkan

pada tahun 1994, industri ini mengalami penurunan tajam.

Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 juga telah

mempengaruhi kinerja ekspor mebel kayu. Tahun 1998, untuk periode

Januari hingga Juli, ekspor mebel kayu Indonesia hanya mencapai 80.878

ton atau hanya 24,8% dari total ekspor pada tahun 1997 untuk periode

yang sama. Penurunan ini disebabkan tidak hanya oleh krisis yang terjadi

secara global yang juga mempengaruhi negara-negara pengimpor, seperti

Jepang tetapi juga karena kesulitan para pengusaha untuk memperoleh

bahan baku langsung dari PT. Inhutani yang semula menjadi pemasok

langsung, sekarang harus melalui perantara yang menetapkan harga yang

jauh lebih tinggi.

Pada tahun 1998 industri mebel kayu ini menunjukkan tanda yang

kurang baik namun banyak investor asing yang masih tertarik untuk masuk

ke industri ini, karena adanya pendapat bahwa Indonesia memiliki jaminan

akan pasokan bahan baku sehingga dapat mempertahankan biaya produksi

yang lebih rendah, disamping itu Indonesia juga memiliki tenaga-tenaga

kerja yang trampil dalam bidang ini.

Pasar mebel Indonesia kini terus menjadi incaran negara lain,

terutama Cina. Bahkan saat ini Cina merupakan negara pengekspor mebel

nomor satu ke Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah dan desain

yang lebih bagus. Produk mebel Cina tersebut harganya lebih murah

sekitar 20% dengan desain serta polesan akhirnya lebih baik dari produk

(50)

Turunnya daya saing produk Indonesia di pasar global maupun pasar

dalam negeri sendiri yang kini mulai dimasuki produk dari negara lain

terutama akibat maraknya penyelundupan kayu dan perdagangan kayu

ilegal di Indonesia. Sebelumnya Indonesia memiliki keunggulan

komparatif (comparative advantage) dibandingkan negara pesaing karena

memiliki bahan baku kayu tropis terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire,

namun saat ini kondisi berubah akibat terjadinya illegal loging dan illegal

trading yang sampai sekarang belum dapat diatasi. Selain itu, biaya produksi di Indonesia juga mengalami peningkatan yang diakibatkan

adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM), listrik, telepon, dan bunga

bank yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, serta biaya bongkar

di pelabuhan (THC) yang tinggi dan pemberlakuan penerimaan negara

bukan pajak (PNBP).

Pengurangan tebangan yang mencapai angka sekitar 60% (soft

landing policy) telah menyebabkan pula semakin berkurangnya pasokan

bahan baku kayu ke industri mebel dan naiknya harga bahan baku.

Turunnya daya saing ekspor mebel ke Indonesia tidak lepas dari maraknya

penyelundupan kayu ke negara pesaing Indonesia seperti ke Cina dan Vietnam, karena sebenarnya struktur biaya mebel sebagian besar atau 50

sampai 60 persen adalah biaya bahan baku kayu.

2. Gambaran Mebel Luar Ruang (Outdoor Furniture) di Indonesia

Mebel dapat dibagi dalam 3 jenis sesuai dengan penempatannya

(51)

a) Furniture untuk outdoor/alam terbuka (kebun, halaman dan taman).

Furniture ini membutuhkan kayu yang kuat seperti jati bangkirai dan

nyatoh. Selain kayu, outdoor furniture juga dapat menggunakan materi

dari besi dan alumunium.

b) Furniture untuk indoor/dalam ruangan. Kayu yang digunakan antara

lain mahogani, jati, pinus, mindi, rotan dan bambu

c) Furniture untuk veranda/teras. Yang dapat digunakan adalah rotan,

bambu serta berbagai jenis kayu lain.

Mebel luar ruang bukan termasuk barang yang populer untuk

masyarakat Indonesia umumnya. Walaupun pasar untuk mebel luar ruang

didalam negeri memang ada, namun dapat dikatakan volumenya kecil

sekali bila dibandingkan dengan permintaan mebel luar ruang untuk

diekspor.

Berbagai jenis mebel luar ruang yang biasanya diekspor diantaranya

adalah bangku panjang dengan atau tanpa sandaran tangan, kursi dengan

atau sandaran kaki dari kayu untuk dikombinasikan dengan kain kanvas,

meja piknik sampai kursi panjang untuk berjemur di tepi kolam atau

pantai. Produsen mebel luar ruang banyak mengekspor produknya ke Amerika, Eropa dan Australia. Permintaan mebel luar ruang erat kaitannya

dengan musim yang tengah berlangsung di negara masing-masing . High

season order dari negara-negara Eropa dan Amerika biasanya pada bulan April sampai Agustus. Di luar bulan-bulan itu, biasanya produsen

(52)

Saat ini kendala yang dihadapi oleh produsen mebel luar ruang ini

adalah terbatasnya pasokan bahan baku yang berupa kayu jati. Selain itu,

juga menghadapi persaingan yang makin ketat dengan produk negara lain

seperti Malaysia, Vietnam, dan China. Ironisnya produsen mebel dari

China justru mendapat pasokan bahan baku kayu selundupan yang sangat

mungkin berasal dari Indonesia.

3. Perkembangan Kapasitas Produksi Mebel di Indonesia

Industri mebel memproduksi berbagai macam variasi produk seperti

lemari makan, kursi, rak, tempat tidur dan meja. Berdasarkan skala

produksinya, umumnya produsen mebel skala menengah dan besar

menggunakan mesin dan biasanya terintegrasi dengan industri kayu

lainnnya seperti moulding, window/frame dan lain-lain. Sedangkan

produsen skala kecil umumnya melakukan proses produksi secara manual

dan dapat memproduksi jenis-jenis produk mebel yang dapat

dikategorikan sebagai kerajinan (handycraft). Perkembangan kapasitas

produksi industri mebel tahun 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 4.

Selama tahun 1999 hingga 2003, kapasitas produksi industri mebel

nasional mengalami peningkatan 2,64% pertahunnya. Pertumbuhan

utilisasinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kapasitas,

yaitu 16.29%, bahkan di tahun 2000 tingkat utilisasi mencapai 100%

sehingga pada tahun 2001 kapasitas produksi meningkat 4,49% lebih

(53)
[image:53.612.165.524.104.234.2]

Tabel 4. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel

Tahun Kapasitas Produksi Utilisasi

(%) Ribu

m3

Pertumbuhan (%)

Ribu m3 Pertumbuhan

(%)

1999 2.853 N/A 1.645 N/A 57.66

2000 2.897 1.54 2.897 76.11 100.00

2001 3.027 4.49 2.450 - 15.43 80.94

2002 3.283 8.46 2.993 22.16 91.17

2003 3.154 - 3.93 2.463 - 17.70 78.09

Rataan 2.64 16.29

Sumber : Kapasitas Nasional, Deperindag (2002).

4. Perkembangan Ekspor

Pada umumnya produsen-produsen kayu yang baru terjun ke dalam

industri ini merupakan produsen dengan tujuan pasar ekspor khususnya

produsen dengan modal asing. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah

yang mendorong agar industri pengolahan kayu memasarkan hasil

produksinya ke pasar ekspor sehingga memberikan nilai tambah yang

lebih tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Statistik Industri dan

Perdagangan yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan

Perdagangan pada bulan Agustus 2003, perkembangan penjualan ekspor

berdasarkan negara tujuan selama tahun 1998 hingga Mei 2003 dapat

dilihat pada Tabel 5.

Perkembangan ekspor diatas dibagi dalam 3 kategori Standard

International Trade Classification (SITC), yaitu :

a. SITC 148 : Kayu dikerjakan sederhana dan bantalan kayu/Wood

Simply Worked and Railway Sleeper od Wood.

b. SITC 635 : Barang-barang kayu TDS/Wood Manufactures N.E.S

(54)

Tabel 5 . Perkembangan penjualan ekspor berdasarkan negara tujuan

Negara Tujuan

1998 1999 2000 2001 2002 S/d Mei

2003

USA 113.146 321.801 433.057 445.069 490.374 206.465

Jepang 68.631 191.155 236.333 218.153 197.639 81.056

Belanda 20.767 122.602 123.905 96.832 97.640 49.354

Inggris 21.644 62.716 78.041 77.827 82.134 41.638

Perancis 15.044 56.193 71.454 65.032 77.001 38.744

Negara Lain 115.835 485.024 574.936 521.508 567.225 282.959

Jumlah 355.067 1.239.491 1.517.726 1.424.421 1.512.013 700.216

Pertumbuhan (%)

- 249 22 -6 6 -54

Sumber : Statistik Industri dan Perdagangan, Deperindag (Agustus, 2003).

Tahun 2003, nilai ekspor mebel Indonesia mencapai 1,5 miliar dollar

AS dan 30 persen diekspor ke AS, hal ini didasari antusiasme pasar luar

negeri dan rencana pengurangan impor mebel oleh AS dari Cina senilai 1

miliar dollar AS, menyusul tuduhan dumping terhadap Cina. Pengurangan

impor mebel AS dari Cina ini merupakan peluang yang harus direbut Indonesia.

Selama ini saingan terberat Indonesia dalam industri mebel adalah

Malaysia yang pada 2003 lalu ekspornya mencapai 1,4 miliar dollar AS.

Pesaing lain yang harus diwaspadai sebenarnya adalah pertumbuhan dari

industri mebel Thailand dan Vietnam yang masing-masing lebih dari 50

persen, tahun 2002 ekspor mebel Thailand sebesar 400 juta dollar AS

sedangkan pada 2003 mencapai lebih 800 juta dollar AS.

5. Konsumen/ Pelanggan

Penjualan PT. “X” 100% ditujukan untuk pasar ekspor. Ekspor

dilakukan secara sendiri maupun digabung dengan PT. AB. Ekspor juga

(55)

perusahaan perdagangan di dalam negeri. Pembeli dominan antara lain

sebagai berikut :

1. White Tiger ; 1F, No. 30 Kuo Hua ST, Chia-Yicity, Taiwan

2. Test Rite Pte Ltd ; 70 Anson Road # 22-05, Apex Tower Singapore

3. Andrea Bizzoto ; Via Motton N.9, 36061 Bassano Del Grappa, Italy

4. Itratuin Trade ; PO BOX 228, 3440 AE Woerden, The Nederlands

5. CED International ; 31 st Floor, 148 Electrical Road North Point,

Hongkong

6. Conforma Espana ; Parque De Negotios mas Blau, Edificio

Prima Muntadas, Solsones 2, 08820 El Prat De Llobregat, Barcelona

7. AMC ; Wisma Kyoei Prince, Lt.18 Suite 1803, Jl. Jend

Sudirman, Jakarta

8. Hubo/KTH ; Jl. Wijayakusuma 14 Pondok Labu, Jakarta.

6. Pemasok/Supplier

PT. ”X” membutuhkan modal kerja untuk pembelian bahan baku

(terutama kayu) dan bahan–bahan lain (seperti; Medium density fiberboard

(MDF), Plywood, Particel Board, Cat, Amplas, Lem, karton) yang

dipenuhi dari supplier lokal. Beberapa supplier dan diantara yang terbesar

adalah :

1. Ekament (Jakarta), sebagai supplier amplas

2. Mulia Baru (Jakarta), sebagai supplier kanvas

3. Warnatama (Tangerang), sebagai supplier cat

4. Handal Sejati (Jakarta), sebagai supplier percetakan

(56)

6. Mitra Kartonindo (Bekasi), sebagai supplier karton

7. Harapan Indah (Tangerang) , sebagai supplier karton

8. Supplier kayu antara lain : (a) Kaseda (Banten), (b) PT. Pilihan Utama

(Bekasi), (c) Hadinata Brothers (Jatiuwung), (d) Forestadora

(Argentina), dan (e) Aurapel SA.

7. Keberhasilan Usaha

Untuk menunjang keberhasilan usaha dibidang industri wooden

furniture melakukan beberapa strategi yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan secara kualitatif diantaranya adalah :

a. Pemasaran

1. Menawarkan produk dengan jenis dan harga yang bersaing

2. Mendistribusikan seluruh produk kepada pelanggan/konsumen

langsung.

3. Menjual seluruh produk pada tangkat harga yang saling

menguntungkan antara PT. ’X” dengan konsumennya.

b. Harga

1. Penetapan harga jual yang bersaing dengan produk yang sejenis

2. Menetapkan harga jual yang sama untuk penjualan di seluruh

Indonesia

c. Distribusi

PT. ”X” memasarkan produknya 100% ekspor. Pasar

dominannya adalah negara-negara Eropa, Kanada dan Amerika

(57)

d. Promosi

Promosi dilakukan oleh PT.”X”, melalui Print Advertising,

Majalah, Koran, Media Elektronik, Sale Promo, Campaign serta

poster–poster.

e. Pesaing

Dalam menyiasati kompetitor yang lebih dahulu terjun dibidang

usaha ini, PT.”X” perlu melakukan strategi : (1) Meningkatkan jalinan

hubungan yang baik dengan supplier-supplier yang telah berjalan

selama ini, (2) Harga yang kompetitif, (3) Produk yang lebih unggul

dibanding dengan produk lain yang sekelas, (4) Mengembangkan

jaringan dan distribusi pemasaran produk dinegara-negara lain dengan

memberikan produk yang erkualitas dan bersaing dengan

produk-produk hasil negara konsumen dan (5) Terus berinovasi terhadap

produk.

9. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahaan. Analisis

dengan matriks ini dapat menggambarkan secara jells bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan

dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya secara kualitatif dapat

dijabarkan sebagai berikut : • Strength/Kekuatan

- PT.”X” telah bergerak dibidang industri furniture sejak tahun 1990 dan

Gambar

Tabel 1. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel tahun 1999-2003
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. “X”
Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X”
Gambar 2. Proses produksi dalam industri wooden furniture
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi siswa, dan evaluasi siswa siklus I, dapat dibuat hasil refleksi sebagai berikut. Dari 6 orang anak didik yang memiliki nilai kurang

(2) Kepala Seksi Pengendalian Penduduk dan Informasi Keluarga, mempunyai tugas menyusun rencana kegiatan, melaksanakan koordinasi penyusunan perencanaan

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio likuiditas yang dikur dengan Current Ratio (CR) dan rasio aktivitas yang diukur dengan Total Asset Turnover (ATO)

Sektor kehutanan di Kabupaten Kuantan Singingi memberikan kontribusi untuk Pendapatan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2008 sampai 2012 yang

Tabel 1 menunjukkan tiga isolat (Swn-1, Ksn, dan Psr-2) diperoleh dari jenis pisang Ambon dengan lokasi yang berbeda, dan tiga isolat lainnya (Swn-2, Psr-1, dan Psr-3) diperoleh

[r]

600.000-700.000 ton per tahun dalam lima tahun Indonesia telah menjadi eksportir terbesar bijih nikel dunia dengan volume tan pendapatan negara, khususnya pajak dan terakhir 30%

Statement yang terdapat diberbagai macam teks yang berbeda itu memiliki ruang kolateral dan ikatan kediskursifan yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada