HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIARE DI GAMPONG
KUALA LANGSA KECAMATAN LANGSA BARAT KOTA LANGSA
SKRIPSI
OLEH :
091000043 EFA RINI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIARE DI GAMPONG
KUALA LANGSA KECAMATAN LANGSA BARAT KOTA LANGSA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
091000043 EFA RINI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIARE DI GAMPONG KUALA LANGSA KECAMATAN LANGSA BARAT KOTA LANGSA
Nama Mahasiswa : Efa Rini Nomor Induk Mahasiswa : 091000043
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 11 Februari 2014
Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Tukiman, MKM Drs. Eddy Syahrial, MS NIP. 196110241990031003 NIP. 19590713198731001
Medan, Maret 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pencernaan. Pengetahuan dan sikap seseorang sangat memengaruhi tindakan seseorang terhadap pencegahan diare. Namun, peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil dari tingkat pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pencegahan diare di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara dan kuesioner sebagai panduan wawancara. Wawancara dilakukan pada 78 orang yang berumur 20-40 tahun dan dipilih secara
simple random sampling. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Puskesmas
Pembantu dan literatur-literatur yang terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang paling banyak adalah baik dengan jumlah 37 orang (47,5%), sikap yang paling banyak adalah baik (positif) dengan jumlah 39 orang (50,0%), dan kategori tindakan yang paling banyak adalah baik dengan jumlah 35 orang (44,9%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap orang tua dengan perilaku pencegahan diare.
Saran dari penelitian ini adalah agar petugas kesehatan terus memberikan penyuluhan untuk menciptakan lingkungan yang sehat, masyarakat agar terus meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat terutama dalam pencegahan diare, dan peneliti lain agar menambah faktor-faktor lain di luar penelitian ini dan menambah jumlah sampel.
ABSTRACT
Diarrhea is one of the major health problems in developing countries, including Indonesia. In Indonesia, diarrhea is one of the major affect of death after infection of the digestive tract. Knowledge and attitude of person greatly affect one's actions on the prevention of diarrhea. However, increasing of the knowledge does not always cause to changes in attitudes and behavior.
The purpose of this research was to know the outcome of the level of knowledge and attitudes of parents towards the prevention of diarrhea in the Kuala Langsa Village, West Langsa District, Langsa City. This research was an analysis by cross-sectional design. The data used primary and secondary data. The primary data is obtained through interviews and a questionnaire as an interview guide. Interviews were conducted on 78 people who were 20-40 years old and selected by simple random sampling. While the secondary data is taken by primary health center and is related literatures.
The results show that the most level of knowledge is good by the number of it is 37 persons (47.5%), the most attitude is good (positive) by the number of it is 39 persons (50.0%), and the most category of is good by the number of it is 35 persons (44.9%). The results also show that there is a relationship between knowledge and attitude of parents with behavioral prevention of diarrhea.
Suggestions of this research is that health officers should continue to give health education to create a healthy environment, the people should continue to improve hygiene and healthy behavior, especially in the prevention of diarrhea, and other researchers in order to add other factors outside of this research and add the number of sample.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Efa Rini
Tempat/Tanggal Lahir : Kuala Simpang/24 Oktober 1990
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Paridi
Ibu : Suginem
Anak ke : 1 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah : Dusun Ar-Rahim, Kota Lintang, Kuala Simpang,
Kabupaten Aceh Tamiang.
Riwayat Pendidikan
Tahun 1997-2003 : SD Negeri 3, Kuala Simpang
Tahun 2003-2006 : MTs Pon-Pes Modern Darul Hikmah TPI, Medan
Tahun 2006-2009 : MA Pon-Pes Modern Darul Hikmah TPI, Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT serta shalawat beriring salam bagi Rasulullah SAW, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Orang Tua dengan Perilaku Pencegahan Diare Di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Banyak pengalaman yang penulis peroleh dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan juga dukungan
dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman, M.K.M, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta pikirannya dalam membimbing
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang juga telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta pikirannya dalam
4. Bapak Drs. Alam Bakti, M.Kes, selaku Tim Penguji Skripsi yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis untuk perbaikan
skripsi ini.
5. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes, selaku Tim Penguji Skripsi yang juga telah memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis untuk perbaikan
skripsi ini.
6. Bapak dr. Heldi BZ, M.P.H, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan di
FKM USU.
7. Seluruh Staf Pengajar FKM USU serta Dosen Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
8. Kepada Kak Murni staf Puskesmas Pembantu Kuala Langsa yang telah
memberikan izin melakukan penelitian skripsi ini.
9. Bapak Sekretaris Desa Kuala Langsa yang telah meluangkan waktunya
memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
10.Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua terkasih dan juga teristimewa
Ayahanda Paridi dan Ibunda Suginem yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, cinta, perhatian, semangat, dukungan moral, spiritual, dan juga material.
Kalian adalah My Wonderful Spirit untuk meraih kesuksesanku kelak dan You’re
The Best I Ever Had in My Life.
12.Teristimewa kepada kakanda Sertu Ika Saputra sumber motivasi dan penyemangatku yang selalu mendukung dan mendoakan dalam pengerjaan skripsi
ini.
13.Sahabat-sahabatku : Neni, Cici, Lulu, Winda, Yeni, jumhy, Intan Kesuma Wardani, Cindy, Hayu, Ayu, Dewi, Citra, Dara, dan Kak Nilawati terima kasih untuk selalu menemani, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, serta
motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.
14.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan semangat, semoga Allah SWT senantiasa
memberikan rahmat-Nya kepada Bapak, Ibu dan teman-teman sekalian.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Februari 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
2.2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 15
2.2 Pencegahan ... 16
2.7 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare ... 25
2.7.1 Faktor Sosiodemografi ... 25
3.3 Waktu Penelitian ... 34
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 38
3.9.1 Pengolahan Data ... 38
3.9.2 Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penetian ... 40
4.1.1 Keadaan Geografi ... 40
4.1.2 Keadaan Demografi ... 40
4.2 Hasil Analisis Univariat ... 41
4.3.1 Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Pencegahan Diare ... 57
4.3.2 Hubungan Antara Sikap dengan Tindakan Pencegahan Diare ... 58
BAB V PEMBAHASAN ... 60
5.1 Karakteristik Responden ... 60
5.1.1 Umur ... 60
5.1.2 Tingkat Pendidikan ... 60
5.1.3 Jenis Pekerjaan ... 60
5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Diare ... 61
5.3 Hubungan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Diare ... 62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
6.1 Kesimpulan ... 64
6.2 Saran ... 64
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Menurut WHO ... 24
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ... 41
Table 4.2 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 45
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan ... 47
Table 4.4 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap ... 51
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 52
Table 4.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan ... 55
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan ... 57
Tabel 4.8 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Diare ... 57
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pencernaan. Pengetahuan dan sikap seseorang sangat memengaruhi tindakan seseorang terhadap pencegahan diare. Namun, peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil dari tingkat pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pencegahan diare di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara dan kuesioner sebagai panduan wawancara. Wawancara dilakukan pada 78 orang yang berumur 20-40 tahun dan dipilih secara
simple random sampling. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Puskesmas
Pembantu dan literatur-literatur yang terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang paling banyak adalah baik dengan jumlah 37 orang (47,5%), sikap yang paling banyak adalah baik (positif) dengan jumlah 39 orang (50,0%), dan kategori tindakan yang paling banyak adalah baik dengan jumlah 35 orang (44,9%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap orang tua dengan perilaku pencegahan diare.
Saran dari penelitian ini adalah agar petugas kesehatan terus memberikan penyuluhan untuk menciptakan lingkungan yang sehat, masyarakat agar terus meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat terutama dalam pencegahan diare, dan peneliti lain agar menambah faktor-faktor lain di luar penelitian ini dan menambah jumlah sampel.
ABSTRACT
Diarrhea is one of the major health problems in developing countries, including Indonesia. In Indonesia, diarrhea is one of the major affect of death after infection of the digestive tract. Knowledge and attitude of person greatly affect one's actions on the prevention of diarrhea. However, increasing of the knowledge does not always cause to changes in attitudes and behavior.
The purpose of this research was to know the outcome of the level of knowledge and attitudes of parents towards the prevention of diarrhea in the Kuala Langsa Village, West Langsa District, Langsa City. This research was an analysis by cross-sectional design. The data used primary and secondary data. The primary data is obtained through interviews and a questionnaire as an interview guide. Interviews were conducted on 78 people who were 20-40 years old and selected by simple random sampling. While the secondary data is taken by primary health center and is related literatures.
The results show that the most level of knowledge is good by the number of it is 37 persons (47.5%), the most attitude is good (positive) by the number of it is 39 persons (50.0%), and the most category of is good by the number of it is 35 persons (44.9%). The results also show that there is a relationship between knowledge and attitude of parents with behavioral prevention of diarrhea.
Suggestions of this research is that health officers should continue to give health education to create a healthy environment, the people should continue to improve hygiene and healthy behavior, especially in the prevention of diarrhea, and other researchers in order to add other factors outside of this research and add the number of sample.
BAB I PENDAHULUAN
1.5 Latar Belakang
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab
kematian utama setelah infeksi saluran pencernaan (Maryunani, 2010).
Diare menyebabkan kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feces.
Kelainan yang mengganggu penyerapan di usus halus cenderung menyebabkan diare,
sedangkan kelainan penyerapan di usus besar lebih jarang menyebabkan diare. Pada
dasarnya semua diare merupakan gangguan transportasi larutan. Gejala klinis sesuai
dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan. Bila dilihat dari banyaknya cairan
yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan berat badan.
Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi ada empat kategori, yaitu tidak ada
dehidrasi (bila penurunan berat badan 2,5%), dehidrasi ringan (bila terjadi penurunan
berat badan 2,5%), dehidrasi sedang (bila penurunan berat badan 5-10%), dan
dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 10% (Sodikin, 2011).
Penyakit dengan insidensi rendah tetapi dengan CFR yang tinggi seperti
rabies, merupakan penyakit yang berat secara perseorangan, sedangkan penyakit
dengan insidensi yang tinggi tetapi tidak berat seperti diare, yang akan memberikan
keadaan yang lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan
unsur yang menimbulkan peningkatan kematian populasi secara keseluruhan (Nasry,
Diare yang berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut.
Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada diare kronis.
Di negara-negara berkembang diare merupakan penyebab kematian paling banyak
terutama menyebabkan kematian balita (Zulkoni, 2010). Penyakit diare akut (DA)
atau gastroenteristik akut (GEA) merupakan suatu penyakit penting di Indonesia yang
masih merupakan sebab utama kesakitan dan kematian anak. Walaupun hanya
sebagian kasus diare akan mengalami dehidrasi, namun banyak kasus akan meninggal
bila tidak dilakukan tindakan-tindakan yang tepat. Pengelolaan diare akut pada bayi
dan anak telah mengalami kemajuan pesat sejak ditingkatkannya pengetahuan tentang
faktor-faktor yang menjadi penyulit (komplikasi) diare akut (Suharyono, 2008).
Penyebab diare lainnya adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi
oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor, bermain dengan mainan yang
terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukkan tangan, mainan atau
apapun ke dalam mulut karena virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai
beberapa hari. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar, pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih, tidak mencuci
tangan dengan bersih sesudah buang air besar dan setelah membuang tinja anak,
sehingga mengontaminasi perabot atau alat-alat yang ada di rumah (Suririnah, 2006).
Pada anak–anak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu dibarengi oleh menurunnya
nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan yang demikian sangat
sungguh karena sifat diarenya ringan. Padahal penyakit diare walaupun dianggap
ringan tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan anak (Hiswani, 2003).
Pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak harus
dipuasakan. Jadi usus dikosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang menyebabkan
anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam keadaan gizi kurang,
keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa. Maka memuasakan anak saat
diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah terjadi pada anak saat diare akan
memperburuk keadaan bahkan dapat menyebabkan kematian (Hiswani, 2003).
Karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare
diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan
terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai hubungan yang positif,
yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku akan
cepat (Notoatmodjo, 2007).
Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun,
sedangkan di Indonesia menurut Surkesnas tahun 2001, diare merupakan salah satu
penyebab kematian kedua terbesar pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5
bagi semua umur (Amirudin, 2007).
Diare merupakan penyebab utama kematian bayi dan anak balita (anak usia 1
bulan sampai <5 tahun) di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2007) yang dilakukan oleh Kemenkes Badan Litbangkes pada tahun
2007, penyakit diare menjadi penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak balita
dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) tingkat berat. Kondisi dehidrasi berat pada anak
sering kali tidak diketahui atau tidak disadari oleh orang tua sehingga orang tua
‘kecolongan’ dan mendapati anaknya sudah dalam kondisi kritis (Riskesdas, 2007).
Angka kematian akibat diare di Indonesia masih sekitar 7,4%. Sedangkan
angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi yaitu 45%. Sementara itu, pada
survei morbiditas yang dilakukan oleh Depkes tahun 2001 menemukan angka
kejadian diare di Indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan
menurut SKRT 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100.000 penduduk dan
angka kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000 balita. Insiden
penyakit diare yang berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk, dimana 60-70%
di antaranya anak-anak usia di bawah 5 tahun (Solaiman, EJ, 2001).
Berdasarkan hasil survei Depkes RI (2006) diketahui bahwa kejadian Diare
pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000, dan frekuensi 1-2 kali per tahun
pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Aceh pada tahun 2007 angka kejadian diare di Provinsi Aceh sebanyak
41.344 kasus, sementara itu pada tahun 2008 terdapat 45.157 kasus diare, angka ini
terus meningkat pada tahun 2009 menjadi 86.089 kasus (Dinkes Provinsi Aceh,
2007).
Penyakit diare dapat menimbulkan KLB di beberapa wilayah dengan jumlah
penderita dan kematian yang cukup tinggi. Di Kota Langsa penyakit dengan jumlah
tertinggi yang menduduki tingkat pertama yaitu diare, kemudian pada tingkat kedua
malaria dan yang ketiga yaitu TB paru. Jumlah kasus penyakit diare di Kota Langsa
Berdasarkan Jurnal Kesehatan Masyarakat, penyakit diare sering menyerang
bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang
menyebabkan kematian. Banyak faktor resiko yang diduga menyebabkan terjadinya
penyebab diare pada bayi dan anak di Indonesia. Salah satu faktor resiko yang sering
diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi
jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakteriologis air, dan
kondisi rumah. Sanitasi yang buruk ditandai sebagai penyebab banyaknya
kontaminasi bakteri E-coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri
E-coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E-coli
terjadi pada air tanah yang banyak disedot penduduk diperkotaan, dan sungai yang
menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini (Adisasmito, 2007).
Penanggulangan diare dapat dilakukan oleh ibu dengan cara tetap
memberikan ASI dan memberikan larutan gula garam. Bayi yang menderita diare
tidak boleh dipuasakan. Praktek cuci tangan tiap melakukan pekerjaan terkait
makanan atau menyusui dan minum air yang telah dimasak hingga mendidih,
merupakan bentuk praktek perawatan bayi yang dapat mencegah terjadi diare,
termasuk usaha mencegah makanan dari gangguan lalat dan kontaminasi lain
(Ridwan, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Endah (2009), diketahui bahwa ada pegaruh
tingkat pengetahuan terhadap penanganan diare yang memperlihatkan distribusi
tingkat pengetahuan ibu berdasarkan kelompok usia. Usia berpengaruhi terhadap
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
diperolehnya semakin membaik. Pengetahuan yang kurang bisa diakibatkan oleh
berbagai faktor yang kompleks dan saling memengaruhi. Sedangkan menurut hasil
penelitian Yulisa (2008) mengatakan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan, sumber
air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban keluarga, jenis lantai rumah serta
tidak ada pengaruh jenis pekerjaan dengan kejadian diare pada anak balita.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Gampong
Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa yang memiliki jumlah penduduk
2118 orang dengan jumlah kepala keluarga 562 orang memiliki tingkat perilaku dan
kebersihan yang kurang, seperti tidak menjaga kebersihan lingkungan, tidak mencuci
tangan pakai sabun sebelum makan, dan tidak membuang sampah pada tempatnya.
Kebersihan di lingkungan Gampong Kuala Langsa tersebut masih dikatakan sangat
rendah karena air untuk keperluan sehari-hari masih kurang sehingga penyakit diare
rentan terkena oleh masyarakat di sekitarnya. Dan hasil penelitian juga mengatakan
bahwa tidak adanya mobil pengangkut sampah yang beroperasi di sekitar wilayah
Gampong Kuala Langsa tersebut untuk membersihkan atau mengangkut
sampah-sampah rumah tangga sehingga masyarakat membuang sampah-sampah-sampah-sampah tersebut di
kolong rumah atau laut (Pustu Gampong Kuala Langsa, 2013).
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah tingkat
pengetahuan dan sikap orang tua terhadap diare dengan perilaku dalam pencegahan
diare di wilayah Pelabuhan Kota Langsa itu sendiri. Perilaku seseorang muncul
karena ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya perilaku tersebut yaitu sikap,
norma subjektif dan kemampuan dalam megontrol perilaku untuk menciptakan suatu
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan dan sikap orang tua dengan perilaku pencegahan diare
di Wilayah Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap orang tua
dengan perilaku pencegahan diare di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa
Barat Kota Langsa.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua terhadap pencegahan diare di
Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa.
2. Mengetahui sikap orang tua terhadap pencegahan diare di Gampong Kuala
Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi Lokasi Penelitian
Dapat memberi penambahan wawasan kepada masyarakat Gampong Kuala
2. Bagi Puskesmas Pembantu (Pustu)
Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengoptimalisasikan
penanggulangan diare di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota
Langsa.
3. Bagi Penulis
Memberi pengalaman dan kesempatan untuk melaksanakan penulisan dengan
metode yang benar, penulis mampu berpikir lebih baik dalam memahami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perilaku
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku
kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu,
Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang
bersangkutan.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dibagi dalam 3 domain,
yaitu:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge).
b. Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude).
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi pendidik yang diberikan (practice) (Notoatmodjo, 2003).
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh
orang lain.
b. Perilaku terbuka, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan
dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
2.1.1 Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Dalam pengertian lain, pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan
pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan
aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut
juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat
melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek
pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih
untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan
tentang manajemen organisasi.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang.
Adapun tingkat pengetahuan mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yakni :
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehention)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
d. Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Ini menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2 Sikap (Attitude)
Menurut Saifuddin Azwar (2002), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap memiliki 3
komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Pengertian sikap yaitu merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
tertutup. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu (Notoatmodjo, 2007).
Sikap ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang
benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan
menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek
tertentu.
b. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek
sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
objek tertentu.
c. Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi.
2.1.3 Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2003), untuk mewujudkan suatu sikap menjadi tindakan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
1. Persepsi (perseption), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat
pertama.
2. Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat
kedua.
3. Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,
maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga.
4. Adopsi (adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Di samping itu juga ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku
para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku.
2.2 Determinan Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal
(lingkungan). Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat,
motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit
dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi
oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana
fisik, sosio budaya masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior
causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu
sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2.3 Pencegahan 2.3.1 Definisi
pencegahan merupakan mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian.
pencegahan penyakit secara umum ada 4 tingkatan, yaitu :
1. Pencegahan tingkat dasar
Bisa dikatakan dengan primordial prevention, yaitu usaha mencegah
terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum. Tujuan dari pencegahan
primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup sosial ekonomi
dan kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan risiko
penyakit.
2. Pencegahan tingkat pertama
Disebut juga dengan primary prevention, yaitu suatu usaha pencegahan
penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan
sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan
secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap
penyakit tertentu, pencegahan primer terdiri dari :
a. peningkatan derajat kesehatan (health promotion) : yaitu meningkatkan
peranan penyebab serta derajat risiko, juga meningkatkan secara optimal
lingkungan yang sehat.
b. perlindungan khusus (spesific protection) : yaitu pencegahan khusus untuk
meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap
penyakit tertentu.
3. Pencegahan sekunder
Merupakan pencegahan yang mana sasaran utamanya adalah pada mereka
yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit
tertentu melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan
tepat. Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan proses
penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
4. Pencegahan tersier
Yaitu merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita
penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau
mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuannya adalah
menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan, dan
membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian
2.4 Diare 2.4.1 Pengertian
Sesuai dengan definisi Hippocrates, maka diare adalah buang air besar dengan
frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau
cair. Diare biasanya selalu disertai sakit perut dan sering sekali mual dan muntah.
Dalam kondisi hidup yang bersih dengan makanan mencukupi dan air tersedia
banyak, pasien yang sakit biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa
hari dan paling lama satu minggu, namun untuk individu yang sakit dan kurang gizi,
diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa
perawatan (Suharyono, 2008).
Diare adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme termasuk
bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing dan protozoa. Diare ditandai
dengan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Pada bayi volume tinja lebih dari
15g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun yang volume tinjanya sudah sama
dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200g/24 jam disebut diare
(Amirudin, 2008).
Resiko terbesar dari diare adalah dehidrasi. Jika seseorang menderita diare dapat
kehilangan air 5 liter sehari yang didalamnya terkandung zat mineral (elektrolit) yang
penting untuk tubuh normal terutama kandungan natrium dan kalium. Dehidrasi
berat menyebabkan syok dan kematian. Dehidrasi akan lebih berat pada bayi dan
2.4.2 Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya :
a. Faktor Infeksi
a) Infeksi enteral : merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Rotavirus merupakan penyebab utama
infeksi (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan 10-20% pada
anak.
Berikut ini nama-nama bakteri, virus dan parasit penyebab diare :
• Golongan bakteri :
- Aeromonas hidrophilia
- Bacillus cereus
- Campylobacter jejuni
- Clostridium diffcile
- Clostridium perfringens
- Escherichia coli
- Salmonella spshigella sp
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholera
- Vibrio parahaemoliticus
- Yersinia enterocolitica
• Golongan virus :
- Rotavirus
- Virus Norwalk
- Astrovirus
- Calicivirus
- Coronavirus
- Minirotavirus
- Virus bulat kecil
• Golongan parasit :
- Balantidium coli
- Capillaria philippinensis
- Cryptosporidium
- Entamoeba histolytica
- Giardia lamblia
- Strongyloides stercotalis
- Faciolopsis buski
- Sarcocystis suthominis
- Trichuris trichiura
- Candida sp
- Isospora belli
b) Infeksi parenteral : merupakan infeksi diluar saluran pencernaan makanan,
seperti : otitis media akut (OMA), bronkopneumonia, tonsilitis, ensefalitis.
b. Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi) :
Faktor malasorbsi dibagi menjadi dua yaitu malasorbsi karbohidrat dan lemak.
Malasorbsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu
formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorbsi lemak, terjadi bila
dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan :
Seperti alergi makanan, makanan basi, beracun.
d. Faktor Psikologis :
Seperti rasa takut dan cemas.
2.4.3 Jenis Diare
Menurut Sodikin (2012), Secara klinis diare dibedakan menjadi tiga macam
sindrom, yaitu diare akut, disentri, dan diare persisten. Masing-maisng mencerminkan
pathogenesis berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam
pengobatannya.
• Diare akut (gastroenteritis)
Buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja
yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
• Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah dalam feces, menyebabkan
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kerusakan mukosa usus
akibat bakteri invasive. Penyebab utama disentri akut adalah shigella,
sedangkan penyebab lain adalah Campylobacter jejuni dan penyebab yang
jarang adalah E-Coli enteroinvasife atau salmonella. Pada orang dewasa
muda, disentri yang serius sering kali disebabkan oleh Entamoeba histolytica.
Akan tetapi, bakteri tersebut jarang menjadi penyebab disentri pada
anak-anak.
• Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung
lebih dari 14 hari. Kejadian dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri.
Diare jenis ini mengakibatkan kehilangan berat badan yang nyata, dengan
volume feses dalam jumlah yang banyak sehingga pasien beresiko mengalami
dehidrasi. Diare persisten tidak disebabkan oleh penyebab mikroba tunggal,
E-Coli enteroaggregative, Shigella, dan Cryptosporidium mungkin berperan
lebih besar dari penyebab lain. Diare persisten tidak boleh dikacaukan dengan
diare kronik, yakni diare intermiten atau hilang timbul, atau berlangsung lama
dengan penyebab noninfeksi, seperti penyakit sensitive terhadap gluten atau
2.4.4 Gejala Diare
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
b. Suhu badan meninggi.
c. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah.
d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
e. Lecet pada anus.
f. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang.
g. Muntah sebelum dan sesudah diare.
h. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
i. Dehidrasi (kekurangan cairan).
2.5 Pencegahan Diare
Menurut Sodikin (2009), upaya pemutusan penyebaran kuman penyebab diare
harus berfokus pada cara penyebaran kuman tersebut. Berbagai upaya yang terbukti
efektif adalah:
1. Memberi ASI ekslusif kepada bayi usia hingga berumur 6 bulan.
2. Menghindari penggunaan susu botol.
3. Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
(untuk mengurangi pajanan ASI terhadap bakteri dan perkembangbiakan
bakteri).
5. Mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar dan setelah membuang
feces bayi, serta sebelum menyiapkan makanan atau sebelum makan.
6. Membuang feces (termasuk feces bayi) dengan benar.
2.6 Gambaran Klinik
Gambaran klinik penyakit diare sesuai dengan derajat dehirasinya.
Derajat dehidrasi menurut WHO, adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Menurut WHO
Kategori Tanpa
Dehidrasi
- Lunglai, tidak sadar
- Tidak ada - Sangat cekung - Sangat kering - Sangat cepat atau
kussmaul
3. Meraba/palpasi :
- Kulit sangat kurang - Sangat cepat,
lemah/tidak teraba, >140/menit - Sangat cekung
4. Menimbang berat
badan Tetap Turun :
25-100gr/kgBB
Turun : >100gr/kgBB
5. Taksiran
2.7 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penyakit Diare 2.7.1 Faktor Sosiodemografi
Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan
perubahan-perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen-komponen perubahan-perubahan
tersebut seperti kelahiran, kematian, migrasi sehingga menghasilkan suatu keadaan
dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin tertentu (Lembaga
Demografi FE UI, 2000). Dalam pengertian yang luas, demografi juga
memperhatikan berbagai karakteristik individu maupun kelompok yang meliputi
karakteristik sosial dan demografi, karakteristik pendidikan dan karakteristik
ekonomi. Karakteristik social dan demografi meliputi: jenis kelamin, umur, status
perkawinan, dan agama. Karakteristik pendidikan meliputi tingkat pendidikan.
Karakteristik ekonomi meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan
(Mantra, 2000).
Faktor sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan umur.
a. Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan
masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi
tahu mengenai pentingnya higyne perseorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjadinya penyakit menular, diantaranya diare (Sander, 2005).
Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi yang lebih
berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah
semakin tinggi pendidikan, maka semakin rendah angka kematian bayi dan
kematian ibu (Widyastuti, 2005).
b. Jenis Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status
social, pendidikan, status social ekonomi, resiko cedera atau masalah kesehatan
dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan
resiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta
merupakan predictor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja
(Widyastuti, 2005).
c. Umur
Sifat manusia yang dapat membawa perbedaan pada hasil suatu penelitian
atau yang dapat membantu memastikan hubungan sebab akibat dalam hal
hubungan penyakit, kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain yang dapat
menyengsarakan manusia, umur merupakan karakter yang memiliki pengaruh
paling besar. Umur mempunyai lebih banyak efek pengganggu dari pada yang
dimiliki karakter tunggal lain. Umur merupakan salah satu variabel terkuat yang
dipakai untuk memprediksi perbedaan dalam hal penyakit, kondisi, dan peristiwa
kesehatan (Widyastuti, 2005).
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam
penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam
hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur (Notoatmodjo,
2.7.2 Faktor Lingkungan
a. Sumber Air Minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat
badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar
80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di
antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan
untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan memasak air
harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak mengalami
penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak
kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Dapat ditularkan dengan
memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam
keadaan panik yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).
Menurut Depkes RI (2000), hal-hal yang perlu diperhatikan
dalampenyediaan air bersih adalah:
- Mengambil air dari sumber air yang bersih.
- Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
- Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,
anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum
dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan
sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
- Menggunakan air yang direbus.
- Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih
dan cukup.
b. Jenis Tempat Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan
terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja
antara lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan
kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah:
- Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya.
- Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
- Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya.
- Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat
lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya.
- Tidak menimbulkan bau.
- Pembuatannya murah.
- Mudah digunakan dan dipelihara.
Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja antara
a) Jamban Cemplung (Pit Latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban
ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80-120cm sedalam 2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak
boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya.
Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
b) Jamban Air (Water Latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah
sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkannya sama
seperti pembusukan tinja air dalam kali.
c) Jamban Leher Angsa (Swan Latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air.
Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak
tercium.
d) Jamban Bor (Bored Hole Latrine)
Tipe ini sama dengan jamban cemplung, hanya ukurannya lebih
kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk
perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak
mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).
e) Jamban Keranjang (Bucket Latrine)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian
dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita atau orang sakit yang
biasanya menundang lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi
jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan.
Pengguanaan jenis jamban ini biasanya dapat menimbulkan bau yang
tidak enak.
f) Jamban Parit (Trench Latrine)
Pada jamban parit ini dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40cm
untuk tempat defaecatie. Tanah galiannya digunakan untuk menimbun.
Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar
dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan
pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian
tinja oleh hewan.
g) Jamban Empang/Gantung (Overhung Latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam,
selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air
permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat
tersebar kemana-mana dengan air yang dapat menimbulkan wabah.
h) Jamban Kimia (Chemical Toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda
sehingga dihancurkan dan didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam
kendaraan umum, misalnya dalam pesawat udara, bus. Tempat
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan resiko terjadinya diare berdarah pada anak balita
kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi
(Wibowo, 2004).
c. Jenis Lantai Rumah
Menurut Notoatmodjo (2003), syarat rumah yang sehat yaitu jenis lantai
yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim
penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari ubin atau semen, kayu, dan tanah
yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam kedadaan kering dan tidak
lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak
perlu di plester dan akan lebih baik jika dilapisi dengan ubin atau keramik
yang mudah dibersihkan (Depkes, 2002).
2.7.3 Faktor Perilaku
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enteric dan meningkatkan resiko terjadinya diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI Ekslusif
ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Jika tidak
memberikan ASI Ekslusif secara penuh sampai bayi berumur 6 bulan akan
beresiko menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberikan ASI
b. Penggunaan Botol Susu
Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena
botol susu sisah dibersihkan. Penggunaan botol susu formula biasanya
menyebabkan resiko terkena diare.
c. Kebiasaan Cuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perseorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan.
d. Kebiasaan Membuang Tinja
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan
benar. Banyak masyarakat disekitar kita beranggapan bahwa tinja bayi
tidaklah berbahaya, padahal sebenarnya pada tinja bayi mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit
pada anak-anak maupun orang tua.
e. Menggunakan Air Minum yang Tercemar
Air mungkin sudah tecemar dari sumbernya atau pada saat disimpan.
Pencemaran dapat terjadi jika tempat penyimpanan tidak tertutup atau tangan
2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, maka disusun kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian,
yang berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian (Notoatmodjo, 2010)
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pencegahan diare di
wilayah Pelabuhan Kota Langsa.
2. Ada hubungan antara sikap dengan pencegahan diare di wilayah
Pelabuhan Kota Langsa.
• Pengetahuan
• Sikap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, dengan desain penelitian cross
sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
dan sikap orang tua dengan perilaku pencegahan diare di Gampong Kuala Langsa
Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini telah dilakukan di Gampong Kuala Langsa Kecamatan
Langsa Barat Kota Langsa. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini karena pada
daerah Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat masih memiliki tingkat
kebersihan yang kurang sehingga dapat menimbulkan diare.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan mulai Agustus 2013 - Februari 2014.
3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang tinggal di Gampong
Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa yang berumur 20-40 tahun yaitu
3.4.2 Sampel
Untuk memperoleh sampel sampel orang tua (ayah dan ibu) dengan menggunakan
rumus besar sampel Lemesow :
�
=
[�����(1−��) + �����(1−��)�2
(��−��)2
=
[1,96 �0,15(1−0,15� + 0,842�0,05(1−0,05��
2
�0,05−0,15�2
= 78,04
≈
78 orang
Keterangan :
n = Jumlah sampel
Zα = Nilai distribusi normal baku (table Z) pada α = 5%
Zβ = Nilai distribusinormal baku (table Z) pada β = 20%
Po = Proporsi awal 15% = 0,15
Pa = Proporsi yang diinginkan 5% = 0,05
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui bahwa besar sampel minimal 78 orang
yang diambil dengan teknik pengambilan sampel secara random sampling yakni
simple random sampling, yaitu pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap
unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk di ambil sebagai
3.5. Metoda Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang
berisi pertanyaan dan jawaban yang sudah disediakan di lembaran kuesioner. Data
yang dikumpulkan meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh meliputi data kunjungan pasien yang berkunjung ke
Puskesmas pembantu (pustu) dan data jumlah penduduk 2.118 orang dan kepala
keluarga berjumlah 562 orang di Gampong Kuala Langsa yang didapat dari Kepala
Desa.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
wawancara untuk mengetahui pengertahuan dan sikap responden terhadap
pencegahan diare di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa.
3.10 Definisi Operasional
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai
diare.
2. Sikap adalah suatu respon atau tindakan responden tentang bagaimana
pencegahan diare.
3. Perilaku pencegahan adalah suatu kegiatan yang dilakukan responden untuk
4. Orang Tua adalah komponen dari pada keluarga yang akan diteliti terdiri dari
ayah dan ibu.
3.8 Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan dari jawaban responden
terhadap pertanyaan yang disesuaikan dengan skor. Nilai yang dikumpulkan
dikategorikan menjadi tiga tingkat (Arikunto, 2006).
Baik : Jika total nilai yang diperoleh > 75%
Sedang : Jika total nilai yang diperoleh 40%-75%
Kurang : Jika total nilai yang diperoleh < 40%.
I. Pengukuran pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang tua tentang diare
terhadap kesehatan yang diukur dengan 10 pertanyaan dengan total tertinggi dari
hasil pertanyaan yaitu 20 dan terendah 0. Pengetahuan dapat diukur dengan scoring
terhadap kuesioner yang telah diberi bobot dimana nilai tertinggi adalah 2 dengan
kriteria jawaban:
- Jawaban baik 2
- Jawaban cukup 1
- Jawaban kurang 0
II. Pengukuran sikap
Sikap dapat diukur dengan skoring kuesioner dimana jawaban yang memiliki sifat
setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Dengan jumlah pertanyaan 10 yang memiliki nilai
tertinggi 30 dan terendah 0.
- Jawaban sangat setuju 3
- Jawaban setuju 2
- Jawaban tidak setuju 1
- Jawaban sangat tidak setuju 0
III. Pengukuran tindakan
Tindakan adalah dimana suatu perilaku apa yang dilakukan responden terhadap
pencegahan diare dengan memiliki 10 pertanyaan dan memiliki total skor paling
tinggi 20 dan yang paling rendah 0.
- Jawaban iya 2
- Jawaban kadang-kadang 1
- Jawaban tidak pernah 0
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data yang didapat dari lapangan dilakukan dengan teknik pengolahan
data sebagai berikut :
3.9.1 Pengolahan Data
Data yang di kumpulkan diolah secara manual dengan langkah sebagai berikut
(Suyono 2007).
a. Pengeditan Data (Editing)
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan isi kuesioner dengan tujuan
yang benar atau pengecekan pada kuesioner yang telah diisi sehingga nantinya
dapat menggambarkan masalah yang diteliti.
b. Pengkodean Data (Coding)
Setelah data diperoleh dan melakukan pengeditan maka peneliti
melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden untuk mempermudah
analisis data yang telah dikumpulkan.
c. Pemasukan Data (Entry)
Kegiatan memasukkan data ke dalam program computer untuk
pengambilan hasil dan keputusan.
d. Pengecekan Data (Cleaning)
Pengecekan data yang sudah di entry, apakah ada kesalahan atau tidak.
3.9.2 Analisis Data
Peneliti dalam tahapan analisis data menggunakan aplikasi statistic computer,
selanjutnya analisis dilakukan secara bertahap, sebagai berikut :
a. Univariat
Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan setiap variabel yang
diteliti secara terpisah dengan cara membuat tabel frekuensi dari
masing-masing variabel.
b. Bivariat
Analisis ini digunakan bertujuan untuk mengetahui perkiraan ada tidaknya
hubungan antara kedua variabel dengan dilakukan melalui aplikasi computer
menggunakan chi square test. Metode ini digunakan karena variabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografi
Gampong Kuala Langsa merupakan salah satu daerah yang terdapat di
Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa. Gampong Kuala Langsa memiliki luas
wilayah 777 Ha. Dengan memiliki 4 dusun yaitu, Dusun Setia 93 Ha, Dusun Ikhlas
143 Ha, Dusun Damai 445 Ha, dan Dusun Harapan 96 Ha.
Adapun batas wilayah Gampong Kuala Langsa adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara bebatasan dengan Gampong Telaga 7
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Langsa Lama/Alur brawe
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Pao/lhok Banu
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Pasir Putih
4.1.2 Keadaan Demografi
Gampong Kuala Langsa terdiri dari 562 KK dengan jumlah penduduk
sebanyak 2.118 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1134
jiwa, dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 984 jiwa. Di desa ini terdapat
Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan 4 perawat dan 1 dokter umum. Selain itu juga
4.2. Hasil Analisi Univariat 4.2.1 Umur Responden
Adapun umur responden dibagi menjadi lima kategori yaitu umur 20-24
berjumlah 7 orang (9,0%), umur 25-29 berjumlah 26 orang (33,3%), umur 30-34
berjumlah 26 orang (33,3%), umur 35-40 berjumlah 9 orang (11,5%), dan umur
40-44 berjumlah 10 orang (12,8%). Hasil selengkapnya pada Tabel 4.1.
4.2.2 Tingkat Pendidikan
Pendidikan responden dibagi lima kategori yaitu tidak sekolah berjumlah 3
orang (3,8%), tamat SD berjumlah 23 orang (29,5%), tamat SLTP berjumlah 32
orang (41,0%), tamat SLTA berjumlah 18 orang (23,1%), dan tamat diploma III
berjumlah 2 orang (2,6%). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1.
4.2.3 Jenis Pekerjaan
Pekerjaan responden dibagi menjadi empat kategori yaitu pedagang berjumlah
11 orang (14,1%), pegawai negeri berjumlah 2 orang (2,6%), nelayan berjumlah 29
orang (37,2%), dan ibu rumah tangga berjumlah 36 orang (46,2%). Hasil
selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan
Tabel 4.1 Lanjutan Ibu Rumah Tangga
11
Hasil penelitian mengenai pengetahuan diperoleh dari penyebaran kuesioner
kepada responden.
a. Dampak Bagi Kesehatan Jika Mengonsumsi Air Tidak Masak
Dampak bagi kesehatan jika mengonsumsi air tidak masak dibagi menjadi tiga
kategori yaitu menimbulkan sakit perut, diare, dan rasa pusing. Dari 78 responden
ternyata yang menjawab sakit perut berjumlah 35 orang (44,9%), yang menjawab
diare berjumlah 32 orang (41,0%), dan yang menjawab rasa pusing berjumlah 11
orang (14,1%). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2.
b. Pengertian Diare
Pengertian diare dibagi menjadi tiga kategori yaitu buang air besar dalam
bentuk cair lebih dari 3 kali dalam sehari, penambahan frekuensi buang air besar,
buang air besar dalam bentuk cair lebih dari 3 kali dalam sehari berjumlah 24
orang (30,8%), yang menjawab penambahan frekuensi buang air besar berjumlah
23 orang (29,5%), dan yang menjawab buang air besar dalam bentuk cair
berjumlah 31 orang (39,7%). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2.
c. Bahaya Diare
Bahaya diare dibagi menjadi tiga kategori yaitu lemas, kekurangan cairan
(dehidrasi) dan berat badan menurun. Dari 78 responden ternyata yang menjawab
lemas berjumlah 41 orang (52,6%), yang menjawab kekurangan cairan (dehidrasi)
berjumlah 20 orang (25,6%), dan yang menjawab berat badan menurun berjumlah
17 orang (21,8%). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2.
d. Tanda-Tanda Kekurangan Cairan (Dehidrasi)
Tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi) dibagi menjadi tiga kategori yaitu
mata cekung, anak gelisah, mulut kering. Dari 78 responden ternyata yang
menjawab mata cekung berjumlah 25 orang (32,1%), yang menjawab anak
gelisah berjumlah 14 orang (17,9%), dan yang menjawab mulut kering berjumlah
39 orang (50,0%). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2.
e. Pengaruh Diare
Pengaruh diare dibagi menjadi tiga kategori yaitu makanan terkontaminasi
E-Coli, makanan yang tidak dimasak, makanan cepat saji. Dari 78 responden
ternyata yang menjawab makanan terkontaminasi E-Coli berjumlah 34 orang
(43,6%), yang menjawab makanan yang tidak dimasak berjumlah 19 orang
(24,3%), dan yang menjawab makanan cepat saji berjumlah 25 orang (32,1%).